Disusun oleh:
2023
KATA PENGANTAR
Kami sadar bahwa dalam menyusun makalah ini, ada banyak pihak yang membantu
terhadap makalah kami. Mengingat hal itu, dengan segala hormat kami ucapkan rasa
terimakasih yang sebesar besarnya kepada dosen pengampu yang telah memberikan
bimbingan dan arahan serta teman-teman dan seluruh pihak yang telah berpartisipasi
dakam penyelesaian makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, masih banyak kekurangan dan kekeliruan. Maka
dari itu, kami mengharapkan respon baik, baik itu berupa kritikan maupun saran sehingga
dapat menjadi lebih baik untuk kedepannya. Kami berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi sekuruh pembaca
(Penyusun)
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................1
C. Tujuan Makalah.................................................................................................................1
A. Pengertian Pluralisme........................................................................................................2
B. Pengertian Inklusifisme.....................................................................................................2
A. Kesimpulan........................................................................................................................7
B. Saran..................................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................8
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dakwah adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menyampaiakan ajaran
Islam melalui lisan, tindakan, atau perbuatan dan ketauladanan. Dakwah adalah
sebuah proses terus menerus menuju kepada yang baik dan yang lebih baik dalam
mewujudkan tujuan dakwah, sehingga dalam dakwah terkandung ide dinamis,
sesuatau yang terus tumbuh dan berkembang sesuai tuntutan ruang dan waktu.
Menjadi suatu keharusan dalam melaksanakan dakwah agar tetap kontestual dengan
jamannya. Proses dakwah demikian perlu untuk melihat pluralistik dalam
masyarakat dalam melakasanakan dakwah Islam.
Pengembangan dakwah inklusif bertitik tolak dari berbagai problem yang ada
di tengah- tengah masyarakat, berdasarkan kebutuhan akan hal yang tengah di
perhadapakan oleh situasi saat ini, perumuskan dalam materi dakwah (maddah)
untuk mengintegrasikan kehidupan sosial yang pluralis. Inklusivisme dalam Islam,
bersifat sangat longgar kepada orang-orang di luar keyakinannya, tidak menjustis
apalagi menganggap salah dan sesat agama lain. Sesuai dengan ajaran yang terdapat
dalam al-Qur'an, Islam sangat menekankan kerukunan dan tidak memberikan
paksaan kepada non-Islam untuk keluar dari keyakinannya, karena memang Allah
SWT sudah memberikan penjelasan agama yang bagaimana yang palig benar dan dia
memberikan kelonggaran kepada kita untuk memilih sesuai apa yang diyakini oleh
kita sendiri.
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pluralisme
Pluralisme berasal dari kata plural, sedangkan kata “pluralitas”, dalam kamus
bahasa Indonesia berarti keadaan masyarakat yang majemuk, banyak macam,
kemajemukan, dan keragaman. Pluralitas adalah realitas sosiologi dimana
masyarakat hidup secara mejemuk dari berbagai ras dan suku serta warna kulit. Kata
Plural pada intinya berarti lebih dari satu sedangkan isme adalah sesuatu yang
berhubungan dengan paham atau aliran. Berdasarkan pengertian bahasa di atas
pluralisme merupakan paham atau sikap terhadap keadaan majemuk atau banyak
dalam segala hal di antaranya sosial, budaya, politik dan agama bahasa dan lain-lain.
Kata pluralisme juga dipahami suatu keadaan atau paham dalam masyarakat yang
majemuk bersangkutan dengan sistem sosial politik dan aktfitas budaya yang
berbeda-beda dalam suatu masyarakat.
Pluralisme juga bermakna prinsip dasar kehidupan sosial yang diarahkan
pada pengakuan akan perbedaan. Pengakuan terhadap perbedaan ini diarahkan untuk
terwujudnya nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal seperti kebebasan,
kedamaian, keadilan. Jadi dapat disimpulkan pluralisme adalah paham, atau sikap
atau perilaku seseorang yang menjadikan keragaman dalam berbagai bentuknya
(adat, budaya, agama dan sebagainya) sebagai sesuatu yang dihormati, dan dijunjung
tinggi dan tidak menghakimi perbedaan tersebut apalagi untuk melakukan tindakan
yang tidak terpuji dalam kehidupan sosial, berbangsa dan bernegara dengan alasan
ketidak samaan tersebut.1
B. Pengertian Inklusifisme
Insklusivisme adalah sikap keagamaan yang berpandangan bahwa di luar
agama yang dipeluknya, juga terdapat kebenaran, meskipun tidak seutuh dan
sesempurna agama yang dianutnya. Kelompok inklusif biasanya, cenderung
mendorong pemeluknya bersikap terbuka terhadap kelompok dari agama lain. Sikap
terbuka akan berdampak pada relasi sosial yang sehat dan harmonis antarsesama
1
Muhammad Hasan Qadran Qaramaliki, Al-Qur’an dan Pluralisme Agama (Jakarta: Sadra Press, 2011), 5.
2
warga masyarakat. Inklulsivisme yang dilandasi toleransi itu tidak berarti bahwa
semua agama dipandang sama. Sikap toleran hanyalah suatu penghormatan akan
kebebasan dan hak setiap orang untuk beragama. Perbedaan agama tidak boleh
menjadi penghalang untuk saling menghargai, menghormati, dan kerjasama.
Inklusif adalah sikap berfikir terbuka dan merhargai perbedaan, baik
perbedaan tersebut dalam bentuk pendapat, pemikiran, etnis, tradisi berbudaya
hingga perbedaan agama.2 Sikap terbuka kemudian menjadi prasyarat utama
terjadianya dialog antar agama, tradisi atau dialog antar peradaban dengan tujuan
tidak lagi ada pembenaran absholut dan ekstrim dalam berpendapat ataupun
beragama, namun bukan hal ini yang dimaksud sebagai paradigma inklusif,
melainkan sebuah tujuan untuk menemukan kebenaran universal dalam setiap
perbedaan atau sekedar tidak saling mencurigai. Sikap inklusif akan melahirkan
sikap untuk menghormati dan menghargai keberadaan umat agama lain. Karena
dalam ajaran agamanya sendiri menuntut untuk menghormati keberadaan agama lain
yang diakui oleh penganutnya sebagai kebenaran juga, maka ini merupakan
manifestasi sikap inklusivisme. Sikap ini selalu diikuti oleh pemberian kesempatan
dan kebebasan terhadap penganut agama untuk melakukan ritual dan peribadatannya
sesuai apa yang mereka yakini. Di dalam mengakui klaim orang lain atas kebenaran
agamanya, apapun bentuk pengakuan itu, seorang inklusif tidak pernah kehilangan
karakter dan jati dirinya sebagai seorang yang mentaati dan membela kebenaran
agamanya. Dia justru menunjukkan identitas agamanya sebagai pelaksanaan nilai
luhur agamanya sendiri atas pengakuan orang lain terhadap agamanya sendiri, dan
dengan semangat keberagamaanya dia dapat bergaul dan berkomunikasi secara
elegan dengan penganut agama lain dengan tetap memegang prinsip kebenaran
universal agamanya.3
C. Dinamika Pluralisme dan Inklusivisme dalam Dakwah
1. Dinamika Pluralisme dalam Dakwah
a. Pertama, membangun masjid. Lembaga ini, dari sisi agama berfungsi sebagai
tempat ibadah dan dari segi sosial berfungsi sebagai tempat mempererat
hubungan dan ikatan di antara anggota jamaah.
4
Indonesia dengan 85% penduduknya beragama Islam, adalah contoh yang bisa
ditiru oleh bangsa-bangsa Muslim lainnya.
4
J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-prinsip pemerintahan dalam piagam Madinah ditinjau dari pandangan Al-Quran
(Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1994), 5
5
Dakwah merupakan hal yang sentral dalam agama Islam.. Nurcholish
Madjid berpendapat bahwa dalam dakwah ada ide tentang progresivitas dan
sekaligus ide dinamis. Maksudnya, dakwah adalah sebuah proses terus menerus
menuju kepada yang baik dan yang lebih baik dalam mewujudkan tujuan
dakwah, sehingga dalam dakwah terkandung ide dinamis, sesuatau yang terus
tumbuh dan berkembang sesuai tuntutan ruang dan waktu. Menjadi suatu
keharusan dalam melaksanakan dakwah agar tetap kontestual dengan zamannya.
Dakwah Islam umumnya masih diyakini berasas pada al-Qur'an, maka upaya-
upaya rekonstruksi dan reinterpretasi pemahaman atas teks-teks al-Qur'an mesti
dilakukan guna menghindari jurang perbedaan yang jauh antara pemahaman
pemahaman atas makna dan praktek yang seharusnya dipahami da'i dengan
praktik-praktik penganut agama yang tidak terlepas dari pengaruh budaya
masyarakat. Upaya ini dapat menjadi titik awal dalam membangun dakwa Islam
yang ada dalam masyarakat. Sebagai pengusung kebenaran dan nilai-nilai
universal, Islam dengan sendirinya memiliki sifat Inklusif dan terbuka, serta
diharapakan menjadi milik semua komunitas umat manusia di muka bumi. Dari
titik inilah dakwah Islam hendak bertitik tolak dan dapat termakna menjadi
agama Universal.
Dakwah Islam yang inklusif dapat kembali pada tiga aspek yang terdapat
dalam ajaran agama Islam. Nurcholish Madjid yang dikutip Luluk Fikri
Zuhriyah mengatakan, Pertama, inklusifisme Islam berpijak pada semangat
humanitas dan universalitas Islam. Humanitas mengandung arti Islam
merupakan agama pada umumnya. Kedua, Islam adalah agama terbuka yang
menolak eksklusifisme dan absolutisme dan memberikan apresiasi yang tinggi
terhadap pluralisme. Ketiga, inklusifisme Islam memiliki komitmen yang kuat
terhadap pluralisme, yaitu sisem nilai yang memandang secara positif-optimis
terhadap kemajemukan, dengan menerimanya sebagai kenyataan dan berbuat
sebaik mungkin atas dasar kenyataan itu.
Berangkat dari berbagai keragaman dan perbedaan dalam masyarak yang
ada sehingga harus memiliki suatu bentuk dasar sehingga perbedaan itu di
bangun tampa harus mengedepankan sentimen yang di bangun dari keragaman
tersebut. Perbedaan suku, agama, ras, dan golongan itu akan menjadi hal yang
hikmah dan tak terhindarkan. Keharusan menerima agama secara benar dengan
tidak ada keterpaksaan merupan keniscayaan, sebagai kelanjutan dari hakikat
6
kemanusiaan itu sendiri.5
5
Yaya Suryana dan Rusdiana, Pendidikan multikultural : suatu upaya penguatan jati diri bangsa (Bandung:
Pustaka Setia, 2015), 330
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pluralisme adalah paham, atau sikap atau perilaku seseorang yang menjadikan
keragaman dalam berbagai bentuknya (adat, budaya, agama dan sebagainya)
sebagai sesuatu yang dihormati, dan dijunjung tinggi dan tidak menghakimi
perbedaan tersebut apalagi untuk melakukan tindakan yang tidak terpuji dalam
kehidupan sosial, berbangsa dan bernegara dengan alasan ketidak samaan
tersebut.
2. Insklusivisme adalah sikap keagamaan yang berpandangan bahwa di luar agama
yang dipeluknya, juga terdapat kebenaran, meskipun tidak seutuh dan
sesempurna agama yang dianutnya. Kelompok inklusif biasanya, cenderung
mendorong pemeluknya bersikap terbuka terhadap kelompok dari agama lain.
3. Pada masyarakat pluralis, dakwah harus bisa menyesuaikan agar tidak terjadi
konflik maka, dibutuhkan sikap inklusif oleh masing-masing pihak agar tercipta
suasana yang lebih terbuka, dan ingin menciptakan bagaimana pluralitas tersebut
tidak menjadi pemicu terjadinya konflik sosial, tetapi menjadi alat pemersatu
bangsa dengan landasan saling menghormati satu sama lain dan berlomba-lomba
dalam kebaikan (fa istabiqu al-khairat).
B. Saran
8
DAFTAR PUSTAKA
Qaramaliki, Muhammad Hasan Qadran. Al-Qur’an dan Pluralisme Agama. Jakarta: Sadra
Press, 2011.
Rusdiana, Yaya Suryana. Pendidikan multikultural : suatu upaya penguatan jati diri bangsa.
Bandung: Pustaka Setia, 2015.
Zukarnain, Iskandar. Realitas Keagamaan di Indonesia dan Inklusifitas Islam. Solo: PT.
Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2012.