Anda di halaman 1dari 12

PLURALISME DAN INKLUSIFISME DALAM DAKWAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah: Filsafat Dakwah
Dosen Pengampu: Drs. Thoifuri, M.Ag.

Disusun oleh:

1. M. Fatkhur Rifqi : (2240210073)


2. Iffani Alya Putri : (2240210075)
3. Shevantara Miftah : (2240210089)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, kami ucapkan kehadiran Allah subhanahu wata’ala, yang


telah memberikan rahmat, taufiq, hidayah, serta inayahnya, sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini. Sholawat serta salam tak lupa kami haturkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya yang telah memperjuangkan
agama Islam.

Kami sadar bahwa dalam menyusun makalah ini, ada banyak pihak yang membantu
terhadap makalah kami. Mengingat hal itu, dengan segala hormat kami ucapkan rasa
terimakasih yang sebesar besarnya kepada dosen pengampu yang telah memberikan
bimbingan dan arahan serta teman-teman dan seluruh pihak yang telah berpartisipasi
dakam penyelesaian makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini, masih banyak kekurangan dan kekeliruan. Maka
dari itu, kami mengharapkan respon baik, baik itu berupa kritikan maupun saran sehingga
dapat menjadi lebih baik untuk kedepannya. Kami berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi sekuruh pembaca

(Penyusun)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN........................................................................................................1

A. Latar Belakang...................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..............................................................................................................1

C. Tujuan Makalah.................................................................................................................1

BAB II. PEMBAHASAN.........................................................................................................2

A. Pengertian Pluralisme........................................................................................................2

B. Pengertian Inklusifisme.....................................................................................................2

C. Dinamika Pluralisme dan Inklusivisme dalam Dakwah....................................................3

BAB III. PENUTUP.................................................................................................................7

A. Kesimpulan........................................................................................................................7

B. Saran..................................................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................8

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dakwah adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menyampaiakan ajaran
Islam melalui lisan, tindakan, atau perbuatan dan ketauladanan. Dakwah adalah
sebuah proses terus menerus menuju kepada yang baik dan yang lebih baik dalam
mewujudkan tujuan dakwah, sehingga dalam dakwah terkandung ide dinamis,
sesuatau yang terus tumbuh dan berkembang sesuai tuntutan ruang dan waktu.
Menjadi suatu keharusan dalam melaksanakan dakwah agar tetap kontestual dengan
jamannya. Proses dakwah demikian perlu untuk melihat pluralistik dalam
masyarakat dalam melakasanakan dakwah Islam.

Pengembangan dakwah inklusif bertitik tolak dari berbagai problem yang ada
di tengah- tengah masyarakat, berdasarkan kebutuhan akan hal yang tengah di
perhadapakan oleh situasi saat ini, perumuskan dalam materi dakwah (maddah)
untuk mengintegrasikan kehidupan sosial yang pluralis. Inklusivisme dalam Islam,
bersifat sangat longgar kepada orang-orang di luar keyakinannya, tidak menjustis
apalagi menganggap salah dan sesat agama lain. Sesuai dengan ajaran yang terdapat
dalam al-Qur'an, Islam sangat menekankan kerukunan dan tidak memberikan
paksaan kepada non-Islam untuk keluar dari keyakinannya, karena memang Allah
SWT sudah memberikan penjelasan agama yang bagaimana yang palig benar dan dia
memberikan kelonggaran kepada kita untuk memilih sesuai apa yang diyakini oleh
kita sendiri.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Pluralisme?

2. Apa Pengertian Inklusifisme?

3. Bagaimana Dinamika dari Pluralisme dan Inklusifisme dalam Dakwah?


C. Tujuan Makalah

1. Mengetahui Pengertian Pluralisme.

2. Mengetahui Pengertian Inklusifisme.

3. Mengetahui Dinamika dari Pluralisme dan Inklusifisme dalam Dakwah.


1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pluralisme
Pluralisme berasal dari kata plural, sedangkan kata “pluralitas”, dalam kamus
bahasa Indonesia berarti keadaan masyarakat yang majemuk, banyak macam,
kemajemukan, dan keragaman. Pluralitas adalah realitas sosiologi dimana
masyarakat hidup secara mejemuk dari berbagai ras dan suku serta warna kulit. Kata
Plural pada intinya berarti lebih dari satu sedangkan isme adalah sesuatu yang
berhubungan dengan paham atau aliran. Berdasarkan pengertian bahasa di atas
pluralisme merupakan paham atau sikap terhadap keadaan majemuk atau banyak
dalam segala hal di antaranya sosial, budaya, politik dan agama bahasa dan lain-lain.
Kata pluralisme juga dipahami suatu keadaan atau paham dalam masyarakat yang
majemuk bersangkutan dengan sistem sosial politik dan aktfitas budaya yang
berbeda-beda dalam suatu masyarakat.
Pluralisme juga bermakna prinsip dasar kehidupan sosial yang diarahkan
pada pengakuan akan perbedaan. Pengakuan terhadap perbedaan ini diarahkan untuk
terwujudnya nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal seperti kebebasan,
kedamaian, keadilan. Jadi dapat disimpulkan pluralisme adalah paham, atau sikap
atau perilaku seseorang yang menjadikan keragaman dalam berbagai bentuknya
(adat, budaya, agama dan sebagainya) sebagai sesuatu yang dihormati, dan dijunjung
tinggi dan tidak menghakimi perbedaan tersebut apalagi untuk melakukan tindakan
yang tidak terpuji dalam kehidupan sosial, berbangsa dan bernegara dengan alasan
ketidak samaan tersebut.1

B. Pengertian Inklusifisme
Insklusivisme adalah sikap keagamaan yang berpandangan bahwa di luar
agama yang dipeluknya, juga terdapat kebenaran, meskipun tidak seutuh dan
sesempurna agama yang dianutnya. Kelompok inklusif biasanya, cenderung
mendorong pemeluknya bersikap terbuka terhadap kelompok dari agama lain. Sikap
terbuka akan berdampak pada relasi sosial yang sehat dan harmonis antarsesama

1
Muhammad Hasan Qadran Qaramaliki, Al-Qur’an dan Pluralisme Agama (Jakarta: Sadra Press, 2011), 5.
2
warga masyarakat. Inklulsivisme yang dilandasi toleransi itu tidak berarti bahwa
semua agama dipandang sama. Sikap toleran hanyalah suatu penghormatan akan
kebebasan dan hak setiap orang untuk beragama. Perbedaan agama tidak boleh
menjadi penghalang untuk saling menghargai, menghormati, dan kerjasama.
Inklusif adalah sikap berfikir terbuka dan merhargai perbedaan, baik
perbedaan tersebut dalam bentuk pendapat, pemikiran, etnis, tradisi berbudaya
hingga perbedaan agama.2 Sikap terbuka kemudian menjadi prasyarat utama
terjadianya dialog antar agama, tradisi atau dialog antar peradaban dengan tujuan
tidak lagi ada pembenaran absholut dan ekstrim dalam berpendapat ataupun
beragama, namun bukan hal ini yang dimaksud sebagai paradigma inklusif,
melainkan sebuah tujuan untuk menemukan kebenaran universal dalam setiap
perbedaan atau sekedar tidak saling mencurigai. Sikap inklusif akan melahirkan
sikap untuk menghormati dan menghargai keberadaan umat agama lain. Karena
dalam ajaran agamanya sendiri menuntut untuk menghormati keberadaan agama lain
yang diakui oleh penganutnya sebagai kebenaran juga, maka ini merupakan
manifestasi sikap inklusivisme. Sikap ini selalu diikuti oleh pemberian kesempatan
dan kebebasan terhadap penganut agama untuk melakukan ritual dan peribadatannya
sesuai apa yang mereka yakini. Di dalam mengakui klaim orang lain atas kebenaran
agamanya, apapun bentuk pengakuan itu, seorang inklusif tidak pernah kehilangan
karakter dan jati dirinya sebagai seorang yang mentaati dan membela kebenaran
agamanya. Dia justru menunjukkan identitas agamanya sebagai pelaksanaan nilai
luhur agamanya sendiri atas pengakuan orang lain terhadap agamanya sendiri, dan
dengan semangat keberagamaanya dia dapat bergaul dan berkomunikasi secara
elegan dengan penganut agama lain dengan tetap memegang prinsip kebenaran
universal agamanya.3
C. Dinamika Pluralisme dan Inklusivisme dalam Dakwah
1. Dinamika Pluralisme dalam Dakwah

Awal adanya Dakwah Pluralisme di awali oleh Nabi Muhammad SAW


yang membuat suatu perjanjian (piagam politik) untuk mengatur tatanan
kehidupan majemuk setelah beliau tinggal di wilayah madinah. Hal tersebut di
karenakan di antara penduduk Madinah terdapat juga masyarakat lain, yaitu
2
M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural: cross-cultural uderstanding untuk demokrasi dan keadilan
(Yogyakarta: Pilar Media, 2005), 34
3
Iskandar Zukarnain, Realitas Keagamaan di Indonesia dan Inklusifitas Islam (Solo: PT. Tiga Serangkai,
Pustaka Mandiri, 2012), 18-20
3
orang Yahudi dan sisa-sisa orang Arab yang belum masuk Islam. Hal tersebut
bertujuan agar terciptanya ketentraman dan kenyamanan kepada seluruh
penduduknya. Piagam Madinah tersebut mengandung prinsip kebebasan
beragama, hubungan antar kelompok, kewajiban mempertahankan kesatuan
hidup, dan sebagainya. Insiatif dan usaha Nabi Muhammad SAW dalam
mengorganisir dan mempersatukan pengikutnya dan golongan lain agar menjadi
suatu masyarakat yang teratur, berdiri sendiri, dan berdaulat.

Nabi Muhammad sangat memahami bahwa masyarakat yang dihadapi


adalah masyarakat pluralis yang setiap golongan dalam sejarahnya bersikap
saling bermusuhan dengan golongan lain, sehingga perlu adanya penataan dan
pengendalian hubungan sosial untuk mengatur hubungan antar golongan dalam
aspek sosial, ekonomi, politik, dan agama. Karena itu, Nabi melakukan beberapa
langkah yaitu.

a. Pertama, membangun masjid. Lembaga ini, dari sisi agama berfungsi sebagai
tempat ibadah dan dari segi sosial berfungsi sebagai tempat mempererat
hubungan dan ikatan di antara anggota jamaah.

b. Kedua, menciptakan persaudaraan nyata dan efektif antara orang Islam


Makkah dan Madinah Kedua langkah tersebut masih bersifat internal dan
hanya ditujukan untuk konsolidasi umat Islam. Persaudaraan ini bukan diikat
oleh hubungan darah dan kabilah (suku), melainkan atas dasar ikatan iman
(agama).

c. Langkah ketiga ditujukan kepada seluruh penduduk Madinah. Nabi membuat


piagam (perjanjian) tertulis atau piagam yang menekankan pada persatuan
yang erat di kalangan kaum muslimin dan kaum Yahudi yang menjamin
kebebasan beragama bagi semua golongan, menekankan kerjasama, dan
persamaan hak dan kewajiban semua golongan dalam kehidupan sosial
politik dan menetapkan wewenang bagi Nabi untuk menengahi dan
memutuskan segala perbedaan pendapat dan perselisiihan yang timbul di
antara mereka.

Di Negara Indonesia sendiri pluralisme agama tumbuh secara subur


karena hampir semua agama terutama agama- agama besar (Islam, Kristen,
Hindu dan Budha) ikut andil menciptakan nuansa keberagaman. Pengalaman

4
Indonesia dengan 85% penduduknya beragama Islam, adalah contoh yang bisa
ditiru oleh bangsa-bangsa Muslim lainnya.

Masyarakat pluralis di Indonesia menjadikan keragaman dalam berbagai


bentuknya (adat, budaya, agama dan sebagainya) sebagai sesuatu yang
dihormati, dan dijunjung tinggi dan tidak menghakimi perbedaan tersebut
apalagi untuk melakukan tindakan yang tidak terpuji di tengah tengah kehidupan
sosial, berbangsa dan bernegara dengan alasan ketidaksamaan tersebut.4

2. Dinamika Inklusifisme dalam Dakwah

Agama seharusnya dapat menjadi pendorong bagi umat manusia untuk


selalu menegakkan perdamian dan meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh
umat manusia dibumi ini. Sayangnya, dalam kehidupan yang sebenarnya, agama
justru seringkali menjadi salah satu penyebab terjadinya kekerasan dan
kehancuran umat manusia. Kenyataan pahit yang menyangkut kehidupan umat
bergama ini dialamai oleh berbagai macam pemeluk agama dan terjadi diseluruh
belahan dunia. Dengan demikian seluruh manusia adalah bersaudara karena
sama-sama makhluk Tuhan. Adanya persamaan keyakinan sama-sama makhluk
Tuhan dan rasa persaudaraan tersebut yang dapat menjadi landasan toleransi.
Adanya keyakinan itu mengasumsikan bahwa ciptaan-Nya juga pada hakikatnya
adalah suatu kesatuan. Pandangan ini membawa pada kesimpulan bahwa seluruh
jagat raya (universe) termasuk didalamnya seluruh umat manusia apapun bangsa
dan bahasanya adalah makhluk Tuhan juga meskipun agama dan keyakinannya
berbeda.
Namun secara prinsip dan kehidupan sosial bermasyarakat. Islam
mengakui entitas agama-agama lain dan membiarkan pemeluknya untuk
melakukan dan menjalankan peribadatan masing-masing. Islam tidak pernah
memaksa seseorang untuk masuk Islam. Karena keimanan seseorang dapat
diterima jika hal itu dilakukan dengan sukarela tanpa ada sedikitpun pemaksaan.
Tidak ada gunanya keimanan seseorang yang lahir dari pemaksaan. Untuk apa
Islam dipaksakan, padahal kebenaran dan petunjuknya sudah sangat jelas bagi
siapapun yang menginginkan kebenaran Islam.

4
J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-prinsip pemerintahan dalam piagam Madinah ditinjau dari pandangan Al-Quran
(Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1994), 5
5
Dakwah merupakan hal yang sentral dalam agama Islam.. Nurcholish
Madjid berpendapat bahwa dalam dakwah ada ide tentang progresivitas dan
sekaligus ide dinamis. Maksudnya, dakwah adalah sebuah proses terus menerus
menuju kepada yang baik dan yang lebih baik dalam mewujudkan tujuan
dakwah, sehingga dalam dakwah terkandung ide dinamis, sesuatau yang terus
tumbuh dan berkembang sesuai tuntutan ruang dan waktu. Menjadi suatu
keharusan dalam melaksanakan dakwah agar tetap kontestual dengan zamannya.
Dakwah Islam umumnya masih diyakini berasas pada al-Qur'an, maka upaya-
upaya rekonstruksi dan reinterpretasi pemahaman atas teks-teks al-Qur'an mesti
dilakukan guna menghindari jurang perbedaan yang jauh antara pemahaman
pemahaman atas makna dan praktek yang seharusnya dipahami da'i dengan
praktik-praktik penganut agama yang tidak terlepas dari pengaruh budaya
masyarakat. Upaya ini dapat menjadi titik awal dalam membangun dakwa Islam
yang ada dalam masyarakat. Sebagai pengusung kebenaran dan nilai-nilai
universal, Islam dengan sendirinya memiliki sifat Inklusif dan terbuka, serta
diharapakan menjadi milik semua komunitas umat manusia di muka bumi. Dari
titik inilah dakwah Islam hendak bertitik tolak dan dapat termakna menjadi
agama Universal.
Dakwah Islam yang inklusif dapat kembali pada tiga aspek yang terdapat
dalam ajaran agama Islam. Nurcholish Madjid yang dikutip Luluk Fikri
Zuhriyah mengatakan, Pertama, inklusifisme Islam berpijak pada semangat
humanitas dan universalitas Islam. Humanitas mengandung arti Islam
merupakan agama pada umumnya. Kedua, Islam adalah agama terbuka yang
menolak eksklusifisme dan absolutisme dan memberikan apresiasi yang tinggi
terhadap pluralisme. Ketiga, inklusifisme Islam memiliki komitmen yang kuat
terhadap pluralisme, yaitu sisem nilai yang memandang secara positif-optimis
terhadap kemajemukan, dengan menerimanya sebagai kenyataan dan berbuat
sebaik mungkin atas dasar kenyataan itu.
Berangkat dari berbagai keragaman dan perbedaan dalam masyarak yang
ada sehingga harus memiliki suatu bentuk dasar sehingga perbedaan itu di
bangun tampa harus mengedepankan sentimen yang di bangun dari keragaman
tersebut. Perbedaan suku, agama, ras, dan golongan itu akan menjadi hal yang
hikmah dan tak terhindarkan. Keharusan menerima agama secara benar dengan
tidak ada keterpaksaan merupan keniscayaan, sebagai kelanjutan dari hakikat

6
kemanusiaan itu sendiri.5

5
Yaya Suryana dan Rusdiana, Pendidikan multikultural : suatu upaya penguatan jati diri bangsa (Bandung:
Pustaka Setia, 2015), 330
7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pluralisme adalah paham, atau sikap atau perilaku seseorang yang menjadikan
keragaman dalam berbagai bentuknya (adat, budaya, agama dan sebagainya)
sebagai sesuatu yang dihormati, dan dijunjung tinggi dan tidak menghakimi
perbedaan tersebut apalagi untuk melakukan tindakan yang tidak terpuji dalam
kehidupan sosial, berbangsa dan bernegara dengan alasan ketidak samaan
tersebut.
2. Insklusivisme adalah sikap keagamaan yang berpandangan bahwa di luar agama
yang dipeluknya, juga terdapat kebenaran, meskipun tidak seutuh dan
sesempurna agama yang dianutnya. Kelompok inklusif biasanya, cenderung
mendorong pemeluknya bersikap terbuka terhadap kelompok dari agama lain.
3. Pada masyarakat pluralis, dakwah harus bisa menyesuaikan agar tidak terjadi
konflik maka, dibutuhkan sikap inklusif oleh masing-masing pihak agar tercipta
suasana yang lebih terbuka, dan ingin menciptakan bagaimana pluralitas tersebut
tidak menjadi pemicu terjadinya konflik sosial, tetapi menjadi alat pemersatu
bangsa dengan landasan saling menghormati satu sama lain dan berlomba-lomba
dalam kebaikan (fa istabiqu al-khairat).
B. Saran

Apabila di dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan dan


kesalahan mohon untuk dimaafkan. Penulis sangat mengharapkan kritik dan
sarannya dari Dosen Pembimbing serta rekan-rekan mahasiswa, agar dalam
pembuatan makalah berikutnya dapat menjadi baik dan benar.

8
DAFTAR PUSTAKA

Pulungan, J. Suyuthi. Prinsip-prinsip pemerintahan dalam piagam Madinah ditinjau dari


pandangan Al-Quran. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1994.

Qaramaliki, Muhammad Hasan Qadran. Al-Qur’an dan Pluralisme Agama. Jakarta: Sadra
Press, 2011.

Rusdiana, Yaya Suryana. Pendidikan multikultural : suatu upaya penguatan jati diri bangsa.
Bandung: Pustaka Setia, 2015.

Yaqin, M. Ainul. Pendidikan Multikultural: cross-cultural uderstanding untuk demokrasi


dan keadilan. Yogyakarta: Pilar Media, 2005.

Zukarnain, Iskandar. Realitas Keagamaan di Indonesia dan Inklusifitas Islam. Solo: PT.
Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2012.

Anda mungkin juga menyukai