Disusun Oleh :
Dosen Pengampuh
i
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. Berkat rahmat dan karunia
Allah SWT, penulis mampu menyelesaikan makalah berjudul “ Sikap
Keberagaman Inklusivisme” Penulis menghadapi banyak tantangan saat
menulis makalah ini, tetapi berkat bantuan, dorongan, dan arahan dari berbagai
orang, makalah ini akhimya dapat diselesaikan dengan baik
Penulis
ii
Daftar Isi
A. Kesimpulan ............................................................................ 12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sikap merupakan kecenderungan atau disposisi mental yang
mendorong individu untuk merespons objek atau situasi tertentu secara
konsisten. Dalam bidang psikologi, sikap melibatkan aspek-aspek
seperti keyakinan, perasaan, dan perilaku yang terkait dengan suatu
objek.
1
B. Rumusan Masalah
1) Jelaskan Pengertian dari Inklusivisme?
2) Apa Saja Tokoh-tokoh dari Inklusivisme?
3) Bagaimana Cara Pandang Islam dan Kristen tentang
Inklusivisme?
C. Tujuan Masalah
1) Untuk mengetahui pengertian dari Inklusivisme.
2) Untuk mengetahui apa saja tokoh-tokoh dari Inklusivisme.
3) Untuk mengetahui pandangan Islam dan Kristen tentang
Inklusivisme.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Inklusivisme
Inklusivisme memiliki asal-usul dari kata "inklusi," yang secara
linguistik berarti termasuk.1 Istilah inklusivisme pertama kali muncul
setelah Konsili Vatikan II, di mana diakui keuniversalan kebenaran agama-
agama lain. 2 Pemakaian istilah ini dikaitkan dengan Alan Race, seorang
teolog Gereja Anglikan yang dikenal karena tipologinya yang terkenal.
3
Selain Alan, pandangan teologi inklusivis juga secara khusus dikaitkan
dengan Karl Rahner, seorang teolog dan teoretisi Kristen yang menolak
ide bahwa Tuhan mengutuk mereka yang belum memiliki kesempatan
untuk mengimani kitab suci. Pandangan ini menyatakan bahwa mereka
yang menerima petunjuk, meskipun bukan berasal dari ajaran Yesus,
masih dapat mencapai keselamatan dalam hidup mereka4. Gagasan yang
diajukan adalah "The Anonymous Christian," di mana agama lain atau
bahkan agama yang tidak memiliki nama (anonim) memiliki kesempatan
untuk memperoleh keselamatan dari Tuhan5
Teori ini mengemukakan suatu pandangan tentang kebenaran
agama yang lebih fleksibel. Pada dasarnya, seorang yang inklusif meyakini
kebenaran agamanya sendiri dengan memberikan ruang bagi kebenaran
agama lain. Dengan kata lain, dalam inklusivisme, ditekankan pendekatan
harmonis dalam hubungan antar agama, yang bertujuan untuk mencegah
timbulnya kesenjangan sosial dalam kehidupan beragama.
1
Tri Kembara, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris (Surabaya: Pustaka
Dua, tth.), hlm. 185.
2
Imam Hanafi, “Eksklusivisme, Inklusivisme, Dan Pluralisme: Membaca Pola
Keberagamaan Umat Beriman,” Al-Fikra : Jurnal Ilmiah Keislaman 10, no. 2 (2017), hlm.
395
3
Ahmad Zamakhsari, “Teologi Agama-Agama Tipologi Tripolar; Eksklusivisme, Inklusivisme
Dan Kajian Pluralisme,” Tsaqofah 18, no. 1 (2020): hlm. 43-44
4
Alwi Shihab, Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama (Bandung: Mizan,
1999). Hlm. 84
5
Gavin D’Costa, “Theology of Religions,” Dalam David F. Ford, The Modern Theologians:
An Introduction to Crhistian Theologyin the Twentieth Century (New York: Basil Blackwell,
n.d.), hlm. 279
3
Prinsip-prinsip yang mendasari konsep inklusivisme melibatkan
keterbukaan terhadap agama lain dan mengutamakan berbaik sangka
daripada berburuk sangka. 6 Keyakinan bahwa cara atau agama yang
diikuti oleh orang lain memiliki kebenaran sendiri untuk memberikan
kesejahteraan dan keselamatan bagi penganutnya menjadi pijakan
utama. Hal ini menekankan prinsip kemanusiaan. 7
Penting untuk dicatat bahwa Islam memiliki dasar yang cukup
skriptural terkait dengan teologi inklusivis, memperkuat ide bahwa
keberagaman dan toleransi antaragama dapat bersumber dari ajaran
Islam itu sendiri.
6
Zamakhsari, “Teologi Agama-Agama Tipologi Tripolar; Eksklusivisme, Inklusivisme Dan
Kajian Pluralisme,” hlm. 395.
7
Amir Gufron, “Inklusivisme Islam Di Indonesia,” Al-A’raf: Jurnal Pemikiran Islam Dan
Filsafa 11, no. 1 (2011): hlm. 12
8
Kementerian Agama RI, Mushaf Al Quran Terjemah (Bandung: Sygma, 2007), hlm. 10
4
Pesan yang serupa dengan kutipan di atas tersirat dalam Al-Quran pada
Surat Al-Maidah ayat 69:
9
Suhandano Rofiq Nuhadi, Syamsul Hadi, Thoyib I.M, “Dialektika Inklusivisme Dan
Eksklusivisme Islam Kajian Semantik Terhadap Tafsir Al-Quran Tentang Hubungan
Antaragama,” Jurnal Kawistara 3, no. 1 (2013): hlm. 60
5
Dampak dari teologi ini adalah pengungkapan hakikat Islam yang
sebelumnya dianggap secara doktrin-dogmatis. Dalam konteks ini,
doktrin ajaran Islam tidak hanya dianggap sebagai simbol semata, tetapi
juga menekankan nilai-nilai dan implementasinya. Karena pemahaman
yang hanya terbatas pada simbol seringkali tidak selaras dengan hakikat
agama itu sendiri, bahkan bisa menimbulkan konflik antar agama. 10
B. Tokoh-Tokoh Inklusivisme
Beberapa figur yang terkait dengan inklusivisme, terutama dalam
konteks teologi dan pengertian agama, meliputi:
1. Alan Race : Seorang teolog dari Gereja Anglikan, Alan Race terkenal
atas kontribusinya dalam pemahaman inklusivisme. Partisipasinya
dalam mengembangkan tipologi keberagaman dan mendorong dialog
antaragama menjadi ciri khasnya.
3. John Hick : Seorang filsuf dan teolog, John Hick terkenal karena
pandangan inklusifnya. Konsep pluralisme agama yang
dikembangkannya mengakui nilai kebenaran dalam berbagai tradisi
keagamaan dan menganggap bahwa semua agama mencari kebenaran
yang mutlak.
10
Zainal Abidin, “Teologi Inklusif Nurcholish Madjid: Harmonisasi Antara Keislaman,
Keindonesiaan, Dan Kemoderenan,” Humaniora 5 , no. 2 (2014): hlm. 68
6
4. Wilfred Cantwell Smith : Seorang pakar agama dan profesor, Smith
menyajikan konsep "agama tertutup" dan "agama terbuka." Dalam
pandangannya, agama terbuka adalah pendekatan inklusif yang
mengakui nilai-nilai spiritual dan kebenaran dalam berbagai tradisi
keagamaan.
11
H. Burhanuddin Daya, Agama Dialogis, Mereda Dialektika Idealita dan Realita Hubungan
Antaragama (Yogyakarta: LkiS, 2004), h. 229-231
7
mengenal dan menghargai eksistensi satu sama lain. Keanekaragaman
agama yang diberikan oleh Tuhan tidak dimaksudkan sebagai dasar
untuk mendukung diskriminasi satu kelompok atas kelompok lainnya,
melainkan untuk mendorong setiap individu untuk bersaing dalam
kebaikan. Agama bukanlah tujuan utama, tetapi merupakan alat yang
membimbing penganutnya menuju Tuhan, yang sejati. 12
12
Abd. Moqsith Ghazali, Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi Berbasis
al- Quran (Depok: KataKita, 2009), h. 4
13
Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, 1992), h. 17
8
sebuah agama. Dalam ajaran Islam, terdapat ayat-ayat yang mendukung
pandangan inklusivisme.
9
d) QS al-Baqarah ayat 256: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki)
agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan
yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan
beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada
buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha
mendengar lagi Maha mengetahui.”
10
menyatakan bahwa orang-orang ini telah menerima rahmat Allah dan
terorientasi pada Kristus, dan kehadiran Kristus dapat dirasakan dalam
setiap agama, sehingga mereka terarah ke dalam kekristenan. Orang-
orang ini disebut sebagai "Kristen Anonim" atau "Kristen tanpa
nama," dan meskipun belum mengenal Injil Kristen, Rahner percaya
bahwa mereka dapat diselamatkan melalui Kristus, bukan karena
moralitas, tetapi karena mereka telah mengalami kasih karunia dari
Yesus Kristus tanpa menyadarinya.
14
Paul F. Knitter, Satu Bumi Banyak Agama, Dialog Multi Agama dan Tanggung Jawab
Global, diterjemahkan oleh Nico A. Likumahuwa (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2003), h.
39- 40.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sikap inklusivisme terhadap keberagaman menggambarkan
pendekatan yang menerima dan menghargai keragaman dalam konteks
keyakinan keagamaan. Dalam konteks ini, inklusivisme keberagaman
mencerminkan pengakuan dan penerimaan terhadap berbagai keyakinan
keagamaan tanpa melakukan pengecualian atau menilai rendah terhadap
kelompok atau keyakinan tertentu. Beberapa figur yang terkait dengan
inklusivisme, terutama dalam konteks teologi dan pengertian agama,
meliputi: Alan Race ,Karl Rahner,John Hick,Wilfred Cantwell Smith
dan Paul Knitter. Memiliki pandangan Islam dan Kristen tentang
Inklusivisme ini.
12
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
13