Anda di halaman 1dari 22

Bab I

Pendahuluan
A. Latar Belakang
Dalam hidup ini tentu memiliki banyak perbedaan, perbedaan
atau dalam bahasa Inggris pluralisme yang terdiri dari kata ‘plural’yang
berarti beragam dan ‘isme’ yang berarti pemahaman atau bisa disebut juga
dengan bermacam-macam paham/pemahaman.1
Dalam islam itu sendiri pluralisme dianggap wajar bagi orang
tertentu. Karena di Indonesia sendiri perbedaan-perbedaan itu sangat
terasa adanya, di dalam islam itu sendiri perbedaan penafsiran suatu ayat
al-qur’an dan hadis akan menyebabkan perbedaan pengertian dan
pemahaman. Dalam hal ini kajian pluralisme dalam metodologi studi
islam menjadi kajian yang bisa memberikan pengertian yang baik tentang
apa itu perbedaan dalam kajian islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu pluralisme dalam metodologi studi islam?
2. Apa saja teori-teori dalam pluralisme?
3. Bagaimana sejarah dan perkembangan isu pluralisme dalam dunia
islam?
4. Bagaimana persepektif al-Qur’an terhadap pluralisme?
5. Bagaimana analisis dari isu pluralisme itu?

C. Tujuan penulisan
1. Mengetahui pengertian dari pluralisme
2. Mengetahui pengertian pentingnya pluralitas dalam studi islam
3. Mengetahui dan memahami teori teori dari pluralisme
4. Mengetahui perkembangan dari pluralisme dalam dunia Islam

1
www.wikipedia.com pengertian pluralisme

1
5. Mengatahui perspektif al-Qur’an terhadap pluralisme dalam
keberagamaan.
6. Mengetahui analisis dari isu pluralisme.

2
Bab II

Pembahasan
A. Pengertian pluralisme

Pluralisme berasal dari kata “plural” yang berarti banyak dan jamak dan
kata “isme” yang berarti paham atau gagasan. Jadi pluralisme adalah suatu paham
atau teori yang menganggap bahwa realitas terdiri dari banyak substansi 2. Dalam
perspektif ilmu sosial, pluralisme yang meniscayakan adanya diversitas atau
perbedaan dan keberagaman dalam masyarakat yang memiliki dua sisi yang
berbeda yaitu konsesus dan konflik. Konsesus mengandaikan bahwa masyarakat
memiliki latar belakang yang berbeda-beda itu akan bertahan hidup(survive)
karena setiap anggotanya menyepakati aturan kebersamaan yang harus
ditaati,sedangkan konflik justru memandang bahwa masyarakat yang berbeda-
beda itu akan bertahan hidup karena adanya konflik. Teori ini tidak menafikan
adanya keharmonisan dalam masyarakat. Keharmonisan terjadi bukan karena
adanya kesepakatan bersama, tetapi terjadi karena adanya pemaksaan kelompok
kuat terhadap kelompok yang lemah.3

Pluralitas memang merupakan realitas sosiologi yang mana dalam


kenyataanya masyarakat memang plural atau berbeda-beda. Plural pada initinya
menunjukan lebih dari satu paham. Dengan demikian pluralisme adalah paham
atau sikap terhadap keadaan majemuk atau banyak dalam segala hal diantaranya
sosial, budaya, politik dan agama4.

2
Pius A. P, M. Dahlan, Kamus Ilmiah Popular, (Surabaya: Arkola, 1994), Cet. Ke-1,
h.604.

3
Umi Sumbulah, Islam ‚ Radikal‛ Dan Pluralism Agama, (Malang: Badan Litbang Dan
Diklat Kementrian Agama RI. 2010),

4
Mabadiul Chomsah, ‚Pluralism Dalam Perspektif Islam‛, Dalam Http://Penabutut.Com
(30 Desember 2012).

3
Sedangkan makna pluralisme dalam beragama berkaitan dengan usaha
membangun pemahaman yang lebih komperhensif terhadap makna pluralisme
agama, penting untuk memahami tentang pengertian yang lebih utuh terhadap
pluralisme agama. Walaupun kata agama lebih dikenal baik dan menjadi bagian
yang lekat dengan kehidupan manusia, namun tidak mudah untuk membuat
rumusan agama yang diterima secara luas. Hal ini disebabkan karena agama
selalu diterima dan dialami secara subjektifitas. Sebagai konsekuensinya, manusia
sering kali mendefinisikan agama sesuai dengan pengalaman dan penghayatan
yang dianutnya. Rumusan semacam ini tentu subjektif dan tidak mudah diterima
oleh mereka yang menganut agama dan memiliki pengalaman yang berbeda.
Implikasi, definisi dan pengertian,dan pemahaman agama sangat beragam,
tergantung kepada siapa yang mendifinisikannya

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab sulitnya membuat definisi


ini, karena pengalaman agama itu adalah soal batin dan subjektif. Selain itu,
pengalaman agama juga sangat individualistis. Setiap orang mengartikan agama
sesuai dengan pengalaman agamanya sendiri. Orang yang bertukar pikiran atau
diskusi tentang pengalaman agama jarang memperoleh kesamaan, pemahaman,
pengalaman dan kesepakatan berkaitan dengan apa yang didiskusikan. Kedua,
barangkali tidak ada orang yang begitu bersemangat dan emosional lebih daripada
membicarakan persoalan agama.

Wacana pluralisme secara umum tidak hanya muncul disebabkan oleh


adanya kemajemukan(pluralitas) masyarakat, adanya keanekaragaman dalam
berbagai bidang kehidupan serta struktur masyarakat yang terdiri atas berbagai
suku dan agama. Lebih dari itu dalam realitas keragaman tersebut yang lebih
penting adalah membangun pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan
keadaban(genuine engagementof diversities within on bounds of civility). Bahkan,
dikatakan bahwa pluralisme merupakan keharusan bagi keselamatan umat
manusia yang diantaranya dapat dilakukam melalui mekanisme pengawasan dan
pembimbingan diantara kelompok masyarakat. 5
5
Budhy Munawar-Rahman, islam pluralis: wacana Kesetaraan Kaum Beriman (Jakarta:
Paramadiana,2011),h.31

4
Secara lebih terperinci pluralisme merupakan keberadaan atau toleransi
keberagaman, etnik atau kelompok-kelompok kultural dalam suatu masyarakat
atau negara serta keragaman kepercayaan atau sikap dalam suatu badan,
kelembagaan dan sebagainya. Pluralisme semacam ini disebut dengan konsep
pluralisme sosial. Untuk merealisasikan dan mendukung konsep tersebut
diperlukan adanya toleransi. Sebab, toleransi tanpa adanya sikap pluralistik tidak
akan menjamin tercapainya kerukunan antar umat beragama yang langgeng.
Demikian juga dengan sebalikanya6.

Pluralisme agama adalah realitas yang tidak mungkin untuk ditolak.ia


telah ada, menjadi bagian dari kehidupan seharhidup sehari-hari, dan menjadi
salah satu hal yang mewarnai dunia dewasa ini. 7 Manusia hidup dalam pluralisme
dan merupakan bagian dari pluralisme itu sendri, baik secara pasif maupun aktif,
tak terkcuali dalam hal keagamaan.

Pluralisme agama juga merupakan tantangan khusus yang dihadapi agama-


agama dunia dewasa ini. Dan seperti pengamatan Coward,8 setiap agama muncul
dalm lingkungan yang plural ditinjau dari sudut agama dan membentuk dirinya
sebagai tanggapan terhadap pluralisme tersebut.Jika tidak dipahamisecara benar
dan tarif oleh pemeluk agama,pluralisme agama akan menimbulkan dampak, tidak
hanya berupa konflik antarumat beragama,tetapi juga konflik sosial dan
disintegrasi bangsa.

Anilisis David Tracy meyebutkan bahwa di antra agama-agama yang ada


di dunia ini memang tidak ada yang memiliki esensi tunggal, yang ada di dunia ini
memang tidak ada muatan tunggal tentang pencerahan atau wahyu, tidak ada cara
tunggal emansipasi atau lieberasi yang dibangun dalam semua pluralitas itu.Ada
perbedaan penafsiran tentang Tuhan itu sendiri: God,Emptiness,the
One,Nature,the Many. Ada perbedaan pemahaman mengenai apa yang
diwahyukan oleh Tuhan tentang Tuhan dan tentang diri kita dalam hubungan kita

6
Alwi Sihab, islam inklusif, Menuju sikap yang terbuka dalam Beragama (Bandung:
Mizan,1995),h.14
7
Harnold Coward, pluralism Challenge to World Religion (Maryknoll NY: Orbis Books, 1985), h.5
8
Ibid,h.167

5
tentang harmoni dan disharmoni dengan Tuhan tersebut. Ada perbedaan
penafsiran tentang cara apa yang harus kita ikuti untuk mengubah (pandangan
kita) dari pemusatan diri secara fatal menuju pemusatan kepada Tuhan secara
bebas. Tetapi diskursus dan cara-cara agama seperti itu kadang-kadang bisa saling
melengkapi, dan pada batas tertentu, melengkapi beberapa aspek yang belum
maju dari yang lain, tetapi pada saat yang sama juga bisa saling mengganggu dan
melenyapkan.9

Dengan demikian Pluralisme agama bisa dipahami dalam tiga sudut


pandang. Pertama, sosial yaitu semua agama berhak untuk ada dan hidup artinya
semua umat beragama sama-sama belajar untuk toleran, dan menghormati
iman atau kepercayaan dari setiap penganut agama. Kedua, etika atau moral
yaitu ‚ semua umat beragama memandang bahwa moral atau etika dari
masing-masing agama bersifat relative dan sah apabila umat beragama
menganut pluralisme agama dalam nuansa atis, maka didorong untuk tidak
menghakimi penganut agama lain. Ketiga teologi filisofis yaitu ‚ agama-agama
pada hakekatnya setara, sama-sama benar dan sama menyelamatkan artinya
semua agama menuju pada ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian arti
pluralisme berkepercayaan dapat didefinisikan meliputi dua kategori sebagai
berikut:

a. Kebebasan beragama : perbedaan dan keragaman agama- agama yang


hidup bersama dan berdampingan tercakup dalam definisi kebebasan
beragama. Agama-agama tersebut diperkenankan untuk dipeluk dan
diyakini secara bebas oleh setiap individu yang memilihnya menjadi
pegangan hidup.
b. Kebebasan berkepercayaan : merupakan istilah yang merujuk kepada
pandangan hidup-pandangan hidup atau posisi non keagamaan atau
sekuler yang tercakup dalam kebebasan berkepercayaan.10
9
David Tracy, plurality and ambiguity, Hermeneutic,Religion, Hope(Chicago:University of Chicago,
press, 1985) h.89-90
10
Zakiyudin Baidhawi, Kredo. Kebebasan beragama( Jakarta:PSAP.2006). hal 3.
Wasid, Gus Dur Sang Guru Bangsa: pergolakan Islam dan kemanusiaan (Yogyakarta:
Interpena,2010) hal 116

6
Pluralisme dalam Berbagai Konteks
Dikalangan umat islam di Indonesia sendiri, pluralisme paham keagamaan
itu eksis dan dapat kita amati dan kita saksikan. Ada kelompok umat islam yang
melakukan tahlil bagi orang yang meninggal dunia, ada pula yang tidak. Ada yang
memakai qunut saat shalat shubuh, ada yang tidak. Ada yang memakai metode
ruqyah dalam menentukan awal puasa bulan ramadhan, ada yang menggunaka
metode hisab. Ada yang melakukan ajaran agama dengan cara tarekat, ada juga
yang tidak mempraktikan ajaran tarekat. Beda paham keagamaan, beda amalan.
Ini yang namanya pluralisme paham dan tradisi keagamaan.

Pluralisme budaya juga eksis dikalangan umat Islam di Indonesia. Budaya


muslim minang berbeda dengan budaya muslim di Aceh. Budaya muslim Sunda
berbeda dengan budaya muslim Betawi, tidak sama dengan budaya muslim di
Kalimantan Selatan dan berlainan dengan budaya muslim Jawa. Hal ini dapat
dilihat misalnya pada corak kesenian, tari-tarian, pakaian adat, atau upacara
perkawinan. Itu semua menunjukan secara jelas tentang adanya
pluralitas( kemajemukan) dan pluralisme ( paham kemajemukan) dalam
kehidupan masyrakat muslim di indonesia. Di kalangan umat Islam Indonesia,
pluralisme politik juga ada. Kita lihat misalnya ada PPP( partai keadilan sejahtera)
dan PAN ( partai Amanat Nasional, PKS(Partai keadilan Sejahtera). Masing-
masing partai mempunyai visi, misi, garis perjuangan dan kultur politik sendiri-
sendiri.

Para pendukung atau basis massa dari masing-masing partai itu juga
mempunyai latar belakang sosial ekonomi dan pendidikan yang berbeda. Realitas
ini menunjukan adanya pluralisme politik islam di pentas nasional. Kalau kita
menoleh ke belakang dan membaca sejarah Islam secara cermat, kita lihat di
zaman sejarah Islam klasik sudah ada pluralisme paham keagamaan seperti
terliahat pada beragamnya aliran-aliran dalam ilmu kalam(misalnya aliran
jabariah, Mujassimah, Asy’ariah, Maturidiah, dll.

7
Penggunaan kata plural, pluralitas dan pluralisme dapat dipadankan
dengan penggunaan kata modern, moderinitas dan moderinisme, dan
intelektualisme. Kata plural dipakai kalau menunjukkan sifat yang melekat pada
sesuatu(misalnya masyarakat plural) kata pluralisme dipergunakan kalau
membicarakan tentang keadaan atau fakta yang bercorak plural( misalnya
pluralitas budaya) Kata pluralitas dipergunakan kalau membicarakan tentang
keberagaman pandangan atau kemajemukan paham atau pemikiran(misalnya
pluralime politik, pluralisme pemikiran, pluralisme hukum atau filsafat); jadi inti
dari dari pengertian kata plural, pluralitas dan pluralisme adalah kemajemukan,
kebinekaan, keragaman, bukan penyamaan.

Istilah pluralisme budaya sangat berdekatan dan sangat erat hubungannya


dengan istilah multikulturalisme. Kedua istilah ini memiliki makna dan pengertian
yang saling terkait dan saling bersentuhan. Dalam pluralisme budaya terkandung
pula pengertian mulitikulturalisme dan dalam multikulturalisme terkandung
adanya pluralistas budaya. Dalam pluralitas budaya terkadung pengertian
multiagama terkandung pengertian pluralitas agama.

Multikultural adalah paham atau pandangan yang mengakui dan


menghargai adanya multikultural dalam kehidupan masyrakat. The Radom House
Dictionary of the English Language mendefinisikan multikulturalisme sebagai:

The state or condition of being multicultural: the preservation of different


cultures or cultural identities within a unified society, as a state or nation. 11

Kondisi yang bercorak multikultural; pemeliharaan dan pelestarian


kebudayaan-kebudayaan atau identitas-identitas budaya yang berbeda-beda dalam
suatu masyrakat yang dipersatukan, seperti yang terdapat di sebuah negara atau
bangsa).

Keterkaitan antara pluralisme dalam studi islam adalah bahwa dalam


pembelajaran pendidikan meliputi sifat keterbukaan yang bersifat inklusif.
Terhadap Pendidikan Islam Inklusif-Pluralis
11
Lihat The Random House Disctionary of the English Language, edisi kedua( New York: Radom
House, Inc., 1987), hlm. 1263

8
1. Definisi Pendidikan Islam Inklusif-Pluralis
Pendidikan Islam inklusif-pluralis adalah usaha menjaga,
mengembangkan,dan mengarahkan fitrah dan potensi manusia secara maksimal
sehingga terwujudlah insan kamil yang berkesadaran al-Tauhid sebagai perspektif
fundamental dalam melintas batas sekat-sekat formalitas-lahiriyah
berbagaikelompok agama dan etnis atau tradisi budaya sehingga terjalin adanya
sikap saling menghargai dan memahami.Dalam pendidikan ini ditanamkan ajaran
esoteris-transendental-universal kepada peserta didik, yaitu ajaran tentang
kesatuan hakikat ketuhanan yang melintas batas. langkah nilai-nilai transendental
berupa penyatuan dengan Yang Esa. Dengan demikian, esensi pengetahuan harus
terpisah dengan kesucian.
Menurut Nasr, setiap subtansi pengetahuan merupakan pengetahuan
tentang Realitas yang merupakan Subs-tansi Tertinggi. Melalui intelegensi,
seseorang dapat mengetahui Yang Absolute (Seyyed Hossein Nasr: 1997, 1).
Namun, dalam realitas modernitas manusia modern telah kehilangan sense of
wonder, yaitu hilangnya pengetahuan kesucian (Seyyed Hossein Nasr: 1997, 1).
Hal ini disebabkan karena adanya reduksi intelek kepada penalaran dan
pembatasan intelegensi kepada kelicikian dan kecerdikan dalam dunia modern
(Seyyed Hossein Nasr: 1997,1).
Dengan demikian menurut Nasr, diperlukan sebuah solusi yaitu kembali
kepada jalan tradisi. Pemakaian istilah tradisi di alam pengertian kontemporer ini
menjadi bagian penting bagi peradaban Barat, karena Barat telah mendesakralisasi
pengetahuan dan kehidupan dunia manusia modern.Formulasi titik pandang
tradisional adalah sebuah respons kesucian yang merupakan awal maupun akhir
kehidupan manusia terhadap ratapan malapetaka kelalaian manusia modern
terhadap Realitas Ultimate (Seyyed Hossein Nasr: 1997, 1).
Secara epistemologik dalam pendidikan Islam kualitas akal budi manusia
akan berguna dan memenuhi harapan bilamana ia mampu mengapresiasi tradisi
dan warisan nilai-nilai budaya Islam dari para pendahulunya, dan selanjutnya
menerapkannya untuk merespon problematika dunia modern, sehingga
menjadikan tradisi sebagai perspektif dan prospektif terhadap kompleksitas dunia

9
modern. Dalam pendidikan ini sangat akomodatif terhadap tradisi dan dapat
diaplikasikan sesuai dengan problematika yang dihadapi.Pendidikan ini memberi
bekali pengetahuan kepada peserta didik tentang makna, subtansi, sumber
kebenaran agama dan bagaimana berpartisipasi dalam rangka mengkonstruksi
kesadaran esoterik, yaitu menyeru kepada seluruh umat manusia untuk kembali ke
jalan Tuhan dalam segala aktifitas kemanusiaan.
a. Aksiologi
Secara aksiologi, peserta didik ditanamkan sikap toleransi yaitu sikap
saling menghargai adanya perbedaan partikular agama-agama dengan mengusung
tiga brand yaitu mutual trust,mutual respect, dan mutual understanding(Masngud,
dkk: 2010, 276). Dengan dibangunnya kesadaran bahwa perbedaan agama adalah
kehendakNya dan sekaligus menjalin kooperasi antar pemeluk agama, maka
keharmonisan,kerukunan dan perdamaian antar umat beragama dapat
teraktualisasi.
Tujuan Pendidikan Islam Inklusif-Pluralis
Tujuan awal pendidikan Islam inklusif-pluralis adalah membangun
diskursus pendidikan bernuansa esoteris transendental universal yaitu pendidikan
yang berlandaskan 'al-Tauhid' yang melampaui batas sekat-sekat formalita
lahiriyah berbagai kelompok etnis atau tradisi budaya dan batas-batas simbol dan
bahasa dalam setiap syariat yang berbeda.Sedangkan tujuan akhir dari pendidikan
Islam inklusif-pluralis adalah membimbing dan membentuk karakter peserta didik
untuk mampu memahami dan menguasai setiap materi pembelajaran dengan
menumbuhkan kesadaran al-Tauhia", sebagai landasan untuk membimbing dan
membentuk ketaqwaan individual dan sosial peserta didik, sehingga memiliki
karakter yang kuat untuk bersikap inklusif, pluralis, dan humanis dalam
mewujudkan kehidupan yang sejahtera, selamat dan sentosa di era pluralitas
agama dan budaya.
Kurikulum Pendidikan lslam klusif-Pluralis
Dalam kurikulum pendidikan Islam inklusif-pluralis berarti siswa belajar
aktif independen dengan mengakses berbagai sumber bacaan infomasi melalui
berbagai media agar mereka memiliki pengetahuan,sekaligus memiliki pandangan

10
terbuka dan luas mengenai problematika di tanah air, baik pada ranah sosial,
politik, ekonomi, budaya dan agama. Dalam konteks sosial-agama misalnya,
peserta didik dapat menilai informasi yang terjadi pada situasi kekinian; seperti
merebaknya aksi anarkis yang mengatasnamakan agama, sekaligus juga dapat
melihat dan menilai pluralitas agama dan budaya di tanah air, sehingga mereka
dapat melakukan analisis, sintesis, komparatif dan menilai informasi yang relevan
untuk dijadikan pegangan dalam kehidupannya. Sebagaimana ungkapan Nasr
bahwa, kaum Muslim dewasa ini terus bersentuhan dengan masyarakat agama lain
sebagaimana yang terjadi selama berabad-abad yang lalu(Seyyed Hossein Nasr:
2003, 56).
Namun, Nasr juga menilai bahwa pada dewasa ini terdapat kaum
fundamentalis yang identik dengan kekerasan yang mengatasnamakan agama,
sebagaimana yang terjadi di Negara-negara Muslim Nasr menentang keras kaum
fundamentalis dengan menyatakan bahwa, orang-orang yang menimpakan bahaya
dan kerugian kepada orang yang tidak berdosa,tidak peduli apapun alasan mereka,
berarti menentang secara tegas ajaran Al-Qur’an dan syariat mengenai perdamaian
dan perang (Seyyed Hossein Nasr: 2003, 56).Hal inilah yang menjadi bahan
informasi bagi peserta didik bahwa selain masyarakat Indonesia plural yang terdiri
dari berbagaimacam suku, bangsa, budaya, bahasa dan agama yang
beranekaragam. Namun, di sisi lain banyak terjadi konflik dan kekerasan yang
dapat menimbulkan disintegrasi bangsa. Sehingga, peserta didik diharapkan
dengan bekal informasi dan pengetahuan yang luas, mereka akan melakukan
berbagai pertimbangan, menganalisis, membandingkan, dan menilai informasi
yang relevan untuk dijadikan sebagai arahan dan pegangan dalam kehidupannya,
sebagai bekal untuk merajut hidup yang penuh toleran dan harmonis dalam
masyarakat yang plural.12

12
Yu 'timaalahuyatazaka dan Anji Fathunaja(2013). Paradigma Pembebasan
Pendidikan Humanis Religius. h.8-14

11
B. Teori-Teori dalam Pluralisme dan Teori Pluralisme
Menurut Para Ahli

Dalam memahami suatu konteks keilmuan dan pengetahuan selalu


memiliki perbedaan teori pluralisme ditinjau dari kerangka teori, ada dua teori
klasik yag menjadi cikal bakal ide pluralime , yaitu pluralisme materiklasik dan
pluralisme spiritualistik.

1. Konsep pluralisme materialistik berasal dari teori atom democritos


yang menyatakan bahwa atom-atom adalah bagian terkecil dari benda
yang menerus terpencar dan berubah-ubah. Secara kualitatif , atom-
atom tersebut sama , tetapi dari sisi ukuran dan bentuk berbeda. Atom
selalu ada dan tidak dapat dihancurkan . atom-atom bergerak secara
bebas dalam ruang dengan gerak alamiyah sendiri. Konsep inilah yang
kemudian diderivasikan untuk memahami pluralisme dengan
memberikan penekanan pada perbedaan bentuk partikular dari sistem-
sistem yang mempertemukan unsur-unsur di dalamnya.
2. Sementara teori pluralisme spiritualistik mengacu kepada konsepsi
Leibniz yang merupakan upaya menghindari dua hal; gagasan
mekanisme Spinoza dan atomisme.Walaupun berbeda, kedua teori ini
memiliki kesamaan, yaitu tidak menolak kesatuan fundamental dalam
kelengkapan alam semesta13. Sedangkan para ahli berbeda-beda
mengemukakan teori pluralisme. Sebagaimana sebagau berikut:
a. Menurut Nurcholis Madjid yang dikutip Rachman, mengatakan
bahwa pluralisme agama tidak dapat dipahami hanya dengan
mengatakan bahwa masyarakat kita majemuk, beraneka ragam,
berdiri dari berbagai suku dan agama yang justru hanya
menggambarkan kesan fragmentasi bukan pluralisme. Pluralisme
agama harus dipahami sebagai pertalian sejati kebhinekaan dalam
ikatan- ikatan keadaban (genuine engagement of

13
Frederich J.E. Woodbridge, “pluralism”. Dalam James Hastings(ed). Encyclopedia of religion and
Ethcis, Vol.X(New York: Charles Scribner’s sons, t.t). h.68

12
diversities within the bond of civility)14, dan menurut pendapatnya
terdapat tiga sikap dalam pluralisme agama yaitu
 Sikap eksklusif dalam melihat agama lain

Sikap ini memandang agama-agama lain adalah jalan yang salah,


yang menyesatkan umat.

 Sikap inklusif

Sikap ini memandang agama-agama lain adalah bentuk implisit


agama kita.15

 Sikap pluralis

Saat ini bisa terekspresikan dalam macam-macam rumusan,


misalnya “agama-agama lain adalah jalan yang sama-sama sah
untuk mencapai kebenaran yang sama”, “agama- agama lain berbicara
secara berbeda, tetapi merupakan kebenaran yang sama sah”, atau “setiap
agama mengekspresikan bagian penting bagi sebuah kebenaran”.

b. Menurut Alwi Shihab pluralisme yaitu tiap pemeluk


agama dituntut bukan saja mengakui keberadaan dan hak
agama lain, tapi terlibat dalam usaha memahami
perbedaan dan persamaan guna tercapainya
kerukunan, dalam kebhinekaan.16
c. Menurut M. Amin Abdullah pluralisme agama merupakan
sebuah keniscayaan sekaligus kebutuhan. Manusia tidak
mungkin menghilangkan pluralisme yang telah diciptkan
oleh Tuhan.17
d. Menurut Komaruddin Hidayat bahwa pluralisme adalah
sebuah keniscayaan, sebagaimana juga keniscayaan adalah
14
Budi Munawar, Rachman. Islam Pluralis (Jakarta: Paramadina,2001), h.39
15
Nurcholis Madjid, mencari Akar-Akar Islam bagi Pluralisme Modrn: Pengalaman
Indonesia. Dalam Jalan Baru, editor Mark R. Woodward, (Bandung: Mizan, 1998), hlm.
56
16
Shihab, Alwi. Islam Inklusif. Hal 41
17
Naim, Ngainun. 2014. Islam dan Pluralisme Agama. Yogyakarta. Aura Pustaka. Cet ke-3 hal,49

13
pluralitas bahasa dan etnis. Di era sekarang, kata Kang
Komar penting untuk dikembangkan pemikiran teologis
yang menawarkan pandangan inklusivisme dan pluralisme
keberagamaan. Pemikiran semacam ini diyakini beliau
akan berperan meredakan konflik dan bisa jadi justru
seseorang akan lebih dewasa dalam mengapresiasi agama.
Jika hendak memahami agama lain, kita hendaknya
memahami dan bergaul dengan pemeluk agama lain.18
e. Menurut Anis Malik Thoha bahwa pluralisme agama
ternyara belum dapat dirumuskan secara mapan. Kondisi
ini berbeda dengan hangatnya diskusi dan perbincangan
tentang topik pluralisme agama. Padahal, definisi
pluralisme itu penting artinya sebagai salah satu sarana
untuk memasuki substansi persoalan secara mendalam.19

C. Sejarah Perkembangan Pluralisme di Dunia Islam


Nabi Muhammad dan kaum muslimin tidak terlalu sukses dalam
mendakwahkan agama islam di Mekkah, kota kelahirannya, walaupun sudah
berjuang selama 13 tahun. Nabi menyusun strategi baru dengan cara berhijrah dari
Mekkah ke Madinah pada tahun 622M.20 Di Madinah Nabi mulai meraih sukses
dalam gerakan dakwahnya. Beliau berhasil membentuk masyarakat islam dibawah
panji-panji ukhuwah Islamiyah yang sangat kuat dan solid. Beliau mengadakan
perjanjian damai, kerukunan, dan toleransi dengan kelompok-kelompok arab non-
muslim dan kaum yahudi. Perjanjian ini secara resmi ditandatangani oleh pihak-
pihak yang sepakat untuk hidup berdampingan secara damai , toleran, bebas

18
Komarudin Hidayat, “Membangun Teologi Diologis dan Inklusivistik”, dalam Komaruddin
Hidayat dan Ahmad Gaus AF(eds.), passing Over, Melintasi Batas Agama ( Jakarta: Grandmedia,
1998),hal49
19
Naim, Ngainun. 2014. Islam dan Pluralisme Agama. Yogyakarta. Aura Pustaka. Cet ke-3 hal,70

20
Hijrah Nabi dari mekkah ke Madinah dijadikan awal perhitungan kalender Islam oleh khalifah
Umar bin Khattab (13-23 H 634-644 M), khalifah ke-2 dari Khulafa ar-Rasyidin. Jadi tahun 1 Hijriah
bertetapan dengan 622M

14
menganut agama dan melaksanakan ibadah. Masing-masing pihak diberikan
kewenangan untuk memiliki sistem pengadilan sendiri. Dalam sejarah, perjanjian
ini dikenal sebagai piagam Madinah atau konsitusi Madinah.

Konsitusi madinnah merupakan konsitusi tertulis pertama di dunia yang


memuat dasar-dasar toleransi, harmoni dan kebebasan beragama yang dalam
ajaran islam sangat dijunjung tinggi sebagi salah satu hak asasi manusia. Dengan
demikian, ide dan praktik tentang toleransi, perdamaian dan kerukunan antar umat
beragama sebenarnya memiliki akar-akar teologis sosiologis-historis yang sangat
kuat dalam islam dan menemukan buktinya yang jelas dan nyata dalam praktik
kehidupan Nabi Muhammad SAW. Fakta sejarah ini tidak dapat dipungkiri dan
inilah bukti sejarah yang sangat akurat berdampingan secara damai yang
direalisasikan dalam praktik hidup seorang Nabi Muhammad dan kaum muslimin
di Madinah.

Setelah berjuang selama 23 tahun menyiarkan islam di Mekah dan


Madinah, pada tahun 630M(8 hijriah) Nabi Muhammad dan kaum muslimin dapat
“merebut” kota mekkah dari tangan kaum kafir Quraisy. Terjadilah “Fattu
Mekkah” (terbukanya Mekkah). Ketika terjadi Fattu Mekkah. Nabi dan para
pengikutnya tidak melakukan tindakan balas dendam dan tidak pula memaksa
kaum Quraisy dan suku-suku arab laiinya untuk memeluk agama Islam. Nabi dan
kaum Muslimin memaafkan mereka walaupun mereka pada masa sebelumnya
memusuhi dan hendak membunuh Nabi. Nabi menunjukan sosok kebesaran jiwa
dan sifat kenegarawannya21 sehingga suasana yang kondusif ini, para kepala
kabilah-kabilah Arab di Jazirah Arab berbondong-bondong datang kepada Nabi
dan mereka dengan kesadaran sendiri yang mendalam menyatakan diri masuk
islam.

Begitu pula ketika palestina(Yerusalem) masuk ke dalam kekuasaan Islam.


Khalifah Umar bin Khattab 22
memberikan kebebasan beragama kepada umat

21
Tentang sosok kenegarawaan Nabi Muhammad, baca Montgomenry watt, Muhammad:
proohet and Statesman (Oxford University Press) 1964
22
Umar bin Khatab adalah Khalifah ke-2 dari khulafa ar-Rasydin. Umar memerintah dari 13-23H
(634-644 M)

15
Kristen dan kaum Yahudi dan memeberikan rumah-rumah ibadah mereka (gereja
dan sinagong ) tetap berfungsi seperti sediakala. Sebagaimana kita llihat
Yerussalem sekarang ini rumah-rumah ibadah dari tiga agama(islam, kristen dan
yahudi) yang diwarisi dari sejarah toleransi umat islam di masa lampau. Ketika
panglima pasukan muslim Amru bin Ash berhasil menaklukan negeri mesir pada
tahun 20 H/ 641H, tidak terjadi pemaksaan oleh umat islam kepada penduduk
setempat(umat kristen) untuk memeluk agam islam. Keberadaan komunitas
kopti(yang beragama kristen) di Mesir dewasa ini yang diperlukan dengan baik
dan adil oleh pemerintahan dan rakyat Mesir merupakan bukti nyata tentang
toleransi umat islam terhadap kelompok minoritas, dan banyak keadaan ini
sebenarnya merupakan kesinambungan dan warisan sejarah toleransi umat islam
dimasa lampau.

Sejarah masuknya dan berkembangan agama islam di Indonesia pada abad


ke 13M juga membuktikan bahwa islam disiarkan dengan cara-cara yang santun,
bijak, arif, persuasif dan damai. Hal inii secara jelas dapat dilihat misalnya dari
cara-cara dakwah oleh wali songo23 yang mengunakan pendekatan kultural
edukatif dalam dakwah mereka. Candi Prambanan(Hindu) candi
Borobudur(Budha), dan sejumlah candi yang lain yang ada di Indonesia terutama
di jawa tetap utuh dan tidak dihancurkan oleh umat Islam ketika datang dan
tersebar di Nusantara.

Kalau mau dan berambisi, penghancuran terhadap candi-candi itu dapat


dilakukan oleh umat Islam karena kekuatan dan kekuasaan ada ditangan mereka
pada waktu itu. Tapi para sultan(peguasa muslim), wali songo, dan umat islam
tidak melakukannya. Ini berarti bahwa islam di Indonesia disiarkan dengan cara-
cara damai dan menggunakan metode persuasif-edukatif dan tidak menggunakan
cara-cara yang radikal-konfrontatif, cara-cara kekerasan, atau dengan jalan
perang.

23
Wali songo atau wali sembilan adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonan,
Sunan Giri, Sunan Drajat, Sunan Gunung Jati, Sunan Kudus, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan
Kalijaga. Lihat Solichin Salam, Sekitar Walisanga(Kudus: Menara Kudus,tt)

16
Jadi dalam perkembangan pluralisme diawali dengan adanya sikap
saling menghargai seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dan dalam
perkembanganya di Indonesia pluralisme dikenalkan dengan cara yang lebih
santun dan terjadinya akulturasi dengan budaya setempat, dan menghargai antara
perbedaan diantara pemeluk agama di Indonesia, sehingga dalam penyebarannya
dapat diterima oleh masyrakat secara luas.

D. Pluralisme dalam Perspektif al-Qur’an


Musa Asy’arie menegaskan, bahwa sesungguhnya berbeda dengan orang
lain bukanlah suatu kesalahan, apalagi kejahatan namun sebaliknya sangat
diperlukan. Tentunya, berbeda dalam pengertian ini bekan asal berbeda atau
(waton sulaya). Perbedaan harus dipandang sebagai realitas sosial yang
fundamental, yang harus dihargai dan dijamin pertumbuhannya oleh masyarakat
itu sendiri

Dalam kaitannya dengan pluralisme,Al Qur’an dalam Qs al-Hujarat ayat


13 menegaskan: “Hai sekalian manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan kami jadikan kau berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya semulia-
mulia kamu disisi Allah ialah yang taqwa diantara kamu”

Ayat al-Qur’an ini sesungguhnya mengajarkan kepada kita semua akan


pentingnya dan perlunya memberlakukan perbedaan dan pluralitas secara arif.
Yaitu untuk saling mengenal dan belajar atas adanya perbedaan dan pluralitas itu
untuk saling membangun dan memperkuat, saling pengertian dan tidak melihatnya
hanya dalam perspektif tinggi dan rendah ataupun baik dan buruk. Tinggi
rendahnya manusia di hadapan Tuhan tidak ditentukan oleh adanya realitas
peerbedaan dan pluralitas, tetapi oleh kadar ketaqwaannya.

Untuk mengelola adanya realitas perbedaan dan kemajemukan, sehingga


perbedaan dan kemajemukan itu tidak berkembang dan dikembangkan kearah
yang destruktif, al-Qur’an selanjutnya menganjurkan kepada kita untuk dapat
menjaga dan mengembangkan musyawarah.

17
Hal ini seperti dijelaskan dengan surat Al-Imran, ayat 159 “Maka karena
rahmat dari Allah, engkau bersikap lemah lembut terhadap mereka, sekirannya
engkau berlaku keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
lingkunganmu. Maka manfaatkanlah mereka dan memohonkan ampun bagi
mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan. Maka
apabila kamu telah membulatkan tekad, bertawakal-lah kepada Allah,
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal”.

Musyawarah yang dianjurkan oleh al-Qur’an adalah musyawarah yang


dilakukan secara tulus dan ikhlas, bukan musyawarah yang basa-basi, seperti yang
selama ini berkembang dalam iklim kehidupan politik yang represif, yang
akhirnya hanya melahirkan dampak yang menentramkan bagi kehidupan
masyarakat

Karena itu, Alqur’an selanjutnya menggambarkan dengan konkret adanya


ketulusan dalam musyawarah itu, dengan ditandai oleh adanya kesediaan untuk
saling mendengar pendapat masing-masing dan bersedia untuk menerima,
mengikuti serta menjalankan dengan sungguh-sungguh pendapat yang paling
baik yang ada dalam masyrakat itu. Al-Qur’an dalam surat az-Zumar ayat 18
menyatakan “ Mereka yang mendengar pendapat, lalu mengikuti pendapat yang
lebih baik, mereka itulah orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan mereka
itulah orang-orang yang berakal”

Kini, seringkali kita menyaksikan dalam masyarakat kita adanya


kecenderungan untuk memanfaatkan adanya perbedaan dan pluralisme yang ada.
Yang kemudian di manipulasi demi kepentingan-kepentingan politik tertentu dan
kepentingan jangka pendek lainnya, seperti bisnis dan memperoleh keuntungan
material bagi suatu kelompok tertentu, dengan menciptakan dan mempertajam
konflik dalam masyarakat.

Sudah waktunya kita menyadari dengan tulus tentang adanya pluralitas,


sehingga dapat menjauhi dari setiap tindakan yang muncul, baik yang terang-
terangan maupun diam-diam. Untuk menolak adanya perbedaan dan pluralitas,

18
dengan memanfaatkan untuk mempertajam konflik dalam masyarkat yang
majemuk. Karena tindakan semacam itu sesungguhnya hanya akan
menghancurkan diri sendiri.24

E. Analisis Isu Pluralisme


Dewasa ini isu pluralisme adalah sebuah isu yang kontemporer yang
banyak diperdebatkan oleh sebagian masyarakat yang pada umumnya yang lebih
kukuh dalam satu pandangan yang diangkap benar dan mendasar
baginya,sehingga melupakan hakikat dasar dari pluralisme. Pluralisme
sesungguhnya adalah suatu pemahaman yang mengedepankan kebebaskan dalam
menjalankan apa yang masing-masing orang anggap benar dan dapat dijadikan
pedoman bagi orang yang mempercayainya

Pluralisme dapat dipahami dalam berbagai makna dan penerapannya


seperti pluralisme dalam beragama. Pluralisme dalam beragama dapat dipahami
bahwa setiap pemeluk agama bebas melakukan segala bentuk ibadah agama dan
tentu saja tidak melanggar perarturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Pluralisme agama ini terkadang dapat menimbulkan sebuah perdebatan panjang
jika dalam penerapannya tidak ada toleransi antara sesama pemeluk agama.
Dalam hal ini toleransi menjadi penting dalam pemahamannya dengan pluralisme.
Karena tanpa adanya toleransi akan banyak permasalahan yang akan dihadapi
dalam menjalankan sebuah pluralisme beragama.

Keterkaitan antara pluralisme dan studi islam adalah kebebasan dalam


belajar dan memperoleh pengetahuan yang masih berpegang teguh kepada Al-
Qur’an nilai ketauhidan yang mengesakan Allah SWT, dan menumbuhkan sikap
anatar berbagai agama untuk saling menghormati dan menghargai dengan
pemeluk agama lain dengan demikian bahwa pluralisme diartikan dalam konteks
ini adalah saling menghormati dari berbagai agama dan tidak saling menghina,
menghujat, dan membuat teror kepada agama lain.

24
Darmawan Andy, pengantar Studi Islam, Yogyakarta:Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005

19
Penerapan sikap toleransi pada masa Rasulullah harus menjadi sebuah
contoh yang patut di terapkan pada masa sekarang, karena pada masa Rasulullah
SAW, sikap pluralisme sudah diterapkan dengan membiarkan orang lain yang
berbeda agama untuk melakukan masing-masing ibadah dan umat lain tidak
menganggu dan saling menghormati. Disitulah letak dari sebuah pluralisme yaitu
tidak memaksakan kehendak kita dengan kehendak orang lain yang berbeda
pendapat dengan kita .

Bab III

Penutup

A. Kesimpulan
Pluralisme adalah suatu pemahaman yang berbeda dan keberagaman,
dalam realitasnya sifat keberagaman adalah sikap yang hendak ditanamkan dalam
islam yaitu sikap yang memberikan rahmat bagi setiap masing-masing pemeluk
agama selain islam. Pengertian pluralisme dipahami berbeda-beda oleh para ahli
agama islam yang mana pada intinya adalah pluralisme menghendaki adanya

20
penghormatan kepada pemeluk agama lain untuk melakukan ibadah sesuai dengan
apa yang dianut masing-masing pemeluk agama.

Pluralisme telah diterapakan pada masa Rasulullah SAW, yang mana


dalam penerapanya dengan cara membiarkan pemeluk agama lain menjalankan
ibadahnya masing-masing. dan tidak menganggu peribadatannya. Dalam masa
Rasulullah antara umat saling menghargai walaupun terkadang terdapat cacian
dari pemeluk agama lain kepada beliau, tetapi Rasulullah tetap senantiasa bersifat
sabar dan lapang dada.

Dengan demikian bahwa dalam studi Islam harus ditanamkan kepada


masing-masing individi untuk saling menghargai antara keberagaman sesuai
dengan firman Allah SWT Qs Al-Kafirun ayat 6 “Lakum dinakum waliyadin”
yaitu Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”.

B. Kritik dan Saran


Dalam penulisan makalah ini tentu jauh dari kata kesempurnaan, sehingga
kritik dan saran sangat sangat dibutuhkan agar dalam penyusunan makalah
selanjutnya lebih baik.

Daftar Pustaka
www.wikipedia.com pengertian pluralism
Pius A. P, M. Dahlan, Kamus Ilmiah Popular:Surabaya: Arkola, 1994
Umi Sumbulah. Islam ‚ Radikal‛ Dan Pluralism Agama: Malang: Badan Litbang
Dan
Diklat Kementrian Agama RI. 2010

Mabadiul Chomsah. Pluralism Dalam Perspektif Islam. Dalam


Http://Penabutut.Com(30 Desember 2012).
Budhy Munawar-Rahman, islam pluralis: wacana Kesetaraan Kaum
Beriman:Jakarta: Paramadiana,2011
Alwi Sihab, islam inklusif, Menuju sikap yang terbuka dalam
Beragama:Bandung: Mizan,1995

21
Harnold Coward, pluralism Challenge to World Religion:Maryknoll NY: Orbis
Books, 1985
Zakiyudin Baidhawi, Kredo. Kebebasan beragama:Jakarta:PSAP.2006
Wasid, Gus Dur Sang Guru Bangsa: pergolakan Islam dan
kemanusiaan.Yogyakarta: Interpena,2010
Lihat The Random House Disctionary of the English Language, edisi kedua:New
York: Radom House, Inc., 1987
Yu 'timaalahuyatazaka dan Anji Fathunaja(2013). Paradigma Pembebasan
Pendidikan Humanis Religius.

Frederich J.E. Woodbridge, “pluralism”. Dalam James Hastings(ed).


Encyclopedia of religion and Ethcis, Vol.X(New York: Charles Scribner’s sons,
t.t)
Budi Munawar, Rachman. Islam Pluralis.Jakarta: Paramadina,2001
Nurcholis Madjid, mencari Akar-Akar Islam bagi Pluralisme Modrn:
Pengalaman Indonesia. Dalam Jalan Baru, editor Mark R. Woodward.
Bandung: Mizan, 1998
Shihab, Alwi. Islam Inklusif.
Naim, Ngainun. 2014. Islam dan Pluralisme Agama. Yogyakarta. Aura Pustaka.
Komarudin Hidayat, “Membangun Teologi Diologis dan Inklusivistik”, dalam
Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus AF(eds.), passing Over, Melintasi Batas
Agama ( Jakarta: Grandmedia, 1998)
Naim, Ngainun. 2014. Islam dan Pluralisme Agama. Yogyakarta. Aura Pustaka.
Tentang sosok kenegarawaan Nabi Muhammad, baca Montgomenry watt,
Muhammad: proohet and Statesman (Oxford University Press) 1964

22

Anda mungkin juga menyukai