Pendahuluan
A. Latar Belakang
Dalam hidup ini tentu memiliki banyak perbedaan, perbedaan
atau dalam bahasa Inggris pluralisme yang terdiri dari kata ‘plural’yang
berarti beragam dan ‘isme’ yang berarti pemahaman atau bisa disebut juga
dengan bermacam-macam paham/pemahaman.1
Dalam islam itu sendiri pluralisme dianggap wajar bagi orang
tertentu. Karena di Indonesia sendiri perbedaan-perbedaan itu sangat
terasa adanya, di dalam islam itu sendiri perbedaan penafsiran suatu ayat
al-qur’an dan hadis akan menyebabkan perbedaan pengertian dan
pemahaman. Dalam hal ini kajian pluralisme dalam metodologi studi
islam menjadi kajian yang bisa memberikan pengertian yang baik tentang
apa itu perbedaan dalam kajian islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu pluralisme dalam metodologi studi islam?
2. Apa saja teori-teori dalam pluralisme?
3. Bagaimana sejarah dan perkembangan isu pluralisme dalam dunia
islam?
4. Bagaimana persepektif al-Qur’an terhadap pluralisme?
5. Bagaimana analisis dari isu pluralisme itu?
C. Tujuan penulisan
1. Mengetahui pengertian dari pluralisme
2. Mengetahui pengertian pentingnya pluralitas dalam studi islam
3. Mengetahui dan memahami teori teori dari pluralisme
4. Mengetahui perkembangan dari pluralisme dalam dunia Islam
1
www.wikipedia.com pengertian pluralisme
1
5. Mengatahui perspektif al-Qur’an terhadap pluralisme dalam
keberagamaan.
6. Mengetahui analisis dari isu pluralisme.
2
Bab II
Pembahasan
A. Pengertian pluralisme
Pluralisme berasal dari kata “plural” yang berarti banyak dan jamak dan
kata “isme” yang berarti paham atau gagasan. Jadi pluralisme adalah suatu paham
atau teori yang menganggap bahwa realitas terdiri dari banyak substansi 2. Dalam
perspektif ilmu sosial, pluralisme yang meniscayakan adanya diversitas atau
perbedaan dan keberagaman dalam masyarakat yang memiliki dua sisi yang
berbeda yaitu konsesus dan konflik. Konsesus mengandaikan bahwa masyarakat
memiliki latar belakang yang berbeda-beda itu akan bertahan hidup(survive)
karena setiap anggotanya menyepakati aturan kebersamaan yang harus
ditaati,sedangkan konflik justru memandang bahwa masyarakat yang berbeda-
beda itu akan bertahan hidup karena adanya konflik. Teori ini tidak menafikan
adanya keharmonisan dalam masyarakat. Keharmonisan terjadi bukan karena
adanya kesepakatan bersama, tetapi terjadi karena adanya pemaksaan kelompok
kuat terhadap kelompok yang lemah.3
2
Pius A. P, M. Dahlan, Kamus Ilmiah Popular, (Surabaya: Arkola, 1994), Cet. Ke-1,
h.604.
3
Umi Sumbulah, Islam ‚ Radikal‛ Dan Pluralism Agama, (Malang: Badan Litbang Dan
Diklat Kementrian Agama RI. 2010),
4
Mabadiul Chomsah, ‚Pluralism Dalam Perspektif Islam‛, Dalam Http://Penabutut.Com
(30 Desember 2012).
3
Sedangkan makna pluralisme dalam beragama berkaitan dengan usaha
membangun pemahaman yang lebih komperhensif terhadap makna pluralisme
agama, penting untuk memahami tentang pengertian yang lebih utuh terhadap
pluralisme agama. Walaupun kata agama lebih dikenal baik dan menjadi bagian
yang lekat dengan kehidupan manusia, namun tidak mudah untuk membuat
rumusan agama yang diterima secara luas. Hal ini disebabkan karena agama
selalu diterima dan dialami secara subjektifitas. Sebagai konsekuensinya, manusia
sering kali mendefinisikan agama sesuai dengan pengalaman dan penghayatan
yang dianutnya. Rumusan semacam ini tentu subjektif dan tidak mudah diterima
oleh mereka yang menganut agama dan memiliki pengalaman yang berbeda.
Implikasi, definisi dan pengertian,dan pemahaman agama sangat beragam,
tergantung kepada siapa yang mendifinisikannya
4
Secara lebih terperinci pluralisme merupakan keberadaan atau toleransi
keberagaman, etnik atau kelompok-kelompok kultural dalam suatu masyarakat
atau negara serta keragaman kepercayaan atau sikap dalam suatu badan,
kelembagaan dan sebagainya. Pluralisme semacam ini disebut dengan konsep
pluralisme sosial. Untuk merealisasikan dan mendukung konsep tersebut
diperlukan adanya toleransi. Sebab, toleransi tanpa adanya sikap pluralistik tidak
akan menjamin tercapainya kerukunan antar umat beragama yang langgeng.
Demikian juga dengan sebalikanya6.
6
Alwi Sihab, islam inklusif, Menuju sikap yang terbuka dalam Beragama (Bandung:
Mizan,1995),h.14
7
Harnold Coward, pluralism Challenge to World Religion (Maryknoll NY: Orbis Books, 1985), h.5
8
Ibid,h.167
5
tentang harmoni dan disharmoni dengan Tuhan tersebut. Ada perbedaan
penafsiran tentang cara apa yang harus kita ikuti untuk mengubah (pandangan
kita) dari pemusatan diri secara fatal menuju pemusatan kepada Tuhan secara
bebas. Tetapi diskursus dan cara-cara agama seperti itu kadang-kadang bisa saling
melengkapi, dan pada batas tertentu, melengkapi beberapa aspek yang belum
maju dari yang lain, tetapi pada saat yang sama juga bisa saling mengganggu dan
melenyapkan.9
6
Pluralisme dalam Berbagai Konteks
Dikalangan umat islam di Indonesia sendiri, pluralisme paham keagamaan
itu eksis dan dapat kita amati dan kita saksikan. Ada kelompok umat islam yang
melakukan tahlil bagi orang yang meninggal dunia, ada pula yang tidak. Ada yang
memakai qunut saat shalat shubuh, ada yang tidak. Ada yang memakai metode
ruqyah dalam menentukan awal puasa bulan ramadhan, ada yang menggunaka
metode hisab. Ada yang melakukan ajaran agama dengan cara tarekat, ada juga
yang tidak mempraktikan ajaran tarekat. Beda paham keagamaan, beda amalan.
Ini yang namanya pluralisme paham dan tradisi keagamaan.
Para pendukung atau basis massa dari masing-masing partai itu juga
mempunyai latar belakang sosial ekonomi dan pendidikan yang berbeda. Realitas
ini menunjukan adanya pluralisme politik islam di pentas nasional. Kalau kita
menoleh ke belakang dan membaca sejarah Islam secara cermat, kita lihat di
zaman sejarah Islam klasik sudah ada pluralisme paham keagamaan seperti
terliahat pada beragamnya aliran-aliran dalam ilmu kalam(misalnya aliran
jabariah, Mujassimah, Asy’ariah, Maturidiah, dll.
7
Penggunaan kata plural, pluralitas dan pluralisme dapat dipadankan
dengan penggunaan kata modern, moderinitas dan moderinisme, dan
intelektualisme. Kata plural dipakai kalau menunjukkan sifat yang melekat pada
sesuatu(misalnya masyarakat plural) kata pluralisme dipergunakan kalau
membicarakan tentang keadaan atau fakta yang bercorak plural( misalnya
pluralitas budaya) Kata pluralitas dipergunakan kalau membicarakan tentang
keberagaman pandangan atau kemajemukan paham atau pemikiran(misalnya
pluralime politik, pluralisme pemikiran, pluralisme hukum atau filsafat); jadi inti
dari dari pengertian kata plural, pluralitas dan pluralisme adalah kemajemukan,
kebinekaan, keragaman, bukan penyamaan.
8
1. Definisi Pendidikan Islam Inklusif-Pluralis
Pendidikan Islam inklusif-pluralis adalah usaha menjaga,
mengembangkan,dan mengarahkan fitrah dan potensi manusia secara maksimal
sehingga terwujudlah insan kamil yang berkesadaran al-Tauhid sebagai perspektif
fundamental dalam melintas batas sekat-sekat formalitas-lahiriyah
berbagaikelompok agama dan etnis atau tradisi budaya sehingga terjalin adanya
sikap saling menghargai dan memahami.Dalam pendidikan ini ditanamkan ajaran
esoteris-transendental-universal kepada peserta didik, yaitu ajaran tentang
kesatuan hakikat ketuhanan yang melintas batas. langkah nilai-nilai transendental
berupa penyatuan dengan Yang Esa. Dengan demikian, esensi pengetahuan harus
terpisah dengan kesucian.
Menurut Nasr, setiap subtansi pengetahuan merupakan pengetahuan
tentang Realitas yang merupakan Subs-tansi Tertinggi. Melalui intelegensi,
seseorang dapat mengetahui Yang Absolute (Seyyed Hossein Nasr: 1997, 1).
Namun, dalam realitas modernitas manusia modern telah kehilangan sense of
wonder, yaitu hilangnya pengetahuan kesucian (Seyyed Hossein Nasr: 1997, 1).
Hal ini disebabkan karena adanya reduksi intelek kepada penalaran dan
pembatasan intelegensi kepada kelicikian dan kecerdikan dalam dunia modern
(Seyyed Hossein Nasr: 1997,1).
Dengan demikian menurut Nasr, diperlukan sebuah solusi yaitu kembali
kepada jalan tradisi. Pemakaian istilah tradisi di alam pengertian kontemporer ini
menjadi bagian penting bagi peradaban Barat, karena Barat telah mendesakralisasi
pengetahuan dan kehidupan dunia manusia modern.Formulasi titik pandang
tradisional adalah sebuah respons kesucian yang merupakan awal maupun akhir
kehidupan manusia terhadap ratapan malapetaka kelalaian manusia modern
terhadap Realitas Ultimate (Seyyed Hossein Nasr: 1997, 1).
Secara epistemologik dalam pendidikan Islam kualitas akal budi manusia
akan berguna dan memenuhi harapan bilamana ia mampu mengapresiasi tradisi
dan warisan nilai-nilai budaya Islam dari para pendahulunya, dan selanjutnya
menerapkannya untuk merespon problematika dunia modern, sehingga
menjadikan tradisi sebagai perspektif dan prospektif terhadap kompleksitas dunia
9
modern. Dalam pendidikan ini sangat akomodatif terhadap tradisi dan dapat
diaplikasikan sesuai dengan problematika yang dihadapi.Pendidikan ini memberi
bekali pengetahuan kepada peserta didik tentang makna, subtansi, sumber
kebenaran agama dan bagaimana berpartisipasi dalam rangka mengkonstruksi
kesadaran esoterik, yaitu menyeru kepada seluruh umat manusia untuk kembali ke
jalan Tuhan dalam segala aktifitas kemanusiaan.
a. Aksiologi
Secara aksiologi, peserta didik ditanamkan sikap toleransi yaitu sikap
saling menghargai adanya perbedaan partikular agama-agama dengan mengusung
tiga brand yaitu mutual trust,mutual respect, dan mutual understanding(Masngud,
dkk: 2010, 276). Dengan dibangunnya kesadaran bahwa perbedaan agama adalah
kehendakNya dan sekaligus menjalin kooperasi antar pemeluk agama, maka
keharmonisan,kerukunan dan perdamaian antar umat beragama dapat
teraktualisasi.
Tujuan Pendidikan Islam Inklusif-Pluralis
Tujuan awal pendidikan Islam inklusif-pluralis adalah membangun
diskursus pendidikan bernuansa esoteris transendental universal yaitu pendidikan
yang berlandaskan 'al-Tauhid' yang melampaui batas sekat-sekat formalita
lahiriyah berbagai kelompok etnis atau tradisi budaya dan batas-batas simbol dan
bahasa dalam setiap syariat yang berbeda.Sedangkan tujuan akhir dari pendidikan
Islam inklusif-pluralis adalah membimbing dan membentuk karakter peserta didik
untuk mampu memahami dan menguasai setiap materi pembelajaran dengan
menumbuhkan kesadaran al-Tauhia", sebagai landasan untuk membimbing dan
membentuk ketaqwaan individual dan sosial peserta didik, sehingga memiliki
karakter yang kuat untuk bersikap inklusif, pluralis, dan humanis dalam
mewujudkan kehidupan yang sejahtera, selamat dan sentosa di era pluralitas
agama dan budaya.
Kurikulum Pendidikan lslam klusif-Pluralis
Dalam kurikulum pendidikan Islam inklusif-pluralis berarti siswa belajar
aktif independen dengan mengakses berbagai sumber bacaan infomasi melalui
berbagai media agar mereka memiliki pengetahuan,sekaligus memiliki pandangan
10
terbuka dan luas mengenai problematika di tanah air, baik pada ranah sosial,
politik, ekonomi, budaya dan agama. Dalam konteks sosial-agama misalnya,
peserta didik dapat menilai informasi yang terjadi pada situasi kekinian; seperti
merebaknya aksi anarkis yang mengatasnamakan agama, sekaligus juga dapat
melihat dan menilai pluralitas agama dan budaya di tanah air, sehingga mereka
dapat melakukan analisis, sintesis, komparatif dan menilai informasi yang relevan
untuk dijadikan pegangan dalam kehidupannya. Sebagaimana ungkapan Nasr
bahwa, kaum Muslim dewasa ini terus bersentuhan dengan masyarakat agama lain
sebagaimana yang terjadi selama berabad-abad yang lalu(Seyyed Hossein Nasr:
2003, 56).
Namun, Nasr juga menilai bahwa pada dewasa ini terdapat kaum
fundamentalis yang identik dengan kekerasan yang mengatasnamakan agama,
sebagaimana yang terjadi di Negara-negara Muslim Nasr menentang keras kaum
fundamentalis dengan menyatakan bahwa, orang-orang yang menimpakan bahaya
dan kerugian kepada orang yang tidak berdosa,tidak peduli apapun alasan mereka,
berarti menentang secara tegas ajaran Al-Qur’an dan syariat mengenai perdamaian
dan perang (Seyyed Hossein Nasr: 2003, 56).Hal inilah yang menjadi bahan
informasi bagi peserta didik bahwa selain masyarakat Indonesia plural yang terdiri
dari berbagaimacam suku, bangsa, budaya, bahasa dan agama yang
beranekaragam. Namun, di sisi lain banyak terjadi konflik dan kekerasan yang
dapat menimbulkan disintegrasi bangsa. Sehingga, peserta didik diharapkan
dengan bekal informasi dan pengetahuan yang luas, mereka akan melakukan
berbagai pertimbangan, menganalisis, membandingkan, dan menilai informasi
yang relevan untuk dijadikan sebagai arahan dan pegangan dalam kehidupannya,
sebagai bekal untuk merajut hidup yang penuh toleran dan harmonis dalam
masyarakat yang plural.12
12
Yu 'timaalahuyatazaka dan Anji Fathunaja(2013). Paradigma Pembebasan
Pendidikan Humanis Religius. h.8-14
11
B. Teori-Teori dalam Pluralisme dan Teori Pluralisme
Menurut Para Ahli
13
Frederich J.E. Woodbridge, “pluralism”. Dalam James Hastings(ed). Encyclopedia of religion and
Ethcis, Vol.X(New York: Charles Scribner’s sons, t.t). h.68
12
diversities within the bond of civility)14, dan menurut pendapatnya
terdapat tiga sikap dalam pluralisme agama yaitu
Sikap eksklusif dalam melihat agama lain
Sikap inklusif
Sikap pluralis
13
pluralitas bahasa dan etnis. Di era sekarang, kata Kang
Komar penting untuk dikembangkan pemikiran teologis
yang menawarkan pandangan inklusivisme dan pluralisme
keberagamaan. Pemikiran semacam ini diyakini beliau
akan berperan meredakan konflik dan bisa jadi justru
seseorang akan lebih dewasa dalam mengapresiasi agama.
Jika hendak memahami agama lain, kita hendaknya
memahami dan bergaul dengan pemeluk agama lain.18
e. Menurut Anis Malik Thoha bahwa pluralisme agama
ternyara belum dapat dirumuskan secara mapan. Kondisi
ini berbeda dengan hangatnya diskusi dan perbincangan
tentang topik pluralisme agama. Padahal, definisi
pluralisme itu penting artinya sebagai salah satu sarana
untuk memasuki substansi persoalan secara mendalam.19
18
Komarudin Hidayat, “Membangun Teologi Diologis dan Inklusivistik”, dalam Komaruddin
Hidayat dan Ahmad Gaus AF(eds.), passing Over, Melintasi Batas Agama ( Jakarta: Grandmedia,
1998),hal49
19
Naim, Ngainun. 2014. Islam dan Pluralisme Agama. Yogyakarta. Aura Pustaka. Cet ke-3 hal,70
20
Hijrah Nabi dari mekkah ke Madinah dijadikan awal perhitungan kalender Islam oleh khalifah
Umar bin Khattab (13-23 H 634-644 M), khalifah ke-2 dari Khulafa ar-Rasyidin. Jadi tahun 1 Hijriah
bertetapan dengan 622M
14
menganut agama dan melaksanakan ibadah. Masing-masing pihak diberikan
kewenangan untuk memiliki sistem pengadilan sendiri. Dalam sejarah, perjanjian
ini dikenal sebagai piagam Madinah atau konsitusi Madinah.
21
Tentang sosok kenegarawaan Nabi Muhammad, baca Montgomenry watt, Muhammad:
proohet and Statesman (Oxford University Press) 1964
22
Umar bin Khatab adalah Khalifah ke-2 dari khulafa ar-Rasydin. Umar memerintah dari 13-23H
(634-644 M)
15
Kristen dan kaum Yahudi dan memeberikan rumah-rumah ibadah mereka (gereja
dan sinagong ) tetap berfungsi seperti sediakala. Sebagaimana kita llihat
Yerussalem sekarang ini rumah-rumah ibadah dari tiga agama(islam, kristen dan
yahudi) yang diwarisi dari sejarah toleransi umat islam di masa lampau. Ketika
panglima pasukan muslim Amru bin Ash berhasil menaklukan negeri mesir pada
tahun 20 H/ 641H, tidak terjadi pemaksaan oleh umat islam kepada penduduk
setempat(umat kristen) untuk memeluk agam islam. Keberadaan komunitas
kopti(yang beragama kristen) di Mesir dewasa ini yang diperlukan dengan baik
dan adil oleh pemerintahan dan rakyat Mesir merupakan bukti nyata tentang
toleransi umat islam terhadap kelompok minoritas, dan banyak keadaan ini
sebenarnya merupakan kesinambungan dan warisan sejarah toleransi umat islam
dimasa lampau.
23
Wali songo atau wali sembilan adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonan,
Sunan Giri, Sunan Drajat, Sunan Gunung Jati, Sunan Kudus, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan
Kalijaga. Lihat Solichin Salam, Sekitar Walisanga(Kudus: Menara Kudus,tt)
16
Jadi dalam perkembangan pluralisme diawali dengan adanya sikap
saling menghargai seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dan dalam
perkembanganya di Indonesia pluralisme dikenalkan dengan cara yang lebih
santun dan terjadinya akulturasi dengan budaya setempat, dan menghargai antara
perbedaan diantara pemeluk agama di Indonesia, sehingga dalam penyebarannya
dapat diterima oleh masyrakat secara luas.
17
Hal ini seperti dijelaskan dengan surat Al-Imran, ayat 159 “Maka karena
rahmat dari Allah, engkau bersikap lemah lembut terhadap mereka, sekirannya
engkau berlaku keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
lingkunganmu. Maka manfaatkanlah mereka dan memohonkan ampun bagi
mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan. Maka
apabila kamu telah membulatkan tekad, bertawakal-lah kepada Allah,
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal”.
18
dengan memanfaatkan untuk mempertajam konflik dalam masyarkat yang
majemuk. Karena tindakan semacam itu sesungguhnya hanya akan
menghancurkan diri sendiri.24
24
Darmawan Andy, pengantar Studi Islam, Yogyakarta:Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005
19
Penerapan sikap toleransi pada masa Rasulullah harus menjadi sebuah
contoh yang patut di terapkan pada masa sekarang, karena pada masa Rasulullah
SAW, sikap pluralisme sudah diterapkan dengan membiarkan orang lain yang
berbeda agama untuk melakukan masing-masing ibadah dan umat lain tidak
menganggu dan saling menghormati. Disitulah letak dari sebuah pluralisme yaitu
tidak memaksakan kehendak kita dengan kehendak orang lain yang berbeda
pendapat dengan kita .
Bab III
Penutup
A. Kesimpulan
Pluralisme adalah suatu pemahaman yang berbeda dan keberagaman,
dalam realitasnya sifat keberagaman adalah sikap yang hendak ditanamkan dalam
islam yaitu sikap yang memberikan rahmat bagi setiap masing-masing pemeluk
agama selain islam. Pengertian pluralisme dipahami berbeda-beda oleh para ahli
agama islam yang mana pada intinya adalah pluralisme menghendaki adanya
20
penghormatan kepada pemeluk agama lain untuk melakukan ibadah sesuai dengan
apa yang dianut masing-masing pemeluk agama.
Daftar Pustaka
www.wikipedia.com pengertian pluralism
Pius A. P, M. Dahlan, Kamus Ilmiah Popular:Surabaya: Arkola, 1994
Umi Sumbulah. Islam ‚ Radikal‛ Dan Pluralism Agama: Malang: Badan Litbang
Dan
Diklat Kementrian Agama RI. 2010
21
Harnold Coward, pluralism Challenge to World Religion:Maryknoll NY: Orbis
Books, 1985
Zakiyudin Baidhawi, Kredo. Kebebasan beragama:Jakarta:PSAP.2006
Wasid, Gus Dur Sang Guru Bangsa: pergolakan Islam dan
kemanusiaan.Yogyakarta: Interpena,2010
Lihat The Random House Disctionary of the English Language, edisi kedua:New
York: Radom House, Inc., 1987
Yu 'timaalahuyatazaka dan Anji Fathunaja(2013). Paradigma Pembebasan
Pendidikan Humanis Religius.
22