Oleh:
Amrizal
Sri Kamaliasari
A. Pengertian Kebudayaan
...In some twenty seven pages of his chapter on culture, Kulckhohn managed to
define culture in turn as: (1) the total way of life of the people; (2) the social legacy
the individual acquires from his group; (3) a way of thinking, feeling and believing;
(4) an abtraction from behavior; (5) theory on the part of anthropologist about the
way in which a group of people in fact behave; (6) a store house of pooled learning;
(7) a set of standardized orientations to recurrent problems: (8) learned behavior;
(9) a mechanism for the normative regulation of behavior; (10) a set of techniques
1
JWM Bakker SJ, Filsafat Kebudayaan, Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Kanisius, 1984), h.32
2
Edward Burnett Taylor, Primitive Culture; Research into the Development of Mythology,
Philosophy, Religion, Language, Art and Custom, ( New York: Dover Publication, 2016), h.1
3
for adjusting both to external environment and to other men; (11) a precipitate of
history and turning perhaps in desperation, to similes, as a map, asieve, and as
matrix.3
Kebudayaan itu merupakan total cara hidup manusia, warisan sosial yang
diperoleh individu dari kelompoknya, cara berpikir, merasa dan berkeyakinan,
gambaran prilaku, teori yang pada bagian tertentu para antropolog menjelaskan
tentang cara sekelompok orang berprilaku sesungguhnya, seperti gudang
pengumpulan apa-apa yang dipelajari, seperangkat orientasi kehidupan yang
sudah distandarisasi berulang-ulang untuk menyelesaikan masalah, belajar
berprilaku, seperangkat teknik untuk menyesuaikan diri baik dengan lingkungan
eksternal maupun dengan orang lain, endapan sejarah, pemetaan prilaku,
saringan atau matriks.
Almaney dan Alwan (1982) menyebutkan bahwa kebudayaan mencakup tiga
kategori yang disebut dengan the ingredientsof culture:
A.J. Almaney and A.J. Alwan have suggested three primary ingredients to any
culture-artifacts, concepts, and behaviors.. An artifact is any physical object made
or modified by human that has utility or meaning such as a book, money. A concept
is any notion, idea, or construct such as religious beliefs, values, ideas of right and
rong, and ethics. A behavior is any physical action that refer to actual practice any
of the concepts of the culture, such as communicating with others, driving a car,
dancing.4
Unsur utama kebudayaan itu adalah artefak, konsep dan prilaku. Artefak
adalah benda yang dibuat atau dimodifikasi oleh manusia yang memiliki
kegunaan dan makna, seperti buku dan uang. Konsep adalah gagasan, ide atau
pemikiran, seperti kepercayaan, nilai, ide benar atau salah dan etika. Dan prilaku
adalah aktivitas fisik yang merujuk kepada praktek nyata dari konsep-konsep
kebudayaan.
Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan adalah keseluruhan sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. 5 Sedangkan Selo Soemardjan
(1964) merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta
masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan
kebendaan (material culture) yang diperlukan manusia untuk menguasai alam
sekitarnya. Rasa yang meliputi jiwa manusia mewujudkan segala kaidah-kaedah
dan nilai-nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakat
dalam arti luas. Sedangkan cipta merupakan kemampuan mental (berpikir),
menghasilkan filsafat dan ilmu pengetahuan. Cipta merupakan, baik yang
3
Clifford Geertz, The Interpretation of Cultures sebagaimana dikutip Martine Lejeune, Culture A
Philosophical Perspective, (Netherlands: Garant-Publisher, 2016), h.21
4
A.J. Almaney and A.J. Alwan, Communication with the Arabs sebagaimana dikutip Randy Fujishin,
Creating Communication, Exploring and expanding Your Fundamental Communications Skills
(Maryland: Acada Books, 200), h.65
5
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h.180
4
berwujud teori murni, maupun yang telah disusun untuk langsung diamalkan
dalam kehidupan masyarakat.6
Selain itu, Irwan Abdullah, yang mengutip pendapat Clifford Geertz,
memaknai kebudayaan itu adalah sistem mengenai konsepsi-konsepsi yang
diwariskan dalam bentuk simbolik, yang dengan cara itu manusia dapat
berkomunikasi, melestarikan dan mengembangkan pengetahuan dan sikapnya
terhadap kehidupan.7 Lebih lanjut menurutnya kebudayaan merupakan blue
print yang telah menjadi kompas dalam perjalanan hidup manusia.Ia menjadi
pedoman dalam tingkah laku.
Sejalan dengan Koentjaraningrat, UU Hamidy menjelaskan kebudayaan itu
bisa dimaknai sebagai kata benda dan bisa juga sebagai kata kerja. Kebudayaan
sebagai kata benda dipahami bahwa kebudayaan itu berwujud benda-benda.
Dalam pengertian ini menurutnya, kebudayaan pada prinsipnya sebanding
dengan hasil tingkah laku binatang yang bisa menciptakan sarang, benang sutra,
madu, lilin, mutiara dan sebagainya.Pada tingkat kebudayaan yang bersifat
ruhaniah, seperti menyangkut solidaritas, kasih sayang, tanggung jawab dan
kepemimpinan, manusia juga belum tentu dapat dikatakan melebihi binatang.
Karena seekor induk ayam memilili tanggung jawab terhadap anaknya,
solidaritas bermacam kawanan binatang, seperti gajah, mesranya kawanan
semut dan kepemimpinan kawanan hewan. Manusia telah membuat bermacam-
macam peraturan dan undang-undang serta berbagai sanksi yang berat namun
tetap kandas mendapatkan masyarakat yang aman dan sejahtera. Sedangkan
kebudayaan yang dimaknai sebagai kata kerja terbuka peluang kepada manusia
untuk membentuk dirinya dan mengembangkan kemampuan jasmani dan
ruhaninya sehingga ia tampak sebagai makhluk yang kreatif yang berbeda
dengan binatang yang relatif tidak berubah oleh potensi dirinya, baik
berhadapan dengan ruang maupun waktu. Dengan kreatifitas atau tangan lasak
bersamaan dengan imajinasi yang kaya, maka manusia telah berubah ketika
berhadapan dengan ruang dan waktu. inilah yang telah membuat manusia
mempunyai sejarah yang tidak dimiliki oleh binatang. 8
Dari beberapa pengertian kebudayaan yang dikemukakan sebelumnya dapat
dipahami bahwa kebudayaan mencakup semuanya yang didapatkan atau
dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Ia terdiri dari segala
sesuatu yang dipelajari dari pola-pola prilaku yang normatif artinya mencakup
segala cara-cara atau pola-pola berpikir, merasakan, dan bertindak. Kebudayaan
merupakan hasil olah pikir, rasa dan fisik manusia yang melahirkan ide, gagasan
dan konsep, tingkah laku atau aktifitas yang terpola (terarah) dan benda-benda.
Dalam pengertian lain kebudayaan adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan manusia (masyarakat) yang meliputi aspek pengetahuan, kepercayaan,
keseniaan, teknologi, moral, hukum, adat-istiadat dan kebiasaan-kebiasaan yang
6
Soerjono Seokanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: RajaGrapindo Persada, 2006), h.151
7
Irwan Abdullah, Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h.1
8
UU. Hamidy, Kebudayaan sebagai Amanah Tuhan, (Pekanbaru: UIR Press, 2009), h. 1-2
5
menjadi identitas suatu masyarakat dan menjadi acuan dalam perjalanan hidup
manusia.
Kebudayaan pada awalnya terbentuk sebagai hasil dari proses adaptasi dan
interaksi antara manusia dan alam. Tantangan-tantangan yang muncul dari alam
sekitar tempatmanusia tinggal membuat mereka harus berpikir keras untuk
menaklukannya atau melakukan penyesuaian dengannya. Selain itu, didorong
oleh semangat untuk melanjutkan kehidupan, manusia harus melakukan sesuatu
yang dengannya membuat mereka bisa bertahan. Tantangan dan kondisi alam
antara satu kelompok masyarakat dan kelompok masyarakat lainnya berbeda-
beda. Kenyataan ini membuat kebudayaan suatu masyarakat berbeda dengan
masyarakat lainnya. Meskipun demikian, kalau diamati lebih dalam lagi, ide-ide
besarnya memiliki kesamaan hanya tampilan budayanya saja yang tidak sama.
Kalau dilihat dari unsur-unsurnya, kebudayaan terdiri-dari peralatan dan
perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga,
senjata, alat-alat produksi, transportasi dan sebagainya), mata pencahariaan
hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi,
sistem distribusi dan sebagainya), sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan,
organisai politik, sistem hukum, sistem perkawinan), bahasa (lisan maupun
tulisan), kesenian, sistem pengetahuan, religi (sistem kepercayaan).
MELAYU menurut UU. Hamidy (2011) berasal dari kata mala yang berarti
bermula dan yu yang berarti negeri seperti dinisbahkan kepada kata Ganggayu
yang berarti negeri Gangga. Pendapat ini dihubungkan dengan cerita rakyat
Melayu yang paling luas dikenal, yaitu cerita Si Kelambai atau Sang Kelambai.
Dalam cerita itu disebutkan berbagai negeri, patung, gua dan ukiran dan
sebagainya yang dihuni atau disentuh Si Kelambai semuanya akan mendapat
keajaiban. Ini memberikan petunjuk bahwa negeri yang mula-mula dihuni orang
Melayu pada zaman purba itu telah mempunyai peradaban yang cukup tinggi. 9
Ada juga yang berpendapat kata Melayu atau Melayurberasal dari bahasa Tamil
yang berarti tanah tinggi atau bukit, di samping kata Melayu yang berarti hujan.
Ini bersesuaian dengan negeri-negeri orang Melayu pada awalnya terletak pada
perbukitan, seperti tersebut dalam sejarah Melayu, Bukit Siguntang Mahameru.
Negeri ini dikenal sebagai negeri yang banyak mendapat hujan karena terletak
antara dua benua, yaitu Asia dan Australia. Selanjutnya dalam bahasa Jawa, kata
Melayu berarti lari atau berjalan cepat. Lalu dikenal pula ada sungai Melayu,
diantaranya dekat Johor dan Bangkahulu. Semua istilah dan perkataan itu dapat
dirangkum, sehingga Melayu dapat diartikan sebagai suatu negeri yang mula-
mula didiami, dan mendapat banyak hujan. 10Negeri itu dibangun di atas
9
UU. Hamidy, Jagad Melayu dalam Lintas Budaya di Riau, (Pekanbaru: Bilik Kreatif Press, 2011),
h.3
10
Maliha Aziz dan Asril, Sejarah Kebudayaan Melayu. (Pekanbaru: Cendekia Insani. 2007). h. 7
6
perbukitan, dilalui oleh sungai, yang diberi pula nama sungai Melayu. Mereka
membuat negeri di atas bukit karena ada pencairan es kutub Utara yang
menyebabkan sejumlah daratan atau pulau yang rendah jadi terendam oleh air.
Banjir dari es kutub Utara itu lebih dikenal dengan banjir atau topan Nabi Nuh.
Untuk menghindari banjir itu mereka berlarian mencari tempat yang tinggi
(bukit) lalu disitulah mereka membuat negeri.
Istilah Melayu itu baru dikenal sekitar tahun 644 Masehi, melalui tulisan Cina
yang menyebutnya dengan kata Mo-lo-yeu. Dalam tulisan itu disebutkan bahwa
Mo-lo-yeu mengirimkan utusan ke Cina, membawa barang hasil bumi untuk
dipersembahkan kepada kaisar Cina. Jadi, kata Melayu menjadi nama sebuah
kerajaan dewasa itu. Perdebatanterjadi di kalangan para ahli mengenai
lokasikerajaan yang bernama Melayu itu. Tapi banyak yang berpendapat bahwa
kerajaan itu berada di Jambi sekarang ini.
Wiliam Marsden, F.R.S menyebut orang Malayo atau Melayu adalah
penduduk yang tinggal di pesisir semenanjung dan di pulau-pulau lainnya. lebih
lanjut Marsden menyatakan nama Melayu juga digunakan untuk pemeluk Islam
yang menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa utamanya serta para
keturunan kerajaan kuno Minangkabau di manapun mereka tinggal. Orang-orang
Melayu mendiami hampir semua hulu sungai yang bisa dilayari karena lebih
mempermudah cara hidup mereka sebagai pedagang. Patut diperhatikan bahwa
penyebutan umum istilah Melayu (Malay), seperti halnya Moor di Benua Hindia,
hampir serupa maknanya dengan kaum Muhammad. Ketika penduduk asli di
wilayah lain belajar membaca huruf Arab, melaksanakan khitan, dan
menjalankan upacara keagamaan, mereka lebih sering mengatakan sudah
menjadi Malayo (Melayu) daripada mengatakan kalimat yang lebih tepat, yaitu
sudah masuk Islam.11
Asal usul zuriat Melayu sebagaimana dikisahkan dalam cerita-cerita klasik
orang-orang Melayu berasal dari Raja Iskandar, anak Raja Darab, Rom
bangsanya, Makaduniah nama negerinya, Zul Karnain gelarannya. Ia menikah
dengan :Puteri Syahrul Bariyah, anak Raja Kida Hindi 12 tapi pendapat ini dianggap
tidak terlalu kuat dan diragukan validitasnya karena bersumberkan dari hikayat-
hikayat yang kental akan nuansa mitologisnya. Meskipun demikian hikayat ini
oleh masyarakat Melayu secara turun temurun tetap diangkat sebagai fakta dan
bahan rujukan dalam penulisan oleh penulis-penulis Melayu selanjutnya,
termasuk oleh penulis asing seperti Netscher.13
Kata “manusia” dan “orang” dalam percakapan sehari-hari, sering tak
dibedakan. Kata manusia sebenarnya ditujukan kepada tipe atau bentuk
11
Wiliam Marsden, F.R.S, Sejarah Sumatera, The History of Sumatra, terj (Yogyakarta: Indoliterasi,
2016) h.63
12
A.Samad Ahmad, Sulalatus Salatin (Sejarah Melayu), (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka, 1986), h. 4
13
Suwardi, MS, Dari Melayu ke Indonesia: Peranan Kebudayaan Melayu dalam Memperkokoh
Identitas dan Jati Diri Bangsa, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h.18
7
makhluk. Sedangkan kata orang ditujukan pada penampilan budaya. 14 Ketika kita
lihat suatu masyarakat berbeda budaya dengan kita, maka kita sebut orang
asing. Atas dasar itu kemudian dikenal sebutan orang Melayu, orang Jawa, orang
Aceh dan lain-lain. Sementara itu, masih ada kata puak yakni pecahan (bagian)
suku bangsa atau etnis, misalnya puak Melayu Riau, puak Melayu Kampar, puak
Melayu Indragiri dan sebagainya.15
Pengertian orang Melayu dapat dibedakan atas beberapa kategori atau
ketentuan, yaitu Melayu Tua (Proto Melayu) dan Melayu Muda (Deutro Melayu).
Disebut Melayu Tua (Proto Melayu) karena inilah gelombang perantau Melayu
pertama yang berasal dari Yunnan, Selatan China datang ke kepulauan Melayu
ini. Leluhur Melayu Tua ini diperkirakan tiba oleh para ahli arkeolog dan sejarah
sekitar tahun 3000-2500 SM. Mereka membawa kebudayaan Neolitik (batu
baru).Sedangkan Melayu Muda (Deutro Melayu) diperkirakan tiba antara 1500-
300 SM. Yang membawa kebudayaan logam. 16Pendapat lain mengatakan bahwa
penduduk asli Asia Tenggara adalah orang Australoid 17 dan Veddoid18. Kemudian
barulah datang orang negrito dan Melanesoid. Ketiga-tiga kelompok ini hidup
pada zaman Mesolitik. Kelompokterakhir yang datang pada zaman Neolitik kira-
kira antara tahun 2500 SM dan 1500 SM adalah orang Indonesia atau
Austronesia mereka yang berasal dari penduduk Indo-China dan Selatan China. 19
Pada masa kini pemakaian istilah Proto Melayu dan Deutro Melayu oleh ahli
antropologi fisik dianggap kurang relevan lagi. Melalui kajian biologi genetik.
Istilah yang paling sesuai digunakan terhadap mereka adalah Mongoloid Selatan.
Mereka datang ke rantau ini dari selatan China atau utara Asia Tenggara, hingga
mendesak penduduk asal dari golongan Australo-Melanesia dan Negrito.20
Keturunan Melayu Tua terkesan amat tradisional, karena mereka sangat
teguh sekali memegang adat dan tradisinya. Sementara itu, alam pikiran mereka
masih sederhana dan kehidupan mereka sangat ditentukan oleh faktor alam.
Perkampungan puak Melayu tua jauh terpencil di pedalaman. Sedangkan Melayu
Muda lebih suka mendiami daerah pantai yang ramai disinggahi perantau dan
daerah aliran sungai-sungai besar yang menjadi lalu lintas perdagangan. Karena
itu mereka bersifat lebih terbuka dari Melayu Tua. 21
14
UU Hamidy, Jagad Melayu dalam Lintas Budaya di Riau......, h.4
15
Ibid.
16
Abdul Rahman Hj. Abdullah, Membongkar Sejarah Pemerintahan Islam di Alam Melayu,
(Selangor: Hijjaz Records Publishing, 2019), h..17
17
Pernah dipakai dulu untuk menunjuk fenotipe umum dari sebagian besar penghuni bagian
selatan India, Sri Lanka, beberapa kelompok di Asia
Tenggara, Papua,kepulauan Melanesia dan Australiadengan ciri khas utama berambut keriting
hitam dan kulit hitam.https://id.wikipedia.org/wiki/Ras_Australoid
18
Ras ini dikabarkan berasal dari India bagian selatan yang memilki tubuh kecil, berkulit cokelat,
rambut hitam kasar dan berombak, hidung pesek dan muka kasarhttps://materiips.com/ciri-ciri-
ras-veddoid
19
Ibid., h. 18
20
Ibid.
21
Ibid.
8
C. Batasan Melayu
22
Ibid., h. x
23
Suwardi, MS, Dari Melayu ke Indonesia: Peranan Kebudayaan Melayu dalam Memperkokoh
Identitas dan Jati Diri Bangsa ....h.20
9
Melayu yang dimaksud dalam pembahasan buku ini adalah Melayu dalam
pengertian bangsa [nation] yang wilayahnya meliputi Semenanjung Melayu di
kawasan Asia Tenggara sampai ke Selandia Baru dan Madagaskar yang leluhur
mereka berasal dari negeri Yunnan, Selatan Chinadengan ciri utama adalah
beragama Islam, beradat-istiadat dan berbahasa Melayu.
Sehubungan dengan itu, tinjauan kebudayaan Melayu yang disajikan dalam
buku ini berangkat dari gambaran-gambaran mengenai kebudayaan masyarakat
Melayu secara umum terlebih dahulu kemudian baru dilihat kebudayaan
masyarakat Melayu dalam konteks lokal khususnya Riau. Pendekatan ini diambil
mengingat kebudayaan Melayu sebenarnya memiliki kesamaan dari aspek ide-
ide dan gagasan-gagasan universalnya. Nuansa perbedaan baru tampak pada
tampilan-tampilan kebudayaan masyarakat dalam konteks lokalnya.
24
Abdul Rahman Hj. Abdullah, Membongkar Sejarah Pemerintahan Islam di Alam Melayu...h. 4-6
10
25
Ibid., h. 7-8
26
Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama, Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2007 Hlm. 58
11
binatang, tetapi benda-benda yang tidak hidup juga memiliki roh, seperti tulang
dan batu.Dari sini kemudian muncul kepercayaan bahwa setiap benda yang ada
di sekeliling manusia mempunyai kekuatan misterius. Kekuatan misterius (gaib)
itu biasanya disebut mana. Dalam bahasa Indonesia disebut tuah. Inilah yang
disebutkan dengan kepercayaan dinamisme.
Mana ini mempunyai lima sifat, yaitu berkekuatan, tidak dapat dilihat, tidak
mempunyai tempat yang tetap, pada dasarnya tidak mesti baik dan tidak juga
buruk, serta terkadang bisa dikontrol, terkadang tidak bisa dikontrol. Mana
dengan demikian tidak bisa dilihat, yang bisa dilihat adalah efeknya. Mana tak
ubahnya seperti arus atau daya yang ada pada listrik. Arusnya tidak kelihatan,
tetapi efeknya jelas, yaitu cahaya.27
Mana terdapat dalam segala apa yang mempunyai efek besar dan yang
menarik perhatian. Kayu yang tidak bisa dibakar memiliki mana. Singa yang
mempunyai kekuatan luar biasa memiliki mana. Manusia juga memiliki mana,
seperti seorang perwira yang selalu menang dalam peperangan dan anak yang
genius. Orang-orang semacam ini memiliki mana sekaligus dihormati. Lagi pula,
orang yang di masa hidupnya memiliki mana, maka setelah dia mati, dia
disembah agar mana-nya bisa membantu si penyembah.
Kepercayaan animisme dan dinamisme ini kemudian melahirkan serangkaian
upacara ritual atau tradisi yang pada intinya berisi pemujaan sekaligus
permohonan kepada roh-roh atau makhluk halus yang ada di alam semesta agar
tidak mengganggu masyarakat sehingga mereka bisa menjalani kehidupan
dengan tenang dan aman. Upacara ritual tersebut biasanya dilaksanakan di
tempat-tempat tertentu pada waktu-waktu tertentu pula baik di daerah daratan
maupun di daerah lautan dengan mempersembahkan sesajian berupa benda-
benda tertentu atau penganan yang merupakan hasil bumi.
Yang memimpin ritual ini adalah tokoh-tokoh tradisi yang memiliki sebutan
yang berbeda-beda di sejumlah tempat, ada yang mengistilahkan bomo, ada
dukun, ada pawang, atau kemantan. Tokoh-tokoh tradisi ini dianggap sebagai
orang-orang yang bisa menjembatani masyarakat untuk berkomunikasi dengan
makhluk halus yang kasat mata. Mereka juga biasanya melakukan praktek
pengobatan bagi masyarakat yang menderita sakit. Dalam masyarakat
tradisional, penyakit selalu dimaknai sebagai akibat dari gangguan makhluk halus
atau roh-roh jahat sehingga pengobatannya harus ditangani oleh tokoh-tokoh
tradisi.
Dari uraian terdahulu, dipahami bahwa pada era animisme dan dinamisme
belum dikenal konsep ketuhanan yang jelas. Dalam bahasa Rahmat Subagya,
sebagaimana dikutip Alwi Shihab, sistem kepercayaan animisme dan dinamisme
itu merupakan agama asli yang berisi konsep-konsep ketuhanan dalam
masyarakat primitif yang secara internal tumbuh, berkembang, dan mencapai
kesempurnaannya sendiri tanpa imitasi atau pengaruh eksternal.28Agama tersebut
27
Ibid., h.59
28
Alwi Shihab, Islam Sufistik, Islam Pertama dan Pengaruhnya hingga Kini di Indonesia, (Bandung:
Mizan, 2001), hlm. I
12
29
Antony Reid, Sejarah Modern Awal Asia Tenggara, LP3ES, Jakarta, 2004, h. 120
30
UU. Hamidy, Jagad Melayu dalam Lintasan Budaya di Riau,.....h.4
31
Ibid., h. 5
13
Era Hindu-Budha dimulai sejak masuknya agama tersebut yang dibawa oleh
para pedagang India pada abad ke-3 S.M yang berhasil menyebarkannya di
kepulauan Nusantara, sehingga berdiri kerajaan Budha terbesar di Asia Tenggara,
yakni kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan yang wilayah kekuasaannya
meliputi Jawa, Sumatera, dan Melayu tempat terdapatnya Universitas Nalanda
yang terkenal memiliki reputasi dunia dalam Buddhisme dan dikunjungi
cendikiawan dan mahasiswa dari Asia. 32Menurut versi lain, penyebaran agama
Hindu-Budha juga dilakukan penduduk tempatan. Pendapat ini dipegang oleh J.C.
van Leur yang mendasarkan pada bukti arkeologi yang banyak menunjukkan
unsur local genius atau penyesuaian antara penerimaan pengaruh kebudayaan
India dan pelestarian tradisi sendiri.33
Hindu-Buddha mengalami perkembangan pesat hingga lahirnya negara-
negara di Sumatera dan Jawa sejak abad pertama dan kedua Hijriah, yang
memiliki keterkaitan dengan kedua agama itu. Peradaban Hindu tetap melaju
dalam kemajuan selama kurang lebih tujuh abad. Pada periode ini lahir seni
kreasi orang-orang Jawa-Indonesia yang berhasil membangun Candi Borobudur
yang indah dan berdiri kokoh di Magelang, Jawa Tengah, hingga kini sebagai
karya monumental orang-orang Budha di negeri ini.
Sejak dahulu bangsa Indonesia memiliki kecenderungan sinkretis, yaitu
menggabungkan agama Hindu dan Buddha sebagai agama yang kemudian
menjadi inspirasi berdirinya Kerajaan Majapahit (1293-1478 M). Raja
Kartanegara yang terkenal dari Kerajaan Singosari (1276-1292) disebut sebagai
agama Shiwa Buddha. Sebuah kerajaan yang terbilang paling besar dalam sejarah
Indonesia, bahkan kekuasaannya meluas hingga ke pulau-pulau Filipina,
Semenanjung Melayu, dan sebagian kecil Indo-Cina. Namun, dengan wafatnya
Raja Terakhir, Hayam Wuruk kerajaan mulai mengalami kemunduran untuk
kemudian hancur sama sekali.34
Kebudayaan Hindu-Budha yang eksis lebih kurang tujuh abad sangat
mempengaruhi kehidupan masyarakat di nusantara. Pengaruh itu meliputi
berbagai aspek, yaitu dalam bidang sosial, terjadi bentuk perubahan dalam tata
kehidupan sosial masyarakat yang menganut sistem kasta (kelas-kelas sosial).
Kasta Brahmana sebagai perlambang mulut ialah golongan para ahli agama dan
ilmu pengetahuan. Golongan ini paling dihormati dan biasanya menjadi
penasehat raja.Kasta Ksatria sebagai perlambang lengan ialah golongan ningrat
dan para prajurit. Golongan inilah yang memegang kekuasaan dan menjalankan
pemerintahan.Kasta Waisya sebagai perlambang paha ialah golongan
pengusaha, pedagang, dan petani. Mereka merupakan golongan yang berusaha,
mengeluarkan keringat untuk menghasilkan perbekalan yang diperlukan oleh
semua golongan.Kasta Sudra sebagai perlambang kaki terdiri atas orang-orang
dravida yang masuk kedalam masyarakat Aria dan berkedudukan sebagai hamba
sahaya. Dalam bidang budaya dan sastra ditandai dengan berkembangnya
32
Alwi Shihab, Islam Sufistik, Islam Pertama dan Pengaruhnya hingga Kini di Indonesia....., h. 3
33
Abdul Rahman Hj. Abdullah, Membongkar Sejarah Pemerintahan Islam di Alam Melayu...h.33
34
Ibid.
14
35
Naquib Al-Attas, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu, (Bandung: Mizan, 1991), h. 76
36
Abdul Rahman Hj. Abdullah, Membongkar Sejarah Pemerintahan Islam di Alam Melayu...h.37
15
C. Era Islam
37
Saifullah, Sejarah & Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h.
8
16
sebagai tempat asal Islam tidak tepat karena mazhab yang popular di Indonesia
Syafi’i padahal penduduk Malibar bermazhab Hanafi dan Syi’ah.
Kemudian orang Persia, dengan alasan di Sumatera Bagian Utara (Aceh)
terdapat perkampungan Persia sejak abad ke-15. Marrison menegaskan adanya
penggunaan suku kata bahasa Persia yang berkaitan dengan kehidupan Istana
dan raja-raja demikian pula halnya pada karya-karya kesusastraan dan cerita-
cerita rakyat. Di Samudera Pasai ada ulama, seperti Al-Qahdi Amir Sayyid Al-
syirazi yang asli Persia. Teori ini juga dikritik karena kontribusi pernyebaran itu
tidak terlepas dari kegiatan-kegiatan dakwah yang dilakukan orang Arab.
Mengingat Persia sudah merupakan bagian dari kekhalifahan Islam. Muslim
Persia justru mempresentasikan peradaban Islam Arab.
Selanjutnya orang Arab, pendapat ini dipegang oleh van leur dengan
argumentasi ada perkampungan atau keluarga besar Arab di pantai barat
Sumatera sejak tahun 674 M. Teori Arab inilah yang banyak dipegang oleh para
Ahli Tamadun Islam termasuk Naquib al-Attas.Kemudian Cina, pendapat ini
berdasarkan bukti adanya perkampungan Muslim Cina di Semarang.
Terlepas adanya perbedaan pendapat tentang para pembawa Islam ke
nusantara, tak bisa dinafikan kesemuanya memiliki peran (sekecil apapun) dalam
penyebaran Islam di wilayah ini. Menurut Malik Bin Nabi, kebudayaan itu tidak
berdiri sendiri. Satu kebudayaan dipengaruhi oleh kebudayaan lainnya. Apalagi
pada waktu itu belum dikenal negara bangsa dan batas teritorial. Orang dapat
dengan mudah masuk dan keluar dari negara manapun. 38Karenanya kedua
pendapat tersebut bisa jadi ada benarnya. Pendapat yang mengatakan abad VII
barangkali Islam memang sudah sampai di kawasan ini tapi belum berkembang
luas. Baru kemudian pada abad XIII mengalami perkembangan yang diperkuat
lagi dengan keberadaan kesultanan Islam.
Perkembangan Islam di Indonesia mulai mencapai puncaknya di kawasan ini
pada abad ke-13 sampai abad ke-18 M. Hal ini ditandai dengan berdirinya
kesultanan-kesultanan Islam yang rata-rata merupakan konversi dari kerajaan-
kerajaan Hindu yang pernah ada sebelumnya.Di Indonesia kerajaan tersebut
dapat dibagi berdasarkan wilayah pusat pemerinntahannya, yaitu Sumatera,
Jawa, Maluku dan Sulawesi. Di Sumatera ada Kesultanan Samudera Pasai (abad
ke-13–abad ke-16), Kesultanan Aceh (Abad ke-16–Abad ke-20), Kesultanan
Inderapura (abad ke-16–abad ke-18), Kerajaan Melayu Jambi, Kesultanan Riau. Di
Jawa ada Kesultanan Demak (1500-1550), Kesultanan Banten (1524-1813),
Kesultanan Mataram (1586-1755) dan Kesultanan Cirebon ( sekitar abad ke-16).
Di Maluku ada Kesultanan Ternate (1257-....), Kesultanan Tidore (1110-1947),
Kesultanan Jailolo dan Kesultanan Bacan. Di Sulawesi ada Kesultanan Gowa (awal
abad ke-16 sampai 1667), Kesultanan Buton (1332-1911) dan Kesultanan Bone
(abad ke-17). Di Kalimantan ada Kesultanan Banjar (1526-1905) dan Kesultanan
Kutai Kartanegara ing Martapura.
38
Malik bin Nabi, Bayn al-Arrasyaa wa al-Tayyah,Musykilat al-Hadlarat, [Beirut: Dar al-Fikr, 2002],
h. 8
17
dari panas dan hujan membuat mereka mencari tahu bahan-bahan apa saja yang
bisa digunakan untuk membangun rumah-rumah mereka. Dari sini kemudian
mereka menciptakan alat-alat, seperti kapak gengam untuk menebang pohon
atau keperluan lainnya untuk membangun tempat tinggal mereka. Kebutuhan
akan makanan sebagai penyambung kehidupan mereka membuat mereka
mencari tahu makanan-makanan apa saja yang bisa mereka makan. Dari sini
kemudian mereka menciptakan alat-alat, seperti tombak untuk berburu
binatang, atau lukah untuk menangkap ikan. Kebutuhan untuk bercocok tanam
membuat mereka mencari tahu bagaimana cara mengolah tanah atau lahan
untuk berkebun.Dari sini kemudian mereka menciptakan alat-alat pertanian,
seperti cangkul, parang dan lainnya. Keperluan mereka untuk berpergian dari
satu tempat ke tempat lainnya melewati sungai atau laut membuat mereka
mencari tahu bagaimana cara menyeberangi sungai atau laut. Dari sini kemudian
mereka menciptakan alat-alat transportasi, seperti rakit, perahu dan kapal.
Pengetahuan dan teknologi ini terus berkembang dari masa ke masa
sehingga bentuknya mengalami peningkatan dan perubahan siqnifikasn.
Perkembangan ini terjadi sebagai hasil dari proses interaksi dan kontak dengan
kelompok masyarakat lainnya yang berasal dari lintas suku dan budaya. Proses
interaksi dan kontak dengan kelompok masyarakat lain tersebut membuat
mereka mendapatkan pengetahuan dan teknologi yang tidak mereka miliki
sebelumnya.
Kehadiran Islam di kawasan Melayubisa diterima dengan baik oleh
penduduk tempatan. Tidak ditemukan catatan konflik yang siqnifikan dalam
penyebaran Islam di wilayah ini. Padahal secara sosiologis, seperti dikemukakan
oleh Soejono Soekanto sistem kepercayaan, seperti ideologi, falsafah hidup dan
lain-lain adalah unsur kebudayaan yang sulit diterima oleh suatu masyarakat. 39
Karena sifat dasar dan karakteristik dari suatu masyarakat senantiasa akan
mencurigai ideologi asing yang masuk dalam kelompok mereka. Proses
penerimaan ideologi baru di suatu masyarakat pasti akan menimbulkan gesekan-
gesekan sosial meskipun terjadi dalam intensitas yang kecil.
Penerimaan Islam secara damai ini secara umum disebabkan oleh dua
faktor, yaitu faktor ajaran Islam dan faktor pendakwah Islam. Dari sisi ajaran,
Islam mengajarkan teologi yang bersifat universal. Berbeda dengan masyarakat
tempatan ketika itu menganut teologi yang bersifat lokalistik. Inilah yang menjadi
alasan bagi Antony Reid kenapa Islam diterima secara massif di nusantara.
Masyarakat pribumi pada waktu itu menganut teologi animisme-dinamisme, di
mana roh nenek moyang memiliki keterbatasan teritorial dalam memberikan
perlindungan dan keamanan kepada para penganutnya. Kehadiran Islam mampu
memberikan jawaban atas kekhawatiran dan ketakutan mereka terutama sekali
pada saat mereka bepergian meninggalkan kampung halaman. 40 Selain itu, ajaran
Islam tidak membeda-bedakan manusia dan menolak kelas-kelas sosial. Dalam
39
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, RajaGrafindo Persada, Ed. Baru, Jakarta, 2006,
h. 169
40
Antony Reid, Sejarah Modern Awal Asia Tenggara........, h. 121
20
pandangan Islam semua manusia sama di hadapan Allah swt, yang membedakan
mereka adalah tingkat ketakwaan mereka. Ajaran ini membuat rakyat jelata yang
sudah lama hidup dalam kultur Hindu-Budha sangat tertarik karena selama ini
secara politik dan ekonomi, mereka termasuk kelas yang tidak beruntung.
Kemudian ajaran Islam menekankan tradisi intelektualisme daripada mitologis.
Tradisi intelektualisme Islam ini dicatat dengan baik oleh Azyumardi Azra yang
berhasil melacak ada jaringan intelektual antara ulama Timur Tengah dan
Kepulauan Nusantara pada abad XVII dan XVIII.41 Selain itu tradisi sastra yang
berkembang di dunia Islam menggambarkan suatu corak intelektualisme yang
tinggi. Hal ini berbeda dengan sastra Hindu yang bercorak estetis yang kental
dengan mitologis.42 Selanjutnya, Islam dari sisi ajarannya tidak memberatkan
kepada pemeluknya dalam melaksanakan kewajiban. Mereka diberikan tanggung
jawab keagamaan sesuai dengan kemampuan mereka.
Dari sisi pendakwah Islam, para ulama yang datang ke wilayah nusantara
tidak membumi hanguskan semua adat dan tradisi masyarakat tempatan. Adat
dan tradisi tersebut ditapis; mana yang bersesuaian dengan Islam dipertahankan
dan mana yang bersalahan dibuang. Kenyataan ini membuat masyarakat
tempatan yang memeluk Islam ketika itu tidak merasa kehilangan identitas
budaya mereka.Kenyataan inilah yang mendasari kenapa dalam praktek
keagamaan muslim di nusantara ditemukan akulturasi antara nilai-nilai Islam dan
nilai-nilai budaya. Pada perkembangan berikutnya muncul sterotip negatif yang
menyatakan bahwa Islam di nusantara adalah “Islam Periferal” 43. Kesimpulan ini
diambil setelah dilakukan pengamatan ternyata praktek Islam yang ada di
kawasan nusantara dipandang telah menyimpang dari great tradition (tradisi
besar) yang berpusat di Timur Tengah. Praktek Islam di nusantara kental dengan
nuansa mitologis, klenik dan sinkretik. Banyak kemudian muncul hipotesis
absurd yang mendiskripsikan seolah-olah Islam tidak berhasil memberikan
pengaruh yang siqnifikan terhadap sistem kepercayaan dan budaya lokal. Dan
dalam sistem sosial masyarakat, dinilai yang paling menonjol sebenarnya adalah
kekuatan adat sementara Islam hanya merupakan unsur terkecil di dalamnya.
Ilmuwan Barat yang mengkaji Islam awal banyak yang sependapat dengan
kesimpulan di atas. Di antaranya London berpendapat bahwa Islam di Nusantara
41
Lebih lanjut baca Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
Abad XVII dan XVIII, (Bandung: Mizan, 1994)
42
Naquib Al-Attas, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu, (Bandung:Mizan, Cet. III,
1984)h. 32
43
Islam Periferal adalah Islam pinggiran, Islam yang jauh dari bentuk “asli” yang terdapat dan
berkembang di Timur Tengah. Dengan kata lain Islam di Asia Tenggara bukanlah “Islam yang
sebenarnya” sebagaimana berkembang dan ditemukan di Timur Tengah. Islam Asia Tenggara
dalam pandangan ini, adalah Islam yang berkembang dengan sendirinya, bercampur baur dengan
dan didominasi oleh budaya dan sistem kepercayaan lokal, yang tak jarang tidak sesuai dengan
ajaran Islam. Inti pandangan ini adalah bahwa “Islam sebenarnya” hanyalah Islam Timur Tengah,
atau lebih sempit lagi, Islam Arab, bukan Islam di Asia Tenggara, atau di wilayah-wilayah lain,
seperti di Asia Selatan atau Afrika. Lihat Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara, Sejarah
Wacana dan Kekuasaan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), h.5
21
hanyalah lapisan tipis di atas kebudayaan lokal. Senada dengan London, Van Leur
menyatakan bahwa Islam di nusantara merupakan lapisan tipis yang mudah
mengelupas dalam timbunan budaya setempat. Tak cukup sampai disitu, Van
Leur menambahkan pendapatnya bahwa terhadap Indonesia, Islam tidak
membawa pembaruan sepotongpun ke tingkat perkembangan lebih tinggi, baik
secara sosial, ekonomi maupun pada dataran negara dan perdagangan.
Selanjutnya bagi Winstedt, pengaruh apapun yang ditanamkan Islam sangat
terbatas dan itupun sudah bercampur aduk dengan kepercayaan Hindu-Budha. 44
Pendapat-pendapat di atas disanggah dengan tegas oleh Naquib al-Attas
yang menyatakan filsafat agama Hindu tidak mempengaruhi masyarakat Melayu-
Indonesia, dan mereka yang berpendapat bahwa filsafat Hindu itu membawa
pengaruh yang mendalam terlalu berlebih-lebihan. Melayu-Indonesia lebih
cenderung kepada hal-hal yang bersifat seni dari filsafat.Mereka tidak mampu
merangkum kehalusan metafisika Hindu, ataupun dengan sengaja dan oleh
sebab bawaan dirinya, mengabaikan filsafat dan menuntut hanya hal-hal yang
sederhana untuk disesuaikan dengan kondisi jiwanya. Lebih lanjut al-Attas
menambahkan pengaruh Hindu hanya terbatas pada kelompok bangsawan,
masyarakat Melayu-Indonesia sebenarnya secara keseluruhan bukanlah
masyarakat Hindu. Kelompok Bangsawan tidak dapat pula dikatakan benar-benar
memahami ajaran-ajaran murni yang terkandung dalam filsafat Hindu asli.
Mereka hanya mementingkan hal-hal yang berkaitan dengan upacara serta
ajaran-ajaran yang membesarkan keagungan dewa-dewa bagi kepentingan
mereka sendiri sebagai penjelmaan dari dewa-dewa itu.45
Selain itu, keberhasilan dakwah Islam di nusantara dikarenakan para ulama
yang rata-rata menurut Alwi Shihab merupakan tokoh-tokoh tasawuf lebih
intensbergaul dengan kelompok-kelompok masyarakat dari rakyat kecil dan
menunjukkan keteladanan yang melambangkan puncak kesalehan dan
ketakwaan dengan memberikan pelayanan-pelayanan sosial, sumbangan, dan
bantuan dalam rangka kebersamaan dan rasa persaudaraan murni. Dengan
keteladanan ini, penduduk menjadi simpati dan memeluk Islam serta
mengakibatkan tersebarnya Islam di seluruh penjuru Indonesia sehingga negeri
ini terbebas dari animisme dan syirik.46 Satu hal yang sangat berkesan dalam
kaitannya dengan ini, para tokoh tasawuf merupakan ulama-ulama yang ”berisi”
secara spiritual, sehingga mereka acapkali memenuhi berbagai hajat masyarakat
tempatan termasuk mengobati penyakit-penyakit yang diderita mereka.
Kehadiran Islam di nusantara telah memberikan pengaruh siqnifikan
terhadap struktur kehidupan masyarakatMelayu, yang sebelumnya kebudayaan
mereka menurut M.B. Hooker,dikonstruksi berasaskan nilai filosofis pribumi dan
44
Ibid.
45
Naquib Al-Attas, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu, (Bandung:Mizan, Cet. III, 1984),
h.30
46
Alwi Shihab, Islam Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya hingga Kini di Indonesia, Mizan,
Bandung, 2001, h.14
22
A. Aspek Religi
persaudaraan dan persatuan, saling menghargai satu sama lain, selalu taat dan
patuh kepada pemimpin.
49
Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara, Sejarah dan Wacana, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 199) h.78
50
Ibid.
24
[hendaklah] jangan segala hamba Melayu itu durhaka dan menitikan darahnya
ke bumi, jikalau mereka itu akan cedera berunduk hingga takluk negerinya
juga................barangsiapa hamba Melayu durhaka mengubahkan perjanjian [setia
dengan raja], diabaikan Allah bumbungan rumahnya ke bawah kaki ke atas. 52
Selain itu, dalam struktur pemerintahan kesultanan ada jabatan yang disebut
Mufti atau Qadhi. Jabatan ini biasanya diduduki oleh para ulama yang
terkemuka. Tugas mereka adalah memberikan nasehat dan pertimbangan
kepada sulthan serta menangani urusan-urusan yang berkaitan dengan agama
Islam. Peran Mufti atau Qadhi ini sangat besar baik dalam hubungannya dengan
sulthan dan pemerintahan maupun dengan masyarakat.Fungsi ganda ini selalu
dimainkan oleh para Mufti atau Qadhi sepanjang sejarah kesultanan Islam
Nusantara.
Ajaran Islam juga mewarnai sistem hukum yang diterapkan pada era
kesultanan. Pengaruh unsur-unsur hukum Islam khususnya yang berasal dari
Mazhab Syafi’i, misalnya bisa ditemukan dalam Undang-Undang Melaka(Qanun
51
Ibid., h.80
52
Ibid., h.81
25
Malaka) yang dipandang para pakar sebagai kitab hukum dan politik yang
pertama di dunia Melayu. Bagian-bagian tertentu dari Undang-Undang Melaka
hanya merupakan terjemahan dari kitab-kitab standar Mazhab Syafi’i, termasuk
kitab Fath al-Qarib karangan Abu Shuja’.
Undang-undang Melaka pada intinya meletakkan beberapa prinsip
pertemuan dan kesesuaian antara hukum Islam dan adat setempat. Pertama,
gagasan tentang kekuasaan dan sifat daulat ditentukan berdasarkan prinsip-
prinsip Islam. Kedua, pemeliharaan ketertiban umum dan penyelesaian perkara
hukum didasarkan pada ketentuan-ketentuan Islam dan adat. Ketiga, hukum
kekeluargaan pada umumnya didasarkan pada ketentuan fikih Islam. Keempat,
hukum dagang dirumuskan beredasarkan praktek perdagangan kaum muslimin.
Kelima, hukum yang berkaitan dengan kepemilikan tanah umumnya berdasarkan
adat. Dengan demikian, dalam perkembangan tradisi politik Melayu di nusantara,
pembinaan hukum dilakukan dengan mengambil prinsip-prinsip hukum Islam,
dan mempertahankan ketentuan-ketentuan adat yang dipandang tidak
bertentangan dengan hukum Islam.
Pengaruh Islam juga tampak dalam adat istiadat Melayu. Islam menjadi
fondasi yang dibangun di atasnya adat istiadat Melayu.Selain itu, Islam juga
dijadikan sebagai penakar terhadapnya. Dalam adat istiadat Melayu, dikenal
prinsip “adat bersendikan syara’, syara’ bersendikan kitabullah”. Prinsip ini
mencerminkan bahwa adat istiadat dibangun dengan menjadikan syara’ yang
bersumberkan dari kitabullah (al-Quran) sebagai sandarannya. Selain itu juga,
“syara’ mengata, adat memakai”. Prinsip ini menggambarkan bahwa adat harus
mengikuti apa yang dikatakan syara’ dan tidak boleh berlawanan dengan syara’.
“apabila adat bertelikai dengan syara’, maka syara’ yang harus dimenangkan.
Prinsip-prinsip dalam beradat istiadat Melayu sebagaimana dijelaskan
sebelumnya menunjukan bahwa Islam menempati posisi yang tinggi dalam
praktek berbudaya masyarakat Melayu. Ia tidak hanya menjadi sumber yang
darinya dikonstruksi adat istiadat Melayu tapi juga menjadi penapis apabila ia
menyalahi prinsip dan ketentuan syara’. Bahkan apabila prinsip dan ketentuan
itu dilanggar, maka orang-orang Melayu akan dianggap telah kehilangan identitas
budayanya.
Masyarakat Melayu mengenal ada tiga jenis adat istiadat Melayu, yaitu:
Pelanggaran terhadap adat ini sanksinya tidak seberat kedua tingkat adat
yang disebutkan sebelumnya. Jika terjadi pelanggaran, maka orang yang
melanggar hanya ditegur atau dinasehati oleh pemangku adat atau orang-
orang yang dituakan dalam masyarakat. Namun, si pelanggar tetap dianggap
sebagai orang yang kurang adab atau tidak tahu adat. Ketentuan adat ini
biasanya tidak tertulis, sehingga pengukuhannya dilestarikan dalam ungkapan
yang disebut “pepatah adat” atau “undang adat”.
Pengaruh Islam dalam aspek bahasa tampak pada penggunaan aksara Arab-
Melayu, Arab Gundul, huruf jawi pada karya tulis Melayu. Karya tulis berupa
naskah Melayu yang ribuan banyaknya (6000-10.000) sudah tersebar ke seluruh
penjuru dunia. Naskah Melayu itu menyangkut kerajaan-kerajaan, seperti
kerajaan Samudra Pasai, Melaka, Banten, Demak, Mataram, Riau, Johor, Pahang
dan Lingga.
Bahasa Arab memainkan peranan penting dalam kehidupan sosial
keagamaan kaum muslimin di nusantara. Mereka tidak hanya mengadopsi
peristilahan Arab, tetapi juga aksara Arab yang kemudian sedikit banyak
disesuaikan dengan kebutuhan lidah lokal. Dari aspek ini, kemunculan Islam dan
penerimaan aksara Arab merupakan langkah siqnifikan bagi sebagian penduduk
di nusantara untuk masuk ke dalam kebudayaan tulisan dan literasi.53
Salah satu bahasa lokal yang banyak menerima pengaruh Arab, khususnya
dalam peristilahan dan aksara, adalah bahasa Melayu, yang kemudian diangkat
menjadi bahasa nasional. banyak sekali kosa kata Arab yang diserap ke dalam
bahasa Melayu. Abdul Hamid Ahmad dalam Kamus Al-Hamidi mendaftar sekitar
2.000 kosakata Arab yang digunakan dalam bahasa Melayu-Indonesia.
Sedangkan Muhammad Said dalam Guguskata ArabMelayu mencatat sejumlah
1,725 kosakata Arab. Dankamus Istilah Islamiyah, susunan Muhammad Sanusi
ibn Haji Mahmood, mencatat lebih sedikit dari 2000 kosakata Arab. 54
53
Ibid., h.76
54
Ibid.
28
Bisa dipastikan, sebagian besar kosakata Arab yang diadopsi bahasa Melayu-
Indonesia berkaitan dengan konsep atau soal-soal keagamaan; ibadah, hukum
Islam, pendidikan, dan tradisi sosial atau adat. Sebagian lagi, di antara kosakata
itu menyangkut politik.55
Pengaruh ajaran Islam khusus tasawuf juga bisa ditemukan dalam
kesusastraan Melayuklasik. Apakah dalam bentuk syair, pantun, gurindam,
tunjuk ajar Melayudan lainnya yang sebagian besar isinya sangat terasa nuansa
keislamannya. Berikut ini akan dikutip beberapa contoh tunjuk ajar Melayu dan
Gurindam yang bermuatan ajaran-ajaran sufistik:
Dua bait pertama tunjuk ajar ini mengingatkan manusia bahwa kehidupan di
dunia ini berlangsung singkat. Manusia pada saatnya nanti akan mengalami
kematian dan menuju alam akhirat. Oleh karena itu, persiapkanlah bekal
sebanyak-banyak dengan selalu beramal saleh agar selamat hidup di dunia dan di
akhirat.
55
Ibid.
56
Tenas Effendy, Tunjuk Ajar Melayu, (Pekanbaru: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya
Melayu, 2006), h. 37
57
Ibid., h. 39
29
Berikut ini akan dikemukakan pula petuah Melayu dalam bentuk gurindam:
Barangsiapa tiada memegang agama,
Sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama
Barangsiapa mengenal yang empat,
Maka ia itulah orang yang makrifat
Barangsiapa mengenal Allah,
Suruh dan tegahnya tiada ia menyalah
Barangsiapa mengenal diri,
Maka telah mengenal akan Tuhan yang bahri
Barangsiapa mengenal dunia,
Tahulah ia barang yang teperdaya
Barangsiapa mengenal akhirat,
Tahulah ia dunia mudarat58
58
Raja Ali Haji, Gurindam Dua Belas, (Bandung: Kiblat Buku Utama, 2007), h.8
59
Ibid., h.10
30
E. Aspek Kesenian
Aspek kesenian yang berkembang di dunia Islam juga tak luput dari
pengaruh Islam. Hampir semua jenis seni,sepertiseni tari, seni musik, seni tenun,
seni ukir, seni lukis, seni bela diri, seni teater dan permainan rakyat, mengandung
pengetahuan, falsafah, gagasan, kepercayaan, nilai, norma dan lain-lain yang
bersumberkan dari ajaran Islam. Dalam bidang seni tari, Tarian Zapin Melayu
diketahui kaya akan nuansa keislamannya; tidak hanya dilihat dari asal usulnya
60
Ibid., h.15
31
tapi juga dari sisi pengaturan gerak-gerik dan pesan yang terkandung di
dalamnya. demikian pula seni musik, seperti rebana yang lirik-lirik lagunya
banyak berisi nasehat-nasehat dan pesan-pesan keagamaan, kompang yang
bacaan-bacaan pengiringnya berisi sholawat dan pujian-pujian untuk Nabi
Muhammad, dan barzanji yang rawi-rawinya berkisah tentang sejarah kelahiran
Rasulullah saw. Kemudian seni tenun khususnya pakaian Melayu tidak hanya
mengekpresikan keindahan tapi juga dibungkus oleh nilai-nilai keislaman.
Selanjutnya, seni ukir khususnya dalam bentuk arsitektur dan ornamen
bangunan masjid. Demikian pula seni bela diri, yang lazimnya diawali dengan
penanaman keyakinan yang kokoh kepada Allah swt dan rasulnya disusul dengan
praktek tawassul serta kewajiban untuk mematuhi perintah Allah swt dan
meninggalkan larangannya bagi orang-orang yang mempelajarinya. Seni teater
juga tak luput dari pengaruh Islam dari aspek kisah atau jalan ceritanya.
61
M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 46-47
62
Chaerudji, Ilmu Kalam (Jakarta: Diadit Media, 2007), h.52
63
Nurcholish Madjij, Fiqh Siyasah, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 147
64
Asy-Syahrastani, Al-Milal wa Al-Nihal, (Surabaya: Bina Ilmu, 2006), h. 71.
65
Muhammad Maghfur, Koreksi Atas Kesalahan Pemikiran Kalam dan Filsafat Islam, (Bangil: Al-
Izzah, 2002), h.41.
66
Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran Aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta: UIPress,
1986), h.31
33
67
Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah: Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemikiran.
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h.45
68
Ibn Rusyd, Perdebatan Utama dalam Teologi Islam (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 30
69
A. Athaillah, Rasyid Ridha: Konsep Teologi Rasional dalam Tafsir al-Manar, (Jakarta: Erlangga,
2006), h. 91
70
Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran: Dari Khawarij Ke Buya Hamka Hingga Hasan Hanafi,
(Jakarta: Kencana, 2004), h. 99
34
menahan pemutusan dan penghukuman pelaku dosa di dunia ini. Hal ini
mendorong mereka untuk tidak ikut campur masalah politik. Salah satu diantara
doktrin mereka adalah shalat berjamaah dengan seorang imam yang diragukan
keadilannya adalah sah. Doktrin ini diakui oleh kalangan Islam Sunni namun tidak
untuk kalangan Syiah71
Dalam bidang fiqih, ada empat mazhab yang populer, yaitu Hanafiyah yang
dinisbahkan kepadaNu'man bin Tsabit atau yang lebih terkenal dengan nama
Abu Hanifah Imam Abu Hanifah (703-767 M). Pemikiran hukumnya bercorak
rasional. Mazhab ini berasal dari Kufah, sebuah kota yang telah mencapai
kemajuan yang tinggi di Iraq. Persoalan-persoalan yang muncul banyak
dipecahkan melalui pendapat, analogi, dan qiyas khafi. Karyanya yang terkenal
adalah Fiqh Al-Akbar.Sumber-sumber hukum mazhab Hanafiyah adalah al-
Qur’an, Sunah, Ijma’ Sahabat, pendapat pribadi sahabat, Qiyas (deduksi:analogis)
Istihsan (preferensi), Urf (tradisi lokal).
Kemudian, Malikiyah dinisbahkan kepada Imam Malik (717-801 M),
Pemikiran hukumnya banyak dipengaruhi sunnah yang cenderung tekstual. Imam
Malik juga termasuk periwayat hadist. Karyanya yang terkenal adalah al-
Muwattha', yaitu hadis yang bercorak fiqih. Imam Malik juga dikenal sebagai
seorang Mufti dalam kasus-kasus yang dihadapi. Salah satu fatwanya bahwa
baiat yang dipaksakan hukumnya tidak sah. Selain itu pemikirannya juga banyak
menggunakan tradisi penduduk Madinah. Sumber-sumber hukum Mazhab
Malikiyah adalah al-Qur’an, Sunah, Praktek masyarakat Madinah, Ijma’ sahabat
pendapat individu sahabat, Qiyas, Ishtilah (kemaslahatan), dan Urf (tradisi).
Selanjutnya Syafi’iyah yang dinisbahkan kepada Imam Syafi’i (769-820
M).Corak pemikirannya adalah konvergensi atau pertemuan antara rasionalis
dan tradisionalis. Selain berdasarkan pada al-Quran, Sunnah, dan Ijma, Imam
Syafl'i juga berpegang pada Qiyas. Beliau disebut juga sebagai orang pertama
yang membukukan ilmu Usul Fiqih. Karyanya yang terkenal adalah aI-Umm dan
al-Risalah. Pemikirannya yang cenderung moderat diperlihatkan dalam Qaul
Qadim-nya (pendapat yang lama) dan Qaul Jadid-nya (pendapat yang baru).
Sumber-sumber hukum mazhab Syafi’iyah adalah al-qur’an, sunah, ijma’,
pendapat individual sahabat, qiyas, dan istishab.
Setelah itu Hanabilah yang dinisbahkan kepada Imam Ahmad bin Hanbal
(778-855 M).Corak pemikirannya tradisionalis, selain berdasarkan pada al-quran,
sunnah, dan ijtihad, beliau juga menggunakan hadits Mursal dan Qiyas jika
terpaksa. Selain sebagai seorang ahli hukum, beliau juga seorang ahli hadist.
Karyanya yang terkenal adalah Musnad Ahmad, kumpulan hadis-hadis Nabi saw.
Sumber-sumber hukum Mazhab Hambali adalah al-Qur’an, Sunah, Ijma’ sahabat,
pendapat individu sahabat, Hadits dhoif, dan Qiyas.72
71
Muhammad Arifin Ilham, Ensiklopedia Tasawuf Imam al-Ghazali, (Jakarta: Hikmah, 2009), h.
320
72
Wahbah Zuhaily dan Jamaludin Athiyah, Kontroversi Pembaruan Fiqih. Ahmad Mulyadi penj.,
(Surabaya: Erlangga. 2000), h. 18
35
Khianat, Kitman dan Baladah. Selanjutnya sifat jaiz bagi rasul yaitu sifat-sifat
sebagai manusia biasa yang tidak merendahkan martabat mereka sebagai nabi dan
rasul.
Dalam bidang fiqih, orang-orang Melayu meskipun mengklaim berpegang
kepada pemahaman empat Imam Mazhab tapi mereka lebih dominan menganut
pendapat mazhab Syafi’iyah. Mazhab Syafi’iyah menjadi Mazhab dominan yang
dianut oleh orang-orang Melayu. Jika pemikiran aqidah [tauhid] menekankan
rukun iman, maka aspek fiqh menekankan rukun Islam. Diawali dengan ajaran
dua kalimah syahadah, diikuti hukum-hukum sholat, puasa, zakat, dan haji. Tidak
hanya menyangkut ibadah, tapi juga menyentuh aspek munakahat, mu’amalat dan
jinayat.
Selanjutnya dalam bidang tasawuf,orang-orang Melayu lebih condong kepada
tasawuf akhlaki dan amali yang dikenal dengan tasawuf sunni yang menekankan
keseimbangan antara syari’at dan hakikat. Meskipun tidak dinafikan, di dunia
Melayu juga berkembang tasawuf falsafi dengan jumlah pengikut yang terbatas.
Tasawuf sunni yang dikembangkan melalui jalur tarekat74 sangat berkembang di
dunia Melayu yang pengaruhnya bisa dirasakan sampai saat ini meskipun sudah
semakin berkurang pengikutnya.
Ajaran tarekat yang berkembang di dunia Melayu adalah Naqsyabandiyah,
Qadiriyah, Syatariyah, Rifa’iyah, ‘Alawiyah, Syaziliyah. Dari sekian banyak
Tarekat itu. Yang paling berpengaruh adalah Tarekat Naqsyabandiyah. Ajaran
tarekat yang paling banyak berkembang di dunia Melayu adalah Tarekat
Naqsyabandiyah. Pendiri Tarekat Naqsyabandiyah adalah seorang pemuka
tasawuf terkenal yakni, Muhammad bin Muhammad Baha’ al-Din al-Uwaisi al-
Bukhari Naqsyabandi (717 H/1318 M-791 H/1389) yang lahir di Desa Qashrul
Arifah, kurang lebih 4 mil dari Bukhara tempat lahir Imam Bukhari. Ia berasal
dari keluarga dan lingkungan yang baik. Ia mendapat gelar “Syah” yang
menunjukkan posisinya yang penting sebagai seorang pemimpin spiritual. Setelah
ia lahir segera dibawa oleh ayahnya kepada Baba al-Samasi yang menerimanya
dengan gembira. Ia belajar tasawuf kepada Baba al-Samasi ketika berusia 18
tahun. Kemudian ia belajar ilmu tarekat pada seorang Quthb di Nasaf, yaitu Amir
Sayyid Kulal al-Bukhari (w.772/1371). Kulal adalah seorang khalifah Muhammad
Baba al-Samasi. Dari Kulal inilah ia pertama belajar tarekat yang didirikannya.
Selain itu, Naqsyabandi pernah juga belajar pada seorang arif bernama al-
Dikkirani selama sekitar satu tahun. Ia pun pernah bekerja untuk Khalil penguasa
Samarkand, kira-kira selama dua belas tahun. Ketika sang penguasa digulingkan
pada tahun 748/1347 M, ia pergi ke Ziwartun. Di sana ia mengembalakan
binatang ternak selama tujuh tahunan, dan tujuh tahun berikutnya dalam pekerjaan
74
Tarekat mengandung dua pengertian, yaitu pertama, jalan yang bersifat spiritual bagi seorang
salik (pengikut tarekat) yang di dalamnya berisi amalan ibadah dan lainnya yang bertemakan
menyebut nama Allah dan sifat-sifatnya disertai penghayatan yang mendalam. Amalan dalam
tarekat ini ditujukan untuk memperoleh hubungan sedekat mungkin (secara rohaniah) dengan
Tuhan. Kedua, tarekat mengandung arti organisasi yang mempunyai syaikh, upacara ritual dan
bentuk zikir tertentu. Lihat A. Rivay Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2002), h.263, Mustafa Zahri, sebagaimana dikutip Abuddin Nata, Akhlak
Tasawuf, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), h. 270, Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme
dalamm Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h.89
37
perbaikan jalan. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari pendidikan dan pembinaan
mistisnya untuk memperdalam sumber-sumber rasa kasih sayang dan cinta kepada
sesama manusia serta membangkitkan perasaan pengabdian dalam memasuki
lingkungan mistis.75
Mengenai Silsilah Tarekat Naqsyabandiyah mengikuti garis Nabi Muhammad
saw; turun ke Abu Bakar al-Shiddiq, kemudian ke Salman Al-Farisi, lalu ke
Qasim ibn Muhammad ibn Abi Bakar al-Shiddiq, terus ke Ja’ar al-Shadiq
(w.148/765), kemudian ke Abu Yazid Thaifur al-Bisthami (w.260/874), lalu ke
Abu Hasan al-Kharaqani (w.425/1034), terus ke Abu ‘Ali Al-Farmadzi
(w.477/1084), kemudian ke Abu Ya’qub Yusuf al-Hamadani (w.535/1140), lalu
ke ‘Abd al-Khaliq Al-Ghujdawani (w.617/1220), terus ke ‘Arif Al-Riwgari
(w.657/1259), kemudian ke Mahmud Anjir Faghnawi (w.643/1245 atau
670/1272), lalu ke ‘Azizan ‘Ali Al-Ramitani (w.705/1306 atau 721/1321), terus
ke Muhammad Baba Al-Samasi (w.740/1340 atau 755/1354), kemudian ke Amir
Sayyid Kulal Al-Bukhari (w.772/1371), lalu ke Muhammad Baha’ Al-Din
Naqsyaband (717-791/1318-1389)76
Mengenai perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia Menurut
Martin van Bruinessen ada beberapa tokoh yang berperan, yaitu Syekh Yusuf al-
Makassar, ‘Abd al-Ra’uf Singkili dan Ahmad Khatib ibn ‘Abd al-Ghaffar Sambas
yang bermukim dan Mengajar di Makkah pada pertengahan abad kesembilan
belas. Akan tetapi keberadaan tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia telah terjadi
penggabungan dengan unsur tarekat lainnya seperti yang dilakukan Syekh Yusuf
Makassar menggabungkan unsur-unsur Naqsyabandiyah dengan Khalwatiyah.
Atau Qadiriyah dan Naqsyabandiyah oleh Ahmad Khatib ibn ‘Abd al-Ghaffar
Sambas.77
Perkembangan tarekat Naqsyabandiyah di Riau tidak terlepas peran Syekh
Abdul Wahab dari Rokan (Sumatera Tengah) yang menjadikan Madrasah
Babussalam, Langkat Sumatera Utara sebagai pusat pengembangan Tarekat
Naqsyabandiyahnya. Selama hayatnya tercatat ia telah mengembangkan ajaran
tarekatnya sampai Kualuh, Panai, Bilah, Kota Pinang, Kabupaten Labuhan Batu,
Dumai, Bengkalis, Pekanbaru bahkan sampai ke Malaysia.78
B. Amaliyah KeagamaanMasyarakatMelayu
Sejalan dengan I’tiqad Ahlussunah Waljamaah, orang-orang Melayu memiliki
faham keagamaan yang bersifat washatiyah yaitu jalan tengah antara dua kutub
pemahaman yang ekstrem; antara Qadariyah yang terlalu dominan
menggunakan akal pikiran dan Jabariyah yang cenderung fatalistik. Faham Jalan
tengah ini tidak hanya dalam masalah-masalah keagamaan saja tapi juga dalam
masalah-masalah sosial kemasyarakatan lainnya. Sikap ini membuat orang-orang
75
K.A. Nizami, Syekh Hossein Nasir (Ed), Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam; Manifestasi
sebagaimana dikutip Sri Mulyati, et. al, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah
di Indonesia....h. 90
76
Martin van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1996), h.50
77
Sri Mulyati, et. al, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia...... h. 89
78
H.A. Fuad, Syekh Abdul Wahab, Tuan Guru Babussalam, (Medan: Pustaka Babussalam, 1991),
h.24
38
Melayu bisa menerima nilai-nilai baru selagi tidak bertentangan dengan syariat
Islam. Mereka pada prinsipnya berpegang pada perkara-perkara baik di masa lalu
dan mengambil perkara-perkara baru yang lebih baik.79
Dalam berijtihad menetapkan hukum atas suatu perkara, mereka berpegang
pada empat sumber hukum utama, yaitu al-Quran, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas.
Apabila mereka dihadapkan pada masalah-masalah hukum baru, mereka
merujuk terlebih dahulu kepada al-Quran. Kalau tidak menemukannya di dalam
al-Quran, mereka mencarinya di dalam hadits. Jikalau tidak mendapati dalam
keduanya, mereka lalu berijtihad dengan melakukan kesepakatan (Ijma’) atau
mencari timbangan atau padanan atas hukum yang ada pada Nabi Muhammad
saw (Qiyas). Ijtihad atas masalah-masalah hukum baru dalam pandangan
mereka tetap terbuka. Tapi ijtihad tersebut tetap menyandarkan pada pendapat-
pendapat hukum ulama-ulama terdahulu sebagaimana termaktub dalam kitab-
kitab yang mereka tulis; khususnya kitab-kitab ulama-ulama mazhab yang empat.
Amaliyah keagamaan orang-orang Melayu sebagian besar mengacu kepada
pendapat-pendapat ulama-ulama mazhab Syafi’i, seperti menganggap sunat
melafazkan niat dalam pelaksanaan ibadah, meskipun mereka meyakini tempat
niat itu di dalam hati, membasuh sebanyak 3 kali setiap anggota wudhu’,
bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram
membatalkan wudhu’, tidak boleh menyentuh dan membaca al-Quran dalam
keadaan hadats besar, membaca bismilah secara jahar (keras) sebelum membaca
al-Fatihah dalam sholat, berzikir dan berdoa bersama-sama setelah sholat
fardhu, membaca doa qunut dalam sholat subuh, mewajibkan qodho atas sholat
yang tertinggal baik disengaja atau tidak disengaja, azan dua kali dalam
pelaksanaan sholat jumat, berkhutbah dengan menggunakan tongkat, sholat
tarawih sebanyak 20 rakaat secara berjamaah, membayar zakat fitrah dengan
makanan pokok, mewajibkan niat puasa Ramadan setiap malam harinya,
membolehkan badal haji bagi orang yang telah meninggal dunia, menganjurkan
membaca talqin setelah penguburan jenazah, menghadiahkan pahala membaca
istighfar, al-Quran, dan sedekah kepada mayyit akan sampai kepadanya dan bisa
diambil manfaat olehnya, dan lain-lain.
Karateristik amaliyah keagamaan orang-orang Melayu lainnya adalah
menghormati dan menerima adat sebagai sumber hukum tambahan dalam
Islam. Adat dianggap juga memiliki kekuatan hukum yang mengikat selain syariat
[al-‘Adat al-Syari’at al-Muhakkamah]. Tentu saja yang dimaksud adalah adat-
adat yang sejalan dengan prinsip syariat. Sementara adat-adat yang bersalahan
dengan syariat wajib hukumnya untuk ditolak. Inilah yang menjadi alasan orang-
orang Melayu bisa menerima adat sebagai unsur yang menyatu dalam praktek
keagamaan mereka.
79
Cara pandang ini berdasarkan pada kaedah ushul yang menyatakan al-Muhafadzat al-Qadim al-
Sholeh wa al-Akhzu bi al-Jadid al-Ashlah. Suatu prinsip yang tidak membuang tradisi (turats) dan
tidak menolak modernitas sepenuhnya.
39
80
Alo Liliweri, Pengantar Studi Kebudayaan, (Bandung: Nusa Media, 2014), h. 55
81
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1982),h.175-176
82
Ibid., h. 56
42
kadang alam dipandang sejajar dengan manusia, tetapi bisa pula dipandang lebih
tinggi dari manusia.83
Dari ketiga sistem nilai itu, sistem nilai tradisi adalah nilai-nilai yang paling
banyak mewarnai tingkah laku kehidupan sosial masyarakat. Hal ini dikarenakan
karena nilai-nilai tradisi relatif lebih mudah dan lebih dahulu dicerna oleh
anggota masyarakat karena nilai-nilai ini yang lebih awal diperkenalkan dalam
perkembangan hidup bermasyarakat. Perangkat nilai ini bersentuhan dengan
kehidupan mereka sehari-hari. Setelah itu, lahir nilai adat yang sering dianggap
sebagai jembatan untuk menyelaraskan hidup dengan masyarakat. Terakhir nilai
agama sebagai nilai yang paling ideal atau nilai yang suci yang menyelaraskan
hubungan antara manusia dan Tuhan.
Sistem nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat Melayu
tertuang dalam cerita-cerita yang diwariskan secara turun-temurun, tunjuk ajar
yang terdapat dalam pantun, syair, gurindam, pribahasa dan juga kearifan-
kearifan lokal mengenai berbagai hal dalam kehidupan. Nilai dan norma sosial itu
berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan dengan sesama
manusia, dan hubungan manusia dengan alam semesta.
Masih dalam konteks yang sama di dalam tunjuk ajar yang berbentuk syair
dinyatakan:
83
UU. Hamidy, Jagad Melayu dalam Lintasan Budaya di Riau, ........ h. 49-51
43
Saat menuai padi, semua padi harus diambil besar kecilnya, tak boleh meninggalkan
padi karena buahnya kecil, karena padi yang ditinggal akan menangis jika tidak
diambil.
44
Padi yang sudah dituai harus disimpan dengan baik, tak boleh ditaruh begitu saja di
lantai, sebab padi kedinginan dan akan menangis.
Padi tak mau ditaroh sembarangan, karena itu padi lebih baik dibuatkan
tempat/rumah yang kosong (kujuk).
Makan tak boleh jatuh-jatuh nasinya, sebab tuah padi akan marah dan tak mau lagi
kasih rezeki.
Tidak boleh melewati di depan orang yang lagi shalat, sebab itu sama dengan
melintasi api neraka.
Jendela tidak boleh dibiarkan terbuka pada waktu menjelang Maghrib dan setelah
Isya, hantu dan setan masuk ke dalam rumah.
Jangan mulai melangkah dengan kaki kiri.Langkah kaki kiri membuat perjalanan jadi
tidak bagus.
Kutipan kearifan lokal dalam bentuk pantang larang sebelum terkesan ada
sisi irrasionalnya tetapi seperti itulah cara orang-orang mengajar anak dan
kemanakan mereka agar menghindari perbuatan yang kurang terpuji dalam
kaitannya dengan agama.
B. Hubungan dengan Sesama Manusia
Dalam adat Melayu lama, anak-anak orang Melayu terutama sekali anak laki-
laki bungsu kalau sudah berkeluarga, mereka memilih untuk membangun rumah
tangga tidak jauh dari rumah kedua orang tuanya. Adat ini tidaklah
84
Marhalim Zaini, Mengenal Tunjuk Ajar Melayu dalam Pantun, Gurindam dan Syairu, (Jakarta:
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018),
h.26
46
menggambarkan bahwa orang Melayu itu tidak bisa hidup mandiri dan berdikari
tapi dimaksudkan sebagai wujud dari tanda bakti mereka kepada kedua orang
tua karena dengan bertempat tinggal tidak jauh dari rumah orang tua mereka
akan membuat mereka sewaktu-waktu bisa berbuat baik kepada mereka dan
bisa memberikan bantuan dengan segera kalau diperlukan.
Orang tua disini tidak hanya dimaksudkan orang tua biologis saja tapi juga
orang yang telah mengajarkan ilmu pengetahuan dan pengalaman hidup, dalam
hal ini adalah guru. Kepada guru juga adat Melayu mengharuskan untuk
memuliakannya. Hal ini seperti diungkap dalam tunjuk ajar Melayu yang
menyatakan:
Kutipan bait-bait syair tunjuk ajar ini berisi tuntunan agar bersikap baik
terhadap guru; selalu menghormatinya, mendengar tunjuk ajarnya, tidak
berburuk sangka kepadanya, mentaati perintahnya, dan tidak bersikap
menentangnya. Semua ini dimaksudkan agar ilmu yang didapat darinya memberi
manfaat, hidup memperoleh rahmat, hasrat segera tercapai dan ilmu yang
dituntut tidak hilang.
Kemudian dalam kaitannya dengan hubungan persahabatan, orang-orang
Melayu menekankan agar selalu dijaga dan tidak merusaknya. Hal ini
sebagaimana tergambar dalam beberapa pribahasa Melayu berikut ini:
47
Punya teman seribu orang masih kurang, punya satu musuh sudah terlalu
banyak.Menuhuk kawan seiring, menggunting dalam lipatan
Cerdik tak membuang kawan, gemuk tak membuang lemak.
Dalam hal menjaga hutan dan lahan, tunjuk ajar Melayu mengajarkan:
Tebang tidak merusakkan
Tebang tidak membinasakan
Tebang tidak menghabiskan
Tebang menutup aib malu
Tebang membuat rumah tangga
Membuat balai dengan istana
Membuat madrasah dengan alatnya
Dalam pemanfaatan alam, adat istiadat Melayu sangat tegas dan jelas
menata ruang. Pembagian ruang menurut orang Melayu:
1) Tanah Kampung, yaitu berarti tempat rumah tegak berjajar, tempat
masyarakat dan membuat perkampungan dan negerinya. Ungkapan adat
mengatakan :
Yang disebut tanah kampung
Tempat koto didirikan
Tempat rumah ditegakkan
Rumah besar berumah kecil
Rumah berpagar puding-puding
85
Husni Thamrin, Revitalisasi Kearifan Lokal Melayu dalam Menjaga Harmonisasi Lingkungan
Hidup, Jurnal Toleransi, Vol. 6, No.1 Edisi Januari-Juni 2014
49
2) Tanah Dusun, yaitu tanah yang diperuntukkan bagi kebun tanaman keras,
yang nantinya dicadangkan pula untuk perluasan atau penambahan area
perkampungan. Ungkapan adat mengatakan :
50
86
Ibid.
52
KEHIDUPAN suatu masyarakat tidak bisa dilepaskan dari nilai dan norma
sosial yang melingkupinya. Ia biasanya tumbuh dan mengakar dalam masyarakat
dan diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi
berikutnya.Nilai dan norma sosial ini akan melahirkan apa yang disebut dengan
pandangan hidup yang menjadi acuan dan prinsip masyarakat dalam bersikap
dan berprilaku.
Pandangan hidup dimaknai sebagai konsep yang dimiliki seseorang atau
golongan masyarakat yang bermaksud menanggapi atau menerangkan suatu
masalah tertentu. Pandangan hidup mengandung nilai-nilai yang dianut dan
dipilih secara selektif oleh suatu masyarakat. Ia menjadi pedoman dan cita-cita
baik bagi perorangan, kelompok masyarakat dan bangsa yang diyakini
kebenarannya dan menimbulkan tekad yang kuat untuk mewujudkannya. 87
Habib Mustofa, sebagaimana dikutip Sarinah, membagi pandangan hidup
dalam tiga kategori, yaitu: (1) Pandangan hidup yang berasal dari norma-norma
agama, yang dinyatakan sebagai dogma, berisi perintah atau keharusan dan
larangan bagi segenap penganut agama yang bersangkutan; (2) Pandang hidup
87
Sarinah, Ilmu Sosial Budaya Dasar, (Di Perguruan Tinggi), (Yogyakarta: Deepublish, 2019), h.16
53
88
Ibid., h. 17
89
Ibid., h.15
90
Baso Madiong, Zainudin Mustafa, Andi Gunawan Ratu Chakti, Pendidikan Kewarganegaraan,
Civic Education, h.86
54
tolonglah dengan tenaga. Jika tak dapat juga menolong dengan tenaga,
bantulah dengan pikiran.
8. Bahasa adalah lambang budi pekerti. Bahasa harus memperlihatkan
yang batin. Itulah sebabnya Raja Ali Haji sampai membuat gurindam, jika
hendak melihat orang yang berbangsa lihat kepada budi bahasa.
9. Keseimbangan lahir dan batin merupakan tajuk mahkota kehidupan.
Inilah hidup yang bernilai. Sebab berguna pada yang fana (dunia) dan
bermakna di alam yang baqa (akhirat). Jika yang zahir buruk
(penampilan fisik tak baik) imbangilah dengan batin (budi pekerti) yang
baik. Jika yang batin jauh lebih baik dari yang zahir, itulah manusia yang
mulia. Sebab yang batin itu lambang abadi, sebagaimana di akhirat akan
terbukti.
10. Kekuasaan, hendaklah terbagi atas beberapa teraju kehidupan; beraja di
hati dan bersultan di mata hanya akan mendatangkan malapetaka.
Itulah sebabnya kekuasaan raja-raja Melayu terbagi atas beberapa
kendali. Yang Dipertuan Besar dengan gelar Sultan adalah simbol
kerajaan sebagai pucuk pimpinan. Yang Dipertuan Muda dengan gelar
Raja adalah pelaksana amanah kerajaan. Sedangkan Qodi Kerajaan atau
Mufti yang memegang teraju mahkamah akan memberikan panduan
syariat, undang dan adat agar terpelihara keadilan dan kebenaran.
11. Perselisihan sedapat mungkin dihindarkan karena perselisihan pertama-
tama bukan hanya mengganggu ketentraman tetapi akhirnya akan
menjatuhkan martabat dan mendatangkan bencana.
12. Hidup dan waktu tidak dihubungkan dengan baik; hidup memang
berharga tetapi waktu sering diabaikan. Pengertian waktu hanya
merujuk kepada waktu sembahyang, tidak dilengkapi waktu untuk
bekerja. Padahal waktu dengan syariat (ibadah) hendaklah sejalan
dengan waktu dalam bekerja (beramal). Akibatnya waktu hanya dinilai
dari sudut ukhrawi, kurang bernilai dari sudut dunia. Sehingga nilai
ekonomi waktu menjadi rendah.
13. Menonjolkan diri dipandang sebagai akhlak yang tidak baik.
menonjolkan diri dipandang ada hubungan dengan kesombongan.
Akibatnya jika ada peluang, jarang orang Melayu yang mau
menampilkan dirinya meskipun sesungguhnya dia mampu. Ini ada
hubungannya dengan tanggung jawab dan sikap rendah hati yang
dipandang baik. Dia khawatir, jangan-jangan ada orang lain yang lebih
mampu darinya. Karena itu kata sepakatlah yang lebih disukai untuk
menunjuk seseorang, bukan permintaan diri sendiri.
14. Hukum yang terkandung dalam adat dan undang-undang yang dibuat
oleh kerajaan (negara) jangan dipermainkan. Sebab, bila hukum tidak
berada dalam pertimbangan yang adil dan hati nurani yang benar
niscaya merusak kehidupan masyarakat. Hukum yang digunakan untuk
menakut-nakuti orang disebut hukum beruk besar di hutan. Hukum
55
Jati Diri orang Melayu secara implisit diungkap oleh Tenas Effendy dalam
bukunya Tunjuk Ajar Melayuyang merinci ada 29 sifat-sifat orang Melayu 93, yaitu:
Tunjuk ajar Melayu ini menggambarkan sifat orang Melayu yang selalu
berbakti dan berkhidmat kepada kedua orang tua. Ketaataan kepadanya
dilakukan dengan sepenuh hati dan sampai mereka meninggal dunia. Tunjuk
ajar dan nasehatnya selalu didengar dan dipatuhi. Kemudian tidak
mendurhaka kepada keduanya karena perbuatan tersebut diyakini akan
berdampak buruk bagi mereka baik di dunia maupun di akhirat.
Orang Melayu sangat menghormati kedua orang tua. Orang tua dianggap
sebagai sumber kebajikan dan keberkatan dalam kehidupan mereka. Sedapat
mungkin mereka berupaya untuk selalu berbuat baik kepada keduanya dan
menyenangkan hati (perasaan) mereka serta sangat takut untuk bersikap
durhaka terhadap mereka. Seorang anak yang durhaka kepada orang tua akan
dipandang miring (buruk) oleh masyarakat Melayu.Banyak cerita-cerita
legenda dalam masyarakat Melayu yang mengisahkan akibat buruk yang akan
diterima bagi seorang anak yang durhaka kepada orang tua, seperti Kisah
Malin Kundang, Si Tanggang, Dedap Durhaka dan lain-lain. Cerita-cerita
legenda ini menyiratkan pesan yang berharga bagi orang-orang Melayu agar
mereka jangan sampai lupa daratan dalam kehidupan sehingga mereka tidak
lagi mengenang atau tidak menghargai jasa dan perngorbanan orang tua atas
diri mereka.
Ada satu tradisi pada sebagian masyarakat Melayu, yaitu anak yang sudah
berumah tangga selalu berpikir untuk membangun rumah baru mereka tidak
jauh dari rumah orang tua mereka. Hal ini dilakukan dengan maksud agar
mereka bisa dekat dengan orang tua mereka dan sewaktu-waktu bisa
merawat dan menjaga orang tua mereka kalau sudah memasuki usia
senja.Ketaatan orang Melayu kepada orang tua ini membuat mereka akan
selalu mengorbankan apa saja yang dimilikinya untuk kepentingan orang tua
mereka. Mereka akan sangat menyesal bila mereka tidak bisa membalas jasa
dan budi baik yang telah diberikan orang tua mereka kepada mereka.
Ketaatan kepada orang tua ini tidak hanya dimaksudkan kedua ibu bapak
saja tapi“orang tua” bisa juga diartikan orang tua pada umumnya meskipun
tidak ada hubungan darah sekalipun. Dalam pergaulan sehari-hari, orang
58
Tunjuk ajar Melayudi atas mendorong orang Melayu agar selalu taat setia
kepada para pemimpin mereka, memegang teguh tunjuk ajarnya, bersikap
sopan, tidak berbuat menyalah dan menentangnya. Ketaatan kepada
pemimpin menjadi sumber kebaikan atas rakyat. Sebaliknya kedurhakaan
kepadanya akan mendatangkan mudharat.
59
Para pemimpin memikul amanah dan tanggung yang sangat berat untuk
mengurus rakyatnya. Mereka adalah orang-orang yang dituakan, didahulukan
selangkah, ditinggikan seranting, dikemukakan orang banyak. Oleh karena itu,
ketaatan kepada mereka harus ditunjukkan, tidak boleh membuat malu
pemimpin di hadapan khalayak. Jikalau mereka didapati melakukan perbuatan
yang menyalah, maka dibolehkan untuk menyampaikan nasehat kepadanya
tapi tidak merendahkan harkat dan martabatnya. Hal ini sebagaimana
dikatakan dalam pepatah Melayu:
disalahkan. Tidak ada pilih kasih dalam mengadili. Sikap ini tercermin dalam
perkataan para tetua dahulu lainnya:
Tunjuk ajar Melayudi atas menggambarkan jati diri orang Melayu yang
selalu tekun dan sepenuh hati dalam belajar dan menuntut ilmu. Ilmu dalam
pandangan orang Melayu dianggap sebagai jalan untuk mendapatkan
62
Tunjuk ajar Melayudi atas menjelaskan jati diri orang Melayu yang selalu
bersikap mandiri dalam hidupnya. Mereka percaya dengan kemampuan dan
kekuatan yang dimilikinya. Kesulitan dan kesusahan hidup di atas dunia tidak
membuat mereka menyerah dan berputus asa. Mereka selalu penuh
semangat dan kerja keras dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Orang Melayu berpantang mengantungkan hidup mereka kepada orang
lain. Mereka sanggup tegak di kaki sendiri untuk mencari nafkah.
Menggantungkan hidup kepada orang lain dipandang sebagai sifat yang
66
dilunasi, selama itu pula mereka akan terbebani secara moral dan sepertinya
mereka tak sanggup bertemu dengan orang yang memberikan piutang
kepada mereka.
12. Pemalu
Sifat malu menjadi pakaian batin sehari-hari orang Melayu. Sifat ini
menjadi penghalang bagi mereka untuk melakukan perbuatan yang tercela
yang akan merusak nama baik dan marwah mereka. Sifat ini sebagaimana
tergambar dalam tunjuk ajar berikut ini:
Tunjuk ajar Melayu ini menjelaskan bahwa sifat malu itu berkaitan
dengan kebiasaan-kebiasaan yang buruk, perbuatan tidak senonoh,
pelanggaran terhadap syara’ dan adat, pemutusan hubungan keluarga
(pertalian darah), merusak nama baik orang dan membuka aib (keburukan)
orang lain, berbuat aniaya dan mengkhianati amanah.
Sifat malu inilah yang membuat orang Melayu selalu hati-hati dalam
bersikap dan bertindak dalam keseharian mereka. Telancang dalam berkata-
kata, telajak dalam berbuat mengakibatkan mereka akan dinilai buruk oleh
orang-orang lain. Penilaian yang buruk akan membuat mereka kehilangan
kepercayaan dari orang lain.
70
13. Pengasih
Sifat pengasih menjadi ciri orang Melayu. Kasih sayang ditunjukan
terhadap ahli keluarga, jiran dan tetangga, teman dan masyarakat pada
umumnya. Kasih sayang itu diwujudkan dalam bentuk penuh
perhatian,kepedulian, mau hidup berbagi dan suka menolong. Sifat pengasih
ini sebagaimana diungkap dalam tunjuk ajar Melayu berikut ini:
Wahai Ananda Intan dikarang
Hiduplah engkau berkasih sayang
Janganlah suka memusuhi orang
Sifat yang buruk hendaklah buang
Wahai ananda dengar madah
Berkasih sayang besarlah faedah
Dalam bergaul engkau merendah
Supaya aibmu tidak terdedah
Tunjuk ajar Melayu ini menyiratkan pesan agar orang Melayu menjalani
kehidupan mereka dengan saling berkasih sayang, tidak saling bermusuhan
antara satu sama lain. Suka bermusuhan adalah sifat yang buruk karena itu
harus ditinggalkan. Hidup berkasih sayang sangat besar sekali manfaatnya, di
antaranya akan terjalin hubungan mesra di antara sesama manusia,
mengokohkan persaudaraan dan menguatkan persatuan dan kesatuan.
Sebaliknya sikap permusuhan akan meretakkan hubungan sesama manusia,
menciptakan pertikaian dan sengketa dan mengundang bencana atas
kehidupan manusia.
Tunjuk ajar Melayu ini menyiratkan pesan agar orang Melayu selalu
berunding sebelum berbuat dan tidak meninggalkan mufakat. Perundingan
dan mufakat akan mendatangkan kebaikan dan manfaat bagi kehidupan
manusia. Selain itu, musyawarah dan mufakat dijadikan acuan dan landasan
agar rasa kebersamaan, saling hormat-menghormati, saling isimengisi, saling
72
16. Berani
Jati diri orang Melayu selanjutnya adalah pemberani, gigih dan pantang
menyerah, tidak gentar menghadapi cabaran, tangguh menghadapi musuh,
tahan menghadapi cobaan, berani menghadapi mati dan rela berkorban
untuk membela kepentingan agama, masyarakat, bangsa dan negaranya,
serta bertanggung jawab atas perbuatannya. Hal ini sebagaimana
dikemukakan dalam tunjuk ajar Melayu berikut ini:
94
Al-Azhar, Nilai-Nilai Asas Jati Diri Melayu sebagai Perekat Persatuan dan Kesatuan Bangsa
(Ceramah Arif Budiman 11), 14 Februari 2015.
73
Tunjuk ajar Melayu ini melukiskan jiwa patriot orang Melayu dalam
berbuat, berjuang, membela kebenaran (keadilan), dan mempertahankan
negeri. Karakter ini juga sebagaimana tersirat dalam pepatahMelayu lainnya:
Esa hilang dua terbilang, pantang Melayu berbalik belakang
Sekali masuk gelanggang, kalau tak berjaya nama yang pulang.
Mereka pantang menyerah (tangguh), tidak merasa lemah terhadap
sesuatu yang terjadi dan menimpanya. Keberanian orang Melayu ini sampai-
sampai membuat mereka sanggup menghadapi kematian. Kematian dalam
membela agama, menegakkan keadilan, menebus malu, membela negeri,
dipandang sebagai kematian yang mulia dan terhormat. Sebaliknya sifat
pecundang atau pengkhianat dianggap sebagai sifat yang buruk, tercela dan
dikecam dalam masyarakat Melayu.
17. Jujur
Kejujuran menjadi ciri khas orang Melayu. Jikalau berkata, selalu lurus
dan jikalau bercakap, selalu benar, sesuai kulit dengan isi, sesuai cakap
dengan buat, sesuai janji dengan bukti, sesuai akad dengan buat, sesuai
sumpah dengan karenahnya, dan seterusnya. Sifat ini sebagaimana tersirat
dalam tunjuk ajar Melayu berikut ini:
Tunjuk ajar Melayu ini mendeskripsikan tipikal orang Melayu yang jujur
dalam kepribadian mereka. Kejujuran tersebut tercermin dalam kelurusan
sikap dan kesesuaian antara ilmu dan amal mereka, antara laku dan buat
mereka, antara cakap dan perangai mereka, antara mulut dan hati mereka.
Kejujuran orangMelayu tidak berbelah bagi dan sampai ke mati.
Orang Melayu memandang kejujuran adalah penampilan harga diri yang
utama. Mereka selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dalam prilaku
keseharian mereka. Prinsip mereka tidak mudah goyah dan tidak akan mau
menebus kejujuran dengan materi karena hal itu akan merendahkan harkat
dan martabat mereka di hadapan banyak orang. Ketika harkat dan martabat
mereka jatuh, mereka akan merasa malu dan kehilangan muka di hadapan
orang ramai.
Kejujuran orang Melayu itu tercermin dalam perkataan, sikap dan
perbuatan mereka. Perkataan mereka selalu benar alias tidak bohong (palsu).
Antara kata dan laku selalu sejalan alias tidak bertolak belakang. Sikap
mereka selalu berpihak kepada yang hak dan menolak yang batil. Yang hak
akan dibela mati-matian dan yang batil akan ditolak habis-habisan. Mereka
tidak memegang prinsip hidup yang selalu berusaha mencari aman (selamat)
demi mengejar kesenangan pribadi semata-mata sementara orang lain
menjadi teraniaya. OrangMelayu selalu menepati janji mereka. Selagi janji itu
belum terpenuhi, selagi itu pula ia akan menjadi beban moral bagi mereka.
Apabila diberi amanah, mereka tidak akan mengkhianatinya. Mereka selalu
memegang perinsip, sekali saja mengkhianati orang, seumur hidup orang
akan tetap ingat dan orang tidak akan memberikan kepercayaan untuk yang
kedua kalinya.
Orang Melayu sangat mengecam prilaku munafik karena prilaku itu akan
menodai arti dan makna kejujuran yang selalu dijunjung tinggi. Ada sejumlah
ungkapan dalam pribahasa Melayu yang menggambarkan kecaman terhadap
kemunafikan, diantaranya:
Selain jujur, orang Melayu selalu bertanggung jawab atas perkataan dan
perbuatan mereka. Cakap mereka bisa dipegang, perkataan mereka selalu
terbukti, harapan orang selalu berusaha untuk dipenuhi. Orang Melayu selalu
memegang amanah, siap menanggung akibat (resiko) atas perbuatannya dan
tidak mau melarikan diri dari masalah. Hal ini seperti tergambar dalam
ungkapan orang-orang tua, yaitu “tangan mencincang, bahu memikul” artinya
kalau sudah berbuat, siap dengan konsekuensinya. Orang Melayu tidak suka
melemparkan tanggung jawab kepada orang lain atas perbuatan yang
dilakukannya. Karena perbuatan tersebut dipandang miring seeperti
tergambar dalam peribahasa Melayu,’lempar batu, sembunyi tangan”. Dia
yang berbuat orang lain yang menanggung akibatnya. Orang Melayu sangat
menolak sikap dan prilaku yang mengabaikan tanggung jawab karena sikap
dan perbuatan tersebut akan merugikan orang lain,”orang yang makan
nangka, awak yang kena getahnya”.
Kejujuran dan tanggung jawab sebagai jatidiri orang Melayu ini
berkaitan erat dengan kepercayaan orang lain terhadap mereka. Kebohongan
dan khianat akan membuat mereka tidak dipercayai untuk selamanya.
Akibatnya keberadaan mereka akan sulit diterima lagi dalam relasi sosial
orang-orang Melayu. Karena itu, orang Melayu tahan bersusah payah dalam
hidup mereka demi menegakkan kejujuran dan tanggung jawab.
Tunjuk ajar Melayu ini menjelaskan sifat orang Melayuyang tidak suka
kepada perbuatan ataupun tindakan yang terlalu berlebih-lebihan, tidak
rakus terhadap harta, tidak serakah kepada pangkat dan kedudukan, tidak iri
dan dengki kepada kelebihan dan kekayaan orang lain, tidak mabuk dunia
dan lupa diri, tidak menghalalkan segala cara untuk merebut kekuasaan, dan
sebagainya.
Sifat ini juga tergambar dalam perkataan orang-orang tua dahulu:
Tahu mengukur bayang-bayang sepanjang badan
Adat hidup berpada-pada,
Mencari harta berhingga-hingga,
Mengejar pangkat berkira-kira,
Mensyukuri nikmat berlapang dada.
Sikap berlebih-lebihan dalam kehidupan merupakan sikap yang tidak
terpuji karena lebih mengarah pada sikap dan perbuatan serta perilaku
serakah. Serakah merupakan suatu sikap tidak puas dengan yang menjadi
hak atau miliknya, sehingga berupaya meraih yang bukan haknya. Sikap
serakah dapat mendorong orang mencari harta sebanyak-banyaknya dan
jabatan setinggi-tingginya, tanpa menghiraukan cara halal atau haram.
Keserakahan juga dapat membuat seseorang bersikap kikir dan tidak peduli
akan nasib orang lain. Sikap serakah juga selalu dikaitkan dengan sikap
tamak, tidak pernah merasa puas dengan hasil yang sudah didapatkan. Sikap
tamak mengarah seseorang pula pada hubb al-dunia atau terlalu cinta dan
senang terhadap hal-hal keduniaan dan tujuan utama bagi dirinya adalah
kebutuhandan terpenuhinya nafsu syahwat. Ini semua merupakan penyakit
hati yang harus dihindarkan dan dijauhi.
21. Perajuk
Ciri khas orang Melayu selanjutnya perajuk. Perajuk di sini mengandung
dua konotasi; bisa positif dan bisa pula negatif. Merajuk yang berkonotasi
positif artinyasifat inidimaknai memilih untuk mendiamkan dan
meninggalkan suatu masalah yang ada dihadapannya. Sikap itu diambil
supaya tidak terjadi perselisihan dan pertarungan fisik. Merajuk dalam
pengertian inimenjadi semacam teknik menahan diri agar pertikaian tidak
terjadi. Mencari kemenangan sepihak dalam berselisih dianggap tidak baik.
Ungkapan Melayu mengatakan “menang jadi abu kalah jadi arang”.Dan
merajuk mengandung kontasi negatif artinya sifat ini merupakan cerminan
dari sifat lemah semangat, rendah diri, berpikiran sempit, pemalu, cepat putus
asa, dan tidak memiliki keberanian serta harga diri.
Tentang sifat perajuk yang seperti ini sebaiknya dihindarkan
sebagaimana diungkap dalam tunjuk ajar Melayu berikut ini:
Apa tanda Melayu jati,
Dari pada merajuk eloklah mati,
Apa tanda Melayu jati,
Sifat perajuk ia jauhi,
Apa tanda Melayu budiman,
Sifat merajuk ia haramkan.
Apa tanda Melayu budiman,
Dari pada merajuk biar tak makan,
Apa tanda Melayu beriman,
Dari pada merajuk biar terhumban
Berdasarkan tunjuk ajar Melayu di atas, sifat perajuk sebaiknya dihindari
karena lebih banyak mudharatnya, di antaranya akan membuat seseorang
tersingkir dari kehidupan masyarakat. Ada ungkapan lainnya yang
mengatakan “orang perajuk mati jauh”. Namun dibalik sifat yang suka
menghindar dan merajuk, orang Melayu juga punya sifat yang tegas yang
disebut aruk dan amuk. Kedua sifat ini akan muncul ketika harga diri orang
Melayu direndahkan, ketika adat dan agamanya dilecehkan. Orang Melayu
siap mempertaruhkan nyawanya demi membela kehormatannya, menjaga
tuah dan marwah adat lembaga serta agama. “Biarlah mati anak dari pada
mati adat”. Dalam ungkapan adat lainnya dinyatakan:
Walaupun Melayu suka berdamai
Hidup rukun beramai-ramai
Tetapi jangan ia digulai
Membunuh orang pun Melayu pandai
Tahu diri merupakan sifat bijaksana yang melekat pada diri orang
Melayu pada umumnya. Tahu diri ini terkait dengan asal usul, tujuan hidup,
martabat, kedudukan, peraturan, adat istiadat, kebiasaan, kelebihan dan
kekurangan, dan sebagainya. Terhadap semua itu, orang Melayu pandai
menempatkan diri mereka. Hal ini sebagaimana tergambar dalam tunjuk ajar
Melayu berikut ini:
Tunjuk ajar Melayu ini menyiratkan sifat tahu diri orang Melayuyang
berawal darikesadaran sepenuhnya akan hakikat hidup dan kehidupan di
dunia dan di akhirat. Kemudian tahu siapa diri mereka, tahu dari mana asal
mereka, tahu untuk apa hidup di dunia dan kemana akhir hidup mereka,tahu
alur dengan patutnya, tahu membawa diri mereka di dalam pergaulan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, tahu memahami hak dan
kewajibanmereka, tahu menjalankan tugas yang dibebankan kepada mereka
dan sebagainya.
Sifat tahu diri ini menunjukkan kearifan orang Melayudalam bersikap
dan berprilaku dalam interaksi sosial mereka. Kearifan ini membuat mereka
disegani dan dihormati. Orang-orang Melayu menganggap buruk sikap yang
tak tahu diri karena sikap itu akan merendahkan harkat dan martabat
manusia sebagai orang yang beradab.
23. Terbuka
Orang Melayu memiliki sifat terbuka kepada semua pihak yang datang
ke daerahnya, mereka menyambutnya dengan “muka yang jernih” dan “hati
81
Tunjuk ajar Melayu ini menggambarrkan sifat orang Melayu yang suka
berlapang dada dalam menyikapi kesalahan dan kekhilafan orang lain
terhadap mereka. Mereka dengan mudah melupakannya dan memaklumi
kesusahan orang lain serta menjauhi sifat dendam kesumat. Orang-orang
tua menyatakan:
Apabila hidup dendam mendendam, ke darat sesat ke laut karam.
Apabila hidup berdendam kesumat, kemana pergi takkan selamat”.
Selain itu pula, orang Melayu senang meringankan beban dan
penderitaan orang lain. Tangannya selalu terbuka untuk menolong orang.Tak
pedulikehidupan mereka yang tengah dihimpit kesusahan. Kalau mengetahui
saudara atau teman mereka berada dalam kesulitan, mereka dengan segera
akan ikut mengatasinya, cepat kakidan ringan tangan mereka.
25. Amanah
Sifat orang Melayulainnya adalah amanah. Amanah artinya bisa
dipercaya dan bertanggung jawab. Sifat amanah ini berkaitan dengan urusan
agama, hukum, sumpah, janji, kewajiban (tugas) dan lain-lain. Sifat mulia ini
sebagaimana tertuang dalam tunjuk ajar Melayu berikut ini:
Tunjuk ajar Melayu ini menggambarkan sifat orang Melayu yang selalu
setia memegang amanah, kokoh menjunjung sumpah, teguh memegang janji,
tekun menjalankan tugas dan kewajiban, patuh menjalankan hukum dan
undang-undang, taat menjalankan agama. Apabila mereka diberikan tugas
dan tanggung jawab, mereka tidak akan mengkhianatinya.Berkhianat
dianggap perbuatan tercela.
Selain itu, sedemikian teguhnya dalam membela amanah, orang Melayu
bahkan sanggup mengorbankan harta dan nyawanya. Hal itu dilakukan demi
menjaga kepercayaan orang lain atas mereka. Dalam bahasa tunjuk ajar
sebelumnya dikatakan, “Karena amanah berani mati, Membela amanah berputih
tulang, Amanah melekat sampai ke tulang”.
Tunjuk ajar Melayu ini menggambarkan bahwa orang Melayu tidak suka
menyianyiakan waktu. Menyia-nyiakan waktu akan membuat mereka binasa
dan merugi di kemudian hari. Orang yang pada masa mudanya banyak
membuang-buang waktu, maka masa tuanya akan menyesal dan menderita.
Sementara penyesalan di kemudian hari dianggap tiada berguna.
Menghargai waktu artinya menggunakan waktu yang dimiliki untuk
melakukan hal-hal yang bermanfaat baik untuk diri sendiri maupun untuk
orang lain. Orang Melayu, dalam pengertian lain, bisa mengelola waktu
dengan sebaik-baiknya; ada waktunya mereka untuk berkerja atau berusaha,
ada waktunya mereka beribadah, ada waktunya mereka bermain dan
bersenang-senang, ada waktunya mereka berkumpul dengan keluarga, ada
waktunya mereka belajar dan ada waktunya mereka melakukan hal-hal yang
berguna lainnya. Pemanfaatan waktu dengan baik dan tepat inilah menjadi
langkah awal untuk memperoleh kesuksesan di masa depan.
Sifat kesederhanaan ini juga berpangkal dari sifat tahu diri dan sadar diri.
Orang Melayu sadar bahwa hidup di dunia ini hanya sementara, segala isi
dunia adalah milik Tuhan, hidup yang berlebihan tidak akan membuat hidup
bahagia, dan hidup bahagia bukan pada harta, tetapi tertanam dalam hati.
Pandangan hidup seperti itulah menyebabkan orang Melayu tenang, tidak
tergesa-gesa, tidak tamak, tidak serakah, serta tidak berlomba-lomba mencari
harta dan kedudukan.
Ungkapan adat menyatakan:
Jangan banyak pikir-memikir
Takdir tak dapat dimungkir
Nasib nak miskin tentulah fakir
Bolehlah tadbir menyalahi takdir
Rezeki secupak sudah terbentang
Ke mana dikejar tak dapat digantang
Nasib berhutang mesti berhutang
Janji nak malang, malanglah datang
88
96
Johanes Mardimin. Jangan Tangisi Tradisi . (Yogyakarta: Kanisius, 1994), h. 12
97
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar . (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), h. 181
89
98
Zainal Kling, “Adat Melayu.” di dalam Abdul Latiff Abu Bakar dan Hanipah Hussin (ed.),
2004. KepimpinanAdat Perkawinan Melayu Melaka. Melaka: Institut Seni Malaysia Melaka.
99
Hari Poerwanto, Kebudayaan dan Lingkungan dalam Persfektif Antropologi, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010), H.80
100
Endang Komara, Teori Sosiologi Antropologi, (Bandung: Refika Aditama, 2019) h.101 lihat juga
Harsojo, Pengantar Antropologi, (Bandung: Binacipta, 1984), h.92
90
beragama”101
Ungkapan adat Melayu yang menyatakan “biar mati anak, jangan mati
adat” mencerminkan betapa pentingnya eksistensi adat dalam kehidupan
masyarakat Melayu. Dalam konsep etnosains Melayu, dikatakan bahwa “mati
anak duka sekampung, mati adat duka senegeri”, yang menegaskan keutamaan
adat yang menjadi anutan seluruh lapisan masyarakat dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dari sisi lain, makna ungkapan
adat “biar mati anak jangan mati adat” mengandung makna bahwa adat (hukum
adat) wajib ditegakkan, walaupun harus mengorbankan keluarga sendiri.
Maknanya adalah adat merupakan aspek mendasar dalam menjaga harmoni dan
konsistensi internal budaya, yang menjaga keberlangsungan struktur sosial dan
kesinambungan kebudayaan secara umum. Jika adat mati maka mati pula
peradaban masyarakat pendukung adat tersebut.
B. Fungsi dan Bentuk Adat Istiadat Melayu
103
Simanjutak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Fajar Interpratama Mandiri, 2017), h.160
94
dengan sistem itu adalah suatu jaringan relasi tersebut. 104Sistem sosial juga
dimaknai sebagai suatu sistem kemasyarakatan sebagai wadah kehidupan
bersama manusia yang berproses dapat berdiri atas beberapa subsistem, yaitu
subsistem politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum dan lain
sebagainya.Berdasarkan pengertian ini, sistem sosial dipahami sebagai suatu
totalitas dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berhubungan, saling
mempengaruhi, yang berada dalam suatu kesatuan.Yang dimaksud dengan
bagian-bagian atau unsur-unsur itu ialah unsur-unsur dari kehidupan sosial yang
lazimnya disebut masyarakat.
Kehidupan sosial adalah kehidupan bersama manusia atau kesatuan
manusia yang hidup bersama di dalam pergaulan sehingga kehidupan sosial itu
ditandai oleh adanya manusia yang hidup bersama, manusia tersebut bergaul
dan hidup bersama dalam waktu lama, dan adanya kesadaran bahwa mereka
merupakan kesatuan, dan akhirnya menjadi sistem kehidupan bersama (sistem
sosial).105
Berdasarkan penjelasan sebelumnya dipahami bahwa sistem
kemasyarakatan adalahjaringan terpola dari hubungan yang membentuk
keseluruhan yang koheren, yang ada antara individu, kelompok, dan institusi.Ia
adalah struktur formal dari peran dan status yang dapat terbentuk dalam
kelompok kecil yang stabil. Seorang individu dapat menjadi bagian dari banyak
sistem sosial secara bersamaan, contohnya sistem sosial meliputi unit keluarga
inti, komunitas, kota, negara, kampus perguruan tinggi, korporasi, dan industri.
Organisasi dan definisi kelompok dalam sistem sosial bergantung pada berbagai
karakteristik bersama, seperti lokasi, status sosial ekonomi, ras, agama, fungsi
sosial, atau fitur lain yang berbeda.
tersebut menganut agama Islam, maka sistem kekeluargaan Melayu itu banyak
dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan Islam.
Masyarakat Melayu hidup berkelompok-kelompok berdasarkan hubungan
kekerabatan. Dengan demikian, terdapat sistem sosial yang berdasarkan asas
kekeluargan sehingga apabila terjadi suatu pekerjaan besar, seperti helat, pesta
dan keramaian, maka masyarakat akan melakukannya dengan suka rela tanpa ada
gaji atau upah. Masyarakat Melayu bergotong royong bersama-sama dalam
menghadapi pekerjaan-pekerjaan sosial kemasyarakatan.
Kedudukan ayah dalam kehidupan keluarga menempati posisi yang paling
tinggi. Ia merupakan kepala keluarga yang bertanggung jawab untuk
kelangsungan hidup berkeluarga. Ayah merupakan sumber kehidupan keluarga
karena ayah mempunyai tugas dan kewajiban untuk memberikan nafkah dan
keperluan pendidikan serta melindungi anak-anak. Atas dasar ini, ayah sering
disebut sebagai “tulang punggung” keluarga.Sedangkan ibu adalah tumpuan
segala-galanya dalam sebuah keluarga. Tentang perasaan seorang ibu dalam
keluarganya, adat Melayu merunjuk kepada sabda Rasulullah Saw yang artinya
“surga di bawah telapak kaki ibu”.Peranan seorang ibu dalam membentuk pribadi
anak sangat dominan mulai dari kandungan sampai dewasa.Ibu tidak lalai dengan
tugas-tugasnya, yaitu mengasuh anak-anak, menyediakan segala kebutuhan
mereka, dan mendidik anak-anak.
Sistem kekeluargaan Melayu memiliki aturan dalam hal tutur sapa ketika
berinteraksi dengan kerabat terdekat. Ada sejumlah sapaan atau panggilan akrab
yang ditujukan kepada anggota keluarga sesuai dengan kedudukan mereka.
Sapaan atau panggilan akrab dimaksudkan sebagai bentuk penghormatan,
lambang tradisi, tanda kasih sayang dan pembeda antara sanak saudara serta
kepentingan lainnya.
Dalam keluarga kecil yang mempunyai anak satu sampai tiga orang pak
saudara atau mak saudara, panggilan keluargacuma ada“pak unggal” dan “mak
unggal” atau “pak cik”dan “mak cik”. Dalam keluarga menengah yang
mempunyai anak tiga sampai lima orang pak saudaranya terdiri dari:
1. Pak long106 dan mak long
2. Pak andak dan mak andak
3. Pak ngah107 dan mak ngah
4. Pak cik dan mak cik
5. Pak usu108 dan mak usu
Dalam keluarga besar yang mempunyai anak lima sampai sepuluh orang pak
saudara atau mak saudara terdiri dari:
1. Pak long dan mak long
2. Pak anjang dan mak anjang
3. Pak andak dan mak andak
4. Pak ngah dan mak ngah
106
Panggilan terhadap anak sulung
107
Panggilan terhadap anak tengah
108
Panggilan anak yang paling kecil atau bungsu.
96
Selain sapaan dalam lingkup keluarga di atas, ada juga sapaan lainnya dalam
interaksi sosial masyarakat Melayu, yaitu “Atan”, “Awing/Awang”, “Ajak”,
“Amad”, yang ditujukan untuk anak atau orang lelaki secara umum.Sedangkan
“Siti”, “Lela”, “Laila”, “Nong”, “Nur”,yang ditujukan untuk anak perempuan
Melayu secara umum.Ada lagi panggilan “Wak” ditujukan kepada orang yang
telah terbiasa dipanggil oleh kemanakan yang berarti paman atau om / tante/ bibi,
sehingga menjadi “Wak Atan”, “Wak Amad”, “Wak Siti”, “Wak Lela”, dan
lainya. Kemudian panggilan“Mak”ditujukan kepada perempuanMelayu yang telah
berumur, misalnya “Mak Ucu”, “Mak Uteh”, “Mak Ude”, “Mak Njang”, dan
sebagainya.Selanjutnya panggilan “Cik”yang berasal dari gelar kebangsawanan
bagi keturunan cina, misalnya“Cik Awing/Awang” atau “Cik Siti”. Seterusnya
panggilan“Ucu”yangditujukan kepada anak yang paling kecil atau
bungsu.Panggilan “Uteh”yangditujukan kepada orang yang berkulit
putih.Panggilan “Itam”yang ditujukan kepada orang yang berkulit hitam.Panggilan
“Njang” atau “Anjang”yangditujukan kepada orang yang tinggi.
Panggilan“Iting”yangditujukan kepada orang yang berambut kriting.
Panggilan“Yek” yang umumnya digunakan dalam sebutan diawal nama panggilan
kebiasaan bagi kalangan bugis Melayu, misalnya “Yek Long”, “Yek Ucu”, “Yek
Ngah”, dan sebagainya.
B. Sistem Kemasyarakatan Orang Melayu
114
Syaiful Sagala, Pendekatan dan Model Kepemimpinan, (Jakarta: Prenamedia Group, 2018), h.57
115
UU. Hamidy, Jagad Melayu dalam Lintasan Budaya di Riau..... h.25
99
C. Kemampuan Pemimpin
101
116
Arndt Graf, Susane Schroter, Edwin Wieringa, Aceh; Histori, Politics and Culture, (Singapore:
ISEAS Publishing, 2010), h..4
117
Max L. Gross, A Muslim Archipelago, Islam dan Politics in South East Asia, (National Defense
Intelligence College), h.60
118
Arndt Graf, Susane Schroter, Edwin Wieringa, Aceh; Histori, Politics and Culture,...h.5
109
119
Hasan Yunus, Engku Puteri Raja Hamidah; Pemegang Regalia Kerajaan Riau (Riau: UNRI Press,
2002), h. 32
120
Jajat Burhanudin, Islam dalam Arus Sejarah Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2017), h. 213
121
Ahmad Yusuf, et. al., Sultan Syarif Kasim II, Raja Terakhir Kerajaan Siak Sri Indrapura;
Pemerintahan, Perjuangan, Warisan, (Pekanbaru: Pemerintah Daerah Propinsi Riau, 1992), h.169
110
10
122
M.Bakri, Pengantar Hukum Indonesia, (Malang: UB Press, 2013),H.3-4
123
Ibid.
124
Ibid., h.7
125
Hendri Raharjo, Sistem Hukum Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2016), h.25
112
126
M.Bakri et. al, Pengantar Hukum Indonesia, Pembidangan dan Asas-Asas Hukum (Malang: UB
Press, 2015),h.3
127
Hendri Raharjo, Sistem Hukum Indonesia......, h.29-31
113
Pada awalnya sistem hukum yang berlaku dalam masyarakat Melayu bersifat
tradisional yang disusun dan dirumuskan oleh para tertua adat yang sifatnya
tidak tertulis. Namun pada perkembangannya kemudian proses kodifikasi
dilakukan untuk memudahkan penyelesaian perkara dalam masyarakat yang
lebih kompleks terutama sekali di era kesultanan Melayu Islam.
A. Struktur Masyarakat
B. Sistem Perkawinan
129
Ibid., h. 24
116
keluarga induk dan membentuk keluarga yang baru. Prosesi kegiatan dalam
perkawinan adat yang telah dilakukan secara terus menerus sehingga menjadi
suatu hukum perkawinan adat.
Asas-asas perkawinan dalam hukum adat, yaitu:
130
Ibid.
117
Hukum waris adat mempunyai corak tersendiri dari alam pikiran masyarakat
tradisional dengan bentuk kekerabatan yang sistem keturunannya patrilineal,
matrilineal, parental atau bilateral, walaupun pada bentuk kekerabatan yang
sama belum tentu berlaku sistem kewarisan yang sama. Dalam hukum waris
adat, harta warisan tidak merupakan kesatuan yang dapat dinilai harganya,
tetapi merupakan kesatuan yang tidak terbagi atau dapat terbagi menurut jenis
macamnya dan kepentingan para ahli warisnya. Harta warisan adat tidak boleh
dijual sebagai kesatuan dari uang penjualan itu lalu dibagi-bagikan kepada para
ahli waris menurut ketentuan yang berlaku. Harta warisan adat terdiri dari harta
yang tidak dapat dibagi-bagikan penguasaan dan pemilikannya kepada para ahli
waris dan ada yang dapat dibagikan. Harta yang tidak terbagi adalah milik
beberapa para waris, ia tidak boleh memiliki secara perorangan, tetapi ia dapat
dipakai dan dinikmati.
Hukum waris adat mengenal beberapa asas umum, yaitujika pewarisan tidak
dapat dilaksanakan secara menurun, maka warisan ini dilakukan secara ke atas
atau ke samping. Artinya, yang menjadi ahli waris ialah pertama-tama anak laki
atau perempuan dan keturunan mereka. Kalau tidak ada anak atau keturunan
secara menurun, maka warisan itu jatuh pada ayah, nenek dan seterusnya ke
atas. Kalau ini juga tidak ada yang mewarisi adalah saudara-saudara sipeninggal
harta dan keturunan mereka, yaitu keluarga sedarah menurut garis kesamping,
dengan pengertian bahwa keluarga yang terdekat mengecualikan keluarga yang
jauh.
Menurut hukum adat tidaklah selalu harta peninggalan seseorang itu
langsung dibagi diantara para ahli waris adalah sipewaris meninggal dunia, tetapi
merupakan satu kesatuan yang pembagiannya ditangguhkan dan adakalanya
tidak dibagi sebab harta tersebut tidak tetap merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dibagi untuk selamanya. Hukum adat mengenal prinsip penggantian
tempat. Artinya, seorang anak sebagai ahli waris dan ayahnya, maka tempat dari
anak itu digantikan oleh anak-anak dari yang meninggal dunia tadi cucu dari si
pewaris. Dan bagian dari cucu ini adalah sama dengan yang akan diperoleh
121
E. Delik Adat
Delik adat adalah suatu tindakan yang melanggar perasaan keadilan dan
kepatutan yang hidup dalam masyarakat, sehingga menyebabkan terganggunya
122
ketentraman serta keseimbangan masyarakat dan reaksi adat akan timbul untuk
memulihkan kembali keadaan yang terguncang. Jadi, hukum delik adat adalah
keseluruhan hukum tidak tertulis yang menentukan adanya perbuatan-
perbuatan pelanggaran adat beserta segala upaya untuk memulihkan kembali
keadaan keseimbangan yang terganggu oleh perbuatan tersebut.
Klasifikasi tindak kejahatan menurut adat, yaitu :
a. Kejahatan yang merusak dasar susunan masyarakat, seperti kejahatan
yang merupakan perkara sumbang, yaitu mereka yang melakukan
perkawinan padahal di antara mereka itu berlaku larangan perkawinan.
Larangan perkawinan itu dapat berdasarkan atas eratnya ikatan
hubungan darah dan struktur sosial, misalnya antara mereka yang tidak
sederajat, kejahatan melarikan gadis, walaupun akan dikawini.
b. Kejahatan terhadap jiwa, harta, dan masyarakat pada umumnya adalah
kejahatan terhadap kepala adat, pembakaran dan penghianatan.
Jenis-jenis Delik Adat adalah:
a. Delik yang paling berat adalah segala pelanggaran yang memperkosa
perimbangan antara dunia lahir dan dunia gaib serta segala pelanggaran
yang memperkosa susunan masyarakat.
b. Delik terhadap diri sendiri, kepala adat juga masyarakat seluruhnya,
karena kepala adat merupakan penjelmaan masyarakat.
c. Delik yang menyangkut perbuatan sihir atau tenung.
d. Segala perebutan dan kekuatan yang menggangu batin masyarakat, dan
mencemarkan suasana batin masyarakat.
e. Delik yang merusak dasar susunan masyaarkat, misalnya incest(kawin
dengan saudara sedarah).
f. Delik yang menentang kepentingan umum masyarakat dan menentang
kepentingan hukum suatu golongan famili.
g. Delik yang melanggar kehormatan keluarga serta melanggar kepentingan
hukum seorang sebagai suami.
h. Delik mengenai badan seseorang, misalnya melukai. ʹ
Reaksi masyarakat terhadap perilaku yang dianggap menyeleweng yang
diwakili oleh pemimpin-pemimpinnya, untuk menangani perihal yang menjadi
objek delik adat, yaitu:
a. Merumuskan pedoman bagaiman warga masyarakat seharusnya
berprilaku, sehingga terjadi integrasi dalam masyarakat;
b. Menetralisasikan kekuatan-kekuatan dalam masyarakat sehingga dapat
dimanfaatkan untuk mengadakan ketertiban;
c. Mengatasi persengketaan, agar keadaan semula pulih kembali;
d. Merumuskan kembali pedoman-pedoman yang mengatur hubungan
antara warga-warga masyarakat dan kelompok-kelompok apabila terjadi
perubahan-perubahan.
Prilaku yang melanggar akan pula mendapat reaksi yang negatif dari
masyarakat dalam pemulihan keadaan yang dianggap telah rusak. Akan tetapi,
123
dalam praktek kehidupan sehari-hari sulit untuk memisahkan antara reaksi adat
dengan koreksi. Secara teoritis, reaksi merupakan suatu prilaku serta merta
terhadap perilaku tertentu, yang kemudian diikuti dengan usaha untuk
memperbaiki keadaan (koreksi) yang mungkin berwujud sanksi negatif. Diantara
bentuk-bentuk sanksinya, yaitu:
a. Pengganti kerugian “immateriel” dalam pelbagai rupa, seperti paksaan
menikah gadis yang telah dicemarkan;
b. Bayaran uang adat kepada orang yang terkena, yang berupa benda yang
sakti sebagai pengganti kerugian rohani;
c. Selamatan korban untuk membersihkan masyarakat dari segala kotoran
gaib;
d. Penutup malu, permintaan maaf;
e. Pelbagai rupa hukuman badan;
f. Pengasingan dari masyarakat dan mengucilkan dari pergaulan masyarat
135
Abd. Jalil Borham, Pentadbiran Undang-Undang Islam Negeri Johor, (Universiti Teknologi
Malaysia Skudai: Johor Darul Ta’zim, 2002), h..176
136
Ibid., h. 86
137
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Riau, h.24
126
11
biasa dalam filsafat dikatakan dengan istilah common sense dan sering diartikan
dengan good sense, karena seseorang memiliki sesuatu di mana ia menerima
secara baik. Pengetahuan ilmu adalah pengetahuan yang sifatnya kuantitatif dan
objektif serta biasanya dikenal dengan pengetahuan alam. Pengetahuan filsafat
adalah pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif
dan spekulatif. Pengetahuan ini menekankan pada universalitas dan kedalaman
kajian sesuatu. Dan pengetahuan agama adalah pengetahuan yang hanya
diperoleh dari Tuhan lewat para utusannya yang bersifat mutlak dan wajib
diyakini oleh para pemeluknya.141
Pengetahuan itu diperoleh melalui dua cara, yaitu pertama, melalui proses
penalaran rasional. Pendapat ini dipegang oleh kelompok rasionalis yang
menggunakan metode deduktif dalam menyusun pengetahuan. Kedua, melalui
pengalaman. Pendapat ini dianut oleh kelompok empiris yang menyatakan
bahwa pengetahuan itu diperoleh melalui pengalaman yang kongkrit. Gejala-gela
alamiah menurut anggapan mereka bersifat kongkrit dan dapat dinyatakan lewat
tangkapan panca indra manusia.142
Berdasarkan penjelasan sebelumnya bisa dipahami bahwa pengetahuan
adalah sesuatu yang diketahui manusia; berupa pengetahuan sain, filsafat, dan
mistik (agama) yang diperoleh baik melalui penalaran rasional secara deduktif
maupun melalui pengalaman-pengalaman kongkrit sebagai hasil dari proses
interaksi dengan alam sekitar.
Teknologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Technologia menurut Webster
Dictionary berarti systematic teatcment atau penanganan sesuatu secara
sistematis, sedangkan techne sebagai dasar kata teknologi berarti skill atau
keahlian, keterampilan dan ilmu.143 Kata teknologi sering dipahami oleh orang
awam sebagai sesuatu yang berupa mesin atau hal-hal yang berkaitan dengan
permesinan. Menurut Roger teknologi adalah suatu rancangan atau desain
untuk alat bantu tindakan yang mengurangi ketidakpastian dengan hubungan
sebab akibat dalam mencapai suatu hasil yang diinginkan 144. Sedangkan
pendapat dari Jacques Ellul mendefinisikan teknologi sebagai keseluruhan
metode yang secara rasional mengarah dan memiliki ciri efisien dalam setiap
kegiatan manusia.145 Dan Gary J Anglin berpendapat teknologi merupakan
penerapan ilmu-ilmu prilaku dan alam serta pengetahuan lain secara bersistem
dan menyistemkan untuk memecahkan masalah. 146 Sedangkan menurut Vaza
teknologi adalah sebuah proses yang dilaksanakan dalam upaya mewujudkan
sesuatu secara rasional.147
141
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu,..h.87-88
142
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Surya Multi Grafika,
2005), h.51
143
Nana Sudjana dan Ahmad Rifai, Teknologi Pengajaran, (Bandung: Sinar Baru, 1989), h. 183
144
Fatah Syukur NC, Teknologi Pendidikan, (Semarang: Rasai Media Group, 2008), h. 117.
145
Ibid., h. 205
146
Zainal Arifin Dan Adhi Setiyawan, Pengembangan Pembelajaran Aktif Dengan ICT, (Yogyakarta:
T. Skripta Media Creative, 2012), h. 92.
147
Ibid., h. 101
128
Membuat lantai dapur tidak boleh lebih tinggi dari rumah, kalau dapur lebih tinggi
nanti perempuan akan lebih menguasai laki-laki.
Dan hubungan sesama manusia, seperti:
Kalau sudah berangkat, berjalan, pantang melihat ke belakang, kalau melihat ke
belakang menyebabkan banyak urusan sangkut, akan banyak halangan.
Anak dara (gadis) dilarang duduk ditengah pintu, nanti balang (diputuskan oleh
tunang).
Tidak boleh makan dengan pinggan atau piring diangkat (pinggan ditangung), nanti
akan membuat istri atau suami diambil orang
Dilarang memotong kuku pada malam hari, mendatangkan kesialan. 148
Meskipun kental akan pola pikir mitosentris, bukan berarti orang-orang
Melayu tidak memiliki pengetahuan yang bersifat logis-empiris. Diantara sisi
pengetahuan logosentris adalah menguasai ilmu perbintangan sederhana yang
biasanya digunakan kepentingan pelayaran dan juga pengetahuan tentang musim
dan arah angin. Pengetahuan-pengetahuan ini terbangun dengan sendirinya
berdasarkan pengalaman berinteraksi dengan alam. Selain itu juga, mereka
menguasai pengetahuan di bidang pertanian, perkebunan, perkapalan, perikanan,
peternakan dan kerajinan tangan.
Pengetahuan filsafat juga tumbuh dan berkembang baik yang muncul dengan
sendirinya sebagai hasil dari proses refleksi dan kontemplasi, mendapat pengaruh
dari filsafat Hindu-Budha, maupun setelah mendapat pengaruh Islam.
Pengetahuan filsafat atau falsafah ini tercermin dalam petuah, tunjuk ajar, dan
peribahasa Melayu. Falsafah-falsafah Melayu sebagaimana terkandung dalam
petuah, tunjuk ajar, dan peribahasa Melayu itu mengajarkan tentang bagaimana
kehidupan sebaiknya dijalankan. Falsafah-falsafah tersebut mengandung nilai-
nilai kebenaran yang bisa diterima secara akal.
Pengetahuan sains pada tahapan selanjutnya juga berkembang. Orang-orang
Melayu pada tahapan ini sudah bisa berpikir ilmiah-rasional. Mereka sudah bisa
mengetahui dan menjelas hubungan kausalitas dari penomena-penomena
alam.Melalui metode trial and error, mereka bisa menghasilkan rumusan-
rumusan yang bersifat ilmiah dan empiris yang darinya mereka bisa menghasilkan
berbagai macam teknologi dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka dan
memberikan kemudahan bagi kehidupan mereka sehari-hari.
B. Teknologi MasyarakatMelayu
148
Ahmad Moghni Salbani, Saad Othman, Rahimah A. Hamid, Editor, Amalam Kearifan Tempatan
dalam Masyarakat Melayu Nusantara, (Pulau Pinang: Universiti Sains Malaysia, 2014)
130
tidak ditentukan jumlahnya. Pada rumah bertiang 24, tiang-tiang itu didirikan
dalam 6 baris, masing-masing 4 buah tiang termasuk tiang seri. Masing-masing
tiang itu dinamakan tiang tua156, tiang seri157, tiang penghulu158, tiang tengah159,
tiang bujang160, dan tiang dua belas.161.
Selanjutnya pintu disebut juga Ambang atau Lawang. Pintu masuk bagian
muka disebut pintu muka, sedangkan pintu di bagian belakang di sebut pintu
dapur. Pintu berbentuk persegi empat panjang. Ukuran pintu lebar antara 60 s/d
100 cm, tinggi 1,50 s/d 2 meter. Kemudian jendela lazimnya disebut tingkap atau
pelinguk.Bentuknya sama seperti bentuk pintu, tetapi ukurannya lebih kecil atau
lebih rendah.
Daun jendela dapat terdiri atas dua atau satu lembar daun jendela. Ketinggian
letak jendela di dalam sebuah rumah tidak selalu sama. Perbedaan ketinggian ini
adakalanya disebabkan oleh perbedaan ketinggian lantai, ada pula yang berkaitan
dengan adat istiadat. Umumnya jendela tengah di rumah induk lebih tinggi dari
jendela lainnya.162Pada bagian depan rumah ada tangga yang pada umumnya
menghadap ke jalan. Tiang tangga berbentuk segi empat atau bulat. Bagian atas
disandarkan miring ke ambang pintu dan terletak di atas bendul. Anak tangga
dapat dibentuk bulat atau pipih. Di bagian atas dalam rumah ada loteng yang
disebut langa dan di bagian bawah ada lantai.Lantai rumah induk pada umumnya
diketam rapi dengan ukuran lebar antara 20 s/d 30 cm. Kemudian papan dinding
dipasang vertikal. Kalau ada yang dipasang miring atau bersilang, pemasangan
tersebut hanya untuk variasi. Untuk variasi sering pula dipasang miring searah
atau miring berlawanan, dengan kemiringan rata-rara 45 derajat.
Kebutuhan akan sandang membuat masyarakat Melayu menciptakan berbagai
jenis pakaian. Pakaian tradisional Melayu terbagi lima kategori, yaitu Pakaian
harian, pakaian resmi, pakaian pada upacara adat, pakaian upacara perkawinan
dan pakaian upacara keagamaan (ritual). 163 Yang dimaksud dengan pakaian harian
ialah pakaian yang dipakai setiap hari oleh orang Melayu; baik semasa anak-anak,
156
Tiang utama yang terletak disebelah kanan dan kiri pintu tengah, atau tiang yang terletak
ditengah bangunan yang pertama kali ditegakkan. Tiang tua melambangkan tua rumah, yaitu
pimpinan di dalam banguna itu, pimpinan di dalam keluarga dan masyarakat.
157
tiang yang terletak di keempat sudut bangunan induk, dan tidah boleh dari tanah terus ke atas.
Tiang seri melambangkan Datuk Berempat atau induk berempat, serta melambangkan empat
penjuru mata angin.
158
Tiang yang terletak di antara pintu muka dengan tiang seri di sudut kanan muka bangunan.
Tiang ini melambangkan bahwa rumah itu didirikan menurut ketentuan adat istiadat, dan
sekaligus melambangkan bahwa kehidupan di dalam keluarga wajib disokong oleh anggota
keluarga lainnya.
159
Tiang yang terletak di antara tiang-tiang lainnya, terdapat diantara tiang tua dan tiang seri.
160
Tiang yang dibuat khusus di bagian tengah bangunan induk, tidak bersambung dari lantai
sampai ke loteng atau alangnya. Tiang ini melambangkan kaum kerabat dan anak istri.
161
Tiang gabungan dari 4 buah tiang seri, 4 buah tiang tengah, 2 buah tiang tua, 1 buah tiang
penghulu, dan 1 buah tiang bujang.
162
Jendela mengandung makna tertentu pula. Jendela yang sengaja dibuat setinggi orang dewasa
berdiri dari lantai, melambangkan bahwa pemilik bangunan adalah orang baik-baik dan patut-
patut dan tahu adat dan tradisinya. Sedangkan yang letaknya rendah melambangkan pemilik
bangunan adalah orang yang ramah tamah, selalu menerima tamu dengan ikhlas dan terbuka.
163
O.K. Nizami Jamil, et.al, Pakaian Tradisional Melayu Riau, (Pekanbaru: LPNU Press,tt), h. 15-95
132
remaja atau setengah baya, orang dewasa, maupun orang tua-tua. Pakaian harian
perempuan adalah baju kurung Teluk Belanga, baju Kebaya Laboh, Baju Kebaya
Pendek. Dan pakaian harian laki-laki adalah Baju Teluk Belangan, Baju Cekak
Musang, Baju Gunting Cina dan lazimnya dilengkapi dengan kain samping dari
kain pelekat dan kopiah.164
Pakaian resmi adalah pakaian yang dipakai dalam acara pertemuan resmi.
Untuk kaum laki-laki adalah baju kurung Cekak Musang yang dilengkapi dengan
kopiah, kain samping yang terbuat dari kain tenun. Dan untuk kaum perempuan
adalah baju Kebaya Laboh dan baju Kurung Teluk Belanga atau baju Kurung
Cekak Musang. Untuk kainnya berupa kain songket atau kain tenun pilihan.
Untuk hiasan di kepala, rambutnya dibentuk siput dan dihiasi dengan bunga
melur, bunga cina atau diberi permata. Setelah memakai siput kepala ditutup
dengan selendang.165
Pakaian pada upacara adat untuk perempuan pada dasarnya sama dengan
pakaian harian hanya letak perbedaannya adalah pada bahan kain dan tata
perhiasan yang dipakai untuk upacara adat. Untuk laki-laki sama saja memakai
baju kurung Cekak Musang berwarna hitam dengan perlengkapan; baju satu stelan
dengan celana panjang, kain samping terbuat dari tenunan, tanjak sebagai penutup
kepala, bengkong pengikat pinggang, sebilah keris dan kasut capal.166
Pakaian upacara perkawinan untuk pengantin laki-laki baju Kurung Teluk
Belanga atau Cekak Musang terbuat dari kain tenun dengan perlengkapan; baju
kurung Cekak Musang satu stel, warna baju dan celananya sama; bertaburan
benang emas dengan motif bunga cengkeh dan tampuk manggis, kain samping
motifnya sama dengan celana dan baju, kepala memakai Distar berbentuk
mahkota memakai tanjak dalam, pakai sebai sebelah kiri bahu, dileher pengantin
dikalungkan rantai panjang berbelit dua, pending atau bengkong, pada ibu jari
kelingking memakai canggai, sepatu runcing atau capal kulit, keris pendek
berhulu burung selindit, memenag sirih telat atau sirih pemanis. Dan pengantin
perempuan memakai Kebaya Laboh atau Baju Kurung Teluk Belanga terbuat dari
kain tenun, di kepala dipakaikan perkakas andam, di kening disebut Ramin,
sanggul lipat pandan atau sanggul lintang serta dihiasi dengan sunting dan genta-
genta atau bunga goyang bermotif bunga Cina, di leher digantung kalung emas
dan rantai papan atau dukoh bertingkat tiga, lima dan tujuh, di lengan kanan dan
kiri diberi gelang berkepala burukng merak, pada bahu kiri diberi tampan-tampan
atau sebai yang bertekat benang emas dan kelingkan, jari kelingking dan jari ibu
diberi canggai yang terbuat dari perak dan emas, di pinggang diikat dengan
pending emas, kaki kiri kanan diberi gelang kaki emas atau perak yang berkepala
kuntum bungan cempaka, kaki beralaskan kasut atau selepa yang terbuat dari
beledru yang dihiasi dengan kelingkan dan manik.167
Pakaian pada upacara keagamaan (ritual), untuk laki-laki memakai baju
Cekak Musang atau baju Kurung Teluk Belanga, memakai kopiah, kain sampain
dari kain pelekat atau kain tenun. Sedangkan untuk perempuan memakai Kebaya
164
Ibid., h. 39-40
165
Ibid., h. 41-46
166
Ibid., h. 64-68
167
Ibid., h. 74-78
133
Laboh atau baju Kurung Teluk Belanga dilengkapi dengan selendang di Kepala
atau kain tudung lingkup untuk menutupi rambut supaya tidak kelihatan.168
Pakaian-pakaianMelayu ini tidak hanya mengandung makna simbolik saja
tapi terdapat nilai-nilai filosofi di dalamnya, diantara nilai-nilai yang tersirat
dalam pakaian Melayu yaitu menanamkan sifat malu, tahu diri, tunjuk ajar,
menegakkan tuah dan membuktkan marwah, mengekalkan Melayu, menolak bala’
dan mendatangkan manfaat.169
Didorong oleh keinginan sarana atau alat untuk memenuhi kebutuhan hidup,
mempertahankan diri, dan menyerang musuh, orang-orang Melayu menghasilkan
sejanta-senjata tradisional. Pada masyarakat Melayu berkembang bentuk-bentuk
senjata yang khas sesuai dengan kebudayaan yang mereka miliki. Bentuk senjata
yang dibuat disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai. Misalnya keris,
senjata untuk menyerang ini dibuat runcing dan matanya tajam. Bentuk ini dibuat
agar mudah mengenai sasaran dan dapat mematikan atau melumpuhkan lawan.
Demikian pula senjata untuk memenuhi kebutuhan hidup, seperti parang dan
pisau. Bentuknya dibuat pipih dan matanya diasah hingga tajam agar dapat
memotong atau membelah hewan, kayu, buah-buahan, sayur-sayuran dan lain-
lain.170
Berdasarkan dari tujuan pembuatan dan penggunaan senjata, senjata
tradisional masyarakat Melayu pada hakekatnya dapat dibagi dalam tiga kategori,
yaitu:
a. Senjata untuk menyerang, seperti keris, pedang, tombak, serampang,
tempuling dan parang;
b. Senjata untuk mempertahankan diri, seperti perisai, tameng, dan baju kulit
yang terbuat dari bahan kulit kayu;
c. Senjata yang bergerak sendiri, seperti panah, sumpit, ketapel dan
perangkap.171
Kebutuhan akan makanan, membuat orang-orang Melayu menciptakan
makanan tradisional mereka. makanan tradisional adalah makanan yang dibuat
dari bahan yang dihasilkan di daerah setempat kemudian diolah dengan cara
atau teknologi yang dikuasai oleh masyarakat setempat, produknya mempunyai
tampilan, cita rasa, dan aroma yang sangat dikenal dan disukai bahkan
dirindukan oleh masyarakat setempat. Bahkan menjadi identitas kelompok
masyarakat asal makanan dan dapat digunakan sebagai sarana pemersatu
bangsa dan membangun cinta tanah air.172
Makanan tradisional sangat banyak macamnya, berdasarkan tingkat
eksistensinya dalam masyarakat hingga saat ini, makanan tradisional dapat
dikategrikan menjadi tiga kelompok, yaitu (1) makanan tradisional yang hampir
168
Ibid. h. 95-107
169
Ibid., h. 155-175
170
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Balai Peletarian Sejarah dan Nilai Tradisional Tanjung
Pinang, Bibliografi Beranotasi, Hasil Penelitian Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional
Tanjung Pinang, 2009, h.91-92
171
Ibid.
172
Eni Harmayani, Umar Santoso, Murdijati Gardjito, Makanan Tradisional Indonesia, (Yogyakarta:
Gajah Mada University Press, 2017), h.2
134
punah; (2) makanan tradisional yang kurang populer; (3) makanan tradisional
yang populer (tetap eksis). Makanan tradisional yang hampir punah ini langka
dan jarang dapat ditemui mungkin disebabkan karena ketersediaan bahan
dasarnya mulai sulit atau masyarakat pembuatnya mulai tidak mengerjakan lagi
atau terdesak oleh produk lain. Kelompok makanan tradisional yang kurang
populer adalah makanan tradisional yang masih mudah ditemui, tetapi makin
tidak dikenal dan cenderung berkurang penggemarnya, dianggap mempunyai
status sosial lebih rendah dalam masyarakat. Sedangkan kelompok makanan
tradisional yang populer merupakan makanan tradisional yang disukai
masyarakat dengan bukti banyak dijual, lalu dan dibeli konsumen. 173
Kalau dilihat proses pembuatannya, bahan dasar yang digunakan, atau
manfaat khas yang diperoleh oleh penggemarnya, makanan tradisional dapat
dikelompokan menjadi sembilan jenis, yaitu: (1) makanan tradisional kelompok
fermentasi yang diproses dengan cara tertentu, seperti kecap, tauco, tempe dan
lain-lain; (2) makanan tradisional yang memberikan rasa segar, seperti rujak,
pecel dan lain-lain; (3) kelompok minuman tradisional berbasis rempah, seperti
air jahe, air serai dan lain-lain; (4) minuman tradisional berbasis non rempah,
seperti kelapa muda, cincau, dan lain-lain; (5) minuman tradisional yang
berkhasiat untuk kesehatan, seperti jamu; (6) makanan tradisional yang
merupakan tradisi terkait keagamaan, sepertiketan, kolak, bubur, apam, lontong,
jenang dan lain-lainnya. (7) makanan tradisional terkait upacara adat atau
budaya, seperti nasi golong, nasi gurih dan lain-lainnya; (8) makanan tradisional
yang digunakan dalam perjamuan, seperti berbagai kue, kudapan yang disajikan
dalam bentuk suguhan; dan (9) makanan-makanan tradisional lain yang tidak
masuk kelompok-kelompok tersebut.174
Diantara makanan tradisional Melayu sebagai produk fermentasi bahan
nabati adalah tempe, kecap, tauco, tapai, tempoyak, asinan dan lain-lain. dan
produk fermentasi bahan hewani adalah belacan, udang pepai, pekasam, dan
lain-lainnya, Ikan masak asam pedas, sambal Melayu, pacri nenas, nasi lemak,
sambal tanak belacan, ikan salai, roti jala, soto daging, sup daging, ayam goreng,
kepiting lada hitam, udang masak asam, sampolet, pindang, mie sagu, sambal
lado, kerang tumis belacan, lakse/mie sagu, anyang pakis, halwa, gulai kuning,
bubur lambuk, roti kirai, Londek/Lendot, tumis belacan, sarut, mie lendir, sambal
pekasam, bakwan sayur, nasi goreng, karas-karas, sarak terong, lengse ikan,
rendang daging, cumi sambal, rendang jengkol, gulai siput sedot, ikan bakar, cah
kangkung, ikan pepes, singgang ikan bulat, kepurun (sagu), nasi briyani, kwetiau,
sambal telor, sup sayur, roti canai. Jenis-jenis kue, yaitu lepat, lapis lengit,
Rasidah/Hasidah, Bingka, Bolu Kemojo, Kusui, Bolu Dam, Talam, Serimuka
Pandan Ketan. Jenis-jenis minuman, yaitu Laksamana Mengamuk, Es campur
kacang merah, teh tarik, air kelapa jeruk, air mata pengantin 175
173
Ibid.
174
Ibid., h.3
175
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Ensiklopedi Makanan Tradisional Indonesia, 2004
135
12
BAHASA DAN KESUSASTERAAN MELAYU
BAHASA adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh
suatu anggota masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasi
diri176 sementara dalam kamus oxford, bahasa diartikan sebagai sebuah sistem
komunikasi lisan dan tulisan yang digunakan manusia pada masing-masing
negara. Dalam pengertian yang tidak jauh berbeda, Frida Unsiah dan Ria Yuliati
mendefinisikan bahasa sebagai sistem perlambangan bunyi yang bersifat arbitrer
(semaunya) dan konvensional (kesepakatan bersama) yang digunakan oleh
sekelompok masyarakat sosial untuk hidup bersama, berkomunikasi dan
mengidentifikasi dirinya.177
176
KBBI offline 1.5
177
Frida Unsiah, Ria Yuliati, Pengantar Ilmu Lingusistik, (Malang: UB Press, 2018), h. 5
136
imaginatif dan sastra imaginatif. Sastra non imaginatif, seperti esei, biografi,
catatan harian dan sebagainya. sastra imaginatif seperti puisi dan prosa. 183
A. Bahasa Melayu
Bahasa Melayu adalah anggota terpenting dari kerabat bahasa Austronesia
yang memiliki batasan luas, diluncurkan dari peradaban Asia Timur pada sepuluh
ribu tahun yang lalu. Bahasa Austronesia yang terdiri atas 1000 bahasa,
digunakan mulai dari pantai Afrika di Madagaskar sampai ke pulau-pulau di
Amerika, di Rapanui (Pulau Paska, Cili) dari daerah pengunungan di Taiwan
sampai ke puncak-puncak vulkanik yang bersalju di Selandia Baru, tetap
merupakan satu di antara keluarga bahasa yang paling luas daerah
persebarannya di dunia.184
UU Hamidy menyatakan bahwa bahasa Melayu memegang peranan penting
di Kepulauan Nusantara jauh sebelum berdirinya kerajaan-kerajaanMelayu.
Sejarah menunjukkan bahwa bahasa Melayu telah berhasil menjadi lingua
feranca atau bahasa perdagangan di kawasan nusantara dan Asia Tenggara. 185
Meskipun sudah menjadi bahasa populer yang banyak digunakan ketika itu,
namun bahasa Melayu belum mencapai bahasa yang dominan. Baru kemudian
setelah berdirinya kerajaan Melayu yang menetapkan bahasa Melayu sebagai
bahasa resmi dan sekaligus sebagai pusat penyebarannya, bahasa Melayu
semakin mendominasi. Kerajaan Sriwijaya misalnya sebagai kerajaan maritim
yang besar memakai bahasa Melayu sebagai bahasa resmi dalam
pemerintahannya sebagaimana dapat dilihat dalam prasastinya membuat
pengaruh bahasa Melayu semakin besar dan mendunia. 186 Disamping peran
kerajaan Sriwijaya ini, keberadaan suku Melayu yang memang para perantau dan
pelaut menyebabkan semakin tersebarnya bahasa Melayu ke mana-mana
sehingga terbentuklah dialek-dialek bahasa Melayu di tempat yang baru itu. 187
Selain Sriwijaya dan kerajaan-kerajaan lainnya, seperti kerajaan Pasai di
Aceh, kerajaan-kerajaan Melayu Riau memakai bahasa Melayu sebagai bahasa
resmi dalam kerajaan dan daerah taklukannya. Kerajaan Melayu Riau memiliki
peranan yang sangat penting dalam melanjutkan penyebaran dan
pengembangan bahasa Melayu melalui pengaruh dan strategi kerajaannya. Dan
karena besarnya pengaruh kerajaan Melayu Riau ini membuat bahasa Melayu
mempunyai prediket baru, yaitu bahasa Melayu Riau.188
Ada tiga periode penyebaran Bahasa Melayu Riau, yaitu periode kerajaan
Bintan dan Tumasik, periode kerajaan Malaka, Johor, Pahang, Riau dan Lingga,
dan periode Kerajaan Riau dan daerah taklukannya (sesudah kerajaan Melayu
183
Sumarjo, Saini, Apresiasi Kesusastraan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), h.18-19
184
James T. Collin, Bahasa Melayu Bahasa Dunia, (Jakarta: Yayasan Obor, 2005),h.1
185
UU Hamidy, Riau sebagai Pusat Bahasa dan Kebudayaan Melayu, (Pekanbaru: UNRI Press,
2003), h.6
186
Ibid., h.7
187
Ibid.
188
Ibid., h.8
138
B. Kesusateraan Melayu
Kesusasteraan Melayu termasuk kesusasteraan yang kaya di Kepulauan
Nusantara. Banyak hikayat, syair, pantun, dan karya sastera lainnya yang indah-
indah dan usianya sudah berabad-abad. Hikayat si Miskin, Hikayata Hang Tuah,
Hikayat Indra Bangsawan, Hikayat Amir Hamzah, Syair Bidasari, Syair Ken
Tambuhan, dan sejarah Melayu ialah beberapa diantara karya-karya sastera
klasik Melayu. Pengarang-pengarngnya pun tidak sedikit, terutama berasal dari
lingkungan ulama dan kesultanan di Kepulauan Riau. diantara yang paling
termasyhur adalah Raja Ali Haji, Nurudin Ar-Raniri, Tun Sri Lanang, Hamzah
Fansuri, Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi.194
Liaw Yock Fang telah melakukan kajian mendalam tentang kesusasteraan
Melayu Klasik dan membaginya dalam sejumlah kategori menurut fase
perkembangannya195, yaitu:
1. Kesusasteraan Rakyat
Kesusasteraan rakyat adalah sastra yang hidup di tengah-tengah
rakyat. Ditutur oleh ibu kepada anaknya yang dalam buaian. Tukang cerita
juga menuturkannya kepada penduduk kampung yang tidak bisa
membaca. Cerita ini diturunkan secara lisan dari satu generasi kepada
generasi yang lebih muda.
Cerita rakyat dapat dibagi atas empat jenis, yaitu cerita asal usul,
cerita binatang, cerita jenaka, dan cerita pelipur lara. Cerita asal usul
seperti cerita asal usul berbagai tumbuhan dan binatang misalnya cerita
Si Kelembai, cerita mengapa tongkol jagung berlubang; si Dagun dan
Gadung, asal usul buaya putih; Nakhoda Ragam dan Isterinya (Cik Siti),
cerita si Kantan. Cerita binatang, seperti Hikayat Sang Kancil, Hikayat
Pelanduk Jenaka, Pelanduk dengan Anak Memerang. Cerita Jenaka
seperti cerita Pak Kadok, Lebai Malang, Si Luncai, Pak Pandir, Pak
Belalang, Mat Jenin, Musang Bejanggut, Hikayat Mahasyodahk, Hikayat
Abu Nawas. Cerita Pelipur Lara seperti Hikayat Awang Sulung Merah
Muda, Hikayat Malim Dewa, Hikayat Malim Deman, Hikayat Raja Muda,
Hikayat Anggun Cik Tunggal, Hikayat Raja Donan, Hikayat Raja Ambong,
Hikayat Raja Budiman, Hikayat Terong Pipit, cerita Si Umbut Muda,
Sabah Nan Aluih.
2. Epos India dan Wayang dalam Kesusasteraan Melayu
193
Ibid.
194
Ajip Rosidi, Ihtisar Sejarah Sastera Indonesia, (Bandung: Pustaka Jaya, 2018), h.15
195
Liaw Yock Fang, Sejarah Kesusasteraan Melayu Klasik, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2016),
h. 1
140
Syair adalah puisi lama yang terdiri dari empat baris, setiap baris
mengandung empat kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari sembilan
sampai dua belas suku kata. Bedanya dengan pantun ialah keempat baris
dalam syair merupakan satu bagian dari sebuah puisi yang lebih panjang.
143
Aturan sanjak akhir adalah “aaaa” dan sanjak dalam (internal rhyme)
hampir-hampir tidak ada.
Syair pertama kali muncul dalam sastra Melayu menurut Winstedt
pada abad kelima belas dalam Syair Ken Tambuhan. Tapi pendapat ini
tidak disetujui oleh A.Teeuw. menurutnya kemunculan syair dalam sastra
Melayu tidak mungkin lebih awal daripada abad ke-16. Sekitar tahun
1600, syair masih berarti puisi secara umum dan bukan sesuatu jenis puisi
tertentu. A.Teeuw berpendapat bahwa Hamzam Fansuri adalah pencipta
syair Melayu yang pertama. Ia menamakan puisi yang ditulisnya ruba’i
(puisi yang berbaris empat). Pendapat ini didukung oleh Syed Naquib Al-
Attas yang menyatakan Hamzah Fansuri mendapat pengaruh atau bentuk
asal puisinya dari puisi Arab, Syi’ir yang berbaris empat, seperti syi’ir yang
dikarang oleh Ibn Arabi dan Iraqi yang banyak dikutipnya.
Menurut isinya syair dapat dibagi lima golongan, yaitu Syair Panji,
Syair Romantis, Syair kiasan, Syair Sejarah, dan Syair Agama. Syair Panji
sebagian besar adalah olahan dari bentuk prosanya misalnya Syair Panji
Semirang, Syair Ken Tambuhan, Syair Angreni, Syair Damar Wulan, Syair
Undakan Agung Udaya, Cerita Wayang Kinudang. Syair Romantis
menguraikan tema yang biasa terdapat di dalam cerita rakyat, penglipur
lara dan hikayat. Misalnya Syair Bidasari, Syair Yatim Nestapa, Syair Abdul
Muluk, Syair Sri Banian, Syair Sinyor Kosta, Syair Cinta Berahi, Syair Raja
Mambang Jauhari, Syair Tajul Muluk, Syair Sultan Yahya. Syair Kiasan
adalah syair yang mengisahkan percintaan antara ikan, burung, bunga,
atau buah-buahan. Ia mengandung kiasaan atau sindiran peristiwa
tertentu. Misalnya Syair Ikan Terubuk, Syair Burung Pungguk, Syair
Kumbang Melati, Syair Nuri, Syair Bunga Air Mawar, Syair Nyamuk dan
Lalat, Syair Buah-buahan. Syair Sejarah adalah syair yang berdasarkan
peristiwa sejarah. Diantara peristiwa sejarah yang paling penting adalah
peperangan, dan karena itu syair perang juga merupakan syair sejarah
yang paling banyak dihasilkan. Misalnya Syair Perang Mengkasar, Syair
Kompeni Welanda Berperang dengan Cina, Syair Perang di Banjarmasin,
Syair Raja Siak, Syair Sultan Ahmad Tajuddin, Syair Siti Zubaidah Perang
Melawan Cina. Syair agama adalah syair yang berisi ajaran agama. Ia
terbagi dua, yaitu syair sufi dan syair yang menerangkan ajaran Islam.
Misalnya Syair Hamzah Fansuri, Syair Perahu, Syair Dagang, Bahr An-
Nisa, Syair Kiamat, Syair Takbir Mimpi, Syair Raksi.
Sastra di Riau telah tumbuh dan berkembang sejak abad ke-19 yang dipelopori
oleh Raja Ali Haji yang memprakarsai berdirinya kelompok Rusydiah Klub pada
18 Februari 1855 yang beranggotakan para cendekiawan. Salah satu syarat
menjadi anggota dalam klub ini adalah harus telah menerbitkan sebuah buku.
Mereka yang bergabung dalam kelompok ini adalah Raja Ali Haji, Raja Ali Tengku
Kelana, Tengku Usman, Raja Hitam, Raja Abdullah alias Muhammad Adnan, dan
Syeid Syekh al-Hadi.
Melalui Rusydiah Klub, kehidupan sastra di Riau berjaya selama waktu lima puluh
tahun. Namun pada perkembangan selanjutnya mengalami kemunduran karena
dipengaruhi oleh kondisi bangsa indonesia yang belum stabil dan dalam fase
perjuangan penjajah. Namun setelah tahun 1930-an sampai sekarang kehidupan
sastra di Riau kembali bangkit.
Pada tahun 1930-an muncul nama Soeman, HS yang lahir di Bengkalis, 4 April
1904 dalam jagat sastra Indonesia yang mempelopori cerita pendek dan fiksi
detektif. Di antara karyanya adalah Kasih Tak Terlarai (1930), Percobaan Setia
(1931), Mencari Pencuri Anak Perawan (1932), Kasih Tersesat (1932), Kawan
Bergelut (1938), Tebusan Darah (1939), dan sebagainya. pada tahun 1960-an
muncul penyair Abdurrahman Sidik bin Muhammad Apip. Abdurrahman Sidik
adalah seniman tradisional pemain mendu, randai, pembaca syair dan hikayat.
Pada tahun 1970-an muncul Sutardji Calzoum Bachri yang eksistensinya sebagai
penyair tidak hanya diakui di Riau tapi juga di Indonesia. Beliau didaulat sebagai
presiden penyair Indonesia. Pada rentang tahun yang sama, 1970-an muncul
penyair lainnya, yaitu Idrus Tintin, Ediruslan Pe Amanriza, Ibrahim Sattah,
Iskandar Leo (Nama Pena Rida K. Liamsi), dan Hasan Yunus. Selain itu muncul
juga Tennas Effendy yang pada perkembangan karirnya menjadi budayawan dan
peneliti dari Pusat Pengkajian Bahasa dan Kebudayaan Melayu.
Yayasan Membaca yang didirikan Taufik Ikram Jamil beserta beberapa teman,
Sanggar Sastra dan Yayasan Puisi Nusantara yang didirikan Husnu Abadi dan
Ibrahim Sattah, Yayasan Taman Puisi yang didirikan Husnu Abadi, Fakhrunnas MA
Jabbar dan Tien Marni, dan Forum Lingkar Pena Cabang Riau.
13
200
Harsojo, Pengantar Antropologi,.....h..231
201
Ibid., h.233
147
besar, yaitu seni rupa atau kesenian yang dinikmati oleh manusia dengan mata
dan seni suara atau kesenian yang dinikmati oleh manusia dengan telinga. 202
Dalam bidang seni rupa, ada seni patung, seni relief (termasuk seni ukir),
seni lukis serta gambar, dan seni rias. Seni musik ada yang vokal (menyanyi) dan
ada yang instrumental (dengan alat bunyi-bunyian), dan seni sastra lebih khusus
terdiri dari prosa dan puisi. Suatu lapangan kesenian yang meliputi kedua bagian
tersebut di atas adalah seni gerak atau seni tari, karena kesenian ini dapat
dinikmati dengan mata maupun telinga. Akhirnya ada suatu lapangan keseniaan
yang meliputi keseluruhannya, yaitu seni drama karena lapangan kesenian ini
mengandung unsur-unsur dari seni lukis, seni rias, seni musik, seni sastra dan
seni tari, yang semua diintegrasikan menjadi satu kebulatan. Seni drama bisa
bersifat tradisional dan bisa juga bersifat modern.203
Dari penjelasan sebelumnya dipahami bahwa kesenian pada hakekatnya
merupakan ekspresi dari perasaan dan imaginasi manusia yang mengandung
unsur keindahan, menyenangkan, mengharukan dan menakjubkan yang bisa
dinikmati oleh orang-orang yang melihat dan mendengarnya. Bentuknya secara
umum terbagi dua; ada yang berbentuk seni rupa beserta turunannya dan
adapula seni suara dengan segala macam bagiannya.
Permainan didefinisikan sebagai kegiatan yang menyenangkan namun
memberikan manfaat yang besar bagi manusia khususnya anak. Bermain bagi
anak adalah seperti bekerja bagi orang dewasa. Dengan bermain, anak akan
belajar tentang dunia di sekelilingnya, menggali lingkungannya, dan
mengekspresikan emosinya.204
Santrock (2012) sebagaimana dikutip Iswinarti jenis-jenis kegiatan yang
termasuk dalam bermain meliputi:
1. Permainan Sensorimotor, yaitu prilaku yang diperlihatkan oleh bayi untuk
memperoleh kenikmatan dari melatih perkembangan (skema)
sensorimotor mereka;
2. Permainan pura-pura/simbolis, yaitu permainan yang terjadi ketika anak
mentransformasikan lingkungan fisik ke dalam suatu simbol;
3. Permainan sosial, permainan yang melibatkan interaksi sosial dengan
teman-teman sebaya;
4. Permainan konstruktif, yaitu permainan yang mengkombinasikan
kegiatan sensorimotor/praktis yang berulang dengan representasi
gagasan-gagasan simbolis. Permainan ini terjadi ketika anak-anak
melibatkan diri dalam suatu kreasi atau konstruksi suatu produk atau
suatu pemecahan masalah ciptaan sendiri;
202
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi,..h.380
203
Ibid.h.381
204
Iswinarti, Permainan Tradisional; Prosedur dan Analisis, Manfaat Psikologis, (Malang: UMM
Press, 2017), h. 1
148
seni arsitektur bangunan masjid tergambar pada bentuk kubah dan bentuk
mihrab yang menghadap ke kiblat. Selain itu juga telihat pada bentuk tiang,
relung (arch), ragam hiasa dan corak daun (arabesque) yang terhias pada dinding
masjid. Bentuk seni arsitektur Islam ini juga turut mempengaruhi seni arsitektur
bangunan lainnya seperti istana kerajaan. 208
Seni ukiran yang sama juga berkembang pada bentuk-bentuk batu nisan di
makam-makam atau perkuburan Islam. selain itu juga seni lukisan Islam juga
turut mempengaruhi seni hiasan dalam kerja tangan dan barang-barang
perhiasan orang-orang Melayu. Hiasan pada barang-barang tersebut bercorak
benda-benda yang tidak bernyawa seperti bunga-bungaan, tumbuh-tumbuhan,
daun-daun dan geometri. Warisan seni dalam bentuk ini dapat dilihat pada hasil
tenunan, tikar sembahyang, dan barang-barang hiasan dalam rumah.209
Seni musik dan lagu berasal dari pengaruh tradisi Asia Barat yang bersumber
dari qasidah, ghazal dan lain-lain. tradisi ini awalnya dibawa ke dunia Melayu
dengan tujuan keagamaan tetapi akhirnya berkembang menjadi alat hiburan. Di
antara alat-alat musik dari Asia Barat yang mempengaruhi seni musik di dunia
Melayu adalah rebana, kompang, seruling kecapi, gambang dan lain-lain. 210
Seni tari juga berkembang di dunia Melayu. Tari merupakan akumulasi
gerakan harmonis dari seluruh anggota tubuh secara serentak mulai dari kaki,
badan, pinggang, leher, kepala, mata, tangan dan jari yang disertai perasaan dan
irama. Tarian Melayu mengagungkan kesopanan dan kesusilaan, penari Melayu
dilarang bersentuhan dengan bukan mahram atau pasangan yang sah apalagi
berdekap-dekapan. Beberapa daerah Melayu mewajibkan penari perempuan
memakai tudung selendang walaupun benda itu hanya diletakkan di atas bahu
seperti selempang saja atau dililitkan di pinggang. 211
Kategori tari tradisi Melayu menurut tempo aslinya dapat digolongkan pada
empat kategori, yaitu kategori Lambat Merindu (tempo lambat). Kategori ini
memiliki filosofi yang bertujuan melahirkan rasa sedih, kesal, cemburu, dan duka.
Tarian jenis Lambat Merindu direpresentasikan pada Tari Senandung yang
dipengaruhi pada lagu-lagu seperti Kuala Deli, Gunung Sayang, Seri Mersing,
Damak, Patah Hati, Seri Serawak dan sebagainya. Kategori kedua, yaitu Sedang
Gembira (tempo sedang), yang lazim disebut sebagai Tari Makinang. Tarian jenis
ini menggambarkan rasa rindu rendam dan kasih mesra, lemah lembut sambil
ajuk mengajuk hati antara pria dan wanita yang didapati dalam lagu rentak
seorang gembira, seperti lagu Cek Minah Sayang, Makinang Pulau Kampai, dan
lagu Pak Malau. Kategori ketiga adalah Cepat Gembira (tempo cepat), biasanya
jenis tarian yang digunakan adalah jenis Tari Lagu Dua yang ditarikan secara
berpasangan dengan tempo cepat gembira seiring dengan lagu-lagu misalnya
208
Febri Yulika, Jejak Seni dalam Sejarah Islam, (Padang: Institut Seni Indonesia Padang Panjang,
2016), h.66
209
Ibid., h.67
210
Ibid., h.67
211
Muhdi Kurnia, Tari Tradisi Melayu, Eksistensi dan Revitalisasi Seni, (Medan: Puspantara, 2016),
h.1
150
Hitam Manis, Tanjung Katung, Pancang Jermal dan lain-lain. dan keempat adalah
Rancak Kencang (tempo cepat kencang) yang ditarikan secara berpasangan dan
dikategorisasi sebagai Tari Pulau Seri yang biasa ditarikan dengan iringan lagu-
lagu misalnya Singapura Dua, Serampang Laut, Gambus dan Zapin.212
212
Ibid., h.2
213
Ibid., h..43
151
14
214
T. Gilarso, Pengantar Ekonomi Makro, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), h.17
215
Jimmy Hasoloan, Pengantar Ilmu Ekonomi, (Yogyakarta: Deepublish, 2010), h. 10-11
216
Uqbah Iqbal, Nordin Hussin, Ahmad Ali Seman, Sejarah Perkembangan Ekonomi Semenanjung
Tanah Melayu dan Sifat Ekonomi Masyarakat Melayu Era Pra Kolonial, (Selangor: Pusat Pengajian
Sejarah, Politik dan Strategi UKM, tt), h.1
153
catatan Cina pada tahun 1419 telah ada orang Melayu yang menanam tebu,
cempedak, pisang, labu, bawang, halia, tembikai dan lain-lain.217
Pada masa ini juga ada yang melakukan aktifitas menambang biji timah dan
emas. Tapi dilakukan secara kecil-kecilan sehingga hasil yang diperoleh juga
sangat terbatas. Selain itu, ada juga yang memungut hasil hutan, seperti akar
kayu, kayu barus, rotan, kayu cendana, damar, lilin serta buah-buahan. Kalau
sekiranya hasilnya berlebihan, mereka akan menukarnya dengan orang lain
untuk mendapatkan pakaian dan makanan.218
Aktifitas peternakan juga dilakukan. Peternakan merupakan aktifitas
sampingan selain aktifitas pertanian (sawah padi) dan perikanan. Diantara
binatang ternak yang dipelihara adalah lembu dan kerbau. Binatang-binatang itu
digunakan untuk membantu pekerjaan membajak sawah serta menarik kayu.
Kemudian aktifitas perburuan juga dilakukan, seperti memburu kancil, rusa,
seladang, dan ayam hutan. Selain itu juga, mereka menekuni kerajinan tangan,
seperti bertukang, menganyam, menghasilkan kerajinan tangan, pelbagai jenis
alat senjata dan membuat perahu. Diantara alat senjata yang digunakan ialah
keris, lembing, pedang, pisau dan kapak. Kemahiran bertenun juga dipraktekan
oleh perempuan Melayu.219
Dari penjelasan sebelumnya dipahami bahwa aktifitas perekonomian awal
orang-orang Melayu adalah bertani, berkebun, berburu, menangkap ikan dan
hasil laut lainnya, menambang timah dan emas, berternak, bertukang,
memungut hasil hutan, dan menghasilkan kerajinan tangan. Transaksi ekonomi
dilakukan dengan menggunakan sistem barter; barang dengan barang, seperti
ikan dengan beras, timah atau emas dengan pakaian dan makanan dan
sebagainya.
217
Ibid., h.2
218
Ibid.
219
Ibid.,
154
penting karena keuntungan yang paling besar diperoleh darinya. Cengkeh, pala
dan bunga pala menjadi komoditas ekspor yang paling diminati oleh Eropa. Lada
juga menduduki peringkat ekspor Asia Tenggara yang terpenting. Anthony Reid
mencatat ada ratusan ribu orang Asia Tenggara terlibat dalam membudidayakan
dan memasarkan lada untuk memenuhi kebutuhan dunia. 220Selain itu juga, ada
bahan makanan, seperti beras, garam, asinan atau ikan kering, dan tuak, tekstil,
barang logam.
Lebih lanjut Anthony Reid menyebutkan Cina merupakan pasar terpenting
untuk mata dangangan di Asia Tenggara. Marco Polo (1298:209) mengatakan
bahwa setiap ada satu perahu Italia di Aleksandria, seraus perahu bermuata
penuh rempah-rempah berlabuh di bandar Cina “Zaiton” (Quan-zhou). Meskipun
India juga hampir sama pentingnya sebagai rekan dagang Asia Tenggara. 221
Sangat melonjaknya permintaan akan produk dari Asia Tenggara adalah karena
adanya enam ekspedisi perdagangan negara oleh Kaisar Yongle dari Dinasti Ming
(1402-1414) dan ekspansi sesaat Cina ke Vietnam dan Burma. Ekspedisi ini
mendorong produksi hasil pertanian untuk pasaran Cina. Kota-kota perdagagan
terbangun di beberapa kawasan di Asia Tenggara, seperti Ayutthaya, Malaka,
Pasai, Brunei, Gresik, dan Demak. Kenyataan ini membawa dampak kemakmuran
perekonomian di wilayah-wilayah tersebut.222
Di era perdagangan ini, sumber keuntungan tidak hanya diperoleh dari hasil
perdagangan saja, tapi juga dari hasil cukai. Kapal-kapal dagang yang melalui
selat Malaka kemudian berlabuh di suatu bandar akan dikenakan cukai.
Pelabuhan Malaka termasuk bandar yang paling banyak disinggahi para
pedagang Asing. Melaka telah menjadi enterpot bagi jalur perdagangan Cina dan
India. Musim Monsun barat daya sekitar bulan Mei hingga Oktober akan
membawa kapal-kapal dari India ke Melaka. Dan musim Monsun timur laut
sekitar bulan Desember hingga Januari akan membawa kapal-kapal dari Cina ke
Melaka.223
Pada masa ini pedagang-pedagang dari Cina, India, Arab dan Jawa terlibat
dalam aktifitas perdagangan di Melaka. Di antara barang-barang yang
diperdagangkan termasuk gula, sutera, perak, mutiara, porselin dari Cina,
rempah, timah, emas, kapur barus, cendana dan kerajinan tangan. Kemunculan
Melaka sebagai pelabuhan enterpot dan pelabuhan internasional di Asia
Tenggara, juga menarik kedatangan para pedagang dari Jepang walaupun hanya
sesekali saja.
Perdagangan yang maju dan pesat di kawasan Asia Tenggara menjadi
mundur pasca kedatangan kolonial dari Eropa yang ingin mengambil alih kendali
atas perdagangan. Ini terjadi dimulai sejak tahun 1499 ketika masuknya kapal-
220
Anthony Reid, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680, Jilid 2 (Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia, 2011), h. 10
221
Ibid.
222
Ibid.
223
Uqbah Iqbal, Nordin Hussin, Ahmad Ali Seman, Sejarah Perkembangan Ekonomi Semenanjung
Tanah Melayu dan Sifat Ekonomi Masyarakat Melayu Era Pra Kolonial...h.10
155
15
224
Ibid. h.18
156
KEHIDUPAN manusia tak bisa dipisahkan dari proses pendidikan. Selagi ada
anak manusia yang lahir ke dunia, selama itu pula pendidikan diperlukan.
Pendidikan dimaknai sebagai usaha menanamkan nilai-nilai, ajaran,
keterampilan, pengalaman dan sebagainya kepada generasi berikutnya dengan
maksud untuk melahirkan manusia yang terbina seluruh potensi dirinya sehingga
dapat melaksanakan fungsinya dengan baik.225Sejalan dengan ini, Hasan
Langgulung menulis bahwa pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi
yang terpendam dan tersembunyi dalam diri manusia. 226Dalam redaksi yang tidak
jauh berbeda, Azyumardi Azra menyatakan pendidikan merupakan suatu proses
penyiapan generasi muda untuk menjalankan dan memenuhi tujuan hidupnya
secara lebih efektif dan efisien.227Dalam redaksi yang lebih sederhana, Redja
Mudyahardjo menyatakan pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang
berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup.228
Berdasarkan pengertian-pengertian tentang pendidikan di atas dipahami
bahwa pendidikan adalah proses penyiapan generasi agar mereka tumbuh
menjadi manusia yang ideal dan sempurna dengan menanamkan pengetahuan,
nilai, dan keterampilan serta mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri
mereka yang berlangsung sepanjang hayat.
Ada beberapa kompenen utama yang terkait dengan proses pendidikan,
yaitu pendidik, peserta didik, kurikulum, dan lembaga pendidikan. Pendidik
adalah orang dewasa yang menolong peserta didik dalam perkembangan jasmani
dan rohaninya agar mampu berdiri sendiri dalam memenuhi tugasnya. 229Peserta
didik adalah individu yang sedang tumbuh dan berkembang secara fisik,
psikologis, sosial dan religius dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di
akhirat.230Kurikulum adalah rencana atau bahasan pengajaran, sehingga arah
kegiatan pendidikan menjadi jelas dan terang. Materinya ada empat aspek, yaitu
tujuan, isi, metde atau proses pembelajaran dan evaluasi 231Lembaga pendidikan
adalah badan atau organisasi yang melakukan kegiatan pendidikan. 232
225
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), h.31
226
Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2003), h.1
227
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta:
Logos, 199), h.3
228
Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, Sebuah Studi Awal tentang Dasar-Dasar
Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001),
h.3
229
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam,...h.159
230
Ibid., h.173
231
Ibid.,h.121
232
Ibid.,h.189
157
233
Hamid Darmadi, Pengantar Pendidikan Era Globalisasi, (Jakarta:An1Mage, 2019), h.206
234
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam,..., h.190-199
235
Hamid Darmadi, Pengantar Pendidikan Era Globalisasi, (AN1MAGE, 2019), h.250
158
Keberadaan Surau atau Masjid memiliki arti yang sangat penting bagi
masyarakatMelayu sebagai tempat bagi pendidikan anak-anak mereka
khususnya dalam pembelajaran agama. Dalam tradisi masyarakat Melayu, para
orang tua biasanya akan memerintahkan anak-anak mereka baik laki-laki
maupun perempuan untuk belajar mengaji dan sembahyang (sholat) di surau
atau di masjid di bawah bimbingan seorang ustadz atau guru mengaji. Kegiatan
pembelajaran ini biasanya berlangsung di waktu maghrib sehingga dikenal
dengan istilah “maghrib mengaji”.
Setelah mereka khatam mengaji dan belajar dasar-dasar agama, biasanya
para orang tua akan membuat acara [perayaan] khusus yang disebut dengan
“khatam al-Quran” dan biasanya disandingkan dengan sunat rasul (khitan) untuk
anak-anak laki-laki. Acara [perayaan] ini menyiratkan pesan yang
mengekpresikan kebanggaan para orang tua Melayu bahwa anak-anak mereka
sudah pandai mengaji dan memasuki usia mumayyiz dimana mereka kalau
memasuki usia ini dalam kultur Melayu sudah bisa berada di shaf pertama ketika
menunaikan sholat berjamaah di Surau atau Masjid. Sedangkan untuk anak
160
Rukun Islam, Rukun Iman, Tauhid, Fiqh, dan Hadits. Sedangkan pengetahuan
umumnya terdiri dari ilmu bumi, keterampilan perempuan, menulis latin,
menulis Arab, dan Bahasa Melayu.251
Selain Madrasah, Sekolah Sulthanah Latifah (Lathifah School) juga didirikan
atas inisiatif Permaisuri Sultan Syarif Kasim II yang bernama Syarifah Lathifah
pada tahun 1926 yang berangkat dari keprihatinannya terhadap kondisi para
perempuan Siak yang banyak tidak mengecap dunia pendidikan. 252 Nama
Lathifah School diambil dari nama permaisuri karena sekolah itu berdiri atas
prakarsanya. Lama pendidikan di sekolah ini adalah 3 tahun yang menekankan
pada keterampilan bagi ibu-ibu rumah tangga atau disebut juga Sekolah
Keterampilan Puteri. Sesuai dengan tujuannya, sekolah ini didirikan dengan
harapan dapat mendidik dan mencerdaskan kaum perempuan Siak. Di samping
itu, sekolah ini juga menanamkan rasa kebangsaan dan patriotisme.253
Sekolah ini berada dalam pengawasan Permaisuri. Semua fasilitas dan biaya
penyelenggaraannya ditanggung sepenuhnya oleh Sultan. Begitu juga
kurikulumnya ditentukan oleh mereka. Belanda tidak ada campur tangannya
sama sekali. Mata pelajaran yang diberikan terdiri-dari Bahasa Belanda,
keterampilan masak-memasak, jahit menjahit dan pengetahuan umum.254
251
Ibid., h. 171
252
Ibid., h.169
253
Ibid., h.170
254
Ibid.
165
DAFTAR KEPUSTAKAAN
A.J. Almaney and A.J. Alwan, Communication with the Arabs sebagaimana dikutip
Randy Fujishin, Creating Communication, Exploring and expanding Your
Fundamental Communications Skills Maryland: Acada Books, 2000..JWM
Bakker SJ, Filsafat Kebudayaan, Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Kanisius,
1984.
Ajip Rosidi, Ihtisar Sejarah Sastera Indonesia, Bandung: Pustaka Jaya, 2018.
166
Al-Azhar, Nilai-Nilai Asas Jati Diri Melayu sebagai Perekat Persatuan dan
Kesatuan Bangsa (Ceramah Arif Budiman 11), 14 Februari 2015.
Alwi Shihab, Islam Sufistik, Islam Pertama dan Pengaruhnya hingga Kini di
Indonesia, Bandung: Mizan, 2001.
Antony Reid, Sejarah Modern Awal Asia Tenggara, LP3ES: Jakarta, 2004.
-----, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680, Jilid 1, Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, 2011.
-----, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680, Jilid 2, Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, 2011.
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII dan XVIII, Bandung: Mizan, 1994.
-----, Renaisans Islam Asia Tenggara, Sejarah Wacana dan Kekuasaan, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1999.
-----, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta:
Logos, 1999.
167
C.Spat, Bahasa Melayu: Tata Bahasa Selayang Pandang, Jakarta: Balai Pustaka,
1989.
Fatah Syukur NC, Teknologi Pendidikan, Semarang: Rasai Media Group, 2008.
Febri Yulika, Jejak Seni dalam Sejarah Islam, Padang: Institut Seni Indonesia
Padang Panjang, 2016.
Frida Unsiah, Ria Yuliati, Pengantar Ilmu Lingusistik, Malang: UB Press, 2018.
H.A. Fuad, Syekh Abdul Wahab, Tuan Guru Babussalam, Medan: Pustaka
Babussalam, 1991.
Haidar Putra Daulay, Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam dalam Lintasan Sejarah,
Kajian dari Zaman Pertumbuhan Sampai Kebangkitan, Jakarta: Kencana,
2016.
168
Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalamm Islam, Jakarta: Bulan Bintang,
1979.
-----, Teologi Islam : Aliran Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UIPress,
1986.
https://id.wikipedia.org/wiki/Ras_Australoid
https://materiips.com/ciri-ciri-ras-veddoid
Hussin Mutalib, Islam and Etnicity in Malay Politics, (terj), Jakarta: LP3ES, 1996.
Ibn Rusyd, Perdebatan Utama dalam Teologi Islam, Jakarta: Erlangga, 2006.
James T. Collin, Bahasa Melayu Bahasa Dunia, Jakarta: Yayasan Obor, 2005.
Liaw Yock Fang, Sejarah Kesusasteraan Melayu Klasik, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2016.
Maliha Aziz dan Asril, Sejarah Kebudayaan Melayu, Pekanbaru: Cendekia Insani.
2007.
Marhalim Zaini, Mengenal Tunjuk Ajar Melayu dalam Pantun, Gurindam dan
Syairu, Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2018.
M.B. Hooker (Ed), Islam in South-East Asia, E.J. Brill, Leiden, 1983.
Muhdi Kurnia, Tari Tradisi Melayu, Eksistensi dan Revitalisasi Seni, Medan:
Puspantara, 2016.
M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam, Jakarta: Kencana, 2014.
Nana Sudjana dan Ahmad Rifai, Teknologi Pengajaran, Bandung: Sinar Baru,
1989.
Naquib Al-Attas, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu, Bandung: Mizan,
1991.
O.K. Nizami Jamil, et.al, Pakaian Tradisional Melayu Riau, Pekanbaru: LPNU
Press,tt.
Raja Ali Haji, Gurindam Dua Belas, Bandung: Kiblat Buku Utama, 2007.
Susanto, Pengantar Teori Sastra, sebagaimana dikutip Juwati, Sastra Lisan Bumi
Silempari, Teori, Metode dan Penerapannya, Yogyakarta: Budi Utama, 2018.
171
-----, Tunjuk Ajar Melayu, Pekanbaru: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya
Melayu, 2006.
Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf, Wonosobo:
Amzah, 2005.
Uqbah Iqbal, Nordin Hussin, Ahmad Ali Seman, Sejarah Perkembangan Ekonomi
Semenanjung Tanah Melayu dan Sifat Ekonomi Masyarakat Melayu Era Pra
Kolonial, (Selangor: Pusat Pengajian Sejarah, Politik dan Strategi UKM, tt.
-----, Jagad Melayu dalam Lintas Budaya di Riau, Pekanbaru: Bilik Kreatif Press,
2011.
Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran: Dari Khawarij Ke Buya Hamka
Hingga Hasan Hanafi, Jakarta: Kencana, 2004.
Zainal Kling, “Adat Melayu.” di dalam Abdul Latiff Abu Bakar dan Hanipah Hussin
(ed.), 2004. KepimpinanAdat Perkawinan Melayu Melaka. Melaka: Institut
Seni Malaysia Melaka.
Hasan Yunus, Engku Puteri Raja Hamidah; Pemegang Regalia Kerajaan Riau (Riau: UNRI Press,
2002), h. 32
Jajat Burhanudin, Islam dalam Arus Sejarah Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2017), h. 213
Ahmad Yusuf, et. al., Sultan Syarif Kasim II, Raja Terakhir Kerajaan Siak Sri Indrapura;
Pemerintahan, Perjuangan, Warisan, (Pekanbaru: Pemerintah Daerah Propinsi Riau, 1992), h.169
Abd. Jalil Borham, Pentadbiran Undang-Undang Islam Negeri Johor, (Universiti Teknologi
Malaysia Skudai: Johor Darul Ta’zim, 2002), h..176
Ibid., h. 86
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Riau, h.24
173