Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH SEJARAH ISLAM INDONESIA

TERBENTUKNYA ORGANISASI-ORGANISASI ISLAM INDONESIA


Dosen Pengampu: Bapak Muhammad Mufid. M. Ag.

Kelompok 2:
Alamanda Rifqi Syambudi 21102005
Khoirina Azizah 21102025
Nur Khasanah 21102045

FAKULTAS TARBIYYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN AN-NUR YOGYAKARTA
2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Swt yang telah
melimpahkan rahmat serta karunia Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Strategi Pembelajaran ini dengan tepat waktu. Sholawat serta salam kami
haturkan kepada junjungan kita nabi besar Nabi Muhammad saw semoga kita
mendapatkan syafaatnya besok di yaumul qiyamah, amin.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. H. Munjahid, M. Ag.


selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah Islam Indonesia. Tidak lupa kami
ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat menyempurnakan makalah
ini, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah sesuai dengan waktu yang
ditentukan. Adapun makalah ini berisi mengenai “Terbentuknya Organisasi-
Organisasi Islam Indonesia”.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan dari para
pembaca demi perbaikan dan pengembangan makalah ini.

Semoga hasil kerja kami ini juga diberi nilai amal ibadah yang diterima di
sisi Allah Swt, amin.

Bantul, 28 November 2022

Penyusun,

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................................1

B. Rumusan Masalah.....................................................................................2

C. Tujuan Penulisan..............................................................................................2

BAB II.....................................................................................................................3

PEMBAHASAN.....................................................................................................3

A. Jam’iyatul Khoir Wal-Irsyad.....................................................................3

B. Persatuan Islam Indonesia (PERSIS)........................................................6

C. Jam’iyatul Washliyah................................................................................9

D. Muhammadiyah.......................................................................................11

E. Nahdlatul ‘Ulama (NU)...........................................................................14

BAB III..................................................................................................................18

PENUTUP.............................................................................................................18

A. Kesimpulan..............................................................................................18

B. Kritik dan Saran......................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nusantara adalah sebuah wilayah yang sangat besar, dengan
kekayaan yang melimpah ruah, wilayah agraris serta maritim yang sangat
kaya akan sumber daya alam. Penduduk yang sangat ramah serta
keterbukaan dalam menerima pendatang, sehingga wilayah nusantara
menjadi daerah rebutan negara-negara adi kuasa, baik barat, maupun timur
yang memiliki peradaban yang jauh lebih maju dari pada nusantara.
Maraknya kolonialisme serta imperialisme menjadi faktor utama
perjalanan misi glory, gold, dan gospel.

Latar belakang penduduk yang masih tertinggal, menjadi faktor


kelemahan masyarakat nusantara, sehingga misi para negara adi kuasa
berjalan dengan baik, dengan prinsip glory dan gold. Perjuangan para
penduduk yang kuat, dengan prinsip kesatuan nusantara untuk
membangun negara sendiri sangatlah kuat. Kegigihan para pahlawan
dengan niat yang kuat, memberikan perlawanan kepada para kaum
kolonialis. Dalam perintisan negara kesatuan ini, tak terlepas dari beberapa
pihak yan mendukung serat bersatu untuk membangun negeri tercinta.
Maka lahirlah pergerakan serta organisasi dengan tujuan membangun
negeri. Islam yang pada saat itu hampir menguasai bidang religi nusantara
tak tinggal diam dalam pembangunan negeri. Mereka ikut andil dalam
mendukung misi ini dengan mendirikan pergerakan dan organisasi dengan
dengan prinsip kesatuan ukhuwah islamiyah, yang di antaranya, persatuan
Islam (PERSIS), Jam’iyatul Washliyah, Muhammadiyah, Nahdlatul
‘Ulama (NU), Jam’iyatul Khoir Al – Irsyad, Serikat Islam (SI) serta masih
banyak lagi pergerakan dan organisasi yang lahir baik dari kalangan
muslimi, nasionalis, pelajar dsb.

1
B. Rumusan Masalah

Pada pembahasan kali ini, terdapat beberapa rumusan masalah yang


akan kita bahas diantaranya:

1. Bagaimana pergerakan organisasi islam di Indonesia?


2. Organisasi Islam apa sajakah yang mendominasi Negara Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan agar mahasiswa mengetahui serta
memahami peranan organisasi Islam di Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Jam’iyatul Khoir Wal-Irsyad
Jam’iyatul khair adalah salah satu perkumpulan kaum muslim yang
terdiri dari pribumi dan orang Arab didirikan di Jakarta pada tanggal 17
Juli 1905. Organisasi Jamiatul Khair ini terbuka untuk semua golongan
masyarakat muslim tanpa diskriminasi asal keturunan, namun mayoritas
anggota-anggotanya adalah orang-orang Arab. Pemimpin-pemimpin
mereka pada umumnya adalah orang-orang yang berkecukupan, demikian
juga para anggotanya sehingga memungkinkan mereka dalam
menggunakan waktunya untuk mngembangkan organisasi Jamiatul Khair
secara lebih luas.1

Orang Arab di Jakarta tinggal dalam perkampungan tertentu


(Kantong-Kantong) yang belakangan terkenal dengan sebutan “Kampung
Arab”. Emigran Arab ini dan keluarganya hanya boleh tinggal di kampung
Arab ini. Mereka ada yang melakukan perdagangan dan ada yang
melakukan dakwah islamiyah. Usaha dakwah ini tidak disenangi oleh
pemerintah Hindia Belanda. Hal ini dapat dilihat dari gerak gerik mereka
yang dibatasi dengan adanya “Peraturan Pas Jalan” (Passen Stelsel), yaitu
peraturan yang mengharuskan setiap orang Arab yang keluar dari
kampung Arab untuk meminta Pas Jalan dan jika melanggar akan
dikenakan denda sebesar f25, suatu jumlah uang yang cukup besar pada
saat itu.2

Perasaan keterbatasan yang dirasakan orang Arab dengan “Passen


Stelsel”yang diberlakukan oleh pemerintah Hindia Belanda, dan masalah
sosial yang timbul dan juga masalah pendidikan anak-anak mereka,

1
Ahmad Syaukani, Perkembangan Pemikiran Modern Di Dunia islam, (Bandung: Pustaka Setia,
2001), hlm.134.
2
Muhammad. Syamsu, Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya, (Jakarta: Lentera
Basritama, 1999), hlm. 281.

3
menyadarkan beberapa orang keturunan Arab akan perlunya suatu badan
untuk menampung semua masyarakatnya. Maka secara diam-diam pada
tahun 1901 di Pekojan, Jakarta dibentuk suatu perkumpulan yang
dinamakan perkumpulan Jamiat Khair.

Para pendiri perkumpulan ini adalah :

1. Sayid Ali bin Ahmad bin Syahab, sebagi Ketua

2. Sayid Muhammad bin Abdullah bin Syahab, sebagai Wakil Ketua

3. Sayid Muhammad Al Fachir bin Abdurrahman Al Masyhur, sebagai


Sekretaris

4. Sayid Idrus bin Ahmad bin Syahab, sebagai Bendahara

5. Said bin Ahmad Basandied, sebagai Anggota.3

Organisasi ini memiliki tujuan dibidang pendidikan. Alasan utamanya


ialah adanya keterbatasan sarana pendidikan dan kekurang sesuaian
fasilitas pendidikan. Disatu sisi, masyarakat Arab kurang suka jika anak-
anak mereka mengikuti pendidikan disekolah Belanda. Disisi lain, mereka
menganggap sekolah pribumi kurang bermutu. Mengirim anak-anak
mereka untuk bersekolah di negeri asal mereka, Hadramaut, juga buka ide
baik karena dikhawatirkan mereka memiliki sifat Konservatif. Selain
alasan Bragmatis tersebut masyarakat Arab yang maju juga sudah sadar
akan pentingnya pendidikan modern yang dapat meningkatkan mereka
dari ketertinggalan dari Barat. Karena itu sekolah dasar Jamiat Khair yang
didirikan menggunakan sistem pendidikan modern, seperti adanya
kurikulum, mata pelajaran umum (disamping mata pelajaran agama),
kelas-kelas yang sudah terorganisasi, pengajaran bahasa Inggris, dan
bahkan bahasa pengantarnya adalah bahasa melayu.4

3
Muhammad. Syamsu, Ulama…, hlm. 282.
4
Nia Kurnia dan Amelia Fauzia, Gerakan Modernisme, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2010),
hlm. 359.

4
Organisasi Jamiatul Khair menonjolkan dua bidang garapan, pertama
yaitu pendirian dan membina sekolah atau madrasah dari tingkat dasar dan
menegah. kedua, yaitu pengiriman anak-anak ke Turki untuk melanjutkan
studi. Pada waktu itu, pendidikan agama islam diberikan sebagai
pengetahuan. Dan untuk meninggkatkan pendidikan agama islam
disamping mengirim anak-anak untuk belajar ke Timur Tengah ini juga
mendatangkan guru agama islam dari Timur Tengah ke Indonesia untuk
mengajarkan agama islam. Guru yang didatangkan oleh organisasi ini
berasal dari Timur Tengah bernama Syekh Ahmad Surkati Al Anshari As-
Sudany.

Kedatangan Ahmad Surkati pada tahun 1911 diikuti oleh dua orang
Ulama, yaitu Syekh Muhammad Thaib dari Maroko dan Syekh
Muhammad Abdul Hamid dari Mekkah. Pada tahun 1913 juga datang
sahabat-sahabat Surkati dari Timur Tengah. Salah seorang diantara mereka
adalah Saudara Kandung Surkati yang bernama Muhammad Abdul Fadl
Al-Anshari, Hasan Hamid Al-Anshari, dan Ahmad Al-Awif.5

Dengan Bimbingan Syekh Ahmad Surkati ini, pendidikan agama pada


masyarakay muslim dapat ditingkatkan. Jika sebelumnya pendidikan
agama islam diberikan hanya sebagai pengetahuan, maka ditingkatkan
pada pengamalan dan penghayatan yang diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari.

Orang Indonesia yang pernah menjadi Anggota perkumpulan Jamiatul


Khair diantaranya adalah :

1. Raden Umar Said Tjokroaminoto

2. R. Jaya Negara, Hoofd Jaksa betawi anggota nomor 352

3. R.M Wiriimaja, Asisten wedana Rangkas Bitung, anggota nomor 661

4. R. Hasan Djajadiningrat, anggota nomor 723


5
Ahmad Syaukani, Perkembangan…, hlm. 117-118.

5
5. K.H Ahmad Dahlan, Pendiri Muhammadiyah, anggota nomor 7706

Salah satu perwujudan cita-cita perkumpulan ini adalah mendirikan


sebuah sekolah pada tanggal 17 Oktober 1919 dengan nama sekolah
Djamiat Geer School dengan akte notaris Jan Willem Roeloffs Valk nomor
143. Dan setiap tahun Jamiat Khair mengirimkan siswa ke luar negeri
untuk menambah pengetahuan antara lain ke Al-Azhar Kairo Mesir dan ke
Irak. Setelah perang dunia kedua pengiriman siswa keluar negeri ini
berhenti.7

Jamiat Khair mendatangkan guru dari luar daerah maupun luar negeri,
antara lain H Muhammad Mansur dari Padang, serta Al-Hasimi dari Tunis
yang memperkenalkan kepanduan dan Olaharaga.

Jamiat Khair dibawah bimbingan Surkati mengalami kemajuan pesat


dengan didirikannya dua madrasah di Krukut dan Pekojan, dan satu lagi di
Bogor. Muridnya tidak hanya berasal dari daerah sekitar, tetapi juga dari
luar Batavia dan Sumatra.

Perbedaan kesetaraan pada budaya orang yang mereka pakai di


jam’iyatul khair, menjadi salah satu hal pemicu terjadinya pecahan.
Sukarti berusaha menghapuskan budaya bid’ah yang terjadi di kalangan
pribumi, dan juga yang disebarkan oleh kaum hadrami. Faham bid’ah yang
di bawa oleh habib Arab menjadi faktor utama perpecahan antara pribumi
dan hadrami. Dengan adanya perpecahan tersebut lahirlah organisasi baru
yang bernama Al-Irsyad. 8

B. Persatuan Islam Indonesia (PERSIS)

Persatuan islam (PERSIS) merupakan salah satu organisasi islam


yang tumbuh dan berkembang di Indonesia. PERSIS didirikan di Bandung
pada tanggal 17 September 1923 oleh seorang ulama asal Palembang, Kiai
6
Muhammad. Syamsu, Ulama…, hlm. 282.
7
Muhammad. Syamsu, Ulama…, hlm. 284-285.
8
Nia Kurnia dan Amelia Fauzia, Gerakan…, hlm. 360.

6
haji Zamzam (1894-1952). Ketika menuntut ilmu di Mekah, Kiai Haji
Zamzam sudah berkenalan dengan pemikiran Wahabi, Muhammad Abduh,
serta Rasyid Rida.9
Tokoh utama Persatuan Islam (PERSIS) adalah Ahmad Hassan
(1887 – 1958). Lahir dan besar di Singapura, Ahmad Hassan sejak remaja
sudah mengenal gagasan pembaruan yang disebarkan majalah al-imam.
Satu lagi organisasi yang menyatakan secara tegas sebagai penerus
gerakan pembaharuan Muhammad Abduh dan Rasyid Rida adalah
Persatuan Islam, yang disingkat Persis. Persisi didirikan di Bandung pada
tanggal 17 September 1923 oleh seorang ulama asal Palembang, K.H
Zamzam (1894-1952). Ketika menuntut ilmu di Mekkah, K.H Zamzam
sudah berkenalan dengan pemikiran Wahabi, Muhammad Abduh dan
Rasyid Rida.
Tokoh utama persatuan Islam adalah Ahmad Hassan (1887-1958).
Lahir dan besar di Singapura, Ahmad Hassan sejak remaja sudah
mengenal gagasan pembaruan yang disebarkan majalah Al-Imam. Sebagai
anggota redaksi surat kabar Utusan Melayu, Ahmad Hassan menulis
banyak artikel mengenai pentingnya umat islam kembali kepada ajaran Al-
Qur’an dan Hadits. 10
Ahmad Hassan menulis banyak artikel mengenai pentingnya umat
islam kembali kepada ajar Al-Qur’an dan Hadits. Ahmad Hassan yang di
kenal sebagai seorang yang keras dan konsisten. Maka tak heran jika
persis beridiri dan berkembang dengan prinsip keras, konsisten dan tidak
ada kompromi.
Persis memilki cita-cita yang sama dengan Muhammadiyah, tetapi
metode keduanya berbeda. Muhammadiyah lebih condong pada
pendekatan sosialis, seperti sekolah fasilitas umum dsb. Sedangkan persis
lebih kepada dakwah dan penyebaran agama langsung, seperti media
massa, media sosial dsb.

9
Harun Nasution, Ensiklopedia…, hlm. 368.
10
Nia Kurnia dan Amelia Fauzia, Gerakan…, hlm. 368.

7
Selain itu, persis mempunyai prinsip idealis dalam
mengembangkan organisasinya. Bidang akademik menjadi titik utama
faktor perkrutan keanggotaan persis. Sehingga tak heran jikalau persis
memiliki basi akademisi yang kuat. Mereka lebih suka bertukar fikiran
dengan akademisi lainnya. Diantara perdebatan yang penting ialah
perdebatan dengan Ahmadiah Qadiani pada tahun 1930 selama tiga kali,
yaitu tentang pendapat yang dikeluarkan golongan Ahmadiah bahwa
pendiriannya diakui oleh para pengikutnya sebagai seorang Nabi dan Nabi
Isa meninggal di Kashmir, selain itu Persis juga pernah mengadakan
perdebatan-perdebatan dengan golongan lain, seperti Ijtihadul Islamiyah
Sukabumi, Majelis Ahlu Sunnah di Bandung, dan Nahdhatul Ulama di
Cirebon tahun 1936. Organisasi ini memiliki bebrapa alat publikasi yang
diantaranya berupa majalah Pembela Islam terbitan Bandung, Al-Fatwa
yang ditulis denga huruf Jawa berbahasa Indonesia, At-Taqwa dengan
menggunakan bahasa Sunda dan berbagai Pamflet, Brosur, dan Buku-
buku.11
Meskipun sering di gadang-gadang mirip dengan Muhammadiyah,
dalam ranah perluasan wilayah, persis lebih memiliki prinsip idealis dalam
merekrut dan membangun keanggotaanya. Dibanding dengan
Muhammadiyah, Persis tidaklah terlalu giat dalam membentuk. Banyak
cabang. Pembentukan suatu cabang tergantung kepada inisiatif dan tidak
ditentukan oleh program pimpinan pusat. Jika Muhammadiyah berusaha
menggiring orang masuk, lalu kemudian membina orang tersebut didalam
organisasi, maka Persis mengutamakan dahulu diluar lalu yang dianggap
sudah layak baru direkrut menjadi anggota. Tidaklah mengherankan jika
organisasi Persis jauh lebih kecil dibanding Muhammadiyah dalam jumlah
anggota dan aktivitasnya. Persatuan Islam hanya memiliki 200 cabang
diseluruh Indonesia, yang menangani ratusan sekolah dan pesantren.12

11
Ahmad Syaukani, Perkembangan…, hlm. 134.
12
Nia Kurnia dan Amelia Fauzia, Gerakan…, hlm. 368.

8
C. Jam’iyatul Washliyah

Indonesia yang memiliki wilayah yang sangat luas, tentunya islam


menyebar di seluruh wilayah, tak terlepas wilayah Sumatra. Di wilayah
Sumatra, beridiri sebuah organisasi yang lahir dari golongan muslim
Sumatra.
Berdirinya Al-Washliyah dilatar belakangi oleh kesadaran beberapa
pelajar dan guru yang tergabung dalam perguruan Maktab Islamiyah
Tapanuli (MIT) untuk bersatu dalam menyalurkan ide dan pendapat. Pada
tahun 1918, masyarakat Mandailing yang menetap di Medan berinisiatif
mendirikan institusi pendidikan agama islam, bernama Maktam Islamiyah
Tapauli (MIT). Mereka ini adalah pendatang dari daerah Tapanuli Selatan
yang berbatasan langsung dengan tanah Minangkabau. Disamping dikenal
sebagai komunitas yang kuat beragama islam, suku mandailing juga relatif
berpendidikan lebih baik dari kelompok suku lainnya. Maktab tersebut
signifikan dalam dua hal; pertama, ia adalah lembaga pendidikan islam
formal pertama di Medan; dan kedua, berdirinya Al-Washliyah adalah
merupakan gagasan dari para alumni Maktab tersebut.6pada saat itu, al
washliyah menjadi pembaharu pendidikan Islam dengan menggabungkan
dua sistem, antara tradisional dan modern.
Menarik untuk dicatat bahwa berdirinya Al-Washliyah tidak
tergantung pada tokoh sentral karismatik sebagaimana halnya Ahmad
Dahlan dengan Muhammadiyah, Hasyim Asy’ari dengan NU, atau Ahmad
Surkati dengan Al-Irsyad. Pendirian dan pertumbuhan awal Al-Washliyah
lebih merupakan hasil upaya bersama beberapa orang dengan peran dan
keistimewaannya masing-masing.Yekh Muhammad Yunus adalah tokoh
yang biasanya dianggap sebagai pendiri Al-Washliyah. Abdurrahman
Syihab adalah tokoh lain yang mempunyai kemampuan tinggi dalam
rekruitmen anggota : Arsyad Talib Lubis adalah Ulama Al-Washliyah
dengan ilmu dan pengetahuan agama islam yang sangat mendalam;

9
Sementara Udin Syamsudin adalah administrator dan ahli
manajemennya.13
Setelah resmi didirikan maka ditetapkanlah pengurus al-Washliyah
yang berkedudukan di Medan, dengan susunan sebagai berikut : Ismail
Banda (Ketua I), A.Rahman Sjihab (Ketua II), M.Arsjad Tholib Lubis
(Penulis I), Adnan Nur (Penulis II), H.M Ya’kub (Bendahara), dan H.
Syamsudin, H.Jusuf Ahmad Lubis, H.A Malik, A.Azizi Effendy
(Pembantu-pembantu), serta Sjech H. Muhammad Junus (Penasihat).
Prinsip islam yang rahmatan lil ‘alamiin, al – washliyah memiliki
peranan penting bagi Indonesia dalam bidang politik maupun sosial.

1. Peranan dan kiprah Al-washliyah dalam bidang sosial keagamaan Sebagai


organisasi sosial keagamaan, Al-Washliyah menjadi rujukan dan tempat bertanya
masyarakat islam tentang berbagai persoalan. Untuk mempermudah pelaksanaan
fungsi ini, maka dibentuklah Majelis Fatwa Al-Washliyah pada bulan Desember
1933, dengan anggota 15 orang ulama dan pemuka Agama.

2. Peranan dan Kiprah Al-Washliyah dalam bidang pendidikan islam Dalam


catatan sejarah pembaharuan Islam di Indonesia, Al-Washliyah tidak hanya
berhasil berkiprah dibidang sosial keagamaan dan dakwah, tatapi juga dibidang
pendirian dan pendidikan islam dan penerbitan sebagai upaya ikut serta
mencerdaskan kehidupan bangsa, khususnya umat islam.

Lembaga pendidikan pertama sebagai hasil kerja Majelis Tarbiyah,


baru berdiri pada tahun 1932, didaerah Petisah, Medan. Maktab
Djami’iatoel Washliah, demikian nama lembaga ini. Dengan prinsip
keterbukaannya, Al-Washliyah membuat kemajuan di bidang pendidikan.
Pada tahun 1938, Al-Washliyah sudah mengelola Madrasah Tingkat Aliyah
(Qismul Ali) dan juga madrasah pendidikan guru.
Selain mendirikan madrasah, Al-Washliyah juga mendirikan
sekolah umum antara lain :

13
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenda Media Group, 2011), hlm. 334-337.

10
1. Sekolah Rakyat (S.R) Al-Washliyah dengan lama belajar 6 tahun. materi
pelajarannya 70% ilmu umum dan 30% ilmu agama. Pelajaran umumnya
setingkat dengan S.R Negeri.

2. SMP Al-Washliyah dengan lama belajar 3 tahun.materi pelajarannya 70%


ilmu umum dan 30% ilmu agama. Pelajaran umumnya setingkat dengan SMP
Negeri.

3. SMA Al-Washliyah dengan lama belajar 3 tahun. Materi pelajarannya


70% ilmu umum dan 30% ilmu agama. Pelajaran umumnya setingkat dengan
SMA Negeri. Kemudian pada tahun 1958, Al-Washliyah telah mendirikan
Perguruan Tinggi Agama Islam di Medan dan di Jakarta.14

D. Muhammadiyah

Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi besar umat yang


ada di Indonesia sampai saat ini. Organisasi muhammadiyah merupakan
organisasi sosial islam yang berdiri pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H, di
Yogyakarta atau pada tanggal 18 November 1912 M. Organisasi ini
dipelopori oleh K.H Ahmad Dahlan atas saran murid-muridnya dan
beberapa orang anggota Budi Utomo untuk mendirikan lembaga
pendidikan yang bersifat permanen.
Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 dengan
nama Muhammad Darwis. Bapaknya adalah seorang pegawai masjid
Kesultanan (Khatib) dan ibunya adalah anak seorang Penghulu yang
bernama Haji Ibrahim. Bapaknya bernama K.H Abu Bakar bin Kyai
Sulaiman.
Sewaktu kecil ia belajar agama (mengaji) dengan menggunakan
sistem lama di pesantren yang biasa ditemui pada waktu itu. Setelah
menyelesaikan pendidikan dasarnya pada ilmu Nahwu, Fiqh, dan Tafsir di
daerahnya, ia melanjutkan belajar ke Mekkah pada tahun 1890. Salah
seorang gurunya adalah Syaikh Ahmad Khatib.15
14
Samsul Nizar, Sejarah…, hlm. 334-337.
15
Ahmad Syaukani, Perkembangan…, hlm. 120.

11
K.H Ahmad Dahlan berasal dari keluarga yang berpengaruh dan
terkenal dilingkungan kesultanan Yogyakarta, yang secara genealogis
ditelusur akan sampai pada Maulana Malik Ibrahim atau Maulana
Maghribi.16
Didirikannya Muhammadiyah oleh K.H Ahmad Dahlan merupakan
hasil pengalamannya aktif di organisasi Bud Utomo, Jamiat Khair, dan
Sarekat Islam. beliau mengamati bahwa belum ada organisasi masyarakat
pribumi yang berorientasi pada gerakan modernisme islam.
K.H Ahmad Dahlan merumuskan tujuan pendirian Muhammadiyah
yakni “Menyebarkan Pengajaran Nabi Muhammad Saw kepada Penduduk
Bumiputra dan memajukan Agama islam kepada anggotanya”. Sejak
Kelahirannya Muhammadiyahmenetapkan Khittah (garis perjuangan)
untuk bergerak dibidang dakwah,sosial,dan pendidikan. Karena itu Ahmad
Dahlan berusaha mendirikan lembaga pendidikan, mengadakan Tabligh,
mendirikan masjid, serta menerbitkan buku, brosur, surat kabar, dan
majalah. Inti dari cita-cita Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah adalah
memurnikan ajaran islam dari praktek menyimpang yang tidak terdapat
dalam Al-qur’an dan Sunah Nabi SAW.17
Organisasi Muhammadiyah dalam tahun-tahun awal tidak
mengadakan pembagian tugas yang jelas diantara anggota pengurus .
sekurang-kurangnya sampai tahun 1917, ruang gerak kegiatan organisasi
ini masih sangat terbatas pada daerah kauman Yogyakarta dan sekitarnya.
Dan barulah setelah tahun 1917, organisasi ini mempunyai daerah operasi
yang lebih luas.
Di Jawa, Muhammadiyah begitu cepat tersebar disebabkan juga
oleh kegiatan misionaris Kristen. Di bidang sosial, Muhammadiyah juga
mencontoh kegiatan misionaris Kristen seperti mendirikan rumah yatim
Piatu, merawat fakir miskin, dan membangun klinik kesehatan yang
bermanfaat langsung bagi masyarakat. Dan meluasnya keanggotaan

16
Arifin, Gagasan Pembeharuan Muhammadiyah, (Jakrta: Dunia Pustaka Jaya, 1987), hlm. 75.
17
Nia Kurnia dan Amelia Fauzia, Gerakan…, hlm. 366.

12
Muhammadiyah didukung faktor lain seperti cara dakwah Muhammadiyah
yang cenderung toleran. Cara tersebut sungguh cara yang cerdik yang
dilakukan oleh Ahmad Dalan dalam menyerbarkan paham darinya melalui
cara seperti misionaris Kristen ini. Karena pada tahun-tahun berikutnya
Muhammadiyah diketahui membangun cabang-cabang di luar pulau jawa
khususnya di Minangkabau.
Faktor lain yang mendukung tersebarnya Muhammadiyah adalah
tablig_tablig/dakwahnya mengarah langsung ke amal perbuatan ditengah-
tengah masyarakat yang lebih luas sehingga dapat menarik para patriot dan
memberikan dasar-dasar yang kuat bagi setiap jiwa pada saat itu. Oleh
karena itu, tidak mengherankan jika pada saat itu sedang hebatnya reaksi
pemerintah Hindia belanda, Muhammadiyah dapat menarik kelompok
intelektual, yang biasanya hanya tertarik oleh gemerlapnya teori belaka.18
Suatu bagian yang sangat penting dalam suatu organisasi
Muhammadiyah adalah majelis Tarjih yang terbentuk pada tahun 1927
melalui utusan kongres organisasi tersebut di pekalongan. Fungsi dari
majelis ini adalah memberikan fatwa atau menjelaskan hukum masalah-
masalah yang sering menjadi pertikaian. Fatwa-fatwa yang dikeluarkan
majelis Tarjih tidak langsung disampaikan kepada masyarakat dan tidak
pula masyarakat Muhammadiyah sendiri, namun lebih dahulu disampaikan
kepada pimpinan pusat dari organisasi untuk melaksankannya.
Perkembangan organisasi, Muhammadiyah sampai pada tahun
1935 telah mempunyai 110 cabang dengan anggota kurang lebih 250 ribu
orang anggota. Dan hingga sekarang organisasi Muhammadiyah
merupakan salah satu organisasi yang mempunyai andil besar dalam dunia
pendidikan di negeri Indonesia dengan berhasilnya membangun prasarana
pendidikan dari tingkat Taman kanak-kanak, Sekolah Dasar, SLTP, SMU,
dan Perguruan Tinggi atau Akademi. Disamping itu, juga mempunyai

18
Nia Kurnia dan Amelia Fauzia, Gerakan…, hlm. 367.

13
berbagai macam sarana sosial seperti Rumah Sakit, Yayasan Yatim Piatu,
dan sebagainya.19

E. Nahdlatul ‘Ulama (NU)

Nahdhatul ‘Ulama (Ar : Nahdhah al-Ulama= Kebangkitan Ulama).


didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H. atau tanggal 26 Januari 1926 di
Surabaya atas prakarsa KH Hasyim Asy’ari dan KH Abdul Wahab
Hasbullah; Disingkat NU.
Disamping di bantu oleh KH Wahab Hasbullah, dalam
mendirikannya KH Hasyim Asy’ari juga dibantu oleh ulama-ulama lain
diantaranya yaitu :

1. K.H. Bisri Jombang

2. K.H. Ridwan Semarang

3. K.H. Nawawi Pasuruan

4. K.H. R. Asnawi Kudus

5. K.H. R. Hambali Kudus

6. K. H. Nakhrowi Malang

7. K.H. M. Alwi Abdul Aziz

8. K.H. Doromuntaha Bangkalan dan lain-lain20

Nahdhatul Ulama Lahir dengan melalui proses yang panjang.


Secara organisatoris, hal ini dimulai ketika para tokoh islam pesantren,
Wahab Hasbullah dan Mas Mansur mendirikan madrasah yang bernama
Nahdhatul Wathan pada 1916 di Surabayaya. Staff pengajar Nahdhatul
Wathan didominasi oleh ulama pesantren, seperti Bisri Syansuri (1886-
1980), Abdul Hakim Lei Munding dan Abdullah Ubai (1899-1938). Pada
1918, Abdul Wahab Hasbullah dan K.H Ahmad Dahlan dari Kebondalem
mendirikan Tashwirul Afkar, yaitu sebuah forum diskusi ilmiah

19
Ahmad Syaukani, Perkembangan…, hlm. 122-123.
20
Ahmad Syaukani, Perkembangan…, hlm. 123-124.

14
keagamaan yang mempertemukan kelompok pesantren dan modernis.
Pada tahun yang sama Abdul Wahab Hasbullah bersama K.H Hasyim
Asy’ari mendirikan sebuahkoperasi dagang yang bernama Nahdhatul
Tujjar. Hanya saja memasuki tahun 1920-an, kebersamaan dan upaya
saling pengertian antara kelompok islam pesantren dan modernis berubah
menjadi persaingan yang mengelompok.
Menjelang kelahiran NU, ditingkat internal umat islam Indonesia
telah terbentuk forum formal kongres Al-Islam, yang berfungsi untuk
mempertemukan para tokoh Islam di Indonesia. Pada 1921 para Ulama
menyelenggarakan kongres Al-Islam di Cirebon untuk mengurai persoalan
khilafiah sehingga diharapkan tercipta iklim yang lebih sejuk. Kemudian
pada bulan Desember 1922 kongres Al-Islam kedua digelar di Garut
menyusul kemudian kongres luar biasa Al-Islam di Surabaya pada 1924.
Diantara tokoh-tokoh Islam yang intens mengikuti pertemuan-pertemuan
tersebut adalah HOS. Tjokroaminoto,
K.H Abdul Wahab Hasbullah, K.H Mas Mansur, H. Agus Salim,
K.H Abdul Halim Majalengka, K. Sangadji, R. Wondoamiseno, dan
lainnya. Sebelum kongres luar biasa berlangsung, K.H Abdul Wahab
Hasbullah menyatakan Mundur dari kepanitiaan.21
Kelahiran NU tidak terlepas dari adanya reaksi terhadap situasi
umat islam ketika itu. pada permulaan abad ke-20 umat islam mengalami
kegoncangan akibat kekalahan Turki Utsmani pada perang Dunia 1 yang
dipandang sebagai kejatuhan dunia islam. Hal ini terjadi karena kekuasaan
sultan Turki sebagai Khalifah umat islam itu telah diakui keberadaannya
oleh semua wilayah islam termasuk Indonesia.Kegoncangan umat islam
ini diperburuk lago oleh keputusan Majelis Nasional Agung Turki yang
menghapuskan Kekuasaan Sultan pada tahun 1922 dibawah pimpinan
penguasa Turki yang baru, Mustafa Kemal Ataturk. Dalam pada itu
pengikut gerakan Wahabi dibawah pimpinan Ibnu Sa’ud berhasil
menguasai wilayah Hejaz. Gerakan ini, dengan tujuan memurnikan paham

21
Sulthan Fatoni, NU Identitas Islam Indonesia, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1987), hlm. 118.

15
tauhid umat islam, telah memusnahkan semua yang dipandangnya
menimbulkan bid’ah dan khurafat. Disamping menentang taklid kepada
pendapatimam-imam madzhab dan menyeru untuk kembali kepada Al-
Qur’an dan Sunnah. Hal ini menimbulkan pengaruh yang sangat besar
terhadap umat islam, termasuk umat islam Indonesia, terutama terhadap
para ulama yang kuat berpegang pada tradisi dan melestarikan ajaran
bermadzhab.
Ketika itu di Indonesia muncul pula gerakan-gerakan keagamaan
yang dikenal dengan gerakan pembaru, sebagai akibat dari pengaruh
pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab dari Saudi Arabia dan
Muhammad Abduh di Mesir. Berkembangnya gerakan yang bersemboyan
kembali kepada Al-Qur’an dan sunnah ini dirasakan oleh para Ulama
tradisional sebagai “ancaman” terhadap kelestarian tradisi Ahlusunah
Waljamaah.22
Pada tanggal 31 Januari 1926 bertepatan tanggal 16 Rajab 1344 H,
Komite Hejaz mengadakan rapat dirumah K.H Abdul Wahab Hasbullah
yang dihadiri oleh Ulama-Ulama terkemuka. Pertemuan tersebut
membicarakan perkembangan dunia islam mutakhir hingga memikirkan
langkah bersama untuk mempertahankan kepentingan masayarakat islam
pesantren. Mereka kemudian memutuskan K.H Asnawi sebagai utusan
para ulama untuk menghadiri Muktamar dunia islam di Mekkah. Rapat
juga memutuskan untuk sepakat mendirikan organisasi yang diberi nama
Nahdhatul Ulama.23
Tujuan Nahdhatul Ulama (NU) seperti tersebut dalam Anggaran
Dasar Tahun 1926 (sebelum menjadi partai politik) adalah perkumpulan
sosial keagamaan yang mementingkan pendidikan dan pengajaran agama
islam.
Dalam ikut serta mempertinggi kecerdasan masyarakat Indonesia
dan menggembleng budi pekertinya, NU mendirikan beberapa Madrasah

22
Harun Nasution, Ensiklopedia…, hlm. 353.
23
Sulthan Fatoni, NU Identitas…, hlm. 119.

16
ditiap-tiap cabang dan ranting. Pada masa pemerintahan Belanda dan
penjajahan Jepang, NU tetap memajukan pesantren-pesantren,
mengadakan dakwah dan pengajian-pengajian dan lain-lainya. NU juga
bergerak dalam bidang lainnya seperti di bidang pendidikan, bidang sosial
dan di bidang ekonomi.
Sejak berdirinya sampai tahun 1989, NU sudah 28 kali
melaksanakan muktamar. Muktamar pertama dilaksanakan pada tanggal
21-23 September 1926 di Surabaya. Keputusan utama di antaranya adalah
memantapkan diri sebagai pembela paham Ahlussunah Waljamaah. Untuk
memperkuat perjuangan umat islam, NU bersama-sama organisasi Islam
lainnya, seperti Muhammadiyah, mengambil keputusan untuk membentuk
partai politik Indonesia dalam wadah Masyumi Dari situlah awal dari
berubahnya NU dari hanya organisasi keagamaan menjadi organisasi
politik juga.24

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan Islam di Indonesia sangatlah pesat, terbukti dengan
lahirnya organisasi islam, perjuangan kaum muslim dalam kemerdekaan
24
Ahmad Syaukani, Perkembangan…, hlm. 134.

17
Indonesia, menjadi agama mayoritas sehingga Indonesia menjadi negara
islam terbesar. Perjuangan islam di Indonesia tidak terlepas dari para
pewaris ulama yang menyebarkan islam di Indonesia. Organisasi yang
didirikan memberikan dampak positif terhadap budaya serta karakter
negara Indonesia. Sehingga tak heran apabila Indonesia memiliki islam
yang sangat kuat dengan adanya organisasi islam baik di bidang politik,
maupun sosial.

B. Kritik dan Saran

Manusia dengan sifat sifatnya, merupakan individu paling berharga


di sisi Allah, tetapi, dalam itu semua terdapat banyak kekurangan, oleh
karena itu, dengan selesainya makalah ini, kami selaku penyusun makalah
sangatlah terbuka dalam kritik dan saran rekan rekan, yang bersifat
membangun dsb.

18
DAFTAR PUSTAKA

Arifin. 1987. Gagasan Pembeharuan Muhammadiyah. Jakarta: Dunia Pustaka


Jaya.

Fatoni, Sulthan. 1987. NU Identitas Islam Indonesia. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.

Kurnia, Nia dan Amelia Fauzia. 2010. Gerakan Modernisme. Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve, 2010.

Nizar, Samsul. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Prenda Media Group.

Syamsu, Muhammad. 1999. Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya.


Jakarta: Lentera Basritama.

Syaukani, Ahmad. 2001. Perkembangan Pemikiran Modern Di Dunia islam.


Bandung: Pustaka Setia.

19

Anda mungkin juga menyukai