Anda di halaman 1dari 31

SEJARAH BERDIRI DAN PERKEMBANGAN MUHAMMADIYAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Agama Islam dan
Kemuhammadiyahan
dosen Pengampu: Dr. Ibnu Hasan, M. Ag.

disusun oleh:
Visi Nurhayati 2120110009
Anastasia Titin Rosnawati 2120110028

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN DASAR


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2021

i
DAFTAR ISI
Halaman Judul ........................................................................................................... i

Kata Pengantar ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

A. Latar Belakang .............................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
C. Tujuan dan Manfaat ...................................................................................... 2

BAB II ISI.................................................................................................................. 3

A. Sejarah Berdirinya Muhammadiyah .............................................................. 3


1. Kondisi Masyarakat Indonesia pada awal abad ke-20............................. 3
2. Faktor-faktor Berdirinya Muhammadiyah .............................................. 6
3. Sejarah Berdirinya Muhammadiyah ....................................................... 13
4. Visi Misi Gerakan Muhammadiyah ........................................................ 16
5. Struktur Organisasi Muhammadiyah ...................................................... 16
6. Makna Logo Muhammadiyah ................................................................ 18
B. Perkembangan Muhammadiyah .................................................................... 19
1. Era Awal ................................................................................................. 19
2. Era Perjuangan Kemerdekaan ................................................................. 21
3. Era Orde Lama........................................................................................ 22
4. Era Orde Baru ......................................................................................... 23
5. Era Reformasi ......................................................................................... 25

BAB III KESIMPULAN ............................................................................................ 27

1. Simpulan ....................................................................................................... 27
2. Saran ............................................................................................................. 27

Daftar Pustaka ............................................................................................................ 28

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan penulis kemudahan dalam
menyelesaikan makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, penulis tidak
akan mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah atas limpahan nikmat sehat-Nya,


sehingga makalah “Sejarah Berdiri dan Perkembangan Muhammadiyah” dapat
diselesaikan. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam dan
Kemuhammadiyahan. Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi orang lain,
terutama menjadi referensi bagi mahasiswa yang membutuhkan.

Penulis menyadari makalah Sejarah Berdiri dan Perkembangan Muhammadiyah ini


masih perlu penyempurnaan karena berbagai kesalahan dan kekurangan penulis. Penulis
terbuka terhadap kritik dan saran pembaca agar makalah ini dapat lebih baik. Apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, baik terkait penulisan maupun konten, penulis
memohon maaf. Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini
dapat bermanfaat.

Penulis

iii
1

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama


organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah juga
dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Istilah
Muhammadiyah yang pada masa itu sangat asing bagi telinga masyarakat umum adalah
untuk memancing rasa ingin tahu dari masyarakat, sehingga ada celah untuk memberikan
penjelasan dan keterangan seluas-luasnya tentang agama Islam sebagaimana yang telah
diajarkan Rasulullah SAW.

Muhammadiyah didirikan oleh sosok yang terkenal ikhlas tanpa memperhatikan


materi yang diterimanya yakni Muhammad Darwis yang dikenal dengan KH. Ahmad
Dahlan. Dia seorang pejuang sejati yang benar-benar memperhatikan nasib bangsanya yang
sedang terpuruk karena dijajah oleh belanda. Pada saat genting seperti itu, Ahmad Dahlan
justeru bersemangat untuk memperjuangkan nasib masyarakatnya dengan berusaha
melakukan sebuah terobosan baru dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dari belengggu
kebodohan dan ketermarjinalan. KH. Ahmad Dahlan yang terkenal hebat, dia lebih
memprioritaskan kepentingan orang lain daripada kepentingan pribadi. Dia terus berusaha
berjuang untuk bangsa Indonesia agar mendapat keselamatan dan kemuliaan di mata Allah
SWT dengan mengajak masyarakatnya yang saat itu masih kental dengan tradisi kejawen
peninggalan nenek moyang dan leluhur mereka. KH. Ahmad Dahlan berusaha mengajak
mereka dengan penuh lemah-lembut dengan tanpa kekerasan. Langkah ini yang ditempuh
KH. Ahmad Dahlan sebagai upaya untuk menjauhkan mereka dari kesyirikan.

Namun tidak semudah yang dibayangkan, Ahmad Dahlan harus berani benturan
dengan orang-orang kraton yang tidak bisa meninggalkan tradisi yang mengandung
kesyirikan. Berkat kegigihan dan kekuatan dalam menyebarkan Islam lewat berdakwah,
beliau menyampaikan ajaran Islam kepada orang banyak dengan harapan mereka
mengikuti ajarannya dengan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang tidak bermanfaat.
Sebagai orang muslim dan praktisi pendidikan kita harus mengetahui sejarah berdirinya

1
2

muhammadiyah dan perkembangan muhammadiyah sebagai salah satu organisasi


keagamaan yang memberikan sumbangsih besar bagi kemajuan bangsa Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya Muhammadiyah?
2. Bagaimana perkembangan Muhamamdiyah?

C. Tujuan dan Manfaat


1. Tujuan dalam makalah ini adalah pembaca dapat mengetahui sejarah berdirinya
Muhammadiyah dan perkembangan Muhammadiyah
2. Manfaat dalam makalah ini adalah
a. Manfaat teoritis adalah untuk menambah khasanah keilmuan dalam sejarah
berdiri dan perkembangan Muhammadiyah
b. Manfaat praktis adalah pembaca dapat mengambil hikmah dan semangat
Muhammadiyah dalam menunjang kemajuan bangsa Indonesia
3

BAB II

ISI

A. Sejarah Berdirinya Muhammadiyah


1. Kondisi Masyarakat Indonesia pada awal abad ke-20

Sewaktu memasuki abad ke-20, Indonesia yang dikenal sebagai Hindia Belanda
merupakan negara yang terjajah dan terbelakang. Kondisi ini menyebabkan hancurnya
berbagai tatanan kehidupan kenegaraan, ekonomi, sosial budaya, bahkan ideologi
masyarakat termasuk kaum muslimin sebagai warga mayoritas. Setelah runtuhnya
kekuasaan-kekuasaan monarkis di Nusantara, negara ini terbelenggu oleh
kolonialisme. Hampir seluruh aspek kehidupan terbelenggu oleh berbagai praktik
kolonialisme yang berlangsung berabad-abad lamanya, sehingga rakyat menderita
lahir dan batin, miskin, bodoh dan terbelakang.

Di rentang sejarah kolonialisme itulah umat Islam di Indonesia turut menanggung


akibatnya. Sebagai entitas masyarakat mayoritas di Nusantara, umat Islam pun
menjadi objek dan sasaran kolonialisasi yang paling di perhitungkan, karena mampu
dan sering melakukan perlawanan rakyat secara terbuka dan besar-besaran. Di antara
peristiwa perlawanan dimaksud adalah pecahnya Perang Suci: perlawanan umat Islam
paling berdarah sepanjang sejarah yang digerakkan dan dipelopori oleh barisan ulama
Aceh. Menurut Rohmansya;2018) sebelum Perang Suci tersebut, telah terjadi
perlwanan umat Islam terhadap kolonialisme Belanda secara berturut-turut di berbagai
belahan Nusantara, yakni Perang Padri di Minangkabau yang di pelopori Imam Bonjol
dan Haji Miskin (1821- 1838), Perang Sabil di Jawa yang di pelopori oleh Pangeran
Dipenogoro (1825-1830), serta Pemberontakan Tjilegon di Banten yang di pelopori
Hadji Wasit dan Tubagus Hadji Ismail (1888).

Rentetan kecamuk perang itu menimbulkan kerugian materil dan personil


serdadu yang sangat besar bagi Belanda serta kekhawatiran yang sangat besar atas
keberlangsungan kolonialisasi di Indonesia. Keadaan ini menyebabkan Belanda
menerapkan strategi baru kolinialisasi kaum pribumi yang dikenal dengan istilah
Politik Etis.

3
4

Kebijakan demikian itu, sengaja diberlakukan belanda untuk menampilkan “dua


wajah” baru kolonialisasi. Sebagai bentuk penerapan strategi kolonisasi Snouck
Hugronje, maka Belanda memerangi kaum muslimin di Indonesia dengan cara-cara
yang tampak etis. Di satu sisi Belanda menguatkan gelombang westernisasi
pendidikan dan budaya di lapisan elite dan terpelajar. Di sisi lain, Belanda
menggairahkan kembali tradisi Hindu-Islam terhadap kaum muslimin yang "kedap
perubahan" karena dibentengi oleh para ulama tradisionalis. Keadaan ini berlangsung
hampir satu abad, sehingga dua keadaan masyarakat. Sebagian kecil kaum muslimin
Indonesia tumbuh sebagai kaum terpelajar bahkan banyak yang menjadi perintis dan
pejuang hak-hak bangsa Indonesia. Tetapi di tengah-tengah sebagian besar
masyarakat awam tumbuh dan berkembang dengan maraknya praktik takhayul, bid’ah
dan khurafat (sebagai bentuk penyimpangan agama) di tengah-tengah kehidupan umat
Islam Indionesia.

Meskipun Belanda menuai hasil cukup gemilang dari proses awal kebijakan
Politik Etis, namun hasil pahit yang sebelumnya tidak pernah diharapkan dari akses
proses kebijakan itu selanjutnya adalah lahirnya benih-benih nasionalisme indonesia
modern. Benih-benih nasionalisme modern (perlawanan melalui pintu perdagangan
dan pendidikan) itu sudah mulai terasa melalui surat-surat Kartini dari Jepara kepada
Stella Zeehandelaar di Belanda pada kurun 1899-1903, sampai kemudian gerakan
nasionalisme versus kolonialisme itu berlanjut cukup terbuak sejak Budi Utomo
berdiri 1908 dan memulai sekolah Kweekschool di Jetis Yogyakarta.

Sekalipun demikian, tidak di pungkiri, kebijakan liberal di sektor ekonomi yang


diberlakukan secara formal sejak tahun 1870, telah memberi kesempatan yang
demikian luas tidak hanya kepada pemerintah kolonial, melainkan juga kepada pihak
asing lainnya untuk melakukan esksploitasi tanpa batas terhadap sumber-sumber
ekonomi di bumi Indonesia. Perkebunan dan pertambangan milik pemerintah maupun
perusahaan swasta asing yang bermunculan dari Sabang sampai Merauke. Realitas ini
berbeda dengan masa sebelumnya, dimana esksploitasi hanya terkonsentrasi di
sepajang Pulau Jawa.

Sejalan dengan itu, merebak aktivitas berdasarkan sistem pasar dan penggunaan
uang sebagai standar transaksi, dengan sendirinya menimbulkan komersial dan
monetisasi dalam kehidupan ekonomi masyrakat secara umum. Perluasan
5

infrastruktur dan kesempatan ekonomi baru itu tentu saja mempunyai implikasi positif
terhadap ekonomi kaum pribumi,namun pada saat yang sama, tekanan ekonomis
terhadap bumiputra juga semakin kuat sebagai akibat dari kenaikan biaya hidup,
penarikan pajak tunai yang kian beragam, nilai riil pendapatan yang rendah, maupun
karena petani demikian teralienasi dari tanah sebagai faktor produksi utama, sehingga
tingkat hidup mayoritas masyarakat semakin rendah Ada dual-economic system
(dalam kajian Boeke) yang akhirnya berlaku dalam perekonomian Indonesia dimasa
kolonial, di satu sisi terdapat sebagian kecil kelompok sosial (terutama para kapitalis
Eropa) yang melakukan aktivitas ekonomi secara kapitalis dan intergal dengan pasar
global, sementara di sisi lian terdapat sebagian besar kelompok sosial (mayoritas
pribumi) yang hidup dalam subsistence economy. Yaitu, hidup secara pas-pasan hanya
untuk kebutuhan keseharian tanpa sentuhan pendidikan yang memadai, sehinggan
terpaksa harus hidup bodoh dan terbelakang.

Fakta menunjukan, dominasi kalangan Eropa dan elit feodal pribumi dalam dunia
pendidikan menyebabkan rakyat yang mayoritas muslim tidak cukup terakomodasi
dalam sisitem pendidikan modern, sementara kebekuan sistem pendidikan tradisional
(pesantren) semakin jauh bergerak cepat ke arah modernisasi. Lebih menyedihkan,
kesadaran sebagai bangsa terjajah tidak banyak muncul di kalangan masyarakat akibat
pembodohan sistemik yang dilakukan pemerintah kolonial. Elit feodal pribumi, tidak
banyak tergugah dan tercerahkan.

Di tengah keterbelakangan mayoritas kaum pribumi itu, secara tidak terduga


muncullah sekelompok kecil masyarakat pribumi yang perlahan bergerak sebagai
pengusaha industri dan pedagang yang kuat. Katakanlah mereka misalnya pengusaha
industri batik, rokok, kerajinan, pedagang perantara, dan pedagang keliling di daerah-
daerah di Pekalongan, Yogyakarta, Surakarta, Kudus, Pariaman, Palembang dan
Banjarmasin. Kelompok ini adalah kelas menegah pribumi dan merupakan sebagian
kecil dari wiraswastawan pribumi yang mampu bersaing pada tingkat lokal dengan
para pengusah dan pedagang Eropa, Cina, Arab, dan India yang lebih dulu
mendominasi sektor-sektor ekonomi. Sebagian besar kelas menengah pengusaha dan
pedagang pribumi yang memiliki latar belakang agama Islam dan ikatan sosial yang
kuat, satu hal yang sebenarnya paradoks dengan mayoritas pribumi yang umumnya
Muslim.
6

Di Jawa misalnya, mereka tinggal di kawasan tertentu seperti daerah yang dikenal
sebagai Kauman atau Sudagaran. Daerah ini dekat dengan pusat perdagangan, dan
karenanya sebagian besar warganya berdagang atau menjadi pengusaha. Kondisi
ekonomi mereka cukup mapan dan memberi mereka kesempatan untuk bergaul secara
lebih kosmopolit, baik melalui ibadah haji ke mekah, mengirim anak-anak mereka ke
berbagai pesantren atau lembaga pendidikan lain di Indonesia maupun di luar negeri
(seperti Saudi, Mesir, dan Eropa). Dengan demikian, interaksi mereka dengan
masyarakat dan bangsa lebih luas berlangsung secara reguler dan berkesinambungan.
Hal itu berlangsung, tidak hanya dalam konteks ekonomi dan pendidikan, melainkan
juga dalam aspek sosial, kultural, dan politik. Interaksi mereka utamanya dengan
masyarakat Muslim dunia (Timur Tengah), termasuk dengan warga Indonesia yang
sudah lama bermukim di Mekah, membuka kesempatan masuknya unsur-unsur baru
ke dalam masyarakat Muslim di Indonesia.

Kiai Haji Ahmad Dahlan, satu di antara masyarakat kelas menengah pribumi itu.
Meskipun sosoknya, barangkali hanya berupa “nokta kecil” dalam kancah sejarah
Indonesia yang menjalani hidup sekedar berdagang batik dan menjadi Khatib Amin di
Masjid Agung Kasultanan Ngayogyakarta. Namun ternyata, kehadiran dan kiprah Kiai
Haji Ahmad Dahlan tidak hanya setampak noktah kecil itu, melainkan hadir dengan
gagasan besar yang mencerahkan di tengah kemuraman nasib bangsa yang masih
meringkuk dalam belenggu kolonialisme.

Lewat kosmopolitanisme pergaulanya di jalur perdagangan, perjalanan haji dan


studinya di Mekah, Kiai Haji Ahmad Dahlan lantas kerap terlibat dalam renungan-
renungan serius, sampai akhirnya berpikir keras untuk mengambil jalan baru
perubahan sosial demi tumbuh dan berkembangnya Islam berkemajuan, sebuah reaksi
segar untuk mengatasi keterbelakangnya kaum pribumi, serta pembodohan dan
pemiskinan akibat kolonialisasi yang terus berlangsung secara sistemik. Pikiran keras
dan renungan serius itulah yang melahirkan gagasan-gagasan besar, sampai akhirnya
memicu kelahiran Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912.

2. Faktor Berdirinya Muhammadiyah

Menurut Miswanto, Agus dan Arofi, Zuhron (2012; 43) Muhammadiyah dapat
berdiri karena faktor subjektif dan objektif. Berikut penjelasan faktor tersebut:
7

a. Faktor Subjektif

Faktor subyektif yang sangat kuat bahkan dapat dikatakan sebagai faktor utama
dan penentu dalam mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah pendalaman
dan kajian KH. A. Dahlan terhadap al-Qur’an yang tekun, gemar membaca,
kritis dalam menelaah, membahas dan mengkaji isi kandungan Alquran. Ketika
memahami QS. Ali Imron: 104,

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yagn menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegak dari yang munkar,
merekalah orang yagn beruntung. (QS. Ali Imron: 104).

Ayat tersebut benar-benar dapat menginspirasi KH. A. Dahlan sehingga


tergerak hatinya untuk membangun sebuah perkumpulan, organisasi, atau
persyarikatan yang teratur, dan rapi yang tugasnya berkhidmat melaksanakan
misi dakwah Islam amar makruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat luas.

Rohmansyah (2018; 71) juga menyampakian bahwa setelah pengkajian,


penelaan dan pendalaman terhadap ayat tersebut, KH. Ahmad Dahlan tergerak
hatinya untuk membuat perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang
teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmat melaksanakan misi dakwah Islam,
amr ma’rūf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat luas. Dalam ayat tersebut
tampak jelas bahwa kata Ummah dimaknai sebagai sebuah kelompok atau
golongan yang mengajak kepada kebaikan, memerintahkan kepada halhal yang
ma’rūf dan mencegah dari perbuatan munkar atau maksiat kepada Allah. Kata
Ummah tersebut dipahami secara kontekstual sebagai organisasi yang
didalamnya terdapat sekelompok manusia yang bekerja bersama menjalankan
Visi dan Misi Muhammadiyah dengan tujuan mencapai suatu hal yang dicita-
citakan. Komponen-komponen yang ada dalam organisasi terdiri dari ketua dan
anggota yang membidangi bagian tugasnya masing-masing untuk
melaksanakan berbagai program yang telah disepakati bersama. Apa yang
8

dilakukan seluruh komponen organisasi bertujuan untuk mendapatkan


kesuksesan dan kebahagiaan bersama sesuai Visi dan Misi Muhammadiyah.

b. Faktor Objektif
Faktor-faktor obyektif yang melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah yang
sebagian dikateorikan kepada faktor internal, yaitu faktor-faktor penyebab yang
muncul di tengahtengah masyarakat Islam Indonesia. Sedangkan faktor
eksternal, yaitu faktor penyebab yang ada di luar tubuh masyarakat Indonesia.
Menurut Rohmansyah (2018; 73) terdapat beberapa faktor obyektif yang
bersifat internal yang melatarbelakangi lahirnya Muhammadiyah adalah:
a. Ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya Alquran dan al-
Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam
Indonesia.
Sebelum Islam masuk ke negara Indonesia, bangsa Indonesia masih
beragama hindu dan budha dengan amalan dan tradisi yang ada di
dalamnya. Sementara agama Islam datang ke Indonesia setelah melewati
perjalanan panjang. Oleh sebab itu, tidak bisa dipungkiri bahwa adanya
kenyataan berbagai pengaruh kepercayaan lain yang menempel secara tidak
sengaja kepada tubuh ajaran Islam. Melihat hal yang demikian, maka dapat
dimaklumi kalau dalam kenyataannya bangsa Indonesia khususnya umat
Islam pada saat itu melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran
Islam. Dalam hal akidah misalnya, Islam mengajarkan agar bertauhid murni
bersih dari berbagai syirik, tahayyul, bid’ah dan khurafat. Namun dalam
praktek di lapangan masih banyak umat Islam yang percaya terhadap
benda-benda keramat seperti keris, tombak, batu aqiq dan masih percaya
terhadap hari-hari yang dianggap baik dan buruk termasuk bulan yang baik
dan bulan buruk. Mereka sering datang ke Kuburan yang dianggap keramat
seperti makam para wali, ulama-ulama besar dan lain-lain dengan tujuan
meminta berkah kepada mereka (orang telah meninggal dunia). Selain itu,
mereka percaya terhadap ramalan-rama seperti ramalan bintang, ramalan
burung, ramalan-ramalan nasih, ramalan dukun dan ramalan ghaib dan lain-
lain.
Dalam masalah ibadah, khususnya ibadah mahḍah agama Islam
memberikan tuntunan kepada manusia yang secara pasti bersumber dari
9

Allah dan Rasul-Nya, namun dalam kenyataan masih banyak umat Islam
dalam hal ibadah masih mencampuradukan antara ibadah yang bersumber
dari Nabi dengan tata ibadah yang berasal dari kepercayaan. Contohnya,
masih ada sebagian masyarakat yang melakukan ritual ibadah dengan
menyediakan sesaji yang ditunjukkan kepada arwah, roh-roh halus, upacara
selamatan kematian seperti tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, seribu
hari dengan dibacakan bacaan tahlil, surat Yasin, ayat Kursi dan sebagainya
yang pahalanya dihadiahkan kepada orang yang diselamatinya (orang yang
telah meninggal dunia). Amalan-amalan tersebut jelas bertentangan dengan
prinsip-prinsip pokok ajaran Islam. sebagaimana ditegaskan dalam surat al-
Fatihah ayat 5, alBaqarah 286, al-An’am ayat 164 dan al-Najm ayat 39.
b. Lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan
generasi yang siap mengemban misi selaku “Khalifah Allah di atas bumi”
Salah satu lembaga pendidikan yang khas dan dimiliki umat Islam khusus
di Indonesia adalah lembaga Pondok Pesantren. Jika dilihat dari aspek
sejarah lahirnya pondok pesantren, ternyata sistem pendidikan tersebut
telah lama dikembangkan oleh Hindu dan Budha yang dikenal dengan nama
“Ashram” dimana para cantrik berubah menjadi santri tinggal bersama
Gurunya atau Resi. Sistem ini terus berlanjut ketika Indonesia memasuki
zaman Islam. Sistem pendidikan ini muncul jauh sebelum penjajah Belanda
masuk ke Indonesia yang dengannya banyak memberikan sumbangan
kepada bangsa Indonesia yang melahirkan para kader umat bangsa
sekaligus menjadi pelopor semangat nasionalisme dan patriot bangsa.
Dalam perkembangan sistem pendidikan pesantren itu dihadapkan kepada
sebuah tantangan zaman yang semakin kompleks. Mata pelajaran di
Pendidikan pondok pesantren hanya diajarkan ilmu-ilmu agama seperti
nahwu, sharaf, usul fiqh, fiqh, tafsir, hadis, tasawuf, akidah, ilmu mantiq,
ilmu falak dan lain-lain. Sedangkan mata pelajaran pada ilmu pengetahuan
umum yang berkaitan dengan muamalah duniawiyah seperti ilmu sejarah,
fisika, kimia, biologi, matematika, ekonomi, sosiologi dan lain-lain sama
sekali belum pernah diperkenankan di lembaga tersebut. Padahal ilmu
pengetahuan umum sangat membantu seseorang dalam melaksanakan
semua tugasnya sebagai khalifah di bumi. Kondisi tersebut dirasakan oleh
Ahmad Dahlan yang menurutnya terdapat satu sisi yang kurang sehingga
10

harus disempurnakan. Cara yang ditempuh Ahmad Dahlan dalam


menyempurnakan sistem pendidikan pondok pesantren adalah memberikan
pelajaran agama dan ilmu pengetahuan umum sehingga kedua ilmu tersebut
bisa saling melengkapi dan terintegrasi serta terintekoneksi.

Miswanto, Agus (2012; 56) juga menambahkan factor internal lainnya yaitu
kelemaham kepemimpinan islam. Ada tiga kelemahan pemimpin: (1)
terbatasnya pengetahuan; (2) lebih banyak berbicara dari pada berbuat; (3) lebih
mementingkan kelompok daripada kepentingan umum. KH Ahmad Dahlan
persaudaraan dan kebahagiaan hidup bersama adalah suatu kebenaran. Dalam
perspektif ini kelahiran Muhammadiyah didorong oleh kesadaran yang dalam
tentang tanggung jawab sosial yang pada masa itu sangat terabaikan. Dengan
kata lain, doktrin sosial Islam tidak digumulkan dengan realitas kehidupan
umat.

Menurut Rohmansyah (2018;77) Adapun Faktor-faktor obyektif yang bersifat


eksternal yang melatarbelakangi lahirnya Muhammadiyah adalah:

a. Semakin meningkatnya gerakan agama lain di tengah-tengah masyarakat


Indonesia.
Kaum kolonial termasuk Belanda masuk menjajah Indonesia mengibarkan
panji ”tiga G”, yaitu glory, gold, dan gospel. Pertama, Glory (menang)
suatu motif untuk menjajah dan menguasai negeri jajahan sebagai daerah
kekuasaanya. Kedua, gold (emas, kekayaan) adalah motif ekonomi yaitu,
mengeksploitasi, memeras, dan mengeruk harta kekayaan negeri jajahan.
Ketiga, gospel (injil) yaitu motif menyebarluaskan ajaran Kristen kepada
anak negeri jajahan. Untuk motif yang ketiga B.G. Schweits menyatakan:
”... oleh karena penduduk pribumi, yang mengenal eratnya hubungan
agama dengan pemerintahan, setelah masuk Kristen akan menjadi warga-
warga loyal lahir batin bagi Kompeni, sebutan yang diberikan kepada
administrasi Belanda itu”. (dalam Miswanto, Agus;2012;46)

Kaum kolonial termasuk Belanda masuk menjajah Indonesia mengibarkan


panji ”tiga G”, yaitu glory, gold, dan gospel. Pertama, Glory (menang)
suatu motif untuk menjajah dan menguasai negeri jajahan sebagai daerah
11

kekuasaanya. Kedua, gold (emas, kekayaan) adalah motif ekonomi yaitu,


mengeksploitasi, memeras, dan mengeruk harta kekayaan negeri jajahan.
Ketiga, gospel (injil) yaitu motif menyebarluaskan ajaran Kristen kepada
anak negeri jajahan. Untuk motif yang ketiga B.G. Schweits menyatakan:
”... oleh karena penduduk pribumi, yang mengenal eratnya hubungan
agama dengan pemerintahan, setelah masuk Kristen akan menjadi warga-
warga loyal lahir batin bagi Kompeni, sebutan yang diberikan kepada
administrasi Belanda itu”.
b. Penetrasi Bangsa-bangsa Eropa, terutama bangsa Hindia-Belanda ke
Indonesia
Hadirnya bangsa-bangsa Eropa Belanda ke Indonesia, khususnya dalam
aspek kebudayaan, peradaban dan keagamaan telah membawa pengaruh
buruk terhadap perkembangan Islam Indonesia. Lewat pendidikan model
barat yang mereka kembangkan,mdengan ciricirinya yang sangat
menonjolkan sifat intelektualisme, individualisme, elitis, diskriminatik,
serta sama sekali tidak memperhatikan dasardasar moral keagamaan
(sekuler), maka lahirlah suatu generasi baru bangsa Indonesia yang terkena
pengaruh paham rasionalisme dan individualisme dalam pola fikir mereka.
Bahkan lebih jauh, HJ. Benda menyatakan bahwa “pendidikan Barat
adalah alat yang paling pasti untuk mengurangi dan akhirnya mengalahkan
pengaruh Islam di Indonesia”. dalam Miswanto, Agus; 2012; 47)

Apa yang diharapkan oleh pemerintah Belanda di atas, tandatandanya


segera terlihat, antara lain: seperti munculnya sikap acuh tak acuh terhadap
agama Islam, kalau tidak malah melecehkan. Mereka menganggap selama
mereka masih menampakan keIslam-annya, mereka rasanya belum dapat
disebut sebagai orang modern, orang yang berkemajuan. Lebih dari pada
itu, dalam menyikapi kehidupan umat Islam di Indonesia, Belanda
benarbenar mengikuti petunjuk Snouck Horgronje. Ia merekomendasikan
kepada Pemerintah Belanda bahwa sebenarnya Islam dapat dibagi dua,
yaitu Islam religius dan Islam politik. Terhadap Islam religius dia
menyarankan agar pemerintah bersikap toleran. Bahkan sikap seperti ini
dinyatakan sebagai conditio sine qua non, syarat yang tidak boleh tidak
harus diwujudkan demi menjaga ketenangan dan stabilitas, seperti
12

memberikan toleransi kepada umat Islam untuk mengerjakan ibadah


sembahyang, haji, dan sebagainya. Sementara terhadap Islam politik,
pemerintah dianjurkan tidak memberikan toleransi sama sekali, bahkan
sebaliknya harus ditekan semaksimal mungkin. Tegasnya bagi pemerintah
Belanda dalam menyikapi umat Islam Indonesia harus membedakan Islam
ke dalam dua kategori, musuh Belanda bukan Islam sebagai agama, akan
tetapi yang menjadi musuh Belanda adalah Islam sebagai doktrin politik.

c. Pengaruh dari gerakan pembaharuan di dunia Islam (Timur Tengah)

Gerakan Muhammadiyah yang dibangun oleh KH. A. Dahlan


sesungguhnya merupakan salah satu mata rantai yang panjang dari gerakan
pembaharuan dalam Islam yang dimulai sejak tokoh pertamanya, yaitu
Syaikh Ibn Taimiyah, Ibnul Qayyim al-Jauziyah, Muhammad bin Abdul
Wahhab, Sayyid Jamaluddin al-fghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha
dan sebagainya. Terutama sekali pengaruh dari MuhammadAbduh lewat
tafsirnya yang terkenal, yaitu al-Manar suntingan Rasyid Ridha serta
majalah al-Urwatul Wustqa. Lewat telaah KH. A. Dahlan terhadap
berbagai karya para tokoh pembaharu di atas serta kitab-kitab lainya yang
seluruhnya menghembuskan angin segar untuk memurnikan ajaran Islam
dari berbagai ajaran sesat dengan kembali pada al-Qur’an dan as-Sunnah,
mendapat inspirasi yang kuat untuk membangun sebuah gerakan Islam
yang berwibawa, teratur, tertib, dan penuh disiplin guna dijadikan wahana
untuk melaksanakan dakwah Islam amar makruf nahi maunkar di tengah-
tengah masyarakat Indonesia(dalam Miswanto, Agus;2012;48).

Junus Salam (dalam Miswanto, Agus dan Arofi, Zuhron: 2012) menegaskan,
faktor-faktor yang menjadi pendorong lahirnya Muhammadiyah antara lain:

1. Umat Islam tidak memegang teguh tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah nabi, sehingga
menyebabkan merajalelanya syirik, bid’ah, dan khurafat, yang mengakibatkan
umat Isalm tidak merupakan golongan terhormat dalam masyarakat, demikian pula
agama Islam yang tidak memancarkan sinar kemurniannya bagi;
2. Ketiadaan persatuan dan kesatuan di antara umat Islam, akibat dari tegaknya
ikhuwah Islamiyah serta ketiadaan suatu organisasi yang kuat;
13

3. Kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam memprodusir


kaderkader Islam, karena tidak lagi dapat memenuhi tuntunan zaman;
4. Umat Islam kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit bertaklid buta
serta berpikir secar dogmatis, berada dalam konservatisme, formalisme, dan
tradisionalisme.
5. dan karena keinsyafan akan bahya yang mengancam kehidupan dan pengaruh
agama Islam, serta berhubung dengan kegiatan misi dan zeding kristen di Indonesia
yang semakin menanamkan pengaruhnya di kalangan rakyat (Junus Salam, 1968:
33)

3. Sejarah Berdirinya Muhammadiyah


Muhammadiyah berdirinya pada dunia Islam di timur tengah mengalami
kekuasaan ilmperium Turki Usmani yang memudar, wahabi mulai berkuasa di
semenanjung Arab dan di Indonesia mengalami kolonialisme bangsa Hindia-
Belanda telah menguasa bangsa Indonesia yang akibatnya umat Islam mengalami
penurunan dan kelemahan, seperti pendidikan, ekonomi, dan kondisi kesehatan.
Pada saat kondisi seperti itu muncul priyai jawa dan pedagang kauman yang
menyadari posisi sosial pemeluk Islam sebagai bagian dari Ibadah dan amal shaleh.
Di tengah-tengah kondisi yang tidak menentu seperti yang digambarkan di atas,
KH. Ahmad Dahlan muncul sebagai seorang yang peduli terhadap kondisi yang
dihadapi masyarakat pribumi secara umum atau masyarakat muslim secara khusus.
KH. Ahmad Dahlan lahir dari kampung kauman Yogyakarta tahun 1968 dengan
nama kecilnya Muhammad Darwis. Ayahnya KH. Abu Bakar, adalah Imam dan
Khatib Masjid besar kauman Yogyakarta, sementara ibunya aminah adalah anak
KH. Ibrahim, penghulu besar di Yogyakarta.

Pola pemikiran KH. Ahmad Dahlan yang cemerlang ini menghantarkannya untuk
membentuk sebuah organisasi yang bermula dari pendirian sekolah yang perlu
sebuah organisasi untuk mengelola sekolah tersebut. Di samping kondisi mikro
saat itu yang telah menimbulkan kesadaran arti pentingnya sebuah organisasi
modern agar sekolah yang didirikan bisa terus berlangsung pesat. Setelah
mengalami pertemuan dan pembicaraan yang sangat panjang maka dirumuskan
anggaran dasar organisasi yang dirumuskan dalam bahasa Belanda dan bahasa
Melayu yang dalam penyusunannya dibantu oleh R. Sosrosugono seorang guru
14

bahasa Melayu di Kweekschool Jetis. Organisasi yang dibentuk diberi nama


Muhammadiyah, namanya berkaitan dengan nabi terakhir yakni Muhammad
SAW. Atas dasar ini, diharapkan anggota Muhammadiyah dalam kehidupan
beragama dan bermasyarakat sesuai dengan pribadi Nabi Muhammad SAW dan
Muhammadiyah menjadi organisasi akhir zaman. Muhammadiyah didirikan pada
tanggal 18 Nopember 1912 di Yogyakarta.

Menurut M. Yusran Asrafi (dalam Rohmansyah;2018) ada tiga aspek


pemikiran KH. Ahmad Dahlan, yaitu aspek keagamaan, kemasyarakatan dan
kenegaraan. Ketiga aspek tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Pemikiran dalam bidang agama


Pemikiran KH. Ahmad Dahlan mengenai ketuhanan (teologi) tidak tampak jelas
pendapatnya. Menurut H.M. Mansur, dalam masalah ini dia kembalikan kepada
para ulama salaf dan dia tidak suka berfikir mendalam tentang hal itu.
Pemikirannya memang banyak menunjukkan segi praktis dari agama. Masalah
ketuhanan banyak menimbulkan perbedaan pendapat dan tidak berakibat praktis
akan menghasilkan suatu amal yang kurang mendapat perhatian. Oleh sebab itu,
dia mengartikan orang beragama sebagai orang yang melahirkan amal. Pengertian
orang beragama dalam pandangan KH. Ahmad Dahlan adalah:

“....orang yang djiwanja menghadap Alloh dan berpaling dari yang lainnja. Bersih
tidak dipengaruhi oleh lain2 nja hanja tertudju kepada Alloh., tidak tertawan
kebendaan dan harta benda dengan bukti dapat dilihat menjerahkan harta benda
dan dirinja kepada Alloh.”
Orang beragama adalah orang yang bertauhid sehingga hanya Allah yang
dimuliakan, dicintai, ditakuti dan ditaati. Dia menyerahkan segala urusannya hanya
kepada Allah, mengabdi dan berbakti hanya ditujukan kepada-Nya. Adapun dasar
pemikiran menurut KH. Ahmad Dahlan dalam rapat tahunan adalah dalam hukum
Islam didasarkan pada Alquran, hadis, ijma’ dan qiyas. Begitu pula dalam setiap
pembukaan pengajian dan yang terakhir dalam rapat tahunan Muhammadiyah,
beliau senantiasa menekankan pentingnya Alquran dan hadis. Sekalipun demikian,
ia lebih banyak menekankan kepada Alquran sebagai dasar yang pokok dan sumber
utama. Ia gemar sekali mengupas ayat Alquran sampai pada ranah praktis di
15

lapangan sebagaimana terlihat ketika ia menafsirkan dan mengamalkan surat al-


Mā’ūn yang menjelma menjadi amal usaha yang sangat membantu terhadap warga
masyarakat yang kurang mampu. Dasar pemikiran KH. Ahmad Dahlan teraplikasi
dalam kehidupannya seperti praktek dalam meluruskan arah kiblat ke arah masjid
al-Haram di Mekah dan memurnikan ajaran Islam yang bercampur dengan
perbuatan TBC (takhayul, bidah dan khurafat).

2. Pemikiran dalam bidang kemasyarakatan dan kenegaraan

Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dalam kemasyarakatan adalah berawal dari


pemahaman beliau tentang kematian. Menurut beliau bahwa kematian adalah
bahaya yang besar tetapi lupa kepada kematian merupakan bahaya yang lebih
besar. Maka manusia harus mempersiapkan diri menghadapi kematian dengan
memperbaiki segala urusannya dengan Allah dan sesama manusia. Beliau sering
memberi peringatan kepada teman-temannya ketika berkumpul.

Nasehat KH. Ahmad Dahlan ini juga berlaku bagi warga Muhammadiyah yang
secara tersirat menjelaskan kepada warganya, bahwa setiap kebaikan yang
dilakukan oleh seseorang baik untuk kemanfaatan diri sendiri maupun orang lain
pasti ada rintangannya. Tantangan itu menjadi penghalang dan menghambat ruang
gerak setiap kebaikan yang dilakukan pelakunya baik yang bersumber dari dalam
diri manusia yakni ketidaksungguhan dan lain-lain maupun juga bersumber dari
luar yakni orang yang lain yang tidak suka kepada orang yang melakukan
kebaikan. Ketika seseorang menghadapi tantangan demikian tanpa didasari
keimanan yang kuat maka ia akan terbawa oleh arus gelombang yang
menghantarkannya kepada kebinasaan. Namun sebaliknya, apabila ia dapat
menghadapi tantangan dengan penuh keimanan yang teguh kepada Allah, tidak
terbawa dan tergoda oleh arus maka akan menghantarkan kepada kesuksesan hidup
dunia dan akhirat.

Setiap manusia dalam kondisi apa pun dan di mana pun pasti akan berhadapan
dengan kematian. Karena kematian senantiasa terus mengikuti manusia, terus
menerus memantau usianya. Ketika usia manusia terus bertambah seiring dengan
berlalunya kehidupan maka sebetulnya menjadi berkurang. Manusia harus
mempersiapkan diri menghadapi hari kematian yang menjemputnya dengan
16

banyak berbuat baik, beribadah kepada Allah SWT. Karena Dia-lah Allah yang
menentukan manusia sekaligus menghidupkan dan mematikan manusia sehingga
pada akhirnya manusia kembali kepadanya dengan membawa amalan yang telah
diperbuat selama hidup di dunia baik amalan baik maupun amalan buruk.

4. Visi dan Misi Muhammadiyah


Adapun visi Muhammadiyah adalah tertatanya manajemen dan jaringan guna
meningkatkan efektifitas kinerja Majelis menuju gerakan tarjih dan tajdid yang
lebih maju, profesional, modern, dan otoritatif sebagai landasan yang kokoh bagi
peningkatan kualitas Persyarikatan dan amal usaha.
Adapun misi Muhammadiyah adalah sebagai berikut ini:
a. Mewujudkan landasan kerja Majelis yang mampu memberikan ruang gerak
yang dinamis dan berwawasan ke depan.
b. Revitalisasi peran dan fungsi seluruh sumber daya majelis.
c. Mendorong lahirnya ulama tarjih yang terorganisasi dalam sebuah institusi
yang lebih memadai.
d. Membangun model jaringan kemitraan yang mendukung terwujudnya
gerakan tarjih dan tajdid yang lebih maju, profesional, modern, dan otoritatif.
e. Menyelenggarakan kajian terhadap norma-norma Islam guna mendapatkan
kemurniannya, dan menemukan substansinya agar didapatkan pemahaman
baru sesuai dengan dinamika perkembangan zaman.
f. Menggali dan mengembangkan nilai-nilai Islam, serta menyebarluaskannya
melalui berbagai sarana publikasi

5. Struktur Organisasi Muhammadiyah


a. Jaringan Kelembagaan Muhammadiyah
Jaringan kelembagaan Muhammadiyah terdiri dari Pimpinan Pusat,
Pimpinaan Wilayah, Pimpinaan Daerah, Pimpinan Cabang, Pimpinan
Ranting dan Jama'ah Muhammadiyah.
b. Pembantu Pimpinan Persyarikatan
1) Majelis
Sebagai pembantu pimpinan maka dibentuklah beberapa majelis yang
bertugas sebagai penyelenggara amal usaha, program, dan kegiatan
17

pokok dalam bidang tertentu sesuai dengan kebijakan Pimpinan


Persyarikatan masing-masing tingkat. Majelis sendiri dibentuk oleh
Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, dan Pimpinan
Cabang di tingkat masing-masing sesuai dengan kebutuhan. ini berarti
bahwa majelis dapat dibentuk pada tiap jenjang organisasi
Muhammadiyah (tingkat pusat sampai pada tingkat cabang).
Saat ini Muhammadiyah telah memiliki 13 majelis, antara lain:
Majelis Tarjih dan Tajdid, Majelis Tabligh, Majelis Pendidikan
Tinggi, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah, Majelis Pendidikan
Kader, Majelis Pelayanan Sosial, Majelis Ekonomi dan
Kewirausahaan, Majelis Pemberdayaan Masyarakat Majelis Pembina
Kesehatan Umum, Majelis Pustaka dan Informasi, Majelis
Lingkungan Hidup, Majelis Hukum Dan Hak Asasi Manusia, Majelis
Wakaf dan Kehartabendaan.
2) Lembaga
Lembaga adalah unsur pembantu pimpinan yang menjalankan tugas
pendukung yang tidak operasional atau tidak langsung berhubungan
dengan pencapaian tujuan Muhammadiyah. Lembaga berkedudukan
di tingkat pusat dan dibentuk oleh Pimpinan Pusat, apabila dipandang
perlu, Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Daerah dapat membentuk
Lembaga dengan persetujuan Pimpinan Persyarikatan setingkat di
atasnya.
Adapun lembaga yang telah dimiliki oleh Muhammadiyah, antara
lain: Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting, Lembaga
Pembina dan Pengawasan Keuangan, Lembaga Penelitian dan
Pengembangan, Lembaga Penanganan Bencana, Lembaga Zakat
Infaq dan Shadaqah, Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik
Lembaga Seni Budaya dan Olahraga, Lembaga Hubungan dan
Kerjasama International.
3) Organisasi Otonom
Organisasi Otonom ialah satuan organisasi di bawah Muhammadiyah
yang memiliki wewenang mengatur rumah tangganya sendiri, dengan
bimbingan dan pembinaan oleh Pimpinan Muhammadiyah.
Organisasi otonom diberi hak mengatur rumahtangganya sendiri
18

untuk membina bidang-bidang tertentu dalam rangka mencapai


maksud dan tujuan Muhammadiyah. Setiap organisasi otonom
memiliki Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART)
masing-masing, mempunyai anggota dan struktur vertical, serta
mempunyai tata cara atau prosedur kerja dan hubungan organisasi
sendiri.
4) Struktur Organisasi Inti Pimpinan Pusat Muhammadiyah (yang
sekarang)
6. Makna Logo Muhammadiyah
Selain memiliki struktur organisasi, Muhammadiyah juga memiliki logo dan
memiliki makna tersendiri pada bagian-bagiannya. Berikut makna dari logo
Muhammadiyah:
a. Matahari, bermakna Menyinari dengan ajaran Islam yang benar
berdasarkan Al-qur’an dan Sunnah. Agar tercipta masyarakat yang utama
(madani) yang berarti beriman, berbudi pekerti luhur jujur, adil,
menghormati sesama manusia dan mencintai semua makhluk serta
beramal shalih.

b. Tulisan Muhammadiyah, bermaknah bahwa organisasi Muhammadiyah


merupakan organisasi dari orang-orang yang ingin mengikuti Sunnah Nabi
Muhammad saw.
c. Tulisan Muhammadiyah dilingkari dua kalimah syahadat, tulisan itu
bermkan bahwa orang-orang Muhammadiyah ingin menegakkan
menegakkan tauhid dan pengikut Rasululllah Muhammad saw.
d. Sinar mataharinya berwarna putih, warna putih merupakan warna yang
disukai Rasulullah. Rasulullah suka berpakaian putih. Kita juga sering
berdoa, Allahumma naqqini minal khathaya kama yunaqats tsaubu al
abyadhu minaddanas. (Ya Allah bersihkanlah hamba dari segala kesalahan
sebagaimana kain putih yang telah dibersihkan dari kotoran).
e. Makna warna hijau pada logo Muhammadiyah memiliki arti warna yang
selalu ditawarkan Allah kepada Mukmin, Muslim yang baik yang
senantiasa melaksanakan amal shalih seperti tersebut dalam surat Ar-
Rahman ayat 76, surat Al-Insan ayat 21 dan surat Kahfi ayat 31.
19

B. Perkembangan Muhammadiyah

Muhammadiyah berkembang secara pesat. Gerakan Muhammadiyah mengalami


perluasan ke seluruh penjuru tanah air, berupa berdirinya wilayah-wilayah di tiap-tiap
propinsi, daerah-daerah di setiap kabupaten, cabang-cabang dan ranting-ranting serta
jumlah anggota yang bertebaran. Tidak hanya meluar ke segala penjuru, amal usaha
Muhammadiyah juga mengalami perkembangan dan perluasan di berbagai bidang
kehidupan. Menurut Miswanto, Agus dan Arofi, M Zuhron (2012) Berikut ini merupakan
perkembangan Muhammadiyah berdasarkan periode kepemimpinannya.

1. Era Awal
a. Periode KH. Ahmad Dahlan (1912-1923)
Fase awal merupakan fase perintisan organisasi Muhammadiyah. Wilayah
kerjannya masih dibatasi di lingkungan Kauman dan sekitarnya. Periode awal
ini begitu berat dijalankan oleh Dahlan dan para muridnya mengingat tantangan
dakwahnya sungguh luar biasa.
Kondisi social, politik, ekonomi, pada masa itu sangat memprihatinkan.
Kehidupan beragama memperihatinkan, dalam keyakinan tercampur khurafat,
dalam bidang ibadah banyak tercampur bid’ah, wawasan keagamaan sempit,
pola pikir terjerembab dalam taklid. Pendidikan masyarakat terbelakang, yang
dapat bersekolah hanya anak-anak para pangsawan dan orang-orang
berpangkat, sedangkan anak-anak muda kurang mendapatkan perhatian.
Ekonomi yang lemah membuat bangsa Indonesia terjajah. Terdapat beberapa
usaha yang dilakukan oleh KH Ahmad Dahlan, yaitu:
1) Peningkatan kualitas keIslaman bangsa Indonesia dengan
menyelenggarakan berbagai kajian untuk pemuda, wanita, caloncalon guru
dan sebagainya.
2) Peningkatan pendidikan dengan mendirikan bermacam-macam sekolah
seperti SD (standard school), Madrasah Muallimin, Muallimat, sekolah
guru (Normal School) dan sebagainya.
3) Peningkatan martabat kaum wanita dengan mengadakan berbagai
pengajian seperti pengajian Wal’ashri, kursus-kursus ketrampilan,
berpidato serta mengorganisasi dalam perkumpulan Aisyiyah.
20

4) Persatuan umat Islam Indonesia dengan mengadakan silaturrahmi dengan


para pemimpin Islam dan lain-lain.
5) Membentuk organisasi dengan mendirikan persyarikatan Muhammadiyah
6) Mendirikan kepanduan Hizbul Wathan (HW)
7) Menerbitkan majalah Sworo Muhammadiyah untuk menyebarluaskan cita-
cita dan gagasan Muhammadiyah.
8) Menggerakan tabligh Islam, meningkatkan harkat dan martabat Umat
Islam
9) Membantu fakir miskin dengan memelihara dan menyantuni mereka
10) Menganjurkan hidup sederhana, terutama dalam menyelenggarakan pesta
perkawinan (walimatul ’ursy)

b. Periode KH. Ibrahim (1923-1932)


Muhammadiyah semakin berkembang meluas sampai ke daerah-daerah
luarJawa. Selain ini terbentuk pula Majlis Tarjih yang menghimpun ulama
Muhammadiyah untuk mengadakan penelitian dan pengembangan hukum-
hukumagama.Dandalamperiode inipula angkatan muda memperoleh bentuk
organisasi yang nyata, dimana pada tahun 1931 Nasyi’atul Aisyiyah (NA)
berdiri dan menyusul satu tahun kemudian Pemuda Muhammadiyah (PM).

c. Periode KH. Hisyam (1932-1936)


Pada periode KH Hisyam, usaha-usaha dalam bidang pendidikan
mendapatkan perhatian yang mantap, karena dengan pendidikan bisa lebih
banyak diharapkan tumbuhnya kader-kader umat dan bangsa yang akan
meneruskan amal usaha Muhammadiyah. Juga dalam periode ini diadakan
penertiban dan pemantapan administrasi organisasi sehngga Muhammadiyah
lebih kuat dan lincah geraknya.

d. Periode KH. Mas Mansur (1936-1942)


KH. Mas Mansur adalah salah seorang pemimpin Muhammadiyah yang
sangat berpengaruh yang berhasil membentuk dan mengisi gerakan
Muhammadiyah lebih berisi dan mantap, seperti pengokohan kembali hidup
beragama serta penegasan faham agama dalam Muhammadiyah. Wujudnya
berupa pengaktifan majelis Tarjih, sehingga mampu merumuskan ”masalah
21

lima”, yaitu perumusan mengenai: Dunia, agama, qiyas, sabilillah, dan


Ibadah.
Selain itu, untuk menggerakan kembali Muhammadiyah agar lebih dinamis
dan berbobot disusun pula khittah Muhammadiyah yang dikenal dengan
”langkah dua belas”, yaitu: 1) memperdalam masuknya iman, 2) memperluas
faham agama, 3) memperluas budi pekerti, 4) menuntun amal intiqad (mawas
diri), 5) Menguatkan keadilan, 6) menegakan persatuan, 7) melakukan
kebijaksanaan, 8) menguatkan majelis tanwir, 9) mengadakan konperensi
bagian, 10) mempermusyawarahkan gerakan luar.

2. Era Perjuangan Kemerdekaan


a. Periode Ki Bagus Hadikusumo (1942-1953)
Kondisi sosial politik pada masa jabatan Ki bagus Hadikusumo6 dalam
suasana transisi dari penjajahan belanda, usaha-usaha pemerintah Koloni
Belanda untuk menjajah Indonesia kembali dan revolusi kemerdekaan. Pada
masa ini, kehidupan Muhammadiyah cukup berat. Pemimpin Muhammadiyah
banyak terlibat dalam perjuangan, sementara di tingkat bawah hampir seluruh
angkatan muda Muhammadiyah terjun dalam kancah revolusi dalam berbagai
laskar kerakyatan. Meskipun demikian Muhammadiyah masih dapat
melaksanakan berbagai kegiatan keorganisasian, antara lain:
1) Tahun 1944 mengadakan muktamar darurat di Yogyakarta.
2) Tahun 1946 mengadakan silaturahmi cabang-cabang se Jawa
3) Tahun 1950 mengadakan sidang tanwir perwakilan, antara lain
memutuskan:
- Anggota Muhammadiyah boleh masuk partai politik yang tidak
beridiologi Islam, asal tidak merugikan perjuangan Islam. Kalau
merugikan Islam ditarik.
- Anggota Muhammadiyah diperbolehkan memasuki DPR atas nama
Muhammadiyah.
4) Tahun 1951, sidang tanwir di Yogyakarta, antara lain memutuskan:
- Muhammadiyah tidak berubah menjadi partai politik. Sekali
Muhammadiyah tetap Muhammadiyah
- Menetapkan batas-batas otonomi Aisyiyah.
5) Tahun 1952 sidang Tanwir di Bandung, antara lain memutuskan:
22

- Mempertahankan keanggotaan istimewa partai Masyumi


- Perlu ada peremajaan Muhammadiyah.
6) Tahun 1953 sidang tanwir di Solo antara lain memutuskan Muhammadiyah
hanya boleh memasuki partai yang berdasarkan Islam.

3. Era Orde Lama


a. Periode A.R.Sutan Mansyur (1952-1959)
KH. AR. Sutan Masyur dipilih sebagai ketua pada Muktamar Muhammadiyah
XXXIII di Purwokerto. Sebenarnyan beliau tidak termasuk 9orang
terpilih.Kesemblanorang terpilih adalah HM. Yunus Anis (10945), HM farie
Ma’ruf (10812), Hamka (10011), KH.A. Badawi (9900), KH. Fakih Usman
(9057), Kasman Singodimejo (8568), Dr. Syamsuddin (6654), A. Kahar
Muzakir (5798), dan Muljadi Djojomartono (5038). Akan tetapi karena yang
sembilan orang terpilih ini tidak ada yang bersedia untuk menjadi ketua, maka
mereka sepakat untuk menunuk beliau sebagai ketua PB Muhammadiyah.

b. Periode KH.M. Yunus Anis (1959-1962)


Pada era Yunus Anis, negara Indonesia sedang berada dalam kegoncangan
sosial dan politik, sehingga langsung atau tidak langsung mempengaruhi
gerak perjuangan Muhammadiyah. Dalam rangka mengatasi berbagai
kesulitan, akhiranya mampu merumuskan suatu pedoman penting berupa
Kepribadian Muhammadiyah. Dengan kepribadian Muhammadiyah bisa
menempatkan kembali kedudukanya sebagai gerakan dakwah Islam amar
ma’ruf nahi munkar dalam bidang kemasyarakatan.

c. Periode KH.Ahmad Badawi (1962-1968)


Kesulitan yang dihadapi Muhammadiyah belum habis, terutama disebabkan
oleh kegiatan partai Komunis Indonesia yang semakin keras dan berani,
sehingga di beberapa tempat Muhammadiyah mengalami kesulitan. Di mana-
mana seluruh kekuatan rakyat Indonesia sibuk mengikuti gerak revolusi yang
tidak menentu di bawah kekuasaan tunggal soekarn, yang pada akhirnya
disusul dengan kup komunis pada tahun 1965. pada saat itu seuruh barisan
orde baru, termasuk di dalamnya Muhammadiyah, ikut tampil memberantas
komunisme beserta segenap kekautanya. Dengan tandas KH. Ahmad Badawi.
23

berfatwa ”membubarkan PKI adalah ibadah”. Dan dengan prestasi yang


ditunjukan oleh Muhammadiyah dalam membangun orde baru, akhirnya
Muhammadiyah mendapat pengakuan sebagai organisasi sosial yang
mempunyai fungsi politik riil. Artinya Muhammadiyah secara resmi
memasuki lembaga-lembaga politik kenegaraan, baik dalam lembaga
legislatif maupun eksekutif.
Beliau dipilih dalam muktamar ke 35 di jakarta tahun 1962 dan muktamar ke
36 di bandung tahun 1965 sebagai formatur tunggal. Pada masa jabatan beliau
ini, Muhammadiyah mengalami ujian berat karena Muhammadiyah harus
berjuang keras untuk mempertahankan eksistensinya agar tidak dibubarkan.
Sebagaimana diketahui pada masa itukehidupan politik Indonesia didominasi
oleh PKI dan Bung Karno, presiden RI banyak memberi angin kepada PKI.
Pada masa itu, PKI dengan seluruh ormas mantelnya berusaha menekan
partai-partai Islam khususnya Masyumi dan kebetulan Muhammadiyah
termasuk salah satu pendukung Masyumi. Karena itu eksistensi
Muhammadiyah juga ikut terancam. Namun demikian berkat usaha keras
beliau bersama pimpinan Muhammadiyah, Allah masih melindungi
Muhammadiyah.

4. Era Orde Baru


a. Periode KH. Fakih Usman/KH.AR.Fakhruddin (1968-1971)
Tidak lama setelah Muktamar ke 37 di Yogyakarta mengukuhkan KH. Faqih
Usman sebagai ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, beliau dipanggil
kehadirat Allah SWT. KH. AR. Fahruddin sebagai ketua I Pimpinan Pusat
Muhammadiyah periode 1968-1971 oleh sidang tanwir ditetapkan sebagai
pengganti beliau Pada periode ini,usaha yang paling menonjol dilakukan
adalah ”meMuhammadiyahkan Muhammadiyah”, yaitu usaha untuk
mengadakan pembaharuan pada diri dan dalam Muhammadiyah sendiri. Baik
pembaharuan (tajdid) dalam bidang idiologi dengan merumuskan ”matan
keyakinan dan cita-cita Hidup Muhammadiyah”, maupun dalam bidang
organisasi dan strategi perjuangan dengan menyusun ”khittah Perjuangan” dan
bidang-bidang lainya. Sementara khittah perjuangan disahkan dalam sidang
tanwir di ponorogo tahun 1969.
24

b. Periode KH.Abdur Rozak Fakhruddin (1971-1990)


Pada periode Pak AR ini usaha untuk meningkatakan kualitas persyarikatan
selalu diusahakan, baik kualitas organisasi maupun kualitas operasionalnya.
Peningkatan kualitas organisasi meliputi jajdid di bidang keyakinan dan cita-
cita hidup serta khittah dan tajdid organisasi. Sedangkan peningkatan kualitas
operasionalnya meliputi intensifikasi pelaksanaan program jama’ah dan
da’wah jama’ah serta pemurnian amal usaha Muhammadiyah. Beliau
ditetapkan sebagai pejabat ketua PP. Muhammadiyah dalam Tanwir ponorogo
tahun 1968, dan dipilih kembali sebagai ketua PP. Muhammadiyah dalam
Muktamar ke 38 tahun 1971 di ujung Pandang, muktamar ke 40 tahun 1978 di
Surabaya dan ke 41 tahun 1985 di Surakarta. Pada masa jabatan beliau ada
masa krisis, yaitu keharusan menjadikan Pancasila sebagaisatu-satunya azas.
Pada masa jabatan beliau juga terjadi peristiwa penting yaitu kunjungan Paus
Yohanes Paulus II. dan sebagai reaksi terhadap kunjungan itu beliau
mengeluarkan buku ”Mangayubagyo Sugeng Rawuh lan Sugeng Kondur”.

c. Periode KH.A.Azhar Basyir (1990-1995)


Pada periode KH. A. Azhar Basyir, MA dirumuskan beberapa kebijakan antara
lain:
- Program Muhammadiyah Jangka Panjang (25 tahun) yang meliputi: 1.
Bidang Konsolidasi Gerakan, 2. Bidang Pengkajian dan penegmbangan, 3.
Bidang kemasyarakatan.
- Program Muhammadiyah tahun 1990- 1995, yang meliputi:
1) Bidang konsolidasi gerakan, yaitu: Konsolidasi gerakan, kaderisasi
dan pembinaan AMM, Bimbingan keagamaan, peningkatan hubngan
dan kerjasama.
2) Pengkajian dan Pengembangan, yaitu: Pengkajian dan pengembangan
pemikiran Islam, Penelitian dan Pengembangan, Pusat informasi,
Kepustakaan dan Penerbitan,
3) Bidang Dakwah, Pendidikan dan Pembinaan Kesejahteraan Umat,
meliputi: kayakinan Islam, Pendidikan, Kesehatan, Sosial dan
pengembangan masyarakat, kebudayaan, partisipasi politik, ekonomi
dan kewiraswastaan, pengembangan gnerasi muda, pembinaan
25

keluarga, pengembangan pern wanita, lingkungan hidup, dan


peningkatan kualitas sumber daya manusia.

d. Periode Prof. Dr. HM.Amin Rais (1995-2000)


Pada periode Amien Rais, dirumuskan program Muhammadiyah tahun 1995-
2000 denganmengacupadaantara lain: 1)masalah global, 2)masalah dunia
Islam, masalah nasional, 3) permasalahan Muhammadiyah, 4) pengembangan
pemikiran, yang terdiri: pemikiran keagamaan, ilmu dan teknologi,
pengembangan basis ekonomi, gerakan sosial kemasyarakatan, dan PTM
sebagai basis gerakan keilmuan atau pemikiran.

5. Era Reformasi
a. Periode Prof. Dr. H. A. Syafii Maarif (2000-2005)
Pada era Buya Syafii, hiruk pikuk persoalan kebangsaan mencuat dan
membutuhkan respon cerdas untuk mengatasinya. Persoalan konflik
keagamaan dan etnis, ekonomi, social, dan politik menjadi menu sehari-hari
anak bangsa ini. untuk itulah, Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan
modern mempunyai tanggung jawab untuk berkontribusi bagi problem solving
bangsa ini. Buya syafi’I, yang menjadi ketua PP. Muhammadiyah waktu itu,
berhasil menggerakan dinamika persyarikatan dalam rangka merespon
persoalan kebangsaan tersebut. Untuk itu, paling tidak ada beberapa peran
yang dimainkan oleh Muhammadiyah pada kepemimpinan Buya Syafi’I,
yaitu: 1) Peningkatan peran kebangsaan, 2) Pedoman Hidup Islami, 3)
Perubahan UUD, 4) Dakwah Kultural.

b. Periode Prof. Dr. H. M. Din Syamsuddin (2005-2010 Dan 2010-2015)


Seiring dengan bergulir dan perkembangan reformasi di Indonesia, dinamika
internal organsisasi juga mengalami fluktuatif dan dinamik. Pada era Prof. Din
Syamsuddin, 15 dinamika internal Muhammadiyah baik dari sisi pemikiran
maupun aksi menunjukan trend meningkat. Namun demikian, peningkatan
trend pemikran dan aksi juga memunculkan banyak keprihatinan internal
menyangkut menggejalanya lunturnya nilai-nilai identitas kader dan berimbas
pada gerak dinamika organisasi.Untuk itu, pada era Prof.Din syamsuddin,
pendulum gerakan Muhammadiyah diarahkan untuk memperkuat basis
26

ideology, peradaban dan juga memperkuat peran internasional


Muhammadiyah. Untuk lebih detailnya, peran itu antara lain adalah: 1)
Pencerahan Peradaban, 2) Peran Internasional, 3) Peneguhan Ideologi, 4)
Lintas budaya dan agama, 5) Tafaquh fi Al-Din, 6) Pengembangan wawasan
intelektual, 7) Memasyarakat / popular.
27

BAB III
KESIMPULAN

A. Simpulan
Kondisi awal di abad ke-20 bangsa Indonesia sangat memperihatinkan dari
berbagai bidang seperti sosial, ekonomi, bidaya dan sebagainya. Hal ini menggerakan
hati seorang KH Ahmad Dahlan, sehingga ia mendirikan sebuah organisasi yang
bernama Muhammadiyah pada tanggal 18 Nopember 1912 di Yogyakarta.
Muhammadiyah adalah salah satu organisasi agama islam yang besar di Indonesia.
Terdapat faktor subjektif dan objektif baik internal maupun eksternal yang melatar
belakangi berdirinya Muhammadiyah. Adapun visi Muhammadiyah adalah tertatanya
manajemen dan jaringan guna meningkatkan efektifitas kinerja Majelis menuju
gerakan tarjih dan tajdid yang lebih maju, profesional, modern, dan otoritatif sebagai
landasan yang kokoh bagi peningkatan kualitas Persyarikatan dan amal usaha. Dengan
berbekal visi dan misi Muhammadiyah, organisasi semakin maju dan berkembang
hingga kini.
Muhammadiyah berkembang sangat pesat. Perkembangan dan perluasannya
hingga ke penjuru Indonesia. Selain itu, perkembangan di bidang kehidupan juga
sangat pesat. Muhammadiyah dari awal berdiri hingga masa reformasi memberikan
sumbangsingnya kepada bangsa Indonesia, misalnya di bidang pendidikan, kesehatan,
dan sosial. Perkembangan Muhammadiyah dibagi menjadi beberapa era
kepemimpinan, yaitu era awal, era perjuangan kemerdekaan, era orde lama, era orde
baru, dan era reformasi.

B. Saran
Saran dalam makalah ini adalah sebagai mahasiswa kita harus mencontoh
semangat Muhammadiyah dalam memajukan bangsa Indonesia. Sebagai mahasiswa
sekaligus umat muslim alangkah baiknya kita bisa menerapkan syariat islam dalam
segala sisi dan bidang kehidupan.

27
28

DAFTAR PUSTAKA

Miswanto, Agus. 2012. Sejarah Islam dan Kemuhammadiyahan. Malang: P3SI UMM
Rohmansyah. 2018. Kuliah Muhammadiyah. Bantul: LP3M UMP
Hazmi, M Dkk. 2017. Ideologi Muhammadiyah. Jember: PT Jamus Baladewa Nusantar

Anda mungkin juga menyukai