Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Agama Islam dan
Kemuhammadiyahan
dosen Pengampu: Dr. Ibnu Hasan, M. Ag.
disusun oleh:
Visi Nurhayati 2120110009
Anastasia Titin Rosnawati 2120110028
i
DAFTAR ISI
Halaman Judul ........................................................................................................... i
BAB II ISI.................................................................................................................. 3
1. Simpulan ....................................................................................................... 27
2. Saran ............................................................................................................. 27
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan penulis kemudahan dalam
menyelesaikan makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, penulis tidak
akan mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Penulis
iii
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Namun tidak semudah yang dibayangkan, Ahmad Dahlan harus berani benturan
dengan orang-orang kraton yang tidak bisa meninggalkan tradisi yang mengandung
kesyirikan. Berkat kegigihan dan kekuatan dalam menyebarkan Islam lewat berdakwah,
beliau menyampaikan ajaran Islam kepada orang banyak dengan harapan mereka
mengikuti ajarannya dengan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang tidak bermanfaat.
Sebagai orang muslim dan praktisi pendidikan kita harus mengetahui sejarah berdirinya
1
2
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya Muhammadiyah?
2. Bagaimana perkembangan Muhamamdiyah?
BAB II
ISI
Sewaktu memasuki abad ke-20, Indonesia yang dikenal sebagai Hindia Belanda
merupakan negara yang terjajah dan terbelakang. Kondisi ini menyebabkan hancurnya
berbagai tatanan kehidupan kenegaraan, ekonomi, sosial budaya, bahkan ideologi
masyarakat termasuk kaum muslimin sebagai warga mayoritas. Setelah runtuhnya
kekuasaan-kekuasaan monarkis di Nusantara, negara ini terbelenggu oleh
kolonialisme. Hampir seluruh aspek kehidupan terbelenggu oleh berbagai praktik
kolonialisme yang berlangsung berabad-abad lamanya, sehingga rakyat menderita
lahir dan batin, miskin, bodoh dan terbelakang.
3
4
Meskipun Belanda menuai hasil cukup gemilang dari proses awal kebijakan
Politik Etis, namun hasil pahit yang sebelumnya tidak pernah diharapkan dari akses
proses kebijakan itu selanjutnya adalah lahirnya benih-benih nasionalisme indonesia
modern. Benih-benih nasionalisme modern (perlawanan melalui pintu perdagangan
dan pendidikan) itu sudah mulai terasa melalui surat-surat Kartini dari Jepara kepada
Stella Zeehandelaar di Belanda pada kurun 1899-1903, sampai kemudian gerakan
nasionalisme versus kolonialisme itu berlanjut cukup terbuak sejak Budi Utomo
berdiri 1908 dan memulai sekolah Kweekschool di Jetis Yogyakarta.
Sejalan dengan itu, merebak aktivitas berdasarkan sistem pasar dan penggunaan
uang sebagai standar transaksi, dengan sendirinya menimbulkan komersial dan
monetisasi dalam kehidupan ekonomi masyrakat secara umum. Perluasan
5
infrastruktur dan kesempatan ekonomi baru itu tentu saja mempunyai implikasi positif
terhadap ekonomi kaum pribumi,namun pada saat yang sama, tekanan ekonomis
terhadap bumiputra juga semakin kuat sebagai akibat dari kenaikan biaya hidup,
penarikan pajak tunai yang kian beragam, nilai riil pendapatan yang rendah, maupun
karena petani demikian teralienasi dari tanah sebagai faktor produksi utama, sehingga
tingkat hidup mayoritas masyarakat semakin rendah Ada dual-economic system
(dalam kajian Boeke) yang akhirnya berlaku dalam perekonomian Indonesia dimasa
kolonial, di satu sisi terdapat sebagian kecil kelompok sosial (terutama para kapitalis
Eropa) yang melakukan aktivitas ekonomi secara kapitalis dan intergal dengan pasar
global, sementara di sisi lian terdapat sebagian besar kelompok sosial (mayoritas
pribumi) yang hidup dalam subsistence economy. Yaitu, hidup secara pas-pasan hanya
untuk kebutuhan keseharian tanpa sentuhan pendidikan yang memadai, sehinggan
terpaksa harus hidup bodoh dan terbelakang.
Fakta menunjukan, dominasi kalangan Eropa dan elit feodal pribumi dalam dunia
pendidikan menyebabkan rakyat yang mayoritas muslim tidak cukup terakomodasi
dalam sisitem pendidikan modern, sementara kebekuan sistem pendidikan tradisional
(pesantren) semakin jauh bergerak cepat ke arah modernisasi. Lebih menyedihkan,
kesadaran sebagai bangsa terjajah tidak banyak muncul di kalangan masyarakat akibat
pembodohan sistemik yang dilakukan pemerintah kolonial. Elit feodal pribumi, tidak
banyak tergugah dan tercerahkan.
Di Jawa misalnya, mereka tinggal di kawasan tertentu seperti daerah yang dikenal
sebagai Kauman atau Sudagaran. Daerah ini dekat dengan pusat perdagangan, dan
karenanya sebagian besar warganya berdagang atau menjadi pengusaha. Kondisi
ekonomi mereka cukup mapan dan memberi mereka kesempatan untuk bergaul secara
lebih kosmopolit, baik melalui ibadah haji ke mekah, mengirim anak-anak mereka ke
berbagai pesantren atau lembaga pendidikan lain di Indonesia maupun di luar negeri
(seperti Saudi, Mesir, dan Eropa). Dengan demikian, interaksi mereka dengan
masyarakat dan bangsa lebih luas berlangsung secara reguler dan berkesinambungan.
Hal itu berlangsung, tidak hanya dalam konteks ekonomi dan pendidikan, melainkan
juga dalam aspek sosial, kultural, dan politik. Interaksi mereka utamanya dengan
masyarakat Muslim dunia (Timur Tengah), termasuk dengan warga Indonesia yang
sudah lama bermukim di Mekah, membuka kesempatan masuknya unsur-unsur baru
ke dalam masyarakat Muslim di Indonesia.
Kiai Haji Ahmad Dahlan, satu di antara masyarakat kelas menengah pribumi itu.
Meskipun sosoknya, barangkali hanya berupa “nokta kecil” dalam kancah sejarah
Indonesia yang menjalani hidup sekedar berdagang batik dan menjadi Khatib Amin di
Masjid Agung Kasultanan Ngayogyakarta. Namun ternyata, kehadiran dan kiprah Kiai
Haji Ahmad Dahlan tidak hanya setampak noktah kecil itu, melainkan hadir dengan
gagasan besar yang mencerahkan di tengah kemuraman nasib bangsa yang masih
meringkuk dalam belenggu kolonialisme.
Menurut Miswanto, Agus dan Arofi, Zuhron (2012; 43) Muhammadiyah dapat
berdiri karena faktor subjektif dan objektif. Berikut penjelasan faktor tersebut:
7
a. Faktor Subjektif
Faktor subyektif yang sangat kuat bahkan dapat dikatakan sebagai faktor utama
dan penentu dalam mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah pendalaman
dan kajian KH. A. Dahlan terhadap al-Qur’an yang tekun, gemar membaca,
kritis dalam menelaah, membahas dan mengkaji isi kandungan Alquran. Ketika
memahami QS. Ali Imron: 104,
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yagn menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegak dari yang munkar,
merekalah orang yagn beruntung. (QS. Ali Imron: 104).
b. Faktor Objektif
Faktor-faktor obyektif yang melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah yang
sebagian dikateorikan kepada faktor internal, yaitu faktor-faktor penyebab yang
muncul di tengahtengah masyarakat Islam Indonesia. Sedangkan faktor
eksternal, yaitu faktor penyebab yang ada di luar tubuh masyarakat Indonesia.
Menurut Rohmansyah (2018; 73) terdapat beberapa faktor obyektif yang
bersifat internal yang melatarbelakangi lahirnya Muhammadiyah adalah:
a. Ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya Alquran dan al-
Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam
Indonesia.
Sebelum Islam masuk ke negara Indonesia, bangsa Indonesia masih
beragama hindu dan budha dengan amalan dan tradisi yang ada di
dalamnya. Sementara agama Islam datang ke Indonesia setelah melewati
perjalanan panjang. Oleh sebab itu, tidak bisa dipungkiri bahwa adanya
kenyataan berbagai pengaruh kepercayaan lain yang menempel secara tidak
sengaja kepada tubuh ajaran Islam. Melihat hal yang demikian, maka dapat
dimaklumi kalau dalam kenyataannya bangsa Indonesia khususnya umat
Islam pada saat itu melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran
Islam. Dalam hal akidah misalnya, Islam mengajarkan agar bertauhid murni
bersih dari berbagai syirik, tahayyul, bid’ah dan khurafat. Namun dalam
praktek di lapangan masih banyak umat Islam yang percaya terhadap
benda-benda keramat seperti keris, tombak, batu aqiq dan masih percaya
terhadap hari-hari yang dianggap baik dan buruk termasuk bulan yang baik
dan bulan buruk. Mereka sering datang ke Kuburan yang dianggap keramat
seperti makam para wali, ulama-ulama besar dan lain-lain dengan tujuan
meminta berkah kepada mereka (orang telah meninggal dunia). Selain itu,
mereka percaya terhadap ramalan-rama seperti ramalan bintang, ramalan
burung, ramalan-ramalan nasih, ramalan dukun dan ramalan ghaib dan lain-
lain.
Dalam masalah ibadah, khususnya ibadah mahḍah agama Islam
memberikan tuntunan kepada manusia yang secara pasti bersumber dari
9
Allah dan Rasul-Nya, namun dalam kenyataan masih banyak umat Islam
dalam hal ibadah masih mencampuradukan antara ibadah yang bersumber
dari Nabi dengan tata ibadah yang berasal dari kepercayaan. Contohnya,
masih ada sebagian masyarakat yang melakukan ritual ibadah dengan
menyediakan sesaji yang ditunjukkan kepada arwah, roh-roh halus, upacara
selamatan kematian seperti tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, seribu
hari dengan dibacakan bacaan tahlil, surat Yasin, ayat Kursi dan sebagainya
yang pahalanya dihadiahkan kepada orang yang diselamatinya (orang yang
telah meninggal dunia). Amalan-amalan tersebut jelas bertentangan dengan
prinsip-prinsip pokok ajaran Islam. sebagaimana ditegaskan dalam surat al-
Fatihah ayat 5, alBaqarah 286, al-An’am ayat 164 dan al-Najm ayat 39.
b. Lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan
generasi yang siap mengemban misi selaku “Khalifah Allah di atas bumi”
Salah satu lembaga pendidikan yang khas dan dimiliki umat Islam khusus
di Indonesia adalah lembaga Pondok Pesantren. Jika dilihat dari aspek
sejarah lahirnya pondok pesantren, ternyata sistem pendidikan tersebut
telah lama dikembangkan oleh Hindu dan Budha yang dikenal dengan nama
“Ashram” dimana para cantrik berubah menjadi santri tinggal bersama
Gurunya atau Resi. Sistem ini terus berlanjut ketika Indonesia memasuki
zaman Islam. Sistem pendidikan ini muncul jauh sebelum penjajah Belanda
masuk ke Indonesia yang dengannya banyak memberikan sumbangan
kepada bangsa Indonesia yang melahirkan para kader umat bangsa
sekaligus menjadi pelopor semangat nasionalisme dan patriot bangsa.
Dalam perkembangan sistem pendidikan pesantren itu dihadapkan kepada
sebuah tantangan zaman yang semakin kompleks. Mata pelajaran di
Pendidikan pondok pesantren hanya diajarkan ilmu-ilmu agama seperti
nahwu, sharaf, usul fiqh, fiqh, tafsir, hadis, tasawuf, akidah, ilmu mantiq,
ilmu falak dan lain-lain. Sedangkan mata pelajaran pada ilmu pengetahuan
umum yang berkaitan dengan muamalah duniawiyah seperti ilmu sejarah,
fisika, kimia, biologi, matematika, ekonomi, sosiologi dan lain-lain sama
sekali belum pernah diperkenankan di lembaga tersebut. Padahal ilmu
pengetahuan umum sangat membantu seseorang dalam melaksanakan
semua tugasnya sebagai khalifah di bumi. Kondisi tersebut dirasakan oleh
Ahmad Dahlan yang menurutnya terdapat satu sisi yang kurang sehingga
10
Miswanto, Agus (2012; 56) juga menambahkan factor internal lainnya yaitu
kelemaham kepemimpinan islam. Ada tiga kelemahan pemimpin: (1)
terbatasnya pengetahuan; (2) lebih banyak berbicara dari pada berbuat; (3) lebih
mementingkan kelompok daripada kepentingan umum. KH Ahmad Dahlan
persaudaraan dan kebahagiaan hidup bersama adalah suatu kebenaran. Dalam
perspektif ini kelahiran Muhammadiyah didorong oleh kesadaran yang dalam
tentang tanggung jawab sosial yang pada masa itu sangat terabaikan. Dengan
kata lain, doktrin sosial Islam tidak digumulkan dengan realitas kehidupan
umat.
Junus Salam (dalam Miswanto, Agus dan Arofi, Zuhron: 2012) menegaskan,
faktor-faktor yang menjadi pendorong lahirnya Muhammadiyah antara lain:
1. Umat Islam tidak memegang teguh tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah nabi, sehingga
menyebabkan merajalelanya syirik, bid’ah, dan khurafat, yang mengakibatkan
umat Isalm tidak merupakan golongan terhormat dalam masyarakat, demikian pula
agama Islam yang tidak memancarkan sinar kemurniannya bagi;
2. Ketiadaan persatuan dan kesatuan di antara umat Islam, akibat dari tegaknya
ikhuwah Islamiyah serta ketiadaan suatu organisasi yang kuat;
13
Pola pemikiran KH. Ahmad Dahlan yang cemerlang ini menghantarkannya untuk
membentuk sebuah organisasi yang bermula dari pendirian sekolah yang perlu
sebuah organisasi untuk mengelola sekolah tersebut. Di samping kondisi mikro
saat itu yang telah menimbulkan kesadaran arti pentingnya sebuah organisasi
modern agar sekolah yang didirikan bisa terus berlangsung pesat. Setelah
mengalami pertemuan dan pembicaraan yang sangat panjang maka dirumuskan
anggaran dasar organisasi yang dirumuskan dalam bahasa Belanda dan bahasa
Melayu yang dalam penyusunannya dibantu oleh R. Sosrosugono seorang guru
14
“....orang yang djiwanja menghadap Alloh dan berpaling dari yang lainnja. Bersih
tidak dipengaruhi oleh lain2 nja hanja tertudju kepada Alloh., tidak tertawan
kebendaan dan harta benda dengan bukti dapat dilihat menjerahkan harta benda
dan dirinja kepada Alloh.”
Orang beragama adalah orang yang bertauhid sehingga hanya Allah yang
dimuliakan, dicintai, ditakuti dan ditaati. Dia menyerahkan segala urusannya hanya
kepada Allah, mengabdi dan berbakti hanya ditujukan kepada-Nya. Adapun dasar
pemikiran menurut KH. Ahmad Dahlan dalam rapat tahunan adalah dalam hukum
Islam didasarkan pada Alquran, hadis, ijma’ dan qiyas. Begitu pula dalam setiap
pembukaan pengajian dan yang terakhir dalam rapat tahunan Muhammadiyah,
beliau senantiasa menekankan pentingnya Alquran dan hadis. Sekalipun demikian,
ia lebih banyak menekankan kepada Alquran sebagai dasar yang pokok dan sumber
utama. Ia gemar sekali mengupas ayat Alquran sampai pada ranah praktis di
15
Nasehat KH. Ahmad Dahlan ini juga berlaku bagi warga Muhammadiyah yang
secara tersirat menjelaskan kepada warganya, bahwa setiap kebaikan yang
dilakukan oleh seseorang baik untuk kemanfaatan diri sendiri maupun orang lain
pasti ada rintangannya. Tantangan itu menjadi penghalang dan menghambat ruang
gerak setiap kebaikan yang dilakukan pelakunya baik yang bersumber dari dalam
diri manusia yakni ketidaksungguhan dan lain-lain maupun juga bersumber dari
luar yakni orang yang lain yang tidak suka kepada orang yang melakukan
kebaikan. Ketika seseorang menghadapi tantangan demikian tanpa didasari
keimanan yang kuat maka ia akan terbawa oleh arus gelombang yang
menghantarkannya kepada kebinasaan. Namun sebaliknya, apabila ia dapat
menghadapi tantangan dengan penuh keimanan yang teguh kepada Allah, tidak
terbawa dan tergoda oleh arus maka akan menghantarkan kepada kesuksesan hidup
dunia dan akhirat.
Setiap manusia dalam kondisi apa pun dan di mana pun pasti akan berhadapan
dengan kematian. Karena kematian senantiasa terus mengikuti manusia, terus
menerus memantau usianya. Ketika usia manusia terus bertambah seiring dengan
berlalunya kehidupan maka sebetulnya menjadi berkurang. Manusia harus
mempersiapkan diri menghadapi hari kematian yang menjemputnya dengan
16
banyak berbuat baik, beribadah kepada Allah SWT. Karena Dia-lah Allah yang
menentukan manusia sekaligus menghidupkan dan mematikan manusia sehingga
pada akhirnya manusia kembali kepadanya dengan membawa amalan yang telah
diperbuat selama hidup di dunia baik amalan baik maupun amalan buruk.
B. Perkembangan Muhammadiyah
1. Era Awal
a. Periode KH. Ahmad Dahlan (1912-1923)
Fase awal merupakan fase perintisan organisasi Muhammadiyah. Wilayah
kerjannya masih dibatasi di lingkungan Kauman dan sekitarnya. Periode awal
ini begitu berat dijalankan oleh Dahlan dan para muridnya mengingat tantangan
dakwahnya sungguh luar biasa.
Kondisi social, politik, ekonomi, pada masa itu sangat memprihatinkan.
Kehidupan beragama memperihatinkan, dalam keyakinan tercampur khurafat,
dalam bidang ibadah banyak tercampur bid’ah, wawasan keagamaan sempit,
pola pikir terjerembab dalam taklid. Pendidikan masyarakat terbelakang, yang
dapat bersekolah hanya anak-anak para pangsawan dan orang-orang
berpangkat, sedangkan anak-anak muda kurang mendapatkan perhatian.
Ekonomi yang lemah membuat bangsa Indonesia terjajah. Terdapat beberapa
usaha yang dilakukan oleh KH Ahmad Dahlan, yaitu:
1) Peningkatan kualitas keIslaman bangsa Indonesia dengan
menyelenggarakan berbagai kajian untuk pemuda, wanita, caloncalon guru
dan sebagainya.
2) Peningkatan pendidikan dengan mendirikan bermacam-macam sekolah
seperti SD (standard school), Madrasah Muallimin, Muallimat, sekolah
guru (Normal School) dan sebagainya.
3) Peningkatan martabat kaum wanita dengan mengadakan berbagai
pengajian seperti pengajian Wal’ashri, kursus-kursus ketrampilan,
berpidato serta mengorganisasi dalam perkumpulan Aisyiyah.
20
5. Era Reformasi
a. Periode Prof. Dr. H. A. Syafii Maarif (2000-2005)
Pada era Buya Syafii, hiruk pikuk persoalan kebangsaan mencuat dan
membutuhkan respon cerdas untuk mengatasinya. Persoalan konflik
keagamaan dan etnis, ekonomi, social, dan politik menjadi menu sehari-hari
anak bangsa ini. untuk itulah, Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan
modern mempunyai tanggung jawab untuk berkontribusi bagi problem solving
bangsa ini. Buya syafi’I, yang menjadi ketua PP. Muhammadiyah waktu itu,
berhasil menggerakan dinamika persyarikatan dalam rangka merespon
persoalan kebangsaan tersebut. Untuk itu, paling tidak ada beberapa peran
yang dimainkan oleh Muhammadiyah pada kepemimpinan Buya Syafi’I,
yaitu: 1) Peningkatan peran kebangsaan, 2) Pedoman Hidup Islami, 3)
Perubahan UUD, 4) Dakwah Kultural.
BAB III
KESIMPULAN
A. Simpulan
Kondisi awal di abad ke-20 bangsa Indonesia sangat memperihatinkan dari
berbagai bidang seperti sosial, ekonomi, bidaya dan sebagainya. Hal ini menggerakan
hati seorang KH Ahmad Dahlan, sehingga ia mendirikan sebuah organisasi yang
bernama Muhammadiyah pada tanggal 18 Nopember 1912 di Yogyakarta.
Muhammadiyah adalah salah satu organisasi agama islam yang besar di Indonesia.
Terdapat faktor subjektif dan objektif baik internal maupun eksternal yang melatar
belakangi berdirinya Muhammadiyah. Adapun visi Muhammadiyah adalah tertatanya
manajemen dan jaringan guna meningkatkan efektifitas kinerja Majelis menuju
gerakan tarjih dan tajdid yang lebih maju, profesional, modern, dan otoritatif sebagai
landasan yang kokoh bagi peningkatan kualitas Persyarikatan dan amal usaha. Dengan
berbekal visi dan misi Muhammadiyah, organisasi semakin maju dan berkembang
hingga kini.
Muhammadiyah berkembang sangat pesat. Perkembangan dan perluasannya
hingga ke penjuru Indonesia. Selain itu, perkembangan di bidang kehidupan juga
sangat pesat. Muhammadiyah dari awal berdiri hingga masa reformasi memberikan
sumbangsingnya kepada bangsa Indonesia, misalnya di bidang pendidikan, kesehatan,
dan sosial. Perkembangan Muhammadiyah dibagi menjadi beberapa era
kepemimpinan, yaitu era awal, era perjuangan kemerdekaan, era orde lama, era orde
baru, dan era reformasi.
B. Saran
Saran dalam makalah ini adalah sebagai mahasiswa kita harus mencontoh
semangat Muhammadiyah dalam memajukan bangsa Indonesia. Sebagai mahasiswa
sekaligus umat muslim alangkah baiknya kita bisa menerapkan syariat islam dalam
segala sisi dan bidang kehidupan.
27
28
DAFTAR PUSTAKA
Miswanto, Agus. 2012. Sejarah Islam dan Kemuhammadiyahan. Malang: P3SI UMM
Rohmansyah. 2018. Kuliah Muhammadiyah. Bantul: LP3M UMP
Hazmi, M Dkk. 2017. Ideologi Muhammadiyah. Jember: PT Jamus Baladewa Nusantar