DAKWAH MULTIKULTURAL
Dosen Pengampu :
Oleh :
Arif Maulana
Nim: 180305008
T.A. 2020
KATA PENGANTAR
Makalah tentang “Tantangan Dan Solusi Dakwah Masa Depan Dari Dua
Organisasi Masyarakat Islam (Ormas Islam) Nahdlatul Ulama Dan
Muhammadiyah” ini tentu masih banyak kekurangan dan kekeliruan, baik
masalah dari segi refrensi dan jurnal. Oleh karena itu saya siap menerima kritik
dan saran yang membangun dari berbagai pihak, khususnya dari dosen
pembimbing. Agar ke depannya saya dapat menyempurnakan makalah saya
sebagaimana mestinya dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi dunia
pendidikan. Sekian dan terima kasih.
Penyusun
Arif Maulana
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................iii
BAB I PENDAHULAN..........................................................................1
A. Latar belakang.............................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................1
C. Tujuan..........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................2
A. Kesimpulan..................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, merupakan dua
organisasi masyarakat islam terbesar di Indonesia. Dua organisasi besar ini
khusus bergerak di bidang keagamaan. Jika kita melihat rekam jejak
perjalanan dua organisasi besar di Indonesia ini, satu hal yang kerap terjadi
di antara dua organisasi masyarakat islam terbesar di Indonesia ini, adalah
perbedaan cara pandang. Memang sedari dulu Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah memiliki cara pandang yang berbeda dalam hal agama,
temasuk perbedaan pandangan politik.
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah merupakan dua
organisasi keagamaan terbesar dan dapat dikatakan mewakili pandangan
umat islam di Indonesia dalam pemahaman dan pengamalan ajaran islam.
Misalnya dalam pelaksanaan sholat jum’at, Nahdlatul Ulama
mengumandangkan Adzan dua kali, sedangkan Muhammadiyah
mengumandangkan Adzan satu kali. Dari kedua perbedaan di atas dapat
dipastikan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah memiliki perbedaan
yang sangat singnifikan terkait pengamalan dan pelaksanaan ibadah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya Nahdatul Ulama ?
2. Bagaimana tantangan dakwah Nahdatul Ulama ?
3. Bagaimana solusi dakwah masa depan Nahdatul Ulama ?
C. Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan di mata kuliah dakwah
multikultural
2. Agar pemakalah dapat memahami bagaimana tantangan dan solusi
dakwah dari ormas Nahdatul Ulama
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Nahdatul Ulama
Kelahiran Nahdatul Ulama (NU) pada 1926 silam sebenarnya
tak bisa dilepaskan dengan perkembangan kelompok Islam yang secara
relatif berhaluan pembaruan ke arah “yang disebut” pemurnian (purifikasi)
ajaran Islam.
Organisasi Muhammadiyah—didirikan di Yogyakarta pada
1912 oleh KH Ahmad Dahan—yang kemudian gerakannya dianggap
cenderung berbeda dengan kebiasaan praktik-praktik keagamaan (Islam)
masyarakat lokal merupakan bagian dari efek picu yang mempercepat
lahirnya NU.
Ditambah lagi pada saat itu gerakan pembaruan Islam di Timur
Tengah di bawah pengaruh kuat ajaran Muhammad bin Abdul Wahab
(Wahabi) dianggap sudah kebablasan karena sudah sampai pada keinginan
membongkar makam Rasulullah SAW. Kalangan ulama Indonesia
berhaluan Sunni akhirnya membentuk komite (yang disebut Komite Hijaz)
yang selanjutnya diutus khusus untuk menemui Raja Fahd di Arab Saudi.
Di balik sikap reaktif itu, sebenarnya para ulama Sunni
Indonesia memiliki misi mempertahankan budaya pluralisme kebangsaan
yang membumi. Pertama, pada tingkat lokal, para ulama NU tidak ingin
membenturkan ajaran Islam dengan kebiasaan beragama masyarakat1
setempat. Tepatnya, para ulama NU berupaya selalu mengharmoniskan
hubungan antara pengamalan agama dan praktik budaya lokal.
Kedua, secara universal, para ulama NU berupaya
memperkenalkan dan menghendaki penghargaan terhadap nilai-nilai
perbedaan yang eksis di dalam masyarakat dunia, dengan menunjukkan
toleransi dan pembelaannya terhadap upaya atau keinginan untuk
menghilangkan kebiasaan. Terlebih hal itu, oleh pihak NU, secara prinsip
1
H. Hartono Margono, “KH. Hasyim Asy’ari dan Nahdlatul Ulama: Perkembangan Awal dan
Kontemporer”,Jurnal Media Akademika, (Vol.26, No.23, Tahun.2011), hlm. 344.
2
ditafsirkan sebagai tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Kalaupun
dianggap bertentangan, maka merupakan konsekuensi dari keberagamaan
yang memang sudah ada, yakni masing-masing tentu saja memiliki
pembenaran atau argumen teologis.
Dalam kerangka seperti itulah NU berdiri dan eksis sebagai
pengayom kepentingan semua kekuatan dengan gerakan yang berorientasi
kerakyatan. Infrastrukturnya sejak awal dibangun di atas tiga pilar utama,
semangat kebangsaan (nahdlatul wathan), semangat atau kebangkitan
ekonomi (nahdlatul tujjar), dan gerakan pengembangan pemikiran
(taswirul afkar) Islam berbasis kultural di Indonesia.2
2
Ibid, hlm. 345.
3
Ahmad Sagir, “Dakwah Bil-Hal: Prospek Dan Tantangan Da’I”,Jurnal Ilmu Dakwah, (Vol.14
No.27, Tahun.2015), hlm. 21.
3
Dakwah bil hal, bermakna menyampaikan dakwah dengan
cara memberikan contoh terlebih dahulu kepada mad’u sebelum da’i
menyampaikan dakwahnya kepada mad’u. mad’u di zaman sekarang
ini, sepanjang pemakalah memperhatikan, mereka cenderung untuk
melihat pribadi da’i terlebih dahulu. Mengingat da’i, menurut
pandangan para mad’u adalah pribadi yang beraklakul karimah.
Amatlah betentangan dengan pandangan mereka jika ada da’i yang
tidak berprilaku sesuai dengan perkataan dan juga ilmunya. Begitupun
kader-kader Nahdatul Ulama, dengan konsep dakwah yang mengikuti
dakwah walisongo.
4
Nur Satiawati, “TANTANGAN DAKWAH DALAM PERSPEKTIF KERUKUNAN ANTAR
UMAT BERAGAMA”, Jurnal Dakwah Tabligh, (Vol.13 No.2, Tahun.2012), hlm. 261.
4
tidak akan terlaksana tanpa adanya rasa saling menghargai, saling
menhormati, saling mengasihi, antar umat beragama yang sering kita
sebut dengan kata toleransi.
Kehadiran islam di muka bumi ini sebagai agama yang
Rahmatan lil Aalamiin, di mana Nabi kita semua Nabi Besar
Muhammad SAW. Mengawali dakwahnya secara pelan-pelan dengan
mendakwahi keluarga dan kerabat dekat beliau SAW. Tahap demi tahap
Nabi besar Muhammad SAW melakukan dakwah secara sembunyi-
sembunyi. Itupun dalam berdakwah Nabi Muhammad SAW, selalu
dihalang-halangi oleh pamannya sendiri yaitu Abu Lahab.
Bagi pemakalah pemahaman terhadap keberagaman agama
itu perlu ditanamkan di dalam hati sanubari setiap orang, ini yang akan
menjadi tugas kita bersama. Umumnya selaku umat islam, khusunya
Kader-keder Nahdatul Ulama. Dalam menanamkan nilai-nilai toleransi
beragama kepada setiap warga Negara. Kita ketahui bersama, bahwa
masalah toleransi beragama, adalah masalah yang marak terjadi di
masyarakat kita Indonesia.
Seperti yang terjadi di Desa Wane Kabupaten Bima, di mana
di Desa ini dibangun sebuah Pura (tempat ibadah jammat hindu).
Masyarakat yang ada di Desa Wane Kabupaten Bima, merasa terganggu
dengan adanya Pura tersebut. Mereka mengatakan bahwa Pura tersebut
dapat mengundang marah bahaya, padahal Al-Qur’an sendiri
menyatakan bahwa, selama orang yang beragama lain tidak menganngu
kita dalam hal ibadah, maka tidak boleh kita untuk mengganggu mereka
yang ingin beribadah.
Menciptakan hidup rukun dalam beragama, adalah tugas
setiap individu dalam sebuah Negara. Di mana setiap warga Negara
menhadirkan rasa saling menghargai dan juga saling menghormati antar
sesama. Itu yang sekarang menjadi tantangan Nahdatul Ulama, dalam
menyeimbangkan antara akidah dan juga kehidupan beragama antar
warga Negara yang ada di Indonesia. Di mana dengan adanya toleransi
5
maka warga Negara yang memeluk agama yang satu dengan agama
yang lainnya dapat hidup rukun, dan damai.
6
masyarakat, dijadikan sebagai gaya hidup sehari-hari. Gaya hidup
dalam artian masyarakat menggunakan Globaliasi sebagai alat untuk
memusakan gaya hidup di era Globalisasi.
Ada satu pertimbangan yang layak direnungkan. Islam
sebagai agama yang Rahmatan lil alaamiin, tentu saja tidak akan
menolak suatu budaya hanya karena alasanya budaya itu berasal dari
luar. Islam akan secara mendalam mengkaji, budaya tersebut kemudian
mengambil mana budaya yang memiliki nilai-nilai positif bagi umat
islam.
6
Hamlan, “KONTRIBUSI KODE ETIK DA’I TERHADAP KEBERHASILAN DAKWAH”,
Jurnal Al-Hidayah, (Vol. 2, No.5, Tahun.2014), hlm. 117.
7
umat islam ke jalan petunjuk. Kebaradaan mereka menjadi wakil Allah
di muka bumi, melalui gerakan dakwah para da’i jalan kesesatan dapat
dihindari dari umat manusia, dan juga keraguan diseingkirkan oleh para
da;i hati sanubari umat islam. perilaku keseharian para da’i adalah
cerminan dari dakwah yang disampaikan oleh mereka kepada umat
islam. mereka adalah contoh teladan, dalam ucapan, perilaku dan juga
amalan. Oleh kerenanya demikian perilaku para da’i, adalah penentu
keberhasilan dakwah keislaman.
Kesesuaian antara perkataan dan perbuatan dalam kegiatan
dakwah yang dilakukan oleh para da’i akan memberikan pengaruh
tersendiri dalam kegiatan dakwah yang dilakukan oleh para da’i. oleh
kernanya demikian, bila para da’i, terlebih da’i yang tergabung di dalam
Ormas Nahdatul Ulama. Menyeru kepada umat islam untuk melakukan
kebajikan, atau melarang umat islam untuk melakukan kemungkaran,
secara tidak langsung para da’i telah melakukan hal yang sama dan
akan lebih baik bila para da’i, meberikan teladan terlebih dahulu
sebelum menyampaikan kepada para mad’u.
Pada sisi yang lain, pergerakan para da’i selalu mendapatkan
penilian dari masyarakat kebanyakan. Baik pribadi para da’i, maupun
keluarga para da’i tersebut. Para da’i selalu mendapatkan penilaian dari
masyarakat baik perilaku baik penilaian yang menggunakan mata
kepala masyarakat tersendiri, maupun penilaian menggunakan hati.
Kemudian kita sadari atau tidak, pemakalah menyadari, bahwa para da’i
diajadikan panutan oleh masyarakat kebanyakan.
Karenanya para da’i diharuskan untuk mencerminkan pola
kehidupan yang islami, pada setiap waktu dan tempat. Da’i yang
memiliki akhlak yang baik, akan terlihat berwibawa di hadapan
masyarakat. Kegagalan proses dakwah seringkali diakibatkan oleh
tingkah laku para da’i, yang tidak sesuai dengan perkataannya,
masyarakat kebanyakan mengambil tingkah laku para da’i.
8
Oleh karenanya demikian, kepribadian para da’i menjadi
faktor penentu keberhasilan dakwah islam yang dilakukan oleh para
da’i. bila fakta yang terjadi adalah, para da’i tidak menerapkan apa yang
dikatakan oleh lisannya maka bisa dipastikan itu akan berdampak buruk
bagi dakwah dan juga citra para da’i itu sendiri. Oleh karenanya
demikian, sudah menjadi keharusan bagi para da’i untuk
mengekspresikan setiap nilai yang akan disampaikan dalam dakwah
baik melalui ucapan maupun melalui perbuatan.
Hendaklah para da’i menjadi teladan terbaik umat islam
kebanyakan di manapun dan kapanpun. Sehingga akan terlihat dalam
sendi-sendi kehidupan mereka tanda-tanda ajaran islam yang mereka
sampaikan kepada seluruh umat islam. sebab saat ini umat islam sedang
mengalami krisis keteladanan. Jika hal ini dapat dipegang teguh oleh
para da’i, maka pengaruh dakwah para da’i sangat besar terhadap
keberhasilan dakwah islam.
Para da’i sebagai unsur utama memegang peranan penting,
bagi keberhasilan dakwah islam. keberhasilan para da’i merupakan
keberhasilan penyebaran ajaran agama islam. di mana para da’i
menggunakan berbagai macam ilmu pengetahuan agama yang dimiliki
oleh para da’i untuk mengayomi masyarakat islam. di mana dengan
ilmu agama yang dimiliki oleh para da’i diharapkan dapat membawa
perubahan besar di kalangan masyarakat islam kebanyakan.
7
Hariyanto, “RELASI KREDIBILITAS DA’I DAN KEBUTUHAN MAD’U DALAM
MENCAPAI TUJUAN DAKWAH”, Jurnal Tasamuh, (Vol.16, No.2, Tahun.2018), hlm. 71.
9
bukan seperti apa yang di inginkan oleh para da’i. proses dakwah
semestinya berorientas pada kepentingan mad’u, semata-mata bukan
atas dasar kepentingan da’i. dakwah menempatkan mad’u pada pada
sasaran utama dakwahnya para da’i, termasuk da’i yang ada di dalam
organisasi masyarakat islam Nahdatul Ulama.
Karekter mad’u beragam bergantung pada kondisi sosial
mereka masing-masing. Dalam berdakwah karakter mad’u harus
dipahami dan dimengerti oleh para da’i sebelum melancarkan aksi
dakwahnya ke suatu kelompok masyarakat atau mad’u. da’i dapat
sedikit membaca situasi dan kondisi mad’u dengan melihat karakter
keseharian para mad’u itu sendiri.
Mengenal mad’u merupakan salah satu cara da’i, agar
dakwah islamnya sampai kepada mad’u. megenal kerekter mad’u
merupakan keharusan yang dilakukan oleh para da’i, pemakalah
mengibaratkan mad’u sebagai seorang petani yang harus memahami
kondisi alam sebelum bercocok tanam, demikian juga da’i harus
memahami kedaan, karakter, sifat mad’u sebelum berdakwah.
Sama halnya dengan kegiatan dakwah, kegiatan dakwah sulit
berhasil tanpa adanya proses analisis yang mendalam terhadap karakter
mad’u yang akan di dakwakan oleh para da’i. sebagaimana kita ketahui
bersama bahwasnnya mad’u adalah manusia yang memiliki akal dan
pikiran, di mana para mad’u dapat menghunakan akal dan pikirannya
untuk menilai baik dan buruknya segala sesuatu termasuk karakter para
da’i dalam menyampaikan dakwah.
Lebih mudahnya untuk memahami karakter mad’u, dapat
berawal dari memahami karakter da’i. memahami karakter mad’u oleh
para da’i, meruapakan tantangan terberat yang dihadapi oleh para da’i.
termasuk da’i yang tergabung di dalam ormas Nahdatul Ulama. Butuh
ketelitian dan kesabaran dalam memahami karakter para mad’u, karena
pada hakikatnya sifat tiap individu apalagi kelompok tentu berbeda-
beda.
10
Alasan kuat mengapa harus mengenal karakter para mad’u
oleh para da’i, adalah karena kegiatan dakwah merupakan kegiatan
yang bersifat bujukan, bukan kegiatan yang bersifat paksaan kepada
para mad’u. Rasulullah SAW, mencontohkan cara ini dengan beliau
menunjukkan akhlak terpuji di depan orang mekkah pada saat itu.
Adanya hubungan secara langsung antara da’i dan juga mad’u yang
bersifat tatap muka langsung, yang mana dengan adanya hubungan
tatap muka secara langsung yang dilakukan oleh para da’i kepada para
mad’u maka akan mengakibatkan ada yang namanya hubungan timbak
balik dari para mad’u.
Dakwah yang dilakukan oleh para da’i kepada para mad’u,
dapat dilakukan dengan cara isyarat. Dalam artian dakwah yang
langsung memberikan contoh, bimbingan, arahan kepada para mad’u.
dakwah perorangan dapat dilakukan denga pendekatan individu, dalam
berbagai literatur yang pemakalah baca, di dalam dakwah itu ada yang
namanya proses pendidikan, pendidkan merupakan proses lanjutan dari
dakwah.
Pendidikan tindakan lanjutan dari proses kegiatan dakwah
yang dilakukan oleh para da’i, kepada mad’u. kita di masyarakat akan
menemukan berbagai macam mad’u, ada mad’u yang beriman dan ada
juga mad’u yang tidak beriman yang mana di antara dua mad’u ini, para
da’i harus bisa menyesuaikan diri ketika para da’i berdakwah kepada
para mad’u. dengan melihat kondisi, pola tingkah laku mad’u.
Pada kenyataannya, bila dilihat dari kondisi psikologis
mad’u, sebenarnya para mad’u, berpotensi besar bagi berkembangnya
dakwah keislaman yang disampaikan oleh para da’i kepada para mad’u.
karena mad’u yang cerdas adalah mad’u yang bisa menempatkan
penilan mereka kepada da’i sesuai dengan kondisi da’i. begitupun da’i,
da’i yang berkualitas adalah da’i yang mampu mengamalkan segenap
ajaran agama yang akan disampaikannya kepada mad’u.
11
C. Solusi Dakwah Masa Depan Nahdatul Ulama
Ada beberapa solusi dakwah masa depan Nahdatul Ulama yang
dapat pemakalah paparkan pada makalah ini, diantaranya :
8
U. Abdullah Mumin, “PENDIDIKAN TOLERANSI PERSPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM (TELAAH MUATAN PENDIDIKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN DI
SEKOLAH)”, Jurnal Al-Afkar, (Vol.1, No.2, Tahun.2018), hlm. 15.
12
Lingkungan sekolah dan juga lingkungan sosial juga
merupakan faktor penentu terciptanya persatuan dan kesatuan umat
islam, serta toleransi antar umat beragama. Di mana kalau di
lingkungan sekolah dan juga lingkungan masyarakat sudah memiliki
kesadaran persatuan umat islam, dan juga toleransi antar umat
beragama. Maka bisa dipastikan tidak aka nada pertentangan karena
perbedaan mazhab, aliran kepercayaan, dan lain sebagainya.
Peran Ulama, termasuk Ulama Nahdatul Ulama juga amat
penting. Karena mereka adalah merupakan kunci utama, bagi
terlaksananya persatuan umat islam serta toleransi antar umat
beragama. Terkadang doktrin ulama juga dianggap oleh sebagian
masyarakat membosankan, maka perlu adanya ulama yang
berkompeten bukan hanya pada saat menyampaikan dakwah tentang
persatuan umat islam saja akan tetapi mempraktikannya di hadapan
masyarakat.
9
Moh. Anif Arifani, “MODEL PENGEMBANGAN DAKWAH BERBASIS BUDAYA
LOKAL”, Jurnal Ilmu Dakwah, (Vol.4, No.15, Tahun.2010), hlm. 857.
13
Nahdatul Ulama sebenarnya sudah sesuai dengan, kebutuhan para
mad’u di mana Nahdatul Ulama mengikuti dakwah Walisongo yang
berdakwah sesuai dengan kondisi kebudayaan para mad’unya.
Di mana keberhasilan dakwah, bergantung pada para da’i
yang menyampaikan dakwah kepada mad’u. dengan menggunakan pola
dakwah yang sesuai dengan kondisi budaya para mad’u, maka akan
berpengaruh pada hasil dakwah. Pada era milenial sekarang banyak
orang yang menggunakan media online, seperti instagram, youtube, dan
lain sebagainya. Kalau pandangan pemakalah pribadi digunakan dengan
sebaik-baiknya untuk konten dakwah, seperti dakwah bil hal maka bisa
dipastikan dakwah akan berkembang di masa yang akan datang.
Wawasan tentang kebudayaan sangatlah penting dimiliki oleh
para da’i, akan tetapi sayang sakali amat sedikit para da’i yang memiliki
wawasan tentang budaya para mad’u. jika para da’i memiliki wawasan
tentang kebudayaan yang sangat luas maka secara tidak langsung, para
da’i dapat menyesuaikan antara dakwah yang disampaikan oleh para
da’i kepada mad’u sesuai dengan kebudayaan mad’u tersendiri.
pada zaman modern sekarang ini banyak budaya-budaya dari
barat masuk ke Indonesia, dengan berbagai macam corak dan ragam.
Peran para da’i, terlebih da’i Nahdatul Ulama adalah bagaimana
caranya agar budaya barat yang masuk ke masyarakat muslim Indonesia
agar tidak merusak citra umat muslim di Indonesia. Di mana Indonesia
adalah Negara dengan penduduk muslim terbesar di Dunia, maka peran
segala pihak yang dipelukan di sini, dalam menepis masuknya budaya
barat di Indonesia.
Dengan menepis budaya barat atau budaya luar yang
menyentuh masyarakat muslim Indonesia, maka budaya lokal di
Indonesia yang bernafaskan islam dapat terus dilestarikan. Seperti
tahlilan, maulidan, peringatan isra’ mi’raz Nabi Besar Muhammad
SAW, nuzulul qur’an dan lain sebagainya.
14
3. Nahdatul Ulama Mecetak Calon-calon Da’i Melalui Pondok Pesantren
Pesantren adalah pusat keteladanan dari seorang kyai kepada
santrinya yang saling berinteraksi dua puluh empat jam. 10 Pedidikan
merupakan fondasi utama terbentuknya karakter muslim yang
berkualitas, yang dapat menjadi harapan agama islam. yang mana di
Pondok Pesantren banyak diajarkan oleh para guru berbagai macam
pengetahuan tentang keislaman termasuk berdakwah, di mana menurut
pemakalah jika Nahdatul Ulama menyediakan calon pendakwah di
pondok pesantren dengan melakukan pembinaan, maka bisa dipastikan
sayap-sayap dakwah islam akan terus dikepakkan.
Tentu itu semua tidak akan terlaksana, tanpa adanya
pembinaan dan juga pendidikan ilmu dan juga pendidikan akhlak yang
mumpuni. Peran guru di Pondok Pesantren amatlah urgent, di mana
dengan pola pendidikan yang terarah sesuai dengan koridornya maka
akan menghasilkan calon pendakwah yang terampil dalam
menyampaikan dakwahnya kepada seluruh masyarakat muslim. Tentu
Nahdatul Ulama sudah tidak asing dengan Pondok Pesantren, di mana
kehidupan Pondok Pesantren yang teratur sehingga dapat mencetak
insan pendakwah yang teratur juga dalam berdakwah.
Itu semua tidak akan terlaksana tanpa adanya kerjasama
antara santri, kyai, dan juga guru yang ada di pondok pesantren di
bawah naungan Nahdatul Ulama. Yang mana kesemuanya memiliki
peran masing-masing dalam mengembangkan, lebih-lebih memajukan
dakwah islam untuk kedepannya. Pondok pesantren bagi masyarakat
bukan hanya wadah untuk menempuh pendidikan setinggi mungkin,
akan tetapi sebagai wadah untuk berdakwah bagi Nahdatul Ulama
dalam menyebarkan syi’ar agama islam di atas muka bumi ini. Kalau
Pondok Pesantren sudah memulai dengan baik maka akan berakhir
dengan baik pula proses dakwah yang dijalankan oleh Nahdatul Ulama.
10
H.M. Kholili, “PONDOK PESANTREN DAN PENGEMBANGAN POTENSI DAKWAH”
,Jurnal Dakwah, (Vol.13, No.2, Tahun.2012), hlm. 177.
15
4. Nahdatul Ulama Mengembangkan dakwah di Setiap Masjid
Rasulullah beliau memanfaatkan masjid tidak sekedar tempat
sujud/sholat saja, tetapi masjid juga dijadikan sebagai pusat kegiatan
dan pembinaan umat.11 Pada zaman sekarang bangunan masjid sudah
semakin megah, dan banyak masjid-masjid yang indah. Akan tetapi
kalau masjid hanya untuk sholat saja sangat di sayangkan, karena
masjid bukan hanya tempat sholat akan tetapi juga tempat membina
peradaban umat islam.
Masjid menurut pandangan pemakalah, harus diisi dengan
berbagai macam kegiatan bermanfaaat. Agar masyarakat tidak hanya
menggunakan masjid hanya untuk sholat lima waktu saja, peran
Nahdliyin amatlah dibutuhkan di sini, masjid di isi dengan pengajian,
dialog keagamaan, ceramah agama. Di zaman sekarang ini, ilmu agama
sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Tidak hanya ilmu agama saja, akan
tetapi Ulama yang berilmu agama yang luas sangat dibutuhkan oleh
semua masyarakat muslim.
Agar kegiatan dakwah Nahdliyin dapat terlaksana di masjid-
masjid maka dibutuhkan kerjasama antara Nahdatul Ulama dan Dewan
Majid Indonesia. Dengan pola komunikasi antara dua lembaga ini,
maka bisa dipastikan dakwah akan berjalan sesuai dengan harapan kita
bersama. Terlebih kalau dilihat dari sifat masyarakat Indonesia, yang
amat menantikan adanya sosok penyampai agama yang dapat menjawab
semua tantangan zaman.
Pola dakwah yang dilakukan ialah dengan cara mendatangi
masjid pada momen yang tepat seperti, bulan ramadhan, peringatan
isra’ dan mi’raz dan lain sebagainya. Dengan memanfaatkan momen
seperti di atas maka akan membawa dampak yang besar bagi kemajuan
dakwah masa depan Nahdatul Ulama. Serta dapat memberikan pola
pemahaman yang baru bagi dakwah islam di Indonesia.
16
5. Nahdatul Ulama Berdakwah Melalui Media Massa
Keberadaan media massa di masyarakat sangat urgen bahkan
mampu mempengaruhi pola pikir bahkan perilaku masyarakat.12
Kehadiran media massa memberi dampak positif terhadap perilaku
keagamaan masyarakat muslim, serta mempertahankan nilai-nilai
keagamaan yang berlaku di kalangan masyarakat muslim. Di mana
dengan keberadaan media massa, seperti media cetak, televisi, radio,
dan media daring dapat digunakan oleh kadar Nahdatul Ulama untuk
berdakwah di masyarakat.
Media massa semakin memiliki posisi yang sangat strategis
bagi masyarakat, karena hampir setiap hari masyarakat, terlebih
masyarakat muslim bersentuhan dengan media massa. Sehingga
Nahdatul Ulama dapat menggunkan media massa untuk berdakwah,
pemakalah rasa media massa adalah pilihan yang tepat untuk
berdakwah. Misalnya media massa televisi, Nahdatul Ulama dapat
bekerja sama dengan stasiun telvisi tertentu untuk membuat acara
dakwah yang bermanfaat bagi masyarakat muslim.
Terlebih media cetak yang bersifat daring, dapat digunakan
juga untuk menulis konten-konten dakwah yang dapat membawa
manfaat bagi masyarakat muslim. Karena masyarakat juga banyak yang
hobi membaca media daring, maka dari itu Nahdatul Ulama dapat
memanfaatkan momen ini untuk menulis konten dakwah di media cetak
daring.
Dakwah melaui channel yotube, kalau pemakalah rasa juga
tidak kalah ampuh dengan media massa lainnya. Masyarakat muslim
dapat dengan mudah mengakses video kajian islam, yang bermanfaat
bagi masyarakat muslim. Sehingga dengan dakwah berbasis media
massa juga tidak kalah ampuhnya dengan dakwah-dakwah yang
menggunakan media-media lain.
12
Nurul Syobah, “KONSTRUKSI MEDIA MASSA DALAM PENGEMBANGAN DAKWAH”
,Jurnal Dakwah Tabligh, (Vol.14, No.2, Tahun.2013), hlm. 154.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nahdatul Ulama merupakan salah organisasi masyarakat islam
terbesar di Indonesia, maka dengan pola dakwah yang teratur, sistematis,
dan juga masif dapat mencetak muslim yang taat pada perintah Allah dan
Rasul-Nya. Sehingga apa yang menjadi cita-cita dakwah dapat terlaksana,
dan masyarakat muslim di seluruh Indonesia dapat menjadi masyarakat
yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, dan Indonesia dapat
menjadi negeri yang baldatun toyyibatun warabbun ghafur.
18
DAFTAR PUSTAKA
H. Hartono Margono, “KH. Hasyim Asy’ari dan Nahdlatul Ulama: Perkembangan
Awal dan Kontemporer”,Jurnal Media Akademika, (Vol.26, No.23, Tahun.2011).
Ahmad Sagir, “Dakwah Bil-Hal: Prospek Dan Tantangan Da’I”,Jurnal Ilmu
Dakwah, (Vol.14 No.27, Tahun.2015).
Nur Satiawati, “TANTANGAN DAKWAH DALAM PERSPEKTIF
KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA”, Jurnal Dakwah Tabligh,
(Vol.13 No.2, Tahun.2012).
Nur Ahmad, “TANTANGAN DAKWAH DI ERA TEKNOLOGI DAN
INFORMASI: Formulasi Karakteristik, Popularitas, dan Materi di Jalan
Dakwah”,Jurnal ADDIN, (Vol.8, No.2, Tahun.2014).
Hamlan, “KONTRIBUSI KODE ETIK DA’I TERHADAP KEBERHASILAN
DAKWAH”, Jurnal Al-Hidayah, (Vol. 2, No.5, Tahun.2014).
Hariyanto, “RELASI KREDIBILITAS DA’I DAN KEBUTUHAN MAD’U
DALAM MENCAPAI TUJUAN DAKWAH”, Jurnal Tasamuh, (Vol.16, No.2,
Tahun.2018).
U. Abdullah Mumin, “PENDIDIKAN TOLERANSI PERSPEKTIF
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TELAAH MUATAN PENDIDIKAN
PENDEKATAN PEMBELAJARAN DI SEKOLAH)”, Jurnal Al-Afkar, (Vol.1,
No.2, Tahun.2018).
Moh. Anif Arifani, “MODEL PENGEMBANGAN DAKWAH BERBASIS
BUDAYA LOKAL”, Jurnal Ilmu Dakwah, (Vol.4, No.15, Tahun.2010).
H.M. Kholili, “PONDOK PESANTREN DAN PENGEMBANGAN POTENSI
DAKWAH” ,Jurnal Dakwah, (Vol.13, No.2, Tahun.2012).
Abdul Basit, “STRATEGI PENGEMBANGAN MASJID BAGI GENERASI
MUDA” ,Jurnal Dakwah STAIN Purwokerto, (Vol.3, No.2, Tahun.2009).
Nurul Syobah, “KONSTRUKSI MEDIA MASSA DALAM PENGEMBANGAN
DAKWAH” ,Jurnal Dakwah Tabligh, (Vol.14, No.2, Tahun.2013).
19
20