Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

MAKALAH SEJARAH BERDIRINYA MUHAMMADIYAH

DI SUSUN OLEH

KELOMPOK V:

1. DESTI YULIA SARI


2. MIRA WAHYUNI

DOSEN PENGAMPU :RITA ZUNARTI,S.Th.I.,M.Ag

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

MUHAMMADIYAH MUARA BUNGO

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada ALLAH Swt atas berkat dan rahmatnyalah
kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah AGAMA ISLAM
MUHAMADIYAH.adapun topik yang di bahas di dalam makalah ini adalah mengenai
Pemilihan.AGAMA ISLAM MUHAMADIYAH Makalah ini akan memperdalam
pengetahuan kita tentang Pemilihan AGAMA ISLAM MUHAMADIYAH.
merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan kualitas pembelajaran. Hal
tersebut disebabkan adanya perkembangan teknologi dalam bidang pendidikan yang
menuntut efisiensi dan efektivitas dalam pembelajaran. Untuk mencapai tingkat efisiensi dan
efektivitas yang optimal, salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah mengurangi bahkan
jika perlu menghilangkan dominasi sistem penyampaian pelajaran yang bersifat verbalistik
dengan cara menggunakan AGAMA ISLAM MUHAMADIYAH.
Sehubungan dengan penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran, para tenaga
pengajar atau pendidik perlu cermat dalam pemilihan dan penetapan media yang akan
digunakannya. Kecermatan dan ketepatan dalam pemilihan media akan menunjang efektivitas
kegiatan pembelajaran yang dilakukannya. Disamping itu juga kegiatan pembelajaran
menjadi menarik sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, dan perhatian peserta didik
menjadi terpusat kepada topik yang dibahas dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukannya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu RITA ZUNARTI,S.Th.I.,M.Ag
sebagai dosen Mata Kuliah AGAMA ISLAM MUHAMADIYAH. yang telah mengajari kami
mengenai Media Pembelajaran sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkonstribusi untuk
tersajinya makalah ini.
Muaro bungo,14 November 2020

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.................................................................................. 1
B.     Rumusan Masalah............................................................................. 1
C.     Tujuan............................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 3
A. Arti Muhammadiayah......................................................................... 3
B. Pengertian Realitas Sosial ................................................................. 3
C. Keberadaan Umat Islam ..................................................................... 4

BAB III PENUTUP


A.    Simpulan........................................................................................... 11
B.     Saran................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA

ii
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Muhammad Darwis atau lebih dikenal dengan K.H. Ahmad Dahlan merupakan
pendiri Muhammadiyah pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H, bertepatan pada tanggal 18
November 1912, di kampung Kauman Yogyakarta.Pada tahun itu,K.H. Ahmad Dahlan
mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melakukan cita-cita dalam pembaharuan
Islam di Indonesia. K.H.Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara
berpikir dan beramalmenurut tuntunan agama Islam.la ingin mengajak umat Islam di
Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan Al-
Qur’an dan Al-Hadits.
Sejak pertama didirikan, telah ditegaskan bahwa Muhammadiyah bukan
organisasiyang  bergerak dibidang politik, namun bersifat sosial dan bergerak di bidang
pendidikan. Hasil  pemikiran K.H.Ahmad Dahlan yangdilakukan secara mendalam
dansungguh-sungguh tersebut, kemudian melahirkan berbagai gerakan pembaharuan yang
merupakan operasionalisasi dan  pelaksanaan darihasil pemahaman dan
pemikirannyaterhadap ajaran Islam. Di Indonesia lahir  beberapa organisasi atau
gerakan islam, diantaranya adalah Muhammadiyah yang lebih dari 30 tahun sebelum
merdeka,dan organisasi lainnya yang bergerak di bidang politik,social dan  pendidikan.
 
Muhammadiayah adalah organisasi yang berdiri bersamaan dengan kebangkitan
masyarakat Islam Indonesia pada dekade pertama yang sampai hari ini bertahandan
membesar yang sulit dicari persepadanannya. Jika dilihat dari amal usaha dan gerakan
Muhammadiyah dibidang sosial kemasyarakatan,khususnya di bidang pendidikan dan dan
kesehatan, maka Muhammadiyah merupakan organisasi sosial keagamaan yang terbesar di
Indonesia.

B.       Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.      Apa Arti Muhammadiayah ?
2. Apa Pengertian Realitas Sosial ?
3.      Bagaimana Keberadaan Umat Islam ?
C.    Tujuan
Dengan beberapa macam rumusan masalah di atas, maka dapat bertujuan untuk
mengetahui sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Arti Muhammadiayah!
2. Untuk mengetahui Pengertian Realitas Sosial  !
3. Untuk mengetahui Keberadaan Umat Islam !

1
BAB II
PEMBAHASAN
 
A.Arti Muhammadiyah
Dalam catatan sejarah, nama Muhammadiyah yang diberikan oleh KH. Ahmad
Dahlan terhadap organisasi yang didirikannya adalah atas usul dari seorang kerabat
sekaligus teman seperjuangannya yang bernama Muhammad Sangidu, Ketib Anom Kraton
Yogyakarta dan tokoh  pembaharuan yang kemudian menjadi penguhulu Kraton
Yogyakarta. Setelah melalui salat istikharah, KH. Ahmad Dahlan kemudian memberikan
nama Muhammmadiyah bagi organisasi yang akan dipimpinnya itu (Haedar
Nashir,2006:1).
  Secara etimologis, Muhammadiyah berasal dari bahasa Arab dengan kata
dasar “Muhammad”,yaitu nama seorang Nabi atau Rasul terakhir yang diutus olej Allah ke
muka bumi ini. Kemudian kata tersebut mendapatkan tambahan akhir”ya nisbah” yang
artinya menjeniskan
atau mengelompokkan. Dengan demikian, Muhammadiyah berarti kelompok, umat
dan pengikut Muhammad. Dengan demikian siapapun yang beragama islam,yang
mengucapkan dua syahadat, maka dia adalah orang Muhammadiyah, tanpa dilihat atau
dibatasi oleh perbedaan organisasi, golongan, bangsa, geografis etnis, dan sebagainya.
 Sedangkan secara terminologis, Muhammadiyah adalah organisasi dan gerakan
islam, dakwah amar makruf nahi munkar, berasas islam dan bersumber dari al-Qur’an dan
as-Sunnah didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H,
bertepatan tanggal 18  November 1912 M di kota Yogyakarta.
B. Pengertian Realitas Sosial
Realitas sosial merupakan suatu peristiwa yang memang benar – benar terjadi di
tengah masyarakat.Realitas sosial berbeda dari individu biologis kognitif realitas atau
kenyataan, dan terdiri dari prinsip-prinsip sosial yang diterima dari suatu komunitas. 
Realitas  sosial dapat dibentuk secara terpisah dari setiap individu atau ekologi sekitarnya.
Saat ini, berdasarkan realitas yang ada, sudah jelas bahwa kita berada pada gelombang
ketiga, dimana kita hidup di zaman yang ditopang oleh kemajuan teknologi informasi yang
memicu terjadinya ledakan informasi. Ledakan informasi yang terjadi membawa
berubahan besar dalam kehidupan umat manusia. Kita  telah mengalami masa peralih dari
masyarakat industri menjadi masyarakat informasi.
C.Keberadaan Umat Islam
Dalam pandangan Ahmad Dahlan, Islam sebagai agama maupun Islam sebagai tradisi
pemikiran yang terjadi di Indonesia boleh dikatakan macet total. Islam sebagai agama di
2
Indonesia menurut Ahmad Dahlan tidak mampu membawa dan mendorong umat
Islam Indonesia menjadi masyarakat yang dinamis, maju, dan modern. Padahal, bila
dilacak dalam sejarah, khususnya yang diperankan Rasulullah dan para salafiyûn, Islam
mampu mengantarkan umat Islam menuju masyarakat dengan peradaban kelas tinggi.
Kemacetan dalam tubuh umat Islam Indonesia terjadi tidak hanya pada Islam sebagai
agama saja, tetapi Islam sebagai tradisi pemikiran juga mengalami kemacetan.
Islam sebagai agama, ajaran-ajarannya banyak dipengaruhi oleh budaya lokal yang
sebelumnya memang telah berkembang di Indonesia. Banyak praktek-praktek keagamaan
yang tidak lagi didasarkan kepada sumber utama Islam, yakni Al-Qur'an dan Al-Sunnah
Al-Maqbûlah. Pola pemahaman keislaman umat Islam Indonesia hanya dibatasi pada
madzhab tertentu. Akibat dari kondisi-kondisi demikian, muncul pengamalan ajaran Islam
yang bid’ah, khurafat, dan takhayyul.
Realitas Islam sebagai agama dan Islam sebagai tradisi pemikiran di lndonesia yang
mengalami kemacetan di atas ikut mempengaruhi latar belakang kelahiran
Muhammadiyah. Karena itu, telaah realitas sosio-agama Islam di Indonesia dibutuhkan
untuk menjelaskan tentang maksud Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah.
Sebelum kehadiran Islam, penduduk Nusantara mempunyai tiga kepercayaan, yaitu
dinamisme, animisme, dan totemisme. Dinamisme muncul dalam bentuk adanya
kepercayaan bahwa setiap benda yang ada, seperti sungai yang mengalir, air bah,
matahari, pohon beringin, gunung-gunung yang tinggi dan sebagainya mempunyai
kekuatan ghaib. Sedang animisme adalah kepercayaan tentang arwah nenek moyang
mereka. Arwah mereka pada suatu saat masih akan menjumpainya. Adapun totemisme
adalah kepercayaan tentang adanya orang yang telah meninggal yang kemudian menjelma
menjadi harimau, babi, dan sebagainya yang kesemuanya itu diyakini sebagai penjelmaan
orang yang baru meninggal dunia. Dinamisme, animisme, dan totemisme ini dalam
banyak hal senafas dengan pandangan Hindu dan Budha yang belakangan masuk ke
Indonesia (Saifullah, I997: 37-38) .
Pengaruh agama Hindu dan Budha terhadap masyarakat Indonesia sangat kental,
khususnya masyarakat Jawa tempat Muhammadiyah didirikan. Hindu dengan kekuatan
politiknya telah menanamkan akar-akar kebudayaannya ke dalam masyarakat Jawa.
Bahkan dalam tingkat tertentu agama Hindu menjadi agama kerajaan, dan kerajaan
Mataram (yogyakarta dan Surakarta) merupakan kerajaan yang paling dalam terkena
3
pengaruh Hindu (Benda, dalam Abdullah, 1974: 35-36). Dalam rentang waktu 7
(tujuh)
abad, dari abad XIII sampai akhir abad XIX, proses masuk dan berkembangnya Islam
dii Jawa mengalami dialog pergumulan budaya yang panjang. Corak Islam yang murni
tersebut mengalami akulturasi dengan kebudayaan Jawa dan singkretisasi dengan
kepercayaan pra-Islam atau Hindu. Tradisi Hindu tidak dikikis habis, padahal dalam
beberapa hal tradisi tersebut bertentangan dengan paham monoteisme yang dibawa Islam.
Tindakan yang dilakukan oleh para wali, agaknya merupakan pilihan yang terbaik. Tanpa
berbuat demikian, seperti dikatakan Benda, kemungkinan sekali Islam tidak akan
menemukan tempatnya di Nusantaru (Benda, dalam Abdullah, 1974: 41).
Bila dicermati, para wali dalam mengislamkam Jawa dilakukan dengan menggunakan
dua pola. Pola pertama, melalui penggunaan lambang-lambang dan simbol budaya Jawa.
Dalam pola ini, para wali langsung ke daerah-daerah pedesaan dengan menggunakan
metode akulturasi dan singkretisasi. Cara demikian ditempuh karena memperhatikan
situasi waktu itu. Pilihan itu ditempuh dengan maksud memperoleh dua sasaran, yaitu
menjinakkan objek yang menjadi sasaran sekaligus Islam menjinakkan dirinya sendiri.
Dengan penjinakan model demikian muncul Islam dengan corak tersendiri, yang oleh
Hamka disebut dengan Islam yang memuja kubur, wali, dan sebagainya (Hamka 1983:
237). Corak Islam yang demikian biasa disebut dengan Islam kejawen, yaitu pengamalan
dengan cara melakukan sinkretisasi antara Islam tarekat dan kepercayaan Hindu. Dalam
prakteknya, penganut Islam kejawen ini biasanya mengaku Islam tetapi tidak menjalankan
ritual-ritual islam, ritualnya cukup eling saja.
Dalam bidang kepercayaan dan ibadah, muatannya menjadi khurafat dan bid'ah.
Khurafat adalah kepercayaan tanpa pedoman yang sah dari Al-Qur’an dan Sunnah, hanya
ikut-ikutan orang tua atau nenek moyang. Sedangkan bid'ah biasanya muncul karena ingin
memperbanyak ritual tetapi pengetahuan Islamnya kurang luas, sehingga yang dilakukan
adalah sebenarnya bukan bersumber pada ajaran Islam. Bentuk khurafat misalnya, mohon
kepada yang mbaurekso, sementara contoh bentuk bid'ah adalah selamatan dengan
kenduri dan tahlil yang menggunakan lafal 1slam (Majlis Pustaka, 1993: 13). Selamatan
dalam tradisi Jawa adalah suatu upacara kultural untuk memenuhi suatu hajat yang
berhubungan dengan suatu kejadian yang ingin diperingati. Maksud upacara ini adalah
agar kelak mereka yang mengadakan selamatan atau yang diselamati itu menjadi selamat

4
(Suifullah, 1997: 41 ).
Masyarakat Jawa pada umumnya menggunakan upacara selamatan dalam berbagai
peristiwa, seperti kelahiran, khitan, perkawinan, kematian, pindah rumah, panen, ganti
nama, dan sejenisnya. Namun, di antara macam-macam selamatan itu yang paling
menonjol adalah selamatan kematian, yang terdiri dari tiga hari, empat puluh hari,
seratus hari, pendak pisan, pendak pindo, nyewu (seribu) dan khaul. Selamatan ini selalu
diiringi dengan membaca tahlil sebagai cara mengirim doa kepada si mayit. Prosesi
tahlilan ini dimulai dengan membaca Sûrah al-Fâtihah kepada keluarga Nabi dan
sahabatnya, dilanjutkan dengan Sûrah al-Ikhlâs tiga kali, al-Falaq, al-Nâs , al-Fâtihah
kembali, permulaan Sûrah Baqarah, ayat kursi, beberapa doa dari ayat Al-Qur’an,
kemudian membaca dzikir, istigfâr, tasbîh dalam jumlah tertentu, dan diakhiri dengan doa
yang dibacakan oleh pemimpin tahlilan (Saifullah, 1997: 32).
Bentuk khurafat lain yang biasa dilakukan orang Jawa adalah penghormatan kuburan
orang-orang suci. Bentuknya bisa berziarah ke kuburan sambil meminta do'a restu atau
pertolongan dari ruh orang yang telah meninggal dunia, Islam mengajarkan cara berziarah
ini dengan dua sasaran, yaitu: (1) mendoakan orang yang sudah meninggal, dan (2)
menyadarkan orang yang berziarah bahwa kelak mereka juga akan mengalami meninggal
dunia. Namun demikian, dalam pelaksanaan ziarah sering dilakukan dengan meminta
pertolongan kepada orang yang telah meninggal dunia. Bila ini yang dikerjakan, maka
cara demikian sudah di luar yang diajarkan tentang ziarah dalam Islam. Inilah bentuk
sinkretisme dalam masyarakat Jawa. Ada juga sinkretisme yang berkembang, misalnya
jimat. Di kalangan Kraton, benda-benda pusaka dianggap mempunyai kekuatan ghaib
yang mampu melindungi. Di pedesaan, biasanya benda-benda tersebut dianggap
mempunyai daya ghaib meskipun dia beragama Islam (Saifullah, 1997: 42).
Dakwah dengan pendekatan akulturasi dan sinkretisme memang cepat memberi daya
tarik tersendiri bagi masyarakat yang sebelumnya kental dengan budaya Hindu-Budha.
Memang secara kuantitatif bertambah, sehingga jumlah penduduk yang beragama Islam
bertambah dan menjadi mayoritas di Jawa. Namun, secara kualitatif, intensitas beribadah
mereka masih kurang mantap.
A. Rifa'i, seperti dikutip Majlis Pustaka (1993: 13-14) menyimpulkan bahwa
pengamalan Islam yang dilakukan orang Jawa banyak yang menyimpang dari ajaran
aqidah Islamiyah dan harus diluruskan. Akibat dari praktek-praktek ini, ajaran Islam tidak
5
murni, tidak berfungsi sebagaimana mestinya, dalam arti tidak memberikan manfaat
kepada pemeluknya.
Realitas sosio-agama yang dipraktekkan masyarakat inilah yang mendorong Ahmad
Dahlan mendirikan Muhammadiyah. Namun, gerakan pemurniannya baru dilakukan pada
tahun 1916, empat tahun setelah Muhammadiyah berdiri, saat Muhammadiyah mulai
berkembang ke luar kota Yogyakarta. Dalam konteks realitas sosio-agama ini, tidaklah

berlebihan apa yang dikatakan oleh Munawir Sjadzali (1995), bahwa Muhammadiyah
adalah gerakan pemurnian yang menginginkan pembersihan Islam dari semua unsur
sinkretis dan daki-daki tidak Islami lainnya.

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Islam sebagai agama, ajaran-ajarannya banyak dipengaruhi oleh budaya lokal yang
sebelumnya memang telah berkembang di Indonesia. Banyak praktek-praktek keagamaan
yang tidak lagi didasarkan kepada sumber utama Islam, yakni Al-Qur'an dan Al-Sunnah
Al-Maqbûlah. Pola pemahaman keislaman umat Islam Indonesia hanya dibatasi pada
madzhab tertentu. Akibat dari kondisi-kondisi demikian, muncul pengamalan ajaran Islam
yang bid’ah, khurafat, dan takhayyul.Disinilah peran K.H Ahmad Dahlan dalam
menegakkan syariat islam yang sesungguhnya dengan dakwahnya dalam keorganisasian
Muhammadiyah.

7
DAFTAR PUSTAKA

Jazuli, M.jinan dkk (2013), Studi Kemuhammadiyahan (kajian historis, ideologi organisasi),
Surakarta: LPIK UMS
Haedar Nashir, KH. Ittah Muhammadiyah, menengok kembali kelahiran  Muhammadiyah
,kontirbutor dalam Muhammadiyah online,Selasa, 12 Desember 2006

Anda mungkin juga menyukai