Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN III

“ SEJARAH MUHAMMADIYAH “

DISUSUN OLEH:

MUHAMMAD FATIR PUTRA PRATAMA – 22350018

UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH BERAU

PROGRAM STUDI

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


ABSTRAK

Sejarah merupakan peristiwa masa lampau yang terjadi di dalam kehidupan umat
manusia. Sejarah sebagai salah satu bagian terpenting karena didalamnya memuat fakta dari
proses yang dialami manusia. Secara teoritis, studi tentang peran dan kiprah K.H. Ahmad
Dahlan dalam moderasi beragama di Kauman menggunakan teori sosiologi. Salah satu gerakan
Islam yang terbesar di Indonesia yakni Muhammadiyah melalui pendirinya telah banyak
memberikan konsepsi secara tekstual bagaimana beragama yang sesungguhnya sehingga
moderasi beragama dalam kacamata K.H. Ahmad Dahlan seperti halnya bagaimana paham
beragama yang sesuai dengan ajaran Islam. K.H. Ahmad Dahlan memandang penting persoalan
umat manusia harus dan wajib bisa diselesaikan dengan ajaran-ajaran Islam hal ini beliau
pahami karena memandang Islam adalah agama Rahmatan Lil Alamin, yang berarti Islam
adalah agama yang diterima semua golongan sekalipun terjadi perbedaan perbedaan di
dalamnya.
DAFTAR ISI

ABSTRAK...................................................................................................................................

KATA PENGANTAR.................................................................................................................

DAFTAR ISI................................................................................................................................

BAB I: PENDAHULUAN..........................................................................................................

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II : PEMBAHASAN...........................................................................................................

A. Faktor objektif kondisi sosial dan keagaaman bangasa indonesia pada zaman kolonial
B. Faktor subjektif keprihatinan dan keterpanggilan KH.A.Dahlan terhadap umat dan bangsa
C. Profil KH.Ahamd Dahlan
D. Pemikiran-pemikiran KH.A.Dahlan tentang Islam dan umatnya

BAB III : PENUTUP...................................................................................................................

A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
segala berkat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah Perbandingan
Hukum Pidana dengan judul “ Sejarah Muhammadiyah ” ini dengan baik tanpa ada halangan
yang berarti. Makalah ini dibuat sebagai penyelesaian dari tugas mata kuliah Al-Islam
Kemuhammadiyaan.

Makalah ini telah saya selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, saya sampaikan banyak terima kasih kepada segenap pihak yang
telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian makalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih
banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat
maupun isi. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati, saya selaku penyusun menerima
segala kritik dan saran yang membangun dari dosen pembimbing saya.

Demikian yang bisa saya sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan memberikan manfaat nyata.

Berau, 25 September 2023

Muhammad Fatir Putra Pratama


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Muhammadiyah merupakan organisasi islam besar di Indonesia. Bahkan
Pendidikan telah menjadi “trade-merk” gerakan Muhammadiyah besarnya jumlah
lembaga pendidikan merupakan bukti konkrit peran penting Muhammadiyah dalam
proses pemberdayaan umat islam dan pencerdasan bangsa. Dalam konteks ini
Muhammadiyah tidak hanya berhasil mengentarskan bangsa Indoensia dan umat islam
dari kebodohan dan penindasan, tetapi juga menawarkan suatu model pembaharuan
sistem pendidikan “modern” yang telah terjaga identitas dan kelangsungannya.
Diskusi tentang pendidikan Muhammadiyah sebagai salah satu pembaharuan
pendidikan islam di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pemikiran para pendirinya.
Salah satu tokoh pendidikan Muhammadiyah yang paling menonjol adalah
KH. Ahmad Dahlan
Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November (18 November 1912 M)
merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah. Itulah kelahiran sebuah
gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, yang melakukan perintisan atau
kepeloporan pemurnian sekaligus pembaruan Islam di negeri berpenduduk terbesar
muslim di dunia. Sebuah gerakan yang didirikan oleh seorang kyai alim, cerdas, dan
berjiwa pembaru, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis dari kota
santri Kauman Yogyakarta.
Kata ”Muhammadiyah” secara bahasa berarti ”pengikut Nabi Muhammad”.
Penggunaan kata ”Muhammadiyah” dimaksudkan untuk menisbahkan (menghubungkan)
dengan ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad. Penisbahan nama tersebut menurut
H. Djarnawi Hadikusuma mengandung pengertian sebagai berikut: ”Dengan nama itu dia
bermaksud untuk menjelaskan bahwa pendukung organisasi itu ialah umat Muhammad,
dan asasnya adalah ajaran Nabi Muhammad saw, yaitu Islam. Dan tujuannya ialah
memahami dan melaksanakan agama Islam sebagai yang memang ajaran yang serta
dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, agar supaya dapat menjalani kehidupan dunia
sepanjang kemauan agama Islam. Dengan demikian ajaran Islam yang suci dan benar itu
dapat memberi nafas bagi kemajuan umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya.”
Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada awal berdirinya tidak lepas dan
merupakan menifestasi dari gagasan pemikiran dan amal perjuangan Kyai Haji Ahmad
Dahlan (Muhammad Darwis) yang menjadi pendirinya. Setelah menunaikan ibadah haji
ke Tanah Suci dan bermukim yang kedua kalinya pada tahun 1903, Kyai Dahlan mulai
menyemaikan benih pembaruan di Tanah Air. Gagasan pembaruan itu diperoleh Kyai
Dahlan setelah berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti
Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah
dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang; juga setelah membaca pemikiran-
pemikiran para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab,
Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan modal
kecerdasan dirinya serta interaksi selama bermukim di Saudi Arabia dan bacaan atas
karya-karya para pembaru pemikiran Islam itu telah menanamkan benih ide-ide
pembaruan dalam diri Kyai Dahlan. Jadi sekembalinya dari Arab Saudi, Kyai Dahlan
justru membawa ide dan gerakan pembaruan, bukan malah menjadi konservatif.
Embrio kelahiran Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi untuk
mengaktualisasikan gagasan-gagasannya merupakan hasil interaksi Kyai Dahlan dengan
kawan-kawan dari Boedi Oetomo yang tertarik dengan masalah agama yang diajarkan
Kyai Dahlan, yakni R. Budihardjo dan R. Sosrosugondo. Gagasan itu juga merupakan
saran dari salah seorang siswa Kyai Dahlan di Kweekscholl Jetis di mana Kyai mengajar
agama pada sekolah tersebut secara ekstrakulikuler, yang sering datang ke rumah Kyai
dan menyarankan agar kegiatan pendidikan yang dirintis Kyai Dahlan tidak diurus oleh
Kyai sendiri tetapi oleh suatu organisasi agar terdapat kesinambungan setelah Kyai wafat.
Dalam catatan Adaby Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama
”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai
Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton
Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta,
yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui shalat istikharah (Darban, 2000:
34). Artinya, pilihan untuk mendirikan Muhammadiyah memiliki dimensi spiritualitas
yang tinggi sebagaimana tradisi kyai atau dunia pesantren.
Maka pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8 Dzulhijah
1330 Hijriyah di Yogyakarta akhirnya didirikanlah sebuah organisasi yang bernama
”MUHAMMADIYAH”. Organisasi baru ini diajukan pengesahannya pada tanggal 20
Desember 1912 dengan mengirim ”Statuten Muhammadiyah” (Anggaran Dasar
Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912), yang kemudian baru disahkan oleh
Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914. Dalam ”Statuten Muhammadiyah”
yang pertama itu, tanggal resmi yang diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18
November 1912, tidak mencantumkan tanggal Hijriyah. Dalam artikel 1 dinyatakan,
”Perhimpunan itu ditentukan buat 29 tahun lamanya, mulai 18 November 1912. Namanya
”Muhammadiyah” dan tempatnya di Yogyakarta”. Sedangkan maksudnya (Artikel 2),
ialah: a. menyebarkan pengajaran Igama Kangjeng Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi
Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta, dan b.
memajukan hal Igama kepada anggauta-anggautanya.”Terdapat hal menarik, bahwa kata
”memajukan” (dan sejak tahun 1914 ditambah dengan kata ”menggembirakan”) dalam
pasal maksud dan tujuan Muhammadiyah merupakan kata-kunci yang selalu
dicantumkan dalam ”Statuten Muhammadiyah” pada periode Kyai Dahlan hingga tahun
1946 (yakni: Statuten Muhammadiyah Tahun 1912, Tahun 1914, Tahun 1921, Tahun
1931, Tahun 1931, dan Tahun 1941).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah yaitu
antara lain :
1. Apa saja faktor objektif (kondisi sosial dan keagaaman bangasa indonesia pada zaman
kolonial)?
2. Apa saja faktor subjektif (keprihatinan dan keterpanggilan KH.A.Dahlan terhadap
umat dan bangsa)?
3. Jelas Profil KH.A.Dahlan?
4. Jelaskan Pemikiran-pemikiran KH.A.Dahlan tentang islam dan umatnya?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja faktor objektif kondisi sosial dan keagaaman bangasa
indonesia pada zaman kolonial
2. Untuk mengetahui apa saja faktor subjektif keprihatinan dan keterpanggilan
KH.A.Dahlan terhadap umat dan bangsa
3. Untuk mengetahui tentang profil KH.A.Dahlan
4. Untuk mengetahui apa saja pemikiran-pemikiran KH.A.Dahlan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Faktor objektif (kondisi sosial dan keagaaman bangasa indonesia pada zaman
kolonial)
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi sosial dan keagamaan bangsa
indonesia pada zaman kolonial. Salah satunya, yaitu;
a. Kristenisasi
Faktor objektif yang bersifat eksternal yang paling banyak mempengaruhi
kelahiran Muhammadiyah adalah kristenisasi, yakni kegiatan-kegiatan yang
terprogram dan sistematis untuk mengubah agama penduduk asli, baik yang muslim
maupun bukan, menjadi kristen. Kristenisasi ini mendapatkan peluang bahkan
didukung sepenuhnya oleh pemerintah Kolonialisme Belanda. Missi Kristen, baik
Katolik maupun Protestan di Indonesia, memiliki dasar hukum yang kuat dalam
Konstitusi Belanda. Bahkan kegiatan-kegiatan kristenisasi ini didukung dan dibantu
oleh dana-dana negara Belanda. Efektifitas penyebaran agama Kristen inilah yang
terutama mengguggah KH. Ahmad Dahlan untuk membentengi ummat Islam dari
pemurtadan.
b. Kolonialisme Belanda
Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi
perkembangan Islam di wilayah nusantara ini, baik secara sosial, politik, ekonomi
maupun kebudayaan. Ditambah dengan praktek politik Islam Pemerintah Hindia
Belanda yang secara sadar dan terencana ingin menjinakkan kekuatan Islam, semakin
menyadarkan umat Islam untuk melakukan perlawanan. Menyikapi hal ini, KH.
Ahmad Dahlan dengan mendirikan Muhammadiyah berupaya melakukan perlawanan
terhadap kekuatan penjajahan melalui pendekatan kultural, terutama upaya
meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan.

Faktor objektif yang kedua secara eksternal, yaitu disebabkan politik kolonialisme
Belanda yang menimbulkan perpecahan di kalangan bangsa.
1) Periode pertama (periode sebelum Snouck Hurgronje)
a. Belanda berprinsip agar penduduk Indonesia yang beragama Islam tidak
memberontak.
b. Menerapkan dua strategi yaitu membuat kebijakan-kebijakan yang sifatnya
membendung dan melakukan kristenisasi bagi penduduk Indonesia.
c. Dalam pelarangan pengalaman ajaran islam, Belanda membatasi masalah
ibadah haji dengan berbagai aturan tetapi pelarangan ini justru kontraproduktif
bagi Belanda karena menjadi sumber pemicu perlawanan terhadap Belanda
sebagai penjajah karena menghalangi kesempurnaan islam seseorang.
2) Periode Kedua (periode setelah Snouck Hurgronje menjadi penasihat Belanda untuk
urusan pribumi di Indonesia)
a. Dalam hal ini,tidak semua kegiatan pengamalan Islam dihalangi bahkan dalam hal
tertentu didukung. Kebijakan didasarkan atas pengalaman Snouck berkunjung ke
Makkah dengan menyamar sebagai seorang muslim bernama Abdul Ghaffar.
b. Kebijakan Snouck didasarkan tiga prinsip utama,yaitu: Pertama rakyat indonesia
dibebaskan dalam menjalankan semua masalah ritual keagamaan seperti ibadah,
Kedua pemerintah berupaya mempertahankan dan menghormati keberadaan
lembaga-lembaga sosial atau aspek mu’amalah dalam islam, Ketiga pemerintah
tidak menoleransi kegiatan apapun yang dilakukan kaum muslimin yang dapat
menyebarkan seruan-seruan Pan-Islamisme atau menyebabkan perlawanan politik
atau bersenjata menentang pemerintah kolonial Belanda.
B. faktor subjektif (keprihatinan dan keterpanggilan KH.A.Dahlan terhadap umat
dan bangsa)
Faktor Subyektif yang sangat kuat, bahkan dikatakan sebagai faktor utama dan
faktor penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman
KH.A.Dahlan terhadap Al Qur'an dalam menelaah, membahas dan meneliti dan mengkaji
kandungan isinya. Sikap KH.A.Dahlan seperti ini sesungguhnya dalam rangka
melaksanakan firman Allah sebagaimana yang tersimpul dalam dalam surat An-Nisa ayat
82 dan surat Muhammad ayat 24 yaitu melakukan taddabur atau memperhatikan dan
mencermati dengan penuh ketelitian terhadap apa yang tersirat dalam ayat. Sikap seperti
ini pulalah yang dilakukan KH.A.Dahlan ketika menatap surat Ali Imran ayat 104 : "Dan
hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang
beruntung".
Memahami seruan diatas, KH.A.Dahlan tergerak hatinya untuk membangan
sebuah perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya
berkhidmad pada melaksanakan misi dakwah Islam amar Makruf Nahi Munkar di tengah
masyarakat kita.
C. Profil KH.Ahamad Dahlan
Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis (lahir di Yogyakarta, 1
Agustus 1868-meninggal di Yogyakarta, 23 Februari1923 pada umur 54 tahun) adalah
seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putra keempat dari tujuh bersaudara dari
keluarga K.H. Abu Bakar. K.H. Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka
di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan
adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kesultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat pada masa itu.
Pendiri Muhammadiyah ini termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana
Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor
penyebaran agama Islam di Jawa.
Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana
‘Ainul Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki
Ageng Gribig (Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru
Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH Muhammad Sulaiman, KH Abu Bakar, dan
Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan).
 Riwayat pendidikan KH.Ahmad Dahlan
Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada
periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran
pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan
Ibnu Taimiyah.
Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi
Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama
dua tahun.
 Menikah dengan Nyai Ahmad Dahlan
Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari
pendiri NU, KH.Hasyim Asyari. Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti
Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal
dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah.
Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH Ahmad Dahlan mendapat enam
orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah,
Siti Zaharah. Disamping itu KH Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai
Abdullah, janda H. Abdullah.
la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH.Ahmad
Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik
Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah
dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.
 Bergabung dengan organisasi Budi Utomo
Dengan maksud mengajar agama, pada tahun 1909 Kiai Dahlan masuk Boedi
Oetomo-organisasi yang melahirkan banyak tokoh-tokoh nasionalis. Di sana beliau
memberikan pelajaran-pelajaran untuk memenuhi keperluan anggota.
Pelajaran yang diberikannya terasa sangat berguna bagi anggota Boedi Oetomo
sehingga para anggota Boedi Oetomo ini menyarankan agar ia membuka sekolah
sendiri yang diatur dengan rapi dan didukung oleh organisasi yang bersifat
permanen.
Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari nasib seperti pesantren tradisional
yang terpaksa tutup bila kyai pemimpinnya meninggal dunia.
 Mendirikan Muhammadiyah
Saran itu kemudian ditindaklanjuti Kiai Dahlan dengan mendirikan sebuah
organisasi yang diberi nama Muhammadiyah pada 18 November 1912 (8 Dzulhijjah
1330).
Organisasi ini bergerak di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Melalui
organisasi inilah beliau berusaha memajukan pendidikan dan membangun
masyarakat Islam.
 Mendirikan Aisyiyah
Di bidang organisasi, pada tahun 1918, beliau bersama dengan istrinya yakni Nyai
Ahmad Dahlan membentuk organisasi Aisyiyah yang khusus untuk kaum wanita.
Pembentukan organisasi Aisyiyah, yang juga merupakan bagian dari
Muhammadiyah ini.
 Mendirikan Hizbul Wathan
Karena menyadari pentingnya peranan kaum wanita dalam hidup dan
perjuangannya sebagai pendamping dan partner kaum pria. Sementara untuk
pemuda, Kyai Dahlan membentuk Padvinder atau Pandu, sekarang dikenal dengan
nama Pramuka-dengan nama Hizbul Wathan disingkat H.W.
Di sana para pemuda diajari baris-berbaris dengan genderang, memakai celana
pendek, berdasi, dan bertopi. Hizbul Wathan ini juga mengenakan uniform atau
pakaian seragam, mirip Pramuka sekarang.
Pembentukan Hizbul Wathan ini dimaksudkan sebagai tempat pendidikan para
pemuda yang merupakan bunga harapan agama dan bangsa. Sebagai tempat
persemaian kader-kader terpercaya.
Ini sekaligus menunjukkan bahwa Agama Islam itu tidaklah kolot melainkan
progressif. Tidak ketinggalan zaman, namun sejalan dengan tuntutan keadaan
dan kemajuan zaman.
 Tokoh pembaharu Islam
Karena semua pembaruan yang diajarkan Kyai Dahlan ini agak menyimpang dari
tradisi yang ada saat itu, maka segala gerak dan langkah yang dilakukannya
dipandang aneh. Sang Kiai sering diteror seperti diancam bunuh, rumahnya dilempari
batu dan kotoran binatang.
Ketika mengadakan dakwah di Banyuwangi, beliau diancam akan dibunuh dan
dituduh sebagai kiai palsu. Walaupun begitu, beliau tidak mundur. Beliau menyadari
bahwa melakukan suatu pembaruan ajaran agama (mushlih) pastilah menimbulkan
gejolak dan mempunyai risiko.
Dengan penuh kesabaran, masyarakat perlahan-lahan menerima perubaban yang
diajarkannya. Tujuan mulia terkandung dalam pembaruan yang diajarkannya.
Segala tindak perbuatan, langkah dan usaha yang ditempuh Kiai ini dimaksudkan
untuk membuktikan bahwa Islam itu adalah Agama kemajuan. Dapat mengangkat
derajat umat dan bangsa ke taraf yang lebih tinggi.
Usahanya ini ternyata membawa dampak positif bagi bangsa Indonesia yang
mayoritas beragama Islam. Banyak golongan intelektual dan pemuda yang tertarik
dengan metoda yang dipraktekkan Kyai Dahlan ini sehingga mereka banyak yang
menjadi anggota Muhammadiyah.
Muhammadiyah sebagai organisasi tempat beramal dan melaksanakan ide-ide
pembaruan Kiai Dahlan ini sangat menarik perhatian para pengamat perkembangan
Islam dunia ketika itu. Para sarjana dan pengarang dari Timur maupun Barat sangat
memfokuskan perhatian pada Muhammadiyah.
Nama Kyai Haji Ahmad Dahlan pun semakin tersohor di dunia. Dalam kancah
perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, peranan dan sumbangan beliau
sangatlah besar. Kiai Dahlan dengan segala ide-ide pembaruan yang diajarkannya
merupakan saham yang sangat besar bagi Kebangkitan Nasional di awal abad ke-20.
Kyai Dahlan menimba berbagai bidang ilmu dari banyak kiai yakni KH
Muhammad Shaleh di bidang ilmu fikih; dari KH Muhsin di bidang ilmu Nahwu-
Sharaf (tata bahasa); dari KH Raden Dahlan di bidang ilmu falak (astronomi).
Dari Kyai Mahfud dan Syekh KH.Ayyat di bidang ilmu hadis; dari Syekh Amin
dan Sayid Bakri Satock di bidang ilmu Al-Quran, serta dari Syekh Hasan di bidang
ilmu pengobatan dan racun binatang.
 Wafatnya KH.Ahmad Dahlan
Pada usia 54 tahun, tepatnya pada tanggal 23 Februari 1923, Kiai Haji Akhmad
Dahlan wafat di Yogyakarta. Beliau kemudian dimakamkan di kampung
Karangkajen, Brontokusuman, wilayah bernama Mergangsan di Yogyakarta.
 Gelar Pahlawan Nasional
Atas jasa-jasa Kyai Haji Ahmad Dahlan maka negara menganugerahkan kepada
beliau gelar kehormatan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Gelar
kehormatan tersebut dituangkan dalam SK Presiden RI No.657 Tahun 1961, tgl 27
Desember 1961.
Kisah tentang KH.Ahmad Dahlan juga diangkat ke layar lebar pada tahun 2010
dengan judul film ‘Sang Pencerah‘ yang menceritakan tentang kisah KH Ahmad
Dahlan dan terbentuknya Muhammadiyah.
Tokoh KH.Ahmad Dahlan sendiri dibintangi oleh Iksan Tarore sebagai Tokoh
Ahmad Dahlan Muda dan kemudian Lukman Sardi sebagai KH.Ahmad Dahlan. Film
ini sendiri disutradarai oleh Hanung Bramatyo.
D. Pemikiran-pemikiran KH.Ahmad Dahlan tentang Islam dan Umatnya
Pemikiran KH.SAhmad Dahlan bahwa Islam hendak didekati serta dikaji melalui
kacamata modern sesuai dengan panggilan dan tuntutan zaman, bukan secara tradisional.
Beliau mengajarkan kitab suci Al Qur’an dengan terjemahan dan tafsir agar
masyarakat tidak hanya pandai membaca ataupun melagukan Qur’an semata, melainkan
dapat memahami makna yang ada di dalamnya.
Dengan demikian diharapkan akan membuahkan amal perbuatan sesuai dengan
yang diharapkan Qur’an itu sendiri. Menurut pengamatannya, keadaan masyarakat
sebelumnya hanya mempelajari Islam dari kulitnya tanpa mendalami dan memahami
isinya.
Sehingga Islam hanya merupakan suatu dogma yang mati. Di bidang pendidikan,
ia mereformasi sistem pendidikan pesantren zaman itu.
Yang menurutnya tidak jelas jenjangnya dan tidak efektif metodenya lantaran
mengutamakan menghafal dan tidak merespon ilmu pengetahuan umum.
Maka KH.Ahmad Dahlan mendirikan sekolah-sekolah agama dengan
memberikan pelajaran pengetahuan umum serta bahasa Belanda. Bahkan ada juga
Sekolah Muhammadiyah seperti H.I.S. met de Qur’an. Sebaliknya, beliau pun
memasukkan pelajaran agama pada sekolah-sekolah umum.
Ia terus mengembangkan dan membangun sekolah-sekolah. Sehingga semasa
hidupnya, beliau telah banyak mendirikan sekolah, masjid, langgar, rumah sakit,
poliklinik, dan rumah yatim piatu.
Kegiatan dakwah pun tidak ketinggalan. Beliau semakin meningkatkan dakwah
dengan ajaran pembaruannya. Di antara ajaran utamanya yang terkenal, beliau
mengajarkan bahwa semua ibadah diharamkan kecuali yang ada perintahnya dari Nabi
Muhammad SAW.
Beliau juga mengajarkan larangan ziarah kubur, penyembahan dan perlakuan
yang berlebihan terhadap pusaka-pusaka keraton seperti keris, kereta kuda, dan tombak.
Di samping itu, beliau juga memurnikan agama Islam dari percampuran ajaran
agama Hindu, Budha, animisme, dinamisme, dan kejawen.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Beradasarkan uraian tersebut di atas maka penulis mengambil kesimpulan secara
umum bahwa K.H.Ahmad Dahlan memiliki wawasan dan semangat juang yang tinggi
disebabkan oleh pengembaraan intelektual dan atmosfir spiritual yang kental dapat
mengakomodir dari segala bentuk penyimpangan sehinggah ide-idenya yang di sebabkan
kebodohan masyarakat pada waktu itu. Selanjutnya, pemikiran dalam misi K.H.Ahmad
Dahlan, menjadikan Islam sebagai way of life, untuk itu suatu keharusan memurnikan
dari sinkritime. Pada kenyataannya beliau memiliki karakteristik perpaduan yang canggih
sesuai dengan sasaran dan tujuannya yang ingin dicapai dalam rangka merespons
kebutuhan zaman. Terkait pemahaman dan pengalaman Islam K. H. Ahmad Dahlan
adalah rasional fungsional dalam arti menelaah sumber utama ajaran Islam dengan
kebebasan ajaran akal pikiran dan kejernihan akal murni, sekaligus membiarkan al-Quran
berbicara tentang dirinya sendiri dalam aril tafsir ayat dengan ayat. Fungsional, dalam
pengertian kelanjutan dan tuntunan hasil pemahaman tersebut adalah aksi sosial yaitu
perbaikan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

 BUKU:

Hadistswaja, A. (1959). Kyai Haji Ahmad Dahlan dalam Panji Masyarakat No. 3.

Hamzah, K. H. W. A. (1980). Mas Mansur: Pemikiran tentang Islam dan Muhammadiyah.


Yogyakarta: Hanindita.

Hamzah, K. H. W. A. (1998). Mas Mansyur: Tentang Islam dan Muhammadiyah.

Yogyakarta: Hanindita.

Salam, Y. (1968). Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan: Amalan Perjuangannya.

Jakarta: Departemen Pengajaran Muhammadiyah.

 LINK:
https://gramedia.com/literasi/profil-kh-ahmad-dahlan/
https://muhammadiyah.or.id/sejarah-singkat-muhammadiyah/
https://www.biografiku.com/biografi-kh-ahmad-dahlan/
https://alynstarlight.blogspot.com/2014/11/sejarah-muhammadiyah.html

Anda mungkin juga menyukai