DOSEN PENGAMPU
SALMAN, S.Ud.,M.Pd
NAMA-NAMA KELOMPOK 1:
-FARREL PUTRA MUFLIHANZA
-ANDREAS RICARDO NABABAN
KATHZRI GHAIRI
Referensi
https://muhammadiyah.or.id/sejarah-muhammadiyah/
https://www.gramedia.com/literasi/sejarah-muhammadiyah/
SEJARAH MUHAMMADIYAH
Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya
mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat
mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung
Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan
tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada
diseluruh pelosok tanah air.Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki,
beliau juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut
“Sidratul Muntaha”. Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada
malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa. KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari
tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan
rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim
yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri
kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah
menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.
SEJARAH BERDIRINYA MUHAMMADIYAH
Pada bulan Zulhijah atau 8 Dzulhijjah 1330 H, yakni 18 November 1912 adalah sebuah
peristiwa penting bagi sejarah Muhammadiyah. Ini menandai lahirnya gerakan Islam modernis
terbesar di Indonesia yang mempelopori pemurnian dan pembaruan Islam di negara berpenduduk
agama Islam terbesar di dunia. Sebuah gerakan yang didirikan oleh Kyai reformis yang taat dan
intelektual, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan atau dikenal juga Muhammad Darwis yang berasal
dari kota santri Kauman Yogyakarta. Kata “Muhammadiyah” secara harfiah berarti “orang-orang
yang beriman kepada Nabi Muhammad.” Penggunaan kata “Muhammadiyah” dimaksudkan
untuk menghubungkan (menisbahkan) ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad.Penamaan
tersebut menurut H. Djarnawi Hadikusuma, memiliki arti sebagai berikut, “Dan tujuannya adalah
untuk memahami dan mengamalkan Islam sebagai ajaran dan keteladanan Nabi Muhammad
SAW agar dapat menjalani kehidupan dunia selama yang diinginkannya. Oleh karena itu, ajaran
Islam yang murni dan benar dapat menginspirasi kemajuan umat Islam dan masyarakat
Indonesia pada umumnya.
Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada saat awal berdirinya juga tidak terlepas
dari perjuangan pendirinya, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan. Setelah Kyai Dahlan berziarah ke
tanah suci dan menetap untuk kedua kalinya pada tahun 1903, ia mulai menabur benih untuk
pembaruan di Indonesia. Kyai Dahlan muncul dengan ide reformasi setelah belajar dengan para
imam Indonesia yang tinggal di Mekah, seperti Syekh Ahmad Khatib di Minangkabau, Kyai
Nawawi di Banten, Kyai Mas Abdullah di Surabaya, dan Kyai Faqih di Maskumambang.Selain
itu juga membaca pemikiran-pemikiran para pembaharu Islam seperti Ibnu Taimija, Muhammad
bin Abduh Wahab, Jamaldin al Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan
membaca karya intelektual dan pertukaran selama tinggal di Arab Saudi serta para pembaharu
pemikiran Islam, Kyai Dahlan menabur benih-benih gagasan pembaruan. Jadi, sekembalinya dari
Arab Saudi, Kyai Dahlan tidak konservatif dan justru membawa ide dan gerakan reformasi.
Itulah sebabnya di tanggal 18 November 1912 Miladiyah atau 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah
didirikanlah sebuah organisasi yang bernama ”Muhammadiyah” di Yogyakarta. Organisasi
islam yang baru ini mengajukan pengesahannya tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim
”Statuten Muhammadiyah” atau bentuk Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama di tahun
1912). Kemudian organisasi ini baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus
1914. Statuten Muhammadiyah yang pertama bertanggal resmi yang diajukan ialah tanggal
Miladiyah yaitu 18 November 1912.
MAKSUD DAN TUJUAN DI
DIRIKAN MUHAMMADIYAH
1. Menyebarkan pengajaran Agama islam berdasarkan panutan Nabi Muhammad SAW kepada
penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta
2. Memajukan hal Agama kepada anggota-anggotanya, yakni memajukan pendidikan dan
pembelajaran agama di Hindia Belanda
3. Memajukan dan menikmati hidup (way of life) selama kehendak Islam mencapai akhir
Menurut Djarnawi Hadikusuma, kata-kata sederhana ini memiliki makna yang sangat dalam
dan luas. Artinya, jika umat Islam lemah dan terbelakang karena tidak memahami ajaran Islam
yang sebenarnya, Muhammadiyah mengungkapkan dan menekankan ajaran Islam yang murni,
mendorong umat Islam untuk mempelajarinya secara umum. Ulama mengajari mereka suasana
dan hal-hal menarik yang mendorong mereka untuk belajar dengan cara yang lebih maju.
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Keormasan tahun 1985, prinsip-prinsip Islam
digantikan oleh prinsip-prinsip Pancasila. Tujuan berdirinya organisasi Muhammadiyah adalah
berubah menjadi “Islam yang mewujudkan masyarakat yang besar, adil dan makmur yang
diridhoi oleh Allah SWT. Diselenggarakan di Jakarta pada tahun 2000, umur Muhammad yang
ke-44 mengembalikan dasar dan tujuan Islam kepada “Masyarakat Islam Sejati” AD
Muhammadiyah.
PENGARUH BERDIRINYA MUHAMMADIYAH
DI INDONESIA
Sejarah Muhammadiyah menunjukan sikap Kyai Dahlan sebagai pendiri yang mampu
memadukan paham Islam yang ingin kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi dengan arah
Tajid yang terbuka. kemajuan yang dikait-kaitkan dengan pemikiran dan langkah ini
memberikan karakter tersendiri bagi lahir dan berkembangnya Muhammadiyah di masa depan.
Kyai Dahlan, seperti para pembaharu Islam lainnya, memiliki karakter unik yang membebaskan
umat Islam dari keterbelakangan dan termasuk dalam aspek tauhid (`aqidah), ibadah, mu`amalah,
dan pemahaman tentang tajdid (`aqidah). Muhammadiyah membangun kehidupan yang sejahtera
melalui (pembaruan) ajaran Islam dan umat Islam dengan kembali ke sumber informasi yang
asli, Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Shaki, dengan membuka Ijtihad sebagai berikut: Kehidupan:
“Dalam ranah tauhid, KHA. Dahlan ingin mensucikan Aqidah Islam dari segala macam Syirik,
dalam bidang ibadah, tata cara ibadah dari bid’ah, bidang Mumara, bidang akidah tahayul dan
bidang pemahaman ajaran dari Islam. Dia memodifikasi Taqlid untuk memberinya kebebasan
dalam Ijtihad. Langkah- langkah yang sifatnya “reformasi” itu terletak pada terobosan
pendidikan “modern” yang menggabungkan pengajaran agama dan pengetahuan umum.
Berdasarkan pendapat Kuntowijoyo, gagasan pendidikan yang dikembangkan oleh Kyai Dahlan
adalah seorang muslim terpelajar yang dapat mengintegrasikan aspek “keyakinan” dan
“kemajuan” serta memodernisasi waktu kehidupan tanpa memecah belah kepribadian. Lembaga
pendidikan Islam “modern” bahkan menjadi ciri utama dari sejarah Muhammadiyah mulai
berkembang dan menjadi pembeda dengan pesantren- pesantren saat itu.
Karya rintisan ini lahir dari pemahaman intelektual dan gairahnya tentang Tajdid, status dan
peran seorang wanita. Meskipun Kyai tidak bersentuhan langsung dengan gerakan feminism
seperti yang popular saat ini. Jadi Kyai Dahlan bersama dengan pendirinya Muhammadiyah,
menampilkan Islam sebagai “sistem kehidupan manusia dalam segala hall.” Di dalam
Muhammadiyah, ajaran Islam dilihat secara keseluruhan, tidak hanya mencakup Aqidah dan
Ibada, tetapi juga perilaku moral dan sekuler. Selain itu, aspek akidah dan ibadah dalam akhlak
dan pergaulan harus dimutakhirkan agar Islam benar- benar eksis dalam realitas pemeluknya.
Oleh karena itu, Muhammadiyah memulai gerakannya dengan meluruskan dan memperluas
pemahaman Islam yang seharusnya diamalkan dalam kehidupan nyata.
Kyai Dahlan benar- benar mengajarkan Islam dengan sangat mendalam, luas, kritis dan
intelektual. Menurutnya Muslim adalah seorang fanatik yang mencari kebenaran yang hakiki,
memikirkan mana yang benar dan mana yang salah, tidak jujur dan buta akan kebenarannya,
serta menimbang-nimbang hakikat kehidupan. dan berpikir secara teoritis dan sekaligus praktis.
Kyai Dahlan tidak ingin umat Islam taat beragama dan tertinggal dalam perjalanan hidupnya.
Oleh karena itu, memahami Islam harus mencapai akar, kebenaran atau esensinya dengan
menggunakan kekuatan akal dan ijtihad secara penuh. Ketika mengajarkan Al-Qur’an Al Ma’un
untuk memahami Al-Qur’an, Kyai Dahlan mempelajari syair- syair Al-Qur’an satu, dua, atau
tiga ayat sekaligus, dan kemudian memintanya untuk membaca dan mendengarkannya secara
tartil dan tadabbur.
Menurut Mukti Ali, model pemahaman yang kemudian menjadi tokoh Muhammadiyah
ini terkenal dengan ilmu agamanya, lulusan Al Azhar Kairo dan akrab dengan pemikirannya dan
berbagai persoalan kehidupan yang dikembangkan oleh KH Mas Mansoer yang berpandangan
luas.Kelahiran Muhammadiyah dengan ide- ide intelektual dan pembaharuan pendirinya Kyai
Haji Ahmad Dahlan didorong oleh perjuangannya menghadapi realitas kehidupan umat Islam
dan bangsa Indonesia saat itu. Ada beberapa faktor- faktor yang mendukung lahirnya organisasi
Muhammadiyah adalah seperti berikut ini:
Saat peran Kyai sebagai pemimpin informal sangat dominan, itu adalah peristiwa yang
membuat perkembangan zaman. Organisasi jelas merupakan fenomena modern abad ke-20, dan
Kyai Dahlan secara cerdas dan adaptif mengadopsinya sebagai “washira” (alat, alat) untuk
mewujudkan cita-cita Islam. Formalisasi organisasi gerakan Islam yang terkait dengan lahirnya
Muhammadiyah tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga berdasarkan referensi keagamaan yang
digunakan oleh para ulama sehubungan dengan Kaida “mâlâorphanal wâjibillâbihi
fahuwâwâjib”. Alat-alat yang unik itu penting jika suatu perkara tidak akan sempurna tanpanya.
Pada dasarnya, sejarah Muhammadiyah sebagai gerakan Islam juga telah mendapat rujukan
teologis melalui sistem organisasinya. Tercermin dalam makna/interpretasi Sula Ali Imran ayat
104, dan itu tidak terjadi. Syair Al-Qur’an ini kemudian dikenal sebagai “puisi” Muhammadiyah.
Terinspirasi Al-Qur’an Sula Ali Imran 104, Muhammadiyah ingin menghadirkan Islam sekaligus
doktrin “transendental” yang mengundang rasa keimanan hanya dalam konteks tauhid. Tidak
hanya Islam murni, tetapi acuh tak acuh terhadap kehidupan. Terlebih lagi, Islam murni hanya
dipahami sebagian saja. Namun di samping itu, Islam telah mengubah umat manusia di dunia
nyata melalui gerakan-gerakan “humanisasi” atau ajakan kebaikan dan “pembebasan” atau
“liberation”, yakni pembebasan dari segala kejahatan yang menunjukkan dirinya sebagai
kekuatan yang dinamis. Islamnya telah diperbarui sebagai agama surgawi yang membumi yang
menandai dimulainya fajar baru reformisme dan modernisme Islam di Indonesia.
FPM