Anda di halaman 1dari 9

MODUL SEJARAH MUHAMMADIYAH

AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN III

DOSEN PENGAMPU
SALMAN, S.Ud.,M.Pd

NAMA-NAMA KELOMPOK 1:
-FARREL PUTRA MUFLIHANZA
-ANDREAS RICARDO NABABAN
KATHZRI GHAIRI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU


BAB I
SEJARAH MUHAMMADIYAH
1.1 Capaian pembelajaran………………………………………………
1.2 Uraian materi……………………………………………………….
1.3 Rangkuman…………………………………………………………
1.4 Lembar kerja mahasiswa…………………………………………...

Referensi
https://muhammadiyah.or.id/sejarah-muhammadiyah/
https://www.gramedia.com/literasi/sejarah-muhammadiyah/
SEJARAH MUHAMMADIYAH

Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah


1330 H/18 November 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal
dengan KHA Dahlan . Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang
Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan
jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya
untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan
Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah
kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.

Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya
mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat
mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung
Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan
tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada
diseluruh pelosok tanah air.Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki,
beliau juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut
“Sidratul Muntaha”. Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada
malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa. KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari
tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan
rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim
yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri
kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah
menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.
SEJARAH BERDIRINYA MUHAMMADIYAH
Pada bulan Zulhijah atau 8 Dzulhijjah 1330 H, yakni 18 November 1912 adalah sebuah
peristiwa penting bagi sejarah Muhammadiyah. Ini menandai lahirnya gerakan Islam modernis
terbesar di Indonesia yang mempelopori pemurnian dan pembaruan Islam di negara berpenduduk
agama Islam terbesar di dunia. Sebuah gerakan yang didirikan oleh Kyai reformis yang taat dan
intelektual, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan atau dikenal juga Muhammad Darwis yang berasal
dari kota santri Kauman Yogyakarta. Kata “Muhammadiyah” secara harfiah berarti “orang-orang
yang beriman kepada Nabi Muhammad.” Penggunaan kata “Muhammadiyah” dimaksudkan
untuk menghubungkan (menisbahkan) ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad.Penamaan
tersebut menurut H. Djarnawi Hadikusuma, memiliki arti sebagai berikut, “Dan tujuannya adalah
untuk memahami dan mengamalkan Islam sebagai ajaran dan keteladanan Nabi Muhammad
SAW agar dapat menjalani kehidupan dunia selama yang diinginkannya. Oleh karena itu, ajaran
Islam yang murni dan benar dapat menginspirasi kemajuan umat Islam dan masyarakat
Indonesia pada umumnya.

Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada saat awal berdirinya juga tidak terlepas
dari perjuangan pendirinya, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan. Setelah Kyai Dahlan berziarah ke
tanah suci dan menetap untuk kedua kalinya pada tahun 1903, ia mulai menabur benih untuk
pembaruan di Indonesia. Kyai Dahlan muncul dengan ide reformasi setelah belajar dengan para
imam Indonesia yang tinggal di Mekah, seperti Syekh Ahmad Khatib di Minangkabau, Kyai
Nawawi di Banten, Kyai Mas Abdullah di Surabaya, dan Kyai Faqih di Maskumambang.Selain
itu juga membaca pemikiran-pemikiran para pembaharu Islam seperti Ibnu Taimija, Muhammad
bin Abduh Wahab, Jamaldin al Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan
membaca karya intelektual dan pertukaran selama tinggal di Arab Saudi serta para pembaharu
pemikiran Islam, Kyai Dahlan menabur benih-benih gagasan pembaruan. Jadi, sekembalinya dari
Arab Saudi, Kyai Dahlan tidak konservatif dan justru membawa ide dan gerakan reformasi.

Embrio lahirnya sejarah Muhammadiyah sebagai organisasi untuk mewujudkan ide-


idenya adalah hasil interaksi dengan teman- temannya di organisasi Boedi Oetomo yang tertarik
dengan tema-tema keagamaan, yakni R. Budi Harjo dan Sosros Gondo. Ide ini juga merupakan
usulan dari salah satu santri Kyai Dahlan di Kweekschool Jetis. Di sana, Kyai mengajar agama di
luar sekolah dan sering datang ke rumah Kyai, menyarankan agar kegiatan pendidikan yang
diprakarsai oleh Kyai Dahlan tidak boleh diarahkan oleh Kyai sendiri. Melainkan melalui
organisasi agar ada kesinambungan setelah kematian Kyai. Menurut catatan sejarawan UGM
Adaby Darban yang lahir di Kauman, nama “Muhammadiyah” awalnya diusulkan oleh kerabat
sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan bernama Muhammad Sangidu. Ia adalah seorang Ketib
Anom Keraton Yogyakarta dan juga salah satu tokoh pembaharuan yang menjadi penghulu
Kraton Yogyakarta. Peristiwa tersebut menandakan bahwa pilihan mendirikan Muhammadiyah
memiliki dimensi spiritual yang tinggi, yakni tradisi Kyai dan dunia pesantren.
GAGASAN BERDIRINYA MUHAMMADIYAH

Gagasan mendirikan organisasi Muhammadiyah, selain mewujudkan gagasan reformasi


Kyai Dahlan, menurut Adam By Durban adalah mewadahi madrasah ibtidaiyah secara praktis
dan sistematis yang dibangun pada 1 Desember 1911. Sekolah tersebut didirikan sebagai bentuk
tindakan lanjutan dari kegiatan yang dilakukan Kyai Dahlan dalam menjelaskan ajaran Islam
yang dikembangkannya secara informal dan pengajaran pengetahuan umum di beranda
rumahnya.Berdasarkan tulisan Djarnawi Hadikusuma, tempat yang dibagun tahun 1911 di
kampung Kauman Yogyakarta tersebut adalah ”Sekolah Muhammadiyah”, yakni sebuah sekolah
agama yang tidak diselenggarakan di surau- surau seperti biasanya yang dilakukan umat Islam
saat itu. Namun sekolah tersebut bertempat di dalam sebuah gedung milik ayah Kyai Dahlan
dengan menggunakan meja dan papan tulis yang mengajarkan agama dengan dengan cara baru.
Selain itu disana juga diajarkan ilmu-ilmu umum.

Itulah sebabnya di tanggal 18 November 1912 Miladiyah atau 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah
didirikanlah sebuah organisasi yang bernama ”Muhammadiyah” di Yogyakarta. Organisasi
islam yang baru ini mengajukan pengesahannya tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim
”Statuten Muhammadiyah” atau bentuk Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama di tahun
1912). Kemudian organisasi ini baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus
1914. Statuten Muhammadiyah yang pertama bertanggal resmi yang diajukan ialah tanggal
Miladiyah yaitu 18 November 1912.
MAKSUD DAN TUJUAN DI
DIRIKAN MUHAMMADIYAH

Maksud didirikan organisasi islam ini adalah sebagai berikut:

1. Menyebarkan pengajaran Agama islam berdasarkan panutan Nabi Muhammad SAW kepada
penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta
2. Memajukan hal Agama kepada anggota-anggotanya, yakni memajukan pendidikan dan
pembelajaran agama di Hindia Belanda
3. Memajukan dan menikmati hidup (way of life) selama kehendak Islam mencapai akhir

Menurut Djarnawi Hadikusuma, kata-kata sederhana ini memiliki makna yang sangat dalam
dan luas. Artinya, jika umat Islam lemah dan terbelakang karena tidak memahami ajaran Islam
yang sebenarnya, Muhammadiyah mengungkapkan dan menekankan ajaran Islam yang murni,
mendorong umat Islam untuk mempelajarinya secara umum. Ulama mengajari mereka suasana
dan hal-hal menarik yang mendorong mereka untuk belajar dengan cara yang lebih maju.
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Keormasan tahun 1985, prinsip-prinsip Islam
digantikan oleh prinsip-prinsip Pancasila. Tujuan berdirinya organisasi Muhammadiyah adalah
berubah menjadi “Islam yang mewujudkan masyarakat yang besar, adil dan makmur yang
diridhoi oleh Allah SWT. Diselenggarakan di Jakarta pada tahun 2000, umur Muhammad yang
ke-44 mengembalikan dasar dan tujuan Islam kepada “Masyarakat Islam Sejati” AD
Muhammadiyah.
PENGARUH BERDIRINYA MUHAMMADIYAH
DI INDONESIA
Sejarah Muhammadiyah menunjukan sikap Kyai Dahlan sebagai pendiri yang mampu
memadukan paham Islam yang ingin kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi dengan arah
Tajid yang terbuka. kemajuan yang dikait-kaitkan dengan pemikiran dan langkah ini
memberikan karakter tersendiri bagi lahir dan berkembangnya Muhammadiyah di masa depan.
Kyai Dahlan, seperti para pembaharu Islam lainnya, memiliki karakter unik yang membebaskan
umat Islam dari keterbelakangan dan termasuk dalam aspek tauhid (`aqidah), ibadah, mu`amalah,
dan pemahaman tentang tajdid (`aqidah). Muhammadiyah membangun kehidupan yang sejahtera
melalui (pembaruan) ajaran Islam dan umat Islam dengan kembali ke sumber informasi yang
asli, Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Shaki, dengan membuka Ijtihad sebagai berikut: Kehidupan:
“Dalam ranah tauhid, KHA. Dahlan ingin mensucikan Aqidah Islam dari segala macam Syirik,
dalam bidang ibadah, tata cara ibadah dari bid’ah, bidang Mumara, bidang akidah tahayul dan
bidang pemahaman ajaran dari Islam. Dia memodifikasi Taqlid untuk memberinya kebebasan
dalam Ijtihad. Langkah- langkah yang sifatnya “reformasi” itu terletak pada terobosan
pendidikan “modern” yang menggabungkan pengajaran agama dan pengetahuan umum.
Berdasarkan pendapat Kuntowijoyo, gagasan pendidikan yang dikembangkan oleh Kyai Dahlan
adalah seorang muslim terpelajar yang dapat mengintegrasikan aspek “keyakinan” dan
“kemajuan” serta memodernisasi waktu kehidupan tanpa memecah belah kepribadian. Lembaga
pendidikan Islam “modern” bahkan menjadi ciri utama dari sejarah Muhammadiyah mulai
berkembang dan menjadi pembeda dengan pesantren- pesantren saat itu.

Pendidikan Islam “modern” ala Muhammadiyah kemudian diadopsi dan umumnya


menjadi lembaga pendidikan bagi umat Islam. Sejarah muhammadiyah di masa lalu ini
merupakan gerakan reformasi yang sukses dan menghasilkan generasi Muslim terdidik yang
tentu saja akan berbeda karena konteks yang diukur dengan keberhasilan Islam saat ini.
Reformasi Islam yang bermula pada Kyai Dahlan dapat ditelusuri kembali ke pemahaman dan
pengamalan Surah al-Maung. Gagasan dan ajaran Surat Al-Maun adalah contoh monumental
lain dari reformasi filantropi berorientasi kesejahteraan, yang kemudian menjadi sebuah
lembaga yang disebut Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKU). Langkah penting dalam wacana
Islam modern ini dikenal sebagai “teologi transformasi”. Karena Islam berurusan dengan
pemecahan masalah tertentu melalui manusia, bukan hanya doktrin ritual ibadah dan “Habrumin
Allah” atau hubungan dengan Tuhan. Inilah tipikal “teologi amal” Kyai Dahlan yang menjadi
awal mula keberadaan Muhammadiyah sebagai bentuk lain dari pemikiran dan amal pembaruan
di tanah air. Kyai Dahlan juga merawat umat Islam dengan cara yang bijak dan anggun agar
mereka tidak dikorbankan untuk misi Christian Zending. Kyai melakukan diskusi dan debat
langsung dan terbuka dengan banyak biksu di Yogyakarta. Memahami bahwa ada persamaan
selain perbedaan antara Al Quran sebagai kitab suci Muslim dan kitab suci sebelumnya. Pelopor
reformasi Kyai Dahlan yang menjadi tonggak sejarah berdirinya Muhammadiyah, tercermin
dalam kegiatan perintis Gerakan Wanita Aisyiah 1917. “Kita harus bertindak proaktif untuk
menyampaikan ajaran masyarakat, khususnya Islam, dan memajukan kehidupan perempuan”
adalah salah satu statement mereka. Langkah reformasi ini dilakukan oleh Afghani, Abdu,
Ahmad Khan dan lainnya, yang membedakan Kay Darlan dari reformis Islam lainnya.

Karya rintisan ini lahir dari pemahaman intelektual dan gairahnya tentang Tajdid, status dan
peran seorang wanita. Meskipun Kyai tidak bersentuhan langsung dengan gerakan feminism
seperti yang popular saat ini. Jadi Kyai Dahlan bersama dengan pendirinya Muhammadiyah,
menampilkan Islam sebagai “sistem kehidupan manusia dalam segala hall.” Di dalam
Muhammadiyah, ajaran Islam dilihat secara keseluruhan, tidak hanya mencakup Aqidah dan
Ibada, tetapi juga perilaku moral dan sekuler. Selain itu, aspek akidah dan ibadah dalam akhlak
dan pergaulan harus dimutakhirkan agar Islam benar- benar eksis dalam realitas pemeluknya.
Oleh karena itu, Muhammadiyah memulai gerakannya dengan meluruskan dan memperluas
pemahaman Islam yang seharusnya diamalkan dalam kehidupan nyata.

Kyai Dahlan benar- benar mengajarkan Islam dengan sangat mendalam, luas, kritis dan
intelektual. Menurutnya Muslim adalah seorang fanatik yang mencari kebenaran yang hakiki,
memikirkan mana yang benar dan mana yang salah, tidak jujur dan buta akan kebenarannya,
serta menimbang-nimbang hakikat kehidupan. dan berpikir secara teoritis dan sekaligus praktis.
Kyai Dahlan tidak ingin umat Islam taat beragama dan tertinggal dalam perjalanan hidupnya.
Oleh karena itu, memahami Islam harus mencapai akar, kebenaran atau esensinya dengan
menggunakan kekuatan akal dan ijtihad secara penuh. Ketika mengajarkan Al-Qur’an Al Ma’un
untuk memahami Al-Qur’an, Kyai Dahlan mempelajari syair- syair Al-Qur’an satu, dua, atau
tiga ayat sekaligus, dan kemudian memintanya untuk membaca dan mendengarkannya secara
tartil dan tadabbur.

Menurut Mukti Ali, model pemahaman yang kemudian menjadi tokoh Muhammadiyah
ini terkenal dengan ilmu agamanya, lulusan Al Azhar Kairo dan akrab dengan pemikirannya dan
berbagai persoalan kehidupan yang dikembangkan oleh KH Mas Mansoer yang berpandangan
luas.Kelahiran Muhammadiyah dengan ide- ide intelektual dan pembaharuan pendirinya Kyai
Haji Ahmad Dahlan didorong oleh perjuangannya menghadapi realitas kehidupan umat Islam
dan bangsa Indonesia saat itu. Ada beberapa faktor- faktor yang mendukung lahirnya organisasi
Muhammadiyah adalah seperti berikut ini:

1. Islam tidak lagi bersinar dalam cahaya murninya


2. Kurangnya persatuan dan kesatuan umat Islam sebagai akibat gagalnya penegakan Uhuwah
Islamiyah dan lemahnya organisasi yang kuat
3. Beberapa lembaga pendidikan Islam tidak mampu menghasilkan eksekutif-eksekutif Islam
karena tidak lagi memenuhi tuntutan zaman
4. Sebagian besar umat Islam hidup dalam kisaran sempit fanatisme, keyakinan buta,
pemikiran dogmatis, konservatisme, formalisme, dan tradisionalisme
5. Dari persepsi bahaya Islam yang mengancam jiwa, dan sehubungan dengan misi dan
kegiatan pusat Kristen di Indonesia yang semakin mempengaruhi penduduk
Berdasarkan penjelasan sejarah Muhammadiyah di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa
berdirinya Muhammadiyah karena alasan dan tujuan sebagai berikut ini:
1. Pemurnian pengaruh dan adat-istiadat non-Islam dari Islam Indonesia
2. Merekonstruksi Islam dengan pandangan ke pemikiran kontemporer
3. Reformasi pengajaran dan pendidikan Islam
4. Melindungi Islam dari pengaruh dan serangan luar
Fenomena baru yang menonjol dari keberadaan organisasi Muhammadiyah ini adalah gerakan
Islam yang murni dan progresif dihadirkan melalui sistem yang terorganisir, bukan melalui jalur
individu. Presentasi gerakan Islam melalui organisasi dibentuk oleh budaya tradisional di mana
umat Islam bergantung pada kelompok lokal seperti pesantren.

Saat peran Kyai sebagai pemimpin informal sangat dominan, itu adalah peristiwa yang
membuat perkembangan zaman. Organisasi jelas merupakan fenomena modern abad ke-20, dan
Kyai Dahlan secara cerdas dan adaptif mengadopsinya sebagai “washira” (alat, alat) untuk
mewujudkan cita-cita Islam. Formalisasi organisasi gerakan Islam yang terkait dengan lahirnya
Muhammadiyah tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga berdasarkan referensi keagamaan yang
digunakan oleh para ulama sehubungan dengan Kaida “mâlâorphanal wâjibillâbihi
fahuwâwâjib”. Alat-alat yang unik itu penting jika suatu perkara tidak akan sempurna tanpanya.
Pada dasarnya, sejarah Muhammadiyah sebagai gerakan Islam juga telah mendapat rujukan
teologis melalui sistem organisasinya. Tercermin dalam makna/interpretasi Sula Ali Imran ayat
104, dan itu tidak terjadi. Syair Al-Qur’an ini kemudian dikenal sebagai “puisi” Muhammadiyah.
Terinspirasi Al-Qur’an Sula Ali Imran 104, Muhammadiyah ingin menghadirkan Islam sekaligus
doktrin “transendental” yang mengundang rasa keimanan hanya dalam konteks tauhid. Tidak
hanya Islam murni, tetapi acuh tak acuh terhadap kehidupan. Terlebih lagi, Islam murni hanya
dipahami sebagian saja. Namun di samping itu, Islam telah mengubah umat manusia di dunia
nyata melalui gerakan-gerakan “humanisasi” atau ajakan kebaikan dan “pembebasan” atau
“liberation”, yakni pembebasan dari segala kejahatan yang menunjukkan dirinya sebagai
kekuatan yang dinamis. Islamnya telah diperbarui sebagai agama surgawi yang membumi yang
menandai dimulainya fajar baru reformisme dan modernisme Islam di Indonesia.

FPM

Anda mungkin juga menyukai