Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN KEGIATAN BELAJAR MANDIRI MAHASISWA

1. Identitas Matakuliah

Nama Matakuliah : Kemuhammadiyahan


Program Studi : S1 Ilmu Keperawatan
SKS/Semester : 2/3
Strategi Perkuliahan : Student Center Learning
Project/Kegiatan : Belajar Muhammadiyah dari Pendekatan Historis
Metode : Studi Pustaka/Reference Study
1. Membaca Buku terkait dengan tema “Sejarah
Muhammadiyah”

2. Membaca E-Book maupun Teks Book


3. dll

2. Identitas Mahasiswa
Nama : Vinda Anayu Aprilia
Kelas : 3D
NIM : 2111011128

3. Uraian Sejarah Muhammadiyah


Tuliskan resume sejarah Muhammadiyah setidaknya memuat beberapa Informasi sebagai
berikut:
a. Pengertian Muhammadiyah dari segi bahasa dan istilah
b. Nama Pendiri Muhammadiyah
c. Tanggal, Bulan, dan Tahun Muhammadiyah didirikan
d. Faktor-Faktor yang melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah
e. Maksud dan Tujuan didirikannya Muhammadiyah
f. Dll, dapat dikembangkan sendiri

4. Buku Sumber
Judul Buku Nama Pengarang
Judul Buku 1 : Muhammadiyah Gerakan Pembaruan
Penulis:
1. Dr. Haedar Nashir, M.Si.
Judul Buku : 1 Abad Muhammadiyah
Penulis:
1. Dr. Hj. St. Nurhayati, M. Hum.
2. Dr. H. Mahsyar Idris, M.Ag.
3. Dr. Muhammad Alqadri Burga, M.Pd.
PEMBAHASAN

A. Kelahiran Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah nama gerakan Islam yang lahir di Kauman Yogyakarta
pada tanggal 18 November 1912. Pada waktu berdiri dan mengajukan pengesahan
kepada pemerintah Hindia Belanda memakai tanggal dan tahun Miladiyah atau
Masehi. Adapun pertepatan waktu dengan penanggalan Hijriyah ialah tanggal 8
Dzulhijjah 1330 Hijriyah. Pendiri Muhammadiyah adalah seorang kyai yang
dikenal alim, cerdas, dan berjiwa pembaru, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan, yang
sebelumnya atau nama kecilnya bernama Muhammad Darwisy. Muhammadiyah
didirikan dalam bentuk organisasi atau perkumpulan atau perhimpunan resmi,
yang sering disebut dengan "Persyarikatan", yang waktu itu memakai istilah
"Persjarikatan Moehammadijah".
Dalam Berita Tahoenan tahun 1927 dinyatakan tentang istilah "persyarikatan"
yakni: "Kalimat sjarikat itu berarti koempoelannja beberapa orang pentoek
melakoekan sesoeatoe dengan semoefakat dan bersama sama karena banjak
sekali, daripada saudara-saudara yang boekan anggauta dan donateur
(pembantoe), jang sangat mentjintai Moehammadijah dan teoreoet bekerdja
bersama sama; seolah-olah mengehaki djoega Moehammadijah, dengan berani
menanggoeng djawab. Hal ini tiada lain, melainkan dari sebab besarnja
Moehammadijah dan banjak mendapat perhatian, dengan soedah terboekti terang
berdjalan di atas haq dan mendjalankan perintah Agama Islam dengan soenggoeh-
soenggoehnja." (PB Moehammadijah, 1929: 30). Dinyatakan bahwa
"Mengadakan sjarikat didalam sesoeatoe pekerjaan jang baik itoe tidak
diperbolehkan didalam Agama Islam, sebagai: perdagangan, pertanian,
peternakan, dan sebagainja: maka hasil dan tiadanja ito tertanggoeng kepada
orang-orang jang bersjarikat itoe bersama-sama. Mendirikan soeatoe golongan
jang bersjariikat oentoek memenuhi kewadjiban Agama, jang moesti dipikoel
bersama sama (fardloe kifajah) itoepoen tiada hanja tidak diizinkan; bahkan
diperintahkan, sebagaimana firman Allah ta'ala dalam Al-Qoeran: soerat Ali
Imran ajat 104." (ibid., hal. 28).
Muhammadiyah dalam perkembangan berikutnya dikenal luas oleh masyarakat
maupun para peneliti dan penulis sebagai gerakan Islam pembaruan atau gerakan
tajdid. Muhammadiyah karena watak pembaruannya dikenal pula sebagai gerakan
reformasi dan gerakan. modernisme Islam, yang berkiprah dalam mewujudkan
ajaran Islam senapas dengan semangat kemajuan dan kemoderenan saat itu.
Muhammadiyah selain gerakan tajdid juga dikenal sebagai gerakan dakwah, yang
bergerak dalam menyebarluaskan dan mewujudkan afran Islam dalam berbagai
aspek kehidupan masyarakat dan tidak bergerak dalam lapangan politik. Gerakan
dakwah Muhammadiyah tidak hanya melalui tablig atau dakwah bi-lisan (dengan
perkataan dan tulisan) tetapi yang lebih menonjol melalui dakwah bil-hal
(amaliah, perbuatan) seperti pendidikan, lainnya yang bermanfaat langsung dan
nyata bagi kehidupan masyarakat.
B. Arti Muhammadiyah
Kata "Muhammadiyah" secara bahasa berarti "pengikut Nabi Muhammad".
Ketika kelahirannya memakai ejaan lama "Moehammadijah". Dalam keputusan
Kongres ke-19 tahun 1330 di Minangkabau dengan merujuk pada Kongres ke-14,
disebutkan bahwa "ejaan lafadz perhimpunan kita ialah "MOEHAMMADIJAH".
Setelah kemerdekaan dengan menggunakan ejaan baru yang disempurnakan
kemudian berubah menjadi "Muhammadiyah" sebagaimana. kini berlaku secara
baku. Kata "Muhammadijah" sejak awal di bagian akhiran suku katanya memang
hanya memakai satu huruf "j" atau "y", tidak "Moehammadijjah" atau
"Muhammadiyyah", tetapi "Moehammadijah" atau kini "Muhammadiyah".
Penggunaan satu huruf "ja" atau "ya" nisbah itu karena sudah dipungut menjadi
bahasa Indonesia dan bahasa lisan yang memang demikian, tentu bukan karena
Kyai Dahlan dan sahabat-sahabatnya waktu itu tidak paham bahasa Arab sebab
pendiri Muhammadiyah tersebut sangat mahir bahasa Arab dan bahkan dua kali
bermukim di Makkah. Dengan demikian pemakaian kata "Moehammadijah" atau
"Muhammadiyah" telah menjadi istilah dan pungutan bahasa Indonesia dan
bernuansa ke Indonesian yang sejak awal demikian adanya.
Karena itu kini tidak perlu dipersoalkan dan harus diucapkan menjadi
"Muhammadiyyah", sebab aslinya memang demikian dan sudah dibakukan dalam
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sejak berdiri hingga saat ini.
Perbedaan atau perubahan hanya terdapat pada ejaan bahasa Indonesia dari ejaan
lama "Moehammadijah" menjadi ejaan baru Bahasa Indonesia yang telah
disempurnakan yaitu "Muhammadiyah". Pemilihan nama, dan penulisan sudah
menyatu dengan rasa kelndonesiaan, sehingga telah menjadi nama baku yakni
MOEHAMMADIJAH (dulu) atau MUHAMMADIYAH (sekarang). Jika ingin
mewacanakan sesuatu lebih baik yang menyangkut persoalan spirit, gagasan, dan
hal-hal yang lebih mendasar dalam Muhammadiyah.
C. Faktor Ahmad Dahlan
Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada awal berdirinya tidak lepas dan
merupakan menifesasi dari gagasan pemikiran dan amal perjuangan Islam yang
dipelopori Kyai Haji Ahmad Dahlan sebagai pendirinya. Setelah menunaikan
ibadah haji ke Tanah Suci 1889 dan bermukim yang kedua kalinya, Kyai Dahlan
mulai menyemaikan benih tahun baru di Tanah Air. Itu diperoleh kepada Kyai
Dahlan setelah berguru ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti
Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas
Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang: juga setelah
membaca pemikiran-pemikiran para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah,
Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al Afghani, Muhammad Abduh, dan
Rasyid Ridha. Dengan modal kecerdasan dirinya serta interaksi selama bermukim
di Saudi Arabia dan bacaan atas karya-karya para pembaru pemikiran Islam itu
telah menanamkan benih ide-ide pembaruan dalam diri Kyai Dahlan.
Jadi sekembalinya dari Arab Saudi, Kyai Dahlan justru
membawa spirit, ide, dan gerakan pembaruan, bukan malah menjadi kolot.
Memang menarik, Ahmad Dahlan yang lahir dalam tradisi santri "tradisional" dan
budaya Jawa Kraton yang penuh dengan "pakem" tradisional yang konservatif,
pergi naik haji dan bermukim di sebuah negeri yang berada dalam pengaruh
Wahabisme yang kental, justru pulang ke Tanah Air sebagai sosok pembaru. Hal
itu tidak mungkin terjadi jika di dalam dirinya tidak terdapat "energi" intelektual
yang kritis dan haus akan pembaruan yang bersemi sejak awal. Ahmad Dahlan
ternyata bukan seorang pencari ilmu yang mudah taklid, kendati belajar di pusat
sejarah dan kekuasaan Islam yang waktu itu kental dengan praktik Islam yang
keras dan kaku. Ahmad Dahlan memang sosok "pencari kebenaran yang hakiki,
yang menangkap apa yang tersirat dalam tafsir Al Manar", sekaligus sebagai
tokoh unik karena "usaha pembaruannya tidak melalui pendahuluan atau pra
kondisi tertentu sebelumnya." (Madjid, 1983:310).
Kelahiran Muhammadiyah melekat dengan sikap. pemikiran, dan langkah Kyai
Dahlan sebagai pendirinya. Dahlan mampu memadukan paham Islam yang ingin
kembali pada Al-Qur'an dan Sunnah Nabi dengan orientasi tajdid yang membuka
pintu ijtihad untuk kemajuan, sehingga memberi karakter yang khas dari kelahiran
dan perkembangan Muhammadiyah di kemudian hari. Kyai Dahlan, sebagaimana
para pembaru Islam lainnya, dengan tipikal yang khas, memiliki cita-cita
membebaskan umat Islam dari keterbelakangan dan membangun kehidupan yang
berkemajuan. Gagasan Dahlan diwujudkan melalui tajdid (pembaruan) yang
meliputi aspek-aspek tauhid ('aqidah), ibadah, mu'amalah, dan pemahaman
terhadap ajaran Islam dan kehidupan umat Islam, dengan mengembalikan kepada
sumbernya yang asli yakni Al-Qur'an dan Sunnah Nabi yang Shakhih, dengan
membuka ijtihad.
D. Faktor Sosiologis
Muhammadiyah berdiri selain melekat dengan spirit, gagasan, dan tindakan Kyai
Ahmad Dahlan selaku pendirinya, pada saat yang sama tidak lepas dari kenyataan
sosial yang hidup dalam masyarakat khususnya umat Islam saat itu. Kenyataan
sosial yang hidup tersebut merupakan faktor sosiologis mendorong lahirnya
Muhammadiyah. Dalam konteks social movements (gerakan sosial), kelahiran
berbagai pergerakan dan organisasi kemasyarakatan termasuk gerakan dan
organisasi keagamaan selalu hadir dalam konteks sosiologis yang mengitarinya,
sehingga tidak berada di ruang hampa atau vakum. Adapun faktor-faktor yang
menjadi pendorong lahirnya Muhammadiyah ialah antara lain: (a) Umat Islam
tidak memegang teguh tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, sehingga
menyebabkan merajalelanya syirik, bid'ah, dan khurafat, yang mengakibatkan
umat Islam tidak merupakan golongan yang terhormat dalam masyarakat,
demikian pula agama Islam tidak memancarkan sinar kemurniannya lagi; (b)
Ketiadaan persatuan dan kesatuan di antara umat Islam, akibat dari tidak tegaknya
ukhuwah Islamiyah serta ketiadaan suatu organisasi yang kuat; (c) Kegagalan dari
sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam memprodusir kader-kader
Islam, karena tidak lagi dapat memenuhi tuntutan zaman; (d) Umat Islam
kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit, bertaklid buta serta
berpikir secara dogmatis, berada dalam konservatisme, formalisme, dan
tradisionalisme; (e) Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan
dan pengaruh agama Islam, serta berhubung dengan kegiatan misi dan zending
Kristen di Indonesia yang semakin menanamkan pengaruhnya di kalangan rakyat
(Salam, 1968: 33).
E. Jejak Pembaharuan Kiai Ahmad Dahlan
Jejak pembaruan Kiai Dahlan paling besar adalah tumbuhnya tradisi learning
society atau masyarakat pembelajar tersebut di atas bersama pelembagaan amal
saleh dengan meletakkan ibadah dalam fungsi dan dimensi sosial. Saat itu materi
pembelajaran tidak di batasi ilmu, yang kemudian digolongkan ke dalam Islamic
studies, tetapi juga dipelajari ilmu yang kemudian digolongkan ke dalam secular
studies atau ilmu umum atau sekuler. Semuanya dirancang agar bisa memproduk
lulusan yang menguasai ajaran ibadah mah dlah, seperti salat, zakat, puasa, haji,
dan akhlak, tetapi juga mampu memainkan peran sosial kebangsaan yang lebih
luas dalam jabatan birokrasi pemerintahan dan berbagai jabatan dalam lembaga
sosial, ekonomi, budaya, dan iptek modern.

Anda mungkin juga menyukai