Anda di halaman 1dari 5

LEMBAR KEGIATAN MANDIRI MAHASISWA

PROJECT BASED LEARNING (PEMBELAJARAN BERBASIS KEGIATAN)

TEMA: MEMPELAJARI MUHAMMADIYAH DARI PENDEKATAN HISTORIS

A. Identitas Matakuliah
Nama Matakuliah : Kemuhammadiyahan
Program Studi : S1 Ilmu Keperawatan
SKS/Semester : 2/3
Strategi Perkuliahan : Student Center Learnng
Project/Kegiatan : Belajar Muhammadiyah dari Pendekatan Historis/Sejarah
Metode : Studi Pustaka/Reference Study
1. Membaca Buku terkait dengan tema “Sejarah
Muhammadiyah”
2. Membaca E-Book maupun teks book
3. dll

B. Petunjuk Kegiatan:
1. Mahasiswa mencari referensi dalam bentuk buku tentang Sejarah Muhammadiyah
2. Mahasiswa menulis resume tentang Sejarah Muhammadiyah
3. Mahasiswa melaporkan hasil studi pustaka kepada dosen dalam bentuk Laporan
Kegiatan Belajar Mandiri

C. Format Laporan Kegiatan Belajar Mandiri Mahasiswa

LAPORAN KEGIATAN BELAJAR MANDIRI MAHASISWA

1. Identitas Matakuliah

Nama Matakuliah : Kemuhammadiyahan


Program Studi : S1 Ilmu Keperawatan
SKS/Semester : 2/3
Strategi Perkuliahan : Student Center Learnng
Project/Kegiatan : Belajar Muhammadiyah dari Pendekatan Historis
Metode : Studi Pustaka/Reference Study
1. Membaca Buku terkait dengan tema “Sejarah
Muhammadiyah”
2. Membaca E-Book maupun Teks Book
3. dll

1
2. Identitas Mahasiswa

Nama Mahasiswa : Gian Winata Pradana Putra


NIM : 2111011112
Kelas : 3C

3. Uraian Sejarah Muhammadiyah


Tuliskan resume sejarah Muhammadiyah setidaknya memuat beberapa Informasi sebagai
berikut:
a. Pengertian Muhammadiyah dari segi bahasa dan istilah
b. Nama Pendiri Muhammadiyah
c. Tanggal, Bulan, dan Tahun Muhammadiyah didirikan
d. Faktor-Faktor yang melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah
e. Maksud dan Tujuan didirikannya Muhammadiyah
f. Dll, dapat dikembangkan sendiri

4. Buku Sumber

Judul Buku Nama Pengarang


1.AIK 3 Kemuhammadiyahan 1.Dr. Mahsun Jayadi, MAg
2. Dr. Mulyono bin Najamuddin, M.PdI,
3. Dr. Sholihul Huda, M.Fil.I
4. Hamri Al-Jauhari, M.Pd.I
2. BUKU AJAR AL-ISLAM DAN 1. Puspita Handayani, S.Ag., M.Pd.I
KEMUHAMMADIYAHAN - 3 (AIK - 2. Ima Faizah, SP., M.Pd.I
3)
3. SEJARAH ISLAM dan 1. Agus Miswanto, S.Ag., MA
KEMUHAMMADIYAHAN

2
PEMBAHASAN

A. Kelahiran Muhammadiyah
Kelahiran Muhammadiyah merupakan perwujudan cita-cita dan gagasan KH.
Ahmad Dahlan. Muhammadiyah digagas oleh KH. Ahmad Dahlan dan secara resmi
sebagai organisasi disepakati pada tanggal 18 November 1912 di Kampung Kauman
Yogyakarta. Muhammadiyah sebagai salah satu gerakan sosial-keagamaan terbesar di
Indonesia tidak lahir dan hadir di ruang hampa. Tetapi Muhammadiyah lahir dan hadir
ditengah-tengah pergulatan realitas sosial–keagamaan masyarakat yang dinamis. Artinya,
kelahiran Muhammadiyah merupakan keniscayaan sejarah. Ia dilahirkan dari rahim
dinamika persoalan masyarakat yang membutuhkan solusi perubahan lebih baik.
Gerakan dakwah Muhammadiyah +1 Abad menyinari negeri Indonesia. Dakwah
Muhammadiyah sudah teruji “daya imunitas” menghadapi dan merespon dinamika
persoalan di masyarakat. Selaras pandangan MT Arifin, ketahanan Muhammadiyah
sebagai organisasi tertua yang masih hidup dan kehadirannya masih mempengaruhi
persoalan masyarakat dalam prespektif nasional. Ketangguhan Muhammadiyah dalam
mengarungi bahtera dakwah sosial-keagamaan di Indonesia sudah teruji. Perjalanan itu
teramati sejak era Imperialisme Belanda, Inggris, pendudukan Jepang, era Orde Lama,
era Orde Baru hingga era Reformasi. Muhammadiyah selalu memposisikan diri sebagai
penggerak, pendorong, penjaga dan pembaharu di masyarakat.
Kelahiran Muhammadiyah bermula dari beberapa kegelisahan dan keprihatinan
social religius, dan moral. Kegelisahan social ini terjadi disebabkan oleh suasana
kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan umat. Kegelisahan religius muncul karena
melihat praktik keagamaan yang mekanistik tanpa terlihat kaitannya dengan perilaku
social dan positif di samping sarat dengan takhayul, bid’ah dan khurafat. Kegelisahan
moral disebabkan oleh kaburnya batas antara baik dan buruk, pantas dan tidak pantas.
Ditinjau dari berbagai faktor, menurut M. Kamal Pasha dan A. Adaby Darban dalam
bukunya ”Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dalam perspektif Historis dan
Idiologis”.

B. Arti Muhammadiyah
Muhammadiyah memiliki arti yaitu pengikut nabi muhammad, muhammadiyah
didirikan pada tanggal 18 November 1912,didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan di daerah
sleman Yogyakarta. Kyai Haji Ahmad Dahlan menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci
pada tahun 1890 dan 1902-1904, beliau mulai menyampaikan benih pembaruan di Tanah
Air. Gagasan pembaruan itu diperoleh Kyai Haji Ahmad Dahlan setelah berguru kepada
ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah.

Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan penuh dengan
amalan-amalan yang bersifat mistik, Kyai Haji Ahmda Dahlan tergerak hatinya untuk
mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur'an dan

3
Hadist. Awalnya ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya
mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya.

Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung, sehingga dalam waktu singkat


ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar
pulau Jawa.
C. Faktor Individu KH. Dahlan (Subyektif )

Faktor subyektif yang sangat kuat bahkan dapat dikatakan sebagai factor utama
dan penentu dalam mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah pendalaman dan kajian
KH. A. Dahlan terhadap al-Qur’an yang kritis. Ketika memahami QS. Ali Imron: 104,
ٰۤ ُ
َ‫ك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُوْ ن‬
َ ‫ول ِٕى‬ ِ ْ‫َو ْلتَ ُك ْن ِّم ْن ُك ْم اُ َّمةٌ يَّ ْد ُعوْ نَ اِلَى ْال َخي ِْر َويَْأ ُمرُوْ نَ بِ ْال َم ْعرُو‬
‫ف َويَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُم ْن َك ِر ۗ َوا‬

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma›ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang
yang beruntung. (QS. Ali Imron: 104)
Ayat tersebut benar-benar dapat menginspirasi KH. A. Dahlan sehingga tergerak
hatinya untuk membangun sebuah perkumpulan, organisasi, atau persyarikatan yang
teratur, dan rapi yang tugasnya berkhidmat melaksanakan misi dakwah Islam amar
makruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat luas.

D. Faktor Eksternal (obyektif)


a) Ketidakmurnian dan tidak selarasnya Amalan Islam dengan Qur’an dan Sunnah
Dalam realitas empirik, praktek-praktek ritual (ubudiyah) masih banyak bercampur
aduk antara apa yang diajarkan oleh Islam dengan berbagai amalan lain yang yang
berasal dari ritual kepercayaan lain. Sebagai contoh, masih mentradisinya sesaji yang
ditujukan kepada para arwah, kepada roh-roh halus, selamatan saat kematian misalnya
menujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, seribu hari dengan dibacakan bacaan
tertentu seperti bacaan tahlil, yasin, ayat kursi dan sebagainya yang pahalanya
dihadiahkan kepada orang yang sudah meninggal. Amalan tersebut jelas sangat
bertentangan dengan prinsip-prinsip IslamDalam hal kepercayaan, masyarakat. Islam
masih banyak yang percaya terhadap perantara (washilah) yang akan menghubungkan
antara dirinya dengan Allah, seperti bertawashul kepada Syaikh Abdul Kadir Jailani,
kepada Nabi, Malaikat, para Auliya (wali) dan lainya. Paham ini jelas bukan dari Islam,
bahkan dalam konsep Islam, Tuhan sangat dekat sekali dengan hambanya, yang oleh
karenanya tidak memerlukan perantara sewaktu memohon kepadanya.
b) Tidak Terdapat Lembaga Pendidikan Islam yang Memadai
Lembaga pendidikan Islam yang ada pada saat itu adalah pesantren yang hanya
mengajarkan ’mata pelajaran agama’ dalam arti sempit, yaitu terbatas pada bidang: fiqh
agama, yang meliputi mata pelajaran bahasa Arab, terjemah, tafsir, hadis, tasawuf/akhlak,
aqaid, ilmu mantiq, dan ilmu falaq. Sedangkan mata pelajaran yang bersangkut paut
dengan urusan keduniaan (muamalah duniawiyah), yang sering disebut ilmu pengetahuan
umum seperti sejarah, ilmu bumi, fisika, kimia, biologi, matematika, ekonomi, dan
sosiologi sama sekali tidak diperkenalkan di lembaga pendidikan Pesantren. Padahal

4
lewat ilmu-ilmu pengetahuan ini, seorang muslim akan mampu melaksanakan tugas-tugas
keduniaan yang penting.
Melihat situasi semacam ini, KH. Ahmad Dahlan berikhtiar untuk
menyempurnakan pendidikan yang ada dengan mengintegrasikan dengan ilmu-ilmu
pengetahuan umum. Sehingga dengan pendidikan yang padu tersebut akan lahir generasi
muslim yang ”bertakwa kepada Allah”sekaligus ”cerdas lagi terampil”, yang dalam
terminologi al-Qur’an disebut sebagai ”ulul albab”

E. Jejak Pembaharuan Jamaluddin al-Afghani (1838/1839-1897)


Dalam sejarah pembaharuan Islam khususnya pada abad ke 19 nama Jamaluddin
al-Afghani sangat dikenal khususnya di Timur Tengah, Asia Selatan dan Eropa. Ia lahir
di Asadabad ,Afghanistan pada 1838/1839. 13 Meskipun lahir di Afghanistan, ia berasal
dari keluarga Syi’ah Iran. Namun, tidak ada bukti yang menguatkan bahwa ia
mengidentifikasi dirinya sebagai seorang Syi’ah. Pendidikan dasarnya diperoleh di tanah
kelahirannya, yakni Asadabad. Kemudian ia melanjutkan pendidikan di kota-kota suci
kaum Syi’ah pada 1805. Di sinilah ia banyak dipengaruhi para filosof rasionalis Islam
seperti Ibnu Sina dan Nasir al-Din al-Tusi.
Beberapa kedudukan dan jabatan pernah dipegang oleh al Afghani. Pada usia yang
relatif muda yakni 22 tahun ia menjadi asisten Pangeran Muhammad Khan di
Afghanistan. Pada 1864 ia menjadi penasihat Sher Ali Khan. Beberapa tahun kemudian
diangkat menjadi perdana menteri oleh Muhammad Azam Khan. Sebelum menetap di
Mesir dari 1871 hingga 1879 dengan bantuan dana Riyad Pasha, Jamaludin pernah tinggal
di India meskipun tidak lama. Selama menetap di Mesir, ia menghabiskan waktunya untuk
mengajar dan memperkenalkan filsafat Islam. Ketika Mesir berada dalam krisis politik
dan keuangan pada akhir 1870, tokoh ini mendorong para pengikutnya untuk menerbitkan
surat kabar politik. la banyak memberikan ceramah dan melakukan aktivitas politik
sebagai pemimpin gerakan bawah tanah. Para pengikutnya antara lain Muhammad Abduh,
Abdullah Nadim, Sa’ad Zaghlul, dan Ya’kub Sannu. Pada 1989 ia membentuk partai
Hizbul Wathani dan berhasil menggulingkan Raja Mesir Khedewi Ismail, meskipun
kemudian ia diusir oleh penguasa baru Taufik. Jamaluddin pergi ke Paris dan bersama-
sama muridnya yang Bernama Muhammad Abduh, menerbitkan majalah al- `Urwah al
Wutsqa. Pada tahun 1884 pergi ke Inggris untuk berunding dengan Sir Henry Drummond
Wolff tentang masalah Mesir. Dua tahun kemudian, pergi ke Iran untuk membantu
penyelesaian sengketa Rusia dan Iran. Akhimya diusir keluar Iran oleh penguasa Syah
Nasir al-Din karena perbedaan faham. Tidak lama kemudian, Sultan Ottoman Abdul
Hamid II mengundang Jamaluddin ke Istambul untuk membantu pelaksanaan politik Islam
yang direncanakan Istambul. Pengaruh Jamaluddin yang cukup besar, membuat Abdul
Hamid khawatir jika posisinya akan terongrong. Selanjutnya Abdul Hamid mengeluarkan
kebijakan untuk membatasi aktivitas politik Jamaluddin. Di kota inilah Jamaluddin tinggal
hingga akhir hayatnya pada 1897.

Anda mungkin juga menyukai