Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Islam dan Ilmu Pengetahuan

Oleh:

Ahmad Ali Rohmatullah(2010010032)

KELAS B
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

i
HALAMAN JUDUL …………………………………… i

DAFTAR ISI …………………………………… ii


BAB I PENDAHULUAN …………………………………… iii

 Latar Belakang Masalah


 Rumusan Masalah
 Tujuan Penelitian
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………

 Pengertian Kebijakan Petanahan


 Dasar Hukum Pengraturan Kebijakan Petanahan
 Historis Kelahiran UUPA
BAB III DAFTAR PUSTAKA ……………………………………

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Membicarakan pendidikan di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari pemikiran
dan perjuangan K. H. Ahmad Dahlan. Mengapa demikian?, Karena K. H. Ahmad
Dahlan sang pendiri Muhammadiyah itu telah dikenal sebagai peletak dasar pendidikan
modern di Indoneia. K.H. Ahmad Dahlan telah memainkan peran yang sangat penting
dan strategis dalam melakukan modernisasi pendidikan Islam di Indonesia.

Gagasan K. H. Ahmad Dahlan tentang pendidikan berawal dari ketidakpuasan


dirinya ketika melihat adanya dualisme sistem pendidikan, yaitu sistem pendidikan
Islam yang berbasis di pesantren-pesantren dan sistem pendidikan sekuler (Barat) yang
berbasis di sekolah-sekolah yang dikelola oleh pemerintah kolonial Belanda. K.H.
Ahmad Dahlan memandang kedua jenis pendidikan tersebut dengan kaca mata
tersendiri. Ia tidak cenderung kepada salah satunya, tetapi melihat segi-segi posistif dari
keduanya. K.H. Ahmad Dahlan memberikan penilaian yang tinggi terhadap ilmu
pengetahuan yang diajarkan di sekolah Belanda, tetapi tidak mengurangi nilai dan
penghargaan yang utuh terhadap ilmu-ilmu agama yang terdapat dalam lembaga-
lembaga pendidikan pesantren.

Agaknya keinginan untuk mengompromikan segi-segi positif dari kedua jenis


pendidikan di atas itulah, di samping untuk mengatasi kesenjangan yang terjadi dalam
masyarakat, K.H. Ahmad Dahlan mencetuskan ide-ide dan pemikirannya yang
kemudian menjadi bagian dari sistem pendidikan Muhammadiyah. Pemikiran tersebut
bisa dilihat dari karya nyatanya di lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah yang
didirikannya. Model pendidikan Muhammadiyah ini kemudian diadopsi dan dijadikan
model sistem pendidikan nasional.

B. Rumusan Masalah
1. Riwayat K.H. Ahmad Dahlan dan Perjuangannya
2. Latar Belakang Lahirnya Muhammadiyah
3. Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan (Konsep Pembaharuan Pendidikan Islam)
C.Tujuan Penelitian
1. Mengetahui Riwayat K.H. Ahmad Dahlan

2. Mengetahui apa itu muhammadiyah


3. Mengetahui pembaharuan dunia Pendidikan melalui pemikiran K.H. Ahmad Dahlan

iii
BAB II
PEMBAHASAN

A. Riwayat K.H.Ahmad Dahlan dan Perjuangannya


Nama lengkap Ahmad Dahlan yaitu Muhammad Darwis bin K.H. Abu
Bakar Bin Kiai Sulaiman, beliau akrab dipanggil dengan sebutan Ahmad
Dahlan, beliau lahir pada tahun 1869 M di Kauman, Yogyakarta. Ahmad
Dahlan lahir di lingkungan keluarga yang berpendidikan agama dan hidup
sederhana, beliau adalah tokoh pendiri organisasi Muhammadiyah. Ayahnya
bernama K.H. Abu Bakar bin K.H. Sulaiman, yaitu seorang Khatib di Masjid
Besar Kesultanan Yogyakarta, Darwis hidup dalam lingkungan yang tenteram
dan masyarakat yang sejahtera. Ibunya bernama Siti Aminah binti K.H. Ibrahim
seorang penghulu kesultanan di Yogyakarta.

Dalam silsilah keturunannya Darwis termasuk keturunan ke-12 dari


Maulana Malik Ibrahim, seorang wali terkemuka diantara Wali Songo yang
merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah
Jawa. Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwis (Ahmad Dahlan) bin K.H.
Abu Bakar bin K.H. Muhammad Sulaiman bin Kiai Murtadha bin Kiai Ilyas bin
Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan Maulana
Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlullah
(Prapen) bin Maulana Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik
Ibrahim. 1

Kampung Kauman sebagai tempat kelahiran dan tempat Muhammad


Darwis dibesarkan dengan demikian merupakan lingkungan keagamaan yang
sangat kuat,yang berpengaruh besar dalam perjalanan hidup Muhammad
Darwis di kemudian hari. Kauman kemudian secara popular menjadi nama dari
setiap daerah yang berdekatan letaknya dengan masjid. Suasana kampung
Kauman yang sangat anti
penjajah tidak memungkinkan Muhammad Darwis memasuki sekolah yang
dikelola oleh pemerintah jajahan. Pada waktu itu siapa yang memasuki sekolah
Gubernemen, yaitu sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah jajahan,
dianggap kafir atau Kristen.

Semasa kecilnya Ahmad Dahlan diasuh dan dididik mengaji oleh


ayahnya sendiri. Kemudian, ia meneruskan pelajaran mengaji mengaji tafsir dan
hadis serta bahasa arab dan fiqih kepada beberapa ulama,misalnya, K.H.
Muhammad Saleh, K.H. Muhsin, K.H.R. Dahlan,K.H. Mahfudz, Syaikh
Khayyat Sattokh, Syaikh Amin, dan Sayyid Bakri. Dengan ketajaman

1
Adi Nugraha, Filsafat Pendidikan Islam, Biografi Singkat (Jogjakarta: Ar-r Media, 2009)
intelektualitasnya yang tinggi K.H. Ahmad Dahlan selalu merasa tidak puas
dengan disiplin ilmu yang telah dipelajarinya dan terus berupaya untuk lebih
mendalaminya.

Pada tahun 1888, ia disuruh orang tuanya menunaikan ibadah haji. Ia


bermukim di mekkah selama 5 tahun untuk menuntut ilmu agama Islam, seperti
qiraat, tauhid, tafsir, fiqih, tasawuf, ilmu mantik dan ilmu falak. Pada tahun 1903,
ia berkesempatan kembali pergi ke mekkah untuk memperdalam ilmu agama
selama3 tahun. Ia banyak belajar dengan Syekh Ahmad Khatib Minangkabau. Di
samping itu, ia tertarik pada pemikiran Ibnu Taimiyah, Jamaluddin Al-
Afghani,Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridla. Di antara kitab Tafsir
yang menarik hatinya adalah Tafsir Al-Manar. Dari tafsir ini ia mendapat inspirasi
dan motivasi untuk mengadakan perbaikan dan pembaruan umat Islam di
Indonesia. 2

B. Latar Belakang Lahirnya Muhammadiyah


Ada beberapa factor yang melatar belakangi berdirinya Muhammadiyah menurut
Mustafa Kemal Pasha dan Ahmad Adaby antara lain :
1. Faktor subjektif, Faktor ini dapat dikatakan sebagai faktor utama berdirinya
Muhammadiyah. Muhammadiyah merupakan hasil pendalaman Ahmad Dahlan
terhadap al-Qur`an. Selain gemar membaca al-Qur`an, ahmad Dahlan juga
mengkaji isi kandungan al-Qur`an. Inilah yang dilakukan Ahmad dahlan ketika
mengakaji QS Ali Imron ayat 104 yang artinya: “Dan hendaklah ada diantara
kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, meyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang
yang beruntung.” Dalam memahami seruan ayat ini, Ahmad Dahlan tergerak
hatinya membangun sebuah perkumpulan atau organisasi yang teratur dan rapi
yang tugasnya berkhidmat melaksanakan dakwah Islam di tengah-tengah
masyarakat.
2. Faktor objektif, Ada sifat objektif yang melatar belakangi berdirinya
Muhammadiyah yang dapat dikelompokkan dalam faktor internal, yakni faktor-
faktor yang muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat Islam Indonesia
dan eksternal yaitu faktor-faktor penyebab yang ada di luar tubuh masyarakat
Islam Indonesia.
3. Faktor objektif bersifat internal, yakni ketidakmurnian ajaran Islam akibat tidak
dijadikan al-Qur`an dan al-Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian
besar umat dan lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu
menyiapkan generasi yang siap mengemban misi selaku khalifah Allah di bumi.

2
Siswanto, Filsafat dan Pemikiran Pendidikan Islam (Surabaya: CV. Salsabila Putra Pratama, 2015), hlm.185
4. Faktor objektif eksternal, yaitu: semakin meningkatnya gerakan kristenisasi di
tengah-tengah masyarakat Indonesia dan penetrasi bangsa-bang Eropa terutama
bangsa Belanda ke Indonesia 3
Mukti Ali menyimpulkan bahwa dari sekian banyak faktor yang melatar
belakangi berdirinya Muhammadiyah, setidaknya tersimpul dalam empat faktor
yang utama. Pertama, ketidakbersihan dan campur aduk kehidupan agama Islam
di Indonesia4. Kedua, ketidakefisienan lembaga-lembaga pendidikan Islam
Indonesia. Ketiga, aktifitas misi-misi Khatolik dan Protestan. Keempat, sikap
acuh tak acuh, malah kadang-kadang sikap merendahkan golongan intelegensia
terhadap Islam5. Sementara Achmad Jainuri menambahkan bahwa faktor
eksternal kelahiran Muhammadiyah selain berkaitan dengan politik Belanda
terhadap kaum muslimin Indonesia, juga karena pengaruh ide dan gerakan di
Timur Tengah,dan juga kesadaran beberap pemimpin Islam terhadap kemajuan
yang telah dicapai oleh Barat 6. Dalam perspektif Islam, kelahiran
Muhammadiyah didorong oleh kesadaran tanggung jawab sosial yang ada masa
itu sangat terabaikan. Dengan kata lain doktrin sosial tidak digumulkan dengan
realitas kehidupan umat. Muhammadiyah mencanangkan agenda perjuangan
yang sejalan dengan gagasan-gagasan modernisasi Islam yang berkembang di
dunia Islam. Purifikasi, kembali kepada al-Qur`an dan Sunnah, kritik terhadap
taqlid untuk membuka kembali pintu ijtihad, modernisasi pendidikan, dan
aktivisme sosial merupakan agenda-agenda utama Muhammadiyah.

Muhammadiyah sebagai gerakan sosial-keagamaan memiliki peran dan


kontribusi yang sangat besar bagi Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan
maupun dalam pembangunan Nasional. Beberapa peran penting
Muhammadiyah dalam sejarah Indonesia ialah pemurnian Islam terhadap pola
pelamanalan keagamaann yang berkembang di masyarakat dengan apa yang
disebutnya penyakit TBC (Tahayul,Bid’ah dan Churafat), dan pembendungan
terhadap misi kristenisasi melalui dakwah dan pendidikan.Dimana selain
mempunyai motivasi untuk mencari Gold, Glory namun pemerintahan kolonil
belanda pula membwa misi Gospel

Kedatangan pemerintahan kolonial Belanda sangat mempengaruhi pola


Pendidikan Islam di Indonesia. Dimana pada masa pemerintah jajahan sekolah-
sekolah didirikan semata-mata untuk kepentingan penjajah Belanda,yaitu untuk
memperoleh tenaga administrasi yang murah sebagai penunjang birokrasi
penjajahan, karena tenaga-tenga yang didatangkan dari belanda cukup mahal.
Dipihak lain, Belanda memberikan kesempatan yang luas pada misi dan
zending agama Kristen untuk mendirikan sekolah-sekolah yang dibiayai oleh
gereja. Sedangkan Pendidikan untuk bangsa Indonesia kebanyakan dilakukan

3
Mustafa Kemal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah..., 120-130
4
Azyumardi Azra dkk., Muhammadiyah Kini dan Esok (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990), 36.
5
Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di Indonesia (Jakarta: Nida Jakarta, 1990), 23.
6
Achmad Jainuri, “Muhammadiyah...” 35.
di surau dan pondok pesantren yang hanya hanya mengajarkan agama tidak
secara komprehensif dan tidak mengejarkan ilmu pengetahuan umum
(Departemen Agama RI, 1986: 29).
Sebagai Organisasi dakwah dan Pendidikan, Muhammadiyah mendirikan
lembaga pendidikan dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Dimana
didalamnya diberikan pengetahuan umum disamping pengetahuan agama
(Masnur, 2006: 74). Pendidikan Islam yang dikembangkan oleh K.H. Ahmad
Dahlan. Salah satu tujuannya adalah mengantisipasi kebijakan politik
pendidikan Hindia Belanda, yaitu upaya untuk menutup peluang pengembangan
institusi dan sistem pendidikan Islam di Nusantara karena Lembaga Pendidikan
Islam seperti pondok pesantren dianggap sebagai “sarang
pemberontak”(Samsul, 2013: 319-320). Dengan demikian diharapkan
Pendidikan Islam di Indoesia mampu membentuk manusia yang memiliki
kepribadian yang unggul, yakni memiliki ilmu pengetahuan yang tinggai,
keagamaan yang mendalam dan pengamalan yang luhur.

C. Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan (Konsep Pembaharuan Pendidikan Islam)

Timbulnya pemikiran pembaharuan Islam di Indonesia baik dalam bidang


keagamaan maupun pendidikan dilatar belakangi oleh beberapa faktor yakni
pertama, faktor internal Indonesia dimana pada saat itu kondisi pendidikan
Indonesia masih sangat memprihatinkan. Pada saat itu pengajaran dilakukan masih
sangat sederhana di surau-surau dan pondok pesantren tradisional yang hanya
mengajarkan materi keagamaan tanpa mengajarkan tentang ilmu pengetahuan
umum. Lebih parahnya pada masa kolonial pemerintah Belanda, Pendidikan
Indonesia menjadi sangat tertinggal dimana pemerintah kolonial belanda sangat
gencar menerapkan strategi untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang lemah
miskin dan bodoh. Sehingga umat Islam Indonesia menjadi terjajah dibawah
pemerintah kolonial belanda. Kedua, faktor ekternal yakni dipengaruhinya
pemikiran-pemikiran dari Timur Tengah antara lain Jamaluddin al-
Afghani,Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha yang menggagas mengenai
pembaharuan Islam, yang timbul akibat kesadaran akan umat Islam tentang kondisi
diberbagai segi kehidupan yang mengalami kemunduran dan ketertinggalan umat
Islam dibandingkan dengan bangsa Eropa. Peristiwa tersebut menimbulkan
kesadaran umat Islam Indonesia terutama para pelajar yang menimba ilmu di Timur
Tengah. untuk mengubah kondisi yang ada menuju kepada kemajuan zaman. Baik
dalambidang keagamaan, sosial, budaya, politik maupun dalam dunia Pendidikan.

K.H. Ahmad Dahlan diakui sebagai salah seorang tokoh pembaharu dalam
pergerakan Islam di Indonesia, antara lain karena mengambil peran dalam
mengembangkan Pendidikan Islam dengan pendekatan-pendekatan yang lebih modern
(Suwendi, 2004: 92). Gagasan pemeikiriannya tersebut didapatinya Ketika ia
bermukim di mekkah selama 5 tahun untuk menuntut ilmu agama pada tahun1888 dan
pada tahun 1903 selama 3 tahun sekembalinya ke kampung. Dalam kegiatannya
menimba ilmu agama di mekkah K.H. Ahmad Dahlan banyak belajar bersama Syaikh
Ahmad Khatib Al-Minangkabawi. Ide pembaharuan Pendidikan Islam pula banyak
dipengaruhi utamanya pemikiran tokoh-tokoh pembaharuan Islam timur tengah,
diantaranya ialah Jamaludin al-Afgani (1838-1897),Muhammad Abduh (1849-1905),
dan Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935) melalui kitab-kitabya
Di Indonesia, hingga akhir abad ke-19 M, pola pendidikan dualistik masih
berkembang, yakni sistem pendidikan kolonial dan sistem pendidikan Islam tradisional,
seperti pondok pesantren. 19 Kedua sistem pendidikan tersebut banyak mempunyai
perbedaan yang mendasar, bukan hanya metode, tetapi juga dari segi kurikulum dan
tujuannya. Di pondok pesantren tidak ada sistem kelas, tidak ada ujian pengontrolan
kemajuan santri, dan tidak ada batas waktu berapa lama santri harus tinggal di pondok
pesantren. Sistem yang dipergunakan lebih menekankan hafalan, tidak merangsang
santri untuk berdiskusi. Cabang-cabang ilmu yang diajarkan terbatas pada terbatas pada
ilmu-ilmu agama dan yang berkaitan dengannya, hadis, musthalah hadis, fiqh, ushul
fiqh, ilmu tauhid, ilmu tasawuf, ilmu mantiq, ilmu falak, ilmu bahasa Arab, termasuk
nahwu, sharaf, balaghah dan sebagainya. Di lain pihak, Kolonial Belanda mendirikan
sekolah-sekolah sekuler, yang bertujuan untuk mendidik anak-anak priyayi untuk
menjadi juru tulis tingkat rendah dan pemegang buku sebagai pegawai-pegawai yang
dapat membantu majikan-majikan Belanda dalam tugas di bidang perdagangan, teknik
dan administrasi. Jadi orientasi pendidikan itu hanya ditujukan untuk pemenuhan
kebutuhan pemerintah Belanda untuk tenaga-tenaga pembantu di kantor. Di sekolah ini
para siswa tidak diperkenalkan sama sekali dengan pendidikan Islam, sehingga
menjadikan corak berfikir dan tingkah laku lulusan-lulusannya (walaupun pada
umumnya beragama Islam) jauh dari ajaran Islam. Selanjutnya, dengan bergulirnya
kebijakan politik etis, lembaga sekolah yang didirikan oleh pemerintah Belanda tidak
hanya dikhususkan untuk orang Belanda atau orang Indonesia yang berasal dari
kalangan priyayi saja, tetapi juga diperuntukkan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Sesuai dengan landasan politik yang dijalankan, maka sekolah-sekolah tersebut
juga mencerminkan arah politik pemerintahan kolonial Belanda, yaitu sekedar
memenuhi kebutuhan tenaga atau pegawai terdidik 7. Karena itu, tidaklah aneh jika
pendidikan yang dikelola pemerintah hanya menfokuskan pada pengetahuan
(knowledge). Bahkan Mukti Ali mengatakan bahwa sistem pendidikan kolonial sangat
bersifat individualistik dan kurang sekali memperhatikan asas-asas moral.
K.H. Ahmad Dahlan dan para pemimpin Muhammadiyah bertekad mengadakan
pembaharuan pendidikan. Pembaharuan tersebut meliputi dua segi, yaitu cita-cita dan
teknik. Dari segi cita-cita, ingin membentuk muslim yang berakhlak mulia, alim dalam
agama, luas pandangan dan faham masalah keduniaan, yang kemudian menimbulkan
ide intelek-ulama dan ulama-intelek, cakap dan bersedia berjuang untuk kemajuan
masyarakatnya. Dengan demikian target yang ingin dicapai oleh setiap lulusan

7
Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda (Jakarta: LP3ES, 1985), 19
pendidikan Muhammadiyah meliputi: akidah yang benar, akhlak yang mulia, cerdas,
trampil dan pengabdian masyarakat. Ahmad Jainuri menegaskankan bahwa tujuan
pendidikan Muhammadiyah adalah berkeinginan mencetak elit muslim terdidik yang
memiliki identitas Islam yang kuat, mampu memberikan bimbingan dan keteladanan
terhadap masyarakat, dan sekaligus sebagai kekuatan yang mengimbangi tantangan
kaum elit sekuler berpendidikan Barat yang dihasilkan oleh pendidikan Belanda pada
waktu itu. Sedangkan dari segi teknik lebih banyak berkaitan dengan cara-cara
penyelenggaraan Pendidikan. Untuk mencapai cita-cita tersebut Muhammadiyah
menyempurnakan kurikulum pendidikan Islam dengan memasukkan pendidikan agama
Islam ke sekolah umum dan pengetahuan sekuler ke dalam sekolah agama.

Untuk merealisasaikan ide pembaharuan dalam dunia pendidikan,


Muhammadiyah telah melakukan aktifitasnya dalam bentuk mendirikan
madrasahmadrasah dan pesantren dengan memasukkan kurikulum pendidikan dan
pengajaran ilmu pengetahuan umum dan modern, mendirikan sekolah-sekolah umum
dengan memasukkan kurikulum keislaman dan kemuhammadiyahan
Majelis Dikdasmen yang diserahi tugas sebagai penyelenggaran amal usaha di
bidang pendidikan, dalam melaksanakan program mengacu kepada Tanfidz Keputusan
Muktamar, Tanfidz Keputusan Musywil dan Tanfidz Keputusan Musda. Agar
penyelenggaraan pendidikan di lingkungan Muhammadiyah mempunyai acuan dan
aturan yang jelas, Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah
mentanfidzkan Keputusan Rapat Kerja Nasional Majelis Pendidikan Dasar dan
Menengah Muhammadiyah seluruh Indonesia.

Sebagai bagian dari persyarikatan Muhammadiyah, Majelis Dikdasmen


mempunyai tugas pokok adalah menyelenggarakan, membina, mengawasi dan
mengembangkan penyelenggaraan amal usaha di bidang pendidikan dasar dan
menengah. Dalam melaksanakan tugas pokok di atas, majelis pendidikan dasar dan
menengah Muhammadiyah harus mengacu kepada visi, misi, asas dan tujuan
pendidikan Muhammadiyah.

Terhadap sistem pondok pesantren, Muhammadiyah berusaha merubah bentuk


lama dengan memperkenalkan organisasi dan administrasi dan cara-cara
penyelenggaraaannya Pondok Muhammadiyah merupakan satu model pembaharuan
pendidikan Islam yang menggabungkan unsur-unsur lama (dengan tetap
mempertahankan Islam sebagai dasar) dan unsur-unsur baru (dengan mencontoh sistem
pendidikan Barat dalam pelaksanaannya)

Sedangkan mengenai bentuk yang kedua, seperti sekolah-sekolah yang


didirikan Belanda, Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah sejenis dengan
menambahkan mata pelajaran agama pada kurikulumnya. Muhammadiyah telah
mendirikan lembaga-lembaga pendidikan di berbagai wilayah Hindia Belanda di bawah
naungan majlis pengajaran. Sekolah Dasar pertama didirikan tahun 1915 di lingkungan
Kraton Yogyakarta. Sekolah tersebut menggunakan ruang belajar berupa kelas,
kurikulum modern dan seragam sekolah. Di sekolah ini diberikan pendidikan agama
Islam dan mata pelajaran lain seperti yang ada di sekolah-sekolah pemerintah.

Oleh karena itu, karekteristik lembaga pendidikan modern Muhammadiyah


adalah HIS met the Quran atau dalam istilah lain disebut “sekolah umum plus.” Sekolah
ini merupakan embrio munculnya istilah sekolah Islam (Islamic school) modern,
sebuah istilah yang pada akhir abad ke-20 sangat dikenal oleh masyarakat muslim
Indonesia. Di bidang teknik penyelenggaraan juga mendapatkan perhatian. Sistem
pembelajaran tradisional sorogan dan bandongan, digantikan dengan sistem kelas.
Prestasi belajar diukur dengan ujian-ujian yang berpengaruh terhadap kenaikan kelas
dan kelulusan. Sebagaimana yang berlaku di sekolah Belanda Aspek penalaran
mendapatkan tempat dan proporsi di lingkungan sekolah Muhammadiyah. Lebih jauh
lagi Ahmad Jainuri menjelaskan di bidang teknik penyelenggaraan, pembaharuan yang
dilakukan Muhammadiyah meliputi metode, alat, sarana pengajaran, organisasi sekolah
serta sistem evaluasi. Bentuk pembaharuan teknis ini diambil dari sistem pendidikan
modern yang belum dikenal di sekolah Islam pada waktu itu.
Doktrin dasar keislaman merupakan materi utama pada sekolah-sekolah
Muhammadiyah. Materi-materi penting dalam sekolah Muhammadiyah meliputi
beberapa bidang berikut:
1. Bahasa Arab
2. materi-materi tentang literatur keislaman seperti fiqih, ushul al-fiqh,
dan tafsir
3. materi sejarah Islam
Berkenaan dengan subjek studi keislaman Muhammadiyah tidak memberikan
penekanan pada mazhab-mazhab dalam syari’ah (fiqih) dan teologi Islam sebagaimana
di pesantren. Sekolah Muhammadiyah lebih memfokuskan diri kepada upaya untuk
mencetak muslim yang baik.

DAFTAR PUSTAKA
Adi Nugraha, Filsafat Pendidikan Islam, Biografi Singkat (Jogjakarta: Ar-r Media, 2009)
Siswanto, Filsafat dan Pemikiran Pendidikan Islam (Surabaya: CV. Salsabila Putra Pratama, 2015), hlm.185
Mustafa Kemal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah..., 120-130
Azyumardi Azra dkk., Muhammadiyah Kini dan Esok (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990), 36.
Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di Indonesia (Jakarta: Nida Jakarta, 1990), 23.
Achmad Jainuri, “Muhammadiyah...” 35.

https://ahsinrifqy.blogspot.com/2017/01/makalah-lengkap-biografi-kh-ahmad-dahlan-serta-
pemikirannya-tentang-pendidikan.html
https://umsida.ac.id/%EF%BB%BFperan-k-h-ahmad-dahlan-dalam-pendidikan/

Anda mungkin juga menyukai