Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PENDIDIKAN AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN

Latar Belakang Muhammadiyah Didirikanya


Disusun guna memenuhi tugas kelompok
Mata Kuliah : Pendidikan Al-islam kemuhammadiyahan II
Dosen : Drs. Muh. Nasihin

DISUSUN OLEH:

PUTRI LESTARIANA
ELISABETH JEANY JUANITA BOISALA
ZUMAFIKA NADILA FITRIANI
AKMAL HAZRIN
PROGRAM STUDI DIII STATISTIKA
INSTITUT TEKNOLOGI STATISTIKA DAN BISNIS
MUHAMMADIYAH SEMARANG
2022/2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini dengan tepat waktu. Tak lupa pula
somoga sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada baginda agung Nabi Muhammad
SAW sebagai contoh yang baik dalam dunia pendidikan.

Dan juga kami berterima kasih kepada Bapak Drs. Muh. Nasihin selaku Dosen mata kuliah
Pendidikan Al-islam Kemuhammadiyahan II yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai Latar Belakang Muhammadiyah Berdiri , kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi
siapapun yang membacanya. Sekiranya tugas yang telah disusun ini dapat berguna bagi
kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Semarang, 05 Desember 2022

Kelompok 1
DAFTAR ISI
JUDUL
KATA PENGANTAR…………………………………………………. 2
DAFTAR ISI……………………………………………………………. 3
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG……………………………………………. 4
B. RUMUSAN MASALAH…………………………………............. 5
C. TUJUAN PEMBAHASAN……………………………................. 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Intelektual dan relegiusitas K.H Ahmad Dahlan………………. 6
B. Realitas Sosio Agama di Indonesia ……………………………... 7
C. Realitas Sosio Agama di Indonesia ……………………………... 9
D. Realitas Politik Islam Hindia Belanda…………………………... 9
E. Proses Singkat Berdirinya Muhammadiyah …… ……………. 11
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN…………………………………………………………. 13
DAFTAR PUSTAKA………………………………………................... 13
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam konteks kesejarahan, berdirinya Muhammadiyah merupakan
t u n t u t a n d a n keharusan sejarah agar bangsa Indonesia memiliki jati diri dan daya
tawar yang tinggi dimata penjajah. Berdirinya Muhammadiyah sebenarnya
didorong oleh kegelisahan dankeprihatinan terhadap model dakw ah dan pola
pemikiran keagamaan konvens ional- tradisional saat itu.Dalam doktrin Islam
disebutkan : “kuntum khaira ummah”, namun kenyataan hampir seluruh bangsa yang
mayoritas penduduknya beragama Islam hidup dalam tekanan penjajah. Oleh karena itu,
KH. Ahmad Dahlan (nama kecil beliau Muhammad Darwis) merasa perlu mendirikan
Muhammadiyah pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H. Bertepatan dengan
18November 1912 M.Secara garis besar factor yang melatarbelakangi lahirnya
Muhammadiyah antara laindikarenakan:(1)Kondisi internal umat Islam, dan(2)Kondisi
eksternal umat Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana intelektual dan relegiusitas K.H Ahmad Dahlan ?
2. Bagaimana Realitas Sosio Agama di Indonesia ?
3. Bagaimana Realitas Sosio Pendidikan kala itu?
4. Bagaimana Realitas Politik Islam Hindia Belanda?
5. Bagai mana proses singkat berdirinya Muhammadiyah ?

C. Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui intelektualitas dan relegiusitas KH Ahamd Dahlan
2. Mahasiswa bisa mengetahui Realitas Sosio Agama di Indonesia
3. Mahasiswa bisa mengetahui Realitas Sosio Pendidikan kala itu
4. Mahasiswa mampu memahami realitas politik islam hindia belanda
5. Mahasiswa mampu mengetahui sejarah singkat berdirinya Muhammadiyah
BAB II PEMBAHASAN

A. Intelektualitas Dan Religiusitas KH. Ahmad Dahlan


Berkait dengan faktor yang melatar belakangi Muhammadiyah didirikan, M. Jindar
Tamimi (1990) menyebutkan ada dua faktor, yaitu faktor subyektif dan obyektif. Faktor
pertama berkait langsung dengan perjalanan biografi pribadi Ahmad Dahlan, sedang factor
kedua berkait dengan kondisi internal dan eksternal bangsa Indonesia. Kondisi internal
menyangkut implementasi islam di Indonesia sedang kondisi eksternal menyangkut
pengaruh – pengaruh asing.

Ahmad Dahlan mendirikan muhammadiyah tidak secara kebetulan, tetapi didorong


oleh aspirasinya yang besar tentang masa depan islam Indonesia. Aspirasi ini dapat dilacak
dari perjalanan intelektual , spiritual, dan social Ahmad Dahlan dalam dua fase dari biografi
kehidupannya, fase pertama, setelah menunaikan ibadah haji yang pertama (1889) dan fase
kedua, setelah menunaikan ibadah haji yang kedua tahun 1903 (Saifullah, 1997: 27-28).
Sepulangnya dari ibadah haji pertama ini, Ahmad Dahlan mulai merasa gelisah ketika
menyaksikan kehidupan keagamaan umat islam Indonesia yang jauh dari cita – cita ajaran
islam. Padahal, islam sebagai agama, seperti ditunjukkan Nabi Muhammad, mampu
melakukan transformasi social masyarakat arab, sementara islam sebagai agama yang
dipeluk umat islam Indonesia tidak mampui melakukan transformasi, baik secara vertical
maupun horizontal terhadap umat islam. Kesenjangan ini selalu menjadi kegelisahan
intelektual Ahmad Dahlan untuk mencari solusinya (Tamimi, 1990:5). Hasil kongrit dari
studinya di Mekkah setelah menuanaikan ibadah haji pertama ini, dapat dilihat dari
aktivitas keagamaan Ahmad Dahlan, misalnya, pembenahan arah kiblat (1897), masalah
pemberian garis shaf untuk shalat (1897), renovasi pembangunan mushola Ahmad Dahlan,
namun kemudian dibakar masyarakat (1898) dan perluasanb pembangunan dan
pengembangan pesantren milik ayahnya (Sjoeja’, dalam Saifullah dan Musta’in,
ed.,1995:24-43).

Pada ibadah hajinya yang kedua sebagai awal fase kedua dari perjalanan biografinya,
Ahmad Dahlan menemukan metodologi untuk memahami islam yang sebenarnya. Pada haji
yang kedua ini Ahmad Dahlan memasuki usia 34 tahun. Disamping bermaksud menunaikan
ibadah haji sebagai pelaksanaan rukun islam yang kelima untuk kedua kalinya, Ahmad
Dahlan juga bermaksud memperdalam islam lebih dalam lagi. Karena itu, untuk maksud
keduaini, setelah selesai menunaikan rukun islam yang kelima, ia memutuskan untuk
bermukim didaerah Mekah selama 20 tahun. Selama ditanah haram ini, Ahmad Dahlan
memperdalam studi islam tradisional kepada ulama termasyhur, baik kepada ulama
kelahiran Indonesia maupun ulama setempat yang telah menjadi syaikh di sana. Tokoh
perubahan kontemporer yang pernah diajak berdiskusi dengan beliau adalah Muhammad
Rasyid Ridha, seorang tokoh pembaharu islam ternama waktu itu. Ia bisa berdiskusi dengan
Ridha karena waktu itu sedang berada di Mekah. Pertemuan langka ini berkat jasa
keponakan Ahmad Dahlan sendiri yang sejak tahun 1890 menjadi mukminin di Mekah.
Kedua tokoh ini terlibat intensdalam mendiskusikan kondisi umat islam yang terpuruk
(Hadikusuma, t.th.:66; dan Tamimi, 1990: 6).

Diskusi secara intens yang dilakukan dengan tokoh-tokoh tersebut, baik langsung
maupun melalui karya-karya mereka, banyak memberikan wawasan keislaman Ahmad
Dahlan untuk menjawab kegelisahannya tentang praktek keislaman masyarakat muslim
Indonesia. Untuk mewujudkan obsesinya tentang masa depan islam Indonesia, Ahmad
Dahlan berpendapat perlunya rekontruksi menyeluruh atas masyarakat muslim Indonesia,
mulai etos kerja, keilmuan sampai metodologi pemahaman Islam yang tepat. Untuk
rekontruksi yang terakhir ini merupakan persoalan yang paling mendasar dan strategis untuk
diperbaiki oleh karena metodologi pemahaman islam mempunyai implikasi yang jauh
dalam perilaku keagamaan umat islam dalam menjawab tantangan modernitas. Model
pemahaman Ahmad Dahlan dalam memahami islam yang langsung merujuk kepada sumber
ajaran islam (Al- Qur’an dan Sunnah), merupakan metode yang masih asing; oleh karena itu
para ulama Indonesia pada waktu itu dalam memahami islam langsung merajuk kepada
kitab madzhab tertentu.

Berdasarkan kajian atas Al- Qur’an secara tematik dan telaahnya atas karya dan
tulisan pembaharu Islam kontemporer, Ahmad Dahlan berpendapat bahwa hakikat islam itu
adalah konsepsi hidup yang dalam bahasa Al- Qur’an disebut risalah Allah. Melalui risalah
itu, Allah memberikan pesan-pesan ilahiyah kepada manusia untuk dijadikan pedoman
dalam mempola hidup dan kehidupannya didunia ini sesuai dengan yang dikehendaki-Nya.
Risalah islam memberikan pedoman kepada manusia tentang cara beribadah kepada Allah
sepanjang hayat didunia ini. Itu sebabnya, tujuan Muhammadiyah didirikan, seperti yang
tertuang dalam anggaran dasar pada awal berdirinya, adalah mewujudkan dan
menggembirakan kehidupan sepanjang kemauan agama islam kepada lid-lid (anggota-
anggotanya).

Menurut A. Mukti Ali, Ahmad Dahlan mencita-citakan masyarakat sebgaimana halnya


Muh. Abduh dan Ahmad Khan, yaitu ingin membentuk masyarakat sekarang ini dengan
mengislamkan aspek-aspek kehidupan yang belum islam. Ahmad Dahlam mempunyai visi
kedepan tentang masyarakat muslim Indonesia. Masyarakat yang akan dibangun tidak
seperti masyarakat klasik, juga tidak masyarakat baru sama sekali, tetapi melalui
Muhammadiyah ini, Ahmad Dahlan ingin menggembirakan umat Islam Indonesia untuk
beramal dan berbakti sesuai dengan ajaran islam. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
setelah menunaikan ibadah haji pertama dan kedua, Ahmad Dahlan mempunyai obsesi
besar tentang masa depan islam yang mampu membebaskan masyarakat seperti yang
diperankan Rasulullah dan para salafiyun. Islam harus dipahami dari sumber utamanya,
yaitu Al- Qur’an dan ala- sunnah. Dalam memahami sumber ajaran islam , Ahmad Dahlan
mengajukan metodologi pemahaman yang rasional- fungsional.

B. Realitas Sosio Agama di Indonedia


Realitas sosio-agama merupakan suatu peristiwa yang memang benar – benar terjadi di
tengah masyarakat dimana adanya keberagaman agama dan kepercayaan di Indonesia.
Realitas sosio-agama terdiri dari prinsip-prinsip sosial yang diterima dari suatu komunitas. Di
Indonesia sendiri sudah terdapat 6 Agama besar yang diakui oleh pemerintah. Agama-agama
itu adalah Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Buddha, dan Konghucu.

1. Keberadaan Umat Islam

Dalam pandangan Ahmad Dahlan, Islam sebagai agama maupun Islam sebagai tradisi
pemikiran yang terjadi di Indonesia boleh dikatakan macet total. Islam sebagai agama di
Indonesia menurut Ahmad Dahlan tidak mampu membawa dan mendorong umat Islam
Indonesia menjadi masyarakat yang dinamis, maju, dan modern. Padahal, bila dilacak dalam
sejarah, khususnya yang diperankan Rasulullah dan para salafiyûn, Islam mampu
mengantarkan umat Islam menuju masyarakat dengan peradaban kelas tinggi. Kemacetan
dalam tubuh umat Islam Indonesia terjadi tidak hanya pada Islam sebagai agama saja, tetapi
Islam sebagai tradisi pemikiran juga mengalami kemacetan.

Islam sebagai agama, ajaran-ajarannya banyak dipengaruhi oleh budaya lokal yang
sebelumnya memang telah berkembang di Indonesia. Banyak praktek-praktek keagamaan
yang tidak lagi didasarkan kepada sumber utama Islam, yakni Al-Qur'an dan Al-Sunnah Al-
Maqbûlah. Pola pemahaman keislaman umat Islam Indonesia hanya dibatasi pada madzhab
tertentu. Akibat dari kondisi-kondisi demikian, muncul pengamalan ajaran Islam yang bid’ah,
khurafat, dan takhayyul. Realitas Islam sebagai agama dan Islam sebagai tradisi pemikiran di
lndonesia yang mengalami kemacetan di atas ikut mempengaruhi latar belakang kelahiran
Muhammadiyah. Dalam rentang waktu 7 abad, dari abad XIII sampai akhir abad XIX, proses
masuk dan berkembangnya Islam dii Jawa mengalami dialog pergumulan budaya yang
panjang. Corak Islam yang murni tersebut mengalami akulturasi dengan kebudayaan Jawa
dan singkretisasi dengan kepercayaan pra-Islam atau Hindu. Tradisi Hindu tidak dikikis
habis, padahal dalam beberapa hal tradisi tersebut bertentangan dengan paham monoteisme
yang dibawa Islam.

2. Realitas Non-Muslim

Alwi Shihab dalam bukunya yang berjudul “membendung arus: Respon Gerakan
Muhammadiyah Terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia” menjelaskan bahwa
perkembangan kegiatan misi kristen di Jawa merupakan faktor yang menentukan berdirinya
muhammadiyah, penetrasi kristen ini berawla ketika para penguasa kraton Yogyakarta, atas
desakan pemerintah kolonial Belanda, menyetujui pencbutan larangan penginjilan terhadap
masyarakat Jawa. sejak saat itu, Jawa, wilayah konsentrasi kebanyakan kaum Muslim ini
terbuka bagi kegiatan misionaris kristen. Penetrasi kristen yang lebih dalam lagi terjadi mulai
1850-an ke wilayah jawa tengah, yang menjadi dorongan kuat bagi lahirnya pendalaman
“kesadaran” kaum Muslim untuk melawan kegiatan-kegiatan misi ini.

Menyusul perkembangannya sampai masa-masa awal “politik etis” ditahun pertama


abad ke-20, sekolah-sekolah misi kristen mulai ikut serta dalam program pendidikan
pemerintah. Tumbuhnya sekolah misi yang demikian banyak telah membangkitkan kesadaran
keagamaan kauum Muslimin dan menghentakkan perasaan mereka di negara ini. Kebanyakan
mereka merasa terganggu oleh hal yang mereka lihat sebagai tantangan besar agama asing,
bagi kaum Muslimin, pemeberian izin belanda terhadap penyebaran ajaran injil di Jawa,
merupakan bukti, keinginan pemerintah kolonial untuk mengkristenkan masyarakat Jawa.

Walaupun mayoritas masyarakat Jawa bukanlah Muslim yang dari varian santri,toh
mereka tetap merasa terkait erat dengan islam, oleh sebab itu, lahirnya organisasi yang
berorientasi islam, seperti sarekat islam dan Muhammadiyah, mendapat dukungan sangat
besar. Pada masa kegiatan kristen di Jawa tengah mencapai puncaknya, lahirlah
muhammadiyah.

Sikap belanda terhadap islam di Indonesia bersifat ambigu disatu pihak belanda
memandang islam sebagai agama yang harus diperlakukan secara netral. Sementara itu, di
pihak belanda dengan sadar menyudutkan islam dengan memperbesar kegiatan misi kristen
melalui bantuan finansial. Sebagai bukti yang lebih jelas siakp deskriminatif mereka terhadap
islam dan dukungan kepada kristen, belanda paada periode tersebut tanpa tedeng aling-aling
menyerang kepekaan keagamaan kaum Muslim dengan mengumumkan watak kristiani dari
kebijakan koloni. Pemerinyah kolonial belanda menyatakan secara terbuka bahwa pemerintah
hindia timur adalah representasi sebuah negara kristen.

Menjelang didirikannya Muhammadiyah, islam Indonesia tengah mengalami krisis


karena keterbelakangan para pemeluknya akibat sistem pendidikan yan statis. Baik kegiatan
misi kristen maupun organissai yang tidak berbasis islam tanpak menempati posisi terdepan.
Fenomena ini sebagian disebabkan oleh makin besarnya pengaruh lobi kristen pemerintah
kolonial belanda yang bertjuan mengebiri peranan islam di Indonesia. Oleh sebab itu,
pengaruh misi yang kian bertambah ini berhasil menempatkan agama kristen dalam pusat
kehidupan di indonesia. Ketika pengaruh dan jumlah sekolah misi ini semakin bertambah
banyak kalangan terkemuka mengirim anak-anak mereka sekolah disana. Hal ini selanjutnya
meningkatkan reputasi sekolah-sekolahtersebut memperbesar dukungan terhadapnya.

Kaum Muslim diyogyakarta sangat merasakan gentingnya situasi diatas dan


terpanggil untuk mendirikan sebuah organisasi yang akan membantu mengatasi situasi krisis
tersebut. Secara perlahan namun pasti, misi kristen berhasil, sedangkan pengaruh islam makin
merosot. Kaum Muslim Yogyakarta mersa berkewajiban menghentikan, atu setidaknya
membatasi, menyebarnya misi-misi kristen. Muhammadiyah didirikan pada waktu
dilihat dari sini, berdirinya Muhammadiyah adalah perkembangan logis dalam menghadapi
kegiatan misi kristen yang diberi dukungan luar biasa oleh para penguasa kolonial Belanda.
Kristen pasa umumnya dianggap sedang bersaing dengan islam untuk menguasai Indonesia.
Mengutip yang dikatakan Addison, “gerakan-gerakan keagamaan di Indonesia selama empat
ratus tahun bisa dianggap sebagai satu pertarungan antara kristen dan islam”.

Untuk memperkuat teori diatas, terdapat data yang memberikan beberapa petunjuk
tambahan disekitar motif-motif didirikan Muhammadiyah. Adapun yang paling penting
dalam hal ini adalah berbagai pernyataan dan tindakna Ahmad Dahlan di depan publik dalam
hubungannya dengan misi kristen ini. Penelusuran lebih dalam terhadap hal yang tampak dari
pernyataan Ahmad Dahlan tentang hal yang mesti dilakukan kaum Muslim, mengungkapkan
hal yang sangat mungkin menjadi ancaman aktual yang dihadapi kaun muslim pada masanya.
Salah asatu pernyataan, Ahmad Dahlan dalam memperingatkan kaum Muslimin bahwa jika
mereka tidak bertindak segera dan membiarkan situasi dewasa ini terus berlangsung tanap
melakukan tindakan apapun, maka situasinya akan makin memburuk dan hal ini tidak akan
bisa diperbaiki nantinya. Ahmad Dahlan berkta “..........meskipun islam tidak akan lenyap dari
mika bumi, kemungkinan islma lenyap di Indonesia tetap terbuka.” Pernyataan ini
mengesankan bahwa optimisme tentang kekuatan nilai-nilai islm di Jawa telah di goyang
keras oleh posisi misi kristen yang semakin kuat,

Ahmad Dahlan dikenal bersikap toleran terhadap para misionaris kristen dan
cenderung bersikap tidak bermusuhan dengan para penguasa kolonial belanda, hal itu tidak
dapat dijadikan alasan untuk menyatakan bahwa dia telah mengkompromikan dan “menjual”
prinsp-prinsipnya. Meskipun secara lahiriah dia tampak bertindak sangat lunak, dengan
alasan untuk melindungi keberadaan dan masa depan organissainya, pada dasarnya dia sangat
kukuh dalam pendiriannya menghadapi ancaman kristen terhadap islam. Ahmad Dahlan tidak
pernah lalai terhadap ancaman ini. Sepanjang hidupnya, dia telah melakukan usaha-usaha dan
banyak berkorban untuk menjamin komitmen Muhammadiyah terhadap tujuan diatas (Alwi
Shihab, 1998: 141-145).

C. Realitas Sosio Pendidikan


Realitas Sosio Pendidikan di Indonesia Ahmad dahlan mengetahui bahwa pendidikan di
Indonesia terpecah menjadi dua yaitu pendidikan pesantren yang hanya mengajarkan ajaran-
ajaran agama dan pendidikan barat yang sekuler Kondisi ini menjadi jurang pemisah antara
golongan yang mendapat pendidikan agama dengan golongan yang mendapatkan pendidikan
sekuler Kesenjangan ini termanifestasi dalam bentuk berbusana, berbicara, hidup dan berpikir
Ahmad Dahlan mengkaji secara mendalam dua sistem pendidikan yang sangat kontras ini
Dualisme sistem pendidikan diatas membuat prihatin Ahmad Dahlan, oleh karena itu cita-cita
pendidikan Ahmad Dahlan ialah melahirkan manusia yang berpandangan luas dan memiliki
pengetahuan umum, sekaligus yang bersedia untuk kemajuan masyarakatnya Cita-cita ini
dilakukan dengan mendirikan lembaga pendidikan dengan kurikulum yang menggabungkan
antara Imtak dan Iptek Faktor objektif yang kedua secara ekternal, yaitu disebabkan politik
kolonialisme dan imperialisme Belanda yang menimbulkan perpecahan di kalangan bangsa
Indonesia.
a. Periode Pertama (periode sebelum Snouck Hurgronje) Belanda berprinsip agar
penduduk Indonesia yang beragama Islam tidak memberontak Menerapkan dua strategi yaitu
membuat kebijakan-kebijakan yang sifatnya membendung dan melakukan kristenisasi bagi
penduduk Indonesia. Dalam pelarangan pengalaman ajaran islam, Belanda membatasi
masalah ibadah haji dengan berbagai aturan tetapi pelarangan ini justru kontraproduktif bagi
Belanda karena menjadi sumber pemicu perlawanan terhadap Belanda sebagai penjajah
karena menghalangi kesempurnaan islam seseorang.
b. Periode Kedua (periode setelah Snouck Hurgronje menjadi penasihat Belanda untuk
urusan pribumi di Indonesia) Dalam hal ini, tidak semua kegiatan pengamalan Islam
dihalangi bahkan dalam hal tertentu didukung. Kebijakan didasarkan atas pengalaman
Snouck berkunjung ke Makkah dengan menyamar sebagai seorang muslim bernama Abdul
Ghaffar Kebijakan Snouck didasarkan tiga prinsip utama, yaitu Pertama rakvat indonesia
dibebaskan dalam menialankan semua masalah ritual keagamaan seperti ibadah, Kedua
pemerintah berupaya mempertahankan dan menghormati keberadaan lembaga-lembaga sosial
atau aspek mu'amalah dalam islam, Ketiga pemerintah tidak menoleransi kegiatan apapun
yang dilakukan kaum muslimin yang dapat menyebarkan seruan-seruan Pan- Islamisme atau
menyebabkan perlawanan politik atau bersenjata menentang pemerintah kolonial Belanda

D. Realitas Politik Islam Hindia Belanda


Politik Islam Hindia- Belanda merupakan usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintahan
untuk melakukan Zending kepada penduduk Indonesia yang mayoritas Islam. Awalnya usaha
ini mengalami kesulitan, dikarenakan keengganan Belanda untuk mencampuri urusan agama
pribumi, yang akan berdampak pada pemberontakan-pemberontakan yang mungkin akan
dilakukan oleh para tokoh-tokoh Islam. Keengganan mereka ini tercermin dalam Undang-
undang Hindia-Belanda ayat 119 RR: “setiap warga negara bebas menganut pendapat
agamanya, tidak kehilangan perlindungan masyarakat dan anggotanya atas pelanggaran
peraturan umum hukum agama”. Undang- undang ini berakibat pada kebijaksanaan Belanda
yang tidak mau memberikan bantuan pada pembangunan masjid pada tahun 1865.

E. Proses Berdirinya Muhammadiyah


Mempelajari sejarah dan perkembangan Muhammmadiyah adalah hal yang paling besar
dalam perjalanan perjuangan Islam di Indonesia. Secara garis besar kita membahas Islam di
Indonesia dan umumnya membahas sejarah bangsa di Indonesia. Muhammadiyah merupakan
bagian mata rantai umat Islam di Indonesia. Hal ini juga tidak terlepas karena
Muhammadiyah adalah organisasi Islam pertama kali yang didirikan oleh Muhammad
Darwis atau lebih dikenal dengan K.H. Ahmad Dahlan1 . Muhammadiyah adalah salah satu
gerakan pembaharuan Islam di Indonesia yang dimulai pada permulaan abad ke 20. Dimana
pada saat itu, adalah masa di Timur Tengah mengalami perubahan-perubahan yang
dibawakan seperti para tokoh: Ibnu Taimiyah, Muhammad bin Abdul Wahab, Jamaludin Al
Afghani, Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridho. 2 Menurut Mukti Ali,
Muhammadiyah sering disebut sebagai gerakan modern. Dimana Muhammadiyah memiliki
pemikiran yang berbeda, yakni dengan cara memahami Islam langsung berpegang pada Al-
Qur’an dan Assunnah lewat jalan Ijtihad, dalam permulaan abad 20 dimana pada umumnya
umat Islam, memahami ajaran Islam dengan cara taklid serta mengikuti para imam mazhab. 3
Muhammadiyah lahir pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah yang bertepatan pada
tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kota
Yogyakarta. Hal di atas tidak lepas dari latar belakang sejarah dan pengalaman keagaman
pendiri. Ada beberapa faktor yang melatar belakangi berdirinya Muhammadiyah di
Indonesia, yang dikemukakan oleh Syaifullah dalam tesisnya untuk menempuh gelar master
menyebutkan 4 faktor diantaranya adalah Aspirasi K.H Ahmad Dahlan, Realitas Sosial
Agama di Indonesia, Realitas Sosial dan Pendidikan di Indonesia, Realitas Politik Islam

Hindia-Belanda.
K.H. Ahmad Dahlan dalam mendirikan organisasi Muhammadiyah mempunyai maksud
dan tujuan yang mulia dimana tertera dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah Pasal satu
disebutkan : Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Berasaskan Islam dan Bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits. Sudah jelas bahwa
Muhammadiyah adalah gerakan Islam yang sudah pasti menjunjung dan menegakkan Islam
di Indonesia dengan pemikiran pembaharuanya dan modernisasinya yang bertujuan jelas

tercantum dalam anggaran dasarnya yang berbunyi : ”menegakkan dan menjujung tinggi
agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.”
BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

Muhammadiyah adalah salah satu gerakan pembaharuan Islam di Indonesia yang dimulai
pada permulaan abad ke 20, Muhammadiyah lahir dari pemikiran KH Ahmad Dahlan yang
waktu itu prihatin dengan keada uman islam pada kala itu, Ada beberapa faktor yang melatar
belakangi berdirinya Muhammadiyah di Indonesia diantaranya adalah Aspirasi K.H Ahmad
Dahlan, Realitas Sosial Agama di Indonesia, Realitas Sosial dan Pendidikan di Indonesia,
Realitas Politik Islam Hindia-Belanda. Bisa dilihat pula dari penjalasan di atas, bahwasanya
saat kita membahas sejarah sejarah Indonesia tidak lepas dari islam dan muhammadiyah.
Muhammadiyah dalam perkembanganya mengikuti peradaban zaman dan senantaiasa
berkembang dengan melihan kebutuhan sekitar tanpa mengkesampikang kaidah islam.

DAFTAR PUSTAKA

https://online.fliphtml5.com/itqip/aohh/#p=47

https://www.scribd.com/embeds/363921823/content?
start_page=1&view_mode=sgulung&access_key=key-fFexxf7MbzEfWu3HKwf

http://yunusprasetia10.blogspot.com/2014/10/realitas-sosio-agama-di-indonesia.html?m=1

Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda (Jakarta: LP3ES, 1985)

Anda mungkin juga menyukai