Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN (AIK)

“Historika Muhammadiyah”
Dosen Pengampu Mata Kuliah: Dr. K.H. Abbas Baco Miro, Lc., M. A.

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1

SALSABILLA NURZAKINAH. A (105061103722)


ZULRIFQA ROFIQAH ALI (105061103622)

KELAS D

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur alhamdulillah tercurahkan atas kehadirat Allah Subhana


Wataallah yang telah memberikan keberkahan dan rahmatalil aalaamiin, olehnya
tugas makalah dapat terselesaikan dengan baik. Adapun judul makalah yaitu
Historika Muhammadiyah makalah ini kami susun dengan tujuan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan
(AIK)
Makalah ini telah disusun dengan baik, tetapi tim penulis menyadari bahwa
makalah yang di buat ini tidak akan selesai dengan tepat waktu serta lancar, tanpa
adanya suatu bimbingan, bantuan serta dorongan dari dosen mata kuliah ibu Dr.
K.H. Abbas Baco Miro, L.c., M.A. Penulis menyadari bahwa didalam makalah ini
terdapat banyak kekurangan, maka penulis meminta kritik dan saran dari para
pembaca yang bersifat membangun.
Penulis mengharapkan agar makalah ini sebagai penambah wawasan kita
sebagai calon pendidik ataupun pendidik, sehingga mampu membuat kita sebagai
seorang yang berpendidikan sehingga paptut untuk diteladan oleh para peserta
didik. Aaamiin yaa Rabbal Aaalaamiiin.

Makassar, 8 Oktober 2022

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL…………………………………………………….. i
KATA PENGANTAR……………………………………………………... ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………….......... iii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………... 1
A. Latar Belakang..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………… 2
C. Tujuan Pembelajaran………………………………………………... 2
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………… 3
A. Latar Belakang Teologi, Sosiologis, Politis Lahirnya
Muhammadiyah…………………………..…………………………. 3
B. Maksud dan Tujuan Muhammadiyah = Pengaruh Perubahan
Rumusan Dalam Usia Satu Abad…………..………………………. 13
C. Perkembangan dan Tantangan Muhammadiya…………….……….. 14
BAB III PENUTUP………………………………………………………… 17
A. Kesimpulan………………………………………………………….. 17
B. Saran………………………………………………………………… 17
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Muhammadiyah dikenal luas sebagai gerakan tajdid atau pembaruan.
Beragam Predikat yang sepadan dengan gerakan pembaruan (tajdid fi’l-Islam)
diberikan para ahli seperti gerakan kebangkitan Islam (the revival of Islam),
(al-shahwa al-Islamy, al-ba’ats al-Islamy). Sebagian kalangan di Indonesia
memberikan catatan bahwa pembaharuan Muhammadiyah pada saat itu lebih
kuat pada pembaruan amaliah dan sifat ad-hoc (khusus), seperti dalam
pelurusan arah kiblat, mendirikan lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti
pendidikan, pelayanan sosial dan kesehatan, serta lain-lain. Semangat dan
gagasan dasar Kyai Dahlan berpangkal pada tajdid atau pmbaruan bahwa
betapapun berfokus pada amal dan sejumlah hal bersifat ad-hoc tetapi memliki
akar pada gagasan-gagasan dasar pembaharuan dari Kyai Ahmad Dahlan
sebaga pendidrinya (Suryani, 2022).
Muhammadiyah setelah tumbuh dan berkembang hingga usia satu
abad menjadi organisasi Islam yang terbesar baik di Indonesia maupun di
dunia Islam. Muhammadiyah juga merupakan organisasi Islam modern atau
reformis jelas menempati posisi dan peran kesejarahan yang khas di Indonesia
maupun dunia. Dimensi pembaharuan ini di pelopori oleh Kyai Haji Ahmad
Dahlan. Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan
kepada perintah-perintah Al-Qur'an, di antaranya surat Ali 'Imran ayat 104
yang berbunyi: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari
yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Ayat tersebut, menurut
para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat
dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak,
yang juga mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam
butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan,
melancarkan amalusaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang

1
mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya.
Konteks sejarah, kelahiran Muhammadiyah benar-benar terjadi pada saat yang
tepat, yakni pada saat dunia Islam sedang semangat untuk bangkit dari
keterpurukan. Hampir seluruh negara-negara Islam di dunia sedang
mengalami ketertindasan dalam penjajahan, termasuk Indonesia yang pada
saat itu dijajah oleh Belanda (Izza, 2021). Ada dua faktor utama pendorong
geliat ummat Islam Indonesia, yakni keinginan untuk merdeka, dan keinginan
meningkatkan kualitas ummat Islam Indonesia sebagaimana gema
kebangkitan Islam di dunia yang sedang membahana. Perjuangan umat Islam
merupakan suatu proses ke arah pembentukan pola tatanan baru dalam
dinamika kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara. Adapun judul
makalah ini kita hanya akan fokus membahas “Historika Muhammadiyah”

B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang di atas, ada beberapa rumusan masalah
yang didapatkan ialah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah latar belakang teologis, sosiologis, politis lahirnya
Muhammadiyah?
2. Apa maksud dan tujuan Muhammadiyah = Pengaruh perubahan
rumusan dalam usia satu abad?
3. Bagaimanakah perkembangan dan tantangan Muhammadiyah?

C. Tujuan Pembelajaran.
Tujuan pembelajaran ini berdasarkan beberapa masalah yang telah
dirumuskan, sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui latar belakang teologis, sosiologis, politis lahirnya
Muhammadiyah?
2. Untuk mengetahui maksud dan tujuan Muhammadiyah = Pengaruh
perubahan rumusan dalam usia satu abad?
3. Untuk mengetahui perkembangan dan tantangan Muhammadiyah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Teologis, Sosiologi, Politis lahirnya Muhammadiyah


Muhammadiyah (waktu berdiri ditulis Moehammadijah) adalah
nama gerakan islam yang lahir di Kauman Yogyakarta pada tanggal 18
November 11912. Pada waktu berdiri dan mengajukan pengesahan kepada
pemerintah Hindia Belanda memakai tanggal dan tahun Miladiyah atau
Masehi. Adapun pertepatan waktu dengan penanggalan Hijriyah Ialah tanggal
8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah. Pendiri Muhammadiyah adalah seorang Kyai
yang dikenal alim, cerdas, dan berjiwa pemburu yakni Kyai Haji Ahmad
Dahlan, yang sebelumnya atau nama kecilnya bernama Muhammad
Darwisy. Muhammadiyah didirikan dalam bentuk organisasi atau
perkumpulan maupun perhimpunan resmi yang sering disebut dengan
“persyarikatan” yang waktu itu memakai istilah “Persjarikatan
Moehammadijah” (Sari & Kuswono, 2022).
Muhammadiyah dalam perkembangan berikutnya dikenal luas oleh
masyarakat maupun para peneliti dan penulis sebagai gerakan Islam
pembaruan atau gerakan tajdid. Muhammadiyah karena watak pembaruannya
dikenal pula sebagai gerakan reformasi atau gerakan reformasi dan gerakan
modernisme Islam, yang berkiprah dalam mewujudkan ajaran Islam senapas
dengan semangat kemajuan dan kemoderenan saat itu. Muhammadiyah selain
gerakan tajdid juga dikenal sebagai gerakan dakwah, yang bergerak dalam
menyebarluaskan dan mewujudkan ajaran Islam dalam berbagai aspek
kehidupan masyarakat dan tidak bergerak dalam lapangan politi. Gerakan
dakwah Muhammadiyah tidak hanya melalui tablig atau dakwah bi-lisan
(dengan perkataan dan tulisan) tetapi yang lebih menonjol melalui dakwah bil-
hal (amaliah, perbuatan) seperti pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial,
ekonomi, dan amal usaha lainnya yang bermanfaat langsung dan nyata bagi
kehidupan.

3
1. KelahiranMuhammadiyah Secara Teologis
Pembaruan Islam yang cukup orisinal dari Kyai Dahlan dapat
dirujuk pada pemahaman dan pengamalan Surat Al-Ma’un. Gagasan dan
pelajaran tentang Surat Al-Maun, merupakan contoh lain yang paling
monumental dari pembaruan yang berorientasi pada amal sosial-
kesejahteraan, yang kemudian melahirkan lembaga Penolong
Kesengsaraan Oemoem (PKU). Langkah momumental ini dalam wacana
Islam kontemporer disebut dengan “Teologi Transformatif”, karena
Islam tidak sekadar menjadi seperangkat ajaran ritual-ibadah dan “hablu
min Allah” (hubungan dengan Allah) semata, tetapi justru peduli dan
terlibat dalam memecahkan masalah-masalah konkret yang dihadapi
manusia. Inilah “Teologi Amal” yang tipikal (khas) dari Kyai Dahlan dan
awal kehadiran Muhammadiyah, sebagai bentuk dari gagasan dan amal
pembaruan lainnya di negeri ini.
Kyai Dahlan juga peduli dalam memblok umat Islam agar tidak
menjadi korban misi Zending Kristen, tetapi dengan cara yang cerdas dan
elegan. Kyai mengajak diskusi dan debat secara langsung dan terbuka
dengan sejumlah pendeta di sekitar Yogyakarta. Dengan pemahaman
adanya kemiripan selain perbedaan antara Al-Quran sebagai Kutab Suci
umat Islam dengan kitab-kitab suci sebelumnya, Kyai Dahlan
menganjurkan atau mendorong “umat Islam untuk mengkaji semua agama
secara rasional untuk menemukan kebenaran yang inheren dalam ajaran-
ajarannya”, sehingga Kyai pendiri Muhammadiyah ini misalnya
beranggapan bahwadiskusi-diskusi tentang Kristen boleh dilakukan di
masjid. Kepeloporan pembaruan Kyai Dahlan yang menjadi tonggak
berdirinya Muhammadiyah juga ditunjukkan dengan merintis gerakan
perempuan ‘Aisyiyah tahun 1917, yang ide dasarnya dari pandangan Kyai
agar perempuan muslim tidak hanya berada di dalam rumah, tetapi harus
giat di masyarakat dan secara khusus menanamkan ajaran Islam serta
memajukan kehidupan kaum perempuan. Langkah pembaruan ini yang
membedakan Kyai Dahlan dari pembaru Islam lain, yang tidak dilakukan
oleh Afghani, Abduh, Ahmad Khan, dan lain-lain. Perintisan ini

4
menunjukkan sikap dan visi Islam yang luas dari Kyai Dahlan mengenai
posisi dan peran perempuan, yang lahir dari pemahamannya yang cerdas
dan bersemangat tajdid, padahal Kyai dari Kauman ini tidak bersentuhan
dengan ide atau gerakan “feminisme” seperti berkembang sekarang ini.
Artinya, betapa majunya pemikiran Kyai Dahlan yang kemudian
melahirkan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam murni yang
berkemajuan (Mawardi, dkk, 2022).
Kyai Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya telah
menampilkan Islam sebagai “sistem kehidupan mansia dalam segala
seginya”. Artinya, secara Muhammadiyah bukan hanya memandang
ajaran Islam sebagai aqidah dan ibadah semata, tetapi merupakan suatu
keseluruhan yang menyangut akhlak dan mu’amalat dunyawiyah. Selain
itu, aspek aqidah dan ibadah pun harus teraktualisasi dalam akhlak dan
mu’amalah, sehingga Islam benar-benar mewujud dalam kenyataan hidup
para pemeluknya. Karena itu, Muhammadiyah memulai gerakannya
dengan meluruskan dan memperluas paham Islam untuk diamalkan dalam
sistem kehidupan yang nyata. Kyai Dahlan dalam mengajarkan Islam
sungguh sangat mendalam, luas, kritis, dan cerdas. Menurut Kyai Dahlan,
orang Islam itu harus mencari kebenaran yang sejati, berpikir mana yang
benar dan yang salah, tidak taklid dan fanatik buta dalam kebenaran
sendiri, menimbang-nimbang dan menggunakan akal pikirannya tentang
hakikat kehiduupan, dan mau berpikir teoritik dan sekaligus beripiki
praktik (Al Faruq, 2020). Kyai Dahlan tidak ingin umat Islam taklid dalam
beragama, juga tertinggal dalam kemajuan hidup. Karena itu memahami
Islam haruslah sampai ke akarnya, ke hal-hal yang sejati atau hakiki
dengan mengerahkan seluruh kekuatan akal piran dan ijtihad.
Dalam memahami Al-Quran, dengan kasus mengajarkan Surat Al-
Ma’un, Kyai Dahlan mendidik untuk mempelajari ayat Al-Qur’an satu
persatu ayat, dua atau tiga ayat, kemudian dibaca dan simak dengan tartil
serta tadabbur (dipikirkan): “bagaimanakah artinya? bagaimanakah tafsir
keterangannya? bagaimana maksudnya? apakah ini larangan dan apakah
kamu sudah meninggalkan larangan ini? apakah ini perintah yang wajib

5
dikerjakan? sudahkah kita menjalankannya?”. Menurut penuturan Mukti
Ali, bahwa model pemahaman yang demikian dikembangkan pula
belakangan oleh KH. Mas Mansur, tokoh Muhammadiyah yang dikenal
luas dan mendalam ilmu agamanya, lulusan Al-Azhar Cairo, cerdas
pemikirannya sekaligus luas pandangannya dalam berbagai masalah
kehidupan. Kelahiran Muhammadiyah dengan gagasan-gagasan cerdas
dan pembaruan dari pendirinya, Kyai Haji Ahmad Dahlan, didorong oleh
dan atas pergumulannya dalam menghadapi kenyataan hidup umat Islam
dan masyarakat Indonesia kala itu, yang juga menjadi tantangan untuk
dihadapi dan dipecahkan (Al Aydrus, dkk, 2022). Adapun faktor-faktor
yang menjadi pendorong lahirnya Muhammadiyah ialah antara lain:
- Umat Islam tidak memegang teguh tuntunan Al-Quran dan Sunnah
Nabi, sehingga menyebabkan merajalelanya syirik, bid’ah, dan
khurafat, yang mengakibatkan umat Islam tidak merupakan golongan
yang terhormat dalam masyarakat, demikian pula agama Islam tidak
memancarkan sinar kemurniannya lagi.
- Ketiadaan persatuan dan kesatuan di antara umat Islam, akibat dari
tidak tegaknya ukhuwah Islamiyah serta ketiadaan suatu organisasi
yang kuat;
- Kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam
memprodusir kader-kader Islam, karena tidak lagi dapat memenuhi
tuntutan zaman;
- Umat Islam kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit,
bertaklid buta serta berpikir secara dogmatis, berada dalam
konservatisme, formalisme, dan tradisionalisme;
- dan Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan dan
pengaruh agama Islam, serta berhubung dengan kegiatan misi dan
zending Kristen di Indonesia yang semakin menanamkan pengaruhnya
di kalangan rakyat. Karena itu, jika disimpulkan, bahwa berdirinya
Muhammadiyah adalah karena alasan-alasan dan tujuan-tujuan sebagai
berikut: (1) Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan
kebiasaan yang bukan Islam; (2) Reformulasi doktrin Islam dengan

6
pandangan alam pikiran modern; (3) Reformulasi ajaran dan
pendidikan Islam; dan (4) Mempertahankan Islam dari pengaruh dan
serangan luar (Masudi & Zayadi, 2021).

Kendati menurut sementara pihak Kyai Dahlan tidak melahirkan


gagasan-gagasan pembaruan yang tertulis lengkap dan tajdid
Muhammadiyah bersifat “ad-hoc”, namun penilaian yang terlampau
akademik tersebut tidak harus mengabaikan gagasan-gagasan cerdas dan
kepeloporan Kyai Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya,
yang untuk ukuran kala itu dalam konteks amannya sungguh merupakan
suatu pembaruan yang momunemntal. Ukuran saat ini tentu tidak dapat
dijadikan standar dengan gerak kepeloporan masa lalu dan hal yang mahal
dalam gerakan pembaruan justru pada inisiatif kepeloporannya. Kyai
Dahlan dengn Muhammadiyah yang didirikannya terpanggil untuk
mengubah keadaan dengan melakukan gerakan pembaruan. Untuk
memberikan gambaran lebih lengkap mengenai latarbelakang dan dampak
dari kelahiran gerakan Muhammadiyah di Indonesia,

2. Kelahiran Muhammadiyah Secara Sosilogis


Kelahiran Muhammadiyah secara teologis memang melekat dan
memiliki inspirasi pada Islam yang bersifat tajdid, namun secara
sosiologis sekaligus memiliki konteks dengan keadaan hidup umat
Islam dan masyarakat Indonesia yang berada dalam
keterbelakangan. Kyai Dahlan melalui Muhammadiyah sungguh telah
memelopori kehadiran Islam yang otentik (murni) dan berorientasi pada
kemajuan dalam pembaruannya, yang mengarahkan hidup umat Islam
untuk beragama secara benar dan melahirkan rahmat bagi kehidupan.
Islam tidak hanya ditampilkan secara otentik dengan jalan kembali kepada
sumber ajaran yang aseli yakni Al-Qur‘an dan Sunnah Nabi yang sahih,
tetapi juga menjadi kekuatan untuk mengubah kehidupan manusia dari
serba ketertinggalan menuju pada dunia kemajuan (Zakinudin, 2022).
Fenomena baru yang juga tampak menonjol dari kehadiran
Muhammadiyah ialah, bahwa gerakan Islam yang murni dan berkemajuan

7
itu dihadirkan bukan lewat jalur perorangan, tetapi melalui sebuah sistem
organisasi. Menghadirkan gerakan Islam melalui organisasi merupakan
terobosan waktu itu, ketika umat Islam masih dibingkai oleh kultur
tradisional yang lebih mengandalkan kelompok-kelompok lokal seperti
lembaga pesantren dengan peran kyai yang sangat dominan selaku
pemimpin informal. Organisasi jelas merupakan fenomena modern abad
ke-20, yang secara cerdas dan adaptif telah diambil oleh Kyai Dahlan
sebagai “washilah” (alat, instrumen) untuk mewujudkan cita-cita Islam.
Mem-format gerakan Islam melalui organisasi dalam konteks kelahiran
Muhammadiyah, juga bukan semata-mata teknis tetapi juga didasarkan
pada rujukan keagmaan yang selama ini melekat dalam alam pikiran para
ulama mengenai qaidah “mâ lâ yatimm al-wâjib illâ bihi fa huwâ wâjib”,
bahwa jika suatu urusan tidak akan sempurna manakala tanpa alat, maka
alat itu menjadi wajib adanya. Lebih mendasar lagi, kelahiran
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam melalui sistem organisasi, juga
memperoleh rujukan teologis sebagaimana tercermin dalam
pemaknaan/penafsiran Surat Ali Imran ayat ke-104, yang memerintahkan
adanya “sekelompok orang untuk mengajak kepada Islam, menyuruh pada
yang ma‘ruf, dan mencegah dari yang munkar”. Ayat Al-Qur‘an tersebut
di kemudian hari bahkan dikenal sebagai ”ayat” Muhammadiyah.
Muhammadiyah dengan inspirasi Al-Qur‘an Surat Ali Imran 104 tersebut
ingin menghadirkan Islam bukan sekadar sebagai ajaran “transendensi”
yang mengajak pada kesadaran iman dalam bingkai tauhid semata. Bukan
sekadar Islam yang murni, tetapi tidak hirau terhadap kehidup (Rohman,
2021). Apalagi Islam yang murni itu sekadar dipahami secara parsial.
Namun, lebih jauh lagi Islam ditampilkan sebagai kekuatan dinamis untuk
transformasi sosial dalam dunia nyata kemanusiaan melalui gerakan
“humanisasi” (mengajak pada serba kebaikan) dan “emanisipasi” atau
“liberasi” (pembebasan dari segala kemunkaran), sehingga Islam
diaktualisasikan sebagai agama Langit yang Membumi, yang menandai
terbitnya fajar baru Reformisme atau Modernisme Islam di Indonesia
(Malueka, 2018).

8
3. Kelahiran Muhammadiyah Secara Politis
Pendidikan barat yang diperkenalkan kepada penduduk pribumi
sejak paruh kedua abad XIX sebagai upaya penguasa kolonial untuk
mendapatkan tenaga kerja, misalnya, sampai akhir abad XIX pada satu sisi
mampu menimbulkan restratifikasi masyarakat melalui mobilitas sosial
kelompok intelektual, priyayi, dan profesional. Pada sisi lain, hal ini
menimbulkan sikap antipati terhadap pendidikan Barat itu sendiri, yang
diidentifikasi sebagai produk kolonial sekaligus produk orang
kafir. Sememara itu, adanya pengenalan agama Kristen dan perluasan
kristenisasi yang terjadi bersamaan dengan perluasan kekuasaan kolonial
ke dalam masyarakat pribumi yang telah terlebih dahulu terpengaruh oleh
agama Islam, mengaburkan identitas politik yang melekat pada penguasa
kolonial dan identitas sosial -keagamaan pada usaha kristenisasi di mata
masyarakat umum. Bagi sebagian besar penduduk pribumi, tekanan
politis, ekonomis, sosial, maupun kultural yang dialami oleh masyarakat
secara umum sebagai sesuatu yang identik dengan kemunculan orang
Islam dan kekuasaan kolonial yang menjadi penyebab kondisi tersebut
tidak dapat dipisahkan dari agama Kristen itu sendiri. Hal ini semakin
diperburuk oleh struktur yuridis formal masyarakat kolonial, yang secara
tegas membedakan kelompok masyarakat berdasarkan suku bangsa.
Dalam stratifikasi masyarakat kolonial; penduduk pribumi menempati
posisi yang paling rendah, sedangkan lapisan atas diduduki orang Eropa,
kemudian orang Timur Asing, seperti: orang Cina, Jepang, Arab, dan
India. Tidak mengherankan jika kebijakan pemerintah kolonial ini tetap
dianggap sebagai upaya untuk menempatkan orang Islam pada posisi
sosial yang paling rendah walaupun dalam lapisan sosial yang lebih tinggi
terdapat juga orang Arab yang beragama Islam. Di samping itu, akhir abad
XIX juga ditandai oleh terjadinya proses peng-urbanan yang cepat sebagai
akibat dari perkemhangan ekonomi, politik, dan sosial. Kota-kota baru
yang memiliki ciri masing-masing sesuai dengan faktor pendukungnya
muncul di banyak wilayah.

9
Perluasan komunikasi dan ransportasi mempermudah mobilitas
penduduk. Sementara itu pembukaan suatu wilayah sebagai pusat
pemerintahan, pendidikan, industri, dan perdagangan telah menarik
banyak orang untuk datang ke tempat tersebut. Sementara itu pula, tekanan
ekonomi, politik, maupun sosial yang terjadi di daerah pedesaan telah
mendorong mereka datang ke kota-kota tersebut. Memasuki awal abad XX
sebagian besar kondisi yang telah terbentuk sepanjang abad XIX terus
berlangsung. Dalam konteks ekonomi, perluasan aktivitas ekonomi
sebagai dampak perluasan penanaman modal swasta asing maupun
perluasan pertanian rakyat belum mampu menimbulkan perubahan
ekonomi secara struktural sehingga kondisi hidup sebagian besar
penduduk masih tetap rendah. Di beberapa tempat penduduk pribumi
memang berhasil mengembangkan pertanian tanaman ekspor dlan
mendapat keuntungan yang besar, akan tetapi ekonomi mereka masih
sangat labil terhadap perubahan pasar. Sementara itu perluasan aktivitas
ekonomi menimbulkan persaingan yang semakin besar sehingga para
pengusaha industri pribumi harus bersaing dengan produk impor yang
lebih berkualitas dan lebih murah di pasar lokal, sedangkan para peclagang
pribumi juga harus bersaing ketat dengan pedagang asing yang terus
mendominasi perdagangan lokal, regional, maupun internasional. Dalam
perkembangan selanjutnya persaingan ini di beberapa tempat tidak lagi
hanya terbatas pada masalah ekonomi, melainkan juga telah berkembang
menjadi persoalan sosial, kultural, ataupun politik. Walaupun dalam
bidang politik terjadi pergeseran dari kekuasan administratif yang
tersentralisasi ke arah desentralisasi pada tingka t lokal, kontrol yang ketat
pejabat Belanda terhadap pejabat pribumi masih tetap
berlangsung. Sementara itu, kebijakan Politik Balas Budi atau Politik Etis
yang difokuskan pada bidang edukasi, irigasi, dan kolonisasi yang
dilaksanakan sejak dekade pertama abad XX, telah memberikan
kesempatan yang lebih luas kepada penduduk pribumi mengikuti
pendidikan Barat dibandingkan dengan masa sebelumnya melalui
pembentukan beberapa lembaga pendidikan khusus bagi penduduk

10
pribumi sampai tingkat desa. Akan tetapi, kesempatan ini tetap saja masih
sangat terbatas jika dibandingkan dengan jumlah penduduk pribumi secara
keseluruhan. Kesempatan itu masih tetap diprioritaskan bagi kelompok elit
penduduk pribumi, atau kesempatan yang ada hanya terbuka untuk
pendidikan rendah, sedangkan kesempatan untuk mengikuti pendidikan
menengah dan tinggi masih sangat terbatas. Seperti pada masa
sebelumnya, kondisi seperti ini terbentuk selain disebabkan oleh kebijakan
pemerintah kolonial, juga dilatarbelakangi sikap antipati dari kelompok
Islam, yang menjadi pendukung utama masyarakat pribumi terhadap
pendidikan Barat itu sendiri. Secara umum mereka lebih suka
mengirimkan anak-anak mereka ke pesantren, atau hanya sekedar ke
lembaga pendidikan informal lain yang mengajarkan pengetahuan dasar
agama Islam. Akan tetapi, sebenarnya ada dualisme cara memandang
pendidikan Barat ini. Di samping dianggap sebagai perwujudan dari
pengaruh Barat atau Kristen terhadap lingkungan sosial dan budaya lokal
maupun Islam, pendidikan Barat juga dilihat secara objektif sebagai faktor
penting untuk mendinamisasi masyarakat pribumi yang mayoritas
beragama Islam. Pendidikan Barat yang telah diperkenalkan kepada
penduduk pribumi secara terbatas ini ternyata telah menciptakan
kelompok intelektual dan profesional yang mampu melakukan perubahan-
perubahan maupun memunculkan ide-ide baru di dalam masyarakat
maupun sikap terhadap kekuasaan kolonial.
Perubahan dan pencetusan ide-ide baru itu pada masa awal hanya
terbatas pada bidang sosial, kultural, dan ekonomi, akan tetapi kemudian
mencakup juga permasalahan politik. Walaupun feodalisme dalam sikap
maupun struktur yang lebih makro di dalam masyarakat, khususnya di
Jawa masih tetap berlangsung, pembentukan “organisasi modern”
merupakan salah satu realisasi yang penting dari upaya perubahan dengan
ide-ide baru tersebut. Pada tahun 1908 organisasi Budi Utomo didirikan
oleh para mahasiswa sekolah kedokteran di Jakarta. Walaupun dasar,
tujuan, dan aktivitas Budi Utomo sebagai suatu organisasi masih terikat
pada unsur-unsur primordial dan terbatas, keberadaan Budi Utomo secara

11
langsung maupun tidak berpengaruh terhadap bentuk baru dari perjuangan
kebangsaan melawan kondisi yang diciptakan oleh kolonialisme Belanda.
Berbagai organisasi baru kemudian didirikan, dan perjuangan perlawanan
terhadap kekuasaan kolonial yang dulu terkosentrasi di kawasan pedesaan
mulai beralih terpusat di daerah perkotaan. Dunia Islam dan Masyarakat
Muslim Indonesia Secara makro perkembangan dunia Islam pada akhir
abad XIX dan awal abad XX ditandai oleh usaha untuk melawan dominasi
Barat setelah sebagian besar negara yang penduduknya beragama Islam
secara politik, sosial, ekonomi, maupun budaya telah kehilangan
kemerdekaan dan berada di bawah kekuasaan kolonialisme dan
imprialisme Barat sejak beberapa abad sebelumnya. Dalam masyarakat
Muslim sendiri muncul usaha untuk mengatasi krisis internal dalam proses
sosialisasi ajaran Islam, akidah, maupun pemikiran pada sebagian besar
masyarakat, baik yang disebabkan oleh dominasi kolonialisme dan
imperialisme Barat, maupun sebab-sebab lain yang ada dalam masyarakat
Muslim itu sendiri. Dalam kehidupan beragama ini terjadi kemerosotan
ruhul Ishmi, jika dilihat dari ajaran Islam yang bersumber pada Quran dan
Sunnah Rasulullah. Pengamalan ajaran Islam bercampur dengan bid’ah,
khurafat, dan syi’ah. Di samping itu, pemikiran umat Islam juga
terbelenggu oleh otoritas mazhab dan taqlid kepada para ulama sehingga
ijtihad tidak dilakukan lagi. Dalam pengajaran agama Islam, secara umum
Qur’an yang menjadi sumber ajaran hanyadiajarkan pada tingkat bacaan,
sedangkan terjamahan dan tafsir hanya boleh dipelajari oleh orang-orang
tertentu saja. Sementara itu, pertentangan yang bersumber pada masalah
khilafiyah dan firu’iyah sering muncul dalam masyarakat Muslim,
akibatnya muncul berbagai firqah dan pertentangan yang bersifat laten. Di
tengah-tengah kemerosotan itu, sejak pertengahan abad XIX muncul
ide-ide pemurnian ajaran dan kesadaran politik di kalangan umat
Islam melalui pemikiran dan aktivitas tokoh-tokoh seperti:
Jamaludin Al-Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan para
pendukung Muhammad bin Abdul Wahab. Jamaludin Al-Afgani
banyak bergerak dalam bidang politik, yang diarahkan pada ide

12
persaudaraan umat Islam sedunia dan gerakan perjuangan
pembebasan tanah air umat Islam dari kolonialisme Barat. Sementara
itu, Muhammad Abduh dan muridnya, Rasyid Ridha, berusaha memerangi
kestatisan, syirik, bid’ah, khurafat, taqlid, dan membuka pintu ijtihad di
kalangan umat Islam. Restrukturisasi lembaga pendidikan Islam dan
mewujudkan ide-ide ke dalam berbagai penerbitan merupakan wujud
usaha pemurnian dan pembaharuan yang dilakukan oleh dua orang ulama
dari Mesir ini. Rasyid Ridha, misalnya, menerbitkan majalah Al-Manar di
Mesir, yang kemudian disebarkan dan dikenal secara luas di seluruh dunia
Islam. Sementara itu, ide-ide pembaharuan yang dikembangkan oleh
pendukung Muhammad bin Abdlul Wahab dalam gerakan Al Muwahhidin
telah mendapat dukungan politis dari penguasa Arab Saudi sehingga
gerakan yang dikenal oleh para orientalis sebagai Wahabiyah itu
berkembang menjadi besar dan kuat. Seperti yang terjadi di dalam dunia
Islam secara umum, Islam di Indonesia pada abad XIX juga mengalami
krisis kemurnian ajaran, kestatisan pemikiran maupun aktivitas, dan
pertentangan internal. Perjalanan historis penyebaran agama Islam di
Indonesia sejak masa awal melalui proses akulturasi dan sinkretisme, pada
satu sisi telah berhasil meningkatkan kuantitas umat Islam. Akan tetapi
secara kualitas muncul kristalisasi ajaran Islam yang menyimpang dari
ajaran Islam yang murni (Amrullah & Fattah, 2022).

B. Maksud dan Tujuan Muhammadiyah = Pengaruh Perubahan Rumusan


Dalam Usia Satu Abad
Muhammadiyah didirkan dengan maksud sebagai berikut:
1. Menyebarkan pengajaran Agama islam berdasarkan panutan Nabi
Muhammad SAW kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi
Yogyakarta.
2. Memajukan hal Agama kepada anggota-anggotanya, yakni memajukan
pendidikan dan pembelajaran agama di Hindia Belanda.
3. Memajukan dan menikmati hidup (way of life) selama kehendak Islam
mencapai akhir.

13
Menurut Djarnawi Hadikusuma, kata-kata sederhana ini memiliki
makna yang sangat dalam dan luas. Artinya, jika umat Islam lemah dan
terbelakang karena tidak memahami ajaran Islam yang sebenarnya,
Muhammadiyah mengungkapkan dan menekankan ajaran Islam yang
murni, mendorong umat Islam untuk mempelajarinya secara umum. Ulama
mengajari mereka suasana dan hal-hal menarik yang mendorong mereka
untuk belajar dengan cara yang lebih maju. Dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Keormasan tahun 1985, prinsip-prinsip Islam digantikan
oleh prinsip-prinsip Pancasila.
Tujuan berdirinya organisasi Muhammadiyah adalah berubah
menjadi “Islam yang mewujudkan masyarakat yang besar, adil dan makmur
yang diridhoi oleh Allah SWT. Diselenggarakan di Jakarta pada tahun 2000,
umur Muhammad yang ke-44 mengembalikan dasar dan tujuan Islam
kepada “Masyarakat Islam Sejati” AD Muhammadiyah. Selain itu
Berdasarkan penjelasan sejarah Muhammadiyah di atas, maka dapat kita
simpulkan bahwa berdirinya Muhammadiyah karena alasan dan tujuan
sebagai berikut ini:
1. Pemurnian pengaruh dan adat-istiadat non-Islam dari Islam Indonesia
2. Merekonstruksi Islam dengan pandangan ke pemikiran kontemporer
3. Reformasi pengajaran dan pendidikan Islam
4. Melindungi Islam dari pengaruh dan serangan luar

C. Perkembangan dan Tantangan Muhammadiyah


Pada dasarnya Muhammadiyah telah dirintis sendiri oleh KH. Ahmad
Dahlan sejak tahun 1905, dan enam tahun kemudian mendirikan sekolah
Muhammadiyah yang bercorak modern. Selanjutnya K H. Ahmad Dahlan,
dengan bantuan beberapa orang murid dan beberapa sahabatnya mendirikan
pergerakan Muhammadaiyah (Kamal Mustafa,1988). Ditinjau dari faktor-
faktor yang melatar belakangi lahirnya persyarikatan Muhammadiyah, secara
garis besarnya dapat dibedakan menjadi dua (2) faktor penyebab yaitu:
pertama, Faktor subyektif yang sangat kuat, bahkan dapat dikatakan sebagai
faktor utama yang mendorong berdirinya Muhammadiyah, hal tersebut adalah

14
hasil pendalaman K.H. Ahmad Dahlan terhadap Al-Qur‟an baik dalam gemar
membaca maupun menelaah, membahas dan mengkaji kandungan isinya
(Akbar, dkk, 2022). Ia menelaah dengan sangat teliti, dipertanyakan juga kalau
ada sebab-sebab yang menjadikan sesuatu ayat diturunkan (Asbabun Nuzul),
dipertanyakan apa yang mesti harus dilakukan. Seperti salah satunya
pendalamannya terhadap ayat alquran surat Al-imran Ayat 104:

Artinya: “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan dan mencegah dari
yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”(Q.S Al-Imran:104).

Memahami ayat di atas, K.H. Ahmad Dahlan tergerak hatinya untuk


membangun sebuah perkumpulan, organisasi, atau persyarikatan yang teratur
dan rapi yang tugasnya berkhidmat melaksanakan misi dakwah Islam Amar
Makruf Nahi Munkar di tengah-tengah masyarakat luas (Hambali Hamdan,
2006). Atas dasar pendalaman terhadap ajaran agama Islam yang murni, yang
berdasarkan ajaran Al-Quran dan sunah, beliau sampai kepada pendirianbahwa
umat islam bisa maju dengan dasar-dasar tersebut, sehingga salah satu jalan
untuk mewujudkan adalah melalui kekuatan organisasi (Gozali, 2022).
Selain itu ada beberapa sebab yang bersifat lain yang melatar belakangi
berdirinya Muhammadiyah antara lain sebagai berikut :
1. ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya Al-Qur‟an dan
As-Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam
Indonesia.
2. Perlunya penyempurnaan lembaga-lembaga pendidikan.
3. Perlunya pertahanan Islam dari pengaruh luar dan tuntutan pembaharuan
dunia Islam.
Kelahiran Muhammadiyah sebagaimana digambarkan itu melekat
dengansikap, pemikiran, dan langkah Kyai Dahlan sebagai pendirinya, yang
mampu memadukan paham Islam yang ingin kembali pada Al-Quran dan

15
Sunnah Nabi dengan orientasi tajdid yang membuka pintu ijtihad untuk
kemajuan, sehingga memberi karakter yang khas dari kelahiran dan
perkembangan Muhammadiyah dikemudian hari. Kyai Dahlan, sebagaimana
para pembaru Islam lainnya, tetapi dengan tipikal yang khas, memiliki cita-
cita membebaskan umat Islam dari keterbelakangan dan membangun
kehidupan yang berkemajuan melalui tajdid (pembaruan) yang meliputi aspek-
aspek tauhid (aqidah), ibadah, mu‟amalah, dan pemahaman terhadap ajaran
Islam dan kehidupan umat Islam.
Sejak didirikan oleh KH Ahmad Dahlan, Muhammadiyah telah tumbuh
sebagai organisasi sosial-keagamaan yang memiliki 'saham' besar untuk
negara Indonesia. Jumlah anggotanya yang sangat besar telah menyebar di
berbagai sektor kehidupan bangsa di seluruh Tanah Air. Mulai dari ulama,
pejabat negara dan politisi, pendidik, jurnalis, pengusaha, aktivis, intelektual,
dan lain sebagainya. Muhammadiyah diketahui telah konsisten melahirkan
cerdik-pandai di Tanah Air melalui pendirian sekolah modern kala itu. Dengan
memadukan ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum, lembaga pendidikan
milik Persyarikatan mampu melahirkan insan akademis yang memiliki basis
kuat dalam spiritualitas. Kini di usianya yang sudah menginjak lebih dari satu
abad, Muhammadiyah memiliki sejumlah tantangan yang mesti dihadapi. Satu
di antara sekian banyak tantangan tersebut yakni polarisasi politik yang
disebabkan oleh menguatnya politik identitas. Sekretaris Umum Pimpinan
Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti menyatakan bahwa polarisasi politik yang
timbul saat ini merupakan ekses dari sistem pemilu yang transaksional dan
rendahnya kesadaran budaya dalam berdemokrasi. Muhammadiyah
memandang polarisasi politik sebagai ekses dari sistem Pemilu yang
transaksional dan masih rendahnya kesadaran nilai dan budaya demokrasi.
Selain itu polarisasi juga disebabkan oleh menguatnya politik identitas. Pasca-
pemilu, Muhammadiyah aktif melakukan konsolidasi internal dan rekonsiliasi
nasional dengan komunikasi serta lobi. Muhammadiyah berusaha memperkuat
manhaj gerakan Islam Berkemajuan melalui berbagai forum pembinaan
ideologi dan revitalisasi gerakan dakwah yang santun dan inklusif.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Muhammadiyah merupakan organisasi yang didirikan oleh K.H.
Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 18
November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H). Muhammadiyah adalah Gerakan
Islam dan Dakwah Amar Maruf Nahi Munkar beraqidah Islam dan
bersumber pada Al-Quran dan Sunnah bercita-cita dan bekerja untuk
terwujudnya masyarakat utama adil makmur yang diridhai Allah SWT
untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah
Allah di muka bumi. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam
yang murni bersih dari gejala-gejala kemusyrikan bidah dan khurofat tanpa
mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam. Muhammadiyah,
sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia telah memasuki awal abad ke-
2 dari kelahirannya. Muhammadiyah hadir sebagai gerakan Islam yang
mengemban misi dakwah dan tajdid. Muhammadiyah sepanjang perjalanan
sejarahnya senantiasa memiliki komitmen yang istiqomah dalam
melakukan reformasi (ishlah, pembaharuan) kehidupan umat dan bangsa ke
arah pencerahan untuk mencapai masyarakat utama (khaira ummah) yang
dicita-citakan.

B. Saran.
Setelah makalah ini dibaca penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari seluruh pembaca agar pembuatan makalah
selanjutnya akan lebih baik, dan kami mengharapkan agar kita semua dapat
memahami pembelajaran dalam makalah ini.

17
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, A., Nurhidaya, A. R., Ali, A. M., & Ondeng, S. (2022). Muhammadiyah
Dalam Perkembangan Pendidikan Islam Di Indonesia. Al-Urwatul Wutsqa:
Kajian Pendidikan Islam, 2(1), 36-41.
Al Aydrus, N., Lasawali, A. A., & Rahman, A. (2022). Peran Muhammadiyah
dalam Upaya Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia. IQRA Jurnal
Ilmu Kependidikan Dan Keislaman, 17(1), 17-25.
Al Faruq. (2020). Peluang dan tantangan pendidikan Muhammadiyah di era
4.0. Jurnal Ilmiah Ar-Risalah: Media Ke-Islaman, Pendidikan dan Hukum
Islam, 18(1), 013-030.
Amrullah, W., & Fattah, A. (2022). Kontribusi Persyarikatan Muhammadiyah
Terhadap Perkembangan Pendidikan Islam Di Indonrsia. Al-Urwatul
Wutsqa: Kajian Pendidikan Islam, 2(1), 86-97.
Ghozali. (2022). Pola Kepemimpinan Oraganisasi Muhammadiyah. Murabbi, 5(1).
Hambali Hamdan. (2006). Idiologi dan Strategi Muhammadiyah. Yogyakarta:
Suara muhammadiyah.
Izza, N. L. (2021). Sejarah perkembangan Muhammadiyah Desa Godog
Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan Tahun 1980-2018 (Doctoral
dissertation, UIN Sunan AMpel Surabaya).
Kamal Musthafa. (1988). Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam.Yogyakarta:
Persatuan Yogyakarta.
Malueka, M. I. (2018). Pemikiran KH. AR Fachruddin dalam Perkembangan
Muhammadiyah di Indonesia (1968-1990). Jurnal Prodi Ilmu Sejarah, 3(1).
Marsudi, M. S., & Zayadi, Z. (2021). Gerakan Progresif Muhammadiyah Dalam
Pembaharuan Pendidikan Islam Dan Sosial Keagamaan Di
Indonesia. MAWA IZH JURNAL DAKWAH DAN PENGEMBANGAN
SOSIAL KEMANUSIAAN, 12(2), 160-179.
Mawardi, I., Hayati, N. N., Mudzakkir, M., & Sos, S. (2022). Internasionalisasi
Muhammadiyah: Sejarah dan Dinamika Pimpinan Cabang Istimewa
Muhammadiyah Luar Negeri 2002-2022. Samudra Biru.

18
Rohman, A. N. (2021). Hukum Islam dan Perubahan Sosial: Dinamisasi
Perkembangan Metode Ijtihad Muhammadiyah. Syakhsia: Jurnal Hukum
Perdata Islam, 22(1), 85-98.
Sari, R. W., & Kuswono, K. (2022). Perkembangan Cabang Muhammadiyah Metro
Pusat Bidang Dakwah Pendidikan Tahun 2006-
2019. SWARNADWIPA, 4(1).
Suryani. (2022). Sejarah Muhammadiyah.Makalah Sps Pendidikan Matematika
Universitas Muhammadiyah Prof. Uhamka.
Zainudin, Z. (2022). Islam Berkemajuan “Tela’ah Perkembangan Pemikiran Islam
Muhammadiyah” (Doctoral Dissertation, Universitas Islam Negeri Raden
Fatah Palembang).

19

Anda mungkin juga menyukai