Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KELOMPOK 1

“Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam Yang Berwatak Tajrid Dan Tajdid”

Dosen Pengampu : Budi Setyono S.Pd M.Pd

Di susun oleh :

1. Ahmad Bustanul Arifin (C2A020096)


2. Arif Suhandani (C2A020099)
3. Muh Dimas Yoga Aditya (C2A020052)
4. Rama Priya Lelana Rsoyidani (C2A020051)
5. Achmad Fauzi (C2A020097)
6. Niky indra setiawan (C2A020054)

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

TAHUN 2021-2022

I
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik,
dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam
Yang Berwatak Tajrid Dan Tajdid”. Meskipun masih banyak kekurangan didalamnya.

Dan juga berterima kasih atas beberapa pihak yang telah membantu dan memberi tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan
kita mengenai kemuhammadiyahan sebagai gerakan islam yang berwatak tajrid dan tajdid dan beberapa
hal yang bersangkutan dengan materi tersebut. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah
ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu kami berharap adanya kritik, saran,
dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semarang, 8 November 2021

Kelompok 1

II
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................ii

Daftar Isi ..........................................................................................................iii


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………………………………………………………………………………………………………………....4

B. Rumusan Masalah………………………………………………………………………………………………………………....4

C. Tujuan Penulisan…………………………………………………………………………………………………………………... 5

D. Sistematika Penulisan…………………………………………………………………………………………………………....5

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Tajdid Dan Tajrid……………………………………………………………………………………………….....6

B. Model Tajrid Dan Tajdid Muhammadiyah………………………………………………………………..…………. 7

C. Model Gerakan Keagamaan Muhammadiyah……………………………………………………………………….8

D. Makna Gerakan Keagamaan Muhammadiyah……………………………………………………………………......9

E. Gerakan Tajdid Pada 100 Tahun Kedua Muhammadiyah…………………………………………………….....10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………………………………………………………………………..…. 13

B. Saran……………………………………………………………………………………………………………………………………….13

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..........13

III
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sudah semakin maju dan berkembang pesat pelan tapi
pasti mempengaruhi pola pikir dan perilaku kehidupan hingga jauh dari nilai- nilai keislaman dan
Kemuhammadiyahan. Akibatnya, tidak mengetahui sejarah, ajaran dan perkembangan Muhammadiyah.
Mereka seakan-akan menikmati kemajuan teknologi sampai pada akhirnya lupa sejarah perjuangan dan
ajaran Muhammadiyah dari awal kemunculannya sampai sekarang.

Kemuhammadiyahan merupakan mata kuliah yang dipelajari di setiap perguruan tinggi Muhammadiyah.
Dari Kemuhammadiyahan ini diharapkan setiap Mahasiswa dapat mengetahui ajaran organisasi
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Gerakan dakwah yang
dilakukan Muhammadiyah tidak hanya dengan menyampaikan ceramah di masjid atau mushalla, namun
Muhammadiyah melakukan pembaharuan dari aspek gerakannya yaitu dengan dakwah bil hal (dakwah
dengan perbuatan) nyata yang mampu menembus dan menyelesaikan problem permasalahan yang sedang
dihadapi umat, baikberkaitan dengan masalah akidah, ibadah, akhlak dan muamalah.

Muhammadiyah terus mengembangkan sayapnya demi kemajuan Islam, yakni dengan melakukan dakwah
dalam bidang sosial, ekonomi, politik, kesehatan, pendidikan dan perberdayaan terhadap kaum
perempuan yang memiliki peranan yang strategis dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara. Berdasarkan uraian tersebut, betapa pentingnya pembahasan kemuhammadiyahan dalam
menerapkan nilai-nilai keteladan yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan dan pemahaman keislaman
Muhammadiyah dalam masalah akidah, ibadah, akhlak dan Muamalah duniawiyah.

B. Rumusan Masalah

Adapun masalah dalam makalah ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Jelaskan pengertian Tajrid dan Tajdid?

2. Jelaskan model Tajrid dan Tajdid Muhammadiyah?

3. Jelaskan model gerakan keagamaan Muhammadiyah?

4
4. Jelaskan makna gerakan keagamaan Muhammadiyah?

5. Jelaskan gerakan Tajdid pada 100 tahun kedua Muhammadiyah?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:

1. Menjelaskan pengertian Tajrid dan Tajdid

2. Menjelaskan model Tajrid dan Tajdid Muhammadiyah

3. Menjelaskan model gerakan keagamaan Muhammadiyah

4. Menjelaskan makna gerakan keagamaan Muhammadiyah

5. Menjelaskan gerakan Tajdid pada 100 tahun kedua Muhammadiyah

D. Sistematika Penulisan

Sistematika Penulisan Makalah ini, yaitu :

Bab I Pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penulisan serta
sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan teori terdiri dari penjelasan pengertian tajdid dan tajrid, model tajrid dan tajdid
muhammadiyah, model gerakan keagamaan muhammadiyah, makna gerakan keagamaan
muhammadiyah, gerakan tajdid pada 100 tahun kedua muhammadiyah.

Bab III Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran.

5
BAB II

TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Tajdid Dan Tajrid

1. Pengertian Tajrid

Tajrid secara bahasa berasal dari kata “JarradaYujarridu-Tajridan” yang bermakna asli, murni (tidak ada
tambahan dan pengurangan). Tajrid bisa berarti sesuatu yang terkelupas seperti kulit terkelupas dari
pohonnya hingga menjadi bersih, melepaskan pakaian, dan semisalnya hingga tidak berpakaian,
melepaskan rambut dari kulitnya dan sebagainya. Abdurrahman Hasan Habannakah al-Mairani, al-
Balaghah alArabiyyahUsusuha wa Ulumuha wa Fununuha (Damsyiq: Dar al-Qalam, 1996), juz 1, 792.
Tajrid dalam bahasa Indonesia berarti pemurnian sekalipun dimaksudkan adalah memurnikan hal-hal
yang bersifat khusus. Istilah ini dipopulerkan oleh Din Syamsuddin dalam bukunya “Muhammadiyah
untuk Semua”. Dikatakan bahwa Muhammadiyah berada antara tajrid dan tajdid. Dalam ibadah kita harus
tajrid, hanya ikut kepada Nabi Muhammad SAW dan tidak ada pembaharuan, sedangkan dalam
muamalah kita harus tajdid, yakni melakukan modernisasi dan pembaharuan.

Islam berkemajuan yang dimaksud oleh Muhammadiyah adalah Islam yang tidak sekadar muncul dalam
nilai ibadah semata, tetapi menjadi penyeimbang antara pemurnian dan kemajuan. Misalnya, sholat harus
dilakukan dengan penghayatan dan pemaknaan sekalipun singkat. Karena itu, Muhammadiyah
menghendaki agar ada keseimbangan antara pemurnian (yang bersifat) dengan kemajuan (muamalah).
Sedangkan secara istilah adalah seorang mutakallim mencabut ucapannya dari perkara yang memiliki satu
sifat atau lebih dengan perkara yang lainyang memiliki satu sifat atau beberapa sifat berdasarkan cara
yang mubalaghah (yang jelas, dan benar) Abdurrahman Hasan Habannakah al-Mairani, al-Balaghah
alArabiyyahUsusuha wa Ulumuha wa Fununuha.., hlm. 792.. Dengan kata lain, bahwa tajrid adalah
mengembalikan dan memurnikan segala sesuatu yang berkaitan dengan masalah akidah dan ibadah
kepada ajaran yang sesuai dengan al-Qur’an dan al- Sunnah al-Maqbulah.

2. Pengertian Tajdid

At-Tajdid menurut bahasa, maknanya berkisar pada menghidupkan, membangkitkan dan mengembalikan.
Makna-makna ini memberikan gambaran tentang tiga unsur yaitu keberadaan sesuatu kemudian hancur
atau hilang kemudian dihidupkan tanpa kecacatan.

Kata ini kemudian dijadikan jargon dalam gerakan pembaruan Islam agar terlepas dari Bid'ah, Takhayyul
dan Khurafat. Gerakan ini diilhami dari Muhammad bin Abdul Wahab di Arab Saudi dan Pemikiran Al-
Afghani yang dibuang di Mesir. Gerakan ini kemudian menjadi ruh dalam beberapa Organisasi seperti
Sarekat Islam, Muhammadiyyah dan Al-Irsyad juga Persatuan Islam di Jawa. Gerakan ini pula pernah
menjadi ruh perjuangan Tuanku Imam Bonjol dalam menggerakkan kaum Paderi. Gerakan ini kemudian
mengalami Kanter dari Akademisi Jawa Kejawen yang kemudian menggabungkan diri dalam Budhi
Oetomo dan Ulama Jawa yang bergabung dalam Nahdhatul Ulama. Meski gerakan ini kini sudah mulai

6
melemah, tetapi semangatnya kini terus diwariskan pada generasi berikutnya hingga muncullah Jaringan
Islam Liberal yang memiliki visi Tajdid ini meski kemudian ditentang oleh para Tokoh ummat Islam
yang aktif dalam Organisasi yang dulunya mengusung ruh Tajdid.

Sedangkan secara istilah ada beberapa kalangan yang mendefinisikan sebagai berikut:

a. Syamsul Anwar, Tajdid dibagi menjadi dua pengertian, yaitu: Syamsul Anwar, Manhaj Tarjih dan
Metode Penetapan Hukum dalam Tarjih Muhammadiyah, Makalah disampaikan pada Acara Pelatihan
Kader Tarjih Tingkat Nasional Tanggal 26 Safar 1433 H / 20 Januari 2012 di Universitas Muhammadiyah
Magelang, hlm. 2-3.

1) Tajdid dalam bidang akidah dan ibadah adalah pemurnian, maksudnya mengembalikan akidah dan
ibadah kepada kemurniannya sesuai dengan Sunnah Nabi SAW. Tajdid dalam ibadah berarti menggali
tuntunannya sedemikian rupa dari sunnah Nabi SAW untuk menemukan bentuk yang paling sesuai atau
paling mendekati sunnah beliau dengan tidak mengurangi adanya tanawwu’ dalam masalah ibadah,
sepanjang memang mempunyai landasannya yang jelas dalam sunnah. Misalnya, variasi bacaan do’a
iftitah dalam sholat yang menunjukkan bahwa Nabi SAW sendiri melakukan secara bervariasi. Varian
ibadah yang tidak didukung oleh sunnah menurut Tarjih tidak dapat dipandang praktik ibadah yang bisa
diamalkan. Sedangkan tajdid dalam bidang akidah adalah pemurnian, berarti melakukan pengkajian untuk
membebaskan akidah dari unsur-unsur khurafat dan takhayul.

2) Tajdid dalam bidang muamalat duniawiyah adalah mendinamisasikan kehidupan masyarakat dengan
semangat kreatif sesuai tuntutan zaman. Maksudnya mendinamisasikan kehidupan masyarakat sesuai
dengan capaian kebudayaan yang dicapai manusia di bawah semangat dan ruh al-Quran dan sunnah.
Bahkan dalam aspek ini beberapa norma di masa lalu dapat berubah bila ada keperluaan dan tuntutan
untuk berubah. Misalnya, pada zaman dahulu untuk menentukan masuknya bulan kamariah baru,
khususnya Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah, digunakan rukyat sesuai dengan hadis-hadis rukyat di mana
Nabi SAW memerintahkan untuk melakukan rukyat. Namun pada zaman sekarang rukyat tidak lagi
digunakan melainkan dengan metode hisab, sebagaimana dipraktekkan oleh Muhammadiyah. Contoh
lain, di masa lalu perempuan tidak boleh menjadi pemimpin karena hadis Abu Bakrah yang melarangnya,
maka di zaman sekarang terjadi perubahan ijtihad hukum di mana perempuan boleh menjadi pemimpin
sebagaimana ditegaskan dalam Putusan Tarjih tentang Adab al-Mar’ah fi al-Islam.

B. Model Tajrid Dan Tajdid Muhammadiyah

Ada beberapa model atau karakteristik tajrid dan tajdid Muhammadiyah adalah sebagai berikut:

1. Konkrit dan produktif, yaitu melalui amal usaha yang didirikan, hasilnya konkrit dapat dirasakan dan
dimanfaatkan oleh umat Islam, bangsa Indonesia dan umat manusia di seluruh dunia. Suburnya amal salih
di lingkungan aktivis Muhammadiyah ditujukan pada komunitas Muhammadiyah, bangsa dan kepada
seluruh umat manusia di dunia dalam rangka rahmatan lil Alamin.

7
2. Tajdid Muhammadiyah bersifat terbuka. Keterbukaan adalah Muhammadiyah mampu mengantisipasi
perubahan dan kemajuan di sekitarnya dengan amal usahanya yang dapat dimasuki dan dimanfaatkan
oleh siapa pun, seperti sekolah-sekolah, kampus, lembaga ekonomi, dan usaha atau jasa.

3. Tajdid sangat fungsional dan selaras dengan cita-cita Muhammadiyah untuk menghadirkan Islam
sebagai agama yang berkemajuan, dan juga berkebajikan yang senantiasa hadir sebagai pemecah problem
yang dihadapi umat, seperti masalah kesehatan, pendidikan dan sosial ekonomi.

Dengan demikian tajdid dalam bidang muamalah berbasis pada upaya dinamisasi, kolaborasi, berbasis
pada perubahan menuju capaian prestasi yang berkualitas. Suatu saat nanti apa yang diusahakan
Muhammadiyah hendaknya tampil menjadi pusat-pusat keunggulan, seperti sekolah, rumah sakit,
perguruan tinggi, lembagalembaga ekonomi. Sementara itu, tajdid dalam bidang akidah dan ibadah
mahdhah bukan bermakna dinamisasi, tetapi tajdid berwajah tajrid, yaitu purifikasi atau pemurnian ajaran
Islam. Artinya, masalah akidah dan ibadah mahdhah hanya mencukupkan pada apa yang ada dalam al-
Qur’an dan hadis Nabi SAW.

C. Model Gerakan Keagamaan Muhammadiyah

Terdapat tiga model gerakan yang mewujud menjadi modal gerakan yaitu Muhammadiyah sebagai
gerakan Islam, Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar, Muhammadiyah
sebagai gerakan tajdid.

Pada dasarnya, Muhamadiyah telah menggagas mengenai penguatan basis gerakan, sejak awal berdirinya.
Bahkan dalam Muktamar pada tahun 1970-an telah diputuskan untuk menggalang jama’ah dan dakwah
jamaah (GJDJ). Hanya saja, gagasan tersebut belum ter- implementasi secara maksimal dalam aktivistas
gerakan organisasi. Kesadaran yang sama muncul pada Muktamar ke 46 Yogyakarta dengan adanya
program revitalisasi cabang dan ranting serta pembentukan Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting
(LPCR), sebagai respons atas kondisi global dan tantangan yang dihadapi.

Kesadaran untuk memperhatikan masyarakat di akar rumput merupakan kelanjutan dari spirit perubahan
formasi sosial dengan terlibat dalam penguatan kesadaran sosial, politik, ekonomi dan ideologi, kini
terkooptasi oleh kecenderungan kapitalistik, birokrasi, politisasi yang berlangsung secara massif pasca
Orde Baru. Dan terakhir, beberapa dekade yang lalu, telah dirumuskan pembinaan Jamaah, keluarga
sakinah, dan qaryah thoyyibah untuk memperkuat basis gerakan.

Gerakan keagamaan Muhammadiyah tidak bisa dipisahkan dari pendirinya yakni KH. Ahmad Dahlan.
Sesuai dengan sikap dan pendiriannya, KH. Ahmad Dahlan lebih suka mewujudkan gagasan dan pokok
pikirannya melalui tindakan nyata atau gerakan pembicaraan dan tulisan. Pada awal perjalanannya,
Muhammadiyah sangat miskin dengan rumusan formal mengenai apa yang menjadi gagasan dan pokkok-
pokok pikiran yang ingin diperjuangkan dan diwujudkan. Rumusan formal hanya ditemukan dalam
Anggaran Dasar atau statuta Muhammadiyah. Oleh karenanya, tindakan atau model gerakan keagamaan
yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan adalah sebagai berikut:

8
1. Kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah melalui gerakan pemurnian dalam bidang akidah dan ibadah
mahdhah. Dalam bidang muamalah duniawi, Muhammadiyah melakukan reinterpretasi akan al-Quran
dan sunnah untuk menyelaraskan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2. Melakukan gerakan dakwah dan tajdid yang bersifat pencerahan. Pencerahan (tanwir) diwujudkan
dalam gerakan pembaharuan pemahaman keagamaan, reformasi dengan sistem pendidikan Islam.
Pengembangan pranata pelayanan sosial dan pemberdayaan masyarakat berbasis penolong kesengsaraan
umum, memajukan peranan perempuan muslim (Aisyiyah) di ranah publik, pengorganisasian zakat dan
haji, merintis taman pustaka dan publikasi, tabligh (penyampaian) yang mencerdaskan, dan
mengembangkan amaliah islami yang memajukan kehidupan. Di Indonesia, Muhammadiyah telah
berkiprah untuk pergerakan kebangkitan bangsa, meletakkan fondasi negara yang berlandaskan Pancasila
dan UUD 1945, menegakkan Negara Repubrik Indonesia agar tetap berada dalam koridor konstitusi dan
cita-cita kemerdekaan, melakukan kerja - kerja kemasyarakatan dan usaha - usah modernisasi sosial untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Muhammadiyah menjadi pilar penting kekuatan masyarakat madani
(civil society) dan memplopori lahir era baru Indonesia dengan demkratis, menghargai hak asasi manusia,
dan berwawasan kemajemukan.

3. Membentuk dan memberdayakan organisasi otonom Muhammadiyah sebagai salah satu aset sumber
daya manusia dalam rangka bahu membahu demi tercapainya tujuan Muhammadiyah.

4. Mengkaji kembali model dan semangat yang dilakukan oleh generasi awal Muhammadiyah.

D. Makna Gerakan Keagamaan Muhammadiyah

Secara harfiah ada perbedaan antara kata “gerak, “gerakan”, maupun “pergerakan”. Gerak adalah
perubahan sesuatu materi dari tempat yang satu ke tempat lainnya, gerakan adalah perbuatan atau keadaan
bergerak, sedangkan pergerakan adalah usaha atau kegiatan. Pergerakan identik dengan kegiatan dalam
ranah sosial. Dengan demikian, kata gerakan atau pergerakan mengandung arti, unsur, dan esensi yang
dinamis tidak statis.

Muhammadiyah merupakan organisasi pergerakan. Kader muhammadiyah di tuntut untuk selalu bergerak
dalam menyebar syariat islam yang terinspirasi dari surat Al-Imran ayat 104. Muhammadiyah bukanlah
gerakan sosial-keagamaan yang biasa. Tetapi sebagai gerakan Islam, pergerakan organisasi terkait erat
dengan perkembangan agama Islam di Nusantara. Tidak hanya bergerak, karena setiap dakwah yang
disampaikan dan disebarkan harus berdasarkan bingkai petunjuk ajaran agama Islam. Islam tidak
terbangun sebagai asas formal (teks), tetapi menjiwai, melandasi, mendasari, mengkerangkai,
memengaruhi, menggerakan dan menjadi pusat orientasi dan tujuan. Tidak sekadar meng-Islam KTP,
menjadikannya slogan dan simbolik belaka, tetapi menjadikannya jalan dan ruh kehidupan.

Inilah Islam yang modern, Islam yang melintasi batas-batas kaku tradisional dan budaya, Islam yang
senantiasa melangkah maju ke depan. Sebagaimana semangat dasar gerakan Muhammadiyah dalam
menyebarkan panji-panji agama Islam dan menghadapi pergolakan arah global dunia.

9
Oleh karena itu, aktor-aktor gerakan dakwah wajib masuk dalam lingkaran organisasi agar dapat
terorganisir dan memiliki power yang kuat. Sehingga, kelelahan dan keteteran dalam menyebarkan nilai-
nilai keIslaman dapat teratasi sejak dini dan secara organisatoris. Dalam hal ini, para pendahulu
Muhammadiyah memaknainya dengan kaidah fiqhiyah “ma layatim al-wajib Illa bihi da huma wajib.”
Artinya: organisasi menjadi wajib adanya, karena keniscayaan dakwah memerlukan perangkat-perangkat
organisasi

Di sisi lain, Muhammadiyah bertujuan untuk mencetak ummat terbaik atau ummat yang unggul.
Sebagaimana pokok pikiran keenam Anggaran Dasar Muhammadiyah. Disebutkan bahwa: “organisasi
adalah satu-satunya alat atau cara perjuangan yang sebaik - baiknya.” Ciri-cirinya adalah:

1. Muhammadiyah adalah subjek atau pemimpin, dan masyarakat semuanya adalah objek atau yang
dipimpinnya

2. Lincah (dinamis), maju (progresif), selalu dimuka dan militant

3. Revolusioner

4. Mempunyai pemimpin yang kuat, cakap, tegas dan berwibawa, dan

5. Mempunyai organisasi yang susunannya lengkap dan selalu tepat atau up to date (PP Muhammadiyah,
Manhaj Gerakan Muhammadiyah, 2000; 19-30).

E. Gerakan Tajdid Pada 100 Tahun Kedua Muhammadiyah

Gerakan pemikiran Muhammadiyah abad ke-2 adalah berkomitmen kuat untuk melakukan gerakan
pencerahan. Gerakan Pencerahan merupakan praksis Islam yang berkemajuan untuk: Membebaskan,
memberdayakan, dan memajukan kehidupan. Tujuan Gerakan pencerahan dihadirkan adalah untuk
memberikan jawaban terhadap problem - problem kemanusiaan sepertikemiskinan, kebodohan,
ketertinggalan, dan persoalan - persoalan lainnya yang bercorak struktural dan kultural. Selain itu,
gerakan pencerahan bertujuan untuk menjawab:

1. Kekeringan ruhani, krisis moral, kekerasan, terorisme, konflik, korupsi, kerusakan ekologis, dan
bentukbentuk.

2. Kejahatan kemanusiaan.

3. Berkomitmen untuk mengembangkan relasi sosial yang berkeadilan tanpa diskriminasi.

4. Memuliakan martabat manusia laki-laki dan perempuan.

5. Menjunjung tinggi toleransi dan kemajemukan, dan

6. Membangun pranata sosial yang utama.

10
Gerakan pencerahan Muhammadiyah terus bergerak dalam mengemban misi dakwah dan tajdid untuk
menghadirkan Islam sebagai ajaran yang mengembangkan sikap moderat, membangun perdamaian,
menghargai kemajemukkan, menghormati harkat dan martabat kemanusiaan baik laki - laki maupun
perempuan, mencerdaskan kehidupan bangsa, menjunjung tinggi akhlak mulia, dan memajukan
kehidupan umat manusia. Muhammadiyah dalam hal melakukan gerakan pencerahan berikhtiar
mengembangkan strategi dari revitalisasi (penguatan kembali) ke transformasi (perubahan dinamis) untuk
melahirkan amal usaha dan aksi-aksi sosial kemasyarakatan yang memihak kaum dhu’afa dan
mustadh’afin serta memperkuat civil society (masyarakat madani) bagi kemajuan dan kesejahteraan
bangsa. Muhammadiyah mengembangkan pendidikan sebagai strategi dan ruang kebudayaan bagi
pengembangan potensi dan akal-budi manusia secara utuh. Sementara pembinaan keagamaan semakin
dikembangkan pada pengayaan nilai-nilai aqidah, ibadah, akhlak, dan mu’amalat - dunyawiyah yang
membangun keshalehan individu dan sosial yang melahirkan tatanan sosial baru yang lebih relijius dan
humanistik.

Gerakan pencerahan Muhammadiyah memaknai dan mengaktualisasikan jihad sebagai ikhtiar


mengerahkan segala kemampuan (badlul-juhdi) untuk mewujudkan kehidupan seluruh umat manusia
yang maju, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat. Jihad dalam pandangan Muhammadiyah bukanlah
perjuangan dengan kekerasan, konflik, dan permusuhan.

Muhammadiyah 100 tahun kedua, diharapkan mampu melangkah dengan pandangan dan strategi yang
lebih tepat sasaran dan mencapai keberhasilan dalam mewujudkan visi dan tujuannya, baik tujuan jangka
menengah dan jangka panjang, maupun tujuan ideal yakni terbentuknya masyarakat Islam yang sebenar-
benarnya.

Untuk mencapai tujuan yang ideal ini, diperlukan transformasi baru dalam aktualisasi gerakannya di
berbagai bidang kehidupan. Disinilah pentingnya aktualisasi ideologi medernisme - reformasi Islam
dalam gerakan dakwah dan tajdid gelombang kedua yang diperlukan Muhammadiyah. Melalui potensi
dan modal sebagai gerakan pencerahan, Muhammadiyah diharapkan terus berkiprah untuk pencerahan
dan kemajuan bangsa, serta mampu menjadikan gerakan Islam kosmopolitan yang membawa Islam
sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Selain transformasi dalam aktualisasi gerakan, juga transformasi di bidang pemikiran, pendidikan,
kesehatan, ekonomi, dan usaha-usaha lain yang bersifat unggul dan terobosan, Muhammadiyah dituntut
untuk terus berkiprah dengan inovatif. Dengan demikian transformasi dakwah dan tajdid, yakni
melakukan perubahan-perubahan pandangan dan strategi dakwah dan tajdid lebih mendasar sebagai
alternatif.

Sejumlah tawaran bagi Muhammadiyah dalam melakukan reorientasi terhadap gerakan tajdid yang
diperankannya. Jalaluddin Rahmat pernah menawarkan formulasi Tauhid Sosial sebagaimana gagasan Dr.
M. Amien Rais sebagai blueprint (cetak biru) tajdid Muhammadiyah jilid dua. Ahmad Syafii Maarif
menawarkan Muhammadiyah sebagai gerakan ilmu untuk melangkah ke depan di tengah pergulatan
pemikiran Islam dan tantangan besar yang demikian kompleks saat ini.

Nurcholish Madjid secara isyarat memberikan catatan agar gerakan-gerakan Islam modernis seperti
Muhammadiyah memperkaya khazanah keilmuan dan pemikiran agar “kunci” metodologis yang selama

11
ini kuat dimiliki dilengkapi dengan kekayaan materi pemikiran baik yang bersifat pemikiran Islam klasik
maupun kontemporer.

Tawaran-tawaran pemikiran tersebut berangkat dari penilaian bahwa gerakan Islam modern seperti
Muhammadiyah selama ini cenderung terlalu ad-hoc, kaya amal tetapi kering pemikiran, dan kehilangan
daya transformasionalnya di tengah perubahan dan perkembangan zaman yang sarat kompleksitas
masalah dan tantangan sebagaimana kritik kaum noemodernisme terhadap modernisme.

Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid, M. Syamsul Anwar juga memberikan tawaran bahwa kini tajdid
Muhammadiyah memerlukan pengembangan dari paradigma tajdid juz’i- ‘alami (pembaruan praksis
amaliah) ke tajdid usuli-nazari (pembaruan pemikiran yang lebih mendasar).Dalam konteks ini secara
sistemik tentu saja keseluruhan pengembangan pemikiran tajdid itu berada dalam bingkai dan legalitas
organisasi, bukan bersifat perseorangan kecuali untuk wacana dan pengembangan wawasan pemikiran.

Tajdid Muhammadiyah bersifat jama’iy atau kolektif, tetapi tentu saja memerlukan etos ijtihad dan sistem
yang lebih dinamis agar tidak mengalami kelambanan dan tidak terperangkap pada posisi statis.
Sedangkan berbagai variasi dan pengembangan wacana pemikiran sebaiknya diberi ruang yang lebih
longgar agar tradisi pemikiran terus berkembang, tentu saja disertai sikap tasamuh dan memiliki
pertanggungjawaban intelektual yang tinggi.

Keberhasilan Muhammadiyah melangkah melintasi zaman menuju 100 tahun kedua, karena potensi dan
modal dasar yang dimiliki sebagai gerakan pencerahan. Melalui gerakan pencerahan yang membawa misi
dakwah dan tajdid yang membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan di tengah dinamika
abad modern yang sarat tantangan.

12
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Tajdid adalah mengembalikan ajaran agama islam kembali kepada Al-Quran dan As- Sunnah, karena
sekarang ini ajaran islam mengalami penyimpangan dan percampuran dengan pemahaman yang bukan
berasal dari islam, sedangkan tajrid beratri pengosongan, pengungsian, pengupasan, pelepasan atau
pengambil alihan. Tajdid dalam Muhammadiyah mengalami perubahan yang sangat beratri. Tajdid dalam
Muhammadiyah pada tatanan praktis dan gerakan aksi yang mengarah pada pemurnian akidah dan
ibadah, sebagai reaksi terhadap penyiimpangan yang dilakukan oleh umat islam.

B. Saran

Saran kami sebagai mahasiswa Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur agar

lebih memahami tentang kemuhammadiyahan, serta sebagai gerakan Islam yang berwatak Tajrid dan
Tajdid. Dan menghidupkan mempertahankan nilai-nilai Islami di masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Rohmansyah,(2017).kuliahkemuhammadiyahan.Yogyakarta:LembagaPenelitian, Publikasi dan


Pengabdian Masyarakat (LP3M) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/16234/KEMUHAMM ADIYAHAN.pdf?
sequence=1&isAllowed=ydiaksespadatanggal25 September 2019.

Rafhaulfa,(2016).MakalahKemuhammadiyahanSebagaiGerak.
http://rafhaulfa.blogspot.com/2016/08/makalah-kemuhammadiyahan-sebagai- gerakan.html

13

Anda mungkin juga menyukai