Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN YANG BERWATAK


TARJIH DAN TAJDID
Di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kemuhammadiyahan
Dosen Pengampu : Drs. San Susilo, MM.

Di Susun Oleh :

RISA NUR ANDINI


(203223011)
PMTK 3

STKIP MUHAMMADIYAH KUNINGAN


Jl. R.A Moertasiah Soepomo No. 28B Kuningan 45511
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“ Muhammadiyah Sebagai Gerakan Yang berwatak Tarjih dan Tajdid"
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Kemuhammadiyahan.
Selesainya makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, Oleh karena itu melalui
kesempatan yang baik ini kami mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Bapak Drs. San Susilo, MM. Selaku dosen pembimbing mata kuliah
Kemuhammadiyahan
2. Orang tua kami yang selalu membantu dalam moral maupun material.
3. Serta teman-teman yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Semoga segala jasa, kebaikan serta bantuan yang telah diberikan kepada kami akan
mendapatkan karunia dari Allah SWT.Kami menyadari tiada manusia yang sempurna di
dunia ini, karena itu pasti ada kekurangan-kekurangan. Kami tidak lepas dari kekurangan-
kekurangan itu, sehingga apa yang tertulis dalam makalah ini masih jauh dari sempurna.
Karena itu merupakan kebanggaan dari kami apabila ada kritik maupun saran dari manapun
datangnya akan kami terima dengan ketulusan hati. Tak ada gading yang tak retak, tak ada
mawar yang tak berduri.Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi seluruh pembaca.

Kuningan, November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. I


DAFTAR ISI ................................................................................................................. II

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1


A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 1
C. Tujuan ....................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 2


A. Pengertian Tarjih dan Tajdid ...................................................................................... 2
B. Model Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah ................................................................... 4
C. Model dan Makna Gerakan Keagamaan Muhammadiyaha .......................................... 7
D. Makna Gerakan Keagamaan Muhammadiyah ............................................................. 9
E. Gerakan Tajdid pada 100 tahun kedua .............................................................................. 10

BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 13


A.Kesimpulan ................................................................................................................. 13
B.Saran ........................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 14


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Modernitas muhammadiyah lahir sebagai respon atas sejarah, pukan spontanitas.
Ketika rakyat tenggelam dalam kemiskinan dan kebodohan semasa rezim kolonial,
muhammadiyah lahir dengan banyak respon; pendidikan modern dan mengembangkan
spirit PKO ( Pertolongan Kesengsaraan Oemoem) ketika massyarakat teklena dalam
tradisional dan pencampuradukan ajaran agama, muhammadiyah memberikan wacana
dan spirit baru, tajdid dan purifikasi.
Muhammadiyah sebagai gerakan islam merumuskan gerakan pembaharuannya dalam
bentuk purifikasi dan dinamisasi. Purifikasi didasarkan pada sumsi bahwa kemunduran
umat islam terjadi karena umat islam tidak mengembangkan aqidah islam yang benar,
sehingga harus dilakukan purifikasi dalam bidang aqidah-ibadah dengan teori “ segala
sesuatu dalam ibadah madlah dilaksanakan bila ada perintah dalam Al-Qur’an dan
Hadist” sedangkan dinamisasi dilakukan dalam bidang muamalah, dengan melakukan
gerakan modernisasi sesuai dengan teori “ segala sesuatu boleh dikerjakan selama tak ada
larangan dala Al-qur’an dan Hadist”.
Muhammadiyah dalam gerakan pembaharuannya di lakukan bersamaan antara
gerakan purifikasi dengan gerakan muamalah. Purifikasi dalam bidang aqidah yang
dilakukan oleh muhammadiyah adalah aqidah yang memiliki keterkaitan dengan aspek
sosial kemasyarakatan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian tajdid dan tajrid ?
2. Bagaimana Model tajrid dan tajdid Muhammadiyah
3. Bagaimana Model gerakan keagamaan Muhammadiyah
4. Apa Makna gerakan keagamaan Muhammadiyah
5. Apa Gerakan tajdid pada 100 tahun kedua
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah
 Mampu menjelaskan pengertian tajrid dan tajdid
 Mampu menjelaskan model tajrid dan tajdid Muhammadiyah
 Mampu memahami model dan makna gerakan keagamaan Muhammadiyah
 Mampu menjelaskan gerakan tajdid pada 100 tahun kedua

D. Manfaat
Adapun yang manfaat dari makalah ini yaitu memberikan penjelasan kepada mahasiswa
mengenai, tajrid dan tajdid,model tajrid dan tajdid Muhammadiyha,model dan makna
gerakan keagamaan Muhammadiyah, Mampu menjelaskan gerakan tajdid pada 100 tahun
kedua

BAB II
ISI

1
A. Pengertian Tajdid dan Trajih
1. Pengertian Tajdid
Istilah tajdid berasal dari bahasa Arab yaitu jaddada, yang berarti memperbaharui atau
menjadikan baru. Dalam kamus Bahasa Indonesia tajdid berarti pembaruan, modernisasi atau
restorasi.
Secara bahasa (etimologi) tajdid memiliki makna pembaharuan dan pelakunya disebut
mujaddid (pembaharu). Sedangkan dalam pengertian istilah (terminology), tajdid berarti
pembaharuan terhadap kehidupan keagamaan, baik dalam bentuk pemikiran ataupun gerakan,
sebagai respon atau reaksi atas tantangan baik internal maupun eksternal yang menyangkut
keyakinan dan sosial umat (Ibnu Salim dkk: 1998:1).
Dalam pengertian lain, tajdid adalah upaya untuk memperbaharui interpretasi-
interpretasi atau pendapat-pendapat ulama terdahulu terhadap ajaran-ajaran dasar Islam, atas
dasar bahwa ajaran tersebut sedah tidak relevan dengan tuntutan dan perkembangan zaman.
Oleh karena itu, tajdid adalah usaha yang kontinyu dan dinamis, sebab selalu berhadapan dan
beinteraksi dengan historisitas kehidupan manusia.
Dalam konteks Muhammadiyah, tajdid bertujuan untuk menghidupkan kembali ajaran
al-Qur'an dan Sunnah dan memerintahkan kaum muslimin untuk kembali kepadanya. Adapun
yang masih merupakan rumpun tajdid dalam perspektif Muhammadiyah adalah seperti
diurakan oleh beberapa tokoh Muhammadiyah sebagai berikut: Pertama, K.H. Azhar basyir
menyebutkan bahwa Muhammadiyah bertujuan memurnikan ajaran al-Qur'an dan Sunnah
dari praktek-praktek takhayul, bid’ah dan khurafat yang dianggap syirik.
Dengan kata lain, Muhammadiyah berkepentingan mengusung Islam murni (Lihat
Azhar Basyir: 1993: 255-257). Kedua Syafi’i Ma’arif menyebutkan bahwa Muhammadiyah
mentahbihkan dirinya sebagai gerakan non-mazhab, dinamisasi di tengah-tengah arus utama
umat Islam yang terkungkung dalam belenggu mazhab (Syafi’i Ma’arif 1997: 133). Dan
Ketiga, K. H. Suja inti dari pendirian Muhammadiyah sebagai jawaban terhadap surat al-
Maun yang dikaitkan dengan pembebasan kaum tertindas. (Q.S. Al-Anfal: 24) (Sukrianto AR
1990: 43)
Apa yang dimaksud dengan tajdîd dalam Muhammadiyah dan bagaimana
perkembangannya selama satu abad pertama? Kedua persoalan ini perlu dianalisis
berdasarkan periodesasi dan kurun waktu yang telah ada. Secara garis besar, perkembangan
tajdid dalam Muhammadiyah dapat dibedakan menjadi tiga pase, yakni pase aksi-reaksi,
konsepsionalisasi dan pase rekonstruksi. Ketika Muhammadiyah didirikan, para tokoh
Muhammadiyah, termasuk K.H. Ahmad Dahlan, belum memikirkan landasan konseosional
dan teoritis tentang apa yang akan dilakukannya. Yang terjadi adalah, upaya mereka untuk
secara praktis dan pragmatis menyebarkan ajaran Islam yang baik dan benar sesuai dengan
tuntunan Rasulullah. Konsentrasi mereka difokuskan pada bagaimana praktek keagamaan
yang dilakukan masyarakat waktu itu disesuaikan dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah
di satu sisi, tapi juga memperhatikan tradisi agama lain, khususnya kristen, yang kebetulan
disebarkan oleh penjajah negeri iniAdapun rumusan tajdîd yang resmi dari Muhammadiyah
itu adalah sebagai berikut:

2
Dari segi bahasa, tajdid berarti pembaharuan, dan dari segi istilah, tajdîd memiliki dua
arti, yakni: a. pemurnian; b. peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang semakna
dengannya.
Dalam arti “pemurnian” tajdid dimaksudkan sebagai pemeliharaan matan ajaran Islam
yang berdasarkan dan bersumber kepada al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shohihah. Dalam arti
“peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang semakna dengannya”, tajdid
dimaksudkan sebagai penafsiran, pengamalan, dan perwujudan ajaran Islam dengan tetap
berpegang teguh kepada al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah.
Untuk melaksanakan tajdid dalam kedua pengertian istilah tersebut, diperlukan
aktualisasi akal pikiran yang cerdas dan fitri, serta akal budi yang bersih, yang dijiwai oleh
ajaran Islam. Menurut Persyarikatan Muhammadiyah, tajdid merupakan salah satu watak dari
ajaran Islam.
Yang diperbaharui adalah hasil pemikiran atau pendapat, dan bukan memperbarui atau
mengubah apa yang terdapat dalam al-Qur”an maupun al-Hadis. Dengan kata lain, yang
diubah atau diperbarui adalah hasil pemahaman terhadap al-Qur’an dan al-Hadis tersebut.

2. Pengertian Tarjih

Tarjih berasal dari kata “ rojjaha – yurajjihu- tarjihan “, yang berarti mengambil
sesuatu yang lebih kuat. menurut istilah ahli ushul fiqh adalah : Usaha yang dilakukan oleh
mujtahid untuk mengemukakan satu antara dua jalan ( dua dalil ) yang saling bertentangan ,
karena mempunyai kelebihan yang lebih kuat dari yang lainnya “
Tarjih dalam istilah persyarikatan ,sebagaimana terdapat uraian singkat mengenai “
Matan Keyakinan dan Cita-cita hidup Muhamadiyah “ adalah membanding-banding pendapat
dalam musyawarah dan kemudian mengambil mana yang mempunyai alasan yang lebih
kuat .
Tarjih secara etimologi berarti menguatkan. Konsep tarjih muncul ketika terjadinya
pertentangan secara lahir antara satu satu dalil dengan dalil lainnya yang sederajat dan tidak
bisa diselesaikan dengan cara al –jam’u wat taufiq. Dalil yang dikuatkan disebut rajih,
sedangkan dalil yang dilemahkan disebut dengan marjuh..
Dari pengertian di atas maka unsur-unsur yang ada dalam tarjih adalah :
a. Adanya dua dalil
b. Adanya sesuatu yang menjadikan salah satu itu lebih utama dari yang lain.
Tarjih bergerak dalam bidang pemurnian atau purifikasi. Sedangkan, tajdid adalah
reform atau pembaruan. Keduanya (tarjih dan tajdid), ibarat dua sisi mata uang yang saling
membutuhkan dan tak mungkin dipisahkan.Jika dilihat secara umum, tarjih lebih bersifat
masa lampau, sedangkan tajdid untuk masa depan.

3
B. Model Tajdid dan Tajrih muhammadiyyah

1. Model tajdid muhammadiyah

Pertama; kongkrit dan produktif, yaitu melalui amal usaha yang didirikan, hasilnya
kongkrit dapat dirasakan dan dimanfaatkan oleh umat Islam, bangsa Indonesia dan umat
manusia di seluruh dunia. Suburnya amal saleh di lingkungan aktivis Muhammadiyah
ditujukan kepada komunitas Muhammadiyah, bangsa dan kepada seluruh umat manusia di
dunia dalam rangka rahmatan lil alamin.
Kedua; tajdid Muhammadiyah bersifat terbuka. Maksud dari keterbukaan tersebut,
Muhammadiyah mampu mengantisipasi perubahan dan kemajuan di sekitar kita. Dari sekian
amal usahanya, rumah sakitnya misalnya, dapat dimasuki dan dimanfaatkan oleh siapapun.
Sekolah sampai kampusnya boleh dimasuki dan dimanfaatkan oleh siapa saja. Kalau
Muhammadiyah mendirikan lembaga ekonomi dan usaha atau jasa, maka yang menjadi
nasabah, partner dan komsumennya pun bisa siapa saja yang membutuhkan.
Ketiga; tajdid Muhammadiyah sangat fungsional dan selaras dengan cita-cita
Muhammadiyah untuk menjadikan Islam itu, sebagai agama yang berkemajuan, juga Islam
yang berkebajikan yang senantiasa hadir sebagai pemecah masalah-masalah (problem solv),
temasuk masalah kesehatan,pendidikan, dan masalah sosial ekonomi.
Dengan Demikian model Tajdid dibagi dalam tiga bidang, yaitu :
1) Bidang keagamaan
Pembaharuan dalam bidang keagamaan adalah penemuan kembali ajaran atau prinsip
dasar yang berlaku abadi, yang karena waktu lingkungan situasi dan kondisi mungkin
menyebabkan dasar-dasar tersebut kurang jelas dan tertutup oleh kebiasan dan pemikiran
tambahan lain.
Pembaharuan dalam bidang kaagamaan adalah memurnikan kembali atau mengembalikan
kepada aslinya, oleh karena itu dalam pelaksanaan agama baik yang menyangkut akidah atau
pun ibadah harus sesuai dengan aslinya, yang sebagai mana diperintahkan dalam Al-Qur’an
dan as sunah.
Dalam masalah akidah muhammadiyah bekerja untuk tegaknya akidah islam yang
murni, bersih dari gejala kemusyrikan, bid’ah dan curafat tanpa mengabaikan prinsip
toleransi menurut islam. Sedangkan dalam ibadah, muhammadiyah bekerja untuk tegaknya
ibadah tersebut sebagaimana yang dituntunkan Rasullah tanpa perubahan dan tambahan dari
manusia. Usaha permurnian yang dilakukan muhamaadiyah terhadap keadaan keagamaan
yang tampak dari serapan berbagai unsur kebudayaan yang ada di indonesia yaitu
Penentuan arah kiblat dalam sholat, yang sebelumnya mengarah tepat ke arah barat.
2. Bidang pendidikan
Dalam bidang ini Muhammadiyah mempelopori dan meyelenggarakan sejumlah
pembaharuan dan inovasi yang lebih nyata. Bagi Muhammdiyah pendidikan memiliki arti

4
yang penting dalam penyebaran ajaran islam, karena melalui bidang pendidikan pemahaman
tentang islam dapat diwariskan dan ditanamkan dari generasi kegenerasi.
Pembaharuan dari segi pendidikan memiliki dua segi yaitu
a. Segi cita-cita
Dari segi ini ingin membentuk manusia muslim yang baik budi, alim dalam agama, luas
dalam pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, dan bersidia berjuang untuk kemajuan
masyarakatnya.
b. Segi teknik pengajaran
Dari segi ini lebih banyak berhubungan dengan cara penyelenggaraan pengajaran.
Dengan mengambil unsur-unsur yang baik dari sistem pendidikan barat dan sistem
pendidikan tradisonal, muhammadiyah berhasil membangun sistem pendidikan sendiri.
Seperti sekolah model barat yang dimasukkan pelajaran agama didalamnya, sekolah agama
dengan menyertakan perlajaran umum.
Selain pembaharuan dalam pendidikan formal, Muhammadiyah juga telah mempebaharui
pendidika tradisional non formal yaitu pengajian. Dimana yang semula pengajarnya hanya
mengajar ngaji dan ibadah oleh muhammadiyah diperluas dan pengajian di sistematiskan dan
diarahkan pada masalah kehidupan sehari-hari.
Begitupula muhammadiyah telah mewujudkan bidang bimbingaan dan penyuluhan agama
dalam masalah-masalah yang diperlukan dan mungkin bersifat pribadi.

3. Bidang sosial masyarakat


Muhammadiyah merintis bidang sosial kemasyarakatan dengan mendirikan rumah
sakit, piklinik, panti auhan, rumah singgah, panti jompo, Pusat kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM), posyandu lansia yang dikelola melalui amal usahanya dan bukan secara individual
sebagai mana dilakukan orang pada umumnya. Usaha pembaharuan dalam bidang sosial
kemasyarakatan ditandai dengan didirikannya Pertolongan Kesengsaraan Oemoen (PKO)di
tahun 1923. Perhatian terhadap kesengsaraan orang lain merupakan kewajiban orang muslim,
sebagai perwujudan tuntunan agama yang jelas untuk ber amal ma’ruf dan juga sebagai
bentuk pengamalan firman Allah dalam surat Al-ma;un 107: 1-7
Yang artinya
“ Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama, itulah orang yang menghardik anak
yatim dan tidak menganjurkan memberi makanan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi
orang-orang yang shalat,(yaitu) orang yang lalai dari sholatnya, orang-orang berbuat riya
dan enggan(menolong dengan) barang berguna.”.
2) Model Tarjih Muhammadiyah

a. Al-Tarjih Baina al-Nusush

5
Al-tarjih baina al-nusush, atau menguatkan salah satu nash (ayat atau hadith)yang
saling bertentangan. Untuk mengetahui kuatnya salah satu nash yang saling bertentangan, ada
beberapa cara yang dikemukakan para ulama usul fiqh, yaitu
a) Dari Segi Sanad ( Para Perawi Hadith)
Imam al-Syawkany ( 1172-1250 H/ 1759-1828 M) berpendapat bahwa pentarjihan
dapat dilakukan dengan 42 cara, yang di antaranya dikelompokkan kepada:

 Menguatkan salah satu nash dari segi sanadnya.


Cara ini antara lain dengan meneliti kuantitas perawi hadith. Jumhur ulama hadith
yang sanadnya lebih banyak ditarjihkan dari hadith yang sanadnya lebih sedikit. Karena
kemungkinan terjadinya kesalahan dalam suatu hadith yang diriwayatkan oleh banyak
perawi sangat kecil.

 Pentarjihan dengan melihat riwayat itu sendiri.


Yaitu hadith Mutawatir dikuatkan dari hadith Masyhur atau menguatkan hadith
Masyhur daripada hadith Ahad. Bisa juga dilakukan dengan cara melihat persambungan
sanadnya, yaitu mentarjih hadith yang sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah
SAW dari hadith yang sanadnya terputus.

 Pentarjihan melalui cara menerima hadith dari Rasulullah SAW.


Yaitu menguatkan hadith yang langsung didengar dari Nabi SAW dari pada hadith
yang didengar melalui perantaraan orang lain atau tulisan. Dirajihkan juga riwayat yang
memakai lafal langsung dari Nabi SAW yang menunjukkan kata kerja, seperti kata naha
(melarang), amara (memerintahkan), dan adzina (mengizinkan), daripada riwayat yang
lainnya
b) Dari Segi Matan
Yang dimaksud dengan matan di sini adalah teks ayat, hadith, atau ijma`. Imam al-
Amidi ahli ushul fiqh mazhab Syafi`i (551-631 H/ 1156-1233 M), mengemukakan 51 cara
dalam pentarjihan dari segi matan, di antaranya adalah:

 Teks yang mengandung larangan diutamakan daripada teks yang mengandung


perintah, karena menolak kemudharatan lebih utama daripada mengambil manfaat.
 Teks yang mangandung perintah didahulukan daripada teks yang mengandung
kebolehan karena melaksanakan perintah berarti sekaligus kebolehan sudah tercakup
di dalamnya.
 Makna hakikat suatu lafaz lebih didahulukan darpada makna majaz.
 Dalil Khusus lebih didahulukan dari dalil umum.
 Teks umum yang belum ditakhsis lebih didahulukan daripada teks umum yang telah
ditakhsis.
c) Dari Segi Hukum atau Kandungan Hukum
Cara pentarjihan melalui metode ini, Imam al-Amidi mengemukakan ada 11 cara,
sedangkan Muhammad ibn Ali al-Syawkani menyederhanakannya menjadi 9 cara, di
antaranya sebagai berikut:

6
 Teks yang mengandung bahaya Jumhur lebih didahulukan dari teks yang
membolehkan. Alasannya hadith Rasulullah SAW:
Artinya: "Tidaklah berkumpul antara yang halal dengan yang haram, kecuali
yang haram lebih dominan". (HR. Al-Baihaqy).

 Suatu teks yang mengandung hukum menetapkan, sedangkan yang lain meniadakan,
maka dalam hal seperti ini terjadi perbedaan pendapat ulama. Misalnya Ibn `Abbas
meriwayatkan sebuah hadith bahwa Rasulullah SAW mengawini Maimunah dalam
keadaan ihram sebagaimana hadith berikut ini:
Artinya: " Sesungguhnya Nabi SAW mengawini Maimunah binti al-Harith
sewaktu beliau sedang ihram". (HR.Bukhari dan Muslim).
d) Pentarjihan dengan Menggunakan Faktor (dalil) Lain di Luar Nash (amr al-Kharij).
Al-Amidi mengemukakan lima belas cara pentarjihan dengan menggunakan faktor
di luar nash. Dan Imam al-Syawkani meringkasnya menjadi sepuluh cara, di antaranya:

 Mendahulukan salah satu dalil yang mendapatkan dukungan dari dalil lain, baik dalil
itu al-Qur`an, Sunnah, ijma`, maupun logika.
 Mendahulukan salah satu dalil yang didukung oleh amalan ahli Madinah, karena
mereka lebih mengetahui persoalan turunnya al-Qur`an dan penafsirannya serta
adanya anjuran Rasulullah SAW untuk mengikuti mereka.
 Mendahulukan nash yang menyebutkan `illat (motivasi) hukumnya daripada nash
yang tidak menyebutkan `illatnya.
 Mendahulukan dalil yang mengandung kehati-hatian (ihtiyath) daripada dalil yang
tidak menyebutkan demikian.
 Mendahulukan dalil yang dibarengi dengan perbuatan atau perkataan perawinya dari
dalil yang tidak demikian halnya.
b. Tarjih Bain al-Aqyisah
Ta`arudh dengan segala macam cara penyelesaiannya tersebut di atas adalah
bertentangan antara dua dalil syara` yang berupa nash. Di samping itu ada ta`arudh yang
terjadi antara dua dalil syara` yang bukan nash yaitu ta`arudh antara qiyas dengan qiyas.
Muhammad bin `Ali al-Syawkani mengemukakan tujuh belas macam pentarjihan dalam
persoalan qiyas yang saling bertentangan (ta`arudh). Ketujuh belas macam pentarjihan
tersebut dikelompokkan oleh Wahbah al-Zuhaily (guru besar fikih Islam/usul Fiqh di
Universitas Damaskus, Suriah) menjadi empat kelompok, yaitu
a) Tarjih dari Segi Hukum Asal.
b) Tarjih dari Segi Hukum Furu`
c) Tarjih dari Segi `Illat.
d) Tarjih Qiyas Melalui Faktor Luar.

C. Model gerakan keagamaan Muhammadiyah

Seperti yang dituliskan di awal bahwa dalam konstitusi Muhammadiyah, terdapat tiga
model gerakan yang mewujud menjadi modal gerakan yaitu: Pertama: Muhammadiyah

7
sebagai gerakan Islam. Kedua: sebagai gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar, dan
ketiga: Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid.

Pada dasarnya, Muhamadiyah telah menggagas mengenai penguatan basis gerakan,


sejak awal berdirinya. Bahkan dalam Muktamar pada tahun 1970-an telah diputuskan untuk
menggalang jama’ah dan dakwah jamaah (GJDJ). Hanya saja, gagasan tersebut belum ter-
implementasi secara maksimal dalam aktivistas gerakan organisasi.
Kesadaran yang sama muncul pada Muktamar ke 46 Yogyakarta dengan adanya
program revitalisasi cabang dan ranting serta pembentukan Lembaga Pengembangan Cabang
dan Ranting (LPCR), sebagai respons atas kondisi global dan tantangan yang dihadapi.

Kesadaran untuk memperhatikan masyarakat di akar rumput merupakan kelanjutan


dari spirit perubahan formasi sosial dengan terlibat dalam penguatan kesadaran sosial, politik,
ekonomi dan ideologi, -kini terkooptasi oleh kecenderungan kapitalistik, birokrasi, politisasi
yang berlangsung secara massif pasca Orde Baru. Dan terakhir, beberapa dekade yang lalu,
telah di rumuskan pembinaan Jamaah, keluarga sakinah, dan qaryah thoyyibah untuk
memperkuat basis gerakan.
1. Gerakan Jamaah dan Dakwah (GDJD)
Esensi GDJD adalah penguatan kesadaran jamaah dan kepedulian mereka terhadap
lingkungan sosialnya. Definisi sederhana tentang jamaah adalah kumpulan keluarga muslim
yang berada dalam suatu lingkungan tempat tinggal. Ajakan warga aktif merupakan landasan
gerakan Muhammadiyah yang menuntut adanya komunitas yang solid dan terorganisir untuk
memperjuangkan tegaknya kebaikan menentang segala macam keburukan. Orientasi dari
gerakan ini adalah membangun basis kehidupan dakwah bil halal di bidang pendidikan,
sosial, ekonomi dan kesehatan.
KH. Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah dan beberapa sahabatnya sangat
peduli terhadap pembinaan jamaah. Beliau melakukan perjalanan keliling Jawa untuk
melakukan pembinaan hingga ke Banyuwangi, Jakarta dan Jawa Tengah. Itu artinya,
penguatan jamaah sudah menjadi platform dari berdiri dan pengembangan gerakan
Muhamaadiyah.
2. Langkah Penguatan Jama’ah

Langkah pemberdayaan melalui penguatan institusi cabang dan ranting akan memberi
kontribusi bagi penguatan kohesi sosial /solidaritas antar warga di tengah meluasnya paham-
paham radikal yang cenderung anarkis belakangan ini. Ledakan bom di Pesantren Umar Bin
Khattab Bima NTB, dapat menjadi bukti betapa rapuhnya kohesi sosial warga. Komunitas
kecil jauh di Bima saja, terdapat tindakan kekerasan terhadap ummat Islam. oleh karena itu,
memperkuat kembali identitas lokal melalui gerakan jamaah, dipandang perlu dalam
kerangka penguatan potensi dan basis gerakan untuk hal-hal yang produktif.

8
Langkah yang dapat dilakukan untuk menggiatkan cabang dan ranting Muhammadiyah
melalui gerakan jamaah dan dakwah jamaah antara lain:

 Melakukan assesment awal mengenai kehidupan keagamaan di desa atau komunitas


atau ranting
 Memantapkan konsep dakwah jamaah yang akan dipergunakan agar sesuai dengan
kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat basis
 Melakukan sosialisasi dan pelatihan bagi para fasilitator yang akan menggerakkan
cabang dan ranting
 Melakukan pendampingan dakwah jamaah
 Memantapkan organisasi gerakan di akar rumput (pimpinan ranting) sebagai ujung
tombak gerakan dakwah jamaah

Untuk mensinergiskan langkah-langkah diatas, diperlukan adanya keterlibatan berbagai


lembaga amal Muhammadiyah, seperti: sekolah, rumah sakit ataupun masjid dari seluruh
daerah di Indonesia. Pelibatan lembaga amal itu dalam mempercepat proses pengembangan
cabang dan ranting sebagai sentral untuk mengembangkan Muhammadiyah sebagai
organisasi yang bercorak community based. Agar nantinya tidak hanya memperkuat
infrastruktur Muhammadiyah, tetapi juga memperkuat infrastruktur masyarakat, sehingga
terbentuk masyarakat khairah ummah sebagaimana cita-cita Muhammadiyah.

D. Makna gerakan keagamaan Muhammadiyah

Secara harfiah ada perbedaan antara kata “gerak, “gerakan”, maupun “pergerakan”.
Gerak adalah perubahan sesuatu materi dari tempat yang satu ke tempat lainnya[2], gerakan
adalah perbuatan atau keadaan bergerak, sedangkan pergerakan adalah usaha atau kegiatan.
Pergerakan identik dengan kegiatan dalam ranah sosial. Dengan demikian, kata gerakan atau
pergerakan mengandung arti, unsur, dan esensi yang dinamis tidak statis.
Muhammadiyah merupakan organisasi pergerakan. Kader muhammadiyah di tuntut
untuk selalu bergerak dalam menyebar syariat islam yang terinspirasi dari surat Al-Imran ayat
104.
Muhammadiyah bukanlah gerakan sosial-keagamaan yang biasa. Tetapi sebagai
gerakan Islam, pergerakan organisasi terkait erat dengan perkembangan agama Islam di
Nusantara. Tidak hanya bergerak, karena setiap dakwah yang disampaikan dan disebarkan
harus berdasarkan bingkai petunjuk ajaran agama Islam: Islam tidak terbangun sebagai asas
formal (teks), tetapi menjiwai, melandasi, mendasari, mengkerangkai, memengaruhi,
menggerakan dan menjadi pusat orientasi dan tujuan. Tidak sekadar meng-Islam KTP,
menjadikannya slogan dan simbolik belaka, tetapi menjadikannya jalan dan ruh kehidupan.

Inilah Islam yang modern, Islam yang melintasi batas-batas kaku tradisional dan
budaya, Islam yang senantiasa melangkah maju ke depan. Sebagaimana semangat dasar
gerakan Muhammadiyah dalam menyebarkan panji-panji agama Islam dan menghadapi
pergolakan arah global dunia.

9
Oleh karena itu, aktor-aktor gerakan dakwah wajib masuk dalam lingkaran organisasi
agar dapat terorganisir dan memiliki power yang kuat. Sehingga, kelelahan dan keteteran
dalam menyebarkan nilai-nilai ke-Islam-an dapat teratasi sejak dini dan secara organisatoris.
Dalam hal ini, para pendahulu Muhammadiyah memaknainya dengan kaidah fiqhiyah “ma
layatim al-wajib Illa bihi da huma wajib.” Artinya: organisasi menjadi wajib adanya, karena
keniscayaan dakwah memerlukan perangkat-perangkat organisasi
Di sisi lain: Muhammadiyah bertujuan untuk mencetak ummat terbaik atau ummat
yang unggul. Sebagaimana pokok pikiran keenam Anggaran Dasar Muhammadiyah.
Disebutkan bahwa: “organisasi adalah satu-satunya alat atau cara perjuangan yang sebaik-
baiknya.”
Ciri-cirinya adalah: a) Muhammadiyah adalah subjek atau pemimpin, dan masyarakat
semuanya adalah objek atau yang dipimpinnya; b) Lincah (dinamis), maju (progresif), selalu
dimuka dan militan; c) Revolusioner; d) Mempunyai pemimpin yang kuat, cakap, tegas dan
berwibawa; dan e) Mempunyai organisasi yang susunannya lengkap dan selalu tepat atau up
to date (PP Muhammadiyah, Manhaj Gerakan Muhammadiyah, 2000; 19-30).

E. Gerakan Tajdid Pada 100 Tahun Kedua

Tajdid merupakan proses yang tidak pernah berhenti. Ia akan tumbuh dan berkembang
seiring dengan perkembangan kehidupan manusia. Dalam ranah agama, tajdid dimaknai
sebagai upaya untuk redefinisi makna di tengah-tengah kehidupan manusia yang progresif
Islam seringkali dimaknai penganutnya sebagai agama yang “rahmatan lil alamin”, agama
yang senantiasa sesuai di setiap tempat dan zaman. Untuk mengejawantahkannya, seringkali
dihadapkan pada dilema antara normativitas teks dengan realitas sosial. Dalam menghadapi
dilema ini, maka yang harus diubah adalah cara pandang terhadap teks al-Qur’an dan al-
Sunnah. Amin Rais menyebut tajdid dilakukan secara konprehensif yang mengarah kepada
future oriented. (Amin Rais, Visi dan Misi Muhammadiyah, 1998: 10).

Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid menggunakan tiga paradigma dalam membaca


teks yakni bayani, burhani, dan irfani. Ketiga paradigma ini diharapkan mampu menjawab
dilema antar teks dan konteks sehingga menghasilkan Islam yang rahmatan lil alamin.

Pengetahuan dan peradaban manusia senantiasa berubah dan berkembang seiring dengan
perkembangan zaman. Sebagai bagian dari narasi besar ilmu pengetahuan, ilmu-ilmu
keislaman pun mengalami pergeseran paradigmatik. Hal ini terjadi karena ilmu-ilmu yang
lahir tidak lepas dari bingkai sosial yang mengkonstruk realitas. Bingkai sosial inilah yang
selalu mengalami perubahan seiring dengan pperkembangan peradaban manusia. Oleh karena
itu, pergeseran paradigma merupakan tuntutan sejarah.

Perkembangan peradaban manusia kini sampai pada era pluralisme dan


multikulturalisme. Agama-agama yang selama ini mapan dengan dirinya, ternyata mengalami
problematika ketika berhadapan dengan realitas luar yang makin kompleks dan plural. Untuk

10
itu, maka, harus ada redefinisi terhadap makna dan orientasi agama, sehingga agama
senantiasa relevan dengan peradaban manusia.

Tantangan selanjutnya datang dari ranah budaya atau kultur sosial masyarakat lokal.
Agama sebagai sistem nilai, norma dan ajaran yang dominan, berhadapan dengan sistem nilai
yang datang dari tradisi atau adat masyarakat setempat. Sistem nilai itu lahir dari kearifan
lokal yang secara turun temurun dipegang oleh sebuah masyarakat sebagai suatu ajaran yang
harus dijunjung tinggi. Dialektika antara agama dan budaya (kearifan) lokal ini juga sering
memicu ketegangan, konflik dan perpecahan.

Muhammadiyah 100 tahun kedua, meninjau ulang paradigma yang selama ini dipegang
merupakan suatu keharusan. Misalnya, sikap Muhammadiyah terhadap persoalan budaya
lebih bersifat monolitik. Kecendrungan ini bisa dilihat dari identitas yang melekat dalam
Muhammadiyah yakni gerakan Islam yang murni, di samping sebagai gerakan modernisme.

Muhammadiyah 100 tahun kedua, diharapkan mampu melangkah dengan pandangan


dan strategi yang lebih tepat sasaran dan mencapai keberhasilan dalam mewujudkan visi dan
tujuannya, baik tujuan jangka menengah dan jangka panjang, maupun tujuan ideal yakni
terbentuknya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Untuk mencapai tujuan yang ideal ini, diperlukan transformasi baru dalam aktualisasi
gerakannya di berbagai bidang kehidupan. Disinilah pentingnya aktualisasi ideologi
medernisme-reformasi Islam dalam gerakan dakwah dan tajdid gelombang kedua yang
diperlukan Muhammadiyah. melalui potensi dan modal sebagai gerakan pencerahan,
Muhammadiyah diharapkan terus berkiprah untuk pencerahan dan kemajuan bangsa, serta
mampu menjadikan gerakan Islam kosmopolitan yang membawa Islam sebagai rahmat bagi
seluruh alam.

Selain transformasi dalam aktualisasi gerakan, juga transformasi di bidang pemikiran,


pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan usaha-usaha lain yang bersifat unggul dan terobosan,
Muhammadiyah dituntut untuk terus berkiprah dengan inovatif. Dengan demikian
transformasi dakwah dan tajdid, yakni melakukan perubahan-perubahan pandangan dan
strategi dakwah dan tajdid lebih mendasar sebagai alternatif. Benni Setiawan,
www.muhammadiyahstudies.blog)

Sejumlah tawaran bagi Muhammadiyah dalam melakukan reorientasi terhadap gerakan


tajdid yang diperankannya. Jalaluddin Rahmat pernah menawarkan formulasi Tauhid Sosial
sebagaimana gagasan Dr. M. Amien Rais sebagai blueprint (cetak biru) tajdid
Muhammadiyah jilid dua. Ahmad Syafii Maarif menawarkan Muhammadiyah sebagai
gerakan ilmu untuk melangkah ke depan di tengah pergulatan pemikiran Islam dan tantangan
besar yang demikian kompleks saat ini.

Nurcholish Madjid secara isyarat memberikan catatan agar gerakan-gerakan Islam


modernis seperti Muhammadiyah memperkaya khazanah keilmuan dan pemikiran agar

11
“kunci” metodologis yang selama ini kuat dimiliki dilengkapi dengan kekayaan materi
pemikiran baik yang bersifat pemikiran Islam klasik maupun kontemporer.

Tawaran-tawaran pemikiran tersebut berangkat dari penilaian bahwa gerakan Islam


modern seperti Muhammadiyah selama ini cenderung terlalu ad-hoc, kaya amal tetapi kering
pemikiran, dan kehilangan daya transformasionalnya di tengah perubahan dan perkembangan
zaman yang sarat kompleksitas masalah dan tantangan sebagaimana kritik kaum
noemodernisme terhadap modernisme.

Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid, M. Syamsul Anwar juga memberikan tawaran bahwa
kini tajdid Muhammadiyah memerlukan pengembangan dari paradigma tajdid juz’i-‘alami
(pembaruan praksis amaliah) ke tajdid usuli-nazari (pembaruan pemikiran yang lebih
mendasar).Dalam konteks ini secara sistemik tentu saja keseluruhan pengembangan
pemikiran tajdid itu berada dalam bingkai dan legalitas organisasi, bukan bersifat
perseorangan kecuali untuk wacana dan pengembangan wawasan pemikiran.

Tajdid Muhammadiyah bersifat jama’iy atau kolektif, tetapi tentu saja memerlukan etos
ijtihad dan sistem yang lebih dinamis agar tidak mengalami kelambanan dan tidak
terperangkap pada posisi statis. Sedangkan berbagai variasi dan pengembangan wacana
pemikiran sebaiknya diberi ruang yang lebih longgar agar tradisi pemikiran terus
berkembang, tentu saja disertai sikap tasamuh dan memiliki pertanggungjawaban intelektual
yang tinggi.

Keberhasilan Muhammadiyah melangkah melintasi zaman menuju 100 tahun kedua,


karena potensi dan modal dasar yang dimiliki sebagai gerakan pencerahan. Melalui gerakan
pencerahan yang membawa misi dakwah dan tajdid yang membebaskan, memberdayakan,
dan memajukan kehidupan di tengah dinamika abad modern yang sarat tantangan.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat difahami, bahwa tajdid dalam
Muhammadiyah mengalami perubahan yang sangat berarti. Tajdid dalam
Muhammadiyah pada tataran praktis dan gerakan aksi yang mengarah pada
pemurnian akidah dan ibadah, sebagai reaksi terhadap penyimpangan yang dilakukan
oleh umat Islam.
Model model Tajdid dalam Muhammadiyah digolongkan dalam tiga bidang
diantaranya (a) bidang keagarmaan yaitu Pembaharuan dalam bidang keagamaan
adalah penemuan kembali ajaran atau prinsip dasar yang berlaku abadi, yang karena
waktu lingkungan situasi dan kondisi mungkin menyebabkan dasar-dasar tersebut
kurang jelas dan tertutup oleh kebiasan dan pemikiran tambahan lain. (b) bidang
pendidikan yaitu Muhammadiyah mempelopori dan meyelenggarakan sejumlah
pembaharuan dan inovasi yang lebih nyata dimana bidang pendidikan dipandang
sangat penting dalam penyebaran ajaran agama islam. (c) bidang sosial masyarakat
Muhammadiyah merintis bidang sosial kemasyarakatan dengan mendirikan rumah
sakit, piklinik, panti auhan, rumah singgah, panti jompo, Pusat kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM), posyandu lansia yang dikelola melalui amal usahanya dan
bukan secara individual sebagai mana dilakukan orang pada umumnya.
B. Saran
Tajdid atau pembaharuan dalam Islam khususnya dalam Muhammadiyah
memang perlu terus dilakukan oleh kader–kader Muhammadiyah. Hal ini untuk
melindungi ajaran–ajaran agama yang semakin hari luntur oleh fenomena modern
yang berkembang di masyarakat. Pola kehidupan masyarakat modern yang memiliki
budaya baru yang lebih bebas cenderung melupakan ajaran – ajaran agama yang
sebenarnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrohman, Asjmuni, Manhaj Tarjih Muhammadiyah, Metodologi dan Aplikasi,


( Jokyakarta : Pustaka Pelajar, 2002, Cet I )
Badan pendidikan Kader PP. Muhammadiyah, Materi Induk Perkaderan
Muhammadiyah, ( Jogyakarta : BPK PP.Muhammadiyah,Oktober 1994, Cet I )
§ Majlis Tarjih Dan Pengembangan Pemikiran Islam Pimpinan Pusat
Muhammadiyah, Buku Panduan Munas Tarjih ke 26 , (Jokyakarta : MTPPI PP
Muhammadiyah, 2003)
Wikepedia,arti tajdid secara harfiah:id.wikepedia.org/tajdid

14

Anda mungkin juga menyukai