Anda di halaman 1dari 16

ISLAM DALAM WACANA KEMODRENAN

( TAJDIDNYA )

MAKALAH

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Al-Islam dan Kemuhammadiyahan

OLEH :

SYAIPUL RIZKI SIMANULLANG N P M : 2020070019

FAKULTAS PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. Wb
Syukur alhamdulillah saya ucapkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberi
rahmat dan hidayahnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah Teori
Pembelajaran Matematika ini. Selanjutnya shalawat dan salam kepada nabi muhammad SAW
yang telah membawa risalahnya kepada seluruh umat manusia.
Penulis menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Al-Islam dan
Kemuhammadiyahan. Makalah ini berjudul “Islam Dalam Wacana Kemodrenan
(Tajdidnya)”.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa banyak kesulitan yang
dihadapi, namun berkat usaha dan tekad kuat, akhirnya makalah ini dapat penulis selesaikan
walaupun masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis dengan senang hati menerima
kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua. Amin .
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Medan, Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian............................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................... 3
A. Pembaharuan dalam Islam Modern ............................................................................... 3
B. Faktor Pembaharuan dalam Islam Modern..................................................................... 4
C. Landasan Pembaharuan dalam Islam Modern................................................................ 6
D. Tokoh-Tokoh Pembaharuan dalam Islam Modern ........................................................ 7
BAB III PENUTUP.............................................................................................................. 12
A. Kesimpulan..................................................................................................................... 12
B. Saran............................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah Swt. yang paling sempurna dibandingkan
makhluk Allah lainnya. Dikarenakan Allah Swt. memberi kelebihan kepada manusia berupa
akal pikiran. Kapasitas berpikir yang dimilikinya menjadikan manusia menempati kedudukan
tertinggi diantara makhluk Allah yang lain. Seiring dengan berkembangnya kemampuan
manusia, manusia mampu melahirkan berbagai macam karya seni di dunia ini, sehingga
dampak dari kemajuan ini mengakibatkan tersisihkannya manusia yang tidak bisa mengikuti
perubahan dan perkembangan dunia.
Perubahan adalah merupakan sesuatu yang mustahil di bendung dan di hindari. Hal ini
mengakibatkan para ilmuan harus memutar otak agar sesuatu yang diyakininya dapat bertahan
dalam arus globalisasi dunia. Begitu juga halnya dalam dunia Islam, sebagian golongan
beranggapan bahwa Islam itu dinamis sebagai konsekuensinya adalah perlu adanya
reinterpretasi dan pembaharuan terhadap teks-teks keagamaan sehingga agama Islam tetap
bisa relevan dengan kondisi dan situasi apapun.
Pembaharuan merupakan proses untuk memperbaiki sesuatu yang dipandang usang atau
lama dengan menyesuaikan (kontekstualisasi) ajaran Islam berdasarkan perkembangan baru
yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Dalam bahasa
Arab, gerakan pembaharuan disebut dengan tajdîd. Atau dalam bahasa inggris disebut
modernization yang berarti pembaharuan, serta mengandung arti pikiran, aliran gerakan, dan
usaha untuk merubah paham-paham, adat istiadat, instusi-instusi lama dan sebagainya.
Tradisi pembaharuan dalam Islam sebenarnya telah berlangsung lama sejak masa-masa
awal sejarah Islam. Karena dalam Islam setiap kali terjadi masalah baru yang belum ada
ketentuan hukum sebelumnya, maka kaum muslim segera akan mencari jawabannya (ber-
ijtihad) melalui metode ijma’, qiyas dan sebagainya dengan tetap merujuk pada al-Qur’an dan
al-hadits. Dalam hal ini Rasulullah Saw pernah mengisyaratkan, “sesungguhnya Allah akan
mengutus kepada umat ini (Islam) pada permulaan setiap abad orang-orang yang akan
memperbaiki (memperbaharui) agamanya” (HR. Imam Abu Dawud). Namun demikian,
istilah tajdid atau pembaharuan dalam Islam baru populer pada awal abad ke-18 M, tepatnya
setelah munculnya gaung pemikiran dan gerakan pembaharuan Islam di Mesir, sebagai imbas
dari persinggungan politik dan intelektual

1
2

Gerakan pembaharuan dalam Islam oleh beberapa pakar disebut juga gerakan
modernisasi atau gerakan reformasi Islam. Dengan pembaharuan itu para pemimpin Islam
berharap agar umat Islam terbebas dari ketertinggalan, bahkan dapat mencapai kemajuan yang
setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Dengan kata lain, istilah modernisasi berarti
sebuah bentuk perubahan tatanan (transformasi) dari keadaan yang kurang maju atau kurang
berkembang ke arah yang lebih baik, dengan harapan akan tercapai kehidupan masyarakat
yang lebih maju, berkembang, dan makmur. Dengan demikian, pembaharuan dalam Islam
bukan berarti mengubah, mengurangi, atau menambahi teks al-Qur’an maupun al-hadits,
melainkan hanya menyesuaikan pemahaman atas keduanya dalam menjawab tantangan zaman
yang senantiasa berubah (kontekstualisasi ajaran Islam).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah pada makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Apakah pengertian pembaharuan dalam islam Modern ?
2. Apakah faktor pendorong pembaharuan dalam islam Modern?
3. Apakah landasan pembaharuan dalam islam Modern ?
4. Siapa saja tokoh-tokoh pembaharuan dalam islam Modern?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan pada makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk menjelaskan pengertian pembaharuan dalam islam Modern.
2. Untuk menjelaskan faktor pendorong pembaharuan dalam islam Modern.
3. Untuk menjelaskan landasan pembaharuan dalam islam Modern.
4. Untuk menjelaskan tokoh-tokoh pembaharuan dalam islam Modern.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pembaharuan Dalam Islam Modern


Pembaharuan merupakan terjemahan indonesia, untuk kata tajdid yaitu proses
memperbaharui sesuatu yang dipandang usang atau rusak. Istilah bahasa arabnya : Tajdid /
‫ﺍﻟﺗﺟﺪﻳﺪ‬. Atau modernization (inggris), juga kita mengenal kata modernisasi, jelas berasal dari
kata modernizationyang secara etimologis yang bermakna pembaharuan, dan modernisme
yang mengandung arti pikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk merubah paham-paham, adat
istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang
ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Ada beberapa komponen yang menjadi ciri suatu aktivitas dikatakan sebagai aktivitas
pembaruan, antara lain: pertama, baik pembaruan maupun modernisasi akan selalu mengarah
kepada upaya perbaikan secara simultan. kedua, dalam upaya melakukan suatu pembaruan
niscaya akan ada pengaruh yang kuat antara ilmu pengetahuan dan teknologi. ketiga, upaya
pembaruan dilakukan secara dinamis, inovatif, dan progresif sejalan dengan perubahan cara
berpikir seseorang.
Ris’an Rusli (dalam Ansharuddin M, 2017:47) merumuskan bahwa pembaharuan
dalam islam adalah “pikiran dan gerakan untuk menyesuaikan paham-paham keagamaan
Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern”.
Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam Muktamar Tarjih ke XXII 1989 di Malang
merumuskan makna tajdid sebagai berikut: Dari sisi bahasa, tajdid berarti pembaharuan dan
dari sisi istilah, tajdid memiliki dua arti. Pertama, pemurnian yaitu pemeliharaan matan ajaran
islam yang berdasarkan dan bersumnber kepada Al-qur’an dan Sunnah Shahihah
(Maqbullah). Kecenderungan ke arah salafi yang mengutamakan pemurnian ibadah dan
aqidah dari bid’ah, khurafat, takhayyul, dan syirik. Kedua, peningkatan, pengembangan,
modernisasi dan yang semakna dengannya yaitu penafsiran, pengamalan, dan perwujudan
ajaran islam dengan tetap berpegang teguh kepada Al-qur’an dan Sunnah Shahibah.
Kecenderungan ke arah modernisme/reformisme pada bidang pendidikan, politik sosioal-
budaya, dan mengangkat harkat martabat wanita.

3
4

Dalam bahasa Ahmad Syafi’i Ma’arif, pembaharuan adalah upaya intelektual islami,
untuk menyegarkan dan memperbaharui pengertian dan pemahaman umat islam terhadap
agamanya, berhadapan dengan perubahan dan perkembangan masyarakat. Sehingga
pembaharuan sebagai usaha kerja ijtihadiyah yang sangat strategis dalam membumikan ajaran
islam dalam konteks waktu dan ruang.
Perjalanan ajaran islam yang bersentuhan dengan waktu dan ruang akan menimbulkan
daki sejarah, maka perlu pembaharuan yang bersifat purifikasi yakni kembali kepada Al-
Qur’an dan Sunnah Shahih (Maqbullah). Karena sepanjang perjalanannya Sunnah
terkontaminasi oleh sejarah yang “kelam” yang harus dibersihkan sesuatu yang tidak sesuai
dengan ruh ajaran islam.
B. Faktor Pendorong Pembaharuan dalam Islam Modern
Di antara hal-hal yang mendorong lahirnya gerakan pembaharuan dan mdernisasi
Islam adalah:
1. Adanya sifat jumud (stagnan) yang telah membuat umat Islam berhenti berpikir dan
berusaha. Selama umat Islam masih bersifat jumud dan tidak mau berpikir (berijtihad) maka
mereka tidak mungkin mengalami kemajuan. Kemajuan masyarakat hanya akan bisa tercapai
melalui pengkajian ilmu pengetahuan yang terus menerus untuk kemudian diaplikasikan
dalam teknologi terapan dan kehidupan sosial yang nyata demi kemajuan masyarakat. Untuk
itulah maka perlu diadakan upaya pembaharuan dengan memberantas sikap jumud dan
menggerakkan kembali tradisi ijtihad di kalangan umat Islam.
2. Persatuan di kalangan umat Islam mulai terpecah belah. Umat Islam tidak akan
mengalami kemajuan apabila tidak ada persatuan dan kesatuan yang diikat oleh tali ukhuwah
Islamiyah. Karena itu maka lahirlah suatu gerakan pembaharuan yang berupaya memberikan
inspirasi kepada seluruh umat Islam untuk bersatu dan melawan imperialisme Barat.
3. Hasil adanya kontak yang terjadi antara dunia Islam dan Barat. Dengan adanya kontak
ini mereka sadar bahwa mereka mengalami kemunduran dibandingkan Barat. Terutama pasca
terjadinya peperangan antara kerajaan Utsmani dengan kerajaan Eropa, di mana pada masa-
masa sebelumnya kerajaan Utsmani selalu menang dalam peperangan namun saat itu
mengalami kekalahan. Hal ini membuat tokoh-tokoh kerajaan Utsmani berupaya menyelidiki
rahasia kekuatan militer Eropa. Ternyata rahasianya adalah “sistem militer modern” yang
dimiliki Eropa, sehingga pembaharuan dalam dunia Islam pun salah satunya dipusatkan pada
bidang militer.
5

4. Meski demikian, pembahuran dalam Islam berbeda dengan renaissance dalam dunia
Barat. Jika renaissance Barat muncul dengan cara “menyingkirkan” peran agama dari
kehidupan masyarakat, maka pembaharuan Islam sebaliknya, yakni untuk tujuan memperkuat
prinsip dan ajaran Islam itu sendiri demi kemashlahatan dunia secara lebih luas. Pada saat
dunia Islam mengalami kemunduran, bangsa Barat justru mengalami kemajuan dan berhasil
melakukan ekspansi wilayah perdagangan baru.
Sedangkan Menurut Ahmad Syafi’i Ma’arif, ada 3 faktor penyebab mengapa harus
ada pembaharuan dalam islam, yaitu:
1. penafsiran terhadap satu doktrin transendental (Al-Qur’an dan Sunah) yang belum
tentu dapat mencapai tingkat kebenaran mutlak seperti doktrin itu sendiri. Dengan bahasa
lain, tidak ada penafsiran ayat Al-Qur’an yang tak dapat dipertanyakan secara kontinu agar
diperoleh pemahaman yang lebih baik.
2. Islam bertujuan untuk menciptakan suatu tata sosio-politik yang berlandaskan etika
moral yang kokoh agar tercapai islam rahmatan lil alamin.
3. Kita belajar dari sahabat, generasi pertama langsung menerima islam dari rasulullah
Muhammad saw. Telah memberi contoh pembaharuan seperti dilakukan Umar Bin Khattab
tentang yang ditaklukkan pada perang dan distribusi harta rampasan (ghanimah).
Supaya tidak salah paham perlu ketegasan bahwa pembaharuan dalam islam bergerak
pada ayat-ayat Al-qur’an yang zhanni bukan qath’iy atau tataran relatif nisbi. Lalu
pembaharuan dalam islam (Tajdid) bertujuan untuk:
a. Menghasilkan pemahaman dan pengamalan agama islam yang benar dan tetap
bersumber dari Al-qur’an dan Sunnah.
b. Mampu mengaplikasikan atau melaksanakan ajaran islam dalam dinamika kehidupan
modern secara cerdas dan kreatif, sesuai perkembangan ilmu pengetahuan.
c. Pemahaman dan pengamalan yang benar, akan melahirkan masyarakat islam yang
sebenar-benarnya sesuai misi rahmatan lil-alamin.
Dengan demikan, pembaharuan dapat mengfungsikan islam sebagai hudan (Petunjuk),
furqan (pembeda antara yang Haq dan Bathil), dan rahmatan lil ‘alamin (Rahmat bagi
sekalian alam ) termasuk mendasari dan membimbing perkembangan kehidupan masyarakat,
ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian, tajdid bagi Muhammadiyah harus
senantiasa berpijak dari Al-Qur’an dan Al- Sunnah, dan selanjutnya bermuara pada
implementasi atas nilai-nilai ajaran Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
6

C. Landasan Pembaharuan dalam Islam Modern


Gerakan Pembaharuan Islam, menurut Taufik Abdullah (dalam Ansharuddin M, 2017:
47), selalu dibayangi oleh dua aspek penting, yaitu pengembalian Islam kepada etik yang
sesungguhnya sebagai agama yang mutlak benar, dan lebih khusus lagi mengambilnya
sebagai sumber dan dasar bagi kecerdasan dan kesejahteraan umat. Dengan demikian di satu
sisi pembaharuan Islam merupakan respons terhadap realitas dan tuntutan aktual tertentu, baik
menyangkut doktrin keagamaan maupun realitas sosial seperti ekonomi, politik dan adat. Di
sisi lain, ia merupakan usaha untuk menerjemahkan Islam dalam konteks tertentu pula,
dengan menekankan relevansi dan aktualisasi prinsip-prinsip etik dan moral Islam itu sendiri.
Hal ini juga sejalan dengan pandangan Muhammad Abduh (dalam Ansharuddin M,
2017:47), yang menyatakan bahwa umat Islam harus dikembalikan pada ajaran yang
berkembang pada masa klasik semula, yaitu seperti yang pernah dilakukan di zaman salaf.
Inilah salah satu yang mendasari Abduh untuk melakukan pembaharuan dalam Islam,
sehingga Abduh berkesimpulan bahwa pintu ijtihad masih dibuka. Nurcholish Madjid (dalam
Ansharuddin M, 2017:47) menambahkan, mengenai perlunya modernisasi atau pembaharuan
dalam Islam adalah merupakan suatu keharusan, malahan kewajiban yang mutlak.
Modernisasi adalah merupakan pelaksanaan perintah dan ajaran Tuhan Yang Maha Esa.
Tentunya modernisasi yang dimaksud oleh Nurchlis Madjid adalah modernisasi yang identik
atau hampir identik dengan rasionalisasi. Dasar sikap itu menurut Nurcholish Madjid adalah
sebagai berikut:
a. Allah menciptakan seluruh alam ini dengan haq (benar), bukan bathil (palsu) (Qs Al-nahl
(16): 3, Shad (38): 27).
b. Dia mengaturnya dengan peraturan Ilahi (sunnatullah) yang menguasai dan pasti (Qs Al-
A’raf (7) : 54, Al-Furqan (25): 2).
c. Sebagai buatan Tuhan Yang Maha Pencipta, alam ini adalah baik, menyenangkan
(mendatangkan kebahagiaan duniawi) dan harmonis (Qs Al Anbiya’ (21): 7, Al-Mulk (67): 3.
d. Manusia diperintahkan oleh Allah untuk mengamati dan menelaah hukum-hukum yang
ada dalam ciptaan-Nya (Qs Yunus (10):101).
e. Allah menciptakan seluruh alam raya untuk kepentingan manusia, kesejahteraan hidup dan
kebahagiaannya, sebagai rahmat dari-Nya. Akan tetapi hanya golongan manusia yang berpikir
atau rasional yang akan mengerti dan kemudian memanfaatkan karunia itu (Qs Al-Jatsiyah
(45): 13).
7

f. Karena adanya perintah untuk menggunakan akal-pikiran (rasio) itu, Allah melarang segala
sesuatu yang menghambat segala perkembangan pemikiran, yaitu terutama merupakan
pewarisan membuta terhadap tradisi-tradisi lama, yang merupakan cara berpikir dan tata kerja
sebelumnya (Qs Al-Baqarah (2):170, AlZuhruf (43): 22-25).
Dari paparan di atas, dapat dilihat bahwa apa yang telah dilakukan oleh para
pembaharu-pembaharu di dunia Islam tak lain adalah merupakan respons terhadap adanya
modernisasi di sekitarnya, inilah yang menjadikan di antara mereka berbeda-beda dalam
melakukan proses pembaharuan, hal ini di disebabkan oleh kebutuhan masyarakat yang
dipengaruhi oleh ruang dan waktu.
D. Tokoh-Tokoh Pembaharuan Islam Modern
1. Jamaluddin Al-Afghani
Jamaluddin al-Afghani lahir di As’adabad, dekat Kanar di Distrik Kabul, Afghanistan,
pada tahun 1839, dan meninggal di Istambul tahun 1897. Al-Afghani berpendapat bahwa
kemunduran umat Islam disebabkan antara lain karena umat telah meninggalkan ajaran-ajaran
Islam yang sebenarnya. Ajaran qadha dan qadar telah berubah menjadi ajaran fatalisme yang
menjadikan umat menjadi statis. Sebab-sebab lain lagi adalah perpecahan di kalangan umat
Islam sendiri, lemahnya persaudaraan antara umat Islam dan lain-lain. Untuk mengatasi
semua hal itu antara lain menurut pendapatnya ialah umat Islam harus kembali kepada ajaran
Islam yang benar, mensucikan hati, memuliakan akhlak, berkorban untuk kepentingan umat,
pemerintah otokratis harus diubah menjadi demokratis, dan persatuan umat Islam harus
diwujudkan sehingga umat akan maju sesuai dengan tuntutan zaman. Ia juga menganjurkan
umat Islam untuk mengembangkan pendidikan secara umum, yang tujuan akhirnya untuk
memperkuat dunia Islam secara politis dalam menghadapi dominasi dunia Barat. Ia
berpendapat tidak ada sesuatu dalam ajaran Islam yang tidak sesuai dengan akal/ilmu
pengetahuan, atau dengan kata lain Islam tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan.
Selanjutnya bagaimana ide-ide pembaharuan dan pemikiran politik al-Afghani tentang negara
dan sistem pemerintahan akan diuraikan berikut ini:
1). Bentuk Negara dan Pemerintahan Menurut al-Afghani, Islam menghendaki bahwa
bentuk pemerintahan adalah republik. Sebab, di dalamnya terdapat kebebasan berpendapat
dan kepala negara harus tunduk kepada Undang-Undang. Pendapat seperti ini tergolong baru
dalam sejarah politik Islam yang selama itu hanya mengenal bentuk khalifah yang
mempunyai kekuasaan absolut.
8

2). Sistem Demokrasi dalam sistem pemerintahan yang absolut dan otokratis tidak ada
kebebasan berpendapat. Kebebasan hanya dimiliki para raja/kepala negara untuk bertindak
dan tidak diatur oleh Undang-undang.
3). Pan Islamisme / Solidaritas Islam al-Afghani menginginkan adanya persatuan umat
Islam baik yang negaranya sudah merdeka maupun masih dalam jajahan bangsa Barat.
Gagasannya ini terkenal dengan sebutan Pan Islamisme. Ide besar ini menghendaki
terjalinnya kerjasama antara negara-negara Islam.
2. Muhammad Abduh
Muhammad Abduh (1849-1905), lahir dari seorang ayah Turki bernama Abduh Hasan
Hajrullah dan ibu dari suku Arab. Ia memperoleh pendidikan di Masjid tentang baca tulis dan
mampu menghafal Al-Qur’an Kemudian ia melanjutkan ke Thanta dan berguru kepada
Syaikh Mujahid, saudara ibunya, namun karena ia tidak senang dengan metodenya akhirnya
ia memutuskan untuk berhenti berguru dan kembali ke desa. Berkat dorongan dari Syaikh
Darwis Abduh kembali belajar di Thanta dan setelah itu belajar di al-Azhar, disinilah ia mulai
belajar banyak mengenai berbagai bidang ilmu seperti filsafat, matematika, teologi bersama
al-Afghani.
Setelah lulus dari al-Azhar pada tahun 1877 dengan gelar ‘Alim. Abduh mulai
mengajar di al-Azhar, kemudian di Darul Ulum dan di rumahnya sendiri. Diantara buku-buku
yang di ajarkan antara lain buku akhlak karangan Ibn Miskawaih, Mukaddimah Ibn Khaldun
dan Sejarah Kebudayaan Eropa karya Guizot. Dua tahun setelah mengajar ia dituduh terlibat
gerakan politik anti pemerintah. Ia di asingkan keluar kota Kairo, setelah kemudian ia
dibolehkan kembali ke Kairo. Pada tahun yang sama 1880 di angkat menjadi redaktur surat
kabar resmi pemerintah Mesir, al Waqa’ al-Misriyyat.
Berselang dua tahun Muahmmad Abduh ikut berperan dalam revolusi Nasional Urabi
Pasya. Bersama pemimpin revolusi lainnya ia dipenjarakan kemudian di asingkan ke Beirut.
Pengasingannya ke Paris bukan membuat ia terkucil, malahan semakin membuat keleluasaan
untuk tetap membuat gerakan. Di Paris ia bertemu dengan al-Afghani. Bersama gurunya
Abduh menerbitkan jurnal pergerakan politik dan keagamaan, al-Urwat al-Wutsqa. Empat
tahun kemudian (1884) melalui bantuan teman-temannya ia di izinkan kembali ke Mesir. Di
Mesir ia tidak lagi di izinkan mengajar, pemerintah khawatir terhadap pengaruh politiknya
kepada mahasiswa.
Tahun 1894 ia diangkat menjadi Majelis Tinggi al-Azhar. Kesempatan yang baik ini
dipergunakan untuk mengadakan perubahan dan perbaikan yang mendasar dalam lembaga
9

pendidikan tinggi yang di anggap kolot. Lima tahun kemudian 1899 ia diangkat menjadi
Mufti Mesir. Kedudukan terhormat ini dijabatnya hingga akhir hayatnya 1905.14 Perubahan
dan perbaikan yang dilakukan antara lain adalah menaikkan gaji para pengajar, memperbaiki
fasilitas, meningkatkan pelayanan kesehatan, pengobatan cuma-cuma, dan memperbaiki
perpustakaan.
Adapun upaya pembaharuan Muhammad Abduh adalah sebagai berikut:
a. Pemikiran Keagamaan
Pemikiran pembaharuan Abduh dalam bidang agama antara lain tentang kemunduran
umat Islam. Abduh berpendapat bahwa hal ini disebabkan oleh umat Islam sendiri yang
tidak melaksanakan ajaran Islam sebenarnya. Mereka lebih cenderung pada tarekat yang
ekstrim dan menimbulkan pengkultusan syeikh tarekat serta dijadikannya perantara
dengan Tuhan.
b. Pemikiran Kependidikan
pemikiran tentang pendidikan Abduh meliputi:
1) Sistem dan struktur lembaga pendidikan.
2) Kurikulum meliputi: a) Kurikulum al-Azhar b) Kurikulum Sekolah Dasar c)
Kurikulum sekolah menegah dan sekolah kejuruan.
3) Metode
c. Pembaharuan Politik
Dalam bidang politik, Muhammad Abduh (dalam Ansharuddin M, 2017: 47),
berpendapat bahwa kekuasaan negara haruslah dibatasi oleh konstitusi.
d. Pembaharuan Hukum
Pembaharuan hukum secara praktis dilakukan oleh Abduh setelah ia menjabat sebagai
mufti negara. Di lembaga ini ia banyak mengeluarkan fatwa-fatwa keagamaan dengan
tidak menganut mazhab dan aliran tertentu.
3. Muhammad Rasyid Ridha
Muhammad Rasyid Ridha lahir pada tanggal 27 Jumadil Ula1282 H/ 23 September
1865 M, di Al-Qalamun suatu desa di libanon yang letaknya tidak jauh dari kota Tarabuls
Syam. Menurut keterangan, ia berasal dari keturunan Husain, cucu nabi Muhammad Saw.
Oleh karenanya ia selalu memakai predikat Sayyid didepan namanya.
Adapun ide-ide pembaharuan yang ia lakukan adalah sebagai berikut:
1. Bidang Agama
10

Umat islam lemah karena mereka tidak lagi mengamalkan ajaran-ajaran agama islam
yang murni seperti yang dipraktikkan pada masa Rasulullah Saw. Dan sahabatnya-sahabatnya
melainkan ajaran-ajaran yang sudah bercampur dengan bid’ah dan khurafat. Jika umat islam
ingin maju, mereka harus kembali berpegang kepada Al-Qur’an dan Sunah Rasulullah Saw.
Dan tidak terikat dengan pendapat-pendapat ulama terdahulu yang tidak lagi sesuai dengan
tuntutan hidup modern.
Ajaran islam mengandung paham dinamika bukan fatalisme. Paham dinamika inilah
yang membuat dunia barat maju. Paham dinamika islam dengan mengambil bentuk jihad
yaitu kerja keras dan rela berkorban demi mencapai keridhaan Allah SWT. Etos jihad inilah
yang mengantarkan umat islam ke puncak kejayaannya pada zaman klasik. Fanatisme
madzhab yang tumbuh dikalangan umat islam mengakibatkan perpecahan dan kekacauan.
Oleh karena itu, perlu dihidupkan toleransi bermadzhab, bahkan dalam bidang hukum perlu
diupayakan penyatuan madzahb walaupun ia sendiri pengikut madzahb Hambali.
2. Bidang pendidikan
Umat islam hanya dapat maju apabila menguasai pendidikan. Oleh sebab itu, umat
islam menggunakan kekayaannya bagi pembangunan lembaga pendidikan. Membangun
lembaga pendidikan lebih bermanfaat dari pada membangun mesjid. Artinya masjid yang
dibangun jika pengunjungnya hanyalah orang-orang bodoh. Sebaliknya lembaga pendidikan
akan dapat menghapuskan kebodohan dan pada gilirannya membuat umat menjadi maju dan
makmur. Usaha yang dilakukannya dalam bidang pendidikan ini adalah membangun sekolah
misi islam dengan tujuan sebagai imbangan terhadap sekolah misionaris kristen.
3. Bidang Politik
Ide-idenya adalah tentang Ukhuwah Islamiyah. Ia melihat salah satu penyebab
kemunduran umat islam ialah perpecahan yang terjadi dikalangan mereka. Untuk itu, ia
menyeru umat islam agar bersatu kembali diabawah satu keyakinan, satu sistem moral, satu
sistem pendidikan, dan tunduk kepada satu sistem hukum dalam satu kekuasaan yang
berbentuk negara. Negara yang diinginkan Rasyid Ridha bukan seperti barat, melainkan
negara dlam bentuk khilafah seperti masa Khulafa’ Al-Rasyidin. Khalifah haruslah seorang
mujtahid dan dalam menjalankan roda pemerintahannya, ia dibantu oleh para ulama. Hanya
dengan sistem khilafah, ukhuwah islamiyyah dapat diwujudkan. Menurutnnya fungsi khilafah
adalah menyebarkan kebenaran, menegakkan keadilan, memelihara agama, dan
bermusyawarah mengenai masalah-masalah yang tidak dijelaskan dalam nash. Khalifah
11

bertanggung jawab atas segala tindakannya dibawah pengawasan ahl al-halli wa al ‘aqdi
yang anggota-anggotanya terdiri atas para ulama dan pemuka-pemuka masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dalam makalah ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Dari sisi bahasa, tajdid berarti pembaharuan dan dari sisi istilah, tajdid memiliki dua
arti. Pertama, pemurnian yaitu pemeliharaan matan ajaran islam yang berdasarkan dan
bersumnber kepada Al-qur’an dan Sunnah Shahihah (Maqbullah). Kecenderungan ke
arah salafi yang mengutamakan pemurnian ibadah dan aqidah dari bid’ah, khurafat,
takhayyul, dan syirik.
2. Menurut Ahmad Syafi’i Ma’arif, ada 3 faktor penyebab mengapa harus ada
pembaharuan dalam islam, yaitu: 1) penafsiran terhadap satu doktrin transendental
(Al-Qur’an dan Sunah) yang belum tentu dapat mencapai tingkat kebenaran mutlak
seperti doktrin itu sendiri. Dengan bahasa lain, tidak ada penafsiran ayat Al-Qur’an
yang tak dapat dipertanyakan secara kontinu agar diperoleh pemahaman yang lebih
baik. 2) Islam bertujuan untuk menciptakan suatu tata sosio-politik yang berlandaskan
etika moral yang kokoh agar tercapai islam rahmatan lil alamin. 3) Kita belajar dari
sahabat, generasi pertama langsung menerima islam dari rasulullah Muhammad saw.
Telah memberi contoh pembaharuan seperti dilakukan Umar Bin Khattab tentang
yang ditaklukkan pada perang dan distribusi harta rampasan (ghanimah).
3. Menurut Taufik Abdullah (dalam Ansharuddin M, 2017: 47), landasan Pembaharuan
Islam didasari oleh dua aspek penting, yaitu pengembalian Islam kepada etik yang
sesungguhnya sebagai agama yang mutlak benar, dan lebih khusus lagi mengambilnya
sebagai sumber dan dasar bagi kecerdasan dan kesejahteraan umat.
4. Tokoh-tokoh pembaharuan islam antara lain : Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad
Abduh, dan Muhammad Rasyid Ridha.
B. Saran
Agama islam adalah hal yang terpenting dalam hidup dan kehidupan manusia
dikarenakan dapat menjadikan hidup kita lebih bermakna. Jika kehidupan tidak sesuai
dengan ajaran syariat islam maka harus dilakukan pembaharuan sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi .

12
13

DAFTAR PUSTAKA

Alhidayatillah, Nur, Pembaharuan Pemikiran dalam Islam, Jurnal An-Nida’ Jurnal Pemikiran
Islam,1(42): 87-100, 2018.
Amini, Nur Rahmah, dkk, Kemuhammadiyahan, Medan: UMSU Press, 2014.
Asari, Hasan, Modernisasi Islam, tokoh , gagasan dan Gerakan, Bandung: Citapustaka, 2002.
Jameelah, Maryam, Islam dan Modernisasi, terj. A. Jainuri dan Syafiq A. Mughni, Surabaya:
Usaha Nasional, t.t.
Khalil, Muhammad, Buku Siswa Sejarah Kebudayaan Islam Kelas XII, Jakarta: 2016.
Ma’arif, Ahmad Syafi’i, Al-Qur’an, Realitas Sosial dan Limbo Sejarah, Bandung:
Citapustaka, 1985.
Madjid, Nurcholis, Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan , Jakarta: Mizan Pustaka, 2008.
Muhammad, Ansharuddin, Upaya-Upaya Pembaharuan dan Dasar Modernisasi di Dunia
Islam. Cendekia: Jurnal Studi Keislaman, 2(3): 45-58, 2017.
Munawir, Ahmad Warson, Al-Munawwir; Kamus Arab-Indonesia, Yogyakarta: Ponpes Al-
Munawwir, 1984.
Nashir, Haedar, Muhammadiyah Gerakan Pembaruan, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah,
2010.
Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta:
Bulan Bintang, 1975.
Rahmat, Jalaluddin, dkk, Prof. Dr. Nurcholis Madjid: Jejak Pemikiran dari Pembaharu
Sampai Guru Bangsa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam: Mengenal Toko
Pendidikan di Dunia Islam dan Indonesia, Ciputat: Quantum Teaching, 2005.
Rusli, Ris’an, Pembaharuan Pemikiran Modern dalam Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2014.
Taufiqurrahman, Pemikiran dan gerakan Pembaharuan Islam Abad Modern dan
Kontemporer, Surabaya: Pustaka Islamika, 2014.

Anda mungkin juga menyukai