Anda di halaman 1dari 32

Makalah

“ASPEK-ASPEK PEMBARUAN DALAM ISLAM”


(Diajukan Untk Memenuhi Tugas Matakuliah Studi Islam dan Moderasi Beragama)

Dosen Pengampu : RHODY HARISCA, M.Pd

Oleh :

MILA AGUSTIN (NPM.2101062004)

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI METRO
TAHUN 2021

KATA PENGANTAR

i
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan

rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini

tepat pada waktunya. Makalah ini berjudul “ASPEK-ASPEK PEMBARUAN

DALAM ISLAM”.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun, selalu kami harapkan

demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan

wawasan yang lebih luas kepada pembaca.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah

berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga

Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.

Metro, 17 Oktober 2021

Penulis

DAFTAR ISI

ii
HALAMAN JUDUL.........................................................................................
KATA PENGANTAR.....................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................1
1.3 Batasan Masalah..............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................2
2.1 Pengertian Pembaharuan Islam.......................................................2
2.2 Perbedaan Pembaharuan Islam Dengan Modernisasi, Reformasi,
Revitalisasi, Rekonstruksi, reaktualisasi dan Reinterprestasi.........5
2.3 Latar Belakang Pemikiran dan Pembaharuan Islam.....................17
2.4 Tokoh-tokoh Pembaharuan Islam dan Manfaatnya Bagi Kemajuan
Umat Islam....................................................................................23
BAB III PENUTUP.......................................................................................28
3.1 Kesimpulan...................................................................................28
3.2 Saran..............................................................................................28

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembaharuan dalam islam dikenal juga dengan modernisasi islam, yang
mempunyai tujuan untuk menyesuaikan ajaran yang terdapat dalam agama
dengan ilmu pengetahuan dan Falsafah modern, tetapi perlu diingat bahwa
dalam islam ada ajaran yang tidak bersifat mutlak, yaitu penafsiran atau
interpretasi dari ajaran-ajaran yang bersifat abadi dari masa ke masa. Dengan
kata lain pembaharuan mengenai ajaran-ajaran yang bersifat mutlak tak dapat
diadakan karena sudah tidak bisa lagi diganggu gugat seperti pada hukum-
hukum yang tercantum dalam Al-Qur’an. Pembaharuan dapat dilakukan
dengan meninjau kembali beberapa aspek yang memang memerlukan untuk
diperbaharui seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern
sehingga mampu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari seperti sekarang ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah itu pembaharuan dalam islam?
2. Apakah perbedaan pembaharuan islam dengan modernisasi, reformasi,
revitalisasi, rekonstruksi, reaktualisasi, dan reinterpretasi?
3. Seperti apakah latar belakang lahirnya pembaharuan dalam islam dan
Seperti apakah pro dan kontra pembaharuan dalam islam?
4. Siapa saja tokoh-tokoh pembaharuan dalam islam dan apakah ada
manfaatnya bagi kemajuan umat Islam?

1.3 Tujuan
Tujuan makalah ini yakni untuk memenuhi tugas mata kuliah yang telah di
berikan pada mata kuliah Studi Islam dan Moderasi Beragama

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pembaharuan Islam


Dalam bahasa Arab, sesuatu dikatakan “jadid” (baru), jika bagian-
bagiannya masih erat menyatu dan masih jelas. Dalam kosa kata Islam kata
pembaruan digunakan kata tajdid yang berasal dari kata jadid. Kemudian
terdapat berbagai istilah yang dipandang memiliki relevansi makna dengan
pembaharuan yaitu modernisasi, reformisasi, revitalisasi, dan lainnya. Selain
kata tajdid ada istilah lain dalam kosa kata Islam tentang kebangkitan atau
pembaruan, yaitu kata islah. Kata tajdid biasa diterjemahkan sebagai
“pembaharuan” dan islah sebagai “perubahan”. Kedua kata tersebut secara
bersama-sama mencerminkan suatu tradisi yang berlanjut, yaitu suatu upaya
menghidupkan kembali keimanan Islam beserta praktek-prakteknya dalam
komunitas kaum muslimin.1
Pembaharuan berarti proses atau kegiatan memperbaiki supaya menjadi
baru. Hans Wehr mengartikan; renewal, creation of something new,
innovation, reorganization, reform, modernization, renovation, restoration etc.
Jadi, seluruh kegiatan memperbaharui, menata kembali, dan mengubah disebut
pembaharuan. Pembaharuan dalam Islam berarti pikiran dan gerakan untuk
menyesuaikan paham-paham keagamaan Islam dengan perkembangan baru
yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Berkaitan dengan pengertian tersebut, maka pembaharuan dalam Islam
bukan dalam hal yang menyangkut dengan dasar atau fundamental ajaran
Islam; artinya bahwa pembaharuan Islam bukan dimaksudkan untuk
mengubah, memodifikasi, ataupun merevisi nilai-nilai dan prinsip-prinsip
Islam supaya sesuai dengan selera zaman, melainkan lebih berkaitan dengan
penafsiran atau interpretasi terhadap ajaran-ajaran dasar yaitu Al-Qur’an dan

1 Nasution, Harun, 1985. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya cetakan 5.UI Press. Jakarta.

2
Hadis agar sesuai dengan kebutuhan perkembangan.2 Maka dapat dipahami
bahwa pembaruan merupakan aktualisasi ajaran tersebut dalam perkembangan
sosial. Pokok- pokok pembaharuan Islam penting ditegaskan karena beberapa
hal. Pertama, di tengah situasi zaman yang kian kompleks, kita tak cukup
hanya bersandar pada pikiran-pikiran keislaman lama yang sudah tidak
relevan dengan konteks zaman. Sebab, apa yang dirumuskan ulama terdahulu
mungkin telah berhasil memecahkan masalah di masa lalu, tapi belum tentu
terampil menyelesaikan masalah di masa kini. Kedua, di tengah berbagai
usaha yang mengerdilkan Al-Qur’an, kita membutuhkan cara pandang baru
terhadap Al-Qur’an. Ketiga, sejumlah orang hendak menjadikan Islam sebagai
lading persemaian diskriminasi dan dehumanisasi. Kita menyaksikan kian
tingginya diskriminasi terhadap perempuan, misalnya. Keempat, “perang”
telah mendominasi diskursus umat Islam belakangan.
Di Indonesia sebelum ide pembaharuan atang telah terlebih dahulu masuk
gerakan pemurnian wahabiah di minangkabau. Ide wahabiah itu dibawa oleh
haji-haji yang pulang dari mekah, diantaranya haji miskin. Gerakan wahabiah
di minangkabau ini dalam sejarah Indonesia dikenal dengan gerakan padre
melawan adat-istiadat minangkabau yang bertentangan dengan ajaran islam.
Kaum adat maminta bantuan belanda dan akhirnya pecahlah perang padri
dipermulaan abad ke 19.
Ide-ide pembaharuan masuk ke Indonesia dipermulaan abad ke 20 melalui
majalah al-imam yang diterbitkan di Malaysia oleh Said Muhammad Agil,
Syekh Muhammmad Al-kalali dan Syekh Taher Jalaluddin. Yang tersebut
akhir ini pernah meeruskan studi di Al-Azhar,Cairo. al-imam  mengandung
ide-ide pembaharuan yang terdapat dalam majalah al-manar kepunyaan
Rasyid Rida. Pengaruhnya kelihatan di padang tempat lahirnya majalah Al-
munir di tahun 1911 M, dibawah asuhan H. Abdullah Ahmad, H. Abdul
Karim Amrullah dan H. Muhammad Taib.
Di Jakarta jamiat khair yang didirikan tahun 1901 M mempunyai sekolah
yang ke dalam kurikulumnya dimasukan bahasa ilmu pengetahuan barat.

2 Cooper, John, dkk.2002.Pemikiran Islam.Jakarta : Penerbit Erlangga

3
Siswanya kemudian dikirim ke Istanbul untuk meneruskan studi. Atas
undangan perkumpulan ini datang ke Indonesia seorang ulama dari sudan
bernama Syekh Ahmad Surkati. Ulama ini termasuk salah satu dari pengikut-
pengikut Muhammad Abduh.
Syekh Ahmad Surkati kemudian membentuk perkumpulan baru bernama
al-islah wa al irsyad, yang juga mempunyai sekolah di Jakarta dan majalah Al-
zakhirah. Di sekolah itu ide-ide pembaharuan dijalankan sedang Al-zakhirah
menyiarkan ide-ide itu ke dalam masyarakat.
Usaha yang dilakukan pembaharu-pembaharu diatas pengaruhnya terbatas.
Pembaharu yang kemudian besar pengaruhnya dalam gerakan pembaharuan
di Indonesia adalah Kyai H. Ahmad Dahlan, bapak muhammadiyah yang
didirikan pada di tahun 1912 M. melalui sekolah-sekolah muhammadiyah
yang terdapat di seluruh pelosok tanah air, ide pembaharuan memasuki
masyarakat umat islam Indonesia. Karena banyak dipengaruhi aliran Rasyid
Rida, dalam pembaharuan muhammadiyah terdapat unsure-unsur dari ajaran
pemurniah wahabiah. Selanjutnya pemuka-pemuka muhammadiyah yang
berasal dari minangkabau sedikit banyaknya terpengaruh juda oleh aliran
padre yang ada disana.
Dalam sejarah pembaharuan di Indonesia tidak dapat dilupakan nama H.
Agus Salim yang banyak mempunyai pengaruh pada golongan intelejensia
islam Indonesia yang berpendidikan barat. Demikian juga Said Umar
cokroaminoto dengan sarekat islamnya dan Hasan Bandung dengan persisnya.
Nahdlatul Ulama, jami’atul Washilah dan lain-lain juga tidak dapat menutup
pintunya terhadap ide-ide pembaharuan.
Indonesia lebih banyak dipengaruhi ole hide-ide pembaharuan yang timbul
di mesir daripada yang timbul di turki dan india, ialah karena bahasa arab
merupakan bahasa internasional dunia islam. Sedang bahasa turki dan urdu
tidak. Bahasa inggris yang dipakai  pembaharu- pembaharu india, dimasa yang
lampau kurang dikenal di Indonesia. Disamping sebab tersebut diatas mesir
berlainan dengan turkidan india, merupakan kiblat uamat islam untuk

4
memperdalam ilmu pengetahuan keagamaan, Al-Azhar mempunyai pengaruh
diseluruh dunia islam.
2.2 Perbedaan pembaharuan islam dengan modernisasi, reformasi,
revitalisasi, rekonstruksi, reaktualisasi, dan reinterpretasi
A. Modernisasi
Modernisasi adalah pengenalan artefak-artefak kehidupan masa kini
ke dalam masyarakat, contoh : rel kereta api, komunikasi, industri,
teknologi, dan peralatan rumah tangga.3 Modernisasi  merupakan proses
yang mengarah pada modernitas, yang berawal ketika suatu masyarakat
mulai mengambil sikap ingin tahu mengenai bagaimana orang membuat
pilihan, baik itu pilihan moral, pribadi, ekonomi, maupun politik. 4
Modernitas (modernisme) adalah pengertian umum mengenai proses
kultural dan proses politis yang timbul dari upaya untuk mengintegrasikan
gagasan baru, sistem ekonomi, atau pendidikan ke dalam masyarakat.5
Modernisme merupakan cara berpikir, cara hidup dalam dunia
kontemporer, dan cara menerima perubahan.
Pada akhir abad kesembilan belas, munculah sebuah pemikiran
Barat. Pemikiran Barat merupakan pemikiran materi-naturalis di mana
puncaknya ialah imperialisme Barat terhadap negara negara Islam dan
negara yang memiliki kekayaan alam di Asia dan Afrika demi kepentingan
industri Eropa. Pemikiran materialis ini dasarnya mengagung-agungkan
kekuatan materi, fenomena kemajuan dan interpretasi ekonomi terhadap
sejarah manusia. Juga mempersempit peranan spiritualisme agama,
kemanusiaan yang ideal dan moralisme religius. 8Pada abad tersebut,
terdapat sebuah keyakinan bahwa modern adalah kemajuan dan milik
orang Eropa (Barat) dan yang tradisional adalah tebelakang dan non-
Eropa.6

3 Nasution, Harun, 1985. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya cetakan 5.UI Press. Jakarta.

4 Kartanegara, mulyadhi.2007.Mengislamkan nalar : sebuah respon terhadap modernitas. Jakarta : Penerbit Erlangga

5 Kartanegara, mulyadhi.2007.Mengislamkan nalar : sebuah respon terhadap modernitas. Jakarta : Penerbit Erlangga

6 Al Bahiy, Dr. Muhammad.1986.Pemikiran Islam Modern.1986. Jakarta : Pustaka Panjimas

5
Proses modernitas yang memuat berbagai macam pembaharuan-
pembaharuan secara mendalam akan mempengaruhi gaya hidup
masyarakat dan nilai-nila yang dianut dan dijunjung tinggi oleh
masyarakat.7 Pembaharuan – pembaharuan tersebut sedikit demi sedikit
akan mengikis nilai – nilai dalam masyarakat bahkan dapat
menghilangkannya secara keseluruhan. Namun ada juga masyarakat yang
sama sekali tidak terpengaruh dengan adanya pembaharuan –
pembaharuan tersebut dan tetap mempertahankan gaya hidup tradisional.
Pembaharuan dalam Islam sangat Identik dengan modernisasi.
Pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan oleh kaum intelektual muslim
bertujuan untuk mengembangkan pandangan islam yang sesuai dengan
pemikiran dan institusi-institusi modern, namun tetap berpijak pada tradisi
dan dasar-dasar islam, demi pemurnian islam dan ketaatan pada Syari’ah
(hukum). Persamaan Modernisasi dan Pembaharuan dalam Islam terletak
pada kesamaan dalam hal bergerak ke arah yang lebih maju. Keduanya
mengusung konsep transformasi dari keadaan yang kurang baik ke arah
yang lebih baik dengan harapan terwujudnya tatanan masyarakat yang
makmur.
Jamaluddin Al-Afghani, seorang aktivis yang merupakan guru dari
Muhammad Abduh –salah satu tokoh pembaharu Islam-, mengemukakan
bahwa islam harus aktif dan bersemangat. Islam, menurut Al-Afghani
yang paling utama adalah sebuah keyakinan terhadap transendensi Tuhan
dan akal, dan tugas manusia adalah menerapkan prinsip – prinsip Al-
Qu’ran dalam cara yang baru untuk mengatasi masalah-masalah baru di
zaman mereka. Kaum muslimin harus menerima kebutuhan akan
perubahan yang bersandarkan pada prinsp – prinsip islam.8
Meskipun pembaharuan dalam Islam dan Modernisasi adalah hal
yang relatif identik, namun keduanya memiliki perbedaan yang
fundamental. Modernisasi adalah perubahan sosial yang apabila dirunut

7 Beling dan Totten.1985.Modernisasi : Masalah Model Pembangunan.Jakarta : CV. Rajawali

8 Al Bahiy, Dr. Muhammad.1986.Pemikiran Islam Modern.1986. Jakarta : Pustaka Panjimas

6
dari sejarah, pada mulanya modernisasi berporos pada Eropa dengan
industrialisasi dan komersialisasi atau komodifikasi. Modernisasi lebih
mengunggulkan kekuatan materi dan memperkecil makna spiritualisme
atau kemusiaan yang ideal. Sedangkan pembaharuan dalam Islam adalah
gerakan dari pemikiran para cendikiawan muslim untuk merespon segala
dorongan – dorongan serta aspek – aspek dari luar yang mempengaruhi
kehidupan umat muslim dengan tetap mengindahkan nilai – nilai islam.
Modernitas merupakan salah satu dorongan yang tidak dapat
dihindari oleh umat Islam, sehingga banyak pemikiran – pemikiran
intelektual muslim dalam menyikapi hal tersebut. Dalam hal ini,
Muhammad ‘Abduh berpendapat bahwa Islam seyogyanya menjadi basis
moral dari masyarakat yang modern dan progesif, namun islam tidak dapat
menyetujui semua yang dilaksanakan atas nama modernisasi.12 disamping
itu ada pemikiran lain yang sangat keras menyikapi modernitas dan
menolak segala hal yang berkaitan dengan kemajuan modern serta
mengupayakan mengislamkan modernitas bukan memodernisasi Islam.
Kesimpulannya, modernisasi merupakan perubahan dalam segala segala
aspek yang terus meraksasa tanpa adanya aturan spiritual keagamaan, dan
pembaharuan dalam Islam adalah perubahan dalam islam yang tetap
mengindahkan nilai – nilai ajaran islam.
B. Reformasi
Istilah reformasi atau pembaharuan disini diterjemahkan dari kata
ishlah atau tajdid yang biasa digunakan dalam literatur islam modern.
Namun, istilah tajdid lebih umum dipergunakan daripada istilh ishlah
untuk maksud, baik pembaharuan ataupun reformasi yang sebenarnya
dalam bahasa inggris keduanya dibedakan. Pengertiannya, memperbaharui
sesuatu yang mengalami ketidaksesuaian dengan apa yang semestinya.
Misalnya sesuatu itu tidak sesuai dengan tuntutan zaman atau dasar-
dasarnya. Istilah tajdid yang berlaku di kalangan ilmuwan muslim diambil
dari hadis Rasulullah, “Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini pada
satiap penghujung seratus tahun, orang yang memperbaharui (yujaddidu)

7
agamanya” (Abu Daud, Sunan, Kitab Al-Malahim: 109). Maksudnya,
mempengaruhi pemahaman yang tidak cocok dan praktik keagamaan yang
menyimpang. Dengan demikian, pembaharuan merupakan hal dalam
kehidupan keagamaandan didasarkan syari’at. Di samping landasan
syari’ah, usaha reformasi  atau bembaharuan tersebut dilakukan karena
beberapa alasan. Sesuatu yang lama dinilai tidak lagi sejalan dengan
perkembangan zaman. Kemungkinan lain karena faham-faham yang ada
dianggap keluar dari maksud teks yang sebenarnya. Karena itu, faham
tersebut perlu diperbaharui, dalam arti dimurnikan. Sementara itu, ijtihad
diartikan sebagai upaya keras untuk menggali hukum-hukum yang ada
dalam teks agama, apakah upaya tersebut disebabkan oleh kedua
kemungkinan di atas atau sebab munculnya suatu masalah baru yang
belum ada status hukumnya secara implisit dalam teks. Dengan demikian,
tujuan ijtihad adalah menentukan hukum-hukum untuk masalah-masalah
yang baru muncul yang tidak terdapat dalam teks agama secara langsung.
Dalam realitas sejarah, konsep dasar diaras mengalami perkembangan dan
perbedaan. Untuk melihat perkembang dan perbedaan tersebut,
ditampilkan tiga model pembaharuan dalam sejarah Islam yang masing-
masing mempunyai konsep yang berbeda-beda.
Kelompok pertama, mengartikan bahwa tajdid adalah
mengembalikan pemahaman-pemahaman dan praktik-praktik agama yang
tidak sesuai dengan dasarnya yang otentik, kepada faham serta ajaran
Islam yang benar sebagaimana zaman Rasulullah dan sahabatny
(Busthami, 1984: 10-19). Metode yang dipakai dalam memahami teks-teks
agama menggunakan metode tekstual atau literal, di mana lafadz-
lafadznya diartiakan apa adanya meskipun hasilnya menurut kebanyakan
orang bertentangan dengan kenyataan serta kebutuhan suatu zaman.
Kelompok kedua, mengartikan bahwa tajdid adalah reformasi
(ishlah) atau modernoisasi (tahdits). Maksudnya, memperbaharui atau
mengembangkan suatu pemahaman dan pelaksanaan ajaran-ajaran Islam
sejalan dengan perkembangan dan kebutuhan suatu zaman. Metode yang

8
dipakai adalah metode rasional, di mana teks-teks agama dipahami secara
rasional untuk diambil inti pesan-pesannya dan tidak terikat kepada lafadz-
lafadznya, khususnya dalam aspek muamalah. Sedangkan untuk aspek
ibadah, mereka menggunakan metode tekstual sebagaimana kaum salafi.
Adapun kelompok ketiga, memahami tajdid sebagai upaya atau
usaha memperbaharui faham-faham lama yang dianggap lemah dengan
cara memasukkan unsur-unsur baru tanpa merusak bangunan, ciri-ciri, dan
inti yang lama (Qardlawy, 1986: 28). Konsep itu tampaknya berusaha
menawarkan sesuatu yang baru dengan memkompromikannya dengan
yang lama atau menarima dan menolak yang baru maupun yang lama
secara kritis dan selektif
Berdasarkan perspektif di atas, kita melihat tiga model pembaharuan.
Pertama, pembaharuan berati menghidupkan kembali tradisi pada masa
Rasulullah secara totalitas. Teks wahyu dipahami secara tekstual. Sebagai
konsekuensinya, rasio dalam kelompok ini kurang memperoleh tempat.
Kedua, pembaharuan berarti menggantikan yang lama dengan yang baru
(modern). Yang lama ditinggalkan karena tidak sejalan dengan zaman
modern. Namun, yang ditinggalkan mereka bukan teks wahyu, tetapi
pemahaman orang terhadap teks. Disamping itu, jika teks dalam Islam ada
dua macam, yaitu qath’i dan zanny maka mereka hanya meninggalkan
pemahaman lama teks-teks yang kedua. Sementara itu, terdapat jenis teks
pertama, mereka tetap sepakat dengan pemahaman umum yang ada.
Ketiga, pembaharuan berarti menyintesiskan antara yang lama dan yang
baru (antara tradisi dan modernitas). Unsur lama yang baik dipertahankan
dan unsur baru yang lebih baik dihadirkan. Teks diwahyukan dipahami
secara tekstual dan konstektual. Rasio dan wahyu memperoleh tempat
yang seimbang.
C. Revitalisasi
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Revitalisasi
Merupakan cara, proses, perbuatan menghidupkan kembali atau
menggiatkan kembali14 . Lebih jelasnya, Revitalisasi berarti suatu

9
perbuatan untuk kembali menghidupkan suatu hal yang dulunya hidup
pada suatu masyarakat namun seiring dengan berjalannya waktu hal
tersebut mulai terkikis dan bahkan menghilang.  
Revitalisasi merupakan salah satu konsep yang terdapat pada
pembaharuan dalam Islam. Revitalisasi yang merupakan perbuatan
menghidupkan kembali segala sesuatau yang mulai meredup sangat
relevan dengan pembaharuan dalam islam, melihat bahwa pembaharuan
dalam islam (salah satunya) dilakukan akibat dari kondisi Islam sekarang
yang sangat jauh dari konsep Islam yang sebenarnya. Maka para mujahid
merasa bahwa perlu adanya menghadirkan nilai – nilai islam yang pada era
ini telah terkesampingkan, tentu saja hal ini merupakan tantangan yang
berat. Pada zaman ini, proses menghadirkan nilai – nilai Islam yang
sesungguhnya di kalangan kaum muslimin harus memperhatikan aspek –
aspek budaya global yang telah bersatu dengan masyarakat saat ini.
Dalam agama islam, revitalisasi telah dipraktekkan sejak zaman
dahulu. Pada masa Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali (w.505/111)
sekitar seribu tahun yang lalu, revitalisasi telah dilakukan. Pada saat itu
terdapat ancaman yang membahayakan eksistensi ilmu – ilmu agama
(naqli) oleh ilmu – ilmu rasional (‘aqli) akibat dari munculnya aliran
teologi rasional Mu’tazilah, maka dari itu Al-Ghazali melakukan
revitalisasi ilmu – ilmu agama yang dirasa telah terkesampingkan oleh
ilmu – ilmu rasional. Upaya yang dilakukan Al-Ghazali berhasil
mengembalikan “titik tekan” ilmu kepada ilmu – ilmu agama dan
mendegradasi disiplin ilmu filsafat dan ilmu – ilmu lainnya
Pada zaman sekarang, para cendikiawan serta intelektual muslim
dituntut untuk segera melakukan Revitalisasi cahaya islam yang mulai
memudar. Berbeda dengan tantangan filosofi yang dihadapi Al-Ghazali
ratusan tahun yang lalu, kali ini kaum muslimin dihadapkan pada
tantangan filsafat yang jauh lebih serius dan radikal. Tantangan filosofi
yang dihadapi Al-Ghazali berasal dari para filsuf yang masih mempercayai
hal-hal ghaib, sedangkan tantangan filosofi yang dihadapi kaum muslimin

10
saat ini berasal dari para filsuf yang tidak mempercayai adanya hal-hal
yang metafisik. Hal ini disebabkan oleh munculnya pandangan
Positivisme Barat (ketidakpercayaan pada hal metafisik)  dan terus
merajalela karena didukung oleh para ilmuwan di berbagai bidang, seperti
astronomi, kesokteran, dan lain-lain, yang sangat diagung-agungkan umat
pada saat ini, contohnya Darwin dengan teori evolusinya, Freud, dan
Emile Durkhim. Para ilmuwan tersebut sangat mengagungkan akal dan
rasionalitas sebagai satu-satunya kepercayaan mutlak. Freud, salah satu
Ilmuwan dunia, mengatakan bahwa agama adalah ilusi dan agama berasal
dari ketidakberdayaan manusia dalam menghadapi daya-daya dari luar dan
daya imajinatif dari dalam dirinya.
Tantangan filosofis yang begitu serius dan berbahaya terhadap
bangunan metafisik, epistemologis, dan etis islam tidak boleh dibiarkan
begitu saja tanpa respons, hal ini karena sebuah pemikiran akan dianggap
benar selama tidak ada yang membantahnya. Maka kewajiban moral bagi
cendikiawan muslim saat ini adalah untuk sedapat mungkin memberikan
jawaban – jawaban yang seimbang atau kritis logis terhadap pendirian
filosofis mereka. Tujuannya adalah agar keyakinan kita pada yang ghaib
dapat terpelihara dengan baik dalam hati kita, dibawah naungan benteng
filosofis yang tangguh dan tahan serangan9
Pembaharuan pemikiran Islam, dalam hal ini mengarah pada
Revitalisasi nilai-nilai Islam yang semakin terkikis dan , dapat dilakukan
dengan cara revitalisasi ilmu – ilmu rasional. Mengingat bahwa pada masa
lalu ilmu-ilmu rasional pernah hilang eksistensinya dalam dunia Islam,
maka di era ini revitalisasi ilmu-ilmu rasional perlu dilakukan  untuk
melindungi kepercayaan agama dengan dan dalam sebuah benteng
filosofis yang dibangun atas dasar – dasar logika yang handal. Berbeda
dengan tujuan al-Ghazali dalam menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama
(yaitu menghantam ilmu-ilmu rasional), revitalisasi ilmu-ilmu rasional kali
ini justru  bertujuan untuk menguatkan dan melindungi kepercayaan

9 Husein, Drs. Machnun.1955. Aliran-Aliran Modern Dalam Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

11
agama dari serangan – serangan filosofis dan ilmiah yang dilancarkan
pendukung filsafat positif-sekuler. Karena tantangan filosofis seperti
hanya dapat dihadapi secara filosofis dengan argumen-argumen rasional
yang solid dan sistematik, dan bukan dengan dogma-dogma religius10.
Penjelasan diatas merupakan bukti relevansi antara pembaharuan
dalam islam dan revitalisasi, sementara perbedaan mendasar dari konsep
revitalisasi dan pembaharuan Islam adalah terletak pada alasan dan tujuan
daripada konsep tersebut. Lebih jelasnya, konsep revitalisasi, yang
mengandung makna “menghidupkan kembali”, berlaku untuk seluruh
aspek kehidupan tergantung dari sudut pandang mana pelaku relativitas ini
memandang. Tidak menutup kemungkinan bahwa konsep revitalisasi
sekuler (non-islam) dapat muncul menjadi bumerang, dan mengacaukan
eksistensi agama Islam. Sedangkan pembaharuan dalam Islam adalah
pemikiran – pemikiran berdasarkan dalil-dalil wahyu ilahi yang bertujuan
untuk menghadirkan nilai – nilai Islam yang sesungguhnya dalam
kehidupan umat manusia di seluruh alam.
D. Rekonstruksi
Di era globalisasi sekarang ini, melakukan rekonstruksi pemikiran
Islam akan sulit dilakukan. Namun bukan berarti tidak mungkin dilakukan,
bahkan sangat mungkin dilakukan. Hal ini karena nilai-nilai Islam yang
universal tidak bertentangan dengan nilai-nilai universal yang lahir dari
rahim peradaban Barat. Yang harus dilakukan adalah bagaimana agar umat
Islam secara mayoritas menyadari pentingnya rekonstruksi pemikirannya,
sehingga proyek rekonstruksi ini tidak dilakukan hanya oleh individu-
individu tertentu. Ia harus dilakukan secara bersinergi, simultan dan
berkesinambungan oleh seluruh lapisan masyarakat Islam, bahkan oleh
pihak penguasa (pemerintah), sebagaimana yang terjadi pada jaman
kejayaan Islam di Baghdad dahulu di mana pengembangan ilmu
pengetahuan dilakukan bukan secara sporadis dan individual, tapi juga
didukung oleh kalangan penguasa seperti para khalifah.  Dalam hal ini

10 Husein, Drs. Machnun.1955. Aliran-Aliran Modern Dalam Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

12
diperlukan upaya-upaya penyadaran kepada umat Islam secara
keseluruhan akan pentingnya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
yang semakin hari semakin berkembang dan maju. Kepada umat Islam
harus diberikan pemahaman yang komprehensif tentang perhatian Islam
yang begitu dalam akan pandangan keduniawian, khususnya iptek ini.
Bahwa akhirat itu lebih kekal, dan oleh karenanya lebih penting untuk
diperhatikan, tidak berarti harus menafikan dunia. Pentingnya ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam penerapan Islam perlu disosialisasikan
lebih intens kepada umat Islam sehingga umat Islam tidak hanya fasih
dalam ibadah saja, tapi juga mendalami ilmu pengetahuan dan teknologi
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh
Sardar, hal ini diungkapkannya dengan istilah perluasan syari’ah ke dalam
domain-domain kontemporer, seperti perencanaan lingkungan dan
perkotaan, kebijaksanaan sains dan penaksiran teoknologi, partisipasi
masyarakat dan pembangunan pedesaan.11 Di sini, peran para da’i dan
aktivis pendidikan sangat strategis di mana merekalah ujung tombak bagi
sosialisasinya ide-ide rekonstruksi peradaban ini di tengah-tengah
masyarkat luas.
Dalam melakukan upaya rekonstruksi peradaban Islam, ada enam hal
penting yang perlu diperhatikan sebagai bahan  pertimbangan. Keenam hal
ini secara ringkas adalah:
1. Pembangunan peradaban dengan melihat pertumbuhan ekonomi
masyarakat.
2. Pembangunan yang mencakup partisipasi masyarakat dalam
pembangunan ekonomi.
3. Pembangunan ini tidak semata-mata peniruan terhadap struktur
dan kebijaksanaan negera-negara maju.
4. Proses industrialisasi tidak boleh hanya mencangkok aktivitas-
aktivitas industrial tertentu dari negara-negara maju. Ia harus
disertai dengan penguasaan teknologi.

11 Beling dan Totten.1985.Modernisasi : Masalah Model Pembangunan.Jakarta : CV. Rajawali

13
5. Tidak semata-mata alih teknologi, tetapi juga dengan
membangun infrasktruktur sains dan teknologi yang berupa
sumber daya manusia (SDM), ilmu pengetahuan, keahlian dan
kemampuan inovatif dan produktif untuk menyerap dan
mengadaptasi teknologi impor.
6. Memiliki kemampuan dasar untuk riset dan tidak puas hanya
dengan literatur sains negara-negar.12
Adapun persamaan antara pembaharuan dengan rekonstruksi adalah
sama sama mengacu pada perubahan menjadi lebih maju yang signifikan
tidak hanya dalam satu bidang tetapi dalam banyak bidang, perubahan
yang tentunya diharapkan tidak hanya segenpa lapisan umat Islam tetapi
segenap lapisan dan bahkan sampai kepada pemerinthan. Perbedaannya
sendiri hanya terdapat pada konteks kalimanya saja karena sangat sulit
membedakan antara keduanya.
E. Reinterpretasi
Reinterpretasi adalah penafsirkan kembali (ulang); proses, cara,
perbuatan menafsirkan kembali terhadap interpretasi yang sudah ada.13
Reinterpretasi dapat dinilai sebagai kegiatan penafsiran kembali
terhadap hukum hukum Islam atau ketentuan-ketentuan yang telah
diterapkan sebelumnya. Penafsiran yang atau penelaahan kembali ini
dilakukan dengan tujuan kembalinya pemahaman-pemahaman tentang
islam yang belum berbur dengan budaya. Memurnikan ajaran-ajaran
keislaman yang telah melebur kepada kulturisasi budaya masyarakat
setempat.  Menurut Fazlur Rahman dalam jurnalnya yang berjudul
Reinterpretasi Sumber Hukum Islam, dalam Abstrak dituliskan bahwa;
membiarkan dua dimensi hukum Islam yakni teks dalil hukum dan
fenomena hukum (waqi’at) dalam sifat dan konteksnya masing-masing,
jelasakan menimbulkan kesenjangan atau perbedaan antara hukum dengan
kenyataan hukum yang dihukumi; oleh karena itu Rahman dengan

12 Husein, Drs. Machnun.1955. Aliran-Aliran Modern Dalam Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

13 Nurhakim, Moh. 2003. Islam, Tradisi, dan Reformasi “Pragmatisme” Agama dalam Pemikiran Hassan Hanafi. Malang : Bayumedia Publishing

14
ijtihadnya menganggap perlu perubahan cara pandang dan penafsiran
(reinterpretasi) atas sumber hukum Islam. Rahman membedakan antara
Islam historis dan Islam normatif. Islam normatif adalah Islam par
excellence, dalam kitab suci dan Sunnah Nabi sedang Islam historis adalah
sebagaimana dipahami dan dipraktekan kaum Muslim. Islam historis
inilah yang sering disebut Rahman sebagai tradisi Islam atau tradisi kaum
muslim yang memungkinkan dilakukannya Revitalisasi14
Ide pemikiran pembaharuan Fazlur Rahman tentang perlunya
metodologi baru dalam memahami teks Alquran dimulai dengan penelitian
historisnya mengenai evolusi perkembangan empat prinsip dasar (Alquran,
Sunnah, Ijtihad dan Ijma’), yang diungkapkannya dalam buku Islamic
Methodology in History (1965). Pandangan Fazlur Rahman ini
dilatarbelakangi oleh pergumulannya dalam upaya-upaya pembaruan
(hukum) Islam di Pakistan, yang kemudian mengantarkannya pada agenda
yang lebih penting lagi; yaitu perumusan kembali penafsiran Alquran.
Dalam kajian historisnya, Fazlur Rahman menemukan adanya hubungan
organis antara sunnah ideal Nabi Saw. dan aktifitas ijtihad-ijma’. Bagi
Fazlur Rahman, sunnah kaum Muslim awal merupakan hasil ijtihad
personal, melalui instrumen qiyâs, terhadap sunnah ideal Nabi Saw. yang
kemudian menjelma menjadi ijma atau sunnah yang hidup.
Akan tetapi, persoalannya terletak pada kemampuan kaum Muslim
untuk mengkonsepsi Alquran secara benar. Fazlur Rahman menegaskan:
“..bukan hanya kembali kepada Alquran dan sunnah sebagaimana yang
dilakukan pada masa lalu, tetapi suatu pemahaman terhadap keduanyalah
yang akan memberikan pimpinan kepada kita dewasa ini. Kembali ke
masa lampau secara sederhana, tentu saja kembali keliang kubur. Dan
ketika kita kembali kepada generasi Muslim awal, pasti kita temui
pemahaman yang hidup terhadap Alquran dan sunnah15

14 Nasution, Prof.Dr.Harun. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta : PT. Bulan Bintang

15 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990

15
Adapun persamaan reinterpretasi dengan pembaharuan adalah
terletak pada acuan kepada penyegaran atau peningkatan pemahaman
terhadap pemahaman-pemahaman Islam baik subjektif maupun objektif,
sama sama mengandung maksud untuk membawa Islam menuju
peradaban yang lebih maju seperti dengan merujuk kepada perkembangan
bangsa eropa. Reinterpretasi sendiri lahir karena adanya keinginan umat
manusia pada umumnya dan umat islam pada khususnya untuk melakukan
pembaharuan. Perdedaannya sendiri sulit untuk diidentifikasi karena
sangat eratnya kesamaan redaksi kalimat antara reinterpretasi dan
pembaharuan, perbedaan yang dapat ditangkap oleh penulis adalah bahwa
pembaharuan adalah hal yang sudah ada kemudian dibuat menjadi lebih
mengikuti zaman atau lebih terbaru sedangkan rainterpretasi adalah
dilakukannya penafsiran kembali terhadap pandangan-pandangan tentang
keislaman sehingga lahir definisi yang baru.
F. Reaktualisasi
Menurut KBBI, reaktualisasi adalah proses, cara, perbuatan
mengaktualisasikan kembali, penyegaran dan pembaruan nilai-nilai
kehidupan masyarakat. Reaktualisasi merupakan salah satu metode yang
diusung dalam pembaharuan Islam.16
Sejak kemunculan Renaissance pada abad pertengahan, cara hidup
dan cara pikir umat manusia mulai berubah. Sehingga berdampak pada
terciptanya kehidupan yang hanya mementingkan kepentingan
dunia.Renaissance juga merupakan gerbang baru lahirnya peradaban
modern. Hadirnya sains modern telah memberikan pengaruh yang luar
biasa terhadap umat manusia, bukan hanya bukan bidang ekonomi, politik,
sosial, namun juga dalam bidang filsafat dan agama. Umat islam pun tidak
luput dari pengaruh renaissance tersebut. Menghadapi rasionalitas ilmiah
modern dan permasalahan-permasalahan yang bersifat universal, berbagai
khazanah pemikiran islam sudah saatnya untuk disegarkan dan dibangun
kembali, dengan kata lain perlu diadakannya reaktualisasi khazanah islam

16 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990

16
yang telah semakin terpendam oleh nilai-nilai baru yang muncul dalam
masyarakat.
Contoh diatas merupakan gambaran tentang relevansi antara
pembaharuan dalam islam dan gerakan reaktualisasi. Sedangkan
perbedaan mendasarnya terletak pada penggunaan konsep reaktualisasi itu
sendiri, mengingat reaktualisasi bukanlah konsep yang berasal dari ajaran
Islam. Konsep “reaktualisasi” pernah dilakukan oleh orang non-muslim
terdahulu untuk menyegarkan nilai-nilai kehidupan mereka dan bangkit
dari lingkar kemunduran yang disebabkan oleh dominansi gereja, yaitu
pada abad ke-15 hingga abad ke-16. Akhirnya, reaktualisasi nilai-nilai
kehidupan yang dilakukan pada zaman tersebut melahirkan sebuah
pemikiran baru yang secara umum berisi tentang keutamaan kehendak
manusia, manusia berhak merubah nasib dengan ikhtiar yang maksimal
dan satu-satunya pembimbing yang sempurna dan mutlak untuk menuju
kearifan dan kebijaksanaan adalah akal manusia. Namun akibat dari
pembaharuan nilai tersebut, hal-hal yang berhubungan dengan ketuhanan
menjadi tersingkirkan dan tidak dianggap sesuatu yang sakral. Tentunya
hal ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang berpegang teguh
pada keyakinan Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT.

2.3 Latar Belakang Pemikiran Dan Pembaharuan Islam


Pembaharuan dalam Islam mempunyai tujuan dan latarbelakan berbeda-
beda dalam setiap periode sejarah Islam. Sejarah Islam dapat dibagi ke dalam
3 periode, yaitu:
A. Periode klasik (650-1250M)
Periode ini dimulai dari masa Khulafaur Rasyidin, Bani Umayyah,
sampai Bani Abbasiyah. Pada periode ini pembaharuan dalam Islam sudah
nampak, yaitu pemikiran para sahabat mengenai hukum-hukum dalam
Islam yang belum terdapat pada Al-Quran dan As-Sunnah. Contohnya :
ijtihad para sahabat dalam pembukuan Al-Quran pada masa Khalifah Abu
Bakar dan pembukuan Hadits.

17
B. Periode Pertengahan (1250-1800M)
1. Kerajaan Utsmani
Pada periode pertengahan, telah muncul pemikiran dan usaha
pembaharuan Islam dikerajaan Usmani di Turki. Akan tetapi usaha itu
gagal karena ditentang golongan militer dan ulama. Pada abad ke-17,
kerajaan Usmani mulai mengalami kekalahan dalam peperangan
dengan Negara Eropa. Kekalahan itu mendorong raja dan pemuka
kerajaan Usmani untuk menyelidiki sebab-sebabnya. Kemudian
diketahui bahwa penyebabnya adalah ketertinggalan mereka dalam
teknologi militer. Orang-orang Eropa yang dahulu dianggap sebagai
kafir  dan rendah sekarang mulai di hargai. Mereka selidiki pula
rahasia keunggulan Barat. Mereka temukan bahwa rahasianya adalah
karena Barat memiliki sains dan teknologi tinggi yang diterapkan
dalam kemiliteran.
Karena itulah, pada 1720, kerajaan Usmani mengangkat Celebi
Mehmed sebagai utusan kerajaan untuk berangkat menuju ke Paris.
Dia bertugas mempelajari benteng-benteng pertahanan, pabrik-pabrik,
serta institusi-institusi Perancis lainnya. Laporan Celebi Mehmed
tertuang dalam bukunya, seferetname. Di tahun 1741 said mehmed
dikirim pula ke Perancis  sehingga laporan tersebut menarik perhatian
Sultan Ahmad III untuk memulai Pembaharuan di Kerajaan Usmani.
Usaha pembaharuan itu mendapat tantangan dari dua golongan.
Tantangan pertama datang dari tentara tetap yang disebut Yanissary
(Pasukan Baru). Yanissary mempunyai hubungan erat dengan Tarekat
Bektasyi yang berpengaruh besar dalam masyarakat. Tantangan
selanjutnya datang dari pihak ulama. Ide-ide baru yang didatangkan
dari Eropa itu dianggap bertentangan dengan paham tradisional yang
dianut masyarakat Islam ketika itu. Karena itu, usaha pembaharuan
pertama di Kerajaan Usmani tidak berhasil seperti yang diharapkan.

18
2. India
Sebelum periode modernisasi, muncul juga ide dan usaha
pembaharuan. Pada awal abad ke-18, kerajaan mogul memasuki zaman
kemunduran. Perang saudara untuk merebut kekuasaan sering terjadi.
Golongan hindu yang merupakan mayoritas masyarakat dalam negara
tersebut, ingin melepaskan diri dari kekuasaan mogul. Selain itu,
inggris juga telah mulai memperbesar usahanya untuk memperoleh
daerah kekuasaan di India pada tahun 1757.
Suasana itu menyadarkan para pemimpin Islam India akan
kelemahan umat Islam. Salah seorang yang menyadari hal itu ialah
Syah Waliyullah (1703-1762) dari Delhi. Ia berpendapat Salah satu
penyebab kelemahan umat Islam ialah perubahan system pemerintahan
dari system khilafah ke system kerajaan. System pertama bersifat
demokratis, sedang system kedua bersifat otokratis. Karena itu system
ke Khalifahan seperti pada masa al- Khulafa al-Rasyidun perlu
dihidupkan kembali.
Perpecahan semakin panjang di kalangan umat Islam bebrapa
faktor yang membuat kekacauan tersebut ialah perbedaan Madzhab
antara Islam Sunny dan Syiah selain perbedaan antara madzhab,
masuknya adat istiadat dan ajaran-ajaran yang bukan dari islam ke
dalam keyakinan umat Islam.
3. Arab
Pembaharuan islam di Arab bisa dikatakan pelopornya adalah
Mohammad bin Abdul Wahab (1703-1787). Menurut Wahab,
penyebab kelemahan umat Islam saat itu ialah tauhid umat Islam yang
tidak lagi murni bukan masalah politik yang ada di dalam kerajaan
Utsmani dan Mughol. Kemurnian tauhid mereka telah dirusak oleh
ajaran tarekat. Tarekat menurut Muhammad bin Abdul Wahab,
mengajarkan pemujaan kepada syekh dan wali. Umat Islam
menunaikan haji dan meminta pertolongan kekuburan-kuburan syekh
dan wali itu. Karenanya, semua hal itu harus dihilangkan karena tidak

19
sesuai dengan ajaran-ajaran yang berlaku dalam agama islam. Ia juga
menganjurkan ijtihad. Inti pemikirannya adalah al-Quran dan hadislah
sumber ajaran Islam, taqlid kepada ulama tidak dibenarkan dan pintu
ijtihad tidak tertutup.
C. Periode Modern (1800M-Sekarang)
Usaha pembaharuan dalam periode ini dimulai oleh Muhammad Ali
Pasya, seorang perwira Turki. Muhammad Ali Pasya berkeyakinan bahwa
ketinggian dan kemajuan Eropa didasarkan atas kekuatan militernya dan
dibelakang kekuatan militer pasti ada kekuatan ekonomi yang sanggup
mempelajari biaya pembaharuan dalam lapangan militer. Untuk
mendapatkan para ahli-ahli yang mumpuni pada bidang militer dan
ekonomi, maka ia mendatangkan para ahli dari Eropa, mendirikan
sekolah-sekolah, dan mengirimkan pemuda-pemuda Mesir belajar ke
Eropa.
Hal ini mempercepat perkembangan dan gerakan pembaharuan di
Mesir. Salah satu pemikir pembaharuan islam di zama ini adalah At-
Tahtawi. Salah satu pemikiran Al-Tahtawi adalah Ajaran Islam bukan
hanya mementingkan soal akhirat tetapi juga soal hidup di dunia. Umat
Islam harus mementingkan hidup duniawinya.
Pemikir pembaharuan Islam pada periode modern ini selanjutnya
adalah Muhammad Abduh (1849-1905M). Ia berpendapat bahwa islam
yang dianut umat bukan lagi Islam yang sebenarnya. Inilah salah satu
kemunduran umat Islam. Untuk dapat maju lagi umat Islam harus kembali
kepada Islam sejati, Islam dipraktekkan di Zaman Klasik. Ia berpendapat
bahwa Islam adalah agama yang rasional. Wahyu tidak membawa hal-hal
yang bertentangan dengan pendapat akal. Ia juga menentang sifat jumud
atau statis yang terdapat dalam kalangan umat Islam. Sifat jumud
membuat mereka berhenti berpikir dan berusaha. Umat Islam harus
memiliki sifat dinamis.
Pemikir pembaharuan Islam selanjutnya aalah Rasyid Ridha (1865-
1935M). Ia merupakan murid dan pengikut Muhammad Abduh. Ia

20
berpendapat bahwa kemunduran umat Islam disebabkan karena umat
muslim tidak lagi menganut Islam yang murni dan untuk mengetahui
Islam murni, orang harus kembali kepada Al-Quran dan hadits. Ajaran
Islam tidak membawa kepada kepasifan, tetapi sebaliknya kepada
dinamisme. Pembaharuan harus juga memasuki lapangan fikih.
D. Perkembangan Islam Pada Masa Modern pada Berbagai Bidang
1. Pada Bidang Akidah
Salah satu pelopor  pembaruan dalam dunia Islam Arab adalah
suatu aliran haruan g bernama Wahabiyah yang sangat berpengaruh di
abad ke-19. Pelopornya adalah Muhammad Abdul Wahab (1703-1787
M) yang berasal dari Nejed, Saudi Arabia. Pemikiran yang di
kemukakan oleh Muhammad Abdul Wahab adalah upaya memperbaiki
kedudukan umat Islam dan merupakan reaksi terhadap paham
tauhidyang terdapat di kalangan umat Islam pada saat itu. Paham
tauhid mereka telah bercampur aduk oleh ajaran-ajaran tarikat yang
sejak abad ke-13 tersebar luas didunia Islamah tauhid memang
merupakan ajaran yang paling dasar dalam Islam.Oleh  karena  itu,
tidak mengherankan  apabila  Muhammad  Abdul  Wahabmemusatkan
perhatiannya pada persoalan ini. Ia memiliki pokok-pokok
pemikiransebagai berikut :
a. Yang harus disembah hanyalah Allah SWT dan orang yang
menyembah selaindari Nya telah dinyatakan sebagai musrik 
b. Kebanyakan orang Islam bukan lagi penganut paham tauhid
yang sebenarnya karena mereka meminta pertolongan bukan
kepada Allah, melainkan kepada syekh, wali atau kekuatan
gaib. OrangIslam yang berperilaku demikian jugadinyatakanj
sebagai musyrik 
c. Mendekatkan syirik
d. Meminta syafaat selain kepada Allah juga perbuatan syirik
e. Bernazar kepada selain Allah juga merupakan syirik 

21
f. Tidak percaya kepada Qada dan Qadar Allah merupakan
kekufuran
2. Pada Bidang Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan adalah salah satu hal yang sangat penting bagi
ummat islam . Oleh karena itu, Islam menghendaki manusia
menjalankan kehidupan yang didasarkan rasionalitas atau akal dan
iman. Ayat-ayat Al-Qur’an banyak memberi tempat yang lebih tinggi
kepada orang yang memiliki ilmu pengetahuan, Islam pun
menganjurkan agar manusia jangan pernah merasa puas dengan ilmu
yang telah dimilikinya karena berapa pun ilmu dan pengetahuan yang
dimiliki itu masih belum cukup untuk dapat menjawab pertanyaan atau
maslah yang ada di dunia  ini. Seperti dalam Firman Allah SWT,
“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut
menjadi tinta,ditambahkan kepada tujuh laut (lagi) sesudah
(kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi MahaBijaksana ” (QS
Luqman : 27)
3. Pada Bidang Kebudayaan
Didunia Islam, ilmu pengetahuan modern mulai menjadi tantangan
nyata sejak akhir abad ke-18, terutama sejak Napoleon Bonaparte
menduduki Mesir pada tahun 1798dan semakin  meningkat setelah
sebagian besar dunia Islam menjadi wilayah jajahan atau dibawah
pengaruh Eropa.akhirnya serangkaian kekalahan berjalan hingga
memuncak dengan jatuhnya dinasti Usmani di Turki.
Kebudayaan  Turki  merupakan  perpaduan  antara  kebudayaan
Persia, Bizantium, dan Arab. Dari kebudayaan Persia, mereka banyak
menerima ajaran-ajaran  tentang  etika  dan  tata krama  kehidupan
kerajaan  atau  organisasi pemerintahan. Prinsip kemiliteran mereka
dapatkan dari Bizantium, sedangkan dariArab, mereka mendapat
ajaran ajaran tentang prinsip ekonomi, kemasyarakatan, dan ilmu
pengetahuan.

22
2.4 Tokoh- Tokoh Pembaharu Islam dan Manfaatnya Bagi Kemajuan Umat
Islam.
A. M. Ibn Abd al-Wahhab dan Gerakan Wahabiyah
Muhammad ibn Abd al-Wahhab lahir di Uyaynah, Nejd, pada tahun
1703 M (1115 H). Sejak kecil ia telah belajar Al-Qur’an pada ayahnya,
dan sebelum berusia 10 tahun ia sudah hafal seluruh isi Al-Qur’an.
Pengetahuan dasar diperolehnya di kampungnya sendiri dari tokoh-tokoh
mahzab Hambali.23 Sebagian usianya ia habiskan untuk mencari ilmu.
Pada saat masa pencarian ilmu ia menyadari ada perbedaan mencolok
antara apa yang diajarkan oleh hadis dengan kenyataan yang ada dalam
masyarakat.17
Semenjak abad ke 13 umat Islam banyak mengalami kemunduran di
berbagai bidang, seperti bidang agama, sosial, dan intelektual. Pengaruh
tarekat dan animisme berkembang semakin pekat. Di kalangan tarekat
terdapat keyakinan bahwa guru, syaikh dan wali dianggap pempimpin
yang bukan saja mengawasi kehidupan lahir murid-muridnya tetapi ia juga
merupakan pemimpin kerohanian yang tinggi. Hal ini membuat
penghormatan kepada syaikh dan wali menjadi sangat berlebihan. Makam
wali dianggap sebagai tempat keramat untuk mereka meminta pertolongan
sebagai perantara dari Allah SWT. Selain pengaruh tarekat, terdapat pula
pengaruh animisme pada umat Islam dengan menyembah benda mati pada
abad ke 13. Dalam karyanya Kasyf al-Syuhbat dikatakan bahwa tauhid
adalah pembenaran di dalam hati, diucapkan dengan lidah, dan dilakukan
dengan perbuatan. Jika kurang dari satu saja dari unsur di atas, maka
seseorang tidaklah termasuk orang Islam18
Dalam keadaan masyarakat seperti ini, pada pertengahan abad ke 18,
di Jazirah Arab muncul suatu gerakan yang berusaha memurnikan ajaran
Islam dengan semboyan kembali kepada Islam yang asli seperti yang

17 Hans Wehr, Arabic-English Dictionary, Ithaca: Spoken Languange Service Inc, 1976.

18 Amin, ahmad, Zu’ama al-Islah fi –Ashr al-Hadits, Cairo: Maktabah al-Nadhah al-Misriyah, 1979.

23
dianut dan dipraktikan di zaman nabi, sahabat, serta tabi’in sampai abad
ketiga hijiriah. Gerakan ini terkenal dengan nama “Gerakan Wahabi” yang
dicetuskan oleh Muhammad ibn Abd al-Wahhab.Gerakan Wahabi
kemudian disebarkan keseluruh pelosok dunia dengan mayoritas penduduk
muslim. Pemikiran Muhammad ibn Abd al-Wahhab mempunyai pengaruh
yang besar pada  perkembangan pemikiran pembaharuan di abad ke
Sembilan belas. Pemikirannnya yang berpengaruh tersebut adalah :
1. Hanya Al-Qur’an dan hadislah yang merupakan sumber asli
dari ajaran-ajaran Islam. Pendapat ulama tidak merupakan
sumber.
2. Taklid kepada ulama tidak dibenarkan.
3. Pintu ijtidah terbuka dan tidak tertutup.
B. Napoleon Bonaparte
Napoleon Bonaparte adalah seorang tokoh dunia yang sudah tidak
asing lagi bagi kita. Hingga Michael H. Hart menempatkan namanya pada
urutan ke -34 dalam jajaran tokoh-tokoh dunia yang paling berpengaruh
dalam sejarah.19 Napoleon Bonaparte, seorang jenderal berkebangsaan
Perancis, sebagai konsul yang pertama kemudian bertahta sebagai seorang
Kaisar Perancis, telah melakukan berbagai reformasi yang sampai
sekarang masig menjadi kenangan di institusi-institusi di Perancis dan juga
Eropa Barat.
Setelah masuk abad ke-18, dunia Islam benar-benar mengalami
kemunduran yang sangat parah dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan
agama. Ketika dunia Islam mundur, Eropa mulai menata dirinya. IPTEK
dan perekonomian semakin maju hingga pengembangan ekonomi berubah
menjadi penetrasi politik. Dunia Timur yang mengalami kemunduran,
dengan mudah ditaklukan oleh Eropa pada saat itu. Hingga pada tahun
1798, Napolen Bonaparte mengadakan eskpansi ke Mesir. Mesir, kota
yang sangat strategis itu berhasil dikuasainya meskipun dalam waktu yang
singkat. Ekspedisi ini menghasilkan suatu dampak bagi umat Islam di

19 Rusli, Ris’an, Pembaharuan Pemikiran Modern dalam Islam, Jakarta, 2013

24
Mesir dengan menyadarkan kemunduran yang dialami umat Islam dan
berusaha merebut kembali kejayaan yang pernah dicapai. Ekspedisi ini
meninggalkan peninggalan yang merubah pemikiran umat Islam. Contoh
adanya lembaga ilmiah yang diberi nama institute d’Egypte dan
percetakan dan penerbitan Bulaq (Mathba’ al-Bulaq) yang didirikan
Napoleon di Mesir yang membuka mata para penduduk Mesir tentang
dunia penerbitan.20  Selain bentuk fisik dari peninggalan Napoleon
Bonaparte terdapat pula ide-ide yang berkembang dan membuka fikiran
umat Islam, seperti pengenalan sistem pemerintahan republik yang
diperkenalkan olehnya. Hasil ekspedisi ini pada akhirnya memunculkan
tokoh-tokoh pembaharu Islam yang ingin memajukan kembali Islam
seperti masa kejayaannya seperti Muhammad Ali dan Rifa’ah al-Tahtawi.
C. Jamaluddin al-Afghani
Sejak abad ke XVII umat Islam berada pada masa kemunduran.
Kondisi ini meminta para raja dan pemuka agama untuk membangkitkan
Islam yang dahulu pernah berjaya. Salah satu cendekiawan itu adalah
Jamaluddin al-Afghani. Dia merupakan seorang pemimpin pembaharuan
dan pemimpin politik di masanya. Tempat tinggal dan aktivitasnya
berpindah dari satu Negara Islam ke Negara Islam lainnya, sehingga
pemikiran dan pembaharuan politik yang dibawanya cepat merambah
hampir ke seluruh dunia Islam. Jamaluddin al-Afghani berkeyakinan untuk
memajukan umat Islam haruslah terlebih dahulu menghapus pengertian-
pengertian salah yang dianut umat Islam diluruskan kembali pada ajaran
yang sebenarnya. Untuk itu menurut Afghani umat Islam harus
menyesuaikan dengan perkembangan yang ada dengan tetap berpedoman
pada Al-Qur’an. Maka dari itu ia berfikiran bahwa ijtihad masih tetap
terbuka.21 Afghani yang berkecimpung di bidang politik juga mengubah
sisstem pemerintahan yang bersifat absolut menjadi sistem demokrasi.  Ia
juga melontarkan ide pan-islamisme untuk mengeluarkan rasa solidaritas

20 Ali al-Hafidzah, Al-Ittijahat al-Fikriyah ‘Inda al-‘Arab, fi ‘Ashr al-Nahda, Beirut 1798-1914,

21 Nasution, Harun, Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 1975.

25
umat Islam yang mempunyai rasa tanggung jawab di mana setiap
anggotanya memiliki rasa kebersatuan sehingga dapat hidup
berdampingan dalam kehidupan bermasyarakat dan bekerja sama untuk
mencapai kesejahteraanm kemajuan, dan kemakmuran. Afghani
mendirikan Al-Urwah Al-Wutsqa pada saat ia di Paris yang bertujuan
untuk memperkuat rasa persaudaraan antar sesama muslim yang
beranggotakan Muslim dari berbagai macam Negara.
D. Muhammad Rasyid Rida
Rasyid Rida lahir pada tanggal 23 september 1865 M di suatu desa di
Lebanon. Menurut keterangan, ia berasal dari keturunan Husain, cucu
Nabi Muhammad Saw. Oleh karenanya, ia memakai gelar Sayyid di depan
namanya. Pemikiran – pemikirannya banyak dipengaruhi oleh ide-ide
Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh melalui majalah al-Urwah
al-Wutsqa. Ide-ide yang dilontarkan Rasyid Rida mencakup system
pemerintahan, system pendidikan dan agama. Tahun 1898, Rasyid Rida
pindah ke Mesir karena ide pembaharuannya di negeri kelahirannya, Suria,
mendapat tentangan dari kerajaan Utsmani. Kemudian ia menerbitkan
majalah al-Manar yang bertujuan sama dengan majalah al-Urwat al-
Wutsqa dan menyebarkan artikel-artikel yang dikarang oleh Muhammad
Abduh dan orang lain.Pada tahun 1912 setelah sebelumnya ia gagal
mendirikan sekolah Instambul, Rasyid Rida berhasil mendirikan sekolah
yang diberi nama Madrasah al-Da’wah wa al-Irsyad. Menurutnya
membangun sekolah lebih bermanfaat dibanding membangun masjid
namun hanya diisi orang-orang tak berilmu. Karena dengan membangun
madrasah, kebodohan dapat dihapus dan akan memberikan kemajuan
duniawi dan ukhrawi bagi uma, satu-satunya jalan menuju kemakmuran
adalah perluasan pendidikan secara merata.
Pembaharuan Rasyid Rida dalam dunia politik sama dengan
Jamaluddin-al-Afhgani, ia juga melihat perihal dihidupkan kembali
kesatuan umat Islam. Kesatuan yang dimaksudkannya bukan kesatuan
didasarkan atas kesatuan bangsa atau bahasa, tetapi kesatuan atas dasar

26
keyakinan yang sama. Negara yang dianjurkan oleh Rasyid Rida ialah
dalam bentuk kekhalifahan. Khalifah adalah kepala khilafah tetapi tidak
memerintah, dia berfungsi menciptakan undang-undang dan mengawasi
pelaksanaannya. Khalifah haruslah mujtahid dan dengan bantuan ulama
menerapkan prinsip-prinsip Islam sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan masyarakat itu sendiri dan mampu memberlakukan
undang-undang yang dihasilkan tersebut. Ia menganjurkan membentuk
organisasi al-Jami’iyah al-Islamiyah di bawah  naungan khalifah,
berdasarkan prindip persaudaraan Islam yang menghapusb ikatan-ikatan
rasial dan menyusun persatuan segenap kesatuan muslimin dalam satu
komunitas.
E. Mustafa Kamil
Mustafa Kamil adalah anak seorang insinyur kaya yang lahir pada
tanggal 14 Agustus 1874 di Kairo. Ia memasuki Fakultas Hukum di
Prancis tahun 1981 dan memperoleh ijazah Sarjana Hukum dari
Universitas Toulouse. Setelah menyelesaikan pendidikannya ia
mengadakan perjalanan yang luas sekali di Eropa untuk mensosialisasikan
gagasan mengenai perjuangan kemerdekaan Mesir.

27
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pembaharuan dalam islam memiliki banyak pengertian dan sangat
berpengaruh terhadap kehidupan beragama, aspek-aspek kehidupan sehari-
hari dan juga pandangan terhadap berbangsa dan beragama dengan tidak
melulu berfikir itu-itu saja karena ada yang disebut dengan pembaharuan.
Pembaharuan islam menyebar dengan cepat dan juga menyebabkan banyak
terbentuk gerakan-gerakan yang tentunya memiliki tujuan masing-masing,
maka kita sebagai umat muslim sebaiknya menghargai usaha pendahulu kita
dan terus mengembangkan kemampuan sebagai umat Islam baik dalam segi
keagamaan dan juga ilmu pengetahuan, serta tidak membeda-bedakan
beberapa golongan atau sekte semata dengan berkaca pada Islam secara
universal atau menyeluruh, agar islam dapat kembali bergerak maju dan
kembali kepada kejayaan seperti yang telah diperjuangkan oleh para pemuka
agama terdahulu.

3.2 Saran
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan
makalah di atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna.
Adapun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan
makalah itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik
yang bisa membangun dari para pembaca.

28
DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Harun, 1985. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya cetakan 5.UI
Press. Jakarta.
Kartanegara, mulyadhi.2007.Mengislamkan nalar : sebuah respon terhadap
modernitas. Jakarta : Penerbit Erlangga
Al Bahiy, Dr. Muhammad.1986.Pemikiran Islam Modern.1986. Jakarta : Pustaka
Panjimas
Cooper, John, dkk.2002.Pemikiran Islam.Jakarta : Penerbit Erlangga
Beling dan Totten.1985.Modernisasi : Masalah Model Pembangunan.Jakarta :
CV. Rajawali
Husein, Drs. Machnun.1955. Aliran-Aliran Modern Dalam Islam. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada
Nurhakim, Moh. 2003. Islam, Tradisi, dan Reformasi “Pragmatisme” Agama
dalam Pemikiran Hassan Hanafi. Malang : Bayumedia Publishing
Nasution, Prof.Dr.Harun. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan
Gerakan. Jakarta : PT. Bulan Bintang
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990
Hans Wehr, Arabic-English Dictionary, Ithaca: Spoken Languange Service Inc,
1976.
Amin, ahmad, Zu’ama al-Islah fi –Ashr al-Hadits, Cairo: Maktabah al-Nadhah al-
Misriyah, 1979.
Rusli, Ris’an, Pembaharuan Pemikiran Modern dalam Islam, Jakarta, 2013
Ali al-Hafidzah, Al-Ittijahat al-Fikriyah ‘Inda al-‘Arab, fi ‘Ashr al-Nahda, Beirut
1798-1914,
Nasution, Harun, Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan,
Jakarta: Bulan Bintang, 1975.

29

Anda mungkin juga menyukai