MAKALAH
Dosen pengampu :
NURFITIANI, M.Pd
Oleh :
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat allah swt yang maha esa masih diberikan kesempatan kepada kita
,sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang pola asuh parenting style dalam berbagai
kebudayaan .
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah sosiologi antropologi pendidikan semoga
makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak terutama bagi penulis sendiri. Makalah ini
masih jauh dari kata sempurna oleh karna itu diharapkan kontribusi dalam mengoreksi dan
menilai untuk perbaikan ke depannya .
Daftar isi
Kata pengantar ……………………………………………………………………...........1
Daftar isi……………………………………………………………………………..........2
Bab 1 Pendahuluan
Bab II pembahasan
A. Kesimpulan …………………………………………………………….....12
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pola asuh merupakan cara yang dilakukan orang tua dalam mendorong anak mencapai tujuan yang
diinginkan. Penerapan pola asuh yang tepat diharapkan dapat membentuk seorang anak dengan pribadi
yang baik, penuh semangat dalam belajar dan juga prestasi belajar anak terus meningkat seiring
pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak (Lestari, 2009). Pola asuh orang tua sangat
berpengaruh terhadap perkembangan motorik kasar dan halus, perkembangan bahasa dan kemampuan
sosial anak (Budiarnawan dkk., 2014). Salah satu fase tumbuh kembang pada anak memiliki ciri dan
tugas perkembangan seperti ketrampilan motorik kasar, motorik halus, kemampuan bahasa dan sosial.
Kemampuan tersebut tergambarkan dari tingkah laku anak seperti keinginan untuk bermain, rasa ingin
berpetualang menjelajah dunia luar, dan berimajinasi menciptakan suatu tingkah laku (Sumiati dkk.,
2016). Pola pengasuhan anak secara tradisional menganggap bahwa ibu sebagai pengasuhan anak .
B. Rumusan Masalah
1. Rumusan masalah dalam penelitian adalah apakah ada hubungan pola asuh wanita karir terhadap
tumbuh kembang motorik pada anak usia 3-5 tahun?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Untuk mengetahui adanya hubungan antara pola asuh wanita karir dengan tumbuh
kembang motorik anak. Tujuan Khusus Untuk mengetahui peran wanita karir sebagai seorang ibu.
Menganalisa hubungan antara pola asuh wanita karir dengan tumbuh kembang motorik anak.
D. MANFAAT
BAB 2
POLA ASUH ATAU PARENTING STYLE DALAM BERBAGAI KEBUDAYAAN
Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia
bahwa kata pola memiliki arti sebagai berikut
1. Sistem cara kerja
2. Bentuk (struktur) yang tetapsedangkan kata asuh memiliki arti sebagai berikut :
1. Menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil.
2. Membimbing (membantu, melatih dan sebagainya) supaya dapat berdiri sendiri.
Dapat dijabarkan bahwa pengertian pola asuh adalah sistem, cara kerja atau bentuk dalam
upaya menjaga, merawat, mendidik dan membimbing anak kecil supaya dapat berdiri
sendiri.
Pola asuh adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsistensi
dari waktu ke waktu.
1.Demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi
tidak ragu dalam mengendalikan mereka. Orang tua dengan perilaku ini bersikap rasional, selalu
mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap
realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui
kemampuan anak. orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih
dan melakukan suatu tindakan dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat. (Ira Petranto,
2005). Misalnya ketika orang tua menetapkan untuk menutup pintu kamar mandi ketika sedang
mandi dengan diberi penjelasan, mengetuk pintu ketika masuk kamar orang tua, memberikan
penjelasan perbedaan laki-laki dan perempuan, berdiskusi tentang hal yang tidak boleh dilakukan
anak misalnya tidak boleh keluar dari kamar mandi dengan telanjang, sehingga orang tua yang
demokratis akan berkompromi dengan anak. (Debri, 2008).
3.Permisif
Pola asuh ini memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa
pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur / memperingatkan anak
apabila anak sedang dalam bahaya dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka,
sehingga seringkali disukai oleh anak. (Ira Petranto, 2005). Misalnya anak yang masuk kamar
orang tua tanpa mengetuk pintu dibiarkan, telanjang dari kamar mandi dibiarkan begitu saja
tanpa ditegur, membiarkan anak melihat gambar yang tidak layak untuk anak kecil, degan
pertimbangan anak masih kecil. Sebenarnya, orang tua yang menerapka pola asuh seperti ini
hanya tidak ingin konflik dengan anaknya. (Debri, 2008).
Pola pengasuhan anak erat kaitan nya dengan kemampuan suatu keluarga atau komunitas dalam
hal memberikan perhatian, waktu,dan dukungan untuk memenuhi kebutuhan fisik,mental,dan
social anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Orang tua yang berperan dalam
melakukan pengasuhan pada kasus ini terdiri dari beberapa definisi yaitu Ibu,Ayah,atau
seseorang yang berkewajiban membimbing atau melindungi.Orang tua merupakan seseorang
yang mendampingi dan membimbing anak dalam beberapa tahap pertumbuhan,yaitu mulai dari
merawat,melindung,mendidik,mengarahkan dalam kehidupan baru anak dalam setiap tahapan
perkembangannya untuk masa berikutnya.
Kemudian pengasuhan merupakan tugas membimbing, memimpin, atau mengelola.Menurut
Darajat mengasuh anak artinya mendidik dan memelihara anak, mengurusi makan, minum,
pakaian, dan keberhasilannya dalam periode pertama sampai dewasa. Pengasuhan atau
disebut juga parenting adalah proses mendidik anak dari kelahira hingga anak memasuki usia
dewasa. Tugas ini umumnya dikerjakan oleh ibu dan ayah (orang tua biologis).Namun, jika
orang tua biologis tidak mampu melakukan pengasuhan, maka tugas tersebut dapat dilakukan
oleh kerabat dekat termasuk kakak, nenek dan kakek, orang tua angkat, atau oleh institusi
seperti panti asuhan (alternative care).Selanjutnya pengasuhan mencakup beragam aktivitas
yang bertujuan agar anak dapat berkembang secara optimal dan dapat bertahan hidup dengan
baik, bisa menerima dan diterima oleh lingkungannya.
Bila pola pengasuhan anak tidak tepat, maka hal itu akan berdampak pada pola perilaku anak.
Apalagi jika anak meniru perilaku orang-orang di luar rumah yang cenderung negatif. Pola
pengasuhan yang intens akan membentuk jalinan hubungan kuat di antara orang yang
diidentifikasi dan orang mengidentifikasi (anak dengan orang yang membimbing). Dengan
demikian, anak yang benar-benar melakukan identifikasi cenderung mencari figur yang dapat
diterima dan sesuai dengan proses pembentukan dirinya. Adapun mereka yang telah terbebas
dari beban dan tekanan diri dan lingkunganya akan dengan mudah menjalankan proses
identifikasi yang sesuai dengan kemampuan dan potensi dirinya. Dari keterangan di atas dapat
dipahami bahwa pengasuhan anak menjadi takap penting dalam membentuk karakter,
moralitas, pengetahuan, keterampilan, dan life skill yang memadai bagi anak. Oleh sebab itu,
kerja sama semua agen sosialisasi baik keluarga, sekolah, dan masyarakat menjadi solusi terbaik
demi suksesnya anak. Khusus bagi keluarga, tugas dan tanggung jawab dalam menyukseskan
pengasuhan anak sejak dini sangat besar, mengingat dari keluargalah seorang anak lahir dan
berkembang.Pola asuh dan lingkungan keluarga sangat menentukan pola pikir, kebiasaan, dan
kemampuan memotret kehidupan dunia yang penuh kompetisi, aktualitas, dan
dinamika.Adapun beberapa definisi tentang pengasuhan tersebut menunjukkan bahwa
pengasuhan anak merupakan sebuah proses interaksi yang terus menerus antara orangtua
dengan anak yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan anak secara
optimal, baik secara fisik, mental maupun sosial. Dalam hal ini perlu diingat bahwa proses
interaksi dan sosialisasi tidak dapat dilepaskan dari setting sosial budaya tempat anak
dibesarkan. Pola asuh orangtua merupakan segala bentuk dan proses interaksi yang terjadi
antara orangtua dan anak yang dapat memberi pengaruh terhadap perkembangan kepribadian
anak (Baumrind dalam Irmawati, 2002). Interaksi orang tua dalam suatu pembelajaran
menentukan karakter anak nantinya. Senada dengan hal tersebut Rasulullah SAW pernah
menaruh perhatian yang sedemikian besar terhadap proses pertumbuhan anak semasa masih
kecil, baik anak normal maupun anak yang berkebutuhan khusus sekitar usia 0-5 tahun.
Rasulullah menyuruh para orang tua pada khususnya untuk memberikan bimbingan dan
pendampingan dalam setiap harinya, misalnya dengan memberi bimbingan tentang akhlak,
etika, budi pekerti serta teladan agar anak mewarisi sikap terpuji dan santun.
1. Fungsi Biologis
Secara biologis, keluarga menjadi tempat untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan,
sandang, dan papan dengan syaratsyarat tertentu.Menurut pakar pendidikan William Bennett
(dalam Megawangi, 2003), keluarga merupakan tempat yang paling awal (primer) dan efektif
untuk menjalankan fungsi Departemen Kesehatan, Pendidikan, dan Kesejahteraan. Berkaitan
dengan pola tersebut dibidang kesehatan, peran orang tua yang dapat dilakukan adalah: 1)
Memberitahukan pada anak untuk mengurangi mengonsumsi makanan instan atau cepat saji.
2) Mengajak anak untuk rutin berolahraga. 3) Menyeimbangkan sayuran dan buah untuk gizi
dan kesehatan anak. 4) Menerapakan untuk menjaga kebersihan.
2. Fungsi Pendidikan
3. Fungsi Religius
Para orang tua dituntut untuk mengenalkan, membimbing, memberi teladan dan melibatkan
seluruh anggota keluarga untuk mengenal akidah-akidah agama dan perilaku beragama.Sebagai
keluarga hendaknya melakukan sholat berjamaah dirumah untuk mengembangkan dan
meningkatkan kereligiusan anak dalam beribadah.
4. Fungsi Perlindungan
Fungsi perlindungan dalam keluarga adalah untuk menjaga dan memelihara anak dan anggota
keluarga dari tindakan negatif yang mungkin akan timbul. Keluarga melindungi anggota
keluarganya dalam hal apapun.Misalnya, melindungi anak untuk tidak terpengaruh negatif dari
lingkungan maupun untuk senantiasa menjadikan keluarga sebagai pelindung bila anak
mengalami suatu masalah.
5. Fungsi Sosialisasi
Para orangtua dituntut untuk mempersiapkan anak untuk menjadi anggota masyarakat yang
baik, kalau tidak mau disebut warga negara kelas satu.Dalam melaksanakan fungsi ini, keluarga
berperan sebagai penghubung antara kehidupan anak dengan kehidupan sosial dan norma-
norma sosial, sehingga kehidupan di sekitarnya dapat dimengerti oleh anak, sehingga pada
gilirannya anak berpikir dan berbuat positif di dalam dan terhadap lingkungannya.
6. Fungsi Kasih
Sayang Keluarga harus dapat menjalankan tugasnya menjadi lembaga interaksi dalam ikatan
batin yang kuat antara anggotanya, sesuai dengan status dan peranan sosial masing-masing
dalam kehidupan keluarga itu.Ikatan batin yang dalam dan kuat ini, harus dapat dirasakan oleh
setiap anggota keluarga sebagai bentuk kasih sayang.Dalam suasana yang penuh kerukunan,
keakraban, kerjasama dalam menghadapi berbagai masalah dan persoalan hidup.
7. Fungsi Ekonomis
Fungsi ini menunjukkan bahwa keluarga merupakan kesatuan ekonomis.Aktivitas dalam fungsi
ekonomis berkaitan dengan pencarian nafkah, pembinaan usaha, dan perencanaan anggaran
biaya, baik penerimaan maupun pengeluaran biaya keluarga.
8. Fungsi Rekreatif
Suasana rekreatif akan dialami oleh anak dan anggota keluarga lainnya apabila dalam
kehidupan keluarga itu terdapat perasaan damai, jauh dari ketegangan batin, dan pada saat-
saat tertentu merasakan kehidupan bebas dari kesibukan sehari-hari. (Megawangi, 2003: 12)
Adapun menurut Hasbullah (1997) dalam tulisannya tentang “Dasar-dasar Ilmu Pendidikan”,
keluarga sebagai 1lembaga pendidikan memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi dalam
perkembangan kepribadian anak dan mendidik anak dirumah, serta fungsi keluarga atau orang
tua dalam mendukung pendidikan di sekolah. Fungsi keluarga dalam pembentukan kepribadian
dalam mendidik anak di rumah bisa juga dikelompokkan menjadi beberapa bagian diantaranya:
Pertama, sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak. Kedua, menjamin kehidupan
emosional anak.Ketiga, menanamkan dasar pendidikan moral anak.Keempat, memberikan
dasar pendidikan sosial.Kelima, meletakan dasar-dasar pendidikan agama.Keenam,
bertanggung jawab dalam memotivasi dan mendorong keberhasilan anak.
1
E. DAMPAK POLA ASUH
a.Dampak Positif
Pola asuh otoriter merupakan pola asuh paling bahaya, dimana semua keinginan orang tua
harus dituruti oleh anak tanpa pengecualian.Disini anak tidak bisa memberikan pendapat dan hanya bisa
mengikuti kemauan orang tua tersebut tanpa diberikan alasan, Orang tua tipe ini juga cenderung
memaksa, 152 memerintah, menghukum. Ketika anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan orang
tua. Pola asuh otoriter yang diterapkan orang tua kepada anak akan memberikan dampak positif bagi
perilakunya, akibat dari keinginan orang tua yang harus dituruti tanpa pengecualian dari anak, terkadang
timbul sebuah keinginan yang bersifat positif. Maka berdasarkan hasil observasi/pengamatan langsung
di lapangan, bahwa pengasuhan yang bersifat otoriter memberikan dampak positif kepada anak. Hal ini
diperkuat dengan adanya hasil wawancara salah seorang informan kepada penulis, bahwa: “orang tuaku
memberikan arahan agar saya selalu menjalankan sholat lima waktu, jika saya tidak melakukan maka
saya diberi hukuman kecil, orang tuaku sangat marah apabila saya lalai dalam melaksanakan sholat
hingga saya takut apabila harus tidak sholat” (Wawancara dengan saudari Riska, tanggal 16 April 2016).
Pernyataan tersebut di atas diketahui bahwa pengasuhan otoriter memberikan dampak positif pada
perilakunya. Hal tersebut juga didukung oleh hasil wawancara seorang informan, bahwa: “karena saya
adalah anak perempuan maka saya diperintahkan oleh ayah untuk lebih banyak menghabiskan waktu
dirumah dan membantu ibu daripada harus menghabiskan waktu diluar, sebab ayah akan marah dan
memberikan hukuman besar jika saya terjebak dalam kenakalan remaja” (Wawancara dengan saudari
Anisa, tanggal 16 April 2016).
b. Dampak Negatif
Pola asuh otoriter yang diterapkan oleh orang tua terhadap anak memberikan dampak negatif pada
perilakunya, berdasarkan hasil pengamatan/observasi langsung di lapangan, jika anak dipaksa untuk
melakukan sesuatu yang menurut si anak bosan maka anak melakukan sesuatu tindakan yang negatif.
Pernyataan tersebut dijelaskan dengan adanya hasil wawancara seorang informan, bahwa: “Jika orang
tua saya terus menerus untuk menyuruh saya, maka saya merasa bosan dan pergi dari rumah, ketika
diluar saya bebas bergaul dengan teman-teman dan merokok bersama mereka, dengan merokok pikiran
saya terasa tenang meskipun orang tuaku melarangku untuk merokok” (Wawancara dengan saudara
Jujun, tanggal 18 April 2016). Pernyataan tersebut di atas dapat dikatakan bahwa sifat memaksakan
kehendak pada anak akan berdampak pada psikologi anak sehingga anak berperilaku negatif.
Pernyataan tersebut diperkuat dengan adanya hasil wawancara dengan seorang informan, bahwa:
“orang tuaku selalu memarahi dan menghukum saya, sebenarnya saya ingin pergi dikampung nenek dan
bersekolah disana, sebab saya bosan terus dimarahi oleh ayah saya, mereka 153 tidak mengerti
perasaan saya maka dari itu saya selalu bertindak dengan sesuka saya sendiri dan jarang tinggal
dirumah” (Wawancara dengan Mita, tanggal 18 April 2016).
Bab III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
pola pengasuhan anak tidak tepat, maka hal itu akan berdampak pada pola perilaku anak.
Apalagi jika anak meniru perilaku orang-orang di luar rumah yang cenderung negatif. Pola
pengasuhan yang intens akan membentuk jalinan hubungan kuat di antara orang yang
diidentifikasi dan orang mengidentifikasi (anak dengan orang yang membimbing). Dengan
demikian, anak yang benar-benar melakukan identifikasi cenderung mencari figur yang dapat
diterima dan sesuai dengan proses pembentukan dirinya