Anda di halaman 1dari 12

POLA ASUH PARENTING STYLE DALAM BERBAGAI KEBUDAAYAN

MAKALAH

Di ajukan sebagai untuk memenuhi tugas sosiologi


antropologi

Dosen pengampu :

NURFITIANI, M.Pd

Oleh :

1.FATIH FARHAN : 190141524

2.ZIKRI APRILAH PRATAMA : 190141553

3. FITRI RAFIQOH : 190141527

4. ZEKA TIFFANI: 190141552

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH


BANGKA BELITUNG

Tahun ajaran 2019/2020

KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat allah swt yang maha esa masih diberikan kesempatan kepada kita
,sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang pola asuh parenting style dalam berbagai
kebudayaan .

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah sosiologi antropologi pendidikan semoga
makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak terutama bagi penulis sendiri. Makalah ini
masih jauh dari kata sempurna oleh karna itu diharapkan kontribusi dalam mengoreksi dan
menilai untuk perbaikan ke depannya .
Daftar isi
Kata pengantar ……………………………………………………………………...........1

Daftar isi……………………………………………………………………………..........2

Bab 1 Pendahuluan

A. Latar belakang ………………………………………………………………...4


B. Rumusan masalah……………………………………………………………...4
C. Tujuan……………………………………………………………………….....4
D. Manfaat …………………………………………………………………….....4

Bab II pembahasan

A. Definisi pola asuh ………………………………………………………...5


B. Gaya pola asuh ……………………………………………………...........5
C. Macam-macam pola asuh …………………………………………...........6
D. Fungsi keluarga dalam pola asuh…………………………………............8
E. Dampak pola asuh ……………………………………………………….11

Bab III Penutup

A. Kesimpulan …………………………………………………………….....12

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pola asuh merupakan cara yang dilakukan orang tua dalam mendorong anak mencapai tujuan yang
diinginkan. Penerapan pola asuh yang tepat diharapkan dapat membentuk seorang anak dengan pribadi
yang baik, penuh semangat dalam belajar dan juga prestasi belajar anak terus meningkat seiring
pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak (Lestari, 2009). Pola asuh orang tua sangat
berpengaruh terhadap perkembangan motorik kasar dan halus, perkembangan bahasa dan kemampuan
sosial anak (Budiarnawan dkk., 2014). Salah satu fase tumbuh kembang pada anak memiliki ciri dan
tugas perkembangan seperti ketrampilan motorik kasar, motorik halus, kemampuan bahasa dan sosial.
Kemampuan tersebut tergambarkan dari tingkah laku anak seperti keinginan untuk bermain, rasa ingin
berpetualang menjelajah dunia luar, dan berimajinasi menciptakan suatu tingkah laku (Sumiati dkk.,
2016). Pola pengasuhan anak secara tradisional menganggap bahwa ibu sebagai pengasuhan anak .

B. Rumusan Masalah

1. Rumusan masalah dalam penelitian adalah apakah ada hubungan pola asuh wanita karir terhadap
tumbuh kembang motorik pada anak usia 3-5 tahun?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum Untuk mengetahui adanya hubungan antara pola asuh wanita karir dengan tumbuh
kembang motorik anak. Tujuan Khusus Untuk mengetahui peran wanita karir sebagai seorang ibu.
Menganalisa hubungan antara pola asuh wanita karir dengan tumbuh kembang motorik anak.

D. MANFAAT

1. agar mahasiswa devisi kalimat

2. mahasiswa dapat mengetahui devisi tentang ini.

3. manusia dapat mengetahui pola asuh

BAB 2
POLA ASUH ATAU PARENTING STYLE DALAM BERBAGAI KEBUDAYAAN

A. DEFINISI POLA ASUH

Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia
bahwa kata pola memiliki arti sebagai berikut
1. Sistem cara kerja
2. Bentuk (struktur) yang tetapsedangkan kata asuh memiliki arti sebagai berikut :
1. Menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil.
2. Membimbing (membantu, melatih dan sebagainya) supaya dapat berdiri sendiri.
Dapat dijabarkan bahwa pengertian pola asuh adalah sistem, cara kerja atau bentuk dalam
upaya menjaga, merawat, mendidik dan membimbing anak kecil supaya dapat berdiri
sendiri.
Pola asuh adalah pola perilaku  yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsistensi
dari waktu ke waktu.

B. GAYA POLA ASUH

Jenis gaya pola asuh dan pengaruh untuk perkembangan anak


 pengasuhan merupakan sebuah proses perilaku orang dewasa/orang tua dalam
menghadapi anak seringkali merupakan reaksi yang muncul dari perilaku anak. Pola asuh
juga diartikan ragam asuhan yang diberikan kepada anak agar anak dapat mencapai
harapan atau tujuan perkembangan yang diinginkan.Pola asuh menunjukkan sikap atau
perilaku orang tua saat berinteraksi dengan anaknya.Cara orangtua menerapkan aturan,
mengajarkan nilai/norma, memberi perhatian dan kasih sayang, serta menunjukkan sikap
dan perilaku yang baik sehingga dapat dijadikan contoh atau teladan bagi anaknya.
Berikut merupakan jenis gaya pola asuh :

1.Pola asuh otoriter


Pola asuh ini menggunakan cara yang kaku, dalam artian segudang aturan ketat dari
orangtua yang harus dituruti oleh anak.
Orangtua otoriter sangat menuntut:
Kurang responsive dengan kebutuhan anak
Orangtua menuntut kepatuhan
Lingkungan teratur dan kaku
Menyusun serangkaian peraturan dan mengawasi anak dengan sangat teliti sehingga anak
kehilangan kebebasan dan kemandirian untuk bertingkahlaku karena aturan yang
kaku/ketat.
Orangtua otoriter berusaha membentuk anak dengan:
Mengontrol sikap anak
Mengevaluasi tingkah anak menurut aturan yang absolut 
Orangtua otoriter menerapkan hukuman fisik dengan tujuan agar anak:
Patuh dan terikat kepada peraturan yang ada
Peraturan tidak ada penjelasan dan alasan mengapa anak tidak boleh melakukan tindakan
itu
Anak tidak dapat kesempatan untuk mengendalikan perilakunya sendiri (coba dan ralat
jika terjadi)
Komunikasi orantua otoriter dengan anak:
Komunikasi satu arah dalam bentuk aturan-aturan dan perintah dari orangtua
Anak harus melaksanakan
Pelanggaran aturan dikenai hukuman fisik
Anak boleh melakukan pendapat, tetapi orangtua yang memutuskan

2.Pola asuh demokratis


Pola asuh ini memberikan kebebasan pada anak tetapi juga diberi kesempatan untuk
mengembangkan control internalnya sehingga anak bertanggung jawab kepada diri
sendiri.
Orangtua demokratis bersikap menjelaskan tuntutan pada anak dengan:
Responsive terhadap kebutuhan anak
Menyusun standar yang jelas
Mengawasi dan mengarahkan tingkahlaku yang tepat untuk usia perkembangan dan
pertumbuhan anak

C. MACAM POLA ASUH


Dalam mengasuh anak orang tua cenderung menggunakan pola asuh tertentu. Menurut dr.
Baumrind, terdapat 3 macam pola asuh orang tua yaitu demokratis, otoriter dan permisif.

1.Demokratis 
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi
tidak ragu dalam mengendalikan mereka. Orang tua dengan perilaku ini bersikap rasional, selalu
mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap
realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui
kemampuan anak. orang tua tipe ini  juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih
dan melakukan suatu tindakan dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat. (Ira Petranto,
2005). Misalnya ketika orang tua menetapkan untuk menutup pintu kamar mandi ketika sedang
mandi dengan diberi penjelasan, mengetuk pintu ketika masuk kamar orang tua, memberikan
penjelasan perbedaan laki-laki dan perempuan, berdiskusi tentang hal yang tidak boleh dilakukan
anak misalnya tidak boleh keluar dari kamar mandi dengan telanjang, sehingga orang tua yang
demokratis akan berkompromi dengan anak. (Debri, 2008). 

2. Otoriter- Pengertian Pola Asuh Menurut Para Ahli


Pola asuh ini sebaliknya cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya
dibarengi dengan ancaman-ancaman mislalnya, kalau tidak mau makan, maka tidak akan diajak
bicara. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah dan menghukum. Apabila anak tidak
mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan
menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam berkomunikasi
biasanya bersifat satu arah. (Ira Petranto, 2005). Misalnya anaknya harus menutup pintu kamar
mandi ketika mandi tanpa penjelasan,  anak laki-laki tidak boleh bermain dengan anak
perempuan, melarang anak bertanya kenapa dia lahir, anak dilarang bertanya tentang lawan
jenisnya. Dalam hal ini tidak mengenal kompromi. Anak suka atau tidak suka, mau atau tidak
mau harus memenuhi target yang ditetapkan orang tua. Anak adalah obyek yang harus dibentuk
orang tua yang merasa lebih tahu mana yang terbaik untuk anak-anaknya. (Debri, 2008).

3.Permisif 
Pola asuh ini memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa
pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur / memperingatkan anak
apabila anak sedang dalam bahaya dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka,
sehingga seringkali disukai oleh anak. (Ira Petranto, 2005). Misalnya anak yang masuk kamar
orang tua tanpa mengetuk pintu dibiarkan, telanjang dari kamar mandi dibiarkan begitu saja
tanpa ditegur, membiarkan anak melihat gambar yang tidak layak untuk anak kecil, degan
pertimbangan anak masih kecil. Sebenarnya, orang tua yang menerapka pola asuh seperti ini
hanya tidak ingin konflik dengan anaknya. (Debri, 2008).

D.FUNGSI KELUARGA DALAM POLA ASUH

Pola pengasuhan anak erat kaitan nya dengan kemampuan suatu keluarga atau komunitas dalam
hal memberikan perhatian, waktu,dan dukungan untuk memenuhi kebutuhan fisik,mental,dan
social anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Orang tua yang berperan dalam
melakukan pengasuhan pada kasus ini terdiri dari beberapa definisi yaitu Ibu,Ayah,atau
seseorang yang berkewajiban membimbing atau melindungi.Orang tua merupakan seseorang
yang mendampingi dan membimbing anak dalam beberapa tahap pertumbuhan,yaitu mulai dari
merawat,melindung,mendidik,mengarahkan dalam kehidupan baru anak dalam setiap tahapan
perkembangannya untuk masa berikutnya.
Kemudian pengasuhan merupakan tugas membimbing, memimpin, atau mengelola.Menurut
Darajat mengasuh anak artinya mendidik dan memelihara anak, mengurusi makan, minum,
pakaian, dan keberhasilannya dalam periode pertama sampai dewasa. Pengasuhan atau
disebut juga parenting adalah proses mendidik anak dari kelahira hingga anak memasuki usia
dewasa. Tugas ini umumnya dikerjakan oleh ibu dan ayah (orang tua biologis).Namun, jika
orang tua biologis tidak mampu melakukan pengasuhan, maka tugas tersebut dapat dilakukan
oleh kerabat dekat termasuk kakak, nenek dan kakek, orang tua angkat, atau oleh institusi
seperti panti asuhan (alternative care).Selanjutnya pengasuhan mencakup beragam aktivitas
yang bertujuan agar anak dapat berkembang secara optimal dan dapat bertahan hidup dengan
baik, bisa menerima dan diterima oleh lingkungannya.

Bila pola pengasuhan anak tidak tepat, maka hal itu akan berdampak pada pola perilaku anak.
Apalagi jika anak meniru perilaku orang-orang di luar rumah yang cenderung negatif. Pola
pengasuhan yang intens akan membentuk jalinan hubungan kuat di antara orang yang
diidentifikasi dan orang mengidentifikasi (anak dengan orang yang membimbing). Dengan
demikian, anak yang benar-benar melakukan identifikasi cenderung mencari figur yang dapat
diterima dan sesuai dengan proses pembentukan dirinya. Adapun mereka yang telah terbebas
dari beban dan tekanan diri dan lingkunganya akan dengan mudah menjalankan proses
identifikasi yang sesuai dengan kemampuan dan potensi dirinya. Dari keterangan di atas dapat
dipahami bahwa pengasuhan anak menjadi takap penting dalam membentuk karakter,
moralitas, pengetahuan, keterampilan, dan life skill yang memadai bagi anak. Oleh sebab itu,
kerja sama semua agen sosialisasi baik keluarga, sekolah, dan masyarakat menjadi solusi terbaik
demi suksesnya anak. Khusus bagi keluarga, tugas dan tanggung jawab dalam menyukseskan
pengasuhan anak sejak dini sangat besar, mengingat dari keluargalah seorang anak lahir dan
berkembang.Pola asuh dan lingkungan keluarga sangat menentukan pola pikir, kebiasaan, dan
kemampuan memotret kehidupan dunia yang penuh kompetisi, aktualitas, dan
dinamika.Adapun beberapa definisi tentang pengasuhan tersebut menunjukkan bahwa
pengasuhan anak merupakan sebuah proses interaksi yang terus menerus antara orangtua
dengan anak yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan anak secara
optimal, baik secara fisik, mental maupun sosial. Dalam hal ini perlu diingat bahwa proses
interaksi dan sosialisasi tidak dapat dilepaskan dari setting sosial budaya tempat anak
dibesarkan. Pola asuh orangtua merupakan segala bentuk dan proses interaksi yang terjadi
antara orangtua dan anak yang dapat memberi pengaruh terhadap perkembangan kepribadian
anak (Baumrind dalam Irmawati, 2002). Interaksi orang tua dalam suatu pembelajaran
menentukan karakter anak nantinya. Senada dengan hal tersebut Rasulullah SAW pernah
menaruh perhatian yang sedemikian besar terhadap proses pertumbuhan anak semasa masih
kecil, baik anak normal maupun anak yang berkebutuhan khusus sekitar usia 0-5 tahun.
Rasulullah menyuruh para orang tua pada khususnya untuk memberikan bimbingan dan
pendampingan dalam setiap harinya, misalnya dengan memberi bimbingan tentang akhlak,
etika, budi pekerti serta teladan agar anak mewarisi sikap terpuji dan santun.

Berdasarkan pendekatan sosio-kultural keluarga memiliki fungsi sebagai berikut.

1. Fungsi Biologis

Secara biologis, keluarga menjadi tempat untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan,
sandang, dan papan dengan syaratsyarat tertentu.Menurut pakar pendidikan William Bennett
(dalam Megawangi, 2003), keluarga merupakan tempat yang paling awal (primer) dan efektif
untuk menjalankan fungsi Departemen Kesehatan, Pendidikan, dan Kesejahteraan. Berkaitan
dengan pola tersebut dibidang kesehatan, peran orang tua yang dapat dilakukan adalah: 1)
Memberitahukan pada anak untuk mengurangi mengonsumsi makanan instan atau cepat saji.
2) Mengajak anak untuk rutin berolahraga. 3) Menyeimbangkan sayuran dan buah untuk gizi
dan kesehatan anak. 4) Menerapakan untuk menjaga kebersihan.

2. Fungsi Pendidikan

Keluarga diajak untuk mengkondisikan kehidupan keluarga sebagai “instusi” pendidikan,


sehingga terdapat proses saling berinteraksi antara anggota keluarga. Keluarga melakukan
kegiatan melalui asuhan, bimbingan dan pendampingan, seta teladan nyata untuk mengontrol
pola pergaulan anak.

3. Fungsi Religius

Para orang tua dituntut untuk mengenalkan, membimbing, memberi teladan dan melibatkan
seluruh anggota keluarga untuk mengenal akidah-akidah agama dan perilaku beragama.Sebagai
keluarga hendaknya melakukan sholat berjamaah dirumah untuk mengembangkan dan
meningkatkan kereligiusan anak dalam beribadah.

4. Fungsi Perlindungan

Fungsi perlindungan dalam keluarga adalah untuk menjaga dan memelihara anak dan anggota
keluarga dari tindakan negatif yang mungkin akan timbul. Keluarga melindungi anggota
keluarganya dalam hal apapun.Misalnya, melindungi anak untuk tidak terpengaruh negatif dari
lingkungan maupun untuk senantiasa menjadikan keluarga sebagai pelindung bila anak
mengalami suatu masalah.

5. Fungsi Sosialisasi

Para orangtua dituntut untuk mempersiapkan anak untuk menjadi anggota masyarakat yang
baik, kalau tidak mau disebut warga negara kelas satu.Dalam melaksanakan fungsi ini, keluarga
berperan sebagai penghubung antara kehidupan anak dengan kehidupan sosial dan norma-
norma sosial, sehingga kehidupan di sekitarnya dapat dimengerti oleh anak, sehingga pada
gilirannya anak berpikir dan berbuat positif di dalam dan terhadap lingkungannya.

6. Fungsi Kasih

Sayang Keluarga harus dapat menjalankan tugasnya menjadi lembaga interaksi dalam ikatan
batin yang kuat antara anggotanya, sesuai dengan status dan peranan sosial masing-masing
dalam kehidupan keluarga itu.Ikatan batin yang dalam dan kuat ini, harus dapat dirasakan oleh
setiap anggota keluarga sebagai bentuk kasih sayang.Dalam suasana yang penuh kerukunan,
keakraban, kerjasama dalam menghadapi berbagai masalah dan persoalan hidup.

7. Fungsi Ekonomis

Fungsi ini menunjukkan bahwa keluarga merupakan kesatuan ekonomis.Aktivitas dalam fungsi
ekonomis berkaitan dengan pencarian nafkah, pembinaan usaha, dan perencanaan anggaran
biaya, baik penerimaan maupun pengeluaran biaya keluarga.

8. Fungsi Rekreatif

Suasana rekreatif akan dialami oleh anak dan anggota keluarga lainnya apabila dalam
kehidupan keluarga itu terdapat perasaan damai, jauh dari ketegangan batin, dan pada saat-
saat tertentu merasakan kehidupan bebas dari kesibukan sehari-hari. (Megawangi, 2003: 12)
Adapun menurut Hasbullah (1997) dalam tulisannya tentang “Dasar-dasar Ilmu Pendidikan”,
keluarga sebagai 1lembaga pendidikan memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi dalam
perkembangan kepribadian anak dan mendidik anak dirumah, serta fungsi keluarga atau orang
tua dalam mendukung pendidikan di sekolah. Fungsi keluarga dalam pembentukan kepribadian
dalam mendidik anak di rumah bisa juga dikelompokkan menjadi beberapa bagian diantaranya:
Pertama, sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak. Kedua, menjamin kehidupan
emosional anak.Ketiga, menanamkan dasar pendidikan moral anak.Keempat, memberikan
dasar pendidikan sosial.Kelima, meletakan dasar-dasar pendidikan agama.Keenam,
bertanggung jawab dalam memotivasi dan mendorong keberhasilan anak.

1
E. DAMPAK POLA ASUH

a.Dampak Positif

Pola asuh otoriter merupakan pola asuh paling bahaya, dimana semua keinginan orang tua
harus dituruti oleh anak tanpa pengecualian.Disini anak tidak bisa memberikan pendapat dan hanya bisa
mengikuti kemauan orang tua tersebut tanpa diberikan alasan, Orang tua tipe ini juga cenderung
memaksa, 152 memerintah, menghukum. Ketika anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan orang
tua. Pola asuh otoriter yang diterapkan orang tua kepada anak akan memberikan dampak positif bagi
perilakunya, akibat dari keinginan orang tua yang harus dituruti tanpa pengecualian dari anak, terkadang
timbul sebuah keinginan yang bersifat positif. Maka berdasarkan hasil observasi/pengamatan langsung
di lapangan, bahwa pengasuhan yang bersifat otoriter memberikan dampak positif kepada anak. Hal ini
diperkuat dengan adanya hasil wawancara salah seorang informan kepada penulis, bahwa: “orang tuaku
memberikan arahan agar saya selalu menjalankan sholat lima waktu, jika saya tidak melakukan maka
saya diberi hukuman kecil, orang tuaku sangat marah apabila saya lalai dalam melaksanakan sholat
hingga saya takut apabila harus tidak sholat” (Wawancara dengan saudari Riska, tanggal 16 April 2016).
Pernyataan tersebut di atas diketahui bahwa pengasuhan otoriter memberikan dampak positif pada
perilakunya. Hal tersebut juga didukung oleh hasil wawancara seorang informan, bahwa: “karena saya
adalah anak perempuan maka saya diperintahkan oleh ayah untuk lebih banyak menghabiskan waktu
dirumah dan membantu ibu daripada harus menghabiskan waktu diluar, sebab ayah akan marah dan
memberikan hukuman besar jika saya terjebak dalam kenakalan remaja” (Wawancara dengan saudari
Anisa, tanggal 16 April 2016).

b. Dampak Negatif

Pola asuh otoriter yang diterapkan oleh orang tua terhadap anak memberikan dampak negatif pada
perilakunya, berdasarkan hasil pengamatan/observasi langsung di lapangan, jika anak dipaksa untuk
melakukan sesuatu yang menurut si anak bosan maka anak melakukan sesuatu tindakan yang negatif.
Pernyataan tersebut dijelaskan dengan adanya hasil wawancara seorang informan, bahwa: “Jika orang
tua saya terus menerus untuk menyuruh saya, maka saya merasa bosan dan pergi dari rumah, ketika
diluar saya bebas bergaul dengan teman-teman dan merokok bersama mereka, dengan merokok pikiran
saya terasa tenang meskipun orang tuaku melarangku untuk merokok” (Wawancara dengan saudara
Jujun, tanggal 18 April 2016). Pernyataan tersebut di atas dapat dikatakan bahwa sifat memaksakan
kehendak pada anak akan berdampak pada psikologi anak sehingga anak berperilaku negatif.
Pernyataan tersebut diperkuat dengan adanya hasil wawancara dengan seorang informan, bahwa:
“orang tuaku selalu memarahi dan menghukum saya, sebenarnya saya ingin pergi dikampung nenek dan
bersekolah disana, sebab saya bosan terus dimarahi oleh ayah saya, mereka 153 tidak mengerti
perasaan saya maka dari itu saya selalu bertindak dengan sesuka saya sendiri dan jarang tinggal
dirumah” (Wawancara dengan Mita, tanggal 18 April 2016).
Bab III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

pola pengasuhan anak tidak tepat, maka hal itu akan berdampak pada pola perilaku anak.
Apalagi jika anak meniru perilaku orang-orang di luar rumah yang cenderung negatif. Pola
pengasuhan yang intens akan membentuk jalinan hubungan kuat di antara orang yang
diidentifikasi dan orang mengidentifikasi (anak dengan orang yang membimbing). Dengan
demikian, anak yang benar-benar melakukan identifikasi cenderung mencari figur yang dapat
diterima dan sesuai dengan proses pembentukan dirinya

Anda mungkin juga menyukai