Anda di halaman 1dari 15

MODERNISASI PENDIDIKAN

Kelompok 4:
Dwi Nurmala Sari (11811023331)
Eyola Aisyah (11811023450)

Dosen Pengampu :
Dr. Sri Murhayati, S.Ag, M.Ag.

PROGRAM STUDI TADRIS IPA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2021 M / 1442 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah memberikan kesempatan


pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah
penulis dapat menyelesaikan makalah “Modernisasi Pendidikan” tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dari ibuk Dr. Sri Murhayati S.Ag,
M.Ag. pada bidang studi Kapita Selekta Pendidikan di Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca tentang Modernisasi Pendidikan Islam.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada ibuk Dr. Sri


Murhayati S.Ag, M.Ag. selaku dosen mata kuliah. Tugas yang telah diberikan ini
dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan
makalah ini.

Pekanbaru, 22 Maret 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................
DAFTAR ISI ........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................
C. Tujuan ...........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Modernisasi ...............................................................
B. Potret Modernisasi Pendidikan ....................................................
C. Modernisasi Pendidikan Islam ......................................................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan...................................................................................
B. Saran..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Islam dikenal sebagai sebuah pendidikan yang menekankan
pada penanaman aqidah, ibadah, dan akhlaq mulia. Ciri khas pendidikan Islam
terlihat dari perumusan dasar baik filosofis maupun teologis, tujuan yang
berlandaskan kepada ajaran-ajaran al-Qur’an dan al-Hadits. Pesantren sebagai
suatu lembaga pendidikan Islam diakui sebagai lembaga pendidikan yang
independen, bersahaya yang ditujukan untuk mencetak kader-kader Islam yang
tafaqquh fi al-din, ber-akhlaq al-karîmah, dan berkeahlian sesuai dengan
perkembangan dan perubahan sosio-kultural masyarakat. Untuk mencapai
tujuan tersebut diperlukan langkah-langkah pembaharuan pendidikan pesantren
dalam berbagai aspeknya.
Dalam perspektif Islam, pendidikan dimaksudkan untuk mencetak
manusia-manusia yang beribadah kepada-Nya serta dapat melaksanakan
tugasnya sebagai khalîfah Allah di muka bumi. Kedua aspek tujuan pendidikan
Islam ini diharapkan menghasilkan hamba-hamba Allah yang berpengetahuan
dan berkeahlian yang dapat memakmurkan bumi dan memberikan kemanfaatan
bagi seluruh penghuni bumi.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Modernisasi
2. Potret Modernisasi Pendidikan
3. Modernisasi Pendidikan Islam
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Modernisasi
2. Untuk Mengetahui Potret Modernisasi Pendidikan
3. Untuk Mengetahui Modernisasi Pendidikan Isla
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Modernisasi
Modernisasi berasal dari kata modern yang berarti terbaru, mutakhir, atau
sikap dan cara berpikir yang sesuai dengan tuntutan zaman. Selanjutnya
modernisasi diartikan sebagai proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai
warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan tuntutan masa kini. 1 Menurut
Nurcholish Madjid, pengertian modernisasi hampir identik dengan pengertian
rasionalisasi, yaitu proses perombakan pola berpikir dan tata kerja lama yang
tidak rasional dan menggantinya dengan pola berpikir dan tata kerja baru yang
rasional. Hal itu dilakukan dengan menggunakan penemuan mutakhir manusia
di bidang ilmu pengetahuan.2
Oleh karena itu sesuatu bisa disebut modern kalau ia bersifat rasional,
ilmiah, dan kesesuaian hukum-hukum yang berlaku dalam alam. Contoh:
sebuah mesin hitung termodern dibuat dengan rasionalitas yang optimal,
menurut penemuan ilmiah yang terbaru, dan karena itu penyesuaiannya dengan
alam paling mendekati kesempurnaan.
Menurut Koentjaraningrat, sebagaimana dikutip Faisal Ismail,
mendefinisikan modernisasi sebagai suatu usaha secara sadar yang dilakukan
oleh suatu bangsa atau negara untuk menyesuaikan diri dengan konstelasi
dunia pada suatu kurun tertentu di mana bangsa itu hidup.3
Sementara itu Harun Nasution juga memberikan pandangannya tentang
pembaharuan yang berafiliasi dengan kata modernisasi dengan arti terbaru,
mutakhir, atau sikap dan cara berpikir serta bertindak dengan tuntutan zaman.
Pembaharuan atau modernisasi yang dimaksud Harun Nasution lebih tepat
dikatakan sebagai sebuah proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai
warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan tuntutan hidup masa kini.
Modern bukan hanya membaharui pahampaham, sikap atau adat istiadat,
melainkan lebih luas lagi mencakup pembaharuan institusi-institusi yang

1
Depdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal 589.
2
Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan, dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan, 1997), hal 172.
3
Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi Historis (Yogyakarta:
Titian Ilahi Press: 1998), hal. 196
dipandang lama untuk disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadaan-
keadaan yang baru.4
B. Potret Modernisasi Pendidikan
Pendidikan Islam mempunyai sejarah yang panjang. Dalam pengertian
seluas-luasnya, pendidikan Islam berkembang seiring dengan kemunculan
Islam itu sendiri. Dalam konteks masyarakat Arab, dimana Islam lahir dan
pertama kali berkembang, kedatangan Islam lengkap dengan usaha-usaha
pendidikan merupakan transformasi besar. Sebab, Masyarakat Arab pra-Islam
pada dasarnya tidak mempunyai sistem pendidikan formal.
Pada masa awal perkembangan Islam tentu saja pendidikan formal yang
sistematis belum terselenggara. Pendidikan yang berlangsung dapat dikatakan
umumnya bersifat informal; dan inipun lebih berkaitan dengan upaya-upaya
dakwah islamiyyah, penyebaran dan penanaman dasar-dasar kepercayaan
dalam ibadah Islam. Dalam kaitan itulah bisa dipahami kenapa proses
pendidikan Islam pertama kali berlangsung di rumah sahabat tertentu; yang
paling terkenal adalah sahabat Dar al-Arqam. Tetapi ketika masyarakat Islam
sudah terbentuk, maka pendidikan diselenggarakan di masjid. Proses
pendidikan pada kedua tempat ini dilakukan dalam halaqah, lingkaran belajar.
Sepanjang sejarah Islam, baik madrasah maupun al-jami’ah diabdikan
terutama kepada al-ulum al-Islamiyyah atau tepatnya al-ulum al-diniyah –ilmu
ilmua agama, dengan penekanan khusus pada bidang fiqih, tafsir dan hadits.
Meski ilmu-ilmu seperti ini juga memberikan ruang gerak kepada akal untuk
melakukan ijtihad, setidaknya pada masa-masa klasik, jelas ijtihad disitu bukan
dimaksudkan berpikir sebebas-bebasnya. Ijtihad disini bahkan lebih bermakna,
atau pada prakteknya, sekedar memberikan penafsiran “baru” atau pemikiran
“independen” yang tetap berada dalam kerangka atau prinsip-prinsip doktrin
yang mapan dan disepakati.
Dengan demikian, ilmu-ilmu “non agama” atau “keduniaan” (profan)
khususnya ilmu-ilmu alam dan eksaktra-yang merupakan akar-akar
pengembangan sains dan teknologi– sejak awal perkembangan madrasah dan
al- jami’ah sudah berada pada posisi yang marjinal. Meski Islam pada dasarnya
4
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Penerbit
Bulan Bintang , 1975), hal. 9
tidak membedakan nilai ilmu-ilmu adama dengan ilmu-ilmu non agama (ilmu-
ilmu umum). akar-akar keterbelakangan dan ketertinggalan dunia muslim dam
sains dan teknologi dapat dilacak kepada lenyapnya berbagai cabang-cabang
ilmu aqliyyah dari tradisi keilmuan dan ilmu pendidikan Muslim.
Sejauh menyangkut pendidikan, pembaruan yang dilancarkan, baik di
Turki maupun di Mesir, semula sebagian besar tidak langsung diarahkan
kepada lembaga-lembaga pendidikan Islam itu sendiri. Yang disebut dalam
literatur sebagai pembaruan pendidikan pada esensinya adalah pembaruan
pemikiran dan perspektif intelektual, khususnya melalui penerjemahan
sejumlah literatur Eropa yang dipandang esensial ke dalam bahasa Arab, atau
melalui pengiriman sejumlah duata dan mahasiswa yang ditugaskan mengamati
pendidikan eropa yang merupakan salah satu “rahasia” keunggulan mereka.
Tetapi resistansi lembaga-lembaga pendidikan tinggi Islam, semacam AlAzhar,
terhadap gagasan pembaruan pendidikan sangat tinggi. Para ulama konservatif
yang mendominasi al-Azhar menolak sejumlah gagasan pembaruan pendidikan
yang diajarkan dan ingin diterapkan tokoh semacam Rifa’ah al Tahtawi.
Dengan demikian, Al-Azhar secara sempurna menampilkan diri sebagai
benteng konservatisme. Dari masa ke masa Al-Azhar mampu menangkis
berbagai upaya pembaruan yang ingin dilakuakan terhadapnya berkat otonomi
dan besarnya kekuasaan keagamaan Syaikh Al-Azhar itu sendiri. Barulah
rezim militer Gamal Abd Al-Nasser pada 1961 menghapuskan otonomi Al-
Azhar dan menempatkan universitas ini langsung ke bawah kekuasaannya.
Setelah itu pembaruan besar-besaran dapat dilancarkan dengan menambah
sejumlah fakultas baru: kedokteran, teknik, pertanian, ekonomi dan sastra.
Tetapi pembaruan semacam ini belum sepenuhnya berhasl menciptakan
keseimbangan keilmuan, dengan membangkitkan kembali bidang ilmu-ilmu
alam dan eksakta, yang dibutuhkan utnuk membangun kembali peradaban
Islam di tengah dominasi politik, ekonomi, kultural dan intelektual barat.
Senang atau tidak, masa depan dunia Muslim tergantung banyak pada
kemampuan dan keberhasilan memajukan sains dan teknologi. Dan ini pada
gilirnaya sangat tergantung pada peningkatan kualitas lembaga-lembaga
pendidikan tinggi di dunia Muslim itu sendiri.5
C. Modernisasi Pendidikan Islam
Umat Islam pada masa sekarang menghadapi tantangan yang berat dari
pihak luar yang berimplikasi terhadap masa depan kehidupan beragamanya.
Tantangan itu mulai dari kolonialisme dan imperialisme yang menghasilkan
benturan keras antara kebudayaan Barat dengan ajaran/nilai-nilai Islam, sampai
kepada materialisme, kapitalisme, industrialisme yang telah berhasil merubah
sistem berpikir dan struktur sosial.
Sebagai respon dari tantangan di atas para pemikir dan intelektual muslim
melancarkan berbagai upaya modernisasi yang muncul dalam berbagai ragam
dan karakteristiknya. Hal ini sesuai dengan setting sosio-historis yang
melingkupi para modernis. Dalam berbagai upaya modernisasi itulah,
pendidikan merupakan sarana yang paling ampuh dan utama. Melalui
pendidikan inilah transfer nilai-nilai dan ajaran Islam dapat dilakukan secara
terencana dan sistematis.
Secara bahasa “modernisasi” berasal dari kata modern yang berarti ; a).
Terbaru, mutakhir. b). Sikap dan cara berpikir sesuai dengan perkembangan
zaman. Kemudian mendapat imbuhan “sasi”, yakni “modernisasi”, sehingga
mempunyai pengertian suatu proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai
warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan perkembangan zaman.6
Menurut Hasan Nasution, kata “modern”, “modernisme”dan modernisasi”
mengandung arti pikiran, aliran gerakan dan usaha-usaha untuk mengubah
paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan lain sebagainya agar
menjadi sesuai dengan pendapat-pendapat dan keadaan-keadaan baru yang
ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern.7
Modernisasi pendidikan adalah salah satu pendekatan untuk suatu
penyelesaian jangka panjang atas berbagai persoalan ummat Islam saat ini dan
pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, modernisasi pendidikan adalah

5
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 1999), 32
6
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1989), 589
7
Harun Nasution, Islam Rasional ; Gagasan dan pemikiran Cet.IV, (Bandung:Mizan,1996).181
suatu yang penting dalam melahirkan suatu peradaban Islam yang modern.8
Modernisasi bisa juga disebut dengan reformasi yaitu membentuk kembali,
atau mengadakan perubahan kepada yang lebih baik, dapat pula diartikan
dengan perbaikan.
Beberapa ahli memberikan definisi pendidikan Islam. Menurut Abuddin
Nata pendidikan Islam adalah proses pembentukan individu berdasarkan ajaran
Islam untuk mencapai derajat yang tinggi sehingga mampu melaksanakan
fungsi kekhalifahannya dan berhasil mewujudkan kebahagian dunia dan
akhirat.9 Sedangkan Muhaimin menjelaskan bahwa pendidikan Islam meliputi
tiga pengertian, yaitu: pertama, pendidikan Islam adalah pendidikan menurut
Islam atau pendidikan Islami, yaitu pendidikan yang dipahami dan
dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam
sumber dasarnya, yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah. Dalam pengertian ini, dapat
berwujud pemikiran dan teori pendidikan yang berdasarkan sumber-sumber
dasar Islam.
Kedua, pendidikan Islam adalah pendidikan ke-Islaman atau pendidikan
agama Islam, yaitu upaya mendidikkan agama Islam atau ajaran dan nilai-
nilainya, agar menjadi way of life (pandangan hidup) dan sikap hidup
seseorang. Dalam pengertian ini pendidikan Islam dapat berwujud: 1) segenap
kegiatan yang dilakukan seseorang atau suatu lembaga untuk membantu
seorang atau sekelompok peserta anak didik dalam menanamkan dan/atau
menumbuhkembangkan ajaran Islam dan nilai-nilainya, 2) segenap fenomena
atau peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah
tertanamnya dan/ atau tumbuhkembangnya ajaran Islam dan nilainilainya pada
salah satu atau beberapa pihak.
Ketiga, pendidikan Islam adalah pendidikan dalam Islam, atau proses dan
praktek penyelenggaraan pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam
realitas sejarah ummat Islam. Dalam pengertian ini, pendidikan Islam dalam
realitas sejarahnya mengandung dua kemungkinan, yaitu pendidikan Islam

8
Syed Sajjad Husein dan Syed Ali Ashraf, Menyongsong Keruntuhan Pendidikan Isam, terj.
Rahmani Astuti (Bandung: Gema Risalah Press, 1994), hlm. 6
9
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, Cet. I, 2004), hlm. 10
tersebut benar-benar sesuai dengan idealitas Islam dan atau mungkin
mengandung jarak kesenjangan dengan idealitas Islam.10
Dari definisi yang dikemukan diatas, dapat ditegaskan bahwa pendidikan
Islam adalah proses pembentukan individu untuk mengembangkan fitrah
keagamaannya, yang secara konseptual dipahami, dianalisis serta
dikembangkan dari ajaran al Qur’an dan al Sunnah melalui proses
pembudayaan dan pewarisan dan pengembangan kedua sumber Islam tersebut
pada setiap generasi dalam sejarah ummat Islam.
Dasar pendidikan Islam dapat ditelusuri dalam filsafat pendidikan Islam.
Dalam menentukan dasar pendidikan Islam dapat ditinjau dari perspektif
filosofis dan teologis. Dalam perspektif teologis, pendidikan Islam harus
didasari dari ajaran-ajaran al-Qur’an dan al-Hadits yang berintikan tauhid.
Tauhid dalam posisi ini menempati inti yang bersifat fundamental, dan
merupakan nilai dasar pendidikan Islam. Tauhid adalah keyakinan seorang
muslim yang termanifestasikan dalam hal-hal sebagai berikut:
a. Tauhid Uluhiyah, yaitu suatu keyakinan bahwa Allah adalah satu satunya
zat yang patut disembah serta satu-satunya sumber nilai, ajaran, dan
kehidupan. 11
b. Tauhid Rububiyah, yaitu suatu keyakinan dalam agama Islam bahwa Allah
adalah yang menciptakan, memelihara dan merawat alam semesta.
Keyakinan ini memberikan implikasi pada pelakasanaan pendidikan bahwa
pendidikan diarahkan kepada upaya merawat, memelihara dan
membimbing peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan Islam.
Dalam perspektif anak didik, keyakinan tauhid ini memberikan kesempatan
kepada anak didik untuk membaca, mengkaji dan meneliti keteraturan alam
semesta dengan segala isinya.
c. Tauhid Mulkiyah, adalah keyakinan akan kekuasaan kerajaan Allah SWT.
Dengan keyakinan ini seorang Muslim meyakini bahwa Allah berkuasa
atas segala sesuatu dimuka bumi ini, dan juga penguasa hari kemudian.
Implikasi dari keyakinan ini adalah seorang guru adalah pemimpin dalam

10
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm.
23-24.
11
Ahmadi, Ideologi, hlm. 85
pendidikan harus bertanggung jawab terhadap pendidikan anak didiknya.
Ini sesuai dengan pernyataan Nabi Muhammad SAW yang menyatakan
bahwa setiap Muslim adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung
jawaban terhadap kepemimpinannya.
d. Tauhid Rahmaniyah, adalah keyakinan yang bertolak dari pandangan
bahwa Allah SWT adalah Tuhan semesta alam yang mengasihi makhluk-
Nya. Dengan kasih sayang yang diberikan Allah kepada makhluk-Nya,
maka kehidupan ini berjalan dengan damai, tenang, sentosa, meskipun
terdapat banyak manusia yang durhaka kepada-Nya.
Modernisasi Islam adalah sebuah gerakan, aliran dan paham yang ingin
merekonstruksi dan mengoreksi kembali nilai-nilai yang terkandung dalam
Islam untuk dapat disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan dan relevansi
umat Islam di zaman modern ini. Hubungan antara “modernisasi” dan
pendidikan Islam, pada satu segi pendidikan dipandang sebagai suatu variabel
modernisasi. Dalam konteks ini pendidikan dianggap merupakan prasyarat dan
kondisi yang mutlak bagi masyarakat untuk menjalankan program dan
mencapai tujuan modernisasi atau pembangunan. Tanpa pendidikan yang
memadai, akan sulit bagi masyarakat manapun untuk mencapi kemajuan.
Karena itu banyak ahli pendidikan yang berpandangan bahwa “pendidikan
merupakan kunci yang membuka pintu ke arah modernisasi.
Pendidikan dalam masyarakat modern atau masyarakat yang tengah
bergerak kearah modern pada dasarnya berfungsi untuk memberikan kaitan
antara anak didik dan lingkungan sosio kulturalnya yang terus berubah. Dalam
banyak hal pendidikan secara sadar digunakan sebagai instrumen untuk
perubahan dalam sistem politik dan ekonomi.Untuk mencapai semua tujuan
ini, pendidikan dalam proses modernisasi akan mengalami perubahan
fungsional dan antar sistem.12 Akan Tetapi yang perlu digaris bawahi adalah
modernisasi pendidikan Islam harus tetap dalam jalur prinsip-prinsip
pendidikan Islam antara lain :
1. Prinsip Integrasi, suatu prinsip yang seharusnya dianut adalah bahwa dunia
ini merupakan jembatan menuju kampung akhirat.

12
Ibid
2. Prinsip Keseimbangan, merupakan kemestian sehingga dalam
pengembangan dan pembinaan manusia tidak ada kepincangan dan
kesenjangan. Keseimbangan antara material dan spiritual, unsur jasmani
dan rohani.
3. Prinsip Persamaan, berakar dari konsep dasar tentang manusia yang
mempunyai kesatuan asal yang tidak membedakan derajat, baik antara
jenis kelamin, kedudukan sosial, bangsa, maupun suku, ras atau warna
kulit. Sehingga budak sekalipun mendapatkan hak yang sama dalam
pendidikan.
4. Prinsip Pendidikan Seumur Hidup, prinsip ini bersumber dari pandangan
mengenai kebutuhan dasar manusia dalam kaitan keterbatasan manusia di
mana manusia dalam sepanjang hidupnya dihadapkan pada berbagai
tantangan dan godaan yang dapat menjerumuskandirinya sendiri ke jurang
kehinaan. Dalam hal ini dituntut kedewasaan manusia berupa kemampuan
untuk mengakui dan menyesali kesalahan dan kejahatan yang dilakukan,
disamping selalu memperbaiki kualitas dirinya
5. Prinsip Keutamaan, ditegaskan bahwa pendidikan bukanlah hanya proses
mekanik melainkan merupakan proses yang mempunyai ruh dimana segala
kegiatannya diwarnai dan ditujukan kepada keutamaan-keutamaan.
Keutamaan-keutamaan tersebut terdiri dari nilai nilai moral. Nilai moral
yang paling tinggi adalah tauhid. Sedangkan nilai moral yang paling buruk
dan rendah adalah syirik. Dengan prinsip keutamaan ini, pendidik bukan
hanya bertugas menyediakan kondisi belajar bagi subyek didik, tetapi lebih
dari itu turut membentuk kepribadiannya dengan perlakuan dan
keteladanan yang ditunjukkan oleh pendidik tersebut.
Namun demikian modernisasi pendidikan Islam, tidaklah dapat dirasakan
hasilnya pada satu dua hari saja namun memerlukan suatu proses yang panjang
yang setidaknya akan menghabiskan sekitar dua generasi. Mengingat
pentingnya modernisasi pendidikan Islam, maka setiap lembaga pendidikan
Islam haruslah mendapatkan penanganan yang serius, setidaknya ini untuk
menghasilkan para pemikir dan intelektual yang handal dan mempunyai peran
sentral dalam pembangunan. Modernisasi dalam pendidikan Islam pertama
kali harus tertuju kepada tujuan pendidikan Islam itu sendiri, yang meliputi
tujuan tertinggi yaitu sebagai suatu proses pendidikan yang akan menghasilkan
peserta didik yang beribadah kepada-Nya dan sebagai khalîfah di muka bumi
yang dijabarkan menjadi tujuan umum dan secara operasional dirumuskan
dalam bentuk tujuan pendidikan Islam secara institusional, kurikuler maupun
tujuan instruksional.
Modernisasi jika diistilahkan sebagai produk perkembangan ilmu
pengetahuan, maka Islam menurut Cak Nur, adalah agama yang sangat modern
bahkan terlalu modern untuk zamannya, karena Islam adalah agama yang
secara sejati memiliki hubungan organik dengan ilmu pengetahuan dan mampu
menjelaskan kedudukan ilmu pengetahuan tersebut dalam kerangka keimanan.
Problem modernisasi yang dialami oleh umat Islam sekarang adalah dalam
mengatasi kesenjangan antara upaya mempertahankan Islam sebagaimana
Islam yang diyakini kebenarannya dengan realitas kehidupan yang dialaminya
yang menuntut penyesuaian dan perubahan. Selama ini umumnya umat Islam
beranggapan bahwa agama Islam telah menyediakan segala macam resep
kehidupan dan cara memecahkan problemnya, sehingga tatanan komunitas
Islam dipolakan dalam satu macam saja, sehingga akan adanya keseragaman
dimana- mana. Posisi Islam sekarang ini berada dalam suasan dilematis, antara
mempertahankan kejayaan Islam di masa lalu, ataukah membawa kejayaan
Islam yang dulu, dan menempatkannya dalam pentas peradaban modern.
Dalam mencari jawaban atas permasalahan ini, gerakan-gerakan modern yang
ada didalam Islam selalu datang membayang-bayangi, seperti pola pemikiran
liberalis yang ingin membuka seluas-luasnya kebebasan pemikiran, dalam
rangka menerapkan Islam dalam kehidupan sosial kontemporer, tanpa ada
kerikuhan menggusur tatanan lama yang sudah mapan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Modernisasi Islam adalah sebuah gerakan, aliran dan paham yang
ingin merekonstruksi dan mengoreksi kembali nilai-nilai yang terkandung
dalam Islam untuk dapat disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan dan
relevansi umat Islam di zaman modern ini. Islam dan Modernisasi
memang bukanlah suatu isu yang baru muncul dalam sejarah
perkembangan pemikiran Islam, isu ini telah lama beredar dan telah
banyak menyita perhatian para ilmuan dan cendikiawan, baik cendikiawan
Islam maupun di luar Islam.
Problem modernisasi yang dialami oleh umat Islam sekarang
adalah dalam mengatasi kesenjangan antara upaya mempertahankan Islam
sebagaimana Islam yang diyakini kebenarannya dengan realitas kehidupan
yang dialaminya yang menuntut penyesuaian dan perubahan
B. Saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan bermanfaat bagi kita
semua dan pendidikan diharapkan lebih meningkat kualitas menjadi yang
lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. I, 2004), hlm. 10
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium
Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 32
Depdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989),
hal 589.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1989), 589
Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi Historis
(Yogyakarta: Titian Ilahi Press: 1998), hal. 196
Harun Nasution, Islam Rasional ; Gagasan dan pemikiran Cet.IV,
(Bandung:Mizan,1996).181
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003), hlm. 23-24.
Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan, dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan,
1997), hal 172.
Syed Sajjad Husein dan Syed Ali Ashraf, Menyongsong Keruntuhan
Pendidikan Isam, terj. Rahmani Astuti (Bandung: Gema Risalah Press,
1994), hlm. 6

Anda mungkin juga menyukai