Anda di halaman 1dari 24

Makalah AIK

PEMURNIAN DAN PEMBAHARUAN


DI DUNIA MUSLIM

Di susun oleh :

Salma Qothrunnada
201902020018

Diploma Tiga Kebidanan

Fakultas Ilmu Kesehatan


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN
PEKALONGAN
TAHUN AJARAN 2020/2021
PENGESAHAN MAKALAH

1. Judul Makalah : Pemurnian Dan Pembaharuan Di Dunia


Muslim
2. Pembuat Makalah
a. Nama Lengkap : Salma Qothrunnada
b. Jenis kelamin : Perempuan
3. Dosen Guru Pembimbing
a. Nama Lengkap dan Gelar : Gigih Setianto, M.Pd.I
b. NIP :-
c. Alamat Rumah dan No.Telp/Hp : -

Pekalongan, 10 Oktober 2020

Menyetujui,
Guru Pembimbing Ketua Makalah

(...............................) (................................)
NIP. -

Ka.Prodi Diploma Tiga Kebidanan

(................................................)
NIP.-
PRAKATA

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ilmiah tentang Pemurnian Dan Pembaharuan Di Dunia Muslim dan
manfaatnya untuk masyarakat.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Pemurnian Dan
Pembaharuan Di Dunia Muslim dan manfaatnya untuk masyarakat. Harapannya dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Penulis

Pekalongan, 25 Februari 2021


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...............................................................................................


PRAKATA ........................................................................................................................
DAFTAR ISI .....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................................
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................
C. Tujuan .....................................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pemurnian dan Pembaruan Di Dunia Muslim .....................................
B. Kemajuan Peradaban Islam Di Berbagai Bidang ..................................................
C. Kemunduran Peradaban Islam dalam Berbagai Bidang ........................................
D. Kebutuhan Untuk Pemurnian dan Pembaruan .......................................................
E. Tokoh-Tokoh Pembaru dalam Dunia Islam ..........................................................
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan ............................................................................................................
2. Saran ......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah merupakan realitas masa lalu, keseluruhan fakta, dan merupakan peristiwa
yang unik dan berlaku hanya sekali dan tidak akan terulang kedua kalinya persoalan
peradaban jauh lebih penting dari aspek-aspek yang menjadi pendorong munculnya kejayan
Islam dalam sejarah terletak pada tingginya peradaban yang di upayakan melalui ilmu
pengetahuan. Adanya dukungan dari kebijakan politik dan ekonomi dalam memberikan
simulasi bagi kegiatan-kegiatan keilmuan, dapat mendorong berkembangnya tradisi
keilmuan bagi siapa saja yang menghendakinya.
Pembahasan sejarah perkembangan peradaban Islam yang sangat panjang dan luas
itu tidak bisa dilepaskan dari pembahasan sejarah perkembangan politiknya. Tidak hanya
politik yang menentukan perkembangan aspek-aspek peradaban tertentu melainkan karena
sistem politik dan pemerintah itu sendiri merupakan salah satu aspek penting dari
peradaban

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Pengertian pemurnian dan pembaruan di dunia muslim?
2. Bagaimana kemajuan peradaban Islam di berbagai bidang?
3. Apa alasan kemunduran peradaban Islam?
4. Mengapa perlu pemurnian dan reformasi peradaban Islam?
5. Siapakah tokoh pembaharu di dunia Islam?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian pemurnian dan pembaruan di dunia muslim.
2. Mengetahui dan mempelajari kemajuan peradaban Islam di berbagai bidang.
3. Untuk mengetahui penyebab kemunduran peradaban Islam.
4. Untuk memahami kebutuhan pemurnian dan reformasi peradaban Islam.
5. Untuk mengetahui atau mengenal tokoh-tokoh reformis di dunia Islam
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pemurnian dan Pembaruan Di Dunia Muslim

Ahmad (1979: 306) menjelaskanbahwa pembaruan atau pemurnian dalam


bahasa Arab “jadduu” yang secara etimologi berakar pada kata jadiid yang
menunjukkan tiga arti yaitu: keagungan, bahagian, dan pegangan. Kata ini kemudian
berubah menjadi (jadid) yang berarti “memperbarui” sebagai lawan dari using. Kata
“baru” dalam konteks bahasa ini, menghimpun tiga pengertian yang tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lain, antara lain: 1). Barang yang diperbarui pada
mulanya pernah ada dan pernah dialami orang lain; 2). Barang itu dilanda zaman
sehingga menjadi usang dan ketinggalan zaman; dan 3). Barang itu kembali
diaktualkan dalam bentuk kreasi baru (Ka’bah. 1987: 50).

Nasution (1992: 11) mengatakan bahwa pembaruan dalam bahasa Indonesia


dipakai (disepadankan) dengan kata modern, modernisasi dan modernism.
Medernisasi dalam masyarakat Barat mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan
usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan
sebagainya, untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Kata “modernism”, lanjut Harun Nasution,
dianggap mengandung dua arti, yaitu: dalam arti negatif dan arti positif. Untuk
menjauhi arti negatif tersebut, lebih baik kiranya dipakai terjemahan Indonesianya
yaitu pembaruan. Lebih lanjut, Harun Nasution menjelaskan modernisme dalam
kehidupan keagamaan di Barat mempunyai tujuan untuk menyesuaikan ajaran-ajaran
yang terdapat dalam agama Katolik dan Protestan dengan ilmu pengetahuan dan
filasafat modern. Aliran inilah yang pada perkembangannya melahirkan sekularisme
di masyarakat Barat.

Salimi, dkk (1998: 1) berpendapat bahwa pembaruan itu identik dengan istilah
“modernisasi” atau “Tajdid”. Tajdid dalam pengertian etimologis (harfiah) berarti
pembaruan, sedangkan dalam pengertian istilah (terminologis) tajdid berarti
pembaruan dalam hidup keagamaan, baik berbentuk pemikiran maupun gerakan,
sebagai reaksi atau tanggapan terhadap tantangan-tantangan internal maupun eksternal
yang menyangkut keyakinan dan urusan social umat.

Dalam kaitan dengan pembaruan Islam, tajdid memiliki dua pengertian, yaitu:
pertama, tajdid dalam bidang akidah dan ibadah mahdhah. Dalam bidang ini, tajdid
diartikan “pemurnian” dengan jalan kembali pada pedoman mutlak yaitu al-Qur’an
dan Sunnah Rasul (bersih dari bid’ah, syirik, khurafat dan takhyul). Kedua, tajdid
dalam mu’amalah duniawiyah. Dalam hal ini, tajdid diartikan memperbaharui
interpretasi (merumuskan kembali) ajaran Islam sehinggal Islam tidak terkesan
ketinggalan zaman. Dalam ungkapan lain, tajdid berarti modernisasi (interpretasi
baru) terhadap ajaran Islam (Pasha dan Durban, 2005: 162).

Harun Nasution mendifinisikan pembaruan Islam sebagai upaya-upaya untuk


menyesuaikan paham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Dengan demikian menurutnya,
pembaruan dalam Islam bukan berarti mengubah, mengurangi atau menambah teks al-
Qur’an maupun teks al-Hadits, melainkan hanya mengubah atau menyesuaikan paham
atas keduanya sesuai dengan perkembangan zaman (Nasution, 1992: 10).

Hal itu dilakukan karena betapapun hebatnya paham-paham yang dihasilkan


para ulama atau pakar di zaman lampau itu, tetap ada kekurangannya dan selalu
dipengaruhi oleh kecenderungan, pengetahuan, situasi sosial, dan lain sebagainya.
Paham-paham tersebut di masa sekarang mungkin masih banyak yang relevan dan
masih dapat digunakan, tetapi mungkin juga sudah banyak yang tidak sesuai lagi.
Selain itu, pembaruan dalam Islam dapat pula berarti mengubah keadaan umat agar
mengikuti ajaran yang terdapat di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Hal ini perlu
dilakukan, karena terjadi kesenjangan antara yang dikehendaki al-Qur’an dan
kenyataan yang terjadi di masyarakat (Nata. 2004: 379).

Nasution (1992: 75) dalam Pembaruan dalam Islam telah banyak


mengemukakan ide-ide pembaruan dalam Islam dengan maksud seperti yang
diungkapkan di atas. Muhammad Abduh, salah seorang pembaru di Mesir,
sebagaimana dikemukakan Harun Nasution, misalnya, mengemukakan ide-ide
pembaruan antara lain dengan cara menghilangkan bid’ah yang terdapat dalam ajaran
Islam, kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya, dibuka kembali pintu ijtihad,
menghargai pendapat akal, dan menghilangkan sikap dualisme dalam bidang
pendidikan. Sementara itu, Sayyid Ahmad Khan, salah seorang tokoh pembaru dari
India, berpendapat bahwa untuk mencapai kemajuan perlu meninggalkan paham
teologi jabariah (fatalisme) diganti dengan paham qadariah (free will dan free act)
perlu percaya bahwa hukum alam dengan wahyu yang ada dalam al-Qur’an yang
tidak bertentangan, karena kedua-duanya berasal dari Tuhan, dan perlu dihilangkan
paham taklid diganti dengan paham ijtihad (Nasution.1992: 172).

B. Kemajuan Peradaban Islam Di Berbagai Bidang


Sekitar abad ke 7 sampai dengan abad ke 10 M, Islam berkembang dengan pesat
meliputi wilayah-wilayah yang sangat luas dengan penguasaan ilmu pengetahuan,
peradaban dan kebudayaan yang sangat maju dan tinggi, yang berdimensi rahmatan lil
‘alamin. Kejayaan Islam ini merupakan hasil perjuangan yang tidak mengenal lelah,
baik yang dirintis dan dipelopori oleh Nabi Muhammad beserta para sahabatnya, dan
diteruskan pada zaman al-khulafa’ur al-rasyidin.
Secara pengklasifikasian periode, kemajuan peradaban Islam sejak era awal
dapat dilihat sebagai berikut:
a. Dinasti Umaiyah (661 – 750)
Berdirinya Perguruan Tinggi seperti Universitas Iskandariyah dan
Universitas Naisabur.
Munculnya tokoh-tokoh Mujtahid besar dibidang fiqh seperti Imam Abu
Hanifah
b. Dinasti Abbasiyah (750 – 1258)
Terhimpunnya para cendekiawan dalam satu forum “Darul Hikmah”.
Lahirnya tokoh-tokoh Cendekiawan Muslim antara lain: al-Kindi, al-
Farabi, Ibnu Sina, Abu Ali al-Hasan, Ibnu Daud, al-Khawarisma.
c. Dinasti Umaiyah di Spanyol (757 – 1492)
Pengembangan ilmu pengetahuan, peradaban dan kebudayaan seperti
berdirinya Istanan al-Hambra, Mesjid Cordoba dan lain sebagainya.
d. Dinasti Fatimiyah (929 – 1171)
Berdirinya perpustakaan.

C. Kemunduran Peradaban Islam dalam Berbagai Bidang


Akan tetapi, kejayaan dunia Islam yang telah berjalan beberapa abad lamanya,
yang pengaruhnya telah merebak dan merambah jauh ke berbagai belahan dunia non
muslim, pada akhirnya juga mengalami kemunduran. Berbagai macam krisis yang
sangat kompleks telah menerpa dunia Islam, diantarnya adalah:
1. Krisis dalam bidang Sosial Politik
Islam tidak dapat disalahkan dan dianggap bertanggung jawab atas stagnasi
yang telah lama berlangsung dan dekadensi nyata dalam dunia Islam.
Keburukan-keburukan yang ada sekarang harus dinisbatkan kepada orang-
orang Islam sendiri yang tidak dapat hidup menurut ajaran Islam. Jika
mereka kehilangan kemakmuran material yang mereka miliki dahulu, hal
itu adalah karena mereka tidak mengindahkan “separuh hukum Tuhan”.
Untuk menghilangkan cadar yang menutupi dunia Islam, perlu ditegaskan
bahwa wahyu al-Qur’an itu bersifat rasional secara sempurna dan ajaran
nabi Muhammad mengandung kemungkinan-kemungkinan yang tak
terhingga. Ketika umat Islam hidup menurut ajaran agama yang
mendorong untuk berpikir dan memiliki akal yang kritis, Islam tampak
sebagai obor kemajuan (Pasha dan Darban. 2005: 14-15)
2. Krisis dalam bidang Keagamaan
Krisis ini berpangkal dari suatu pendirian sementara ulama jumud yang
menyatakan bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Menurut pandangan ini,
untuk menghadapi berbagai permasalahan, kehidupan umat Islam cukup
mengikuti pendapat dari para Imam Mazhab. Pandangan jumud ini
mengakibatkan lahirnya sikap memutlakkan semua pendapat imam-imam
mujtahid, seperti memutlakkan pendapat Imam Malik, Imam Abuhanifah,
Imam Syafi’I, Imam Ahmad bin Hanbal dan imam-imam mujtahid lainnya.
Pada hal, pada hakekatnya imam-imam tersebut masih tetap manusia biasa,
bukan manusia maksum yang tidak akan lepas dari kesalahan. Pengakuan
dari para imam mujtahid bahwa pendapatnya tidak lepas dari kemungkinan
salah serta melarangnya untuk dipeganginya secara mutlak dapat disimak
dari fatwa mereka. Dari zaman keruntuhan dunia Islam, dunia pendidikan
pun terkena getahnya juga. Kemorosotan dunia pendidikan Islam antara
lain ditandai dengan sepinya kegiatan-kegiatan ilmiah yang meransang
peserta didik untuk melakukan penelitian dan percobaan (Pasha dan
Darban. 2005: 14-26).
3. Krisis dalam bidang Pendidikan dan ilmu pengetahuan
Krisis ketiga ini sesungguhnya hanya sekedar akibat dari adanya krisis
dalam bidang social politik dan bidang keagamaan. Sebagaimana telah
dibahas di muka bahwa dengan jatuhnya pusat-pusat kekuasaan Islam, baik
di belahan Barat yang berpusat di Cordova maupun di belahan Timur yang
berpusat di Bagdad, ternyata penderitaan yang dialami dunia ilmu
pengetahuan adalah sama. Baik Nasrani Spanyol maupun tentara Mongol,
mereka sama-sama berperangai Barbar dan sama sekali belum dapat
menghargai betapa tingginya nilai ilmu pengetahuan. Pusat-pusat ilmu
pengetahuan diporak-porandakan dan dibakar sampai habis berkalang
tanah.
D. Kebutuhan Untuk Pemurnian dan Pembaruan
Pemurnian dan reformasi harus dilakukan sepenuhnya karena kerapuhan umat
Islam untuk menentukan masa depannya. Abduh berpendapat bahwa untuk memulai
reformasi di kalangan umat Islam, seseorang harus kembali pada esensi keimanan
yang dipandang sebagai Islam yang benar. Abduh juga berpesan agar tidak membabi
buta meniru segala bentuk budaya Eropa yang sudah merembet ke segala bidang.
Dan dalam menerapkan ajaran Islam, umat perlu selektif dalam menerapkan
ajarannya. Artinya, Abduh menghimbau umat Islam untuk kembali dan berpegang
pada Alquran yang tentunya menjelaskan semua hukum Tuhan tentang kehidupan
manusia. Karena Alquran dengan jelas menggambarkan siklus keterbelakangan,
kehancuran, kesuksesan, dan kehancuran suatu bangsa.
Dengan adanya gambaran yang ada, diharapkan umat Islam dapat melihat
situasi dan peristiwa masa lalu sebagai refleksi yang akan mereka lakukan nantinya.
Selain itu, umat Islam juga memegang teguh ajaran Nabi yang telah Dia sampaikan
kepada umatnya. Maka inilah tugas para reformis untuk selalu mengedepankan
reformasi dan memotivasi masyarakat untuk bangkit dari kemerosotan yang sudah
berlangsung lama.
Hal ini perlu mereka perhatikan karena sampai saat ini umat Islam di berbagai
dunia telah kehilangan kemerdekaan dan kemampuannya untuk menentukan atau
merencanakan nasibnya sendiri. Oleh karena itu, perlu ditekankan kepada Al-Mujadid
untuk berani tampil di panggung dunia dan membangun dengan ide-ide Alqurannya
sebagai kontribusi nyata bagi peradaban besar Islam. Jadi dari situ. Umat Islam akan
mampu bangkit kembali dan meraih posisi unggul yang diraih oleh generasi
sebelumnya di zaman Nabi dan para sahabatnya.

E. Tokoh-Tokoh Pembaru dalam Dunia Islam


1. Ibnu Taimiyyah
 Riwayat hidup Ibnu Taimiyyah
Ibnu Taimiyyah nama lengkapnya Taqiyuddin Abdul Abbas bin Abdul
Halim bin Abdus Salam bin Taimiyyah al-Harrani al-Hanbaly atau sering
disingkat Taqiyuddin Ibnu Taimiyyah. Ia lahir pada tanggal 10 Rabi’ul
Awal 661 H, bertepatan dengan tanggal 22 Januari 1263 M. di kota Al-
Harran Siria. Ibnu Taimiyyah pertama kali belajar ilmu agama kepada
ayahnya sendiri Syihabuddin yang terkenal alim dalam Ilmu Hadits dan
Khatib terkenal di Mesjid Damaskus, Siria. Kemudian dilanjurkan belajar
kepada beberapa ulama terkenal seperti Zainuddun al-Muqaddasyi,
Najamuddin Ibnu Syakir, Zainab binti Makky dan ulama lain di kota
Damaskus, yang dapat dikatakan hampir semuanya termasuk Ulama
mazhab Hambali. Dalam usianya yang relative masih sangat belia sekitar
umur 21 tahun, Ibnu Taimiyyah telah tumbuh dan berkembang sebagai
seorang yang alim, cerdas, mempunyai wawasan dan pengetahuan yang
mendalam tentang agama Islam (Pasha dan Darban. 2005: 29). Ibnu
Taimiyyah wafat pada tanggal 20 Zulhijjah 728 H. bertepatan dengan
tanggal 26 September 1328 M. (Pasha dan Darban. 2005: 31).
 Pokok-pokok ajaran Ibnu Taimiyyah
Di antara tema-tema pokok yang dibahasnya secara serius, terlihat secara
jelas bahwa di bidang aqidah ternyata merupakan bidang pembahasan
yang paling menonjol dan dominan. Sebenarnya ajaran Ibnu Taimiyyah
yang paling pokok adalah dalam rangka menyucikan iktikad (aqidah-
keyakinan) umat Islam agar betul-betul seujung rambutpun tidak berubah
dan tidak menyimpang dari ajaran al-Qur’an dan Sunnah Rasul (Pasha
dan Darban 2005: 32).
Ibnu Taimiyyah adalah tokoh mujahid, reformer atau pembaru dalam Islam yang
pertama-tama di dunia Islam yang dengan penuh semangat menyatakan bahwa
pintu ijtihad terbuka. Ijtihad dalam ajaran agama Islam memegang peranan yang
sangat besar, karena hanya dengan perinsip inilah Islam akan selalu menjadi
dinamis, hidup dan maju serta tidak akan pernah ketinggalan zaman. Dengan
ijtihad, Islam akan dapat menjawab berbagai tantangan dan problematika
masyarakat yang secara terus menerus muncul sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan kemajuan zaman. Tegasnya, hanya dengan ijtihad yang
senantiasa terbuka, Islam akan dapat menunjukkan eksistensi dirinya sebagai
pembawa rahmat bagi seluruh alam (Pasha dan Darban 2005: 32).

2. Muhammad Ibnu Abdul Wahab


 Riwayar hidup Ibnu Abdul Wahab
Muhammad Ibnu Abdul Wahab (1703 – 1787) pendiri Gerakan
Mawahidin adalah seorang ulama yang besar, yang dilahirkan di Uyainah,
yaitu sebuah dusun di Najed, bagian Timur dari negeri Saudi Arabia.
Dibesarkan dalam lingkungan kehidupan beragama yang ketat dibawah
pengaruh mazhab Hambali, yaitu suatu mazhab yang memperkenalkan
dirinya sebagai aliran salafiyah. Dari latar belakang kehidupannya, dapat
dipahami bahwa ternyata ada garis kesamaan latar belakang antara tokoh
ini dengan Ibnu Taimiyyah.
Mula-mula ia belajar agama di lingkungan keluarganya sendiri, kemudian
dilanjutkan belajar kepada beberapa ulama di kota Medinah. Selanjutnya
ia berkelana untuk menimba ilmu di berbagai kota dari Basrah, Bagdad,
Kurdistan, Hamazan, Isfahan, Qumm dan Kairo. Gerakan Muhammad bin
Abdul Wahab dalam menyampaikan ajaran Islam dilakukan dengan cara
yang lugas, keras dan tidak mengenal kompromi sama sekali, terlebih lagi
kalau sudah menyangkut tauhid serta bebagai penyakit iman yang sangat
berbahaya seperti syirik, khurafat, bid’ah, dan tawasul (Pasha dan Darban.
2005: 33).
Gerakan yang dipolopori oleh Muhammad bin Abdul Wahab ini oleh
pendirinya sendiri dinamakan Gerakan Muwahidin, yaitu suatu gerakan
yang brtujuan untuk menyucikan dan mengesakan Allah dengan semurni-
murninya, yang mudah dan gampang dipahami dan diamalkan persis
seperti pada masa permulaan sejarahnya. Jelaslah bahwa dakwah yang
dilakukan oleh Muhammad bin Abdul Wahab bertujuan hanya untuk
mengembalikan Islam sebagai suatu addien yang murni, yang gampang
dimengerti dan diamalkan seperti terbukti pada masa permulaan Islam
(Pasha dan Sarban. 2005: 34).
 Pokok-pokok ajaran Muhammad Ibnu Abdul Wahab
Gerakan Wahabi adalah suatu gerakan pemurnian Islam yang pertama kali
berdiri dalam rangka menyambut seruan dan ajakan Imam Taqiyuddin
Ibnu Taimiyyah. Seruan kembali pada al-Qur’an dan as-Sunnah secara
murni dan konsekuen, membuang segala bentuk kemusyrikan, khurafat
(tahyul), berbagai macam bid’ah dan taqlid serta menumbuhkan sikap
berani berijtihad sebagaimana yang diajarkan oleh Imam Taqiyuddin Ibnu
Taimiyyah merupakan prinsip yang dipegang teguh dan diperjuangkan
dengan segala daya dan kemampuan oleh gerakan Wahabi.
Satu hal yang tidak kalah pentingnya, yang dijadikan tema pokok
pembahasan dan perjuangannya adalah hal-ihwal yang bersangkut paut
dengan masalah tauhid. Ia berusaha untuk memurnikan iman dari berbagai
macam kemusyrikan seperti menziarahi kubur Nabi Muhammad dan
orang-orang yang dianggapa keramat dengan tata cara yang tidak berbeda
dengan penyembahan.
Hal-hal yang berkisar pada masalah memurnikan tauhid inilah yang sangat
ditekankan, antara lain:
a. Penyembahan kepada selain Tuhan adalah salah, dan siapa yang berbuat
demikian ia di bunuh.
b. Orang yang mencari ampunan Tuhan dengan mengunjungi kuburan orang-
orang saleh termasuk golongan musyrikin.
c. Termasuk perbuatan musyrik memberikan pengantar dalam shalat terhadap
nama nabi-nabi atau wali atau malaikat (seperti syaidina Muhammad).
d. Termasuk kufur memberikan suatu ilmu yang tidak didasarkan atas al-Qur’an
dan al-Sunnah atau ilmu yang bersumber kepada akal pikiran semata-mata.
e. Termasuk kufur dan ilhad juga mengingkari Qadar dalam semua perbuatan
dan penafsiran al-Qur’an dengan jalan Ta’wil.
f. Dilarang memakai buah tasbih dalam mengucapkan nama Tuhan dan do’a-
do’a (wirid) cukup menghitung dengan keratan jari.
g. Sumber syariat Islam dalam soal halal dan haram hanya al-Qur’an semata-
mata dan sumber lain sesudahnya ialah Sunnah Rasul. Perkataan Ulama
mutakallimin dan fukaha tetang haram dan halal tidak menjadi pegangan,
selama tidak didasarkan atas dasar kedua sumber tersebut.
h. Pintu ijtihad tetap terbuka dan siapapun juga boleh melakukan ijtihad, asal
sudah memenuhi sayrat-syaratnya (Pasha dan Darban. 2005: 36).

3. Sayid Jam aluddin Al-Afghani


 Riwayat hidup dan pendidikannya
Sayid Jamaluddin Al-Afghani dilahirkan pada tahun 1939 di As’ad Abad,
Afganistan. Ia berkebangsaan Afganistan, justru karena itu di belakang
namanya dicantumkan nisbah negeri tumpah darahnya “Al-Afghany”.
Sayid Jamaluddin Al-Afghani terkenal juga sebagai pengembara tangguh,
bukan saja mengembara di negeri-negeri Islam seperti India, Arab Saudi,
Iran, Mesir, Turki dan lain-lainnya, akan tetapi juga kenegeri-negeri non-
Muslim di daratan Eropah seperti Inggris, Perancis, Jerman serta Rusia
(Pasha dan Darban. 2005: 40).
Sayid Jamaluddin Al-Afghani pertama kali belajar agama dari ayahnya
sendiri yang bernama Sayid Shaffar, seorang pengusaha terkenal sekaligus
sebagai seorang yang alim. Ia dididik oleh ayahnya tentang berbagai ilmu
seperti Bahasa Arab, ilmu Fiqih dan Tauhid, Hadits dan Tafsir serta
Akhlaq dan Tasauf. Pada usia 16 tahun, ia dikirim ke India untuk belajar
pada ulama-ulama terkenal. Berbagai ilmu pengetahuan baik ilmu agama.
Ilmu umum, Bahasa Arab maupun Filsafat dipelajarinya dengan tekun. Di
sisi lain, ketika ia tengah belajar di india yang saat itu dijajah Inggris,
Jamaluddin menyaksikan betapa kejamnya Inggris terhadap anak negeri
jajahannya. Sikap semena-mena, ketidak adilan dan sikap yang arogan
menjadi tontonan umum dimana-mana. Apa yang disaksikannya itu
akhirnya menimbulkan sikap muak dan benci terhadap kaum penjajah
tanpa kecuali, termasuk juga terhadap bangsa Inggris yang saat itu
menjajah negeri Afganistan dan negeri India.
Tepat pada tanggal 9 Maret 1897 Sayid Jamaluddin Al-Afghani meninggal
dunia yang fana untuk menghadap ke Illahi Rabbi.
 Pokok-pokok ajaran Sayid Jamaluddin Al-Afghani
a. Dalam bidang filsafat
Jamaluddin Al Afghani adalah tokoh muslim pertama kali yang
memperingatkan pada dunia Islam khususnya akan bahaya paham
materialism, selanjutnya Jamaluddin Al Afghani menunjukkan dengan
jelas, perbedaan antara sosialisme Islam yang didasarkan pada cinta dan
kasih saying, penalaran dan kebebasan, dengan sosialisme komunis yang
didasarkan pada kebendaan (materi), yang mandul dari kasih saying yang
akhirnya menimbulkan perasaan benci-membenci. Komunisme ganti
berganti saling menjatuhkan kawan karena sifat keangkuhan yang tidak
dapat dikekang dan memamang mereka tidak mempunyai alat pengekang
itu, karena tidak beragama dan memecah belah masyarakat mereka, tirani
yang diselimuti atas nama rakyat. Sayid Jamaluddin al-Afghni
mempunyai paham bahwa memang benar bahwa setiap manusia atau
bangsa ada di dalam kekuasaan dan takdir Allah, namun kepercayaan
tersebut tidak berakibat menimbulkan sikap apatis dan fatalis, bahkan
justru akan membina sikap tawakal sepenuhnya kepada kekuatan Allah
dan mendorong dirinya semakin giat untuk berjuang dan berikhtiar (Pashs
dan Darban. 2005: 43).
b. Dalam bidang kebudayaan
Jamaluddin al_Afghani sama sekali tidak memusuhi kebudayaan Barat
yang maju. Bahkan, ia sangat memuji dan member penilaian yang positif
tethadap kebudayaan yang mereka capai, khususnya dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Umat Islam harus tetap konsisten terhadap
perinsip-perinsip ajaran Islam.
Dalam membangun kebudayaan dan peradaban Islam, Jamaluddin al-
Afghani juga menyinggung masalah pengembangan bahasa sebagai salah
satu usur terpokok dalam suatu kebudayaan. Ia menegaskan bahwa suatu
bangsa yang tidak menggunakan bahasanya sendiri, mereka tidak mungkin
dapat mengembangkan perasaan baik dalam masyarakat. Habislah harga
diri sebagai bangsa, apabila mereka tidak memiliki sejarah bangsanya
sendiri. Jamaluddin al-Afghani berusaha mengembalikan harga diri dan
menumbuhkan kebanggaan berbangsa (national pride and national dignity)
yang telah hilang dari berbagai negeri Islam akibat mereka memandang
tinggi dan mulia segala apapun yang dating dari Barat, sementara mereka
memandang hina dan melecehkan terhadap apapun yang muncul dari
dunia timur (Pasha dan Darban. 2005: 44).
c. Dalam bidang politik
Dalam membangun politik dunia Islam, Jamaluddin al-Afghani
berpendapat bahwa seluruh dunia Islam harus bersatu dalam persekutuan
pertahanan yang kokoh untuk mempertahankan diri dari keruntuhan.
Untuk mencapai tujuan itu, kita harus memiliki tekhnik kemajuam Barat
dan mempelajari rahasia kekuasaan Eropah. Jamaluddin al-Afghani
dimanapun juga senantiasa megobarkan semangat solidaritas antara
Negara-negara Islam sesuai dengan jiwa Pan Islamisme untuk membina
kekuatan mengimbangi pengaruh Barat. Diajarkannya tauhid yang mutlak
hanya mengakui kekuasaan Allah. Dianjurkannya persatuan dan
mengesampingkan pertentangan mazhab, dipropagandakan hak-hak asasi
rakyat dan demokrasi yang harus berlaku di semua Negara Islam (Pasha
dan Darban. 2005: 45).
d. Dalam bidang tasawuf
Jamaluddin al-Afghani termasuk orang yang berusaha dengan sungguh-
sungguh untuk senantiasa dapat melakukan Tazkiyatan Nafsi atau
menyucikan pribadi, antara lain dimana dan kapan pun juga selalu
menyebut Asma Allah dengan menghitung-hitung biji tasbihnya yang
tidak pernah lepas dari jari-jemarinya sekalipun ia tengah menghadap dan
berbincang-bincang dengan seorang raja. Ajaran menuju fana itu tidak
lain mengandung pengertian melebur kepentingan diri pribadi bagi
kepentingan dan perjuangan bersama. (Pasha dan Darban. 2005: 45).
4. Muhammad Abduh
 Riwayat hidup dan pendidikan
Muhammad Abduh lahir pada tahun 1849 di Gharbiyah Mesir, pada usia
13 tahun telah hafal al-Qur’an. Muhammad Abduh menamatkan
pendidikan tingginya di Universitas Al-Azhar pada tahun 1876 dengan
mendapat ijazah Alimiyyah. Dalam perkembangannya lebih jauh,
Muhammad Abduh dikenal sebagai seorang tokoh ahli tafsir, hukum
Islam, bahasa Arab dan kesusastraan, logika, ahli ilmu hokum, filsafat dan
soal-soal kemasyarakatan. Ia seorang ulama besar, penulis kenamaan dan
pendidik yang berhasil, pembaru Mesir modern yang bergerak dalam
lapangan kemasyarakatan, seorang pembela Islam yang gigih, seorang
wartawan yang tajam penanya, seorang hakim yang jauh pandangannya,
pemimpin dan politikus ulung dan akhirnya seorang mufti, suatu jabatan
keagamaan yang tertinggi di Mesir (Pasha dan Darban. 2005: 45).
Pada tahun 1889, Muhammad Abduh kembali ke Mesir. Jabatan pertama-
tama yang diberikan oleh pemerintah adalah jabatan hakim. Setelah
menekuni jabatan ini disekitar 2 tahun, pada tahun 1894 Muhammad
Abduh diangkat sebagai anggota pimpinan tertinggi di Universitas Al-
Azhar (conseil Superieur) yang dibentuk atas anjurannya juga. Karir
puncak Muhammad Abduh didapatkan pada tahun 1899, ketika ia diangkat
sebagai mufti kerajaan Mesir, suatu jabatan keagamaan tertinggi di Mesir.
Muhammad Abduh meninggal dunia dalam usia yang relatif belum terlalu
tua, pada tanggal 11 Juli 1905, ketika mencapai usia 55 tahun.
Muhammad Abduh dipanggil Allah untuk menhadap dan
mempertanggung jawabkan semua amal dan perjuangannya (Pasha dan
Darban. 2005: 49)
 Pokok-pokok ajaran Muhammad Abduh
a. Bidang Ijtihad dan Taqlid
Gerakan taqlid ini merupakan suatu gerakan penutupan akal umat Islam
dan oleh karena itu ia termasuk bid’ah, barang yang tak pernah diajarkan
dalam ajaran Islam itu sendiri. Islam adalah agama yang sangat
memuliakan akal. Islam sangat mencela dan melarang dengan keras sikap-
sikap seorang Muslim yang mengikuti pendapat orang lain tanpa
mengetahui dasar dan alasannya. Karena hakekatnya dengan sikap taqlid
berarti ia dengan sengaja mengingkari eksistensi dirinya selaku makhluk
yang terbaik dan terbagus, makhluk yang akhsanu Taqwim atau makhluk
rasional.
Sebab musabab yang membawa kemunduran umat Islam dalam Alam
Islamy adalah dikarenakan adanya kejumudan atau kebekuan berpikir di
kalangan umat Islam yaitu kebekuan dalam memahami ajaran Islam yang
bersumber pada al-Qur’an dan Hadits. Muhammad Abduh sangat
menekankan arti pentingnya ijtihad. Ajaran Islam telah menegaskan
bahwa Islam diturunkan kepada umat manusia tidak lain kecuali untuk
menyebarluaskan rahmat Allah ke seluruh alam semesta. Penegasan
seperti ini memberikan pengertian bahwa fungsi utama agama Islam
adalah sebagai pengayom bagi hidup dan kehidupan umat manusia
sepanjang zaman, dimana dan kapanpun juga. (Pasha dan Darban. 2005:
50).
b. Bidang pendidikan
Ketika Muhammad Abduh memasuki Universitas Al-Azhar, tanpa
menunggu terlalu lama, ia mulai melakukan berbagai pembaruan terhadap
perguruan Islam yang tertua ini, baik yang menyangkut bidang
administrasi, bidang kurikulum, maupun bidang peningkatan mutu kuliah.
Tegasnya, pembaruan Muhammad Abduh tidak terbatas dalam masalah
yang berhubungan langsung dengan pendidikan saja. Bahkan, prasarana
untuk mencapai kearah itu juga disempurnakan. Berbagai macam ilmu
pengetahuan yang selama ini dianaktirikan seperti ilmu hisab, aljabar,
geografi, filsafat dan sebagainya dimasukkan ke dalam kurukulum Al-
Azhar. (Pasha dan Darban. 2005: 51).
5. Muhammad Rasyid Ridha
Muhammad Rasyid Ridha (1865 – 1935) dilahirkan di sebuah desa di Libanon.
Ia adalah salah satu murid Muhammad Abduh yang paling disayangi dan paling
dekat dengan gurunya. Adapun pokok-pokok pemikirannya dalam pembaruan
Islam, dapat dikatakan sama dengan dengan pemikiran Jamaluddin Al-Afghani
dan Muhammad Abduh. Akan tetapi disamping itu iapun dikenal pula sebagai
politikus yang sangat cermat. Pokok-pokok pemikiran pembaruan Rasyid Ridha
antara lain sebagai berikut:
a. Paham umat Islam tentang agamanya serta tingkahlaku mereka banyak
yang telah menyeleweng dari ajaran Islam yang suci murni. Karenanya
umat Islam harus dibimbing kembali ke jalan Islam yang sebenarnya yang
bersih dari segala macam bentuk bid’ah, khurafat serta syirik.
b. Agar segera terwujud kesatuan dan persatuan umat Islam. Janganlah
didasarkan pada kesatuan bahasa dan bangsa tetapi atas dasar kesatuan
iman dan Islam.
c. Kaum wanita harus diikut sertakan dalam berbagai kegiatan
kemasyarakatan.
d. Paham dan ajaran kaum sufi dianggapnya memperlemah agam Islam,
karena mereka melalaikan tugas kewajibannya di atas dunia.
6. Syaikh Hasan al-Banna
Memasuki abad ke 20 tepatnya pada tahun 1928 di Mesir muncul suatu
gerakan Islam yang sangat terkenal sampai hari ini, yang dinamakan Ikhwanul
Muslimin. Gerakan ini didirikan oleh Hasan al-Banna (1908-1049) yang lahir
pada tahun 1906 di propinsi Gharbiah, Mesir. Dengan dibekali oleh otak
cemerlang, ia telah hafal al-Qur’an ketika berumur 14 tahun, dan pada usia 16
tahun ia telah menjadi mahasiswa di Universitas Darul Ulum.
Sesungguhnya gerakan Ikhwanul Muslimin ini hakikatnya merupakan
kelanjutan dari ide Jamaluddin al-Afghani yang kemudian diteruskan oleh Rashid
Ridha (Pasha dan Darban. 2005: 52).
7. Syah Waliyullah
Sebagai seorang pemikir besar, ia melihat bahwa pada saat itu kebudayaan
Islam sedang meluncur dengan cepatnya menuju disintegrasi. Ia menyadari
bahwa zaman keemasan raja-raja Mughal telah berlalu, dan masa tumbuhnya
semangat demokrasi mulai merekah di tengah-tengah masyarakat luas. Ia pun
memandang bahwa keadaan perekonomian umat Islam telah pudar berantakan
akibat dari sikap hidup yang bermewah-mewahan, cintanya kepada dunia sudah
kelewat batas (hubbul dunya) terutama di kalangan elit orang-orang Islam sendiri.
Langka pertama yang dilakukan oleh Syah Waliyullah dalam rangka merintis
jalan menuju cita-cita agungnya, yaitu tatanan masyarakat baru, ialah
menerjemahkan al-Qur’an kedalam bahsa Persi lengkap dengan tafsirnya (Pasha
dan Darban. 2005: 56).
8. Sir Sayid Ahmad Khan
Sir Sayid Ahmad Khan (1817-1898) adalah tokoh pembaru kedua di negeri
India setelah Syah Waliyullah. Bahkan, ia dikenak sebagai tokoh yang
mengembangkan dan menyempurnakan lebih jauh ide-ide Waliyullah. Seperti
halnya dengan tokoh-tokoh pembahru Islam lainnya, Ahmad Khan juga mencita-
citakan bangunya kembali kejayaan Islam dan kemuliaan Islam di anak benua
Asia.
Upaya mengajak umat Islam India untuk belajar menuntut ilmu dimana pun
juga sampai pun mempelajari karya-karya dari Barat diwujudkan secara kongkrit
dengan dibangunnya pusat pendidikan Islam yang terkenal di anak benua Asia,
yaitu Akademi Ilmu Pengetahuan Islam di Aligarh. Sir Sayid Ahmad Khan
menganjurkan dimasukkannya kemajuan-kemajuan ilmiah serta menerima
lembaga-lembaga Barat yang terbaik dalam suasana Islam. (Pasha dan Darban.
2005: 60).
9. Sayed Ameer Ali
Gerakan pembaruan Islam di India berjalan terus dan berkembang dengan
suburnya. Deretan nama-nama seperti Mulvi Syiraij dan Sayed Ameer Ali (1849-
1928) tidak dapat ditinggalkan begitu saja dalam tilikan kita terhadap gerakan
pembaruan di anak benua ini. Nama kedua tokoh ini cukup harum di dunia
internasional, karena karangan-karangan mereka cukup berbobot dan ditulis dalam
bahasa Inggris. Terutama Ameer Ali yang secara terus terang menyebut dirinya
sebagai penganut paham “Rasionalisme Islam”. Pengakuan seperti ini didasarkan
oleh keyakinan yang kuat bahwa ajaran Islam memberikan tempat yang terhormat
bagi akal. Akal pikiran diberi kemerdekaan untuk berkembang. Ameer Ali
berkeyakinan bahwa tidak terdapat sama sekali pertentangan yang melekat antara
akal dengan wahyu (Morga. T.th: 74). Hal ini lebih jauh dijelaskan oleh
sahabatnya sendiri Sayed Khuda Bkhsy bahwa tidak ada sama sekali pikiran Nabi
untuk membelenggu pikiran pengikut-pengikutnya atau menetapkan hukum yang
kaku, beku dan tidak dapat diubah. Al-Qur’an adalah suatu kitab petunjuk kepada
orang mukmin dan bukan penghalang untuk memajukan masyarakat, kebudayaan,
syariat, undang-undang dan kemajuan yang dicapai dengan kecerdasan akal
(Stoddard, t.th: 40).
Lebih jauh lagi, Ameer Ali menuliskan keyakinannya tentang kedudukan akal
pikiran dalam Islam bahwa Islam yang dibawa oleh Muhammad tidak memuat
sesuatu yang menghalangi intelek manusia. Bagaimanakah akhirnya dapat terjadi
bahwa semenjak abad ke 12 M filsafat itu seakan lenyap sama sekali di kalangan
pengikut-pengikut Islam dan ajaran Islam yang anti-rasionalistis mencekam
jantung rakyat? Bagaimanakah ajaran tentang ketentuan nasib, walaupun hanya
satu tingkat dari ajaran-ajaran al-Qur’an, telah menjadi suatu kepercayaan yang
dapat mempengaruhi kaum muslimin? (Ali. T.th: 248). Di lain tempat ia
mengatakan bahwa lima abad lamanya Islam menyumbang dalam hal
perkembangan kemerdekaan berpikir dari umat manusia, tetapi suatu gerakan
reaksioner sesudah itu muncul dan dengan seketika arus pemikiran umat manusia
berubah. Orang-orang terpelajar dalam ilmu pengetahuan dan filasafat dihukum
sebagai orang-orang yang berdiri di luar pagar Islam. Apakah tidak mungkin bagi
aliran Sunni untuk mengambil pelajaran dari apa yang terjadi di gereja Roma?
Apakah tidak mungkin baginya untuk meluaskan diri bersama dengan itu untuk
dapat diterima oleh segenaporang-orang? Dalam ajaran Muhammad tidak ada
sesuatu yang menjadi penghambatnya (Ali. T.th: 248).
Pendirian Ameer Ali seperti terungkap tersebut bukannya muncul begitu saja
tanpa dilatarbelakangi oleh suatu sebab. Sesungguhnya, dari ungkapan-ungkapan
yang dilontarkannya, terlihat jelas bahwa pemikiran suatu sebab. Sesungguhnya,
dari ungkapan-ungkapan yang dilontarkannya, terlihat jelas bahwa pemikiran
seperti itu muncul karena seperti itu muncul karena melihat kebangkrutan
masyarakat Islam India itu sendiri.melihat kebangkrutan masyarakat Islam India
itu sendiri. Umat Islam tidak lagi berpegang teguh pada ajaran al-Qur’an, tetapi
sebaliknya mereka bergelimang dalam kejumudan, kebekuan berpikir dan begitu
asyiknya mereka terbelenggu oleh berbagai macam gi berpegang teguh pada
ajaran al-Qur’an, tetapi sebaliknya mereka bergelimang dalam kejumudan,
kebekuan berpikir dan begitu asyiknya mereka terbelenggu oleh berbagai macam
tradisi yang menyesatkan. Oleh karena itu, Ameer Ali sampai pada satu
kesimpulan bahwa sebenarnya Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad itu
telepas dari rantai-rantai yang tersusun dari pangkat-pangkat keagamaan.
Seperti apa yang ditempuh oleh pendahulunya, yaitu Sir Sayeed Ahmad Khan
yang memandang arti pentingnya membangun mastarakat Islam yang
sesungguhnya, langkah yang perlu ditempuh untuk pertama kali ialah
memperbaiki dan menyempurnakan sistim pendidikan dan pengajaran, serta
memerdekakan akal pikiran dari berbagai belenggu kebekuan dan kekolotan.
Masyaakat harus dididik agar dalam menjalankan agama, jangan sampai hanya
mementingkan formalitasnya, mementingkan rangka dan kulitnya semata-mata.
Sebab, pelaksanaan agama yang dilakukan hanya serupa itu sama sekali tidak ada
pengaruh dan bekasnya dalam hidup orang perorang atau pun dalam kehidupan
masyarakat. Ajaran Islam harus diamalkan dengan penuh keyakinan dan
kesadaran jiwa, dihayati sampai ke jiwa atau ruhnya. Ameer Ali yakin bahwa
ajaran Islam sendiri senantiasa mendorong kemajuan dan masih sanggup memberi
pengaruh dan corak atas keadaan yang ada di sekitarnya serta inti ajarannya tidak
berubah walaupun rupa lahiriahnya berubah karena perkembangan zaman (Pasha
dan Darban. 2005: 60-61),
10. Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal (1874-1038) dilahirkan di Sialkot, Punjab pada tanggal 22
Pebruari 1873. Leluhurnya termasuk dari kalangan kasta Brahmana dari Kasmir
yang telah memeluk agama Islam sekitar tiga abad sebelum Iqbal lahir.
Muhammad Iqbal dinyatakan sebagai filsuf satu-satunya yang oleh dunia Islam
modern. Dalam wawasan politiknya, Muhammad Iqbal menyoroti masalah
nasionalisme yang pada zamannya sedang hangat-hangatnya dibahas dan
didiskusikan di forum-forum diskusi politik. Semula, ia terkenal sebagai
pendukung paham kerjasama antar golongan yang hidup di India menuju Negara
kesatuan yang dicita-citakan. Muhammad Iqbal menunjukkan betapa Islam telah
mengembalikan hak asasinya kepada umat manusia, meningkatkan martabat
pekerja serta mengurangi dan melemahkan kekuasaan para penguasa yang telah
merampas hak asasi itu. Pemujaan terhadap harta, tahta dan kesukuan telah
dipatahkan dan memancarkan kembali secercah sinar harapan dalam hati manusia
(Pasha dan Darban. 2005: 64).
11. Sayid Abul A’la Maududi
Sayid Abul A’la Maududi (1903-1079), salah seorang di antara para ulama dan
filsuf sekaligus mujaddid yang terbesar hibgga sekarang ini. Ia memiliki
ketajaman berpikir, lisan dan tulisan, sehingga selama menempuh hidup kuang
lebih 60 tahun ia telah menghasilkan 120 buku dengan topik yang sangat luas,
meliputi tafsir, hadts, aqidah, ibadah, syari’ah dan hokum, filsafat, sejarah, politik,
ekonomi, kebudayaan, sosial dan sebagainya.
Beberapa pemikirannya yang dianggap paling fundamental adalah: Pertmaa,
asas terpenting dalam Islam adalah tauhid. Seluruh Nabi dan Rasul mempunyai
tugas pokok untuk mengajarkan tauhid kepada umat manusia. Ajaran tauhid
benar-benar sangat revolusioner dan mempunyai implikasi yang sangat jauh
dalam mengubah koostelasi politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan. Kedua,
sistim politik demokrasi yang diterapkan oleh berbagai bangsa dan Negara
mempunyai kelemahan dikarenakan tidak adanya parameter yang pasti, yang
digunakan sebagai ukuran dalam mengambil keputusan dan Negara mempunyai
kelemahan dikarenakan tidak adanya parameter yang pasti, yang digunakan
sebagai ukuran dalam mengambil keputusan atau dalam membuat legislasi.
Demokrasi bukan dalam arti kedaulatan secara mutlak berada di tangan rakyat.
Rakyat memiliki kedaulatan, namun kedaulatan itu tidak mutlak karena dibatasi
oleh norma-norma yang telah ditetapkan oleh Tuhan (Pasha dan Darban. 2005:
65-66).
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Reformasi Islam sebenarnya adalah fakta reformasi yang mengacu pada makna
kata tajdid (gerakan reformasi), tajdid disini mencerminkan tradisi yang
berkelanjutan, yaitu menghidupkan kembali keimanan Islam dan praktiknya dalam
masyarakat Muslim. Dengan tujuan reformasi Islam untuk mengembalikan segala
bentuk kehidupan beragama di masa awal Islam seperti yang dipraktekkan di zaman
Nabi Muhammad SAW dan menjawab tantangan zaman.

Saran
Kata yang lebih di kenal untuk pembaharuan adalah modernisasi.
Pembaharuan Islam adalah upaya untuk menyesuaikan paham keagamaan Islam
dengan perkembangan dan yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern. Dengan demikian pembaharuan dalam Islam bukan berarti
mengubah, mengurangi ataupun menambahi teks Al-Quran maupun As-Sunnah.
Dari makalah yang kami paparkan bahwa kami sedikit memberikan saran bagi
yang membaca makalah ini agar bisa mengambil hikmah dari sebuah cerita awal
pembaharuan Islam serta mengetahui beberapa pemikiran tokoh-tokoh penting yang
terkait dalam pembaharuan Islam.
Demikianlah makalah ini kami buat, kami sadar dalam makalah ini masih
banyak kesalahan dalam penulisan maupun dalam penyampaiannya. Untuk itu, kritik
dan saran yang membangun sangat kami perlukan guna memperbaiki makalah kami.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

Mallat, Chibli, The Renewall of Islamic Law, Muhammad Bager as-Sadr, Najaf and theShii
International, (Cambridge: Cambridge University Press, 2003:4).

Deliar Noor. "Gerakan Modernis Islam di Indonesia". Jakarta. Pustaka LP3ES


Indonesia,1996,

Sukidi Mulyadi, artikel Defisit Demokrasi di Dunia Islam, dalam Islam Negara dan
CivilSociety, Gerakan dan Pemikiran Islam Kontemporer, (Jakarta: Paramadina, 2005: 229).

Jalaluddin Rahmad. "Jejak Pemimpin Pembaharuan Sampai Guru Bangsa".


Yogyakarta.Pustaka Pelajar, 2001.

Khoirunnisa, Ning. 2018. PEMURNIAN DAN PEMBARUAN DI DUNIA MUSLIM –


Kemuhammadiyahan. https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://ningkhoirunnisa27.blogspot.com/2018/04/pemurnian-
dan-pembaharuan-di-
dunia.html&ved=2ahUKEwi1oYzRioTvAhUUcCsKHZmqBIE4ChAWMAZ6BAgCEAI&us
g=AOvVaw2HkhMtYxwtyL4UOp8SWeoS (diakses tanggal 24 Februari 2021)

Zuanitta , Zuandda. 2014. PEMURNIAN DAN PEMBARUAN DI DUNIA MUSLIM.


https://www.slideshare.net/mobile/ZuanddaZuanitta/aik-ppt-1(diakses tanggal 24 Februari
2021)

Subair. 2020. PEMURNIAN DAN PEMBARUAN DI DUNIA MUSLIM.


https://subair3.wordpress.com/2020/09/30/pemurnian-dan-pembaruan-di-dunia-
muslim/amp/ . 30 Sep 2020. (diakses tanggal 24 Februari 2021)

Anda mungkin juga menyukai