Oleh:
Fitri Sri Rezeky (0307172055)
Dosen Pengampu
Dr. Zaini Dahlan, M, Pd. I
2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah
dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan observasi Sejarah Peradaban Islam
dengan judul “Sejarah Masjid Ghaudiyah ” tepat pada waktunya.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya masih terdapat
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan
lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi pembaca yang ingin memberi
saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejarah masjid, arsitektur dan
ciri khas bangunan, struktur BKM, mekanisme suksesi, relasi dengan kemenag, sumber
dana, aktivitas masjid, dan untuk memenuhi tugas dan tanggung jawab yang telah
diberikan oleh dosen.
D. MANFAAT PENELITIAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kata sejarah dalam bahasa Arab disebut tarikh, yang menurut bahasa berarti
ketentuan masa. Sedang menurut istilah berarti “Keterangan yang telah terjadi di
kalangannya pada masa yang telah lampau atau pada masa yang masih ada. Sedangkan
pengertian selanjutnya memberikan makna sejarah sebagai catatan yang berhubungan
dengan kejadian-kejadian masa silam yang di abadikan dalam laporan-laporan tertulis
dan dalam ruang lingkup yang luas, dan pokok dari persoalan sejarah senantiasa akan
sarat dengan pengalaman-pengalaman penting yang menyangkut perkembangan
keseluruhan keadaan masyarakat. Oleh sebab itu, menurut Sayid Quthub “Sejarah
bukanlah peristiwa-peristiwa, melainkan tafsiran peristiwa-peristiwa itu, dan pengertian
mengenai hubungan-hubungan nyata dan tidak nyata, yang menjalin seluruh bagian
serta memberinya dinamisme waktu dan tempat”.
1. Wujud Ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan dan lain-lain.
2
3. Wujud Benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya.
Sedangkan istilah peradaban biasanya dipakai untuk bagian-bagian dan unsur-
unsur dari kebudayaan yang halus dan indah.
Dalam definisi peradaban yang di maksud disini yakni Islam yang diwahyukan
kepada Nabi Muhammad Saw yang telah membawa bangsa Arab yang semula
terbelakang, bodoh, tidak terkenal, dan diabaikan oleh bangsa-bangsa lain, menjadi
bangsa yang maju, dan cepat mengembangkan dunia, membina satu kebudayaan dan
peradaban yang sangat penting artinya dalam sejarah manusia hingga sekarang.
a. Sejarah naratif yaitu kategori sejarah yang hanya berupa gambaran masa lalu,
urutan fakta dengan penjelasan serta ulasan atas kenyataan-kenyataan yang ada.
b. Sejarah ilmiah yaitu kategori sejarah yang berusaha mengkaji kejadian masa lalu
dengan menerangkan sebab-sebabnya melalui analisis yang seksama.
a. Sejarah politik yaitu sejarah yang menjadikan dimensi politik suatu masyarakat
menjadi sentral dalam pembahasannya. Sejarah politik biasanya akan bicara
tentang kerajaan, dinasti, raja dan elit kerajaan.
3
b. Sejarah sosial yaitu sejarah tentang gerakan – gerakan yang muncul dalam
panggung sejarah.
MASJID" berasal dari Bahasa Arab yang secara harfiah berarti tempat bersujud.
Istilah lain yang juga berasal dari Bahasa Arab yang substansinya sama adalah
"Mushala", yang arti harfiahnya adalah tempat shalat. Di Indonesia tempat shalat yang
kecil umumnya disebut "Mushala" dan tempat shalat yang besar disebut "Masjid". Di
zaman Rasulullah Muhammad SAW, masjid sudah menjadi pusat berbagai aktifitas
umat Islam pada waktu itu. Selain untuk pelaksanaan ibadah, masjid juga dijadikan
tempat untuk melakukan berbagai bentuk aktifitas muamalah.
4
dan sesudah shalat Subuh, selalu kita temui khalakah-khalakah kecil yang mengkaji Al
Qur'an yang dipimpin seorang syeikh atau guru.
Perguruan tinggi di dunia Islam juga pada awalnya menyatu dengan masjid.
Universitas Al Qurawiyyin di Maroko dibangun tahun 859 M, yang bertahan dan terus
berkembang sampai sekarang. Universitas Al Azhar awal bahkan berada di dekat Pasar
Khankhalili yang merupakan pasar terbesar di pusat kota tua Kairo. Setelah
berkembang, perguruan tinggi yang sangat terkenal di dunia Islam sampai sekarang ini,
kemudian membangun kampusnya di sejumlah tempat di kota Kairo dan banyak kota di
Mesir.
Setelah Bani Umayyah yang dipimpin oleh Muawiyah bin Abu Sufyan menjadi
Khalifah, barulah pusat pemerintahan dipindah dari masjid ke Istana. Muawiyah yang
mengendalikan negara dari kota Damaskus, Suriah, tampaknya terinspirasi oleh
Bizantium yang menjadi tetangganya. Penguasa Muslim berikutnya sampai sekarang
terus mengikuti kebijakan Bani Umayyah yang mengendalikan negara dari Istana. Di
banyak negara muslim, masjid sebagai pusat aktifitas ekonomi terus berkembang
sampai sekarang. Hal ini terlihat dari lokasi pasar yang selalu berada di dekat masjid.
Bahkan di banyak bagian masjid dijadikan toko dan lokasi untuk berdagang.
5
Belakangan fungsi masjid seperti di atas hanya tersisa di sejumlah tempat saja,
sementara di banyak masjid hanya digunakan untuk shalat saja. Kalaupun ada yang juga
memanfaatkannya untuk kegiatan yang memberikan manfaat bagi masyarakat di
sekitarnya, seperti kegiatan pendidikan, soalsial, atau ekonomi, jumlahnya sangatlah
terbatas. Hal inilah yang tampaknya mendorong Wakil Presiden KH. Maruf Amin
dalam seminar bertajuk: Membangun Peradaban Islam Indonesia Berbasis Masjid, yang
mengajak agar masjid tidak hanya digunakan sebagai tempat ibadah saja, akan tetapi
perlu diperluas menjadi pusat pengembangan peradaban Islam.
Untuk itu masjid juga harus dijadikan pusat pengembangan pendidikan dan
pusat pemberdayaan ekonomi, serta berbagai macam bentuk muamalah yang terkait
kegiatan sosial. Ajakan Wapres ini sejalan dengan uswah (contoh) sekaligus sebagai
qudwah (model) fungsi masjid sebagaimana yang dilakukan Rasulullah, karena itu perlu
disambut dan ditindaklanjuti, agar umat Islam bisa bangkit dan kembali mampu
memberi konstribusi dalam membangun peradaban.
6
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
2. Variabel Penelitian
Variabel penelitian pada dasarnya merupakan segala sesuatu yang berbentuk apa
saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang
hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.
Dalam penlitian ini, kami mengambil data dari pegurus masjid Ghaudiyah. Dari
pengrus masjid tersebutlah penulis mendapat penjelasan mengetahui mengenai sejarah
masjid Ghaudiyah. Penulis menggunakan metode deskriptif agar lancarnya observasi
yang dilaksanakan.
D. INSTRUMEN PENELITIAN
7
E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
8
BAB IV
Bangsa India, terutama etnis Tamil datang ke Sumatera Utara pada akhir abad
ke-19 semasa penjajahan Belanda, setidaknya menurut beberapa pakar sejarawan.
Pendapat lain ada yang mengatakan bahwa Menurut Luckman Sinar (2008) kedatangan
awal India muslim ke wilayah sumatera berasal dari wilayah Malabar yang bermazhab
Syafi’i sekitar tahun 717 Masehi. Tidak jelas sumber yang dipakai untuk menguatkan
argumentasi itu. Menurut analisis A. Mani (1993) setidaknya terdapat 100 orang muslim
Tamil pada awal-awal kedatangan di Sumatera yang bekerja diperkebunan Deli
Kelompok ini berasal dari India Selatan bersuku Tamil. Mani mengatakan bahwa
komunitas Muslim Tamil bekerja tidak hanya disektor perekebunan, melainkan juga
menjadi pedagang, ada yang berdagang kain, dan menjadi pejahit baju. Tempat tinggal
mereka awalnya tersebar di beberapa titik,setelah perkebunan deli berakhir dengan
ditandainya Indonesia merdeka, banyak orang Tamil, termasuk juga kelompok muslim
Tamil memilih menentap di Medan, dan ada juga yang kembali ke daerah asal.
Menurut catatan lain, mereka mengadu nasib dengan menjadi kuli perkebunan.
Dalam catatan Badan Warisan Sumatera (BWS), rombongan pertama orang Tamil yang
datang ke Medan sebanyak 25 pada tahun 1873. Mereka dipekerjakan oleh Nienhuys,
seorang Belanda pengusaha perkebunan tembakau, yang nantinya dikenal sebagai
tembakau Deli. Tembakau yang membuat tanah Deli menjadi termasyur di dunia
internasional. Hingga pada akhirnya dikenal sebagai “Tanah Sejuta Dollar” Setelah itu,
semakin banyak saja para buruh dan tenaga-tenaga kerja yang didatangkan dari India
untuk bekerja di Tanah Deli entah sebagai buruh perkebunan, supir, penjaga malam, dan
membangun jalan serta waduk. Tidak hanya penganut Sihk dan Hindu, ada juga orang
India yang beragama Islam. Bukti nyata adalah peninggalan sejarah yang di bangun
yaitu Masjid Gaudiyah.
Kehadiran etnis India tidak bisa dinafikan sudah turut membangun Kota Medan
yang multikultural. Eksistensi etnis India di Tanah Deli dibuktikan dengan peninggalan
sejumlah tempat bersejarah di Provinsi Sumatera Utara (Sumut).Tetapi, selama ini etnis
9
India Kota Medan kerap di identikan dengan penganut Hindu. Namun ternyata,
komunitas India Muslim di Kota Medan sudah ada sejak puluhan tahun silam. Jejak
India Muslim di Kota Medan sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Mereka
umumnya datang dari India bagian Selatan.Kehadiran komunitas India Muslim di Kota
Medan dibuktikan dengan adanya masjid yang cukup tua di bawah kepengurusan
Yayasan India Muslim Selatan atau Yayasan The South Indian Moslem Mosque dan
Walfare Committee. Masjid tersebut yakni Masjid Ghaudiyah yang berada di Kelurahan
Petisah Tengah, Kecamatan Medan Petisah. Masjid itu tepat berada di satu garis lurus
yang membelah Kampung Madras atau tepatnya berdekatan dengan Kampung Kubur.
Salah satu pengurus Yayasan India Muslim Selatan, masjid tersebut dibangun pada
tahun 1887.
Masjid Ghaudiyah terletak dijalan KH. Zainul Arifin, Petisah Tengah, Medan
Petisah, Kota Medan. Pembangunan masjid ini dilakukan oleh Muslim India Selatan
yang datang ke Kota Medan mendapatkan persetujuan atau wakaf dari Sultan Mahmud
Al Rasyid. Muslim India Selatan mulai datang ke Kota Medan untuk berdagang pada
tahun 1880 an.
Sebagian lainnya ada juga yang bekerja dengan Sultan Deli. Karena itu, etnis
India terdahulu meminta tanah sebagai tempat tinggal. Sultan kemudian memberikan
wilayah ini (Jalan Zainul Arifin sekarang) sebagai wilayah yang berdekatan dengan
warga asal India lainnya, Selaku masyarakat yang beragama Islam, para India bagian
Selatan tersebut sepakat untuk bersama-sama membangun dua masjid dengan tempat
yang berdekatan.
Masjid Ghaudiyah terletak dijalan KH. Zainul Arifin, Petisah Tengah, Medan
Petisah, Kota Medan. Pembangunan masjid ini dilakukan secara swadaya dan bantuan
dari para saudagar India muslim yang ada di kota Medan dan mendapatkan persetujuan
atau wakaf dari Sultan Mahmud Al Rasyid. Kebanyakan dari mereka berdagang.
Sebagian lainnya ada juga yang bekerja dengan Sultan Deli.
Masjid tersebut sekarang di bawah tanggung jawab satu yayasan, yakni Yayasan
India Muslim Selatan. Keberadaan Masjid Ghaudiyah terletak di Jalan Zainul Arifin
posisinya sedikit sulit ditemukan jika tidak diperhatikan dengan seksama, lokasi gang
menuju masjid terhimpit oleh bangunan ruko dan bangunan masjid berada di balik
10
gedung pertokoan. Hanya ada plang berukuran satu setengah kali satu meter yang
berdiri sebelum Jembatan Kebajikan yang menandakan keberadaannya. Selain itu, jalan
masuk hanya ada lorong dengan ukuran plank tersebut sekaligus sebagai tempat parkir
kendaraan. Ketika masuk ke dalam masjid, pada bagian dinding sebelah kanan masjid
pengunjung dapat melihat daftar silsilah para nabi yang dimulai dari manusia pertama,
yakni Nabi Adam AS. Di sebelahnya juga terpampang pengumuman dan agenda
kegiatan, serta kata-kata mutiara Islam yang menyejukkan hati.
Ketika sudah berada dalam masjid kondisinya cukup nyaman dan tentu saja isi
masjid tidak jauh berbeda dengan masjid pada umumnya. Hanya saja masjid yang
berlantai 2 itu memiliki jendela yang cukup panjang layaknya bangunan zaman dahulu
kala. Sebelah kanan masjid yang berbentuk segi panjang itu terdapat tempat
pemakaman. Salah satunya adalah makam Hadji Abdul Djalel yang merupakan guru
atau imam pertama di masjid tersebut.
Menurut penuturan Masjid Ghaudiyah ini sudah tua, ada kuburan imam pertama
di sini yang berdasarkan catatan ada pada tahun 1918. Bangunan masjid ini masih
sangat sederhana, tak jauh berbeda saat pertama kali dibangun. Masjid yang berdiri
sejak 1918 ini berdiri di atas tanah seluas kurang lebih 5.407 meter persegi yang
diwakafkan Sultan Mahmud Al Rasyid. Sekarang yang menguasai tanah ini adalah
generasi ketiga atau keempat. Masjid ini mengalami dua kali perubahan yakni, pada
tahun 1970, awalnya masjid ini lebih besar dari pada keadaan yang saat ini. Sebenarnya
masjid ini bentuknya agak miring, lalu pada saat pelebaran jalan K.H Zainul Arifin
masjid ini mengalami perubahan pada sisi bentuk sehingga bangunan masjid ini menjadi
lebih kecil dan berbentuk lurus. Hingga untuk masuk kedalam masjid ini harus melewati
lorong yang kecil.
Masjid ini mulai mengalami perubahan yang cukup besar yakni dilakukan
renovasi dan pembongkaran masjid pada tahun 2014, yang mengakibatkan masjid ini
tidak lagi seperti bentuk awalnya. Tetapi masih mempertahankan ciri khas dari masjid
ini, yakni jendela yang besar, hanya saja bahan dan material bangunan nya diubah dari
berbahan kayu menjadi kaca yang lebih modern. Tulisan pada gapura didepanya pun
sudah diganti dari tulisan “The South Indian Moslem Mousque”menjadi masjid
Ghaudiyah. Kemudian, pada tahun 1980-an bangunan masjid di geser kebelakang
11
dikarenakan adanya pelebaran jalan. Karena itulah, ukuran masjid yang semula luas kini
menjadi kecil. Saat ini luas masjid ghaudiyah berkisar 10x20 meter. Masjid ghaudiyah
kini diapit bangunan ruko pertokoan.
Terdapat juga area pemakaman dihalaman belakang masjid. Makam ini pun
telah mengalami perubahan. Menurut penuturan Muhammad Hanif, makam ini sudah
ditimpa sebanyak lima kali. Makam ini dikhususkan untuk orang-orang India dan sanak
kerabat. Menariknya, ada salah satu makam orang keturunan Arab, yang sudah menjadi
kerabat karena kedekatanya dengan komunitas india pada saat itu, sehingga ia di
berikan tempat khusus dimakam tersebut, dia adalah Syeikh Abdul Maulana.
Satu hal yang tetap bertahan di masjid ini adalah tradisi makan besar yang
diadakan setiap hariminggu pada bulan Ramadhan. Komunitas masjid ini menyediakan
makan khas India seperti bubur, kari, teh dan lain-lain yang diberikan kepada orang
yang berpuasa. Sampai saat ini, komunitas masjid ini masih melakukan kegiatan
tersebut dan tidak hanya komunitas muslim India di kota Medan saja, bahkan orang
yang ada diseluruh kota Medan pun boleh ikut meramaikanya.
Arsitektur dan ciri khas bangunan masjid ini keasliannya sudah tidak ada lagi
dikarenakan adanya pelebaran jalan dan bangunan ini telah di renovasi, sehingga masjid
ini sekarang bangunannya sudah bangunan biasa.
12
- Bayu Pramara
Bid.Humas & Pendataan : - Ilham Umar
- Suhendra
- Maulana Yusuf
Bid.Dakwah : -Uslam Umar
- Zulfikar
- Muhammad Azzim
Bid.Data & Dokumentasi : - Farhan
- Rayid Ali
Bid.Kepemudaan & olahraga : - Said Akbar
-Muhammad Iqbal
b. Mekanisme suksesi
Masjid Ghaudiyah ini dibangun tahun 1918 dari hasil penelitian kami
mendapatkan beberapa informasi dari perkembangan masjid ini. Masjid ini mengalami
dua kali perubahan yakni, pada tahun 1970, awalnya masjid ini lebih besar dari pada
keadaan yang saat ini. sebenarnya masjid ini bentuknya agak miring, lalu pada saat
pelebaran jalan K.H Zainul Arifin masjid ini mengalami perubahan pada sisi bentuk
sehingga bangunan masjid ini menjadi lebih kecil dan berbentuk lurus. Hingga untuk
masuk kedalam masjid ini harus melewati lorong yang kecil.
Kedua, masjid ini mulai mengalami perubahan yang cukup besar yakni
dilakukan renovasi dan pembongkaran masjid pada tahun 2014, yang mengakibatkan
masjid ini tidak lagi seperti bentuk awalnya. Tetapi masih mempertahankan ciri khas
dari masjid ini, yakni jendela yang besar, hanya saja bahan dan material bangunan nya
diubah dari berbahan kayu menjadi kaca yang lebih modern. Tulisan pada gapura
didepanya pun sudah diganti dari tulisan “The South Indian Moslem Mousque”
menjadi masjid Ghaudiyah.
Terdapat juga area pemakaman dihalaman belakang masjid. Makam ini pun
telah mengalami menurut hasil penelitian yang kami dapat atu wawancara bersama
bapak Muhammad Hanif, makam ini sudah ditimpa sebanyak lima kali. Makam ini
dikhususkan untuk orang-orang India dan sanak kerabat. Menariknya, ada salah satu
makam orang keturunan Arab, yang sudah menjadi kerabat karena kedekatanya dengan
13
komunitas india pada saat itu, sehingga ia di berikan tempat khusus dimakam tersebut,
dia adalah Syeikh Abdul Maulana.
Satu hal yang tetap bertahan di masjid ini adalah tradisi makan besar yang
diadakan setiap hari minggu pada bulan ramadan. Komunitas masjid ini menyediakan
makan khas India seperti bubur, kari, teh dan lain-lain yang diberikan kepada orang
yang berpuasa. Sekarang komunitas masjid ini masih melakukan kegiatan tersebut dan
tidak hanya komunitas muslim India di kota medan saja, bahkan orang yang ada
diseluruh kota Medan pun boleh ikut meramaikanya.
d. Sumber dana
Menurut penuturan Pak Sidik , beliau mengatakan “ sampai saat ini, belum ada
bantuan ataupun keikut sertaan pembangunan masjid Ghaudiyah ini.”. Ternyata
pemerintah ‘tidak peduli’ dengan masjid ini, sementara masjid ini adalah salah satu
masjid bersejarah kota Medan, disamping itu pembangunan mesjid ini dilakukan oleh
yayasan muslim India selatan yang di ketuai oleh H. Siddik.Yayasan ini merupakan hal
yang paling berperan penting untuk mesjid ini, semua biaya yang didapatkan dalam
merenovasi mesjid ini semua didapatkan melalui infaq dan sumbangan para jamaah
mesjid tersebut.
Mesjid ini biasanya mengadakan pembagian sembako dan juga pengobatan
gratis secara berkala kepada penduduk setempat ini dilakukan guna untuk membangun
kegiatan dilingkungan mesjid tersebut. Biaya yang didapatkan untuk pembagian
sembako dan juga pengobatan gratis didapat dari yayasan yang bertanggung jawab
14
dalam mengadakan kegiatan tersebut, mesjid ini juga menyediakan sarana belajar
mengaji pada anak - anak .
Kota Medan ada 350-400 KK warga keturunan India Tamil beragama islam.
Mereka beribadah di dua masjid India Tamil yang ada di Kota Medan, yakni Masjid
Ghaudiyah dan Jamik yang jaraknya saling berdekatan.Di masjid ini ada kegiatan
pengajian setiap Senin malam. Selain itu, menjelang bulan Ramadan, pengurus masjid
rutin membagikan sembako kepada fakir miskin.
Masjid ini berada di Kampung Madras. Kampung Madras ini memang menjadi
tempat tinggal bagi banyak warga keturunan India Tamil yang hidup di Medan. Masjid
ini dikelola oleh komunitas muslim India Tamil yang tergabung dalam Yayasan The
South Indian Moslem Mosque & Walfare Committee.
Ada sebanyak 350-400 kepala keluarga warga keturunan India Tamil beragama
islam yang beribadah di Masjid Ghaudiyah ini..Setiap momen Ramadan, selalu ada
kegiatan buka puasa bersama dengan menu bubur sop di masjid ini. Dan seminggu
sekali disediakan menu berbuka puasa khas India seperti nasi Briyani, nasi Karih, nasi
Minyak dan makanan khas lainnya.Pada hari Raya Idul Adha, Masjid Ghuadiyah setiap
tahunnya berkurban sapi dan kambing sekitar 6 ekor.
a. Pengajian Rutin
Dalam sesi pengajian yang diisi ustaz Taufik, dirinya mengingatkan kepada
jamaah untuk bisa mencintai dan mengimani Rasulullah.Mengambil tema ‘mengapa
kita harus mencintai dan mengimani Nabi Muhammad’ ustaz Taufik mengingatkan
kepada jamaah termasuk calon Walikota, Akhyar jika nantinya dipercaya kembali
memimpin Kota Medan, agar meneladani sifat Rasulullah.
“Cara kita memperbaiki Kota Medan, salah satunya dengan mencintai dan
meneladani Rasulullah, dalam hal tingkah laku dan perbuatan,” harapnya.Dalam
tausiahnya, ustaz Taufik juga menyinggung cara memilih pemimpin yang baik dan
benar. “Yakni, jika ada dua pemimpin yang sama-sama mukmin, maka lihatlah yang
15
paling baik agamanya dengan melihat kebiasaan shalat berjamaahnya,” tuturnya.“Untuk
itu kita berpesan kepada pak Akhyar, jika terpilih lagi tegakkan shalat berjamaah dalam
keseharian tertama dalam lingkungan kerja. Tinggalkan semua tugas, dan datangi suara
asal panggilan shalat. Insya Allah Medan berkarakter,” sambung ustaz Taufik.
Jika memiliki pemimpin yang baik agamanya yang dekat Allah, yang jaga shalat
berjamaah, menurutnya tidak akan mungkin pemimpin itu menzolimi orang lain
meskipun berbeda agama.“Ketika suatu negara atau kota dipimpin oleh pemimpin yang
hatinya dekat Alquran tidak akan ada pemaksaan dan penzoliman terhadap agama lain.
Karena Islam adalah agama yang Rahmatan Lil Alamin,” sebut ustaz Taufik. Usai
mengikuti agenda rangkaian shalat berjamaah dan mendengarkan tausiyah di Masjid
Yayasan India Muslim Sumut dan diinisiasi Remaja Masjid Ghaudiyah Medan itu,
Akhyar pun disambut bak keluarga dengan jamuan makan malam khas India, dengan
menu khas India, nasi Briyani.
E. Kecenderungan Mahzab
Di dalam Etnis Tamil struktur kasta tradisional masih terus berlanjut. Kasta
Sudra dan Adi Dravida dipisahkan oleh aktivitas agama, pekerjaan, dan tempat tinggal.
Dalam peraturan dikatakan bahwa pria keluar untuk bekerja dan wanita menjadi ibu
rumah tangga. Jika seorang wanita terlibat dalam kegiatan ekonomi biasanya hanya
terbatas pada lingkungan kecil. Pekerjaan yang dilakoni wanita biasanya sebatas
menjual makanan di sekitar rumah. Perempuan yang memasuki usia remaja akan
dipingit hingga memasuki usia pernikahan, sedangkan anak lelaki diperbolehkan untuk
menimba ilmu dan jika berasal dari keluarga kaya dapat bersekolah di Jakarta atau di
luar negeri.
Warga Tamil Muslim sejak 1887 sudah memiliki lembaga sosial yang bernama
South Indian Moeslem Foundation and Welfare Committee. Warga Tamil Muslim
mendapat hibah dua bidang tanah dari Sultan Deli, untuk tempat membangun masjid
dan perkuburan bagi Tamil Muslim. Ada dua masjid yang dibangun oleh yayasan
tersebut, satu terletak di Jalan Kejaksaan Kebun Bunga dan satu lagi di Jl. Zainul Arifin.
Lokasi pekuburan terdapat di samping Masjid Ghaudiyah (Jl. Zainul Arifin). Tanah
wakaf di lokasi Kebun Bunga cukup luas (sekitar 4000 meter) sedangkan lokasi Masjid
Ghaudiyah sekitar 1000 meter persegi. Sebagian dari tanah wakaf yang di Masjid
16
Ghaudiyah dimanfaatkan untuk lokasi pembangunan ruko, terdiri dari 13 pintu, yang
disewakan kepada orang lain dan uangnya digunakan untuk kemakmuran masjid dan
menyantuni kaum Muslim Tamil yang miskin.
17
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Masjid Ghaudiyah ini sudah
tua, ada kuburan imam pertama di sini yang berdasarkan catatan ada pada tahun 1918.
Bangunan masjid ini masih sangat sederhana, tak jauh berbeda saat pertama kali
dibangun. Masjid yang berdiri sejak 1918 ini berdiri di atas tanah seluas kurang lebih
5.407 meter persegi yang diwakafkan Sultan Mahmud Al Rasyid. Sekarang yang
menguasai tanah ini adalah generasi ketiga atau keempat. Masjid ini mengalami dua kali
perubahan yakni, pada tahun 1970, awalnya masjid ini lebih besar dari pada keadaan
yang saat ini. Sebenarnya masjid ini bentuknya agak miring, lalu pada saat pelebaran
jalan K.H Zainul Arifin masjid ini mengalami perubahan pada sisi bentuk sehingga
bangunan masjid ini menjadi lebih kecil dan berbentuk lurus. Hingga untuk masuk
kedalam masjid ini harus melewati lorong yang kecil.
Masjid tersebut sekarang di bawah tanggung jawab satu yayasan, yakni Yayasan
India Muslim Selatan. Keberadaan Masjid Ghaudiyah terletak di Jalan Zainul Arifin
posisinya sedikit sulit ditemukan jika tidak diperhatikan dengan seksama, lokasi gang
menuju masjid terhimpit oleh bangunan ruko dan bangunan masjid berada di balik
gedung pertokoan. Hanya ada plang berukuran satu setengah kali satu meter yang
berdiri sebelum Jembatan Kebajikan yang menandakan keberadaannya. Selain itu, jalan
masuk hanya ada lorong dengan ukuran plank tersebut sekaligus sebagai tempat parkir
kendaraan. Ketika masuk ke dalam masjid, pada bagian dinding sebelah kanan masjid
pengunjung dapat melihat daftar silsilah para nabi yang dimulai dari manusia pertama,
yakni Nabi Adam AS. Di sebelahnya juga terpampang pengumuman dan agenda
kegiatan, serta kata-kata mutiara Islam yang menyejukkan hati.
18
DOKUMENTASI
19
20
21