Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN OBSERVASI

SEJARAH MASJID GHAUDIYAH

Diajukan Untuk Memenuhi UTS


Mata Kuliah Sejarah Pendidika Islam

Oleh:
Fitri Sri Rezeky (0307172055)

Suci Dina Safitri Hsb (0307172073)

Nadilla Sarah (0307172077)

Prodi Manajemen Pendidikan Islam


MPI 3 Semester VII

Dosen Pengampu
Dr. Zaini Dahlan, M, Pd. I

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN


JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA
UTARA MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah
dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan observasi Sejarah Peradaban Islam
dengan judul “Sejarah Masjid Ghaudiyah ” tepat pada waktunya.

Penyusunan laporan observasi semaksimal mungkin kami upayakan dan


didukung bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya.
Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya masih terdapat
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan
lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi pembaca yang ingin memberi
saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari observasi sederhana ini


dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca
untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya.

Medan, 18 Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
a. Latar Belakang ......................................................................................................... 1
b. Rumusan Masalah .................................................................................................... 1
c. Tujuan Penulisan ...................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 2
a. Pengertian Sejarah Peradaban Islam ......................................................................... 2
b. Macam-Macam Pembagian Sejarah Dan Periodesasinya .......................................... 3
c. Masjid Sebagai Pusat Peradaban Islam ..................................................................... 4
BAB III METODELOGI PENELITIAN .............................................................................. 7
a. Lokasi Waktu Penelitian ........................................................................................... 7
b. Rancangan Dan Variabel .......................................................................................... 7
c. Populasi Dan Sampel ................................................................................................ 7
d. Instrumen Penelitian ................................................................................................. 7
e. Teknik Pengumpulan Data........................................................................................ 8
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................................................... 9
a. Sejarah Masjid Ghaudiyah ........................................................................................ 9
b. Arsitektur Dan Ciri Khas Masjid Ghaudiyah............................................................. 12
c. Manajemen Masjid Ghaudiyah ................................................................................. 12
d. Keluasan Asal Jamaah .............................................................................................. 15
e. Kecendrungan Mazhab ............................................................................................. 15
BAB V PENUTUP ............................................................................................................. 18
a. Kesimpulan ............................................................................................................. 18
DOKUMENTASI ............................................................................................................... 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Berkembangnya agama Islam sejak 14 abad silam turut mewarnai sejarah


peradaban dunia. Bahkan, pesatnya perkembangan agama Islam itu, baik di barat
maupun timur, pada abad ke-8 sampai 13 Masehi mampu menguasai berbagai
peradaban yang ada sebelumnya. Tak salah bila peradaban Islam dianggap sebagai salah
satu peradaban yang paling besar pengaruhnya di dunia. Bahkan, hingga kini, berbagai
jenis peradaban Islam itu masih dapat disaksikan di sejumlah negara bekas kekuasaan
Islam dahulu, misalnya Baghdad (Irak), Andalusia (Spanyol), Fatimiyah (Mesir),
Ottoman (Turki), Damaskus, Kufah, Syria, dan sebagainya. Menurut Ma'ruf Misbah,
Ja'far Sanusi, Abdullah Qusyairi, dan Syaid Sya'roni dalam bukunya Sejarah Peradaban
Islam, setidaknya ada dua sebab dan proses pertumbuhan peradaban Islam, baik dari
dalam maupun luar Islam. Dari dalam Islam, perkembangan kebudayaan dan peradaban
Islam itu karena bersumber langsung dari Alquran dan sunnah yang mempunyai
kekuatan luar biasa. Sedangkan, dari luar Islam, peradaban Islam itu berkembang
disebabkan proses penyebaran Islam yang dilandasi dengan semangat persatuan,
perkembangan institusi negara, perkembangan ilmu pengetahuan, dan perluasan daerah
Islam.
B. RUMUSAN MASALAH

Dalam penelitian ini mencakup permasalahan tentang: Sejarah masjid, arsitektur


dan ciri khas bangunan, struktur BKM, mekanisme suksesi, relasi dengan kemenag,
sumber dana, aktivitas masjid.

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejarah masjid, arsitektur dan
ciri khas bangunan, struktur BKM, mekanisme suksesi, relasi dengan kemenag, sumber
dana, aktivitas masjid, dan untuk memenuhi tugas dan tanggung jawab yang telah
diberikan oleh dosen.

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian ini adalah menambah wawasan dalam mengerjakan laporan


observasi ini. Menjadi pengalaman untuk individu kami sendiri sebagai penulis laporan
observasi ini. Dan lebih mengetahui bagaimana sejarah masjid ghaudiyah.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN SEAJARAH PERADABAN ISLAM

Kata sejarah dalam bahasa Arab disebut tarikh, yang menurut bahasa berarti
ketentuan masa. Sedang menurut istilah berarti “Keterangan yang telah terjadi di
kalangannya pada masa yang telah lampau atau pada masa yang masih ada. Sedangkan
pengertian selanjutnya memberikan makna sejarah sebagai catatan yang berhubungan
dengan kejadian-kejadian masa silam yang di abadikan dalam laporan-laporan tertulis
dan dalam ruang lingkup yang luas, dan pokok dari persoalan sejarah senantiasa akan
sarat dengan pengalaman-pengalaman penting yang menyangkut perkembangan
keseluruhan keadaan masyarakat. Oleh sebab itu, menurut Sayid Quthub “Sejarah
bukanlah peristiwa-peristiwa, melainkan tafsiran peristiwa-peristiwa itu, dan pengertian
mengenai hubungan-hubungan nyata dan tidak nyata, yang menjalin seluruh bagian
serta memberinya dinamisme waktu dan tempat”.

Berangkat dari pengetian sejarah sebagaimana yang dikemukakan di atas,


peradaban Islam adalah terjemahan dari kata Arab al-Hadharah al-Islamiyah. Kata Arab
ini sering juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kebudayaan Islam.
“Kebudayaan” dalam bahasa Arab adalah al-Tsaqafah. Di Indonesia, sebgaimana juga
di Arab dan Barat, masih banyak orang yang mensinonimkan dua kata “kebudayaan”
dan “peradaban”. Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam
suatu masyarakat. Sedangkan manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis dan teknologis
lebih berkaitan dengan peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam
seni, sastra, religi dan moral, maka peradaban terrefleksi dalam politik, ekonomi, dan
teknologi.

Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan paling tidak mempunyai tiga wujud:

1. Wujud Ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan dan lain-lain.

2. Wujud Kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas


kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.

2
3. Wujud Benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya.
Sedangkan istilah peradaban biasanya dipakai untuk bagian-bagian dan unsur-
unsur dari kebudayaan yang halus dan indah.

Dalam definisi peradaban yang di maksud disini yakni Islam yang diwahyukan
kepada Nabi Muhammad Saw yang telah membawa bangsa Arab yang semula
terbelakang, bodoh, tidak terkenal, dan diabaikan oleh bangsa-bangsa lain, menjadi
bangsa yang maju, dan cepat mengembangkan dunia, membina satu kebudayaan dan
peradaban yang sangat penting artinya dalam sejarah manusia hingga sekarang.

Dengan demikian jelaslah banhwa kedatangan Islam mempunyai makna


kemanusiaan yang tinggi, cita-cita dan semangat Islam adalah peneguhan kemanusiaan,
memperteguh kesetiaan manusia terhadap tugas dan kewajibannya sebagai wakil Allah
di muka bumi. Menurut H.A.R. Gibb, bahwa Islam sesungguhnya lebih dari sekedar
agama, Ia adalah peradaban yang sempurna. Karena yang menjadi pokok kekuatan dan
sebab timbulnya kebudayaan adalah agama Islam, kebudayaan yang ditimbulkannya
dinamakan kebudayaan atau peradaban Islam.

B. MACAM-MACAM PEMBAGIAN SEJARAH DAN PERIODESASINYA

Pembahasan tentang macam sejarah terdapat baberapa pemikiran di kalangan


pada pengkaji sejarah sebagaimana di jelaskan berikut:

1. Dudung Abdurrahman membedakan sejarah menjadi dua yaitu:

a. Sejarah naratif yaitu kategori sejarah yang hanya berupa gambaran masa lalu,
urutan fakta dengan penjelasan serta ulasan atas kenyataan-kenyataan yang ada.

b. Sejarah ilmiah yaitu kategori sejarah yang berusaha mengkaji kejadian masa lalu
dengan menerangkan sebab-sebabnya melalui analisis yang seksama.

2. Azyumardi Azra membedakan sejarah menjadi dua kategori yaitu:

a. Sejarah politik yaitu sejarah yang menjadikan dimensi politik suatu masyarakat
menjadi sentral dalam pembahasannya. Sejarah politik biasanya akan bicara
tentang kerajaan, dinasti, raja dan elit kerajaan.

3
b. Sejarah sosial yaitu sejarah tentang gerakan – gerakan yang muncul dalam
panggung sejarah.

3. Murtadha Muthahhari membedakan sejarah dalam tiga kategori yaitu:

a. Sejarah tradisional, yaitu pengetahuan tentang peristiwa, kejadian, keadaan


kemanusiaan di masa lampau.

b. Sejarah ilmiah, yaitu pengetahuan tentang hukum-hukum yang tanpak


menguasai kehidupan masa lampau yang di peroleh melalui penyelidikan dan
analisis atas peristiwa-peristiwa masa lampau;

c. Sejarah falsafi, yaitu pengetahuan tentang perubahan-perubahan bertahap yang


membawa masyarakat dari satu tahap ke tahap lain. Ia membahas hukum-hukum
yang menguasai perubahan-perubahan. Sebagai penegasan, perbedaan penting
antara sejarah ilmiah dan sejarah falsafi adalah bahwa yang pertama hanya
membahas, mengkaaji, dan menganalisis tentang “maujud”,sedangkan yang
kedua berkenaan dengan “menjadi”.

C. MASJID SEBAGAI PUSAT PERADABAN ISLAM

MASJID" berasal dari Bahasa Arab yang secara harfiah berarti tempat bersujud.
Istilah lain yang juga berasal dari Bahasa Arab yang substansinya sama adalah
"Mushala", yang arti harfiahnya adalah tempat shalat. Di Indonesia tempat shalat yang
kecil umumnya disebut "Mushala" dan tempat shalat yang besar disebut "Masjid". Di
zaman Rasulullah Muhammad SAW, masjid sudah menjadi pusat berbagai aktifitas
umat Islam pada waktu itu. Selain untuk pelaksanaan ibadah, masjid juga dijadikan
tempat untuk melakukan berbagai bentuk aktifitas muamalah.

Sebagai tempat ibadah, selama hidupnya Rasulullah selalu melaksanakan shalat


wajib lima waktu secara berjamaah dan menjadi imamnya di masjid di dekat rumahnya
di Kota Madinah. Berbagai bentuk aktifitas muamalah yang bersifat sosial seperti
pembagian zakat, penyembelihan qurban, pernikahan, dan sebagainya juga
dilaksanakan di masjid. Rasulullah juga menjadikan masjid sebagai pusat pendidikan.
Beliau mengajar murid-muridnya yang sekaligus juga pengikutnya di masjid. Tradisi
seperti ini terus berlanjut sampai sekarang. Di masjid Madinah, sesudah shalat Magrib

4
dan sesudah shalat Subuh, selalu kita temui khalakah-khalakah kecil yang mengkaji Al
Qur'an yang dipimpin seorang syeikh atau guru.

Perguruan tinggi di dunia Islam juga pada awalnya menyatu dengan masjid.
Universitas Al Qurawiyyin di Maroko dibangun tahun 859 M, yang bertahan dan terus
berkembang sampai sekarang. Universitas Al Azhar awal bahkan berada di dekat Pasar
Khankhalili yang merupakan pasar terbesar di pusat kota tua Kairo. Setelah
berkembang, perguruan tinggi yang sangat terkenal di dunia Islam sampai sekarang ini,
kemudian membangun kampusnya di sejumlah tempat di kota Kairo dan banyak kota di
Mesir.

Ketika Rasulullah menjadi kepala negara Madinah, masjid Madinah juga


menjadi pusat pemerintahan untuk mengatur negara. Tradisi ini diteruskan oleh
Khalifahu Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali). Rasulullah juga menggunakan
masjid sebagai ruang pertemuan dan tempat untuk memberikan pengarahan, tempat
menyelesaikan sengketa atau pengadilan, serta mengatur pertahanan dan keamanan
negara. Karena itu pelatihan militer dan pelepasan tentara menuju medan perang juga
dilakukan di masjid.

Setelah Bani Umayyah yang dipimpin oleh Muawiyah bin Abu Sufyan menjadi
Khalifah, barulah pusat pemerintahan dipindah dari masjid ke Istana. Muawiyah yang
mengendalikan negara dari kota Damaskus, Suriah, tampaknya terinspirasi oleh
Bizantium yang menjadi tetangganya. Penguasa Muslim berikutnya sampai sekarang
terus mengikuti kebijakan Bani Umayyah yang mengendalikan negara dari Istana. Di
banyak negara muslim, masjid sebagai pusat aktifitas ekonomi terus berkembang
sampai sekarang. Hal ini terlihat dari lokasi pasar yang selalu berada di dekat masjid.
Bahkan di banyak bagian masjid dijadikan toko dan lokasi untuk berdagang.

Di Indonesia, belakangan ini di sejumlah masjid dijadikan Taman Kanak-kanak.


Lapangan di depan masjid yang berada di banyak kota, disamping sering dijadikan
tempat ibadah seperti shalat Idhul Fitri dan Idhul Adha, serta tabligh akbar, juga
bersinergi dengan tradisi setempat, seperti pasar malam yang merupakan kombinasi dari
aktifitas ekonomi musiman dengan berbagai bentuk hiburan rakyat. Lapangan di depan
masjid juga sering dijadikan tempat berolahraga dan kegiatan semi militer seperti baris -
berbaris dan berbagai bentuk seni bela diri.

5
Belakangan fungsi masjid seperti di atas hanya tersisa di sejumlah tempat saja,
sementara di banyak masjid hanya digunakan untuk shalat saja. Kalaupun ada yang juga
memanfaatkannya untuk kegiatan yang memberikan manfaat bagi masyarakat di
sekitarnya, seperti kegiatan pendidikan, soalsial, atau ekonomi, jumlahnya sangatlah
terbatas. Hal inilah yang tampaknya mendorong Wakil Presiden KH. Maruf Amin
dalam seminar bertajuk: Membangun Peradaban Islam Indonesia Berbasis Masjid, yang
mengajak agar masjid tidak hanya digunakan sebagai tempat ibadah saja, akan tetapi
perlu diperluas menjadi pusat pengembangan peradaban Islam.

Untuk itu masjid juga harus dijadikan pusat pengembangan pendidikan dan
pusat pemberdayaan ekonomi, serta berbagai macam bentuk muamalah yang terkait
kegiatan sosial. Ajakan Wapres ini sejalan dengan uswah (contoh) sekaligus sebagai
qudwah (model) fungsi masjid sebagaimana yang dilakukan Rasulullah, karena itu perlu
disambut dan ditindaklanjuti, agar umat Islam bisa bangkit dan kembali mampu
memberi konstribusi dalam membangun peradaban.

6
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di masjid Ghaudiyah Medan pada tanggal 17 Desember


2020, pukul 11:00 Wib.

B. RANCANGAN DAN VARIABEL PENELITIAN


1. Rancangan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif.


Metode penelitian ini merupakan metode yang berusaha untuk mengungkap fakta suatu
kejadian, objek, aktivitas, proses, dan manusia secara apa adanya pada waktu sekarang
atau jangka waktu yang masih memungkinkan dalam ingatan responden.

2. Variabel Penelitian

Variabel penelitian pada dasarnya merupakan segala sesuatu yang berbentuk apa
saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang
hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.

C. POPULASI DAN SAMPEL

Dalam penlitian ini, kami mengambil data dari pegurus masjid Ghaudiyah. Dari
pengrus masjid tersebutlah penulis mendapat penjelasan mengetahui mengenai sejarah
masjid Ghaudiyah. Penulis menggunakan metode deskriptif agar lancarnya observasi
yang dilaksanakan.

D. INSTRUMEN PENELITIAN

Instrumen penilitian ini menggunakan metode lapangan melalui pengamatan


masjid Ghaudiyah. Adapun instrumen yang digunakan adalah pengamatan dengan
penemuan fakta oleh penulis.

7
E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah dengan cara menggunakan


pengamatan sesuai dengan fakta yang dideskripsikan oleh penulis. Deskripsi masalah
yang diangkat berdasarkan rmusan masalah yang permasalahannya muncul dari
penelitian sejarah, ciri khas bangunan, dan aktivitas masjid. Kemudian peneliti memilih
melakukan penggambaran dan pendekatan pada pengurus masjid dalam penelitian ini.
Lalu peneliti melakukan pengamatan.

8
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Sejarah Masjid Ghaudiyah

Bangsa India, terutama etnis Tamil datang ke Sumatera Utara pada akhir abad
ke-19 semasa penjajahan Belanda, setidaknya menurut beberapa pakar sejarawan.
Pendapat lain ada yang mengatakan bahwa Menurut Luckman Sinar (2008) kedatangan
awal India muslim ke wilayah sumatera berasal dari wilayah Malabar yang bermazhab
Syafi’i sekitar tahun 717 Masehi. Tidak jelas sumber yang dipakai untuk menguatkan
argumentasi itu. Menurut analisis A. Mani (1993) setidaknya terdapat 100 orang muslim
Tamil pada awal-awal kedatangan di Sumatera yang bekerja diperkebunan Deli
Kelompok ini berasal dari India Selatan bersuku Tamil. Mani mengatakan bahwa
komunitas Muslim Tamil bekerja tidak hanya disektor perekebunan, melainkan juga
menjadi pedagang, ada yang berdagang kain, dan menjadi pejahit baju. Tempat tinggal
mereka awalnya tersebar di beberapa titik,setelah perkebunan deli berakhir dengan
ditandainya Indonesia merdeka, banyak orang Tamil, termasuk juga kelompok muslim
Tamil memilih menentap di Medan, dan ada juga yang kembali ke daerah asal.

Menurut catatan lain, mereka mengadu nasib dengan menjadi kuli perkebunan.
Dalam catatan Badan Warisan Sumatera (BWS), rombongan pertama orang Tamil yang
datang ke Medan sebanyak 25 pada tahun 1873. Mereka dipekerjakan oleh Nienhuys,
seorang Belanda pengusaha perkebunan tembakau, yang nantinya dikenal sebagai
tembakau Deli. Tembakau yang membuat tanah Deli menjadi termasyur di dunia
internasional. Hingga pada akhirnya dikenal sebagai “Tanah Sejuta Dollar” Setelah itu,
semakin banyak saja para buruh dan tenaga-tenaga kerja yang didatangkan dari India
untuk bekerja di Tanah Deli entah sebagai buruh perkebunan, supir, penjaga malam, dan
membangun jalan serta waduk. Tidak hanya penganut Sihk dan Hindu, ada juga orang
India yang beragama Islam. Bukti nyata adalah peninggalan sejarah yang di bangun
yaitu Masjid Gaudiyah.

Kehadiran etnis India tidak bisa dinafikan sudah turut membangun Kota Medan
yang multikultural. Eksistensi etnis India di Tanah Deli dibuktikan dengan peninggalan
sejumlah tempat bersejarah di Provinsi Sumatera Utara (Sumut).Tetapi, selama ini etnis

9
India Kota Medan kerap di identikan dengan penganut Hindu. Namun ternyata,
komunitas India Muslim di Kota Medan sudah ada sejak puluhan tahun silam. Jejak
India Muslim di Kota Medan sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Mereka
umumnya datang dari India bagian Selatan.Kehadiran komunitas India Muslim di Kota
Medan dibuktikan dengan adanya masjid yang cukup tua di bawah kepengurusan
Yayasan India Muslim Selatan atau Yayasan The South Indian Moslem Mosque dan
Walfare Committee. Masjid tersebut yakni Masjid Ghaudiyah yang berada di Kelurahan
Petisah Tengah, Kecamatan Medan Petisah. Masjid itu tepat berada di satu garis lurus
yang membelah Kampung Madras atau tepatnya berdekatan dengan Kampung Kubur.
Salah satu pengurus Yayasan India Muslim Selatan, masjid tersebut dibangun pada
tahun 1887.

Masjid Ghaudiyah terletak dijalan KH. Zainul Arifin, Petisah Tengah, Medan
Petisah, Kota Medan. Pembangunan masjid ini dilakukan oleh Muslim India Selatan
yang datang ke Kota Medan mendapatkan persetujuan atau wakaf dari Sultan Mahmud
Al Rasyid. Muslim India Selatan mulai datang ke Kota Medan untuk berdagang pada
tahun 1880 an.

Sebagian lainnya ada juga yang bekerja dengan Sultan Deli. Karena itu, etnis
India terdahulu meminta tanah sebagai tempat tinggal. Sultan kemudian memberikan
wilayah ini (Jalan Zainul Arifin sekarang) sebagai wilayah yang berdekatan dengan
warga asal India lainnya, Selaku masyarakat yang beragama Islam, para India bagian
Selatan tersebut sepakat untuk bersama-sama membangun dua masjid dengan tempat
yang berdekatan.

Masjid Ghaudiyah terletak dijalan KH. Zainul Arifin, Petisah Tengah, Medan
Petisah, Kota Medan. Pembangunan masjid ini dilakukan secara swadaya dan bantuan
dari para saudagar India muslim yang ada di kota Medan dan mendapatkan persetujuan
atau wakaf dari Sultan Mahmud Al Rasyid. Kebanyakan dari mereka berdagang.
Sebagian lainnya ada juga yang bekerja dengan Sultan Deli.

Masjid tersebut sekarang di bawah tanggung jawab satu yayasan, yakni Yayasan
India Muslim Selatan. Keberadaan Masjid Ghaudiyah terletak di Jalan Zainul Arifin
posisinya sedikit sulit ditemukan jika tidak diperhatikan dengan seksama, lokasi gang
menuju masjid terhimpit oleh bangunan ruko dan bangunan masjid berada di balik

10
gedung pertokoan. Hanya ada plang berukuran satu setengah kali satu meter yang
berdiri sebelum Jembatan Kebajikan yang menandakan keberadaannya. Selain itu, jalan
masuk hanya ada lorong dengan ukuran plank tersebut sekaligus sebagai tempat parkir
kendaraan. Ketika masuk ke dalam masjid, pada bagian dinding sebelah kanan masjid
pengunjung dapat melihat daftar silsilah para nabi yang dimulai dari manusia pertama,
yakni Nabi Adam AS. Di sebelahnya juga terpampang pengumuman dan agenda
kegiatan, serta kata-kata mutiara Islam yang menyejukkan hati.

Ketika sudah berada dalam masjid kondisinya cukup nyaman dan tentu saja isi
masjid tidak jauh berbeda dengan masjid pada umumnya. Hanya saja masjid yang
berlantai 2 itu memiliki jendela yang cukup panjang layaknya bangunan zaman dahulu
kala. Sebelah kanan masjid yang berbentuk segi panjang itu terdapat tempat
pemakaman. Salah satunya adalah makam Hadji Abdul Djalel yang merupakan guru
atau imam pertama di masjid tersebut.

Menurut penuturan Masjid Ghaudiyah ini sudah tua, ada kuburan imam pertama
di sini yang berdasarkan catatan ada pada tahun 1918. Bangunan masjid ini masih
sangat sederhana, tak jauh berbeda saat pertama kali dibangun. Masjid yang berdiri
sejak 1918 ini berdiri di atas tanah seluas kurang lebih 5.407 meter persegi yang
diwakafkan Sultan Mahmud Al Rasyid. Sekarang yang menguasai tanah ini adalah
generasi ketiga atau keempat. Masjid ini mengalami dua kali perubahan yakni, pada
tahun 1970, awalnya masjid ini lebih besar dari pada keadaan yang saat ini. Sebenarnya
masjid ini bentuknya agak miring, lalu pada saat pelebaran jalan K.H Zainul Arifin
masjid ini mengalami perubahan pada sisi bentuk sehingga bangunan masjid ini menjadi
lebih kecil dan berbentuk lurus. Hingga untuk masuk kedalam masjid ini harus melewati
lorong yang kecil.

Masjid ini mulai mengalami perubahan yang cukup besar yakni dilakukan
renovasi dan pembongkaran masjid pada tahun 2014, yang mengakibatkan masjid ini
tidak lagi seperti bentuk awalnya. Tetapi masih mempertahankan ciri khas dari masjid
ini, yakni jendela yang besar, hanya saja bahan dan material bangunan nya diubah dari
berbahan kayu menjadi kaca yang lebih modern. Tulisan pada gapura didepanya pun
sudah diganti dari tulisan “The South Indian Moslem Mousque”menjadi masjid
Ghaudiyah. Kemudian, pada tahun 1980-an bangunan masjid di geser kebelakang

11
dikarenakan adanya pelebaran jalan. Karena itulah, ukuran masjid yang semula luas kini
menjadi kecil. Saat ini luas masjid ghaudiyah berkisar 10x20 meter. Masjid ghaudiyah
kini diapit bangunan ruko pertokoan.

Terdapat juga area pemakaman dihalaman belakang masjid. Makam ini pun
telah mengalami perubahan. Menurut penuturan Muhammad Hanif, makam ini sudah
ditimpa sebanyak lima kali. Makam ini dikhususkan untuk orang-orang India dan sanak
kerabat. Menariknya, ada salah satu makam orang keturunan Arab, yang sudah menjadi
kerabat karena kedekatanya dengan komunitas india pada saat itu, sehingga ia di
berikan tempat khusus dimakam tersebut, dia adalah Syeikh Abdul Maulana.

Satu hal yang tetap bertahan di masjid ini adalah tradisi makan besar yang
diadakan setiap hariminggu pada bulan Ramadhan. Komunitas masjid ini menyediakan
makan khas India seperti bubur, kari, teh dan lain-lain yang diberikan kepada orang
yang berpuasa. Sampai saat ini, komunitas masjid ini masih melakukan kegiatan
tersebut dan tidak hanya komunitas muslim India di kota Medan saja, bahkan orang
yang ada diseluruh kota Medan pun boleh ikut meramaikanya.

B. Arsitektur Dan Ciri Khas Bangunan Masjid Ghadiyah

Arsitektur dan ciri khas bangunan masjid ini keasliannya sudah tidak ada lagi
dikarenakan adanya pelebaran jalan dan bangunan ini telah di renovasi, sehingga masjid
ini sekarang bangunannya sudah bangunan biasa.

C. MANAJEMEN MASJID GHAUDIYAH MEDAN


a. Struktur BKM
STRUKTUR PENGURUS
YAYASAN THE SOUTH INNDIAN MOESLIM MOSQUE
& WELFARE COMMITE

Pengurus/Ketua : H.Mhs.Sidik Saleh


Wakil Ketua : H.Muhammad Zein Ruuter.A.md
Dewan Pembina : Iskandar Zulkarnain
Bid.UMKM & Ekonomi : - Muhammad Nasir
- Muhammad Yusuf

12
- Bayu Pramara
Bid.Humas & Pendataan : - Ilham Umar
- Suhendra
- Maulana Yusuf
Bid.Dakwah : -Uslam Umar
- Zulfikar
- Muhammad Azzim
Bid.Data & Dokumentasi : - Farhan
- Rayid Ali
Bid.Kepemudaan & olahraga : - Said Akbar
-Muhammad Iqbal
b. Mekanisme suksesi
Masjid Ghaudiyah ini dibangun tahun 1918 dari hasil penelitian kami
mendapatkan beberapa informasi dari perkembangan masjid ini. Masjid ini mengalami
dua kali perubahan yakni, pada tahun 1970, awalnya masjid ini lebih besar dari pada
keadaan yang saat ini. sebenarnya masjid ini bentuknya agak miring, lalu pada saat
pelebaran jalan K.H Zainul Arifin masjid ini mengalami perubahan pada sisi bentuk
sehingga bangunan masjid ini menjadi lebih kecil dan berbentuk lurus. Hingga untuk
masuk kedalam masjid ini harus melewati lorong yang kecil.
Kedua, masjid ini mulai mengalami perubahan yang cukup besar yakni
dilakukan renovasi dan pembongkaran masjid pada tahun 2014, yang mengakibatkan
masjid ini tidak lagi seperti bentuk awalnya. Tetapi masih mempertahankan ciri khas
dari masjid ini, yakni jendela yang besar, hanya saja bahan dan material bangunan nya
diubah dari berbahan kayu menjadi kaca yang lebih modern. Tulisan pada gapura
didepanya pun sudah diganti dari tulisan “The South Indian Moslem Mousque”
menjadi masjid Ghaudiyah.
Terdapat juga area pemakaman dihalaman belakang masjid. Makam ini pun
telah mengalami menurut hasil penelitian yang kami dapat atu wawancara bersama
bapak Muhammad Hanif, makam ini sudah ditimpa sebanyak lima kali. Makam ini
dikhususkan untuk orang-orang India dan sanak kerabat. Menariknya, ada salah satu
makam orang keturunan Arab, yang sudah menjadi kerabat karena kedekatanya dengan

13
komunitas india pada saat itu, sehingga ia di berikan tempat khusus dimakam tersebut,
dia adalah Syeikh Abdul Maulana.
Satu hal yang tetap bertahan di masjid ini adalah tradisi makan besar yang
diadakan setiap hari minggu pada bulan ramadan. Komunitas masjid ini menyediakan
makan khas India seperti bubur, kari, teh dan lain-lain yang diberikan kepada orang
yang berpuasa. Sekarang komunitas masjid ini masih melakukan kegiatan tersebut dan
tidak hanya komunitas muslim India di kota medan saja, bahkan orang yang ada
diseluruh kota Medan pun boleh ikut meramaikanya.

c. Relasi dengan kemenag


Ada beberapa hal yang mungkin bisa dijadikan faktor mengapa pemerintah tidak
ikut serta ( peduli ) untuk perawatan masjid ini. Pertama, masjid ini telah dikelola oleh
yayasan komunitas India Selatan, dan komunitas ini pula lah yang berperan penting
perawatan dan pelestarian masjid ini. Maka, mungkin pemerintah berfikir bahwa tanpa
adanya bantuan dari pemerintah pun, masjid ini tetap akan berdiri dan terbangun
karena sudah ada di bawah naungan yayasan “The South Indian Moslem Mosque”
Kedua, karena letak masjid ini sangat terpencil membuat pemerintah tidak mengetahui
keberadaan masjid Ghaudiyah ini.

d. Sumber dana
Menurut penuturan Pak Sidik , beliau mengatakan “ sampai saat ini, belum ada
bantuan ataupun keikut sertaan pembangunan masjid Ghaudiyah ini.”. Ternyata
pemerintah ‘tidak peduli’ dengan masjid ini, sementara masjid ini adalah salah satu
masjid bersejarah kota Medan, disamping itu pembangunan mesjid ini dilakukan oleh
yayasan muslim India selatan yang di ketuai oleh H. Siddik.Yayasan ini merupakan hal
yang paling berperan penting untuk mesjid ini, semua biaya yang didapatkan dalam
merenovasi mesjid ini semua didapatkan melalui infaq dan sumbangan para jamaah
mesjid tersebut.
Mesjid ini biasanya mengadakan pembagian sembako dan juga pengobatan
gratis secara berkala kepada penduduk setempat ini dilakukan guna untuk membangun
kegiatan dilingkungan mesjid tersebut. Biaya yang didapatkan untuk pembagian
sembako dan juga pengobatan gratis didapat dari yayasan yang bertanggung jawab

14
dalam mengadakan kegiatan tersebut, mesjid ini juga menyediakan sarana belajar
mengaji pada anak - anak .

D. Keluasan Asal jamaah

Kota Medan ada 350-400 KK warga keturunan India Tamil beragama islam.
Mereka beribadah di dua masjid India Tamil yang ada di Kota Medan, yakni Masjid
Ghaudiyah dan Jamik yang jaraknya saling berdekatan.Di masjid ini ada kegiatan
pengajian setiap Senin malam. Selain itu, menjelang bulan Ramadan, pengurus masjid
rutin membagikan sembako kepada fakir miskin.

Masjid ini berada di Kampung Madras. Kampung Madras ini memang menjadi
tempat tinggal bagi banyak warga keturunan India Tamil yang hidup di Medan. Masjid
ini dikelola oleh komunitas muslim India Tamil yang tergabung dalam Yayasan The
South Indian Moslem Mosque & Walfare Committee.

Ada sebanyak 350-400 kepala keluarga warga keturunan India Tamil beragama
islam yang beribadah di Masjid Ghaudiyah ini..Setiap momen Ramadan, selalu ada
kegiatan buka puasa bersama dengan menu bubur sop di masjid ini. Dan seminggu
sekali disediakan menu berbuka puasa khas India seperti nasi Briyani, nasi Karih, nasi
Minyak dan makanan khas lainnya.Pada hari Raya Idul Adha, Masjid Ghuadiyah setiap
tahunnya berkurban sapi dan kambing sekitar 6 ekor.

a. Pengajian Rutin

Dalam sesi pengajian yang diisi ustaz Taufik, dirinya mengingatkan kepada
jamaah untuk bisa mencintai dan mengimani Rasulullah.Mengambil tema ‘mengapa
kita harus mencintai dan mengimani Nabi Muhammad’ ustaz Taufik mengingatkan
kepada jamaah termasuk calon Walikota, Akhyar jika nantinya dipercaya kembali
memimpin Kota Medan, agar meneladani sifat Rasulullah.

“Cara kita memperbaiki Kota Medan, salah satunya dengan mencintai dan
meneladani Rasulullah, dalam hal tingkah laku dan perbuatan,” harapnya.Dalam
tausiahnya, ustaz Taufik juga menyinggung cara memilih pemimpin yang baik dan
benar. “Yakni, jika ada dua pemimpin yang sama-sama mukmin, maka lihatlah yang

15
paling baik agamanya dengan melihat kebiasaan shalat berjamaahnya,” tuturnya.“Untuk
itu kita berpesan kepada pak Akhyar, jika terpilih lagi tegakkan shalat berjamaah dalam
keseharian tertama dalam lingkungan kerja. Tinggalkan semua tugas, dan datangi suara
asal panggilan shalat. Insya Allah Medan berkarakter,” sambung ustaz Taufik.

Jika memiliki pemimpin yang baik agamanya yang dekat Allah, yang jaga shalat
berjamaah, menurutnya tidak akan mungkin pemimpin itu menzolimi orang lain
meskipun berbeda agama.“Ketika suatu negara atau kota dipimpin oleh pemimpin yang
hatinya dekat Alquran tidak akan ada pemaksaan dan penzoliman terhadap agama lain.
Karena Islam adalah agama yang Rahmatan Lil Alamin,” sebut ustaz Taufik. Usai
mengikuti agenda rangkaian shalat berjamaah dan mendengarkan tausiyah di Masjid
Yayasan India Muslim Sumut dan diinisiasi Remaja Masjid Ghaudiyah Medan itu,
Akhyar pun disambut bak keluarga dengan jamuan makan malam khas India, dengan
menu khas India, nasi Briyani.

E. Kecenderungan Mahzab
Di dalam Etnis Tamil struktur kasta tradisional masih terus berlanjut. Kasta
Sudra dan Adi Dravida dipisahkan oleh aktivitas agama, pekerjaan, dan tempat tinggal.
Dalam peraturan dikatakan bahwa pria keluar untuk bekerja dan wanita menjadi ibu
rumah tangga. Jika seorang wanita terlibat dalam kegiatan ekonomi biasanya hanya
terbatas pada lingkungan kecil. Pekerjaan yang dilakoni wanita biasanya sebatas
menjual makanan di sekitar rumah. Perempuan yang memasuki usia remaja akan
dipingit hingga memasuki usia pernikahan, sedangkan anak lelaki diperbolehkan untuk
menimba ilmu dan jika berasal dari keluarga kaya dapat bersekolah di Jakarta atau di
luar negeri.

Warga Tamil Muslim sejak 1887 sudah memiliki lembaga sosial yang bernama
South Indian Moeslem Foundation and Welfare Committee. Warga Tamil Muslim
mendapat hibah dua bidang tanah dari Sultan Deli, untuk tempat membangun masjid
dan perkuburan bagi Tamil Muslim. Ada dua masjid yang dibangun oleh yayasan
tersebut, satu terletak di Jalan Kejaksaan Kebun Bunga dan satu lagi di Jl. Zainul Arifin.
Lokasi pekuburan terdapat di samping Masjid Ghaudiyah (Jl. Zainul Arifin). Tanah
wakaf di lokasi Kebun Bunga cukup luas (sekitar 4000 meter) sedangkan lokasi Masjid
Ghaudiyah sekitar 1000 meter persegi. Sebagian dari tanah wakaf yang di Masjid

16
Ghaudiyah dimanfaatkan untuk lokasi pembangunan ruko, terdiri dari 13 pintu, yang
disewakan kepada orang lain dan uangnya digunakan untuk kemakmuran masjid dan
menyantuni kaum Muslim Tamil yang miskin.

17
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Masjid Ghaudiyah ini sudah
tua, ada kuburan imam pertama di sini yang berdasarkan catatan ada pada tahun 1918.
Bangunan masjid ini masih sangat sederhana, tak jauh berbeda saat pertama kali
dibangun. Masjid yang berdiri sejak 1918 ini berdiri di atas tanah seluas kurang lebih
5.407 meter persegi yang diwakafkan Sultan Mahmud Al Rasyid. Sekarang yang
menguasai tanah ini adalah generasi ketiga atau keempat. Masjid ini mengalami dua kali
perubahan yakni, pada tahun 1970, awalnya masjid ini lebih besar dari pada keadaan
yang saat ini. Sebenarnya masjid ini bentuknya agak miring, lalu pada saat pelebaran
jalan K.H Zainul Arifin masjid ini mengalami perubahan pada sisi bentuk sehingga
bangunan masjid ini menjadi lebih kecil dan berbentuk lurus. Hingga untuk masuk
kedalam masjid ini harus melewati lorong yang kecil.

Masjid tersebut sekarang di bawah tanggung jawab satu yayasan, yakni Yayasan
India Muslim Selatan. Keberadaan Masjid Ghaudiyah terletak di Jalan Zainul Arifin
posisinya sedikit sulit ditemukan jika tidak diperhatikan dengan seksama, lokasi gang
menuju masjid terhimpit oleh bangunan ruko dan bangunan masjid berada di balik
gedung pertokoan. Hanya ada plang berukuran satu setengah kali satu meter yang
berdiri sebelum Jembatan Kebajikan yang menandakan keberadaannya. Selain itu, jalan
masuk hanya ada lorong dengan ukuran plank tersebut sekaligus sebagai tempat parkir
kendaraan. Ketika masuk ke dalam masjid, pada bagian dinding sebelah kanan masjid
pengunjung dapat melihat daftar silsilah para nabi yang dimulai dari manusia pertama,
yakni Nabi Adam AS. Di sebelahnya juga terpampang pengumuman dan agenda
kegiatan, serta kata-kata mutiara Islam yang menyejukkan hati.

18
DOKUMENTASI

19
20
21

Anda mungkin juga menyukai