Anda di halaman 1dari 22

GURU SEBAGAI PENDIDIK PROFESIONAL DAN PENDIDIK

TRANSFORMATIF

DI SUSUN
Oleh:
Nama/Nim : 1. Suci Dina Safitri (0307172073)
2. Dwi Skaryani (0307172078)

Dosen Pengampu : Pitriani Nasution, M. Pd


Mata Kuliah : Kebijakan Pendidikan

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah
dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Kebijakan Pendidikan
dengan judul “Guru sebagai pendidik profesional dan pendidik transformatif”
tepat pada waktunya.

Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung


bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk
itu tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya masih terdapat
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu,
dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi pembaca yang ingin
memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini


dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca
untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya.

Medan, 30 Desember 2020

Kelompok VIII
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

a. Latar Belakang..............................................................................................................1
b. Rumusan Masalah.........................................................................................................1
c. Tujuan Penulisan...........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................2
A. Profesi Guru Sebagai Pendidik Profesional..................................................................2
a. Pengertian Dan Peran Guru Profesional.................................................................2
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Guru Profesional...........................................5
c. Syarat-Syarat Menjadi Guru Profesional................................................................9
B. Profesi Guru Sebagai Pendidik Transformatif..............................................................9
a. Guru Sebagai Intelektual Transformatif.................................................................12
b. Tantangan Yang Di Hadapi Guru...........................................................................15
BAB III PENUTUP.................................................................................................................18

a. Kesimpulan..................................................................................................................18
b. Saran............................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................20
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Guru merupakan sosok yang begitu dihormati lantaran memiliki andil yang
sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Tanggung jawab
mengembangkan kurikulum membawa implikasi bahwa guru dituntut untuk selalu
mencari gagasan-gagasan baru, penyempurnaan praktek pendidikan. Tanggung jawab
mengembangkan kurikulum membawa implikasi bahwa guru di tuntut dan
panggilanuntuk selalu mencintai, menghargai, menjaga, dan meningkatkan tugas dan
tanggung jawab profesinya. Guru yang professional adalah guru yang melakukan
pekerjaan yang sudah dikuasai atau telah dibandingkan baik secara konsepsional secara
teknik atau latihan. Dari keterangandi atas tersebutmaka dapat dikatakan bahwa
professional guru adalah seperangkat fungsi dan tugas dalam lapangan pendidikan
dalam latihan khusus dibidang pekerjaannya dan mampu mengembangkan
keahliaannya itu secara ilmiah disamping menekuni bidang profesinya. Oleh karena itu
kami menyusun makalah ini berkaitan dengan hal-hal tentang profesi guru professional
dan transformatif.

B. Rumusan Masalah
1. Profesi guru sebagai pendidik professional
2. Profesi guru sebagai pendidik transformatif

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui profesi sebagai pendidik professional
2. Untuk mengetahui profesi sebagai pendidik transformatif

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Profesi Guru sebagai Pendidik Profesional


a. Pengertian dan Peran Guru Profesional
Profesionalisme adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannya
kegiatankegiatan kerja tertentu dalam masyarakat, berbekalkan keahlian yang tinggi
dan berdasarkan rasa keterpanggilan serta ikrar (fateri/profiteri) untuk menerima
panggilan tersebut untuk dengan semangat pengabdian selalu siap memberikan
pertolongan kepada sesama yang tengah dirundung kesulitan ditengah gelapnya
kehidupan. Dengan demikian seorang profesional jelas harus memiliki profesi tertentu
yang diperoleh melalui sebuah proses pendidikan maupun pelatihan yang khusus, dan
disamping itu pula ada unsur semangat pengabdian (panggilan profesi) didalam
melaksanakan suatu kegiatan kerja. Hal ini perlu ditekankan benar untuk
membedakannya dengan kerja biasa (occupation) yang semata bertujuan untuk mencari
nafkah dan/ atau kekayaan materiil-duniawi. Terdapat tiga watak kerja yang
merupakan persyaratan dari seorang profesional, yaitu 1:
a. Harus dilandaskan itikad untuk merealisasikan kebajikan demi tegaknya
kehormatan profesi yang digelutinya (dalam artian tidak hanya mementingkan
imbalan upak materiil semata);
b. Harus dilandasi oleh kemahiran teknis yang berkualitas tinggi yang dicapai
melalui proses pendidikan dan/atau pelatihan yang panjang, ekslusif dan berat;
c. Diukur dengan kualitas teknis dan kualitas moral -- harus menundukkan diri
pada sebuah mekanisme kontrol berupa kode etik yang dikembangkan dan
disepakati bersama didalam sebuah organisasi profesi.
Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional.2
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi
sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan
1
Anderson, dkk, A Taxonomy for learning, teaching, and assessing, Addison Wasley Longman
Inc. : New York,2001
2
Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tentang sistem pendidikan nasional.
Bandung:Citra Umbara, 2003

2
yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi
(UU RI No. 14 tahun 2005).
Guru professional, adalah orang atau individu yang memiliki kemampuan dan
keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga mampu melakukan tugas dan
fungsinya sebagai guru dengan tingkat kemampuan yang optimal. Kemampuan atau
kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang disyaratkan
sesuai dengan kondidi yang diharapkan: “The state of legally competent of qualified”.
Hal ini memungkinkan seorang guru berada pada wilayah dan keadaan berwenang atau
memenuhi syarat sebagai seorang profesioanal. Dengan demikian kemampuan atau
kompetensi guru merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan
profesinya. Sedangkan professional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh
mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh
mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain. Atau dengan kata lain,
guru professional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki
pengalaman yang kaya dibidangnya. Terdidik dan terlatih yang dimaksudkan bukan
hanya memperoleh pendidikan formal, tetapi juga harus menguasai berbagai strategi
atau teknik di dalam kegiatan belajar-mengajar, serta menguasai landasan-landasan
kependidikan. Dalam profesi digunakan teknik dan prosedur intelektual yang harus
dipelajari secara sengaja sehingga dapat diterapkan untuk kemaslahatan orang lain.
Seorang guru professional memiliki filosofi yang menyikapi dan melaksanakan
pekerjaannya.3
Untuk melakukan kewenangan profesionalitasnya, guru dituntut memiliki
seperangkat kemampuan (kompetensi) yang beraneka ragam, sehubungan dengan tugas
dan tanggung jawabnya, maka profesi guru memerlukan persyaratan khusus, antara
lain4:

a. Memiliki ketrampilan yang didasarkan pada konsep dan teori ilmu pengetahuan
yang mendalam.
b. Memiliki suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
c. Memiliki tingkat pendidikan keguruan yang memadai

3
R Harris,dkk, Competency-based education and training :between a rock and whilpool, South
Melboune : MacMillan Education Australia, 1995
4
Mujtahid, Pengembangan Profesi Guru, (Malang: UIN Maliki Press, 2011), hal. 33.

3
d. Memiliki kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang
dilaksanakannya.
e. Mampu mengikuti perkembangan melalui aktualisasi diri sejalan dengan
dinamika kehidupan yang terus berkembang secara cepat.

Dari gambaran guru yang profesional tersebut, maka kewenangan profesional


guru dituntut memiliki seperangkat kemampuan yang beraneka ragam termasuk
persyaratan profesional. Mengingat tugas dan tanggung jawab guru yang begitu
kompleksnya, maka profesi ini memerlukan persyaratan khusus antara lain sebagai
berikut :
a. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu
pengetahuan yang mendalam
b. Menekankan pada suatu keahlian di bidang tertentu sesuai dengan bidang
profesinya
c. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai
d. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang
dilaksanakannya.
e. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
Seorang guru profesional dapat dibedakan dari seorang teknisi, karena
disamping menguasai sejumlah teknik serta prosedur kerja tertentu, seorang pekerja
profesional ditandai dengan adanya informed responsiveness terhadap implikasi
kemasyarakatan dari obyek kerjanya. Hal ini berarti bahwa seorang guru harus
memiliki persepsi filosofis dan ketanggapan yang bijaksana yang lebih mantap dalam
menyikapi dan melaksanakan pekerjaannya. Kompetensi seorang guru sebagai tenaga
profesional ditandai dengan serangkaian diagnosis, rediagnosis, dan penyesuaian yang
terus menerus. Selain kecermatan dan ketelitian dalam menentukan langkah guru juga
harus sabar, ulet, dan telaten serta tanggap terhadap situasi dan kondisi, sehingga
diakhir pekerjaannya akan membuahkan hasil yang memuaskan.
Disamping itu perlu memiliki kode etik, sebagai acuan dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya, serta memiliki pelanggan atau objek layanan yang tetap seperti
guru dan muridnya. Untuk memudahkan guru dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya, guru harus dapat menjabarkan, memperluas, dan menciptakan relevansi
kurikulum dengan kebutuhan peserta didik dan perkembangan serta kemajuan ilmu

4
pengetahuan dan teknologi, dan yang lebih penting mampu mewujudkan kurikulum
potensial menjadi kurikulm aktual melalui proses pembelajaran.5

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Guru Profesional


Secara garis besarnya faktor-faktor yang mempengaruhi guru profesional antara
lain sebagai berikut6:
1. Status Akademik
Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang bersifat profesi. Secara sederhana
pekerjaan yang bersifat profesi adalah pekerjaan yang hanya dilakukan oleh
mereka yang secara khusus disiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan lainnya.
Untuk menciptakan tenaga-tenaga profesional tersebut pada dasarnya di
sekolah dibina dan dikembangkan dari berbagai segi diantaranya7:
 Segi toritis yaitu di lembaga atau sekolah-sekolah keguruan yang membina
dan menciptakan tenaga-tenaga profesional ini diberikan ilmu-ilmu
pengetahuan selain ilmu pengetahuan yang harus disampaikan kepada anak
didik,juga diberikan ilmu-ilmu pengetahuan khusus untuk menunjang
keprofesionalannya sebagai guru yang berupa ilmu mendidik, ilmu jiwa dan
sebagainya.
 Segi praktis yaitu secara praktis dapat diartikan dengan berdasarkan praktek
adalah cara melakukan apa yang tersebut dalam teori ( W.J.S.
Porwadarminta 1999:99 ).
2. Pengalaman belajar
Dalam menghadapi anak didik tidaklah mudah untuk mengorganisir mereka,
dan hal tersebut banyak menjadi keluhan, serta banyak pula dijumpai guru yang
mengeluh karena sulit untuk menciptakan suasana kegiatan belajar mengajar
yang menyenangkan. Hal tersebut dikarenakan guru kurang mampu untuk
menguasai dan menyesuaikan diri terhadap proses belajar mengajar yang
berlangsung.
3. Mencintai profesi sebagai guru

5
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif: Suatu Pendekatan
Teoritis Psikologis, (Jakarta, Rineka Cipta, 2010), hal. 31.
6
Sardiman, A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar-mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2003), hal. 125.
7
Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Bedasarkan Pendekatan Kompetensi, cet. V, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2008), hal. 39.

5
Rasa cinta tumbuh dari naluri kemanusiaan dan rasa cinta akan mendorong
individu untuk melakukan sesuatu sebagai usaha dan pengorbanan. Seseorang
yang melakukan sesuatu dengan tanpa adanya rasa cinta biasanya orang yang
keadaannya dalam paksaan orang lain, maka dalam melaksanakan haknya itu
dengan merasa terpaksa. Dalam melakukan sesuatu akan lebih berhasil apabila
disertai dengan adanya rasa mencintai terhadap apa yang dilakukannya itu.
4. Berkepribadian
Secara bahasa kepribadian adalah keseluruhan sifat-sifat yang merupakan
watak seseorang. Dalam proses belajar mengajar kepribadian seorang guru ikut
serta menentukan watak kepada siswanya. Dalam proses belajar mengajar
kepribadian seorang guru sangat menentukan terhadap pembentukan
kepribadian siswa untuk menanamkan akhlak yang baik sebagai umat manusia.
Guru sebagai pelaksana proses pendidikan, perlu memiliki keahlian dalam
melaksanakan tugasnya. Oleh karenanya keberhasilan proses belajar mengajar sangat
tergantung kepada bagaimana guru mengajar. Agar guru dapat melaksanakan tugasnya
dengan efektif dan efisien, maka guru perlu memiliki kompetensi yang dapat
menunjang tugasnya, yang disebut dengan kompetensi guru profesional. Kompetensi
tersebut antara lain sebagai berikut 8:
1. Kompetensi Pribadi
Adalah kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap,
stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan
berakhlak mulia. Sub kompetensi dalam kompetensi kepribadian meliputi :
 Kepribadian yang mantap dan stabil meliputi bertindak sesuai dengan
norma sosial, bangga menjadi guru, dan memiliki konsistensi dalam
bertindak sesuai dengan norma.
 Kepribadian yang dewasa yaitu menampilkan kemandirian dalam
bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.
 Kepribadian yang arif adalah menampilkan tindakan yang didasarkan
pada kemanfaatan peserta didik, sekolah dan masyarakat dan
menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.

8
Wens tanlain, dkk, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan: Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta:
Gramedia, 1989),hal.31.

6
 Kepribadian yang berwibawa meliputi memiliki perilaku yang
berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang
disegani.
 Berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan meliputi bertindak sesuai
dengan norma religius (imtaq, jujur, ikhlas, suka menolong) dan
memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
2. Kompetensi Profesional
Adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang
mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan
substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap
struktur dan metodologi keilmuannya. Sub kompetensi dalam kompetensi
profesional adalah
 Mengerti dan dapat menerapkan landasan kependidikan baik filosofis
dan psikologis
 Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai dengan tingkat
perkembangan perilaku peserta didik
 Mampu menangani mata pelajaran atau bidang studi yang ditugaskan
kepadanya
 Mengerti dan dapat menerapkan metode mengajar yang sesuai
 Mampu menggunakan berbagai alat pelajaran dan media serta fasilitas
yang lain.
 Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pengajaran.
 Mampu melaksanakan evaluasi belajar.
 Mampu menumbuhkan kepribadian peserta didik
3. Kompetensi Sosial
Kemampuan sosial tenaga kependidikan adalah salah satu daya atau
kemampuan tenaga kependidikan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi
anggota masyarakat yang baik serta kemapuan untuk mendidik, membimbing
masyarakat dalam menghadapi kehidupan yang akan datang. Tenaga
kependidikan harus mampu berkomunikasi dengan masyarakat, mampu bergaul
dan melayani masyarakat dengan baik, mampu mendorong dan menunjang
kreatifitas masyarakat, dan menjaga emosi dan perilaku yang tidak baik.

7
4. Kompetensi Pedagogik
Kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Sub kompetensi dalam
kompetensi Pedagogik adalah :
 Memahami peserta didik secara mendalam yang meliputi memahami
peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan
kognitif, prinsip-prinsip kepribadian, dan mengidentifikasi bekal ajar
awal peserta didik.
 Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan
untuk kepentingan pembelajaran yang meliputi memahami landasan
pendidikan, menerapkan teori belajar dan pembelajaran, menentukan
strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik,
kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar, serta menyusun
rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
 Melaksanakan pembelajaran yang meliputi menata latar pembelajaran
dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
 Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran yang meliputi
merancang dan melaksanakan evaluasi proses dan hasil belajar secara
berkesinambungan dengan berbagai metode, menganalisis hasil evaluasi
proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar
dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan
kualitas program pembelajaran secara umum.
 Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensinya meliputi memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan
berbagai potensi akademik, dan memfasilitasi peserta didik untuk
mengembangkan berbagai potensi non akademik.

c. Syarat - Syarat Menjadi Guru Professional

8
Dilihat dari tugas dan tanggung jawabnya, tenaga kependidikan ternyata bahwa
untuk menyandang pekerjaan dan jabatan tersebut dituntut beberapa persyaratan.
Menurut Muhammad Ali ( 1985 : 35 ) sebagai berikut9 :
1. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu
pengetahuan yang mendalam.
2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang
profesinya.
3. Menuntut tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang
dilaksanakannya.
5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupannya
Untuk itulah seorang guru harus mempersiapkan diri sebaik – baiknya untuk
memenuhi panggilan tugasnya, baik berupa im-service training (diklat/penataran)
maupun pre service training (pendidikan keguruan secara formal). Secara khusus,
sebagai sebuah profesi keguruan, ada beberapa kriteria seorang guru. Menurut versi
National Education Association (NEA), guru berarti jabatan yang melibatkan kegiatan
intelektual, menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus, memerlukan persiapan
profesional yang lama, memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan,
menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen, menentukan standarnya
sendiri, lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi, mempunyai
organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat. Tidak mudah menjadi guru, perlu
persiapan, latihan, pembiasaan dan pendidikan yang

B. Profesi Guru Sebagai Pendidik Transformatif


Pendidikan akan terus berkembang dan mengikuti perubahan zaman. Diperlukan
seseorang yang mampu untuk mengembangkan pembaharuan (Tranformasi) atau
inovasi dalam dunia pendidikan tersebut. Guru merupakan seseorang yang memiliki
pengalaman langsung dengan peserta didik karena itu guru akan lebih mengetahui apa
yang dibutuhkan oleh peserta didik. Bagaimanapun juga guru memiliki peran yang
sangat strategis untuk melakukan pembaharuan (Tranformasi) dalam pendidikan.

9
Muhaimin, dkk, Strategi Belajar Mengajar: Penerapan dalam Pendidikan Agama, (Surabaya:
Citra Media, 1996), hal. 54.

9
Havelock (1995) mengemukakan agen pembaharu sebagai “the principal actors
in any organization effort, change agents play many roles, including leaders,
facilitators, negotiators and advisors”. Lebih lanjut Smither mengatakan, baik secara
internal maupun eksternal, seorang agen pembaharu (Transformatif) harus memiliki 4
karakteristik, yaitu10:
1. Memiliki ketrampilan komunikasi interpersonal (interpersonal communication
skills),
2. Memiliki kapabilitas pemecahan masalah (theory based problem solving
capability),
3. Memiliki kemampuan edukasional (educational skills), dan
4. Memiliki kesadaran diri sendiri (self awareness).
Guru sebagai penerus inovasi dari kepala sekolah memiliki tugas utama untuk
melancarkan jalannya arus inovasi dari pengusaha pembaharu ke klien. Fungsi utama
agen pembaharu (Transformatif) adalah sebagai penghubung antara pengusaha
pembaharu (change agency), dengan klien (client), dengan tujuan agar inovasi dapat
diterima diterapkan oleh klien sesuai dengan keinginan pengusaha
pembaharu(Transformatif). Keberhasilan dari invoasi itu tergantung dari komunikasi
dari agen pembaharu (Transformatif) dengan klien.
Menurut Zaltman dalam Ibrahim, ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh agen
pembaharu dalam usaha memantapkan hubungan dengan klien yaitu:
1. Di mata klien seorang agen pembaharu (Transformatif) harus mampu dan
secara resmi mendapat tugas untuk membantu klien dalam usaha meningkatkan
kehidupannya atau memecahkan masalah yang dihadapinya,
2. Harus diusahakan terjadinya pertukaran informasi tentang hal-hal yang
diharapkan akan dicapainya dalam proses perubahan antara agen pembaharu
(Transformatif) dengan klien dan
3. Perlu diusahakan adanya sanksi yang tepat terhadap target perubahan yang akan
dicapai.
Peranan guru sebagai agen pembaharu (Transformatif) dimulai dari dalam
dirinya sendiri, proses pembaharuan dilakukan dengan merubah cara pandangnya
dalam proses pendidikan atau pembelajaran. Perubahan ini terwujud dengan adanya
10
 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga,
Cet. III, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 759.

10
kesadaran berubah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru. Seperti
mengetahu inovasi-inovasi pembelajaran terbaru dan menerapkannya dalam proses
pembelajaran. Ketika perubahan dalam dirinya sudah berhasil kemudian dapat
melakukan proses perubahan dengan teman sejawat, kelompok guru, dan sekolah.
Peran guru sebagai agen pembaharu (Transformatif) diantaranya adalah bagaimana
menerjemahkan idealisme pendidikan ke dalam praktek di kelas sehingga peserta didik
dapat memahami. Selain itu seringkali dalam proses pembelajaran timbul masalah baru
sehingga guru dituntut untuk mampu melakukan action research untuk menjawab
masalah tersebut.
Peranan guru sebagai agen perubahan (Transformatif) dapat diidentifikasi
sebagai berikut:11
1. Menumbuhkan kebutuhan dalam diri peserta didik,
2. Membangun hubungan pertukaran informasi,
3. Mendiagnosa masalah peserta didik,
4. Menumbuhkan niat berubah pada peserta didik,
5. Menerjemahkan niat peserta didik ke dalam tindakan,
6. Menstabilkan adopsi dan mencegah diskontinu adopsi dan
7. Mencapai hubungan terminal dengan peserta didik(yaitu ketika peserta didik
berubah menjadi agen perubahan).
Dengan demikian, keterlibatan guru mulai dari perencanaan inovasi pendidikan
sampai dengan pelaksanaan dan evaluasinya memiliki peran yang sangat besar bagi
keberhasilan suatu inovasi pendidikan. Tanpa keterlibatan guru, maka sangat mungkin
inovasi yang dilakukan tidak akan berjalan bahkan akan memunculkan resistensi
karena guru menganggap inovasi tersebut bukan miliknya yang harus dilaksanakan,
tetapi sebaliknya dianggap mengganggu ketenangan dan kelancaran tugas mereka.
Strategi umum dalam pembaharuan (Tranformasi) pendidikan meliputi :
1. penyiapan desentralisasi pendidikan,
2. pemberdayaan masyarakat dalam pendidkan,
3. pemberdayaan sistem pendidikan nasional,
4. peningkatan mutu dan relevansi pendidikan,
5. mengefektifkan sistem jaminan mutu pendidikan
11
Saekhan Muchith, Pembelajaran Kontekstual, cet. I, (Semarang: Rasail Media Group, 2008),
hal. 148-149.

11
Menyiapkan desentralisasi pendidikan dalam hal ini sebagai usaha yang
mengarahkan pada otonomi pendidikan yang berdampak pada otoritas guru dalam
melakasanakan pembelajaran. Peran guru untuk memberdayakan masyarakat dalam
pendidikan adalah guru diharapkan mampu berkerjasama dengan semua unsur
masyarakat demi kelancaran pembelajaran dan untuk melaksanakan prinsip belajar.
Dalam pemberdayaan sistem pendidikan nasional, guru harus berperan aktif, karena
guru termasuk dalam komponen utama sistem pendidikan nasional. Peran guru dalam
meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan diharapkan guru mampu memilih materi
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta kemampuan peserta
didik. Untuk mengefektifkan jaminan mutu pendidikan, guru dalam melakasanakan
pembelajaran senantiasa terus berkiblat pada standar mutu yang harus dicapai oleh
peserta didik.

a. Guru sebagai Intelektual Transformatif


Sekolah sebagai ruang publik bagi pembelajaran kritis dan demokrasi tidak akan
dapat berfungsi dengan baik jika guru tidak mempunyai komitmen tanggung jawab
untuk mewujudkan proses pembelajaran dalam situasi pendidikan yang demokratis
pula. Kekuatan pendidikan justru terletak pada terjadinya sinergi dedikasi dan optimal
dari tiga kekuatan peserta didik, mempertahankan kondisi pendidikan agar betap
melaksanakan pembelajaran kritis, bukan sekedar pelatihan. Pembelajaran kritis
memungkinkan bagi visi demokrasi, bukan dalam arti pendidikan sebagai instrumen
sempit. Pembelajaran kritis menghargai keunikan dan keragaman hak hidup peserta
didik, daripada memperlakukan mereka seolah-olah perbedaan itu tidak masalah. Jadi,
guru berhak mendapatkan respek, otonomi, keksasaan dan martabat karena tuntutan
tugas lingkungan (sekolah) dan pendidik. Ketiganya saling pembelajaran hendak dibina
dengan energi yang tinggi pendidikan itu harus menjadi perhatian pergub. Guru adalah
ahli yang bertanggung jawab menyatukan dan memanfaatkan sebesar-besar
kepentingan perkembangan peserta didik melalui proses pembelajaran.
Bagaimanapun kondisi peserta didik, tetaplah guru hertangung jawab untuk
memanfaatkan mergi yang ada dalam diri peserta didik agar menjadi optimal. Guru di
dalam mengajar bersifat mengarahkan bagi berbugai upaya membentuk peserta didik
sebagai agen khusus pembaharuan dan memperluas pemahaman mereka, khususnya

12
tentang tugas masa kini dan aasa depan yang akan dihadapi. Dalam kaitan inilah
intelektual transformatif.
Guru berperan sebagai intelektual menjalankan tugas mendidik dengan syarat
tertentu. Ia merumuskan suatu fungsi sosial politis, membentuk basis bagi
pemberdayaan peserta didik dan perluasan praktikanya sebagal intelektual. Terkait
dengan peran tersebut, bahwa:
"Acadie latov at its best Mourises aven it is pee to diuiigw, mperte hr tin and cotitions
deacihers need to prepare lessons, rearch, coperate av ech otlar and muY valvahle
amanity ure Put diferenlly, lachers are he major resource for avist it mans to estuivish
tiher conditions for estacntin te te linkef to critoal learming raller lan tesining, entvace
a zisiu deuratic possihility rativr thaw arn iNstrumental notion of afucation and
embrae le spvaficity and diversity of children's lives ther han treat thew if sudt
dillerences diư not watter. Hence, Inchen dewv Me repect adonony. poner nd dignity
Met such a ask dewands."
Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa kegiatan akademik berjalan
sangat baik ketika terbuka bagi dialog, dengan melihat kondisi yang ada guru
mempersiapkan pelajara, penelitian dan bekerja sama dengan sesama guru serta ikut
aktif dalam suatu komunitas untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki. Guru
itu sendiri adalah sumber daya utama untuk mempertahankan kondisi pedidikan agar
tetap melaksanakan peblajara kritis, bukasekedar pelatihan.
Dalam kondisi yang terburuk, guru hanya dipandang sebagai penjaga gerbang
yang sifatnya hanya mengontrol peserta didik. Yang berbaik, guru merupakan profesi
yang sangat dihargai, karena telah mendidik generasi masa depan dengan berbagai
wacana, nilai-nilai, dan hubungannya dengan pemberdayaan yang demokratis. Gru
tidak hanya sekedar dipandang sebagai teknisi yang tidak disenangi, tetapi guru harus
menjadi intelektual yang berkehendak membuat kondisi kelas yang dapat memierikan
pengetahuan, keahlian dan budaya bertanya yang dibutuhkan peserta didik untuk
berpartisipasi dalam dialog krilis dengan masa lalu, otoritas, dan perjuangan terus
menerus dengan mempersiapkan pescrta didik untuk merjadi warga negara yang aktal
dalam inter-relasinya dengan masyarakat di tingkat lokal, nasional dan global.

13
Dengan guru sebagai intelektual, siswa dapat dibimbing untuk belajar wana
tentang organisasi umum dan tanggung jawab sosial. Wacana yang demikian ini
menangkap kemtuli ide tentang demokra kriti sebagai membentuk basis bagi relasi
kekuasaan Guru sebuah gerakan sosial yang mendukung kebebasan individu dan
keadilan sosial. Lebih Dari pemyataan tersebut dapat dikethaui balwa kegiatan
akademik berjalan sangat baik ketika terbuka bagi dialog, dengan melihat kondisi yang
ada guru mempeniapkan pelajaran, penelitian dan bekerja sama dengan sesama guru
serta ikut aktif dalam suatu komunitas kemampuan yang dimiliki. Guru itu sendiri
adalah lanjut, meninjau sekolah sebagai ruang publik yang demokratis memberikan
sebuah alasan logis untuk mempertahankannya karena sejalan dengan bentuk-bentuk
pedagogi yang progresif dan guru bekerja mengambil bagian ataa peran penting di
dalammya. Praktik guru ditunjukkan sebagai layanan jana publik yang penting Guru
mengkorstruksi cara-cara yang melibatkan waktu, ruang, aktivitas dan pengetahuan
diorganisasikan dalam kehidupan sekolah setiap harinya. Guru harus menciptakan
syarat struktural dan ideologis yang dibutuhkan untuk dirinya agar dapat menulis,
meneliti dan bekerja dengan orang lain dalam harus mampu untuk mengembangkan
sumber daya utama untuk menghasilkan kurikulum yang baik dan kekuatan bersama.
Guru perlu mengembangkan sebuah wacana dan menentukan asumsi bahwa mereka
dibolehkan untuk menjalankan fungsinya lebih khusus yaitu sebagai intelektual
transformative. Sebagai intelektual, mereka mengkombinasikan refleksi dan aksi untuk
kepentingan siswa dengan kecakapan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk
melenyapkan ketidakadilan dan untuk menjadi pelaku kritis yang teguh
mengembangkan sebuah dunia yang bebas dari penindasan dan eksploitasi. Intelektual
yang demikian sekaligus memperhatikan prestasi individual siswa atau memajukan
mencapai tangga karir, dan siswa memperhatikan sekali upaya pemberdayaan siswa
sehingga mereka dapat membaca dunia dengan kritis dan mengubahnya bila
diperlukan.
Dalam melaksanakan perannya sebagai intelektual transformatif, guru perlu
melakukan suatu tindakan yang disebut Paulo Freire sebagai tindakalt belajar. Bagi
Freire, belajar adalah sebuah tugas sulit yang memerlukan sikap kritis sistematis dan
disiplin intelektua.l yang hanya bisa diBroleh melalui praktik. Lebih lanjut, Freire
mengemukakan bahwa rnendasari sifat-sifat praktik ini adalah dua asumsi pendidikan

14
penting. Pertama, pembaca teks (peserta didik yang sedang membaca teks) tentang
peran subjek di dalam tindakan Kedua, tindakan belajar tidak semata-mata merupakan
hubungan dengan perantaraan teks; sebaliknya, di dalamnya terkandung pengertian
yang luas bahwa tindakan belajar ini merupakan sebuah sikap terhadap dunia. Belajar
memerlukan pemahaman tentang pengondisian historis pengetahuan- Belajar adalah
sebuah bentuk penemuan kernbali, penciptaan kembali. Fllisan kembali, dan semua ini
adalah tugas subiek bukan objek. Lebih jauh, dengan pendekatan ini pembelajar
sebagai pembaca tidak bisa memisahkan dirinya sendiri dari teks karena ia akan
mengakui sikap kritis terhadap teks, Oleh karena tindakan adalah sikap terhadap dunia,
maka tindakan tidak bisa direduksi meniadi hubungan pembaca dengan buku atau
pembaca dengan teks. Pada kenyataannya, sebuah teks rnencerminkan konfrontasi
penulis dengan dunia. Teks mengungkapkan konfrontasi ini. yang belajar tidak akan
pernah terhenti melainkan selalu ingin tahu tentang orang lain dan realitas. Mereka
adalah orang-orang yang bertanya, mereka yang berusaha menemukan jawaban dan
yang terus melakukan pencarian.12

b. Tantangan yang Dihadapi Guru


Guru berperan sebagai intelektual trasnformatif adalah sebuah ideal, tetapi
banyak tantangan yang dihadapi. Tidak sedikit kurikulum sekolah yang ada di berbagai
negara selama ini hanya sebagai alat mereproduksi nilai-nilai dan sikap yang
dibutuhkan untuk mempertahankan keberadaan masyarakat dominan (kapitalis) sejak
awal abad 20. Teori dan desain kurikulum secara tradisional mengacu pada rasionalitas
teknokratis. Bentuk rasionalitas seperti inilah yang telah mendominasi bidang kajian
kurikulum sejak awal dengan berbagai varian dalam karya-karya Tyler, Taba, Saylor
dan Alexander, Beauchamp dan yang lain. William Pinar mengatakan persen dari ahli
kurikulum memberikan perspektif kajian yang menunjukkan dominasi berpikir
rasionalitas teknokratis. Para ahli kurikulum dipengaruhi oleh perkembangan ilmu
manajemen sejak tahun 20-an dan peletak dasar awal ahli kurikulum seperti Bobbit dan
Charters yang sangat dipengaruhi prinsip-prinsip manajemen ilmiah. Metafora sekolah
sebagai pabrik memiliki sejarah panjang dalam kajian kurikulum. Akibatnya, moda
bernalar, inquiry, penelitian dalam bidang kurikulum dibangun dengan model yang
12
Rukiyati, Peran Guru Sebagai Intelektual Transformatif Untuk Mewujudkan Masyarakat
Demokratis, Jurnal Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, 2013, hal. 194-196

15
didasari asumsi-asumsi dalam sains yang terikat pada prinsip-prinsip prediksi dan
kontrol.
Sebenarnya sekolah-sekolah berbuat lebih baik dari itu dan memang ada
kemungkinan untuk itu di samping juga bahayanya. Untuk menghadapi tantangan
semacam itu, mengembangkan sebuah wacana kritis yang dapat digunakan untuk
meneliti fungsi sekolah selama ini, yaitu sekolah sebagai wujud material dan ideologis
sebuah jaringan hubungan kompleks di antara budaya dan kekuasaan, juga sebagai
tempat persaingan yang terbangun secara sosial, dan aktif terlibat di dalam produksi
pengalaman-pengalaman yang dihayati. Biasanya, melanggengkan tatanan yang
diinginkan dengan cara manajemen kontrol di sekolah. Para birokrat dan kepala
sekolah tidak hanya bahwa oleh karakteristik mampu para pendidik kritis harus
penguasa berusaha menggunakan waktu untuk solusi masalah-masalah administrasi
dan kontrol, mereka juga cenderung mengevaluasi elemen-elemen lain, seperti kinerja
para guru. Kriteria evaluasi berkiatan dengan: kemampuan mereka dapat
mempertahankan tatanan yang ada? Apakah para guru memberikan sumbangan atau
gagal memberi sumbangan pada pemeliharaan tatanan yang ada tersebut? Di sistem
sekolah mengadopsi ideologi dominan tidak hanya berkembangnya bentuk otoritarian
kontrol sekolah dan bentuk-bentuk pendidikan yang lebih standar dan lebih mudah
dikelola, tetapi tipe kebijakan sekolah ini juga dibuat untuk relasi-relasi publik yang
lebih luas. Artinya, pendidikan menyediakan solusi-solusi teknis masalah-masalah
sosial, politik dan ekonomi yang kompleks yang dihadapi oleh sekolah- sekolah
mereka, sementara pada saat yang dimunculkan akuntabilitas sebagai indikator
keberhasilan.
Hasil untuk yang "Apakah kinerja dan birokrat seolah dapat untuk dalam wacana
ini pengalaman guru bersama peserta didik tidak begitu penting. Pengalaman tersebut
justru direduksi menjadi perantaraan kinerja guru dan hanya berarti bila dapat
dijalankan, Kekhasannya, putusannya, kualitasnya yang telah dihayati; semuanya
dilarutkan di dalam ideologi kontrol dan manajemen.
Masalah penting yang berhubungan dengan sudut pandang ini adalah bahwa
para guru yang sepaham dengan sistem pengetahuan yang disusun semacam itu tidak
menjamin para siswa akan memiliki ketertarikan pada praktek pendidikan yang
dihasilkan, terutama karena pengetahuan berhubungan pengalaman keseharian para

16
siswa itu sendiri. Lebih jauh, para guru yang bertindak sebagai intelektual menghadapi
banyak masalah di sekolah-sekolah negeri, terutama sekolah-sekolah di perkotaan.
Kebosanan belajar tampak menjadi ciri utamanya. Tak dapat dipungkiri bahwa guru
yang prinsip-prinsip sama diukur, didaftar, dan dikontrol.13

13
Ibid. hal. 196-197

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Guru professional, adalah orang atau individu yang memiliki kemampuan dan
keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga mampu melakukan tugas dan
fungsinya sebagai guru dengan tingkat kemampuan yang optimal. Kemampuan atau
kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang disyaratkan
sesuai dengan kondidi yang diharapkan: “The state of legally competent of qualified”.
Hal ini memungkinkan seorang guru berada pada wilayah dan keadaan berwenang atau
memenuhi syarat sebagai seorang profesioanal. Dengan demikian kemampuan atau
kompetensi guru merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan
profesinya. Atau dengan kata lain, guru professional adalah orang yang terdidik dan
terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya. Terdidik dan
terlatih yang dimaksudkan bukan hanya memperoleh pendidikan formal, tetapi juga
harus menguasai berbagai strategi atau teknik di dalam kegiatan belajar-mengajar, serta
menguasai landasan-landasan kependidikan. Dalam profesi digunakan teknik dan
prosedur intelektual yang harus dipelajari secara sengaja sehingga dapat diterapkan
untuk kemaslahatan orang lain. Seorang guru professional memiliki filosofi yang
menyikapi dan melaksanakan pekerjaannya. Guru berperan sebagai intelektual
trasnformatif adalah sebuah ideal, tetapi banyak tantangan yang dihadapi. Tidak sedikit
kurikulum sekolah yang ada di berbagai negara selama ini hanya sebagai alat
mereproduksi nilai-nilai dan sikap yang dibutuhkan untuk mempertahankan
keberadaan masyarakat dominan (kapitalis) sejak awal abad 20.

B. Saran

Kami selaku penyusun menyadari masih jauh dari kata sempurna dan tentunya
banyak sekali kekurangan dalam pembuatan makalah ini.Oleh karena itu, kami selaku
penyusun makalah sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Kami juga mengharapkan makalah ini sangat bermanfaat untuk kami khususnya bagi
para pembaca pada umumnya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, dkk. 2001.A Taxonomy for learning, teaching, and assessing., Addison
Wasley Longman Inc. : New York.

Harris., R., dkk. 1995. Competency-based education and training :between a rock and
whilpool, South Melboune : MacMillan Education Australia

Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tentang sistem pendidikan nasional. .


2003 Bandung:Citra Umbara.

Mujtahid, 2011, Pengembangan Profesi Guru. Malang: UIN Maliki Press.


Bahri Syaiful Djamarah. 2010. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif: Suatu
Pendekatan Teoritis Psikologis. Jakarta. Rineka Cipta
A,M, Sardiman. 2003. Interaksi dan Motivasi Belajar-mengajar. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Hamali, Oemar. 2008. Pendidikan Guru Bedasarkan Pendekatan Kompetensi, cet. V.
Jakarta: Bumi Aksara
Muhaimin,dkk. 1996. Strategi Belajar Mengajar: Penerapan dalam Pendidikan Agama.
Surabaya: Citra Media
Tanlain. Wens,dkk. 1989. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan: Buku Panduan Mahasiswa.
Jakarta: Gramedia.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005.Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Edisi Ketiga, Cet. III. Jakarta: Balai Pustaka.

Muchith Saekhan. 2008. Pembelajaran Kontekstual, cet. I. Semarang: Rasail Media


Group.
Rukiyati. 2013. Peran Guru Sebagai Intelektual Transformatif Untuk Mewujudkan
Masyarakat Demokratis. Jurnal Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

19

Anda mungkin juga menyukai