Anda di halaman 1dari 10

KULIT

LATAR BELAKANG LAHIRNYA


GERAKAN PEMBAHARUAN
MAKALAH
Tugas Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam

Disusun oleh : Kelompok 1


Mushauwir
M.Khalil Hilmi
Muhammad Haiqal s
Farhan Ashsiddiqi

MAS JEUMALA AMAL


DAYAH JEUMALA AMAL
LOENG POETOE
2020
KATA PENGANTAR
 
Segala puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang
telah
memberikan rahmat dan hidayah sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan
Makalah yang berjudul “PEMBAHARUAN DALAM ISLAM”. Adapun
makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Kelompok. Dalam penulisan dan
penyusunan makalah ini kami banyak di bantu oleh berbagai pihak baik
langsung maupun tidak langsung.
Kami sadar bahwa penulisan makalah ini terdapat banyak kekurangan.
Untuk itu Kami menghimbau agar para pembaca dapat memberikan saran dan
kritik yang membangun demi perbaikan makalah ini.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat dan
memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Loeng Poetoe, Agustus 2020


 
 
 
 
Penulis
DAFTAR ISI

KULIT..................................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR............................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN............................................................................................................................4
Latar Belakang......................................................................................................................................4
Rumusan Masalah.................................................................................................................................4
Tujuan Pembahasan...............................................................................................................................4
BAB II..............................................................................................................................................5
ISI.....................................................................................................................................................5
Pengertian Pembaharuan dalam Islam..................................................................................................5
Latar Belakang pembaharuan Islam di Dunia beserta tokoh tokohnya.................................................6
BAB III.............................................................................................................................................9
PENUTUP........................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Umat Islam tradisional hingga saat ini tampak ada perasaan masih belum menerima apa yang
dimaksud dengan pembaharuan Islam. Mereka memandang bahwa pembaruan Islam adalah
membuang ajaran Islam yang lama diganti dengan ajaran Islam baru, padahal ajaran Islam
yang lama itu berdasarkan pada hasil ijtihad para ulama besar yang dalam ilmunya, taat
beribadah dan unggul kepribadiannya, sedangkan ulama yang ada sekarang dipandang kurang
mendalam ilmu agamanya, kurang taat dalam ibadahnya dan kurang baik budi pekertinya.
Oleh karena itu, umat Islam tradisional beranggapan bahwa ulama abad lampau sudah cukup
baik dan tidak perlu diperbarui dengan ulama sekarang.
Adapula yang memahami pembaruan Islam dengan mengubah Al Quran dan Al Hadist,
memahami Al Quran dan Al Hadist menurut selera orang yang memahaminya, atau
mencocokan makna Al Quran dan Al Hadist sesuai penafsirnya. Dengan kata lain, pembaruan
Islam dipersepsikan dengan upaya mencocokan kehendak Al Quran dan Al Hadist dengan
kehendak orang yang menafsirkannya, bukan mengajak orang hidup sesuai Al Quran dan Al
Hadist. Persepsi demikian hingga kini tampak dipegang terus oleh sebagian umat Islam
tradisional, tanpa berdialog kembali dengan para tokoh pembaharu dalam Islam, maka
muncullah kaum modernis dan kaum tradisionalis.
Pembaruan sebenarnya bukanlah yang dipersepsikan oleh kaum tradisional. Pembaruan Islam
adalah upaya-upaya untuk menyesuaikan paham keagamaan Islam dengan perkembangan
baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Maka pembaruan
Islam bukan berarti mengubah, mengurangi atau menambahkan teks Al Quran maupun teks
Al Hadist. Melainkan hanya menyesuaikan paham atas keduanya sesuai dengan
perkembangan zaman.

Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Pembaharuan Islam?
2. Apakah perbedaan dan persamaan dengan moderenisasi, reformulasi, revitalisasi,
rekonstruksi, reaktualisasi, dan reinterprestasi?
3. Bagaimana Latar Belakang lahirnya pembaharuan dalam Islam dan Pro Kontra dalam
pembaharuan Islam beserta Tokohnya?
4. Apakah manfaatnya bagi kemajuan umat Islam?
 

Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian Pembaharuan Islam.
2. Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan Pembaharuan Islam dengan
moderenisasi, reformulasi, revitalisasi, rekonstruksi, reaktualisasi, dan reinterprestasi.
3. Untuk mengetahui Latar Belakang lahirnya pembaharuan dalam Islam dan Pro Kontra
dalam pembaharuan Islam beserta tokohnya
4. Untuk mengetahui manfaatnya bagi kemajuan umat Islam.
 
 
BAB II
ISI
 

Pengertian Pembaharuan dalam Islam


Pembaharuan Islam adalah upaya-upaya untuk menyesuaikan paham keagamaan Islam
dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern.[1] Dalam bahasa arab Pembaharuan Islam disebut Tajdid secara
harfiah tajdid berarti pembaharuan dan pelakunya disebut Mujaddid. Dengan demikian
pembaharuan dalam Islam bukan berarti mengubah, mengurangi atau menambahi teks Al-
Quran maupun Hadits, melainkan hanya menyesuaikan paham atas keduanya.
Sesuai dengan perkembangannya zaman, hal ini dilakukan karena betapapun hebatnya
paham-paham yang dihasilkan para ulama atau pakar di zaman lampau itu tetap ada
kekurangannya dan selalu dipengaruhi oleh kecenderungan, pengetahuan, situasional, dan
sebagainya. Paham-paham tersebut untuk di masa sekarang mungkin masih banyak yang
relevan dan masih dapat digunakan, tetapi mungkin sudah banyak yang tidak sesuai lagi.
Kata tajdid sendiri secara bahasa berarti “mengembalikan sesuatu kepada kondisinya yang
seharusnya”.
Dalam bahasa Arab, sesuatu dikatakan “jadid” (baru), jika bagian-bagiannya masih erat
menyatu dan masih jelas. Maka upaya tajdid seharusnya adalah upaya untuk mengembalikan
keutuhan dan kemurnian Islam kembali. Atau dengan ungkapan yang lebih jelas, Thahir ibn
‘Ansyur mengatakan, Pembaharuan agama itu mulai direalisasikan dengan mereformasi
kehidupan manusia di dunia. Baik dari sisi pemikiran agamisnya dengan upaya
mengembalikan pemahaman yang benar terhadap agama sebagaimana mestinya, dari sisi
pengamalan agamisnya dengan mereformasi amalan-amalannya, dan juga dari sisi upaya
menguatkan kekuasaan agama.
Rasulullah pernah mengisyaratkan bahwa[2]
ْ
ِ ‫ث لِهَ ِذ ِه األُ َّم ِة َعلَى َرأ‬
‫س ُكلِّ ِمائَ ِة َسنَ ٍة َم ْن ي َُج ِّد ُد لَهَا ِدينَهَا‬ ُ ‫إِ َّن هَّللا َ يَ ْب َع‬
” Sesungguhnya Allah akan mengutus (menghadirkan) bagi umat ini (umat Islam) orang
yang akan memperbaharui (urusan) agama mereka pada setiap akhir seratus tahun” (HR.
Daud)
Tajdid yang dimaksud oleh Rasulullah saw di sini tentu bukanlah mengganti atau mengubah
agama, akan tetapi seperti dijelaskan oleh Abbas Husni Muhammad maksudnya adalah
mengembalikannya seperti sediakala dan memurnikannya dari berbagai kebatilan yang
menempel padanya disebabkan hawa nafsu manusia sepanjang zaman.
Tema “mengembalikan agama seperti sediakala” tidaklah berarti bahwa seorang
pelaku tajdid  (mujaddid) hidup menjauh dari zamannya sendiri, tetapi maknanya adalah
memberikan jawaban kepada era kontemporer sesuai dengan Syariat Allah Ta’ala setelah ia
dimurnikan dari kebatilan yang ditambahkan oleh tangan jahat manusia ke dalamnya. Itulah
sebabnya, di saat yang sama, upaya tajdid secara otomatis digencarkan untuk menjawab hal-
hal yang mustahdatsat (persoalan-persoalan baru) yang kontemporer. Dan untuk itu,
upaya tajdid sama sekali tidak membenarkan segala upaya mengoreksi nash-nash syar’i yang
shahih, atau menafsirkan teks-teks syar’i dengan metode yang menyelisihi ijma’ ulama
Islam[3]. Sama sekali bukan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tajdid dalam Islam mempunyai 2 bentuk:
Pertama, memurnikan agama setelah perjalanannya berabad-abad lamanya dari hal-hal yang
menyimpang dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Konsekuensinya tentu saja adalah kembali
kepada bagaimana Rasulullah SAW dan para sahabatnya mengejawantahkan Islam dalam
keseharian mereka.
Kedua, memberikan jawaban terhadap setiap persoalan baru yang muncul dan berbeda dari
satu zaman dengan zaman yang lain. Meski harus diingat, bahwa “memberikan jawaban”
sama sekali tidak identik dengan membolehkan atau menghalalkannya. Intinya adalah bahwa
Islam mempunyai jawaban terhadap hal itu. Berdasarkan ini pula, maka kita dapat memahami
bahwa bidang-bidang tajdid itu mencakup seluruh bagian ajaran Islam. Tidak hanya fikih,
namun juga aqidah, akhlaq dan yang lainnya. Tajdid dapat saja dilakukan terhadap aqidah,
jika aqidah umat telah mengalami pergeseran dari yang seharusnya.
Pembaruan Islam dapat pula berarti mengubah keadaan umat agar mengikuti ajaran yang
terdapat didalam Al Quran dan Al-Sunnah. Diperlukan karena terjadi kesenjangan antara
yang dikehendaki Al Quran dengan kenyataan di masyarakat. Al Quran misalnya mendorong
umatnya agar menguasai pengetahuan agama dan pengetahuan modern serta teknologi secara
seimbang: hidup bersatu, rukun dan damai yang bersifat dinamis, kreatif, inovatif,
demokratis, terbuka, menghargai pendapat orang lain, menghargai waktu dan menyukai
kebersihan.[4]
Pembaharuan dalam Islam telah banyak mengemukakan ide pembaruan dalam Islam dengan
maksud seperti diungkapkan diatas, Muhammad Abduh dengan cara
menghilangkan bid’ah yang terdapat dalam ajaran Islam kembali kepada ajaran Islam yang
sebenarnya dibuka kembali ke pintu ijtihad. Sementara itu, Sayyid Ahmad Khan bahwa untuk
mencapai kemajuan perlu meninggalkan paham qadariah , perlu percaya bahwa hukum alam
dengan wahyu yang ada dalam Al Quran tidak bertentangan.
Maka dari itu, Pembaruan dalam Islam bukan mengubah Al Quran dan Al Hadist, tetapi
justru kembali kepada Al Quran dan Al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam yang utama.
Banyak sekali peristilahan yang digunakan para penulis yang dalam bahasa Indonesia
berkonotasi pembaharuan, umpamanya tajdid, ishlah, reformasi, ‘ashriyah, modernisasi,
revivalisasi, resurgensi (resurgence), reassersi (reassertion), renaisans, dan
fundamentalis. Peristilahan seperti ini timbul, bukan sekedar perbedaan semantik belaka,
akan tetapi dilihat dari isi pembaharuan itu sendiri.

Latar Belakang pembaharuan Islam di Dunia beserta tokoh tokohnya


1. Islam Klasik 650-1250 M
Sepeninggal nabi muncul problem tentang siapa yang pantas menggantikan nabi, sebab nabi
tidak meninggalkan wasiat mengenai pergantian kemimpinan. Kelompok muhajirin dan
anshar masing-masing mengklaim paling berhak menggantikan posisi nabi. Ketika peristiwa
itu berlangsung, umar bin khattab datang dan mengusulkan abu bakar sebagai orang yang
paling pantas menggantikan nabi karena kedekatan dan senioritasnya. Lalu umar membaiat
abu bakar dan diikuti oleh yang lainnya. Proses pemilihan abu bakar dilakukan secara
aklamasi oleh perorangan yaitu ummar bin khattab lalu disetujui kaum muslimin. Pembaiatan
abu bakar pun dilakukan sekali lagi di masjid Nabawi.
Sayidina Ali bin abi thalib tidak membaiat abu bakar karena masih mengurus jenazah nabi
dan menenggang perasaan isterinya, fatimah, yang menurut tanah warisan nabi tapi tidak
dikabulkan abu bakar. Baru setelah fatimah wafat ali pun membaiat abu bakar. pemilihan
khalifah dilakukan secara demokratis. Cara ini dilakukan karena rasulullah tidak menunjuk
pengganti atau mewariskan kemimpinannya kepada seseorang.
Periode klasik ini dapat pula dibagi dua ke dalam dua masa, masa kemajuan dan masa
disintegrasi[14]. masa kemajuan Islam 650-1000 M. Masa ini masa ekspansi, integrasi dan
keemasan Islam. Dalam hal ekspansi, sebelum nabi muhammad wafat di tahun 623 M.
Seluruh semenanjung arabia telah tunduk ke bawah kekuasaan Islam. Ekspansi kedaerah-
daerah di luar arabia dimulai dizaman khalifah pertama, Abu bakar Al-Siddik.
Sayidina Abu bakar menjadi khalifah di tahun 632 M . tetapi dua tahun kemudian meninggal
dunia. Masanya yang singkat itu dipergunakan untuk menyelesaikan perang riddah, yang
dimbulkan oleh suku-suku bangsa arab yang tidak mau tunduk lagi kepada madinah. lalu
dilanjutkan oleh khlifah kedua, Umar Ibn Al-Khattab (634-644 M). Di zamannyalah
gelombang ekspansi pertama terjadi, kota damaskus jatuh di tahun 635 M. Dan setahun
kemudian, setelah tentara binzantium kalah pertempuran di yarmuk, jatuh ke bawah
kekuasaan Islam. Ekspansi di teruskan ke irak dan mesir. Irak jatuh di tangan Islam pada
tahun 637 M sedangkan, mesir jatuh di tangan Islam pada tauhn 640 M . Setelah irak jatuh ke
tangan Islam, lalu dilanjutkan serangan di persia. Persia jatuh ditangan Islam pada tahun 641
M.
Di zaman Sayidina Usman Bin Affan (644-656 M), gelombang ekspansi pertama berhenti
sampai di sini. Di kalangan umat Islam terjadi perpecahan karena soal pemerintahan dan
dalam kekacauan yang timbul usman  mati terbunuh.[15]
Sebagai penganti Usman, Sayidina Ali Ibn Abi Thalib menjadi khalifah keempat  (656-661
M) tetapi mendapat tantangan dari pihak pendukung Usman terutam Mu’awiah. Ali,
sebagaimana usman mati terbunuh, dan mu’awiah menjadi khalifah kelima. Mu’awiah
selajutnya membentuk Dinasti Bani Umayyah (661-750 M) dan ekspansi gelombang kedua
terjadi di zaman dinasti ini. Mu’awiah menerapkan pemerintahan semacam monarki yakni
kekuasaan turun- menurun di kalangan keluarganya.
Jatuhnya dinasti bani umayyah adalah dari semenjak berdirinya, dinasti bani umayyah telah
menghadapi tantangan-tantangan. Kaum khawarij pada mulanya adalah pengikut ali, tetapi
tidak setuju dengan politik ali untuk mencari penyelesaian secara damai dengan mu’awiah
tentang soal khalifah[16]. Tantangan keras yang akhirnya membawa kejatuhan bani umayyah
datang dari pihak golongan Syi’ah. Golongan syi’ah adalah pengikut-pengikut yang setia dari
ali dan berkeyakinan bahwa alilah sebenarnya yang harus menggantikan nabi untuk menjadi
khalifah umat Islam. Akhirnya yang lansung membawa kepada jatuhnya kekuasaan bani
umayyah ialah munculnya satu cabang lain dari Quraisy, yaitu Abu Al-Abbas. Abu al-abbas
mengadakan kerja sama dengan kaum syi’ah. Serangan terhadap bani umayyah dimulai dari
khurasan jatuh tahun 750 M. Tidak lama kemudian khalifah bani umayyah pun jatuh
digantikan oleh abu al-abbas sebagai khalifah.[17]
Keberhasilan menumbangkan dinasti umayyah tersebut tidak dapat dilepaskan dari beberapa
faktor yaitu pertama, gencarnya propaganda yang dilakukan oleh al-abbas kepada setiap
penduduk yang kecewa atas kemimpinan dinasti bani umayyah, kedua, makin banyaknya
pendukung dari segala lapisan masyarakat terhadap kaum pemberontak sehingga kebencian
mereka terhadap bani umayyah menjadi faktor yang memundahkan mobilisasi massa, ketiga
pemerintahan dinasti bani umayyah yang dianggap zalim ikut mendorong kebencian di
rakyat, keempat, kelemahan yang dialami oleh dinasti bani umayyah sendiri. pada awal
pemerintahan banyak masalah yang harus dihadapi. Namun, berkat bakat kemimpinannya
semua permasalahan dapat diatasinya dengan baik. Kekuasaan khalifah makin lama makin
tidak memilki pengaruh apa-apa. Keadaan ini tidak dapat dihindari oleh para khalifah
penggantin berikutnya, karena para tentara keturunan turki yang makin lama makin banyak
turut memberi dukungan bagi asyinas . secara politis pada khalifah dinasti abbasiyah lemah
dan mundur, di pihak lain kemajuan intelektual, sains, dan filsafat terus berkembang. Bahkan
kemajuan sains, dan filsafat makin bertambah pada masa Buwaih dengan bermunculnya para
ilmuwan dan filosof dengan membawa pemikiran-pemikiran baru.[18]
Masa disintegrasi (1000-1250 M) dalam bidang politik sebenarnya telah mulai terjadi pada
akhir zaman bani umayyah, tetapi memuncak di zaman bani abbasiyah. khalifah-khalifah
bani abbasiyah[19] tetap diakui, tetapi kekuasaan dipengang oleh sultan-sultan Buwaihi.
Kekuasaan dinasti buwaihi atas bagdad kemudian dirampas oleh dinasti Saljuk. Saljuk adalah
seorang pemuka suku bangsa turki yang berasal dari Turkestan. Saljuk dapat memperluas
daerah kekuasaan mereka sampai ke daerah yang dikuasai dinasti bawaihi. Dan semenjak itu
sampai sekarang Asia kecil menjadi daerah Islam. Dengan jatuhnya asia kecil ke tangan
dinasti saljuk, jalan naik haji ke palestina bagi umat Kristen di eropa menjadi terhalang.
Untuk membuka jalan itu kembali Paus Urban II berseru kepada umat kristen di eropa di
tahun 1095 M supaya mengadakan perang suci terhadap Islam. Perang salib pertama terjadi
antara tahun 1096 M dan 1099 M, perang salib kedua antara tahun 1147 M dan 1149 M yang
diikuti lagi oleh beberapa perang salib lainnya, tetapi tidak berhasil merebut palestina dari
kekuasaan Islam. Di abad duapuluh inilah baru palestina jatuh ke tangan inggris sesudah
kalahnya turki dalam perang dunia pertama. Perpecahan di kalangan umat Islam menjadi
besar. Ekspansi Islam di zaman ini meluas ke daerah yang di kuasai binzatium di barat, ke
daerah pedalaman di timur dan afrika memalui gurun sahara di selatan. Dinasti saljikah
meluaskan daerah Islam sampai ke asia kecil dan dari sana kemudian diperluas lagi oleh
dinasti usmani ke eropa timur. Di india Ekspansi Islam diteruskan oleh dinasti Gaznawi.

 
 

 
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Pembaruan Islam adalah upaya upaya untuk menyesuaikan paham keagamaan Islam dengan
perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Maka
pembaruan Islam bukan berarti mengubah, mengurangi atau menambahkan teks Al Quran maupun
teks alhadist. Melainkan hanya menyesuaikan paham atas keduanya sesuai dengan perkembangan
zaman. Pembaruan Islam dapat pula berarti mengubah keadaan umat agar mengikuti ajaran yang
terdapat didalam Al Quran dan al-sunnah. Diperlukan karena terjadi kesenjangan antara yang
dikehendaki Al Quran dengan kenyataan di masyarakat. Al Quran misalnya mendorong umatnya agar
menguasai pengetahuan agama dan pengetahuan modern serta teknologi secara seimbang: hidup
bersatu, rukun dan damai yang bersifat dinamis, kreatif, inovatif, demokratis, terbuka.
1. Kritik dan Saran
Kami menyadari bahwa Makalah kami bukanlah makalah yang sempurna maka dari itu kami
mengharapkan Kritik serta saran yang bermanfaat serta membangun agar kelak dikemudian hari kami
dapat membuat makalah yang lebih baik.

 
 
 
 
DAFTAR PUSTAKA
 
 
Hasan, Shohib. 2002. Gagasan Pembaharuan Hukum Islam: http ://digilib. 
uinsby.ac.id/878/5/Bab%202.pdf  (Jakarta: Bulan Bintang)
http://kbbi.web.id/reaktualisasi diakses pada 15 Maret 2016 pukul 19.37
http://kbbi.web.id/reinterpretasi diakses pada 15 Maret 2016 pukul 19.45
http://kbbi.web.id/rekonstruksi diakses pada 15 Maret 2016 pukul 19.32
https://ahmadgaraudi.wordpress.com/sejarah-islam-klasik-islam-pertengahan-dan-islam-\
modern/ diakses pada 8 April 2016
Madjid, Nurcholish. 1997. Kaki Langit Peradaban Islam, (Jakarta, Paramadina)
Nasution, Harun. 1975. Pembaharuan  dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan.
Nasution, Harun. 2008, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Jakarta Press,)
Nata, Abuddin. 2012. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo
 
[1]Harun Nasution, Pembaharuna dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta:
Bulan Bintang, 1975), cet 1, hlm.10
[2] https://muslim.or.id/3942-mengenal-para-ulama-pembaharu-dalam-islam.html diakses
pada 7 April 2016 pukul 16.00
[3] Harun Nasution, Pembaharun dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta:
Bulan Bintang, 1975), cet 1, hlm.10
[4]Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013), cet 20,
hlm. 378

Anda mungkin juga menyukai