Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KELOMPOK

GERAKAN REFORMISME

Mata Kuliah : Sejarah Peradaban Islam

Dosen Pengampuh : Zainal Abidin Sitorus,M.Pd.I

Disusun Oleh :

Kelompok XII

Cici Ramadhani Putri (0303223157)

Desy Kartika Dewi (0303223091)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, serta karunia-Nya sehingga makalah dengan judul "Gerakan Reformisme” ini dapat
terselesaikan.Shalawat serta salam senantiasa kita sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW,
yang telah menjadi panutan dalam menjalani kehidupan ini.

Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas kelompok dalam mata kuliah Manajemen
Bimbingan Konseling yang pemakalah ikuti di bawah bimbingan Bapak Zainal Abidin Sitorus
M.Pd.I Pemakalah mengucapkan terima kasih atas arahan, dukungan, serta bimbingan beliau
selama proses penyusunan makalah ini.

Makalah ini juga tidak lepas dari dukungan teman-teman seangkatan, serta pihak-pihak
lain yang turut membantu dalam proses pengumpulan informasi. Semua kontribusi dan
kerjasama yang diberikan sangat berarti bagi terwujudnya makalah ini. Pemakalah menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, pemakalah mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang. Semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat dan pemahaman yang lebih baik.

Medan,6 Desember 2023

Penulis ;

Kelompok XII

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah............................................................................................. 1

C. Tujuan................................................................................................................ 2

BAB 11 PEMBAHASAN........................................................................................3

A. Kemunculan Gerakan Reformisme Islam.......................................................3

B. Hakikat Makna Pembaharuan Islam.............................................................. 4

C. Tujuan Pembaharuan Dalam Islam................................................................ 5

D. Gagasan Pokok Pemikiran Ahmad Sirhindi ..................................................6

E. Gagasan Pokok Pemikiran Shah Wali Allah.................................................. 8

BAB 111 PENUTUP..............................................................................................11

A. Kesimpulan.......................................................................................................11

B. Saran................................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 13

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perubahan suatu peradaban ke peradaban lainnya tidaklah selalu melalui jalan “damai”.
Bahkan sejarah telah membuktikan perubahan-perubahan peradaban masyarakat kerap terjadi
melalui gerakan-gerakan kolektif atau yang lebih dikenal dengan istilah gerakan sosial. Awal
abad ke-20 lahir dan munculnya reformasi dan modernisasi (perubahan) dalam dunia Islam
bermula dari reaksi terhadap ekspansi dan kejayaan Eropa. Modernisme (modernis) yang
diusung dalam gerakan Islam biasanya diartikan sebagai cara berpikir dengan peradaban Barat,
dengan merujuk pada upaya mengejar ketertinggalan melalui pencarian mendasar etik kepada
Islam untuk kebangkitan politik dan budaya. Gerakan Islam menyerukan kepada umat muslim
untuk mengatasi keadaan yang terbelenggu dalam kejumudan dan keterbelakangan. Sejumlah
gerakan seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama di Indonesia memiliki upaya untuk
mewujudkan pemurnian Islam dari segala aspek dengan mengembalikannya kepada Al-Qur’an
dan As-Sunnah. Dua pola perjuangan atau pembaharuan ini dirintis oleh gerakan salafiah yang
ditokohi oleh Jamaluddin al- Afghany dan Muhammad Abduh, dengan menitik beratkan pada
aspek politik kenegaraan ataupun sosial kemasyarakatan. Perjuangan gerakan tersebut lebih
dititik beratkan untuk merebut dan menguasai berbagai lembaga kenegaraan, terutama lembaga
legislatif. Gerakan keagamaan untuk menguasai atas berbagai lembaga kenegaraan tersebut
diyakini akan membawa kejayaan Islam. Islam akan dapat menentukan berbagai perundang-
undangan, aturan, keputusan dan kebijakan negara yang benar-benar Islami.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa sebab kemunculan gerakan reformisme islam ?
2. Apa hakikat makna pembaharuan islam ?
3. Apa ujuan pembaharuan dalam islam ?
4. Apa gagasan pokok pemikiran Ahmad Sirhindi ?
5. Apa gagasan pokok pemikiran Shah Wali Allah ?

1
C. TUJUAN
1. Mengetahui sebab kemunculan gerakan reformisme
2. Mengetahui hakikat makna pembaharuan islam
3. Mengetahui tujuan pembaharuan dalam islam
4. Mengetahui gagasan pokok pemikiran Ahmad Sirhindi
5. Mengetahui gagasan pokok pemikiran Shah Wali Allah

2
BAB 11

PEMBAHASAN

A. KEMUNCULAN GERAKAN REFORMISME ISLAM

Pada awal abad ke-20 lahir dan munculnya reformasi dan modernisasi (perubahan) dalam
dunia Islam, yang bermula dari reaksi terhadap ekspansi dan kejayaan Eropa. Sebenarnya
langkah ini dimulai sejak abad ke-18 dan ke-19 oleh sejumlah gerakan Islam, gerakan Islam
temasuk juga dalam kategori gerakan sosial. Perubahan suatu peradaban ke peradaban lainnya
tidaklah selalu melalui jalan “damai” bahkan sejarah telah membuktikan perubahanperubahan
peradaban masyarakat kerap terjadi melalui gerakan-gerakan kolektif atau yang lebih dikenal
dengan istilah gerakan sosial sekarang ini.1

Modernisme (modernis) biasanya diartikan sebagai cara berpikir dengan peradaban Barat,
dengan merujuk upaya mengejar ketertinggalan melalui pencarian mendasar etik kepada Islam
untuk kebangkitan politik dan budaya. Sementara untuk reformasi (reformis) diartikan sebagai
pembaruan melalui pemurnian agama. Dalam hal ini kemudian reformasi islam dimaknai sebagai
gerakan pembaruan dalam pola pikir dan cara hidup yang murni menurut islam itu sendiri.

Gerakan Islam yang menyerukan kepada umat muslim untuk mengatasi keadaan yang
terbelenggu dalam kejumudan dan keterbelakangan. Sejumlah gerakan, misalnya berusaha
mewujudkan pemurnian Islam dari segala aspek dengan mengembalikannya kepada Al-Qur’an
dan As-Sunnah.

Selama awal abad ke-20, dunia Islam mengalami perubahan yang cepat dan mendasar. Di
satu sisi disebabkan bentuk persatuan lama sudah runtuh, dengan ditandainya kekhalifahan yang
sudah dihapuskan, dan umat muslim sudah mulai terpecah-pecah menjadi sekian banyak Negara-
bangsa, penduduk muslim menjadi mayoritas ataupun minoritas, dan berbagai tradisi kenegaraan,
budaya, serta keagamaan pun berubah. Namun di sisilain, persatuan Islam justru semakin intensif,
karena adanya sarana komunikasi dan transportasi yang semakin canggih. Demikianlah yang
terjadi di dunia Islam, apakah ini dikarenakan dunia Islam dipengaruhi oleh Barat, ataupun
karena berperan semakin menonjol sehingga diperhitungkan dalam kerangka global. Ini adalah
tantangan baru islam dalam kaitannya dengan arus modernisasi di awal abad 20. Islam tengah
memainkan perannya dengan mencari wajah baru di era globalisasi dengan mengusung jargon
reformasi dan modernisasi.

Opini Islam (umat muslim) muncul ke permukaan, berusaha mengadakan suatu reformasi
modern untuk melawan serangan Barat. Disini, reformasi dalam islam dimaknai dengan adanya

1
Yeyen Subandi, Gerakan Pembaharuan Keagamaan Reformis-Modernis: Studi Terhadap Muhammadiyah
dan Nahdlatul Ulama,Vol.1,No.2,hal 54-66

3
perhatian atas kelemahan umat islam yang dirasa sudah banyak tertinggal secara kekuatan
militier, teknologi maupun organisasi politik. Dalam dunia akademisi sendiri, periode tahun
1960-an, perkembangan teori gerakan sosial memasuki era baru terutama di Negara-negara
Amerika Utara dan Eropa Barat, dengan ditandai mentranspormasikan teori gerakan klasik
menjadi lebih modern. Teori gerakan sosial modern memiliki beberapa ciri utamanya, antara lain
(1) Memandang dan menempatkan aktivitas gerakan sosial seabagai sebuah aksi kolektif yang
rasional dan memiliki nilai positif; (2) Memperbaiki dan mengkontekstualisasikan teori-teori
gerakan sebelumnya ke dalam era kekinian; (3) Gerakan sosial semakin kaya riset dan studinya;
(4) Teori gerakan sosial modern berhasil mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang
memfasilitasi tumbuhnya gerakan sosial, kuat lemahnya dan berhasil atau tidaknya sebuah
gerakan sosial.

Tentang modernisme dan tradisionalisme dalam reformis sudah tidak perlu lagi
dipertentangkan dan diperdebatkan lagi, dari golongan mana ataupun kelompok mana mereka
berangkat, mereka mempunyai alasan, yaitu semangat keberagaaman dalam pembaharuan, tradisi
di bidang akidah maupun syariah sudah cukup secara praktis bagi umat Islam. Tradisi-tradisi
yang ada dapat dijadikan sebagai ijtihad yang baru ke arah produktif dan inovatif. Model ijtihad
yang mengaitkan hubungan antara masa kini dan masa lampau dan bahkan melampauinya,
berupa kandungan yang hakiki dari konsep “pembaharuan” dalam Islam.

Perdebatan dalam pembaharuan di Islam terdiri dari sesuatu yang telah ada dalam ajaran
Islam dengan keterangan dari manusia di bidang akidah dan syariah. Muhammadiyah dan
Nahdlatul Ulama (NU) termasuk kedalam gerakan politik pembaharuan Islam. Muhammadiyah
yang berdiri tahun pada tahun 1912 dikenal juga sebagai gerakan Islam reformis-modernis,
walaupun tidak secara legal formal mendeklarasikan. Masyarakat melihat bahwa
Muhammadiyah termasuk sebagai gerakan Islam reformis, dan reformis, dengan kata lain
spesifiknya sebagai gerakan tajdid atau pembaruan. Muhammadiyah disebut pula sebagai
gerakan kebangkitan Islam.

B. HAKIKAT MAKNA PEMBAHARUAN ISLAM

Dalam kosakata “Islam”, term pembaruan digunakan kata tajdid, kemudian muncul
berbagai istilah yang dipandang memiliki relevansi makna dengan pembaruan, yaitu modernisme,
reformisme, puritanis-me, revivalisme, dan fundamentalisme.

Di samping kata tajdid, ada istilah lain dalam kosa kata Islam tentang kebangkitan atau
pembaruan, yaitu kata islah. Kata tajdid biasa diterjemahkan sebagai “pembaharuan”, dan islah
sebagai “perubahan”. Kedua kata tersebut secara bersama-sama mencerminkan suatu tradisi yang
berlanjut, yaitu suatu upaya menghidupkan kembali keimanan Islam beserta praktek-prakteknya
dalam komunitas kaum muslimin.

4
Berkaitan hal tersebut, maka pembaruan dalam Islam bukan dalam hal yang menyangkut
dengan dasar atau fundamental ajaran Islam; artinya bahwa pembaruan Islam bukanlah
dimaksudkan untuk mengubah, memodifikasi, ataupun merevisi nilai-nilai dan prinsip-prinsip
Islam supaya sesuai dengan selera jaman, melainkan lebih berkaitan dengan penafsiran atau
interpretasi terhadap ajaran-ajaran dasar agar sesuai dengan kebutuhan perkembangan, serta
semangat jaman.Terkait dengan ini, maka dapat dipahami bahwa pembaruan merupakan
aktualisasi ajaran tersebut dalam perkembangan sosial.

Senada dengan hal di atas, Din Syamsuddin mengatakan bahwa pembaruan Islam
merupakan rasionalisasi pemahaman Islam dan kontekstualisasi nilai-nilai Islam ke dalam
kehidupan. Sebagai salah satu pendekatan pembaruan Islam, rasionalisasi mengandung arti
sebagai upaya menemukan substansi dan penanggalan lambang-lambang,sedangkan
kontekstualisasi mengandung arti sebagai upaya pengaitan substansi tersebut dengan pelataran
sosial-budaya tertentu dan penggunaan lambang- lambang tersebut untuk membungkus kembali
substansi tersebut. Dengan ungkapan lain bahwa rasionalisasi dan kontekstualisasi dapat disebut
sebagai proses substansi (pemaknaan secara hakiki etika dan moralitas) Islam ke dalam proses
kebudayaan dengan melakukan desimbolisasi (penanggalan lambang- lambang) budaya asal
(baca: Arab), dan pengalokasian nilai-nilai tersebut ke dalam budaya baru (lokal). Sebagai proses
substansiasi, pembaruan Islam melibatkan pendekatan substantivistik, bukan formalistik terhadap
Islam.

C. TUJUAN PEMBAHARUAN DALAM ISLAM

Berbicara mengenai tujuan pembaruan Islam, maka tidak dapat dilepaskan dari misi yang
diemban oleh gerakan tersebut. Menurut Achmad Jainuri bahwa pembaruan Islam memiliki dua
misi ganda, yaitu misi purifikasi, dan misi implementasi ajaran Islam di tengah tantangan jaman.
Bertitik-tolak dari kedua misi di atas, maka tujuan pokok dari pembaruan Islam adalah: Pertama,
purifikasi ajaran Islam, yaitu mengembalikan semua bentuk kehidupan keagamaan pada jaman
awal Islam sebagaimana dipraktekkan pada masa Nabi. Jaman Nabi sebagaimana digambarkan
oleh Sayyid Qutb sebagai periode yang hebat, suatu puncak yang luar-biasa dan cemerlang dan
merupakan masa yang dapat terulang. Terjadinya banyak penyimpangan dari ajaran pokok Islam
pasca Nabi bukan karena kurang sempurnanya Islam, tetapi karena kurang mampunya untuk
menangkap Islam.

sesuai semangat jaman serta dalam konteks ini, banyaknya unsur-unsur luar yang masuk
dan bertentangan dengan Islam sehingga diperlukan adanya upaya untuk mengembalikan atau
memurnikan kembali sesuai dengan orisinalitas Islam. Upaya ini dapat dilakukan dengan
membentengi keyakinan akidah Islam, serta berbagai bentuk ritual dari pengaruh sesat.

5
Kedua, menjawab tantangan jaman. Islam diyakini sebagai agama universal, yaitu agama
yang di dalamnya terkandung berbagai konsep tuntutan dan pedoman bagi segala aspek
kehidupan umat manusia, sekaligus bahwa Islam senantiasa sesuai dengan semangat jaman.
Dengan berlandaskan pada universalitas ajaran Islam itu, maka gerakan pembaruan dimaksudkan
sebagai upaya untuk mengimplementasi-kan ajaran Islam sesuai dengan tantangan
perkembangan kehidupan umat manusia.2

D. AHMAD SIRHINDI (1565-1624)

Berbicara tentang corak pemikiran Sirhindi, tentunya tidak bisa lepas dari keadaan yang
melatarbelakangi kehidupannya saat itu. Pada masa hidupnya, kala itu, agama islam di India
tengah dilanda krisis. Kehidupan umat islam di India saat itu banyak diwarnai bid’ah dan syirik,
terutama disebabkan kepercayaan Dīn Ilāhi yang berkembang di negeri tersebut. Tidak sedikit
umat islam yang ikut kegiatan peribadatan non muslim, seperti perayaan hindu rakhi dan pavalli.

Sementara itu, beberapa kelompok tarekat masa itu, termasuk tarekat naqshabandī lebih
sering tenggelam dalam praktek-praktek bid’ah seperti pesta musik (sama’) dan tarian spiritual
(raqsh) , mengabaikan fardhu dan sunnah, meninggalkan shalat berjama’ah, bahkan pada shalat
jumat sekalipun. Sedangkan para ulama’ yang harusnya menjadi penjaga sharī‘ah juga turut larut
dan selalu mencari pembenaran atas praktek-praktek yang menyimpang. Di sisi lain, kelompok
Syi’ah juga sedang gencar melakukan propaganda dengan menghina beberapa sahabat nabi.

Dalam kondisi sosial-keagamaan seperti itulah Sirhindi muncul. Ia kemudian memainkan


peran yang sangat penting dalam masyarakat muslim pada masanya. Sirhindi menitikberatkan
perjuangannya dalam 3 (tiga) misi besar yang harus diselesaikan pada masa hidupnya. Pertama,
mengkritik kaum kafir, bid’ah, dan berbagai doktrin yang salah, kedua, mengklarifikasi
propaganda penganut Syi’ah yang mengutuk dan mempersalahkan para sahabat Rasul dan ketiga,
pemurnian tarekat dari praktek-praktek yang menyimpang dari syariat dan terutama dari
pengaruh teori waḥdat al-wujūd.

Sirhindī merupakan sufi dengan corak pemikiran bersifat yang rasional dan ortodoks. Hal
ini tampak dari berbagai tulisannya baik yang berupa kitab ataupun surat yang selalu
menekankan penegakan syariat. Ia berpendapat bahwa nalar adalah petunjuk terbaik untuk
menyelesaikan masalah. Ia menganjurkan ketaatan sepenuhnya kepada syariat dan mengutuk
setiap bid’ah. Ia tidak membedakan antara bid’ah yang baik (bid’ah hasanah) ataupun bid’ah
yang buruk (bid’ah ḍalālah) dalam hal ibadah. Ia menolak setiap bid’ah dalam masalah ibadah
dan agama.

2
Moch Iqbal,Apa Kabar Pembaharuan Pemikiran Islam,Jurnal Pemikiran Islam dan Tafsir Hadist, Vol.8,No.1,hal
25-38

6
Sirhindi melarang tarian dan musik sufi, melarang dzikir keras, melarang uzlah, bersujud
kepada guru dan segala bentuk amalan terekat yang tidak sesuai sunnah Rasul. Ia lebih
menekankan dhikir, menjaga akhlak dan menjaga komunikasi dengan guru daripada menyia-
nyiakan waktu dengan bersemedi. Dengan demikian, ajaran tasawufnya dapat digolongkan
dalam aliran neo-sufisme yang mengintegrasikan gagasan sufistiknya dengan ortodoksi sunni.
Neo-sufisme adalah jenis tasawuf yang telah diperbaharui, di mana ciri dan kandungan asketik
serta metafisisnya sudah diganti dengan kandungan dari dalil-dalil ortodoksi islam. Metode
tasawuf baru ini menekankan dan memperbaharui faktor moral asli dan kontrol diri yang puritan
dalam tasawuf. Gagasan dari neo-sufisme yaitu sufisme yang cenderung untuk menimbulkan
aktivisme sosial dan menanamkan kembali sikap positif terhadap dunia.

Pemikiran Sirhindi yang menekankan sufisme dalam bingkai sharī‘ah memang bukan
yang pertama. Sebelumnya, Ibn Taimiyah dan muridnya, Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah juga
pernah mengemukakan gagasan semacam itu dan kemudian mengkritik metode sufi yang
dianggap tidak sesuai teladan rasul. Pendapat Ibn Taimiyah tersebut tidak begitu digubris oleh
kalangan sufi karena ia hanyalah pengamat luar. Sebaliknya, pendapat sirhindi begitu kuat
pengaruhnya di kalangan sufi, karena memang sirhindi adalah orang dalam. Gagasan Sirhindi
dianggap lebih jelas dan lengkap karena ia bisa melihat tarekat dan tasawuf secara utuh.

Sirhindi adalah sufi pertama yang mencoba menganalisis semua tradisi sufi dari sudut
pandang ajaran islam. Ia mendifinsikan sebuah prinsip ajaran islam di satu sisi, dan merumuskan
hal baru dalam sufisme di sisi lain, kemudian menunjukkan mana yang sesuai dengan ajaran
rasul dan mana yang bukan. Namun, upayanya yang demikian ini mendapatkan banyak kritik. Ia
dipandang sebagai ulama “sok tahu” karena mengomentari semua hal dengan pemahaman yang
dangkal. Metode analisisnya dipandang kacau karena mencampur-adukkan sufisme, filsafat,
teologi dan fiqh.

Pembaharuan berarti proses, cara memperbaharui, proses mengembangkan adat istiadat,


cara hidup yang baru, membangun kembali, menyusun kembali, dan memulihkan seperti semula.
Menurut Mukti Ali Pembaharuan berarti sebuah usaha mengganti yang jelek dengan yang baik,
dan mengusahakan yang sudah baik menjadi lebih baik. Secara sederhana Azra mendefinisikan
pembaharuan dengan suatu usaha untuk mengadakan perubahan di berbagai bidang dengan
tujuan untuk meningkatkan kinerja sistem secara menyeluruh guna memperoleh hasil yang lebih
baik sesuai dengan tantangan dan dinamika kebutuhan masyarakat.Yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah pembaharuan yang dilakukan oleh Ahmad Sirhindi.

Ahmad Sirhindi adalah seorang sufi dan guru tarekat Naqshabandi yang hidup pada masa
dinasti Mughal. Ia resah melihat negaranya saat itu dipenuhi oleh bid’ah dan khurafat yang
disebarkan oleh para penganut tarekat, tak terkecuali tarekat yang dianutnya. Maka, ia pun
bergerak untuk melakukan pembaharuan.

7
Secara etimologis, tarekat berasal dari bahasa Arab ṭarīqah, jamaknya ṭarāiq. Menurut
kamus berarti: jalan, cara (kaifiyah) , metode, sistem (al-uslūb) , aliran, haluan atau madhhab (al-
madhhab) , dan keadaan (al-ḥāl) . Yang dimaksud "tarekat" dalam tasawuf ialah "jalan menuju
Allah SWT guna mendapatkan ridla-Nya dengan menaati ajaran-Nya. Menurut alJurjāni ‘Ali bin
Muhammad bin ‘Ali (740-816 M) , tarekat ialah metode khusus yang dipakai oleh salik (para
penempuh jalan) menuju Allah Ta’ala melalui tahapan-tahapan/maqamat. Tarekat adalah "jalan"
yang ditempuh para sufi.

Mustafa Zahri dalam hubungan ini mengatakan tarekat adalah jalan atau petunjuk dalam
melakukan sesuatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad dan
dikerjakan oleh sahabat-sahabatnya, tabiin dan tabi’it tabi’in turun-temurun sampai kepada guru-
guru secara berantai sampai pada masa kita ini.

Sejak kemunculannya di abad 5 Hijriyah, tarekat mengalami perkembangan yang cukup


pesat hingga saat ini menjadi kurang lebih dua ratus buah. Tarekat telah menyentuh seluruh
daerah islam dan diikuti oleh segala kalangan. Dalam penyebarannya tersebut, tarekat dipandang
telah banyak bersinggungan dengan budaya dan tradisi daerah atau agama lain. Sehingga
sebagian budaya dan tradisi yang menyimpang kemudian menyusup ke dalam ajaran tarekat,
seperti penggunaan alat musik dan tari-tarian, pemujaan yang berlebihan kepada para wali, dan
meminum bekas air wudlu para guru.3

E. SHAH WALI ALLAH (1703-1762)

Shah Waliyullah memiliki ide pemikiran yaitu: Pertama, konsep pemerintahan, beliau
mengajak bahwa sistem pemerintahannya dapat mencontoh khulafaurasyidin dalam menegakkan
syariat islam. Yang tadinya sistem pemerintahan yang obsulut di ganti menjadi demokratis.
Kedua, perpecahan umat islam karena perbedaan aliran mazhab dan pertentangan antara
golongan Syiah dan Sunni. Beliau ingin mempertemukan beberapa kelompok-kelompok berbeda
dalam keagamaan islam dalam sebuah sistem hukum yang berwatak dinamis dan moderat.4

Syah Wali Allah ad-Dahlawi melancarkan kritik dan pembaruannya yang ditujukan
kepada masalah-masalah politik dan keadaan sosial umat Islam. Menurut Prof. Dr. Harun
Nasution, ada empat hal yang melatarbelakangi pembaharuan Syah Wali Allah, yang sebenarnya
didasarkan analisanya mengenai sebab-sebab kelemahan umat Islam, yaitu:

1. Adanya perubahan sistem pemerintahan dalam Islam dari sistem kekhalifahan menjadi
sistem kerajaan. Hal ini menyebabkan berubahnya sistem demokrasi kepada sistem

3
Fathur Rohman, Ahmad Sirhindi dan Pembaharuan Islam, Jurnal Walisongo, Vol.1,No.2 hal 207-226
4
Azizah dkk, Pemikiran Modern Islam dan Kontemporer : Pola Pembaharuan Islam Di India, Jurnal
Agama,Sosial,dan Budaya, Vol.1,No.2 hal 279-283

8
otokrasi yang cenderung kepada kekuasaan absolut. Pajak ditetapkan dengan caranya
sendiri yang dibebankan kepada petani, pedagang dan buruh. Selanjutnya hasil pajak
dibuat foya-foya oleh kaum bangsawan yang tidak mempunyai pekerjaan apa-apa. Maka,
untuk mengatasi hal-hal negatif di atas Syah Wali Allah berpendapat bahwa sistem
pemerintahan seperti yang terdapat pada zaman Khulafa ar-Rasyidin perlu dihidupkan
kembali.
2. Adanya perpecahan dikalangan umat Islam, yaitu antara aliranaliran yang ada dalam
Islam. Antara golongan Syi’ah dengan golongan Sunni, antara aliran Mu’tazilah dengan
Asy’ariyah serta Maturidiyah, antara kaum sufi dengan kaum syari’ah. Pertentangan yang
paling tajam adalah antara Syi’ah dengan Sunni. Syi’ah dianggap telah keluar dari ajaran
Islam. Pendapat yang demikian ditentang keras oleh Syah Wali Allah, seraya
menegaskan bahwa kaum Syi’ah sama halnya Sunni, masih tetap orang Islam. Untuk
pertentangan-pertentangan antar mazhab di atas Syah Wali Allah berusaha untuk
menciptakan suasana damai antar mazhab yang berbeda tersebut.
3. Masuknya ada istiadat dan ajaran-ajaran bukan Islam kedalam keyakinan umat Islam.
Menurut pandangan Syah Wali Allah, umat Islam India banyak dipengaruhi oleh ada
istiadat dan ajaran-ajaran Hindu. Oleh karena itu keyakinan umat Islam harus dibersihkan
dari hal-hal yang asing tersebut. Umat Islam harus dibawa kembali kepada ajaran-ajaran
yang sebenarnya. Kembali kepada sumber ajaran pokok yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah,
bukan kepada bukubuku tafsir, fiqh, ilmu kalam, dan lain sebagainya.
4. Akibat dari tidak kembalinya umat Islam kepada al-Qur’an dan asSunnah, maka
kebanyakan mereka bersikap taqlid dan hal inilah yang menjadikan mandegnya umat
Islam. Oleh karena itu, Wali Allah sangat menentang taqlid dan menganjurkan ijtihad.
Ajaranajaran al-Qur’an dan as-Sunnah harus dikembangkan melalui ijtihad yang
disesuaikan dengan perkembangan zaman.

Syah Wali Allah dalam beberapa kitabnya, memang banyak melancarkan kritik terhadap
pemerintah/penguasa dan kepada umat Islam yang dianggap telah menyimpang dari ajaran al-
Qur’an dan as-Sunnah. Dalam kitabnya Hujjah Allah al-Baligah, ia melontarkan kritiknya bahwa
penyebab kehancuran negara pada masa ini (masa Wali Allah) disebabkan pada dua hal, yaitu:
pertama, penyalahgunaan Bait al-Mal, baik oleh orang yang mengaku sebagai pejuang, para
ulama, zahid, penyair yang biasa menjilat raja dan penguasa. Kedua, oleh adanya pembebasan
pajak yang memberatkan para petani, pekerja, kaum buruh sehingga mempersulit kehidupan
mereka. Bahkan dalam kitabnya Izalah al-Khafa’, ia mengidentikkan pemerintahan raja-raja
Islam, sama dengan pemerintahan raja-raja Majusi. Kalau ada perbedaannya hanyalah karena
ucapan syahadat secara lisan dan pelaksanaan shalat semata-mata.

Kepada para ulama, para ‘abid dan para penyair, orang-orang Islam umumnya ia banyak
melontarkan kritiknya melalui kitabnya al-Tafhimat alIlahiyat. Menurut pendapatnya ulama pada
saat itu adalah orang-orang yang dungu, karena mereka hanya menyibukkan kepada ilmu-ilmu
pengetahuan Yunani, nahwu, sharaf dan ma’ani. Kepada fuqaha’ ia menuduhnya sebagai orang-

9
orang yang berbelit-belit sehingga ayat-ayat al-Qur’an dan Hadis Nabi tertutupi oleh pemikiran
mazhab. Kepada para ‘abid, ia hantam sebagai orang-orang yang mempersulit orang banyak dan
hanya mendakwahkan kebohongan dan kebatilan. Orang-orang sufi dikritiknya sebagai orang
yang telah melontarkan ungkapan-ungkapan yang tidak bisa disesuaikan dengan al-Qur’an dan
as-Sunnah dan menganggap syari’at tidak mempunyai arti penting bagi kehidupannya. Kepada
para penyair, hartawan dan orang-orang awam, ia ingatkan agar jangan sampai menyembah para
tiran dan menyembah kuburan-kuburan. Ia ingatkan pula, apabila seseorang datang ke tempat
keramat makam seorang wali kemudian meminta supaya cita-citanya terkabulkan, maka orang
tersebut telah melakukan dosa yang lebih besar dari dosa membunuh dan berzina, orang-orang
tersebut sama halnya dengan orang yang menyembah patung dan berhala.5

5
H. Ghazali Munir, Pemikiran Pembaruan Teologi Islam Shah Wali Allah Ad-dahlawi, Jurnal Walisongo,
Vol.23,No.1 hal 17-35

10
BAB 111
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada awal abad ke-20, dunia Islam menyaksikan lahirnya gerakan reformasi dan
modernisasi yang merupakan respons terhadap ekspansi dan kejayaan Eropa. Proses ini
sebenarnya telah dimulai sejak abad ke-18 dan ke-19 melalui sejumlah gerakan Islam yang juga
tergolong dalam kategori gerakan sosial. Pentingnya pemahaman bahwa perubahan suatu
peradaban ke peradaban lain tidak selalu terjadi secara damai menjadi cerminan dalam sejarah.
Sebaliknya, perubahan-perubahan masyarakat kerap kali dipicu oleh gerakan-gerakan kolektif,
yang saat ini lebih dikenal dengan istilah gerakan sosial.

Gerakan reformasi dan modernisasi di dunia Islam pada periode tersebut merupakan hasil
dari reaksi terhadap dominasi Eropa yang semakin memperluas pengaruhnya. Ekspansi Eropa
membawa tantangan besar terhadap identitas dan nilai-nilai tradisional Islam. Di tengah kondisi
ini, sejumlah gerakan Islam mulai bergerak untuk menghadapi perubahan-perubahan tersebut
dan mencari cara-cara baru untuk menyelaraskan nilai-nilai Islam dengan kebutuhan masyarakat
yang berkembang.
Sejarah membuktikan bahwa perubahan peradaban masyarakat tidak selalu terjadi secara
damai. Gerakan-gerakan kolektif, atau gerakan sosial, memainkan peran penting dalam
merespons dan membentuk perubahan sosial dan budaya. Pada konteks ini, gerakan Islam pada
awal abad ke-20 bisa dipandang sebagai upaya kolektif untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempertahankan identitas Islam, dan merumuskan pandangan yang lebih
kontekstual terhadap tantangan zaman.

Gerakan ini membawa muatan reformasi yang mencakup pembaruan pemahaman


terhadap ajaran Islam, penekanan pada pendidikan modern, dan adaptasi terhadap perkembangan
teknologi serta ilmu pengetahuan. Reformis dan modernis seperti Muhammad Abduh di Mesir
dan Jamal al-Din al-Afghani menjadi tokoh sentral dalam membawa perubahan tersebut.
Pemikiran-pemikiran mereka mencerminkan aspirasi untuk memperkuat inti ajaran Islam sambil
membuka ruang bagi kemajuan dan perkembangan masyarakat.

11
Dalam konteks ini, gerakan sosial tidak hanya berfokus pada bidang keagamaan, tetapi
juga melibatkan aspek-aspek kehidupan sosial, politik, dan ekonomi. Gerakan ini bertujuan
untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil, berkembang, dan sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Adanya dorongan untuk mengintegrasikan nilai-nilai agama dengan kemajuan sosial dan ilmiah
menjadi ciri khas dari gerakan reformasi dan modernisasi di dunia Islam pada awal abad ke-20.

B. Saran
Menggali lebih dalam mengenai gerakan reformasi Islam pada awal abad ke-20, dengan
memahami peran tokoh kunci seperti Muhammad Abduh dan Jamal al-Din al-Afghani. Ini dapat
membantu untuk memahami konteks, ideologi, dan dampak perubahan yang diusulkan oleh
gerakan ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

Yeyen Subandi, (2018). Gerakan Pembaharuan Keagamaan Reformis-Modernis Studi Terhadap


Muhammadiyah dan Nadhatul Ulama, Jurnal Unsiq, Vol.1,No.1
Moch Iqbal, (2019) Apa Kabar Pembaharuan Islam, Jurnal Pemikiran Islam dan Tafsir Hadist,
Vol.8,No.1
Fathur Rohman, Ahmad Sirhindi dan Pembaharuan Islam, Jurnal Walisongo, Vol.1,No.2
Azizah, Hasan Gilang Ramadhan,dkk, Pemikiran Modern Islam dan Kontemporer Pola
Pembaharuan Islam di India, Jurnal Agama,Sosial,Budaya, Vol.1,No.2
H Ghazali Munir, Pemikiran Pembaruan Teologi Islam Shah Wali Allah Ad-dahlawi, Jurnal
Walisongo, Vol.23,No.1

13

Anda mungkin juga menyukai