Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besardi Indonesia.


Nama organisasi ini diambil dari namaNabi Muhammad SAW, sehingga
Muhammadiyah juga dapat dikenalsebagai orang-orang yang menjadi pengikut
Nabi Muhammad SAW. Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan
tanggal 8Dzulhijjah 1330 H atau 18 November 1912 di Yogyakarta. Organisasi
inilahir sebagai perwujudan keprihatinan karena melihat kenyataan umatIslam di
Indonesia dalam cara menjalankan perintah-perintah agamaIslam banyak yang
tidak bersumber dari ajaran Al Quran dan tuntunanRasulullah SAW. Dalam hal
itu KH Ahmad Dahlan menghendaki agar dengan Muhammadiyah, orang-orang
Islam mengamalkan dan menggerakkan Islam dengan berorganisasi.Pembahasan
mengenai sejarah berdirinya Muhammadiyah tidakbisa terlepas dari situasi dan
kondisi bangsa Indonesia. Latar belakang berdirinya Muhammadiyah juga tidak
bisa dilepaskan dari aspek sosial-agama di Indonesia, sosio-pendidikan di
Indonesia dan realitas politik Islam hindia Belanda. Oleh karena itu berdirinya
Muhammadiyah berhubungsan erat dengan empat masalah pokok, yaitu:
Pemikiran IslamAhmad Dahlan, Realitas sosio-religius di Indonesia, dan Realitas
sosio-pendidikan dan Realitas politik Islam hindia-Belanda.

2. Rumusan Masalah

1. Latar Belakang Munculya Muhammadiyah


2. Kenapa Muhammadiyah Berbeda Dengan Ummat Islam Yg Lain
3. Apa penyebab Muhammadiyah Tetap Eksis Dengan Usia 108 Tahun
4. Apa Peran Anda Selesai Masa Kulia Terhadap Muhammadiyah
5. Dari ke 7 Organisasi Otonom Muhammadiyah Kenapa IMM Diberi Tugas
Oleh Kampus Untuk Melakukan Pembinaan Terhadap Mahasiswa

3. Tujuan

Tujuan menyusun makalah ini untuk meyelesaikan tugas Ujian akhir semester

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. LATAR BELAKANG BERDIRINYA MUHAMMADIYAH

Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah tidak secara kebetulan, tetapi


didorong oleh aspirasinya yang besar tentang masa depan Islam Indonesia.
Aspirasi ini dapat dilacak dari perjalanan intelektual, spiritual, dan sosial Ahmad
Dahlan dalam dua fase dari biografi kehidupannya, yaitu fase pertama, setelah
menunaikan ibadah haji yang pertama (1889), dan fase kedua, setelah menunaikan
ibadah haji yang kedua tahun 1903 (Syaifullah, 1997:27-28). Pada ibadah haji
pertama, Ahamad Dahlan masih berusia 20 tahun. Motivasi lebih didorong oleh
upaya peningkatan spiritual pribadinya, dengan cara menunaikan rukun Islam
yang kelima, yaitu ibadah haji. Di samping motivasi spiritual, ibadah haji kali ini
juga dimanfaatkan oleh Ahmad Dahlan untuk menimba ilmu-ilmu keislaman.
Dalam kaitan ini Ahmad Dahlan diharapkan dapat meningkat kualitas spiritual
dan intelektual ilmu keislamannya. Di pusat studi Islam ini, Ahmad Dahlan
menemukan banyak hal tentang studi Islam yang jarang ditemui di Indonesia.
Menurutnya, Islam tidak hanya dipahami secara kognitif semata, tetapi ada
kewajiban untuk menerjemahkan ke dalam bentuk aksi sosial sebagai wujud
perbaikan masyarakat. Dalam bahasa sekarang, seseorang yang mendalami Islam
tidak hanya dituntut mempunyai kesalehan individual semata, tetapi juga perlu
memiliki kesalehan sosial yang justru merupakan suatu keharusan untuk
dilakukan sebagai bukti kedalaman iman yang diperolehnya (Tamimi, 1990:4).

Hasil konkret dari studinya di Mekah setelah menunaikan ibadah haji


pertama ini, dapat dilihat dalam aktivitas keagamaan Ahmad Dahlan, misalnya :
pembenahan arah kiblat (1897), masalah pemberian garis shaf untuk shalat
(1897), renovasi pembangunan mushala Ahmad Dahlan, namun kemudian dibakar
masyarakat (1898), dan perluasan pembangunan dan pengembangan pesantren
milik ayahnya (Sjoeja’,dalam Saifullah dan Musta’in, eds.,1995: 24-43). Pada haji
yang kedua sebagai awal fase kedua dari perjalanan biografinya, Ahmad Dahlan
menemukan metodologi untuk memahami Islam yang sebenarnya. Pada haji yang
kedua ini, Ahmad Dahlan memasuki usia 34 tahun. Di samping bermaksud
menunaikan haji sebagai pelaksanaan rukun Islam yang kelima untuk yang kedua
kalinya, Ahmad Dahlan juga bermaksud memperdalam Islam lebih dalam lagi.
Karena itu, untuk maksud kedua ini, setelah selesai menunaikan rukun kelima, ia
memutuskan untuk bermukim di Mekah selama 20 bulan. Selama berada di
Mekah ini, Ahmad Dahlan memperdalam studi Islam tradisional kepada ulama
termasyhur, baik kepada ulama kelahiran Indonesia maupun ulama setempat yang
telah menjadi syaikh di sana.

2
Diskusi secara intens yang dilakukan dengan tokoh-tokoh tersebut, baik
langsung maupun melalui karya-karya mereka, banyak memberikan wawasan
keislaman Ahmad Dahlan untuk menjawab kegelisahannya tentang praktek
keislaman masyarakat muslim Indonesia. Di sinilah, nampak secara signifikan
pengaruh pembaharuan Timur Tengah terhadap diri Ahmad Dahlan. Seperti yang
dikemukan oleh pembaharu, untuk keluar dari krisis yang melanda dunia Islam,
umat Islam harus kembali kepada al-Qur’an dan al-sunnah al-
maqbulah. Pemahaman terhadap kedua sumber ajaran Islam ini, menurut Ahmad
Dahlan, penggunaan akal dan hati menjadi sesuatu yang tidak bisa ditolak.
Dengan cara demikian, akan ditemukan Islam yang sebenar-benarnya (Tamimi,
1990: 6). Pemahaman seperti ini yang membuat seorang Mas Mansur terkesan
terhadap caranya yang selama ini jarang ia temukan dilakukan oleh ulama
zamannya (Saifullah, 1997: 31). Mewujudkan obsesinya tentang masa depan
Islam Indonesia, Ahmad Dahlan berpendapat perlunya rekonstruksi menyeluruh
atas masyarakat muslim Indonesia, mulai etos kerja, keilmuan, sampai metodologi
pemahaman Islam yang tepat. Untuk rekonstruksi yang terakhir ini merupakan
persoalan yang paling mendasar dan strategis untuk diperbaiki oleh karena
metodologi pemahaman Islam mempunyai implikasi yang jauh dalam perilaku
keagamaan umat Islam dalam menjawab tantangan modernitas.

Maksud rekonstruksi di atas, Ahmad Dahlan mengajukan metodologi


pemahaman yang rasional-fungsional. Rasional adalah menelaah sumber utama
ajaran Islam dengan kebebasan akal pikiran dan kejernihan akal nurani (hati),
sekaligus membiarkan al-Qur’an berbicara tentang dirinya sendiri. Adapun
dimaksud dengan fungsional dalam konteks pemahaman Ahmad Dahlan adalah
keharusan merumuskan pemahaman ke dalam bentuk aksi sosial. Artinya
pemahaman ayat-ayat al-Qur’an harus bisa mentransformasikan kondisi riil
masyarakat menjadi lebih baik. (Saifullah, 1997: 33). Model pemahaman Ahmad
Dahlan dalam memahami Islam yang langsung merujuk kepada sumber ajaran
Islam (al-Qur’an dan sunnah), merupakan metode yang masih asing, oleh karena
para ulama Indonesia waktu itu dalam memahami Islam langsung merujuk kepada
kitab madzhab tertentu. Cara seperti ini, jelas membantu ajaran Islam yang
dirumuskan mengandung bias, oleh karena kitab-kitan hyang dirujuk itu ditulis
bukan untuk seluruh negeri muslim, bahkan rumusan ajaran Islam nya banyak
dipengaruhi situasi sosial penulisnya. Ahmad Dahlan berkesimpulan bahwa
hakikat Islam itu adalah konsepsi hidup yang dalam bahasa al-Qur’an disebut
risalah Allah. Tujuan Allah memberikan konsepsi Islam ini bagi manusia sebagai
konsekwensi bahwa Allah menciptakan manusia di dunia ini secara serius,
mempunyai tujuan tertentu dan tidak main-main.

Hakikat risalah yang dipahami Ahmad Dahlan tersebut menuntut


pengamalan konkret. Karena Islam sebagai konsepsi hidup, maka pengamalan
risalah tidak cukup untuk seorang diri, tetapi diharuskan untuk disampaikan
kepada masyarakat. Dengan demikian, kehadiran Islam akan bisa dirasakan secara
nyata oleh masyarakat. Untuk itu, diperlukan organisasi atau institusi sebagai alat
perjuangan yang mampu mengorganisasi secara efisien, yang oleh Ahmad Dahlan

3
institusi ini diberi nama Muhammadiyah. (QS. Ali Imron (3) : 104). Jadi,
Muhammadiyah merupakan alat semata yang dirasa sangat efektif untuk
menerjemahkan dan membumikan ajaran Islam kepada masyrakat. (Tamimi, 1990
: 5-6). Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa setelah menunaikan
ibadah haji pertama dan kedua, Ahmad Dahlan mempunyai obsesi besar tentang
masa depan Islam yang mampu membebaskan masyarakat seperti yang
diperankan Rasulullah dan parasalafiyun. Islam harus dipahami dari sumber
utamanya, yaitu al-Qur’an dan al-sunnah. Dalam memahami sumber ajaran Islam,
Ahmad Dahlam mengajukan metodologi pemahaman yang rasional-fungsional.
Untuk keperluan ini akal pikiran yang bebas dan akal nurani yang jernih serta
membiarkan al-Qur’an berbicara sendiri dalam memecahkan problem. Dalam
perspektif pemahaman ini, pemahaman terhadap ayat al-Qur’an tidak sekedar
pada tataran kognitif, tetspi menuntut aktualisasi nyata sehingga masyarakat dapat
merasakan perubahan yang lebih baik. Dengan cara demikian, risalah Islam
sebagai hudan dan rahmat li al-‘alamiin itu terjadi di dalam masyarakat.

2. Kenapa Muhammadiyah Sering Kali Berdeda Dengan Umat Islam Yang


Lain

2.A Penepatan 1 Ramadan,1 Syawal, dan 10 Zulhijah.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menetapkan tanggal 1 Ramadhan, 1


Syawal dan 1 Zulhijjah tahun 1441 Hijriyah berdasarkan hasil Hisab Hakiki
Wujudul Hilal yang menjadi pedoman Majelis Tarjih dan Tajdid salah satu ormas
Islam besar di Indonesia tersebut. Penetapan tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 1
Zulhijjah 1441 H diumumkan melalui Maklumat PP MuhammadiyahNomor
01/MLM/I.0/E/2020 yang dilansir di laman resmi Ormas Islam ini. PP
Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadhan 1441 H jatuh pada hari Jumat, tanggal
24 April 2020. 

Dalam maklumatnya, PP Muhammadiyah menyatakan ijtimak jelang awal


Ramadan 1441 H terjadi pada Kamis, 23 April 2020, pukul 9.29.01 WIB. Pada
hari itu, tinggi bulan saat matahari terbenam di Yogyakarta sudah lebih dari tiga
derajat di atas ufuk (hilal sudah wujud). Di seluruh Indonesia, bulan saat itu juga
sudah berada di atas ufuk ketika matahari terbenam.  Sementara untuk Idul Fitri
tahun ini, PP Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal 1441 H jatuh pada hari Ahad,
24 Mei 2020.

PP Muhammadiyah menyatakan ijtimak menjelang awal Syawal 1441 H


terjadi pada Sabtu, 23 Mei 2020, pukul 00.41.57 WIB. Pada hari itu, tinggi bulan
saat matahari terbenam di Yogyakarta telah lebih dari 6 derajat di atas ufuk (hilal
sudah wujud). Dan di seluruh wilayah Indonesia, bulan saat itu sudah berada di
atas ufuk ketika matahari terbenam.  Sedangkan 1 Zulhijjah 1441 H ditetapkan
jatuh pada Rabu, 22 Juli 2020. Oleh sebab itu, menurut PP Muhammadiyah, Hari
Arafah akan berlangsung pada 30 Juli 2020. Adapun Idul Adha jatuh pada Jumat,

4
31 Juli 2020. Berdasarkan perhitungan PP Muhammadiyah, Ijtimak menjelang
awal bulan Zulhijjah 1441 H terjadi pada hari Selasa, 21 Juli 2020, pukul 00.35.48
WIB.

2.B Kenapa Muhammadiyah tidak memperingkat hari-hari kematian

Sebagai warga Muhammadiyah sikap yang harus diambil adalah menjauhi


atau meninggalkan perbuatan yang memang tidak pernah dituntunkan oleh
Rasulullah saw dan sekaligus memberikan nasehat dengan cara yang ma'ruf
(mauidlah hasanah) jika masih ada di antara keluarga besar Muhammadiyah pada
khususnya dan umat Islam pada umumnya yang masih menjalankan praktek-
praktek yang tidak dituntunkan oleh Rasulullah saw tersebut.

Dalam menjaga hubungan bermasyarakat, menurut hemat kami tidaklah


tepat jika tolok ukurnya hanya kehadiran pada upacara/hajatan kematian. Namun,
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan lain, seperti rapat RT, kerja bakti, ronda malam
(siskamling), takziyah dan lain-lain juga perlu mendapat perhatian. Dengan aktif
mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut, insya Allah, ketika kita hanya
meninggalkan satu kegiatan saja (tahlilan/hajatan tersebut) tidak akan membuat
kita dijauhi oleh masyarakat di mana kita tinggal. Mengenai makan dan minum
pada perjamuan tahlilan, sekalipun makanan dan minuman tersebut berasal dari
para warga RT, namun tetap saja dapat digolongkan pada perbuatan tabzir,
sehingga layak untuk ditinggalkan.

2.C Kenapa Muhammadiyah pilih 11 rakaat sholat tarawih dan yang lain 23
rakaat

Terdapat perbedaan pandangan apakah shalat tarawih itu sama dengan


shalat malam atau keduanya adalah jenis shalat sendiri-sendiri.

Abu Salamah bin Abdurrahman bertanya tentang shalatnya Rasulullah dalam


bulan Ramadhan, maka Aisyah ra berkata,

‫ا‬EE‫لِّي أَرْ بَ ًع‬E ‫ُص‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَ ِزي ُد فِي َر َم‬
َ ‫ضانَ َواَل فِي َغي ِْر ِه َعلَى إِحْ دَى َع ْش َرةَ َر ْك َعةً ي‬ َ ِ ‫َما َكانَ َرسُو ُل هَّللا‬

َ ُ‫صلِّي أَرْ بَعًا فَاَل تَسْأَلْ ع َْن ُح ْسنِ ِه َّن َوطُولِ ِه َّن ثُ َّم ي‬
‫صلِّي ثَاَل ثًا‬ َ ُ‫فَاَل تَسْأَلْ ع َْن ُح ْسنِ ِه َّن َوطُولِ ِه َّن ثُ َّم ي‬
“Tidaklah Rasulullah SAW menambah (rakaat shalat malam) di dalam bulan
Ramadhan dan tidak pula diluar bulan Ramadhan dari 11 rakaat. Beliau
melakukan sholat 4 rakaat dan janganlah engkau tanya mengenai betapa baik
dan panjangnya, kemudian beliau kembali sholat 4 rakaat dan jangan engkau
tanyakan kembali mengenai betapa baik dan panjangnya, kemudian setelah itu

5
beliau melakukan sholat 3 rakaat,” (HR Bukhori dan Muslim, redaksi menurut
Muslim no. 1219, Maktabah Syamilah v. 3).

Hadits ini dijadikan dasar bagi yang berpendapat bahwa shalat tarawih
adalah 11 rakaat (termasuk witir). Kalaupun bisa disepakati bahwa shalat tarawih
adalah termasuk shalat malam yang dimaksud oleh hadits diatas, maka sebenarnya
tidaklah dilarang untuk shalat malam lebih dari 11 rakaat.Qadhi ‘Iyad menyatakan
bahwa tidak ada perbedaan (ulama) bahwasanya shalat malam itu tidak ada
batasan raka’atnya sehingga tidak boleh lebih atau kurang dari batasan tersebut.

Perbedaan yang terjadi hanyalah pada perbuatan Nabi, dan apa yang
dipilih Nabi untuk dirinya.Jadi, sebenarnya dari penjelasan ini saja bagi yang
menyatakan shalat malam dengan tarawih itu sama maupun yang mengatakan
berbeda–seharusnya sudah tidak perlu dipersoalkan, dan tidak ada bid’ah dalam
jumlah rakaat ini, perbedaan yang ada hanya terbatas mana yang dianggap lebih
afdhal, lebih baik atau lebih disukai (mustahab).

Terdapat perbedaan riwayat yang menyatakan shalat tarawih secara jelas,


yang dilakukan pada masa Umar bin Khattab (keduanya diriwayatkan Imam
Malik ra).

Dari Saib bin Yazid ia berkata:

‫ئ‬ ِ Eَ‫انَ ْالق‬EE‫ ْد َك‬E َ‫ال َوق‬


ُ ‫ار‬E ِ َّ‫ي أَ ْن يَقُو َما لِلن‬
َ َ‫اس بِإِحْ دَى َع ْش َرةَ َر ْك َعةً ق‬ ِ ‫ب َوتَ ِمي ًما ال َّد‬
َّ ‫ار‬ َّ َ‫ب أُب‬
ٍ ‫ي ْبنَ َك ْع‬ ِ ‫أَ َم َر ُع َم ُر بْنُ ْالخَ طَّا‬

ِ ‫د َعلَى ْال ِع‬Eُ ‫يَ ْق َرأُ بِ ْال ِمئِينَ َحتَّى ُكنَّا نَ ْعتَ ِم‬
‫ص ِّي ِم ْن طُو ِل ْالقِيَ ِام‬
“Umar bin Al-Khattab telah memerintahkan Ubay bin Kaab dan Tamim Ad-
Dariy supaya keduanya mengimami orang-orang dengan melaksanakan sholat
11 rakaat, dia berkata: dan sesungguhnya qari (imam) membaca ratusan ayat
(dalam satu  rakaat) sampai kami bersandar pada tongkat kami karena lamanya
berdiri,” (Imam Malik, Al Muwaththo, hadits no 232, Maktabah Syamilah v. 3)

Dalam kitab Fathul Bary di jelaskan bahwa mereka dalam satu rakaat
membaca 200 ayat, Ubay bin Kaab mengimami laki laki, Tamim Ad Dary
mengimami perempuan (di tempat yang berbeda), atau disebutkan Ubay bin Kaab
mengimami dan dilain waktu Tamim Ad Dary yang mengimami (Ibn Hajar Al
Asqalany, Fathul Bary, 6/292).

2. Apa penyebab Muhammdiyah tetap eksis dengan usia 108 tahun

Milad ke-108 Muhammadiyah bertema 'Meneguhkan Gerakan Keagamaan


Hadapi Pandemi dan Masalah Negeri'. Menurut dia, tema ini sangat relevan
dengan keadaan bangsa.  Ia yakin Muhammadiyah akan mampu berkontribusi
mengatasi masalah bangsa. Saya ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul

6
Ulama atas nama seluruh warga Nahdliyin di mana pun berada, mengucapkan
selamat hari Milad Muhammadiyah yang ke-108," kata Kiai Said. Ketua
PBNU Marsudi Syuhud dalam kesempatan terpisah mengatakan, NU dan
Muhammadiyah telah melahirkan Islam nusantara yang berkemajuan. Dia
mengungkapkan, Muhammadiyah dan NU juga telah menyebarkan Islam
yang rahmatan lil alamin serta Islam yang moderat. NU dan Muhammadiyah
memiliki harapan yang sama. Hanya saja caranya berbeda, NU dari desa ke
kota dengan pondok pesantren. Muhammadiyah dari kota ke desa dengan
sekolahan," ucap Marsudi. Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP)
Persatuan Islam (Persis), Ustaz Jeje Zaenudin mengatakan, umat Muslim
Indonesia patut berbangga dan bersyukur atas keberadaan ormas-ormas Islam
yang telah berkiprah dalam membangun bangsa sejak sebelum kemerdekaan.
“Salah satunya adalah Muhammadiyah yang berdiri sejak 1912 atau 11 tahun
lebih tua dari Persis," katanya.

4. Apakah peran anda semasa kuliah dan setelah menjadi alumi nanti
terhadap muhammdiyah

 Peran saya sebagai mahasiswa adalah menimbah ilmu dengan baik dan
seksama
 Peran saya sebagai alumi mahasiswa muhammdiyan ialah menerapkan apa
yang saya dapat kemasyarakat agar dapat mengembangkan dan
memberikan contoh kepada masyarakt apa yang
saya fahammi

5. Dari ke 7 organisasi otonom Muhammdiyah itu apa sebab sehingga ikatan


mahasiswa muhammdiyah (IMM) yang diberi tugas utama untuk membantu
kampus PTM/PTA dalam melakukan pembinaan dan pengaderan
mahasiswanya

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai organisasi kader yang khusus


dibentuk oleh Muhammadiyah, untuk melangsungkan dan mewujudkan cita-cita
Muhammadiyah dikalangan Mahasiswa. Mahasiswa sebagai masyarakat
intelektual sangat dibutuhkan oleh Muhammadiyah untuk menopang dan
memproduksi kader-kader dengan pikiran cerdas, diri penuh dengan ke-Imanan
kepada Allah dan berjiwa sosial kemasyarakatan.

Hubungan Muhammadiyah dengan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah


adalah hubungan seperti orang tua dengan anaknya. Amal Usaha Muhammadiyah
merupakan alat dakwah Muhammadiyah terdiri dari amal usaha bidang ekonomi,
sosial, pendidikan dll. Perguruan Tinggi Muhammadiyah masuk sebagai amal
usaha yang bergerak dalam dunia pendidikan dan biasa dikenal sebagai Perguruan
Tinggi Muhammadiyah. Ada hubungan segitiga yang tidak bisa dipisahkan antara
Muhammadiyah, sebagai organisasi Induk, kemudian Perguruan Tinggi

7
Muhammadiyah sebagai Alat dakwah Muhammadiyah dan IMM sebagai generasi
penerus Muhammadiyah.

Maka siapapun Pimpinan Perguruan Tinggi Muhammadiyah wajib untuk


mematuhi aturan Muhammadiyah dan membina, mendidik penerus
Muhammadiyah, kader Muhammadiyah yang terwadahi dalam organisasi Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah. IMM memiliki peran sentral di perguruan tinggi
Muhammadiyah yaitu organisasi kader Muhammadiyah yang ada di Perguruan
Tinggi Muhammadiyah. IMM harus mampu menjadi penggerak, dan mampu
menyiapkan para pemimpin organisasi kemahasiswaan yang ada. Harapannya
adalah apabila pemimpin organisasi kemahasiswaan adalah dari IMM maka
seluruh organisasi kemahasiswaan bisa menjadi wadah persemaian kader
Muhammadiyah.

Peran-peran Intelektual pada bidang akademik, IMM juga harus ambil


bagian. Terutama prestasi dalam dunia akademik seperti karya tulis ilmiah, pekan
karya ilmiah, penelitian mahasiswa, mapun karya-karya yang lain. IMM juga
harus membina hubungan baik dengan pimpinan Perguruan Tinggi
Muhammadiyah layaknya seorang anak kepada bapaknya tetapi tetap menjaga
sikap korektif yang konstruktif, kritis selaku kader yang menjaga Amal Usaha
Muhammadiyah tetap berada dalam jalur kaidah dan cita-cita Muhammadiyah

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar


dan tajdid, bersumber pada Al Qur’an dan Hadist. Sedangkan maksud dan
tujuannya ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga
terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah
merupakan organisasi kemasyarakatan yang terlahir dari hasil pergejolakan
pemikiran pendirinya. Sebagai sebuah organisasi yang pada hakekatnya
merupakan Gerakan, Muhammadiyah memiliki tujuan, disamping usaha
kerjasama dan sekelompok orang yang disebut anggota Persyarikatan, yang
bekerja melaksanakan usaha tersebut untuk mewujudkan tujuan yang telah
ditentukan. Sejak berdirinya pada 1912, Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan
Islam yang bergerak di bidang dakwah. Haidar Nashier menyebutkan
Muhammadiyah tidak berjuang di lapangan politik serta tidak memiliki hubungan
apa pun dengan kekuatan politik mana pun di negeri ini. Bersama berjalannya
waktu Muhammadiyah terus membentengi dirinya dengan apa yang disebut
”khittah” (garis perjuangan) yang telah mendarah daging dalam persyarikatan ini.
Meskipun demikian Muhammadiyah menyadari dalam perjalanannya tidak lepas
dari pengaruh dan tarikan politik. Kondisi politik tertentu memang selalu
memberikan tekanan bahkan paksaan tertentu kepada Muhammadiyah untuk
melahirkan ”ikhtiar” atau ”tajdid politik”. Fakta sejarah telah memperlihatkan
bahwa organisasi ke masyarakatan dimasuki oleh politik, kendati antara satu
organisasi Islam dengan lainnya memiliki keberagaman pola dalam memainkan
peran politiknya. Dunia politik telah memberikan tekanan atau paksaan tertentu
untuk mengambil peran politik. Baik untuk mencegah kedaruratan seperti
himbauan untuk tidak memilih partai politik tertentu yang merugikan umat Islam
maupun pertimbangan untuk kemaslahatan umat, bangsa dan Muhammadiyah
sendiri seperti dalam sejumlah kasus tuntutan politik itu selalu ada. Namun secara
umum Muhammadiyah tetap berada dalam garis utama sebagai gerakan dakwah
dan tajdid dilapangan ke masyarakatan.
B. Saran

Adapun beberapa saran penulis untuk Muhammadiyah Sumatera Utara


dalam menjalankan aktivitasnya kedepan antara lain :

1. menata dan mengkonsolidasi kembali seluruh amal usaha sebagai


alat/kepanjangan misi Persyarikatan sekaligus ajang kaderisasi
Muhammadiyah, termasuk menyeleksi dan membina seluruh orang yang
berkiprah di dalamnya, sehingga amal usaha itu benar-benar mengikatkan,
memposisikan, dan memfungsikan diri sebagai milik Muhammadiyah, dan
bukan milik mereka yang berada di amal usaha apalagi milik organisasi

9
lain; yang harus dikelola dengan sistem dan disiplin organisasi
Muhammadiyah;
2. Bertindak tegas terhadap setiap anggotanya yang memiliki rangkap jabatan
antara partai politik dan amal usaha Muhammadiyah;
3. Melakukan pendidikan politik yang Islami terhadap anggotanya, terutama
yang menduduki lembaga-lembaga kenegaraan;
4. Dalam mengeluarkan kebijakan hendaknya Muhammadiyah Sumatera
utara merumuskanya melalui kiriteria-kriteria atau unsur-unsur yang
sangat mendetail dan mudah di terjemahkan anggota.

Tidak ada analisis yang bersifat final dalam ilmu sosial karena pada umumnya
kajian seperti ini bersifat interpretative. Seseorang dapat saja tidak setuju dengan
bentuk kajian dan analisis yang diajukan penulis. Meskipun demikian, besar
harapan penulis bahwa Makalah ini tetap memberikan kontribusi yang berarti
dalam memahami politik Islam di Indonesia khususnya Fakultas Ekonomi

10
DAFTAR PUSTAKA

Internet

Abu Mujahid, Sejarah Muhammadiyah: Gerakan “Tajdid” di Indonesia bagian I.


( Bandung: Too Bagus Publishing, 2013).

Muhammad Soedja’, Cerita Tentang Kiyai Haji Ahmad Dahlan, (Jakarta: Rhineka
Cipta, 1993).

Nor Tofik, Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan Dalam Pembaharuan Pendidikan Islam
di Indonesia, (Yogyakarta : UIN. 1992).

Syaifullah, Gerak Politik Muhammadiyah dalam Masyumi, (Jakarta: Pustaka


Utama Grafiti, 1997).

Syarifuddin Jurdi, Muhammadiyah dalam Dinamika Politik Indonesia: 1966-


2006, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010)

Weinata Sairin, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, (Jakarta: Pustaka Sinar


Harapan, 1995).

Zuli Qodir, dkk. Ijtihad Politik Muhammadiyah : Politik Sebagai Asmaul Husna,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2015).

11

Anda mungkin juga menyukai