MAKALAH
DisusunOleh :
PASCA SARJA
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Di tengah-tengah situasi reformasi yang menghendaki dilakukannya penataan ulang terhadap
berbagai masalah ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan dan sebagainya, sangat
dibutuhkan adanya pemikiran-pemikiran kreatif, inovatif dan solutif. K.H.Ahmad Dahlan
yang lebih akrab dipanggil gusdur termasuk tokoh yang banyak memiliki gagasan kreatif,
inovatif dan solutif tersebut. Pemikirannya yang terkadang keluar dari tradisi Ahl Al-sunnah
wal jama’ah menyebabkan ia menjadi tokoh kontroversial. Perannya sebagai presiden
Republik Indonesia yang keempat menyebabkan ia memiliki kesempatan dan peluang untuk
memperjuangkan dan tercapainya gagasannya itu. Sebagai seorang ilmuwan yang jenius dan
cerdas, ia juga melihat bahwa untuk memperdayakan umat Islam, harus dilakukan dengan
cara memperbarui pesantren. Atas dasar ini ia dapat dimasukkan sebagai tokoh pembaru
pendidikan Islam.
1. Rumusan masalah
2. Bagaimana biografi K. H Ahmad Dahlan ?
3. Apa saja konsep pemikiran-pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dalam pendidikan?
4. Bagaimana biografi Al Ghazali ?
5. Apa saja konsep pemikiran-pemikiran Al Ghazali dalam Pendidikan ?
PEMBAHASAN
1. KH Ahmad Dahlan
Seperti Muhammad Abduh al-Afghani, Rasyid Rida dan Ibnu Taimiyyah. Ketika
pulang kebali ke kampungnya pada than 1888, beliau berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.
Ada 1903, ia bertolak kembali ke Mekkah dan menetap selaa 2 tahun. Pada masa ini beliau
sempat bergru kepada Syekh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH
HasyimAshari. Pada tahun 1912, beliau mendirikan Muhammadiyah di Kampung Kauman,
Yogyakarta. Sepulang dari Mekkah,beliau menikah dengan Siti Wadilah, sepupunya sendiri,
anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang dikenal sebagai Nyai Ahmad Dahlan seorang
Pahlawan Nasional dan Pendiri Aisyiyah.
Bila diruntut dari sejarah panjang perjuangan Ahmad Dahlan dalam membangun
dan memajukan umat dari keterbelakangan, sangat terasa gigihnya memperjuangkan cita-cita
besarnya.dan menuruti perjuangan itu, akan berhasil manakala ditopang oleh dua komponen
utama yang melandasi, yaitu pendidikan dan dakwah. Disinilah tampak Ahmad Dahlan
begitu bersemangat untuk melakukan terobosan pebaharuan melewati dua elemen tersebut.
Sebab lembaga pendidikan masih dianggap sebagai media yang paling strategis dalam
menyampaikan cita-cita perubahan. Menurut Haedar Nasir, jasa-jasa Ahmad Dahlan dalam
merintis pendidikan telah dimuali sejak tanggal 1 Desember 1911. Bahkan pada tahun 1926
ketika Belanda menerapkan ordonasi, waktu itu Muhamadiyah secara tegas menolaknya.
Disamping beliau mengajarkan ilmu-ilmu agama diwilayah sekitarya, belia juga turut dalam
berdakwah menerapkan nilainilai dan pelajaran kepada para anggota organisasi tersebut.
Setelah terbentuknya organisasi Muhammadiyah, Ahmad Dahlan mendirikan sekolah guru
yang kemudian dikenal sebagai Madrasah Mu’alimat.
2. Mata pelajaran adalah semata-mata pelajaran agama yang bersumber dari kitab-kitab
klasik. Tidak diajarkan mata peelajaran umum.
3. Metode yang digunakan adalah metode sorogan, wetonan, hafalan dan mudzakarah.
4. Ijazah sebagai bukti telah menyelesaikan atau menamatkan pelajaran bukanlah menjadi hal
yang penting, jadi belajar semata-mata bertujuan untuk mencari ilmu dan ridha Allah.
5. Tradisi kehidupan pesantren amat dominan bagi kalangan santri dan kyai. Untuk inilah,
melihat kondisi sosial pendidikan umat islam pada waktu itu, Ahmad Dahlan merasa tergerak
untuk melakukan aktivitas yang menerapkan systematika kerja organisasi ala barat.
Melalui pelembagaan amal usahanya, Ahmad Dahlan melakukan penangkalan budaya
atas penestrasi pengaruh colonial Belanda dalam kebudayaan, peradaban dan keagamaan,
utamanya adalah intensifnya upaya Kristenisasi yang dilakukan misi “zending” dari Belanda.
Oleh karena itu, system pendidikan yang dilakukan Muhammadiyah berupaya untuk
mengintegrasikan antara system pendidikan pesantren dan sekuler dalam bentuk lembaga
sekolah. Bahkan menurut Dieler Noer, modernism Muhammadiyah dalam bidang pendidikan
jauh mengalahkan al-Ahzar Kairo, yang pada saat bersamaan masih menerapkan system
pendidikan tradisional islam. Demikian bentuk usaha pembaharuan yang dilakukan KH
Ahmad Dahlan dalam bidang pendidikan.
a. Aspek Kurikulum
Menurut Dahlan,pelaksanaan pendidikan hendaknya didasarkan pada landasan
yang kokoh yaitu al-Qur’an dan Sunnah. Landasan ini merupakan kerangka
filosofis bagi merumuskan konsep dan tujuan ideal pendidikan islam, baik secara
vertical (Khaliq) maupun horizontal (makhluk). Dalam pandangan islam, paling
tidak, ada dua sisi tugas penciptaan manusia, yaitu sebagai ‘abd Allah (hamba
Allah) dan khalifah fil ‘ard (wakil Allah di Bumi). Untuk mencapai tujuan
tersebut, maka materi pendidikan menurut Dahlan, adalah pengajaran al-Qur’an
dan Hadits, membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi, dan menggambar. Ateri al-
Qur’an dan Hadits meliputi : ibadah, persamaan derajat, fungsi pembuatan
manusia dalam menentukan nasibnya, musyawarah dan pembuktian kebenaran al-
Qur’an dan Hadits menurut akal, kerjasama antara agama –kebudayaan-kemajuan
peradaban, hukum kualisalitas perbuahan, kemerdekaan berfikir, nafsu dan
kehendak, demokratis dan liberalis, dinamika kehidupan dan peranan manusia
didalamnya dan akhlak. Menurut Amir Hamzah, tujuan umum pendidikan
Muhammadiyah menurut Ahmad Dahlan adalah mencakup baik budi, alim dalam
agama, luas pandangan, alim dalam ilmu-ilmu dunia, bersedia berjuang utuk
kemajuan masyarakatnya.
Dengan demikian, sebagai seornag pemikir dan pembaharu dalam dunia
pendidikan Ahmad Dahlan menekankan pentingnya pengelolaan pendidikan islam
yang dilakukan secara modern dan professional. Sehingga diharapkan lembaga
pendidikan mampu memenuhi peserta didik menghadapi dinamika zamannya.
Untuk itu, pendidikan islam perlu membuka diri, inovatif dan progresif.
2. Pikiran al-Ghazali
Nama lengkap Al-Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad bin Ahmad al-Ghazali. Di
dunia Barat, al-Ghazali lebihh dikenal dengan sebutan “Algazel”. Beliau lahir di
perkampungan kecil bernama Ghazalah, daerah Thus, Khrasan, suatu wilayah di Persi (Iran),
pada tahun 450 H/ 1058 M. para peneliti berbeda penddapat berkenaan dengan asal muasal
sebutan “Al-Ghazali”. Diantara mereka ada yang berpendapat bahwa sebutan “Al-Ghazali”
merupakan nisbah (klasifikasi) terhadap daerah tempat kelahirannya, yaitu Ghazalah.
Sedangkan pendapat lain mengatakan “Al-Ghazali” melekat kepadanya karena latar belakang
profesi ayahnya sebagai ghazzal alshuff (pemintal benang wol), dan kata al-Ghazzali (dengan
dobel z) merupakan nisbah dari pekerjaan ayahnya sebagai pemintal benang wol tersebut.
Al-Ghazali tumbuh dan berkembang dalam keluarga sederhana yang saleh. Ayahnya
bernama Muhammad, seorang buta huruf yang kesehariannya sebagai penenun benang wol
dengan penghasilan yang pas-pasan. Namn keterbatasannya tidak menyurutkan semangatnya
untuk mengikuti berbagai pertemuan ilmiah dengan para ulama dan pemikir. Muhammad
aktif berinteraksi dengan para intelektual muslim masanya hingga beliau berobsesi
memberikan pendidikan yang terbaik kepada kedua anaknya. Dalam berbagai kesempatan
Muhammad senantiasa berdoa agar kedua anaknya, al-Ghazali dan adiknya, Ahmad,
dikemudian hari menjadi ilmuan dan tempat rujukan bagi masyarakat. Sayangnya
Muhammad meninggal dunia ketika al-Ghazali masih kecil. Sebelu wafat, beliau mewariskan
hartanya untuk biaya pendidikan kedua anaknya sekaligus menitipkan keduanya kepada
seorang ulama sufi yang masih teman dekatnya.
Pada usia 15 tahun, al-Ghazali pergi ke kota Jurjan untuk belajar kepada Syekh Abu
Nasr al-Ismaili. Setelah menamatkan belajarnya di Jurjan, beliau kembali ke Thus untuk
mengajar. Pada masa inilah beliau ulai tergerak untuk “mencapai kebenaran”, sebagaimana
yang telah dikatakan W Montgoery Watt dengan “looking for Necessary truth”. Maka
beliaupun memutuskan untuk meninggalkan kota Thus untuk yang kedua kalinya. Memasuki
tahun471 H, Al-Ghazali menuju Naisabur dan belajar kepada Imam al-Haramain di Madrasah
Nidzamiyyah.
Meskipun Imam al-Haramiah bukan seorang folosof, tetapi beliau mengajarkan studi
filsafat kepada Al-Ghzaali. Disinilah pertama kalinya al-Ghazali mengenal ilmu kalam dan
filsafat. Disamping studi filsafat, al-Ghazali mempelajari sufisme dibawah bimbingan
alFaradzi. Bahkan al-Ghazali berguul dengan ritual sufisme yang cukup melelahkan.
Kecerdasan beliau sempat mengundang decak kagum Imam alHaramiah hingga dikaruniai
gelar Bahr Mughriq (latan yang menenggelamkan). Maka tidak lama berselang, beliau pn
diangkat menjadi asisten pengajar oleh Imam Haramain. Al-Ghazali resmi menjadi guru
besar di Madrasah Nidzamiyyah Naisabur ketika Imam al-Haramain meninggal pada tahun
479 H. ditempat inipun beliau merasa tidak puas. Akhirnya beliau melanjutkan
pengembaraan intelektualnya ke kota Mu’askar. Ditempat tersebut beliau menemui Nidzam
al-Mulk, seorang Perdana Menteri Kerajaan Saljuq di bawah Malik Syah yang terkenal cukup
berilmu. Ditempat manapun yang beliau singgahi beliau selalu meluangkan waktu aktif
diforum-forum ilmiah, kecerdasan beliau dalam berdiskusi dan kekuatan argumentasi tidak
jarang mendatangkan kekaguman. Rasa simpati juga datang dari Nidzam al-Mulk yang
akhirnya menetapkan hatinya untuk meminta al-Ghazali agar bersedia mengajar di Madrasah
(Universitas) Nidzamiyyah di Bagdad. AlGhazali memulai aktifitas barunya sebagai Guru
Besar (Profesor) di Madrasah Nidzamiyyah di Baghdad, pada tahun 481 H/1091 M. dalam
usia 31 tahun.
Memasuki usia 34 tahun beliau ditunjuk sebagai Rektor Universitas. Ketika aktif
mengajar di Madrasah Nidzamiyyah Baghad, beliau menghasilkan beberapa buku berkualitas
: al Basith, alWasith,al-Khulashah fi ‘ilm al-fiqih, al-munqil fi ‘ilm al-jidal, Ma’khadz al-
khilaf, Lubab al-Nazharr, Tahsinu al-Ma’khidz dan alMababadi’ wa Ghayat fi fann al-Jidal.
Dalam kesempatan tersebut, beliau juga tetap aktif mempelajari ilmu pengetahuan filsafat
Yunani dan berbagai aliran pemikiran yang berkembang saat itu, dengan tjuan agar dapat
membantu mencari “pengetahuan yang benar”. Pada tahun 488 H/1095 M, al-ghazali
meninggalkan Bagdad untuk pergi Haji ke Mekkah, setelah selama empat tahun
menghabiskan waktunya untuk mengajar.
Pada tahun 490 H/1097 M, beliau kembali ke Syiria untuk menetap disana. Dalam
tahun ini pula, atas desakan anak-anaknya beliau kembali ke Baghdad. Tetapi Baghdad sudah
menjadi kota yang cukup gerah bagi proses perenungan. Akhirnya pada tahun 492 H/ 1099
M, al-Ghazali meninggalkan Baghdad dan kembali ke kota Thus. Cukup lama beliau
menempuh kehidupan asketik (zuhud) dan berkotemplasi (tafakur). Keluarga dan
masyarakatnya beliau tinggalkan dan hanya waktu-waktu tertentu saja beliau kembali ke
tengah-tengah mereka.
PENUTUP
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa nilai adalah sesuatu yang penting, baik dan
berharga. Dalam nilai terkandung sesuatu yang ideal, harapan yang dicita-citakan untuk
kebajikan. Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan menghubungkan sesuatu dengan yang
lain dan kemudian mengambil keputusan. Sesuatu dianggap punya nilai jika sesuatu itu
dianggap penting, baik dan berharga bagi kehidupan umat manusia. Baik ditinjau dari segi
religius, politik, hukum, moral, etika, estetika, ekonomi dan sosial budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Sholeh, Asrorun Ni’am, 2006 .Reorientasi Pendidikan Islam (MenguraiRelevansi Konsep Al-
Ghazali dalam Konteks Kekinian). Jakarta: eLSAS. Sucipto, Heri. 2010,
KH Ahmad Dahlan, Sang Pencerah, Pendidik dan Pendiri Muhammadiyah. Jakarta: Best edia
Utama.