Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Gagasan dasar Dahlan terletak pada kesejajaran kebenaran tafsir Al Quran, akal suci,
temuan iptek, dan pengalaman universal kemanusiaan. Belajar filsafat baginya adalah kunci
pengembangan kemampuan akal suci, selain belajar pada pengalaman beragam bangsa dan
pemeluk agama. Dari sini diperoleh pengetahuan tentang bagaimana mencapai tujuan
penerapan ajaran Islam, yaitu penyelamatan kehidupan umat manusia di dunia berdasarkan
cinta kasih. Sikap K.H. Ahmad Dahlan dipraktekkan dalam misi dahwahnya untuk mengubah
arah kiblat masjid-masjid Yogyakarta termasuk Masjid Kerathon yang dinilainya tidak tepat,
dan kaena itu perlu diubah arahnya.

Ahmad Dahlan tidak serta merta menyuruh mengubah arah kiblat secara sepihak. Sebagai
pembaru, ia lebih menekankan adanya dialog untuk meyakinkan sasaran dahwahnya, atau
orang-orang yang tidak sepaham dengannya. Karena menurut Ahmad Dahlan dialog
merupakan alat atau sarana untuk mencapai kebenaran.

Bagi Ahmad Dahlan, ajaran Islam tidak akan membumi dan dijadikan pandangan hidup
pemeluknya, kecuali dipraktikkan. Betapapun bagusnya suatu program, menurut Dahlan, jika
tidak dipraktikkan, tak bakal bisa mencapai tujuan bersama. Karena itu, Ahmad Dahlan tak
terlalu banyak mengelaborasi ayat-ayat Al-Qur’an, tapi ia lebih banyak mempraktekkannya
dalam amal nyata.

Kecenderungan ideologisasi tafsir Salafi surah Ali ‘Imran ayat 104 dan surah Al-Ma’un
ayat 1-7 bisa dilihat dari tumpang tindih ajaran Islam otentik dan ajaran Islam sebagai tasfir
tersebut. Keyakinan kebenaran mutlak dan kesempurnaan ajaran Islam kemudian diterapkan
pada tafsir Salafi yang dikukuhkan melalui hierarki kekudusan sejarah yang menempatkan

1
generasi sahabat lebih kudus dan lebih benar dari generasi tabi’in (pascasahabat) dan
seterusnya.

Gagasan genial Dahlan mencairkan hegemoni tafsir Salafi yang secara otentik tidak bisa
dirujukkan pada Abduh, Rasyid Ridla, dan Afghani, apalagi Wahabi. Rasionalitas
pemahaman dan praktik ritus mungkin diambil dari tokoh pembaru, tapi inovasi kreatif
pragmatis-humanis pemihakan pada kaum tertindas diambil dari pengalaman kaum Kristiani
di Tanah Air. Lebih penting lagi ialah pengalaman induktif kemanusiaan universal Kiai
sendiri yang mendasari hampir seluruh gagasan dan kerja sosialnya.

Sulit dicari contohnya dalam sejarah pemikiran Islam ketika Kiai mendirikan organisasi
dan berbagai model pemberdayaan perempuan, kaum proletar dan tertindas (mustadl’afin).
Sayang, model gerakan yang belakangan populer di kalangan LSM itu kini semakin terasing
dari kegiatan Muhammadiyah ketika gerakan ini tumbuh besar.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa pokok pikiran KH. Ahmad Dahlan dibidang Pendidikan ?
2. Apa pokok pikiran KH. Ahmad Dahlan dibidang Dakwah ?
3. Apa pokok pikiran KH. Ahmad Dahlan dibidang Politik ?
4. Apa pokok pikiran KH. Ahmad Dahlan dibidang Ekonomi ?

1.3 TUJUAN MAKALAH


1. Untuk mengetahui pokok pikiran KH. Ahmad Dahlan dibidang Pendidikan
2. Untuk mengetahui pokok pikiran KH. Ahmad Dahlan dibidang Dakwah
3. Untuk mengetahui pokok pikiran KH. Ahmad Dahlan dibidang Politik
4. Untuk mengetahui pokok pikiran KH. Ahmad Dahlan dibidang Ekonomi

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DIBIDANG POLITIK

Sebelum Muhammadiyah berdiri, Kiai Ahmad Dahlan telah melakukan berbagai kegiatan
keagamaan dan dakwah. Tahun 1906, Kiai diangkat sebagai khatib Masjid Besar Yogyakarta
dengan gelar Ketib Amin oleh Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat dalam usianya yang
relatif muda sekitar 28 tahun, ketika ayahanda Kyai mulai uzur dari jabatan serupa. Satu tahun
kemudian (1907) Kiai memelopori Musyawarah Alim Ulama. Dalam rapat pertama beliau
menyampaikan arah kiblat Masjid Besar kurang tepat.

Tahun 1922 Kiai membentuk Badan Musyawarah Ulama. Tujuan badan itu ialah
mempersatukan ulama di seluruh Hindia Belanda dan merumuskan berbagai kaidah hukum
Islam sebagai pedoman pengamalan Islam khususnya bagi warga Muhammadiyah. Badan
Musyawarah ini diketuai RH Moehammad Kamaludiningrat, penghulu Kraton. Meskipun
pernah berbeda pendapat, Moehammad Kamaludiningrat ini yang mendorong para pimpinan
Muhammadiyah kemudian membentuk Majelis Tarjih (1927). Majelis ini diketuai Kiai Mas
Mansur. Dengan tujuan dakwah agar manusia berfikir dan tertarik pada kebagusan Islam
melalui pembuktian jalan kepandaian dan ilmu.

Tahun 1909, Kiai Ahmad Dahlan bergabung dengan Boedi Oetomo. Tujuannya selain
sebagai wadah semangat kebangsaan, juga untuk memperlancar aktivitas dakwah dan
pendidikan Islam yang dilakukannya. Ketika Muhammadiyah terbentuk, bahkan 7 orang
pengurusnya menyusul bergabung dengan Boedi Oetomo. Hubungan Muhammadiyah dengan
Boedi Oetomo sangat erat, sehingga Kongres Boedi Oetomo tahun 1917 diselenggarakan di
rumah Kiai Ahmad Dahlan.

Di sisi lain Dr. Soetomo pendiri Boedi Oetomo juga banyak terlibat dalam kegiatan-
kegiatan Muhammadiyah dan menjadi Penasehat (Adviseur Besar) Muhammadiyah. Dalam
Kongres Muhammadiyah ke-26 (Surabaya), Dr.Soetomo memberikan ceramah (khutbah)
dengan tema Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO). Khutbah ini yang mendorong lahirnya

3
PKO dengan rumah sakit dan panti asuhannya kemudian. Dr.Soetomo pun membantu
memperlancar pengesahan berdirinya Muhammadiyah, tiga tahun setelah berdirinya.

Untuk mengetahui informasi perkembangan pemikiran di Timur Tengah Ahmad Dahlan


menjalin hubungan intensif melalui Jami’at Khair dan masuk menjadi anggotanya pada tahun
1910. Ketika Syarikat Islam berdiri, Ahmad Dahlan pun ikut serta menjadi anggota.

Rupannya dengan masuknya Ahmad Dahlan pada semua organisasi tersebut di atas
dakwahnya semakin meluas dan mendapat respon positif dan di dukung oleh kalangan
modernis dan perkotaan. Dari sinilah Ahmad Dahlan mendapat masukan dari berbagai pihak,
yang akhirnya pada tanggal 18 November 1912 Ahmad Dahlan mendirikan wadah gerakan
bagi pikirannya yaitu “Muhammadiyah”

2.2 DIBIDANG PENDIDIKAN

Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui
pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya
sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-
dasar penetapan itu ialah sebagai berikut: “KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori
kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih
harus belajar dan berbuat; Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah
banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut
kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan
Islam;

Usahanya `memberi warna” pada Budi Utomo yang cenderung kejawen dan sekuler,
tidaklah sia-sia. Terbukti kemudian dengan munculnya usulan dari para muridnya untuk
mendirikan lembaga pendidikan sendiri, lengkap dengan organisasi pendukung.

Hal itu dimaksudkan untuk menghindari kelemahan pesantren yang biasanya ikut mati
jika kiainya meninggal. Maka pada 18 Nopember 1912 berdirilah sekolah Madrasah
Ibtidaiyah dan Madrasah Diniyah. Sekolah tersebut mengambil tempat di ruang tamu
rumahnya sendiri ukuran 2,5 x 6 M di Kauman.

4
Madrasah tersebut merupakan sekolah pertama yang dibangun dan dikelola oleh pribumi
secara mandiri yang dilengkapi dengan perlengkapan belajar mengajar modern seperti;
bangku, papan tulis, kursi (dingklik; kursi berkaki empat dari kayu dengan tempat duduk
panjang), dan sistem pengajaran secara klasikal.

Cara belajar seperti itu, merupakan cara pengajaran yang asing di kalangan masyarakat
santri, bahkan tidak jarang dikatakan sebagai sekolah kafir. Pernah dia kedatangan seorang
tamu guru ngaji dari Magelang yang mengejeknya dengan sebutan kiai kafir, dan kiai palsu
karena mengajar dengan menggunakan alat-alat sekolah milik orang kafir. Kepada guru
ngaji yang mengejeknya itu Dahlan sempat bertanya, “Maaf, Saudara, saya ingin bertanya
dulu. Saudara dari Magelang ke sini tadi berjalankah atau memakai kereta api?” “Pakai
kereta api, kiai,” jawab guru ngaji. “Kalau begitu, nanti Saudara pulang sebaiknya dengan
berjalan kaki saja,” ujar Dahlan. “Mengapa?” tanya sang tamu keheranan. “Kalau saudara
naik kereta api, bukankah itu perkakasnya orang kafir?” kata Dahlan telak.

Di sinilah Ahmad Dahlan menerapkan Al Qur’an surah 96 ayat 1 yang memberi


penekanan arti pentingnya membaca, diterjemahkan dengan mendirikan lembaga-lembaga
pendidikan. Ahmad Dahlan berfikir dengan pendidikan buta huruf diberantas. Apabila umat
Islam tidak lagi buta huruf, maka mereka akan mudah menerima informasi lewat tulisan
mengenai agamanya.

2.3 DIBIDANG DAKWAH

Untuk membangun upaya dakwah, K.H. Ahmad Dahlan gigih membina angkatan muda
untuk bersama-sama melaksanakan upaya dakwah yang sistematis dan kolektif. Strategi
yang dipilihnya untuk mempercepat dan memperluas gagasannya tentang gerakan dakwah
Muhammadiyah ialah dengan mendidik para calon pamongpraja (calon pejabat) yang belajar
di OSVIA Magelang dan para calon guru yang belajar di Kweekschool Jetis Yogyakarta.
Karna ia sendiri diizinkan oleh pemerintah kolonialuntuk mengajarkan agama Islam di
kedua sekolah tersebut.

Dia juga mendidik para calon pamongpraja diharapkan segera memperluas gagasan
pembaharuannya. Karna mereka akan menjadi orang yang mempunyai pengaruh luas di
tengah masyarakat. Dia juga mendidik para calon guru untuk mempercepat proses

5
transformasi ide tentang gerakan dakwahnya, karna mereka mempunyai murid yang banyak.
Oleh karna itu, Dahlan juga mendirikan sekolah guru yang kemudian dikenal dengan
Madrasah Mu’allimin (Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah Mu’allimat
(Kweekschool Putri Muhammadiyah).

Gagasan pembaharuan disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh


ke berbagai kota. Di dalam kota Yogyakarta, Ahmad Dahlan menganjurkan pada Jemaah
dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan islam.

Oktober 1922, Ahmad Dahlan memimpin delegasi Muhammadiyah dalam kongres Al-
Islam di Cirebon. Kongres ini diselenggarakan oleh Sarikat Islam (SI) guna mencari aksi
baru untuk konsolidasi persatuan umat islam. Dalam kongres tersebut, Muhammadiyah dan
Al-Irsyad, dikabarkan terlibat perdebatan yang tajam dengan kaum Islam ortodoks dari
Surabaya dan Kudus. Muhammadiyah dipersalahkan menyerang aliran yang telah mapan
dan dianggap membangun mazhab baru di luar mazhab empat yang telah ada.

Menanggapi hal tersebut, Ahmad Dahlan menjawabnya dengan argumentasi.


“Muhammadiyah berusaha bercita-cita mengangkat agama islam dari keadaan terbelakang.
Banyak penganut islam dan menjunjung tinggi tafsir para ulama dari pada Quran danHadis.
Harus mempelajari langsung dari sumbernya, dan tidak hanya melalui kitab-kitab tafsir.”

2.4 DIBIDANG EKONOMI

Jiwa ekonomi terlihat dari profil kehidupan KH. Ahmad Dahlan yang bekerja sebagai
pedagang batik (bussinessman) di samping kegiatan sehari-harinya sebagai guru mengaji
dan khatib. KH. Ahmad Dahlan sering melakukan perjalanan ke berbagai kota untuk
berdagang. Dalam perjalanan bisnisnya, KH. Ahmad Dahlan selalu membawa misi dakwah
Islamiyah.

Kepada para aktivis organisasi dan para pendukung gerakannya, KH. Ahmad Dahlan
berwanti-wanti: “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, dan jangan hidup dari Muhammadiyah”.
Himbauan ini menimbulkan konsekuensi tertentu. Menurut Dawam Raharjo mengatakan,
konsekuensi yang lain adalah bahwa untuk memperjuangkan kepentingan ekonominya,
mereka harus memajukan usahanya agar bisa membayar zakat, shadaqah, infaq atau
memberi wakaf, warga Muhammadiyah harus menengok ke organisasi lain. Pada waktu itu,

6
yang bergerak di bidang sosial-ekonomi adalah Sarekat Dagang Islam (SDI), kemudian
bernama Sarekat Islam (SI) itu. Itulah sebabnya warga Muhammadiyah sering berganda
keanggotaan, Muhammadiyah dan Sarekat Islam.

Pada tahun 1921, Muhammadiyah memprogramkan perbaikan ekonomi rakyat, salah


satunya adalah dengan membentuk komisi penyaluran tenaga kerja pada tahun 1930. Pada
perkembangan selanjutnya, tahun 1959 mulai dibentuk jama’ah Muhammadiyah di setiap
cabang dan terbentuknya dana dakwah. Program-program ekonomi yang dirancang ternyata
menjadi dorongan untuk terbentuknya Majelis Ekonomi Muhammadiyah.

Namun, sebagaimana diungkap Mu’arif (2005:223), dalam persoalan ekonomi ini,


Persyarikatan Muhammadiyah mengalami posisi dilematis. Di satu sisi, visi ekonomi ketika
hendak membangun perekonomian yang tangguh haruslah didasarkan pada profesionalisme.
Adapun untuk mengantarkannya pada profesionalisme itu biasanya menggunakan cara yang
mengarah pada dunia bisnis kapitalis. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan visi
kerakyatan yang pada awal berdirinya persyari-katan menjadi agenda utama.

7
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Pokok-pokok pandangan KH Ahmad Dahlan yang dinilai mempunyai pengaruh besar


terhadap dinamika gerakan pembaharuan di dunia Islam, ialah:
1. Satu–satunya kunci untuk memahami Islam adalah al Quran dan Sunnah Rasul.
2. Ijtihad sebagai upaya memahami Islam dari sumber primer (al Quran dan sunnah)
merupakan proses tidak pernah selesai.
3. Ummat Islam tidak harus dipimpin oleh hanya seorang khalifah.
4. Usaha yang dilakukan oleh manusia dengan mempergunakan kemampuan akal dan
kecerdasan berpikirnya semata–mata untuk menemukan dan mencapai kebenaran
mutlak, adalah suatu usaha yang mustahil.

8
DAFTAR PUSTAKA

Febriyanto, nur.2017.Perjuangan Politik K.H. Ahmad Dahlan Dalam Muhammadiyah Di


Yogyakarta 1912-1923 [ringkasan skripsi] Yogyakarta : Universitas Negri Yogyakarta

https://www.google.com/amp/s/supardisaminja.wordpress.com/2012/11/09/pokok-pokok-
pemikiran-kh-ahmad-dahlan/amp/ [diakses pada tanggal 29 september 2019]

https://www.google.com/amp/s/myrepro.wordpress.com/2015/11/14/pokok-pokok-pikiran-
ahmad-dahlan-terhadap-pendidikan-islam/amp/ [diakses pada tanggal 29 september 2019]

Anda mungkin juga menyukai