MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Studi Islam 2
yang dibina oleh Bapak Wage, M.Pd.
Oleh:
Diah Arum Ristanti (1201040002)
Santiatun (1201040020)
Arief Panggih Rahayu (1201040022)
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan Penulisan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Kehidupan dan Kepribadian 3
B. Kepeloporan dan Amal Pembaruan 5
D. Pendekatan Kultural 9
BAB III PENUTUP 12
A. Kesimpulan 12
B. Saran 12
DAFTAR PUSTAKA 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Muhammadiyah yang didirikan pada tanggal 18 November 1912 oleh Kyai Haji Ahmad
Dahlan memberikan arti yang sangat luar biasa bagi kaum muslim di Indonesia. Ahmad Dahlan
memberikan sumbangsih yang sangat besar karena dengan pemikiran beliau yang sangat modere
n menjajadikan umat muslim masa itu memiliki pengetahuan baru yan bebas dari fanatisme dan t
radisionalisme. Banyak pertentangan dalam usaha beliau dalam memperjuangkan pemikiran cerd
as beliau untuk mengajak kaum muslimin kembali kejalan Allah sesuai dengan Al Quran. Pemiki
ran beliau saat itu sangat berbeda dengan para Kiyai masa itu. Ahmad Dahlan mendirikan sekola
h dengan menggunakan kursi dan papan tulis untuk memberikan pelajaran kepada muridnya, hal
ini merupakan penerapan metde belajar ala Barat.
Pemikiran Ahmad Dahlan tentang paham agama merupakan hal yang sangat mendasar dan menj
adi ciri gerakan pembaharu beliau. Awal pembaharuan beliau yakni menentukan arah kiblat yang
semula hanya berpatokan pada arah barat, beliau memberikan pengetahuan arah kiblat yang tepa
t sesuai dengan kordinat kabah. Selain itu beliau mengupas tuntas tentang penafsiaran Al Quran
dan menjadi dasar segala sesuatu, karena saat itu belum ada yang menjadikan Al Quran sebagai d
asar perilaku masyarakat. Dalam mempelajari Al Quran tidak hanya dibaca dalam bahasa Arab,
namun beliau lebih pada orientasi pada penghayatan dan pengamalan. Bagaimana menafsirkan A
l Quran, apa maksudnya, apakah larangan, apakah perintah, apakah perintah ini diwajibkan dan a
pakah sudah dikerjakan?. Hal tersebut yang menjadikan Ahmad Dahlan memiliki semangat untu
k mempebaharui Islam yang ada di Indonesia.
B. Tujuan
Tujauan penyusunan makalah ini yaitu:
1. Memberikan wawasan tentang pendiri Muhammadiyah.
2. Memaparkan tentang kehidupan Ahmad Dahlan.
3. Peran Ahmad Dahlan dalam perkembangan islam.
4. Amal usaha Muhammadiyah yang ada pada awal pendirian Muhammadiyah.
5. Memberi pengetahuan kepada pembaca tentang pendekatan kultural yang dilakukan oleh Ahmad
Dahlan.
BAB II
PEMBAHASAN
Langkah pembaruan yang dipeloporinya dimulai ketika muda, sekitar 20 atau 21 tahun setela
h pulang dari Makkah. Ahmad Dahlan pergi menunaikan ibadah haji yang pertama yakni tahun 1
889, beberapa bulan setelah menikah dengan nyi Walidah. Waktu itu perjalanan haji lewat kapal
laut menempuh perjalanan sekitar dua bulan dan tiba di Mekkah pada bulan Rajab, sehingga ada
waktu tiga bulan sampai Dzulhijah untuk memanfaatkan waktu di Tanah Suci. Usai berhaji Ahm
ad Dahlan kembali ke Tanah Air pada bulan Safar. Kembali dari Mekkah membawa inspirasi bar
u bagi Ahmad Dahlan dalam pemahaman keagamaan sekaligus menanamkan benih pergerakan.
Pengetahuan dan wawasan keislamannya bertambah dan diajarkan kepada murid-
murid ayahnya karena Ahmad Dahlan sering diberi tuga ayahnya K.H. Abu Bakar untuk mengaj
ar. Tahun 1903 Ahmad Dahlan pergi haji yang kedua, bersama putranya yang masih berumur 6 t
ahun (Siradj Dahlan), waktu cukup lama sambil bermukim selama 18 bulan di Mekkah. Perjalan
an haji kedua merupakan momentum paling menentukan dalam sejarah hidup Ahmad Dahlan, ka
rena sejak itu ia memiliki pemikiran-
pemikiran tajdid hasil perenungan dan sekaligus persentuhan dengan pemikiran-
pemikiran yang mekar di Timur Tengah pada saat itu.
Ahmad Dahlan sepulang dari haji yang pertama tahun 1889, memulai hidup berumah tangga
dengan berdagang yang diberi modal oleh ayahnya, selain aktif mengajar mengaji. Pada tahun 18
90 ibunya meninggal, menyusul pada tahun 1986 ayahnya meninggal. Karena ayahnya, K.H. Ab
u Bakar adalah khatib amin kraton dan penghulu masjid besar Yogyakarta, maka masyarakat Yo
gyakarta dan keluarga termasuk Ahmad Dahlan benar-
benar kehilangan tokoh panutan. Tanggung jawab Dahlan semakin bertambah, sebab sepeninggal
ayahnya, jabatan khatib amin diserahkan oleh pihak kraton kepada Ahmad Dahlan selaku peneru
snya.
Menjadi khatib amin bagi Ahmad Dahlan semakin mengukuhkan sosoknya sebagai ulama ata
u kyai yang memperoleh legitimasi kraton sebagai simbol kekuasaan yang kuat dalam masyaraka
t Yogyakarta. Maka menjadi lengkap, ulama muda yang pernah bermukim dan naik haji di Mekk
ah al-
Mukarramah, sebagai guru mengaji dan membawa risalah agama yang mencerdaskan generasi m
uda dan masyarakat keumatan, dan diakui oleh sistem kekuasaan dan masyarakat tradisional sete
mpat, sehingga memperoleh posisi dan peran sosio-
keagamaan yang kuat dalam legimitasi sosiologis yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat in
donesia.
DI
S
U
OLEH
HUSAINI (511201716)
Dosen Pembimbing
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perkembangan Pemikiran Modern Dalam Islam II
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan
Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya
yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya
dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat
kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Husaini
Nim. 511202716
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang
Bab II Pembahasan
1. Faktor Subyektif
2. Faktor Obyektif
3. Faktor Obyektif Yang Bersifat Internal
4. Faktor Obyektif Yang Bersifat Ekternal
5. Tujuan Berdirinya Muhammadiyah
C. Pola Pemikiran KH. Ahmad Dahlan
1. Pemikiran Pendidikan Islam KH. Ahmad Dahlan
D. Tokoh-tokoh Muhammadiyah
Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB I
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang
K.H. Ahmad Dahlan dilahirkan tanggal 1 Agustus 1868 di Kauman Yogyakarta dan wafat tanggal 23
Februari 1923. Nama kecilnya adalah Muhammad Darwis. Ayahnya bernama KH. Abu Bakar (seorang
ulama dan Khatib terkemuka di Mesjid Besar Kesultanan Yogyakarta) dan ibunya Siti Aminah (puteri dari
H. Ibrahim yang menjabat sebagai penghulu kesultanan juga). Ia merupakan anak ke-empat dari tujuh
bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya.
Muhammadiyah merupakan organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia setelah NU. Pendidikan
telah menjadi “trade-merk” gerakan Muhammadiyah, besarnya jumlah lembaga pendidikan merupakan
bukti konkrit peran penting Muhammadiyah dalam proses pemberdayaan umat Islam dan pencerdasan
bangsa. Dalam konteks ini Muhammadiyah tidak hanya berhasil mengentaskan bangsa Indonesia dan
umat islam dari kebodohan dan penindasan, tetapi juga menawarkan suatu model pembaharuan sistem
pendidikan “modern” yang telah terjaga identitas dan kelangsungannya.
Diskusi tentang pendidikan Muhammadiyah sebagai salah satu pembaharuan pendidikan islam di
Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pemikiran para pendirinya. Salah satu tokoh pendidikan
Muhammadiyah yang paling menonjol adalah K.H. Ahmad Dahlan. Oleh karenanya penulis akan
membahas makalah yang berjudul “Tokoh Pendidikan Islam K.H Ahmad Dahlan”.
BAB II
PEMBAHASAN
Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868, Nama kecil KH. Ahmad Dahlan adalah
Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhan
saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya.
Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad
Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad
Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888,
ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap
selama dua tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari
pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,
Yogyakarta.
Pada tahun 1909 Kiai Dahlan masuk Boedi Oetomo - organisasi yang melahirkan banyak tokoh-tokoh
nasionalis. Di sana beliau memberikan pelajaran-pelajaran untuk memenuhi keperluan anggota.
Pelajaran yang diberikannya terasa sangat berguna bagi anggota Boedi Oetomo sehingga para anggota
Boedi Oetomo ini menyarankan agar Kiai Dahlan membuka sekolah sendiri yang diatur dengan rapi dan
didukung oleh organisasi yang bersifat permanen. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari nasib
seperti pesantren tradisional yang terpaksa tutup bila kiai pemimpinnya meninggal dunia.[1]
Saran itu kemudian ditindaklanjuti Kiai Dahlan dengan mendirikan sebuah organisasi yang diberi
nama Muhammadiyah pada 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330). Organisasi ini bergerak di bidang
kemasyarakatan dan pendidikan. Melalui organisasi inilah beliau berusaha memajukan pendidikan dan
membangun masyarakat Islam.
1. Faktor Subyektif
Faktor Subyektif yang sangat kuat, bahkan dikatakan sbagai faktor utama dan faktor penentu yang
mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman KH Ahmad. Dahlan terhadap Al Qur'an
dalam menelaah, membahas dan meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Sikap KH. Ahmad Dahlan
seperti ini sesungguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah sebagaimana yang tersimpul dalam
dalam surat An-Nisa ayat 82 dan surat MUhammad ayat 24 yaitu melakukan taddabur atau
memperhatikan dan mencermati dengan penuh ketelitian terhadap apa yang tersirat dalam ayat.
Sikap seperti ini pulalah yang dilakukan KHA. Dahlan ketika menatap surat Ali Imran ayat 104:
"Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung ".
Memahami seruan diatas, KH. Ahmad Dahlan tergerak hatinya untuk membangan sebuah
perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad pada
melaksanakan misi dakwah Islam amar Makruf Nahi Munkar di tengah masyarakat kita.
2. Faktor Obyektif
Ada beberapa sebab yang bersifat objektif yang melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah, yang
sebagian dapat dikelompokkan dalam faktor internal, yaitu faktor-faktor penyebab yang muncul di
tengah-tengah kehidupan masyarakat Islam Indonesia, dan sebagiannya dapat dimasukkan ke dalam
faktor eksternal, yaitu faktor-faktor penyebab yang ada di luar tubuh masyarakat Islam Indonesia.
b. Lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan generasi yang siap
mengemban misi selaku ”Khalifah Allah di atas bumi”.
Tujuan dari berdirinya organisasi ini ialah mengadakan dakwah Islam, memajukan pendidikan dan
pengajaran, menghidupkan sifat tolong-menolong, mendirikan tempat ibadah dan wakaf, mendidik dan
mengasuh anak-anak agar menjadi umat Islam yang berarti, berusaha ke arah perbaikan penghidupan
dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam, serta berusaha dengan segala kebijaksanaan supaya
kehendak dan peraturan islam berlaku dalam masyarakat. Rumusan tujuan ini sesuai dengan apa yang
tertulis dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah Desenber 1950.
Setelah organisasi ini berdiri, sekolah yang didirikan semakin banyak, karena pendirian sekolah dan
madrasah menjadi prioritas dalam setiap gerakan Muhammadiyah. Oleh karena itu, di mana ada cabang
perkumpulan organisasi ini dipastikan terdapat sekolah atau Madrasah Muhammadiyah. Hal ini
dimungkinkan karena kalangan pendukung Muhammadiyah kebanyakan berasal dari kaum pedagang
dan pegawai di wilayah perkotaan sehingga mudah untuk dikoordinasikan.[2]
Hampir seluruh pemikiran K.H. Ahmad Dahlan berangkat dari keprihatinannya terhadap situasi dan
kondisi global umat Islam waktu itu yang tenggelam dalam kejumudan (stagnasi), kebodohan, serta
keterbelakangan. Kondisi ini semakin diperparah dengan politik kolonial belanda yang sangat merugikan
bangsa Indonesia.
Pemikiran atau ide-ide K.H. Ahmad Dahlan tertuang dalam gerakan Muhammadiyah yang ia dirikan
pada tanggal 18 Nopember 1912. Organisasi ini mempunyai karekter sebagai gerakan sosial keagamaan.
Titik tekan perjuangannya mula-mula adalah pemurnian ajaran Islam dan bidang pendidikan.
Muhammadiyah mempunyai pengaruh yang berakar dalam upaya pemberantasan bid’ah, khurafat dan
tahayul. Ide pembaruannya menyetuh aqidah dan syariat, misalnya tentang uapcara kematian talqin,
upacara perkawinan, kehamilan, sunatan, menziarahi kuburan yang dikeramatkan, memberikan
makanan sesajen kepada pohon-pohon besar, jembatan, rumah angker dan sebagainya, yang secara
terminologi agama tidak dikenal dalam Islam.
Menurut K.H. Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola berpikir
yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan. Memang, Muhammadiyah
sejak tahun 1912 telah menggarap dunia pendidikan, namun perumusan mengenai tujuan pendidikan
yang spesifik baru disusun pada 1936. Pada mulanya tujuan pendidikan ini tampak dari ucapan K.H.
Ahmad Dahlan: “ Dadiji kjai sing kemajorean, adja kesel anggonu njambut gawe kanggo
Muhammadiyah”( Jadilah manusia yang maju, jangan pernah lelah dalam bekerja untuk
Muhammadiyah)[3]
Bahkan hal tersebut sangat bertentangan dengan Islam, sebab dapat mendorong timbulnya
kepercayaan syirik dan merusak aqidah Islam. Inti gerakan pemurnian ajaran Islam seperti
pendahulunya, Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahab cukup bergema. K.H. Ahmad Dahlan
dan pengikutnya teguh pendirian dalam upaya menegakkan ajaran Islam yang murni sesuai al-Qur’an
dan Hadis, mengagungkan ijtihad intelektual bila sumber-sumber hukum yang lebih tinggi tidak bisa
digunakan, termasuk juga menghilangkan taklid dalam praktik fiqih dan menegakkan amal ma’ruf nahi
munkar.
Dahlan merasa tidak puas dengan system dan praktik pendidikan yang ada di Indonesia saat itu,
dibuktikan dengan pandangannya mengenai tujuan pendidikan adalah untuk menciptakan manusia yang
baik budi, luas pandangan, dan bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat. Karena itu Dahlan
merentaskan beberapa pandangannya mengenai pendidikan dalam bentuk pendidikan model
Muhammadiyah khususnya, antara lain:
a. Pendidikan Integralistik
K.H Ahmad Dahlan (1868-1923) adalah tipe man of action sehingga sudah pada tempatnya apabila
mewariskan cukup banyak amal usaha bukan tulisan. Oleh sebab itu untuk menelusuri bagaimana
orientasi filosofis pendidikan Beliau musti lebih banyak merujuk pada bagaimana beliau membangun
sistem pendidikan. Namun naskah pidato terakhir beliau yang berjudul Tali Pengikat Hidup menarik
untuk dicermati karena menunjukkan secara eksplisit konsen Beliau terhadap pencerahan akal suci
melalui filsafat dan logika. Sedikitnya ada tiga kalimat kunci yang menggambarkan tingginya minat
Beliau dalam pencerahan akal, yaitu:
1. Pengetahuan tertinggi adalah pengetahuan tentang kesatuan hidup yang dapat dicapai dengan
sikap kritis dan terbuka dengan mempergunakan akal sehat dan istiqomah terhadap kebenaran akali
dengan di dasari hati yang suci;
3. Ilmu mantiq atau logika adalah pendidikan tertinggi bagi akal manusia yang hanya akan dicapai
hanya jika manusia menyerah kepada petunjuk Allah swt. Pribadi K.H. Ahmad Dahlan adalah pencari
kebenaran hakiki yang menangkap apa yang tersirat dalam tafsir Al-Manaar sehingga meskipun tidak
punya latar belakang pendidikan Barat tapi ia membuka lebar-lebar gerbang rasionalitas melalui ajaran
Islam sendiri, menyerukan ijtihad dan menolak taqlid.
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan Islam, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah
Muallimin dan Muallimat, Muballighin dan Muballighat. Dengan demikian diharpakan lahirlah kader-
kader Muslim sebagai bagian inti program pembaharuannya yang bisa menjadi ujung tombak gerakan
Muhammadiyah dan membantu menyampaikan misi-misi dan melanjutkannya di masa depan. K.H.
Ahmad Dahlan juga bekerja keras meningkatkan moral dan posisi kaum perempuan dalam kerangka
Islam sebagai instrument yang efektif dan bermanfaat di dalam organisasinya karena perempuan
merupakan unsur penting berkat bantuan istri dan koleganya sehingga terbentuklah Aisyiah . di tempat-
tempat tertentu, dibukalah masjid-masjid khusus bagi kaum perempuan, seseuatu yang jarang
ditemukan di Negara-negara Islam lain bahkan hingga saat ini. K.H. Ahmad Dahlan juga membentuk
gerakan pramuka Muhammadiyah yang diberi nama Hizbul Watan.[4]
D. Toko-tokoh Muhammadiyah
2. KH. Ibrahim
4. Ki Bagus Hadikusuma
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, pemakalah dapat menyimpulkan bahwasanya K.H. Ahmad Dahlan
adalah merupakan tokoh pendidikan yang sangat besar jasanya bagi dunia pendidikan di Indonesia ini.
Kyai Haji Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis) lahir di Kauman, Yogyakarta, 1 Agustus 1868,
Sebelum mendirikan organisasi Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan mempelajari perubahan-
perubahan yang terjadi di Mesir, Arab, dan India, untuk kemudian berusaha menerapkannya di
Indonesia. Ahmad Dahlan juga sering mengadakan pengajian agama di langgar atau mushola. Pada
tahun 1912 beliau mendirikan Muhammadiyah yang semata-mata bertujuan untuk mengadakan dakwah
Islam, memajukan pendidikan dan pengajaran, menghidupkan sifat tolong-menolong, mendirikan
tempat ibadah dan wakaf, mendidik dan mengasuh anak-anak agar menjadi umat Islam yang berarti,
berusaha ke arah perbaikan penghidupan dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam
Ide-ide yang di kemukakan K.H.Ahmad Dahlan telah membawa pembaruan dalam bidang
pembentukan lembaga pendidikan Islam yang semula bersistem pesantren menjadi sistem klasikal,
dimana dalam pendidikan klasikal tersebut dimasukkan pelajaran umum kedalam pendidikan madrasah.
Meskipun demikian, K.H. Ahmad Dahlan tetap mendahulukan pendidikan moral atau ahlak, pendidikan
individu dan pendidikan kemasyarakatan.
Daftar Pustaka
Junus salam, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, (Tangerang: Al-Wasat Publising House, 2009),
hal.56.
http://asbarsalim009.blogspot.com/2014/02/latar-belakang-berdirinya-muhammadiyah.html
Soedja, Muhammad, 1993. Cerita tentang kyiai haji Ahmad Dahlan, Jakarta: Rhineka Cipta
Amir Hamzah Wirjosukarto, 1985, Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran Islam, Jember: Mutiara
Offset
Ramayulis dan Samsul Nizar, 2009, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia[1] Junus
salam, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, (Tangerang: Al-Wasat Publising House, 2009), hal.56.
[3] http://asbarsalim009.blogspot.com/2014/02/latar-belakang-berdirinya-muhammadiyah.html
[4] Soedja, Muhammad, 1993. Cerita tentang kyiai haji Ahmad Dahlan, Jakarta: Rhineka Cipta
DAFTAR PUSTAKA
PEMBAHARUAN PENDIDIKAN
DALAM PEMIKIRAN K.H. AHMAD DAHLAN
I. LATAR BELAKANG KEHIDUPAN DAN PEMIKIRAN K.H. AHMAD
DAHLAN
Secara tradisional, seseorang akan dipengaruhi faktor geografis yang menunjukkan bahwa latar
belakang sosial berpengaruh terhadap proses pendewasaannya. Kampung Kauman sebagai
termpat kelahiran Darwis terkenal sebagai daerah lingkungan santri. Dahlan dibesarkan dalam
lingkungan masyarakat Kauman, dan oleh karena itu ia sangat dipengaruhi oleh tradisi sosial
daerah tersebut. Pengaruh itu nampak dari kebiasaan-kebiasaannya yang ulet dalam
memperdalam pengetahuan keagamaan. Darwis sejak kecil tidak dididik pada lembaga
pendidikan formal yang diselenggarakan oleh pemerintah Hindia Belanda, karena barang siapa
yang memasukkan anaknya ke sekolah tersebut akan dianggap sebagai orang kafir, karena telah
memasuki pola kehidupan kafir Belanda. Sebagai alternatif, ia dididik melalui cara pengajian,
kemudian oleh ayahnya ia dikirim untuk belajar pada beberapa guru mengaji yang lain. Pada
masa itu (abad 19) menurut Steer Brink ada 5 kategori guru: guru ngaji qur’an, guru kitab, guru
tarekat, guru ilmu ghaib, dan guru yang tidak menetap di suatu tempat.
Adapun kitab yang dipelajari oleh Darwis adalah kitab-kitab yang berkaitan dengan ilmu fiqh,
ilmu nawu, ilmu falaq, qira’ah dan ilmu hadits, sehingga ia dianggap menguasai dasar-dasar
pemikiran keilmuan yang sesuai dengan sistem pengetahuan. Pada tahun 1890 ia dikirim
ayahnya ke Mekkah untuk memperdalam pengetahuannya tentang Islam.
Ahmad Dahlan diakui sebagai salah seorang tokoh pembaharuan dan pergerakan Islam di
indonesia, antara lain karena ia berperan dalam mengembangkan pendidikan Islam dengan
pendekatan-pendekatan yang lebih modern, dan banyaknya pengalaman keislaman masyarakat
yang menurutnya tidak sesuai dengan ajaran al-Qur’an dan al-Hadits.
Sebelum mendirikan Muhammadiyah, beliau telah berjuang dalam perkumpulan Jam’iyyah al-
Khair, Budi Utomo dan Syarekat Islam. Ia termasuk salah seorang ulama yang mula-mula
mengajar agama Islam di sekoah negeri, seperti sekolah guru (Kweekschool) di Jetis Yogyakarta
dan Mosvia di Magelang.
Puncak dari kegiatan dan perjuangan beliau ialah dengan mendirikan Muhammadiyah. Ketika
Muhammadiyah didirikan untuk pertama kalinya, sesungguhnya di Yogyakarta telah berdiri
perkumpulan-perkumpulan atau pengajian yang bermacam-macam, seperti: Ikhwanul Muslimin,
Priyo Utomo, Taqwimuddin, Syarikat Muhtadi, Walfajri, dan sebagainya.
Atas ide yang diberikan K.H.Ahmad Dahlan, maka akhirnya perkumpulan-perkumpulan diatas
banyak yang meleburkan dirinya ke dalam Muhammadiyyah sebagai ranting-rantingnya,
demikian juga perkumpulan-perkumpulan agama di luar Jawa tidak ketinggalan untuk ikut
bergabung.
Adapun tujuan beliau mendirikan organisasi ini adalah untuk membebaskan umat Islam dari
kebekuan dalam segala bidang kehidupannya, dan praktek-praktek agama yang menyimpang dari
kemurnian ajaran Islam.
II. GAGASAN PEMBAHARUAN DAN PERJUANGAN DAHLAN
Pada tahun 1890 ayah Dahlan meninggal dunia, kemudian oleh Sultan Hamengkubuwono VII
Dahlan diangkat sebagai pengganti kedudukan ayahnya menjadi khatib di masjid agung Kauman
Yogyakarta. Setelah ia duduk sebagai abdi dalem, oleh para teman seprofesi dan para kyai
Dahlan diberi gelar Ketib Amin, artinya ketib yang dapat dipercaya.
Gelar tersebut mencerminkan suatu proses pendidikan dirinya dengan dorongan apa yang
disebutkan David C.MC.Clelland. Need for achievement, yaitu cara berpikir tertentu yang
kurang lebih sangat jarang dijumpai, akan tetapi apabila ada pada diri seseorang, cenderung
menyebabkan orang itu bertingkah laku giat. Hal ini berdampak pada penyebaran gagasan-
gagasannya, meskipun gagasan tersebut tidak cocok dengan pemikiran keagamaan yang hidup di
daerah Yogyakarta.
Gagasan Dahlan yang berbeda dengan pemikiran masyarakat zamannya mempunyai landasan
pemikiran yang prinsipil dipandang dari sudut filsafat ilmu.
III. PEMIKIRAN PENDIDIKAN K.H.AHMAD DAHLAN
K.H. Ahmad Dahlan adalah tokoh yang tidak banyak meninggalkan tulisan. Beliau lebih
menampilkan sosoknya sebagai manusia amal atau praktisi daripada filosof yang banyak
melahirkan pemikiran dan gagasan-gagasan tetapi sedikit amal.Sekalipun demikian tidak berarti
bahwa K.H.Ahmad Dahlan tidak memiliki gagasan. Amal usaha Muhammadiyyah merupakan
refleksi dan manifestasi pemikiran beliau dalam bidang pendidikan dan keagamaan. Istilah
pendidikan disini dipergunakan dalam konteks yang luas tidak hanya terbatas pada sekolah
formal tetapi mencakup semua usaha yang dilaksanakan secara sistematis untuk
mentransformasikan ilmu pengetahuan, nilai dan keterampilan dari generasi terdahulu kepada
generasi muda. Dalam konteks ini termasuk dalam pengertian pendidikan adalah kegiatan
pengajian, tablig, dan sejenisnya.
1. Tujuan Pendidikan
K.H. Ahmad Dahlan tidak secara khusus menyebutkan tujuan pendidikan. Tetapi dari
pernyataannya yang disampaikannya dalam berbagai kesempatan, tujuan pendidikan K.H.
Ahmad Dahlan adalah “Dadijo Kijahi sing kemadjoean, adja kesel anggonmu njamboet gawe
kanggo moehammadijah”.
Dalam pernyataan sederhana tersebut, terdapat beberapa hal penting yaitu Kijahi, kemadjoean,
dan njamboet gawe kanggo moehammadijah.
Istilah Kiai merupakan sosok yang sangat menguasai ilmu agama. Dalam masyarakat Jawa,
seorang kiai adalah figur yang sholeh, berakhlak mulia, dan menguasai ilmu agama secara
mendalam.
Istilah Kemajuan secara khusus menunjuk kepada kemodernan sebagai lawan dari kekolotan dan
konservatisme. Pada masa K.H.Ahmad Dahlan, kemajuan sering diidentikkan dengan
penguasaan ilmu-ilmu umum atau intelektualitas dan kemajuan secara material. Sedangkan kata
njamboet gawe kanggo moehammaddijah merupakan manifestasi dari keteguhan dan komitmen
untuk membantu dan mencurahkan pikiran dan tenaga untuk kemajuan umat Islam pada
khususnya, dan kemajuan masyarakat pada umumnya.
Berdasarkan pemahaman tersebut, tujuan pendidikan menurut K.H Ahmad Dahlan adalah untuk
membentuk manusia yang :
a. Alim dalam ilmu agama.
b. Berpandangan luas, dengan memiliki pengetahuan umum.
c. Siap berjuang, mengabdi untuk Muhammadiyyah dalam menyantuni nilai-nilai keutamaan
dalam masyarakat.
Rumusan tujuan pendidikan tersebut merupakan “pembaharuan” dari tujuan pendidikan yang
saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah model
Belanda. Di satu sisi pendididkan pesantren hanya bertujuan untuk menciptakan individu yang
sholeh dan mendalami ilmu agama. Sebaliknya pendidikan model Belanda merupakan
pendidikan sekuler yang di dalamnya tdak diajarkan agama sama sekali. Pelajaran di sekolah ini
menggunakan huruf latin. Akibat dualisme pendidikan tersebut, lahirlah dua kutub intelegensia:
lulusan pesantren yang menguasai agama tetapi tidak menguasai ilmu umum, dan lulusan
sekolah Belanda yang menguasai ilmu umum tetapi tidak menguasai ilmu agama.
Melihat ketimpangan tersebut, beliau berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sempurna
adalah melahirkan individu yang utuh: menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan
spiritual, serta dunia dan akhirat. Baginya kedua hal tersebut merupakan hal yang tidak bisa
dipisahkan satu sama lain.
2. Materi Pendidikan
Berangkat dari tujuan pendidikan tersebut, K.H.Ahmad Dahlan berpendapat bahwa kurikulum
atau materi pendidikan hendaknya meliputi:
a. Pendidikan moral,akhlaq, yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik
berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah.
b. Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh,
yang berkeseimbangan antara perkembangan mental dan jasmani, antara keyakinan dan intelek,
antara perasaan dan akal pikiran serta antara dunia dan akhirat.
c. Pendidikan kemasyarakatan, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan
hidup bermasyarakat.
Meskipun demikian, K.H.Ahmad Dahlan belum memiliki konsep kurikulum dan materi
pelajaran yang baku. Muatan kurikulum pelajaran agama menurut K.H.Ahmad Dahlan bisa
dilihat dari materi pelajaran agama yang diajarkannya dalam pengajian-pengajian di madrasah
dan pondok Muhammadiyyah. K.R.H Hajid, salah seorang muridnya mengumpulkan ajaran
gurunya ke dalam sebuah buku berjudul “Ajaran K.H.A. Dahlan” dan 17 kelompok ayat-ayat al-
Qur’an yang merupakan catatan pribadinya selama mengikuti pelajaran agama.
Sejalan dengan ide pembaharuannya, K.H.Ahmad Dahlan adalah seorang pendidik yang sangat
menghargai dan menekankan pendidikan akal.Dia berpendapat bahwa akal merupakan sumber
pengetahuan. Tetapi seringkali akal tidak mendapatkan perhatian yang semestinya.Karena itulah
maka pendidikan harus memberikan siraman dan bimbingan yang sedemikian rupa sehingga akal
manusia dapat berkembang dengan baik. Untuk mengembangkan pendidikan akal, beliau
menganjurkan diberikannya pelajaran ilmu mantiq di lembaga-lembaga pendidikan.
3. Metode Mengajar
Di dalam menyampaikan pelajaran agama, K.H Ahmad Dahlan tidak menggunakan pendekatan
yang tekstual tetapi kontekstual.
Disamping menggunakan penafsiran yang kontekstual, beliau berpendapat bahwa pelajaran
agama tidak cukup hanya dihafalkan atau dipahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai
situasi dan kondisi. Gagasan Ahmad Dahlan tentang “Pembumian” ajaran al-Qur’an tersebut
antara lain tercermin dalam pengajaran surat Al-Ma’un yang dalam perkembangannya
melahirkan Majelis Pembinaan Kesejahteraan Umat (MPKU).
Untuk mewujudkan gagasan tersebut, K.H.Ahmad Dahlan melakukan dua langkah strategis yaitu
dengan mengajarkan pelajaran agama ekstrakurikuler di sekolah gubernemen.
Sistem penyelenggaraan dan kurikulum sekolah Muhammadiyyah yang didirikannya memiliki
dua perbedaan mendasar dengan sekolah dan lembaga pendidikan pada umumnya.
Dilihat dari segi kurikulum, sekolah tersebut mengajarkan tidak hanya ilmu umum tetapi juga
ilmu agama sekaligus. Hal ini merupakan terobosan baru mengingat pada saat itu lembaga
pendidikan umum (sekolah) hanya mengajarkan pelajaran umum dan sebaliknya, lembaga
pendidikan agama (pesantren) hanya mengajarkan pelajaran agama. Dengan kurikulum
tersebut,Ahmad Dahlan berusaha membentuk individu yang “utuh” dengan memberikan
pelajaran agama dan umum sekaligus.
Dilihat dari sistem penyelenggaraannya, sekolah tersebut meniru sistem persekolahan model
Belanda. Dalam mengajar beliau menggunakan kapur, papan tulis, meja, kursi, dan peralatan lain
sebagaimana lazimnya sekolah Belanda. Berkaitan dengan langkah tersebut, beliau berpendapat
bahwa untuk memajukan pendidikan diperlukan cara-cara sebagaimana yang digunakan dalam
sekolah yang maju. Meniru model penyelenggaraan sekolah tidak berarti mengabaikan ajaran
agama sebab penyelenggaraan sistem pendidikan merupakan wilayah muamalah yang harus
ditentukan dan dikembangkan sendiri.
.