Kelompok 5
Siti Nur Hasanah (180601083)
Radja Fulky Daulay (180601103)
Moh. Imam Hanafi (180601098)
Muhammad Fajar F. (180601165)
Fachril Audy ( 180601097 )
PROFIL K.H AHMAD DAHLAN
Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir
di Yogyakarta, 1 Agustus 1868
, Nama kecil K. H Ahmad Dahl
an adalah Muhammad Darwis
y. Ia merupakan anak keempa
t dari tujuh orang bersaudara
yang keseluruhan saudaranya
perempuan, kecuali adik bung
sunya. Pendiri Muhammadiya
h ini termasuk keturunan yang
kedua belas dari Maulana Mal
ik Ibrahim, salah seorang yan
g terkemuka di antara Walison
go, yaitu pelopor penyebaran
agama Islam di Jawa.
PROFIL K.H AHMAD DAHLAN
Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Meka Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walida
h selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahla h, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil,
yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seora
n mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pe
ng Pahlawan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perk
mbaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-
awinannya dengan Siti Walidah, K. H Ahmad Dahlan
Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pul mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Da
ang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti hlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zahara
nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, ia b h. Disamping itu K. H Ahmad Dahlan pernah pula men
ertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua t ikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah
menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH
ahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Sye
. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawin
h Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, K. H
annya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu)
Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muh
Cianjur yang bernama Dandanah. Ia pernah pula meni
ammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta. kah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.
PROFIL K.H AHMAD DAHLAN
Dengan maksud mengajar agama, pada tahun 1909 Kiai Dahlan masuk Boedi Oetomo
organisasi yang melahirkan banyak tokoh-tokoh nasionalis. Di sana beliau memberikan
pelajaran-pelajaran untuk memenuhi keperluan anggota. Pelajaran yang diberikannya terasa
sangat berguna bagi anggota Boedi Oetomo sehingga para anggota Boedi Oetomo ini
menyarankan agar Kyai Dahlan membuka sekolah sendiri yang diatur dengan rapi dan
didukung oleh organisasi yang bersifat permanen. Hal tersebut dimaksudkan untuk
menghindari nasib seperti pesantren tradisional yang terpaksa tutup bila Kyai pemimpinnya
meninggal dunia. Saran itu kemudian ditindaklanjuti Kyai Dahlan dengan mendirikan sebuah
organisasi yang diberi nama Muhammadiyah pada 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330).
Organisasi ini bergerak di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Melalui organisasi inilah
beliau berusaha memajukan pendidikan dan membangun masyarakat Islam.
Nama Kyai Haji Akhmad Dahlan pun semakin tersohor di dunia. Dalam kancah perjuangan kemerdekaan
Republik Indonesia, peranan dan sumbangan beliau sangatlah besar. Kyai Dahlan dengan segala ide-ide
pembaruan yang diajarkannya merupakan saham yang sangat besar bagi Kebangkitan Nasional di awal
abad ke-20.
PROFIL K.H AHMAD DAHLAN
Kyai Dahlan menimba berbagai bidang ilmu dari banyak kiai yakni K. H Muhammad Shaleh di bidang
ilmu fikih, dari K. H Muhsin di bidang ilmu Nahwu-Sharaf (tata bahasa), dari K. H Raden Dahlan di
bidang ilmu falak (astronomi), dari Kyai Mahfud dan Syekh K. H Ayyat di bidang ilmu hadis, dari Syekh
Amin dan Sayid Bakri Satock di bidang ilmu Al-Quran, serta dari Syekh Hasan di bidang ilmu
pengobatan dan racun binatang.
Pada usia 55 tahun, tepatnya pada tanggal 23 Februari 1923, Kyai Haji Ahmad Dahlan wafat di
Yogyakarta. Beliau kemudian dimakamkan di Karang Kuncen, Yogyakarta. Atas jasa-jasa Kyai Haji
Akhmad Dahlan maka negara menganugerahkan kepada beliau gelar kehormatan sebagai Pahlawan
Kemerdekaan Nasional. Gelar kehormatan tersebut dituangkan dalam SK Presiden RI No.657 Tahun
1961, tanggal 27 Desember 1961.
Pemikiran K. H Ahmad Dahlan tentang Islam dan Umatnya
Memang tidak mudah bagi K.H. Ahmad Dahlan untuk menyosialisasikan ide pembah
aruannya yang dibawa dari Timur Tengah. Di samping karena masyarakat belum siap
dengan sesuatu yang dianggap “berbeda” dari tradisi yang ada, juga karena ia belum
punya wadah untuk menyosialisasikan tersebut. Kegagalan Ahmad Dahlan menguba
h arah Kiblat, tidak menyurutkan nyalinya untuk tetap memperjuangkan apa yang diy
akini. Sesudah peristiwa itu, pada tahun 1903 M. atas biaya Sultan Hamengkubuwon
o VII, K.H. Ahmad Dahlan dikirim ke Mekkah untuk mempelajari masalah Kiblat lebih
mendalam dan menunaikan ibadah haji yang ke dua kalinya. Di sana ia menetap sel
ama dua tahun. Bahkan ia pernah mengunjungi observatorium di Lembang untuk me
nanyakan cara menetapkan Kiblat dan permulaan serta akhir bulan Ramadhan. Perju
angannya ini cukup berhasil ketika pada tahun 1920-an masjid-masjid di Jawa Barat
banyak yang di bangun dengan arah Kiblat ke Barat laut. Dan menurut catatan sejara
h, Sultan sebagai pemegang otoritas tertinggi, menerima penentuan jatuhnya hari Ra
ya ‘Idul Fitri, yang pada mulanya ditetapkan oleh Kesultanan berdasarkan perhitunga
n (petungan) Aboge.
Pemikiran K. H Ahmad Dahlan tentang Islam dan Umatnya