Anda di halaman 1dari 9

RESENSI BUKU

MUHAMMAD ABDUL HALIM SANI

Manifesto
Gerakan
Intelektual
Profetik
Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Identitas Buku :

Judul Buku : Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Penulis : Muhammad Abdul Halim Sani

Editor : Kasyadi

Penerbit : Samudra Biru

Cetakan : Pertama, Maret 2011

Dimensi buku : xxx + 235 hlm; 14 x 20 cm

ISBN : 978-602-98448-4-9

Biografi Penulis :

Muhammad Abdul Halim Sani salah seorang kelahiran cilacap, pada 5 September 1983,
Aktivis pergerakan yang di besarkan dalam ruang lingkup organisasi modern
Muhammadiyah. Pernah Menjabat sebagai Sekretaris Bidang Kader DPP IMM Periode 2008-
2010. Menyelesaikan pendidikan di kota pelajar dengan disiplin ilmu Sosiologi Agama di
Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga, dan sekarang ini beliau melanjutkan pendidikan
Pascasarjana jurusan ilmu Kesejahteraan Sosial di Universitas Indonesia. Selain melanjutkan
akademiknya beliau juga menjadi tenaga pendidik di SMA Muhammadiyah Cileungsi. Serta
Mengabdikan dirinya di setiap jenjang Perkaderan IMM, Yang Tergabung dalam Korps
Instruktur DPP IMM. Dan sekarang Beliau tinggal di Kota Depok Jawa Barat.2

Sinopsis :

Melihat fenomena dehumanisasi di kalangan masyarakat bawah sudah semakin


menjamur. Keresahan para kader ikatan akan arah gerak ikatan mereka. Buku ini mungkin
bisa menjawab atas paradigma ikatan serta memberikan deskrikpsi untuk melakukan
transformasi sosial dengan gerakan Intelektual Profetik. Buku ini yang sangat sistematis
melengkapi literatur ikatan yang jarang di temukan, sekaligus dapat menjadi bahan bacaan

2
Muhammad Abdul Halim Sani “Manifesto Gerakan Intelektual Profetik” 2011, hlm.235
bagi yang mengkaji nilai-nilai yang ada dalam diri ikatan, serta bagaimana menghadirkan
nilai tersebut sebagai jati diri yang membedakan ikatan dengan gerakan mahasiswa yang lain.

Ikhtisar :

Proses kejadian serta asal usul manusia di pandang dengan cara yang berbeda, secara
bahasa manusia disebut juga insan yang dalam bahasa arabnya berasal dari kata nasiya;
berarti lupa. Maka tak heran apabila manusia tak lepas dari salah dan lupa. Dan perbedaan
manusia dan hewan terdapat pada kemampuan berfikir untuk mengungkapan kebenaran serta
kesadarannya atau tindakan autentik yang menentukan hakikat manusia. Peran manusia di
tetapkan sebagai Khalifah yang berarti sebagai pengganti generasi sebelumnya atau seorang
nabi untuk melanjutkan misi kerisalahan nya. Walaupun seperti itu substansinya kedudukan
manusia di hadapan tuhan hanyalah seorang hamba yang memiliki inspirasi nilai-nilai
ketuhanan. Namun dalam pandangan ikatan manusia selain menjadi khalifah yang
menggunakan kemampuan berfikir tetapi juga memilik kesadaran kenabian untuk melakukan
transformasi sosial sesuai kadar kemampuan para kader ikatan. Karena tujuan hidup manusia
dalam ikatan itu manusia berkesadaran kenabian yang mengupayakan transformasi sosial
sebelum perjumpaannya dengan pencipta-Nya

Manusia dalam memandang kehidupan realitas sosial merupakan cerminan dari


kerangka berfikir yang di bangun berdasarkan dialektika diri dengan alam. Kiranya manusia
berada dalam diri ikatan di bawah naungan persyarikatan yang bertujuan untuk
mengusahakan terbentuknya akademisi islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai
tujuan Muhammadiyah. Tak lepas dari sebuah semboyan yang di benahi oleh penulis yang
awalnya Anggun dalam Moral Unggul dalam Intelektual, yang merupakan doktrin spirit bagi
kader dalam meneguhkan gerak dan langkahnya di ikatan, namun ada sedikit pembenahan
terhadap semboyan tersebut menjadi Unggul dalam Intelektual, Anggun dalam Moral dan
Radikal dalam Berfikir penambahan kata Radikal memiliki arti yang mengakar, dalam rangka
melaksanakan transformasi sosial. Deklarasi Kota barat- Solo, 5 mei 1965 yang melahirkan
trilogi ikatan yang ita kenal dengan Kemahasiswaan, Keagaaman, dan Kemasyarakatan.
Kemahasiswaan penerjemahan dari ikatan sebagai gerakan mahasiswa Islam, dan fungsi
ikatan merupakan sebagai eksponen gerakan mahasiswa dalam Muhammadiyah. Untuk
keagamaan merupakan pengaplikasikan dan kepribadian Muhammadiyah sebagai landasan
perjuangan, sedangkan kemasyarakatan merupakan amal yang di Abdikan bagi ikatan untuk
nusa dan bangsa.
Sesuai dengan judul buku mengenai gerakan intelektual profetik. Intelektual bagi
kuntowijoyo ialah cendikiawan dan cendikiawan tidaklah yang berjalan di atas mega,
pemikirannya melangit, melainkan cendikiwan ialah pemikir yang tidak tercabut dari akar-
akar sosialnya, yang menginjakan kaki di bumi dan memiliki kesadaran akan tanggung jawab
sosial untuk memusnahkan kejahatan, kepedulian terhadap kaum dhu’afa, orang lemah, orang
yang tertindas dari sistem kekuasaan. Cendikiawan adalah pewaris (cita-cita) para Nabi.3
Sedangkan profetik yang berasal dari kata prophet berarti nabi, nabi ialah seorang manusia
pilihan yang sadar sepenuhnya dengan tanggung jawab sosial, melakaukan transformasi
sosial dengan membawa cita-cita perubahan dan semangat revolusioner. Istilah intelektual
profetik di maksudkan bagi mereka yang memiliki kesadaran akan diri, alam, dan tuhan.
Menisbatkan semua potensi yang di miliki sebagai pengabdian untuk kemanusiaan dalam
melakukan humanisasi, liberasi serta di jiwai dengan transendensi disemua dimensi
kehidupan sesuai dengan kompetensiyang di miliki dalam rangka beribadah kepada Allah
SWT. Hal ini sebagai perwakilan khalifah di muka bumi.

Gerakan intelektual profetik untuk melakukan transformasi sosial yang terilhami dari
surat Ali Imron Ayat 110 “kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada
Allah” pesan yang terkandung dalam ayat tersebut memberikan semangat profetik sebagai
sarana Transformasi Sosial. serta pengaruh besar dari tokoh islam yaitu kuntowijoyo dengan
gagasan etika profetiknya, Ali Syariati, dan Muhammad Iqbal.

Kenapa harus intelektual profetik ? yang pertama karena melihat realitas makro yang
di mana era global ini dengan dunia yang modern telah menajajah negara miskin,
pertumbuhan investasi dengan modal asing yang berusaha mengeksploitasi sumber daya
manusia, terjadinya dehumanisasi, dalam sektor pendidikan biaya pendidikan yang mahal
lunturnya etika akibat terjadi dehumanisasi di lingkungan sekolah dan masyarakat. Dibidang
ekonomi masyarakat menjadi hedonisme, mental yang konsemeristik dan pragmatis. Yang
kedua, melihat reliatas internal yang membutuhkan paradigma gerakan dalam rangka
menyikapi realitas sosial yang terjadi, dan yang ketiga, melihat realitas lokal yang
terperangkap oleh arus Globalisasi yang telah merubah alam dan kerusakan yang dapat
dirasakan di berbagai daerah.

3
M Dawam Rahardjo “Inteletual,Intelegensia,dan Perilaku Politik Bangsa: Risalah Cendikiawan Muslim” 1993.
Hlm.93
Melihat ketiga realitas di atas yang telah di paparkan, dengan begitu tugas utama
yang di emban oleh seorang intelektual profetik ialah merubah dunia serta melakukan
pembenahan terhadap realitas yang sedang di hadapi, adapun sifat yang di bawa oleh
intelektual profetik adalah agama untuk kemanusiaan, pemecahan persoalan-persoalan sosial
empiris, pengembangan masyarakat, serta mengeluarkan belenggu manusia dari
ketidakadilan. Proses transformasi sosial yang dilakukan sesuai dengan tiga pilar dalam etika
profetik yang berlandasan surat Ali Imron ayat 110 yaitu humanisasi,liberasi, dan
transendensi.

Humanisasi. Dalam bahasa latin humanitas berarti “makhluk manusia”, “kondisi


menjadi manusia” jadi humanisasi artinya memanusiakan manusia; menghilangkan
“kebendaan”, ketergantungan, kekerasan, dan kebencian dari manusia.4 Humanisasi dalam
terjemahan kreatif dari Amar Ma’ruf yang memiliki makna asal menganjurkan atau
menegakkan kebaikan. Amar Ma’ruf yang bertujuan membawa manusia kembali pada
petunjuk illahi untuk mencapai keadaan fitrah atau mengembalikan kedudukan manusia
sebagai makhluk yang mulia sesuai dengan kodrat kemanusiaannya dalam upaya
memanusiakan manusia.

Pilar yang kedua ialah liberasi (bahasa latin liberare berarti “memerdekakan”)
artinya “pembebasan”, semuanya dengan konotasi yang mempunyai signifikan sosial yang
memiliki nilai transendensi.5 Liberasi juga tejemahan dari nahi mungkar yang memiliki arti
melarang atau mencegah segala tindakan kejahatan. Liberasi juga berarti pembebasan
terhadap manusia yang termarjinalkan, untuk membebaskan manusia dari kekejaman
kemiskinan.

Pilar yang ketiga dalam etika profetik pilar inilah yang menjadi penting kareana
seagai padanan dalam gerak humanisasi dan liberasi dalam etika profetik yaitu Transendensi
kata Transendensi (bahasa Latin Transcendere “menaik ke atas”; bahasa inggris itu to
transcend ialah “menembus”, “melewati”, “melampaui”).6 Transendensi merupakan
terjemahan dari Tu’minuna’billah yang berarti beriman kepada Allah. Pilar ini merupakan
jiwa dalam proses humanisasi dan liberasi.

Adapun penulis juga sedikit menyinggung kompetensi dasar dalam intelektual


profetik guna mengemban misi profetik ini yang harus di miliki ialah basis ideologi, islam
4
Kuntowijoyo “Islam Sebagai Ilmu” 2004.hlm.104
5
Kuntowijoyo “Islam Sebagai Ilmu” 2004.hlm.104
6
Kuntowijoyo “Islam Sebagai Ilmu” 2004.hlm.104
sebagai basis nilai ruh dan sebagai pedoman, kemudian Muhammadiyah sebagai gerakan
islam dan IMM sebagai ranah juang kemahasiswaan. Basis yang kedua ialah basis
Knowledge bisa kita artikan sebagai disiplin keilmuan, mulai dari tauhid, alam,
kemasyarakatan Dll. Dan basis yang ketiga ialah basis Skill yaitu kemampuan yang harus
dimiliki meliputi kepemimpinan, komunikasi dan Life Skill, yang tidak memiliki
ketergantungan pada yang lain.

Rasanya cukup bahasan Mengenai intelektual profetik dan kompetensi dasar


intelektual profetik, penulis juga tak lupa membahas tentang globalisasi yang mana dampak
negatif nya lebih banyak dari pada dampak positifnya, kenapa kita perlu membahas
globalisasi ? karena globalisasi yang melahirkan kecemasan pada masyarakat yang tidak
memperhatikan permasalah kemiskinan, marginalisasi dan masalah keadilan sosial, selain itu
memang kita mudah dalam mengakses informasi maupun gambar-gambar yang dapat
mempengaruhi tingkah laku, cara pandang, gaya berpikir yang bertentangan dengan etika,
budaya dan agama, Globalisasi juga menjadikan negara yang berkembang menjadi
gelandangan di kampung sendiri akibat maraknya penjarahan global. Walaupun dampak
positif dari globalisasi ialah berkembangnya teknologi untuk mempermudah urusan manusia.

Tidak hanya globalisasi, penulis pun membahas tentang Multikulturalisme yang mana
sebuah ideologi yang harus diperjuangkan agar tegaknya demokrasi, HAM, dan kesejahtraan
hidup masyarakat. Itulah sedikir realitas yang terjadi pada era kontemporer ini, yang apabila
kita sadari bahwa penulis mambahas tentang realitas makro, bahwasan nya itulah sasaran
tugas intelektual profetik untuk melakukan transformasi sosial yang di mana arus globalisasi
sudah membawa banyak dampak negatif bagi negara kita yang mempengaruhi kearifan lokal
kita.

Penulis juga membawa kita pada realitas gerakan islam yang selama ini menjadi
orang tua kita yaitu Muhammadiyah, yang mana muhammadiyah itu di dirikan oleh kiai
Ahmad Dahlan yang melihat realitas sosial keagamaan nya sangat menyimpang dari agama
islam yang mana masyarakat sekitar masih menganut Tahayyul, Bid’ah, serta Khurafat yang
sangat meresahkan Kiai Ahmad Dahlan, selain itu pemikiran Kiai Ahmad dahlan dalam
melakukan Transformasi Sosial juga terpengaruhi oleh tokoh-tokoh pembaharuan muslim di
wilayah timur, seperti Ibnu Taimiyah, Muhammad Bin Abdul Wahhab dengan Tauhidnya,
Rasyid Ridho, Muhammad Abduh dan Jamaluddin Al Afghani yang terkenal sebagai tokoh
pembaharuan muslim ketika itu.
Untuk itu kita tidak hanya sebatas mengetahui tentang realitas sosial yang berada di
dunia dan di realitas di tubuh kita sendiri, tetapi penting nya kesadaran dalam menyikapi serta
melakukan transformasi sosial, mulai dari kesadaran akan dirinya sendiri, kesadaran magis,
kesadaran naif, kesadaran kritis, sampai pada kesadaran profetik inilah yang penting sebelum
kita melakukan sebuah transformasi sosial.

Untuk itu penulis lebih mengerucutkan mengenai sebuah pentingnya kesadaran yang
mana penulis membuat indikator intelektual profetik, berangkat dari individu kader sebagai
eksekutor dalam melakukan transformasi sosial ini, yaitu Sadar terhadap realitas yang ada,
tak hanya itu kader juga harus Peka dan Peduli terhadap realitas yang terjadi, itu pun tidak
cukup tanpa ada Aksi yang nyata sebagai respon terhadap realitas sosial, setelah itu penting
juga Evaluasi atas aksi dan tindakan nyata kita terhadap realitas sosial yang terjadi agar dapat
memperbaiki aksi trasnformasi sosial kita. Tak hanya individu kader, melainkan pada diri
ikatan sebagai gerak juang untuk melakukan transformasi sosial, ada beberapa penambahan
indikator individu kader dengan antara lain; yaitu dalam diri ikatan kita harus sadar bahwa
kita ini berada dalam ikatan dan harus melakukan nya bersama-sama, kesadaran perlunya
kolektivitas dalam melakukan aksi transformasi sosial, serta menjadi Pelopor dan Visioner
karena memiliki Cita-cita tentang masa depan.

Penulis juga menjelaskan mengenai Metodologi Transformasi Sosial, metodologi juga


bagian penting, karena Metodologi menjadikan ikatan berfikir dan bertintindak dalam
mewujudkan cita-cita, harapan, dan tujuan. Metodologi yang di berikan penulis di antara lain
ialah: Refleksi, belajar dari pengalaman. Refleksi merupakan unsur terpenting karena refleksi
menjadi pembelajaran terhadap pengalaman. Dialogis, serta Konstektualisasi Doktrin Agama
yang termasuk unsur penting dalam melakukan transformasi sosial.

Indikator Transformasi profetik merupakan proses perubahan yang berkarakter


kenabian, dilakukan secara sistematik dan komprehensif dengan melibatkan seluruh
komponen (parsipatoris) menjadi fasilitator dalam perubahan yang bukan hanya merubah
bentuk materi melainkan kesadaran dan kerangka berfikir terhadap realitas. Transformasi
sosial yang di maksudkan dalam ikatan berdasarkan nilai-nilai illahiah berbeda dengan
bentuk trasnformasi yang di lakukan oleh gerakan lain. Aksi Transformasi Profetik dalam Pra
Aksi Transformasi Sosial yang meliputi: Prioritas isu, pemillihan pemihakan, membentuk
kelompok inti, merancang sasaran dan strategi, Menggalang Pendukung, Membentuk
pendapat umum serta pemantauan dan evaluasi dalam program aksi.
Dalam bagian selanjutnya penulis membahas filsafat pergerakan, tentang
mewujudkan sosiologi gerakan dalam praksis kemanusiaan. Sedikit mengintip pergerakan
mahasiswa pada masa lampau, yaitu pergerakan mahasiswa tahun 1966 dan 1998, dinyatakan
bahwa gerakan harus kontekstual dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada zamannya.
Dibahas juga mengenai diaspora sebagai bentuk aksiologis ikatan. Kader Muhammadiyah
diharapkan memberikan kontribusi bagi persyarikatan agar dapat mewujudkan dan
mengembangkan Muhammadiyah yang peka terhadap realitas sosial.

Dalam melakukan Transformasi sosial profetik bukan berarti menafikan teori-teori


sosial yang di gagas oleh para tokoh sosialis. Penulis juga membanding kan beberapa
Transformasi sosial yang di tawarkan oleh para tokoh sosialis pada zaman modern, antara
lain ialah: Transformasi sosial Emile Duerkheim, Max Weber, dan Karl Max dengan
Transformasi Profetik yang berlandaskan Al Quran Surat Ali Imron Ayat:110. Arahan yang
di lakukan lebih kepada sistem berkeadilan, dan didasari Oleh Iman. Dalam memebentuk
Khairu Ummah yang merupakan Masyarakat Ilmu ( Ilmiah, Rasional, berpikir logis, empiris,
dan konkret), dan berkeadilan yang merupakan suatu masyarakat yang adil, memihak kepada
kaum miskin, tanpa penindasan, dan di semangati oleh nilai-nilai Transendensi yang
senantiasa dalam naungan Allah.

Kelebihan Buku:

Buku ini sangat sistematis sehingga alur pembahasannya pun selaras, mulai dari
pembahasan manusia sampai kepada tujuan dari penulisa buku ini yaitu menjelaskan gerakan
intelektual profetik, dengan bahasa yang mudah di pahami, penulis juga meramukan isi dari
Al Quran dan teori para ahli Sosial sehingga buku ini bisa menjadi sebuah pegangan para
kader ikatan dalam arah gerak juang, ke serasian isi buku dengan sumber lain yang tekah
disebutkan dalam pembahasan tadi, membuat buku ini lebih dapat di percaya.

Kekurangan Buku :

Kekurangan bukan menjadi alasan kita tidak membaca buku ini, memang buku ini
lebih di khususkan kepada para kader ikatan, sehingga yang menjadi kekurangan itu orang
lain yang berada di luar daripada kader ikatan menjadi enggan dalam membaca buku ini.

Komparasi Buku:

Buku ini ada hubungan nya dangan buku yang d tulis oleh Makhrus Ahmadi dan
Aminuddin yang berjudul Genalogi Kaum Merah yang mana kadua buku itu sama sama
menjelaskan mengenai arah gerak juang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai Ortom
Persyarikatan Muhammadiyah, Terlebih kedua buku ini untuk mengkhususkan kader ikatan,
dan sangat erat korelasi nya dengan buku yang di tulis oleh Kuntowijoyo yaitu Islam Sebagai
ilmu dengan gagasannya Etika Profetik yang berlandaskan Al Quran Surat Ali Imron ayat
110 seperti yang di bahas oleh penulis tadi . Penulis juga sangat favorit dengan buku
Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu.

DAFTAR PUSTAKA :

Muhammad Abdul Halim Sani, “Manifesto Gerakan Intelektual Profetik” , 2011,


Yogyakarta: Samudra Biru.

Kuntowijoyo , “Islam Sebagai Ilmu”, 2004. Jakarta: TERAJU

M Dawam Rahardjo “Inteletual,Intelegensia,dan Perilaku Politik Bangsa: Risalah


Cendikiawan Muslim”, 1993, Bandung: Mizan

Anda mungkin juga menyukai