Anda di halaman 1dari 18

SHALAWAT DAN SALAM

1) PENGERTIAN SHALAWAT DAN SALAM

Shalawat adalah bentuk jamak dari kata salla atau shalat yang berarti: doa,
keberkahan, kemuliaan, kesejahteraan, dan ibadah.

Arti bershalawat dapat dilihat dari pelakunya. Jika shalawat itu datangnya dari Allah Swt.
berarti memberi rahmat kepada makhluk. Shalawat dari malaikat berarti memohonkan
ampunan. Sedangkan shalawat dari orang-orang mukmin berarti suatu doa agar Allah Swt.
memberi rahmat dan kesejahteraan kepada Nabi Muhammad Saw. dan keluarganya.

Shalawat juga berarti doa, baik untuk diri sendiri, orang banyak atau kepentingan bersama.
Sedangkan shalawat sebagai ibadah ialah ternyataan hamba atas ketundukannya kepada Allah
Swt., serta mengharapkan pahala dari-Nya, sebagaimana yang dijanjikan Nabi Muhammad
Saw., bahwa orang yang bershalawat kepadanya akan mendapat pahala yang besar, baik
shalawat itu dalam bentuk tulisan maupun lisan (ucapan).

‫صلُّوا هعله ْي َِّه هو ه‬


َّ‫س ِلموا ته ْس ِليما‬ َّ‫ي ِ يها أهيُّ هها الذ ه‬
‫ِين آ همنوا ه‬ َّ‫صلُّ ه‬
َّ ِ‫ون هعلهى النب‬ ‫ّللاه هو هم هَلئِ هكت ههَّ ي ه‬
َّ َّ‫إِن‬

“SesungguhnyaَّAllahَّdanَّmalaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi . Hai orang-orang


yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadanya .”َّ(al-Ahzab : 56)

Sedang salam artinyakeselamatan dari cela atau cacat. Jadi, mengucapkan salam untuk Nabi
artinya berdoa untuk keselamatan beliau dari hal-hal yang tercela. Syaikh Muhammad
Nawawi ibn Umar al-Jawi dalam Kasyifat al-Saja mengatakan bahwa shalawat dari Allah
adalah rahmat yang disertai penghargaan kepada Nabi. Sedang salam adalah penghormatan
Allah kepada Nabi.

2) Menggabungkan Ucapan Shalawat Dengan Salam

Berkata Nawawi: "Jika seseorang mengucapkan shalawat atas Nabi saw. hendaklah
digabungkannya shalawat itu dengan salam. jadi jangan separoh-separoh. misalnya dengan
hanya mengucapkan ' shallallahu 'alaihi' atau ' alaihis salam' saja!"

3) Mengucapkan Sholawat dan Salam Kepada Rasulullah SAW

Allah SWT memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk mengucapkan sholawat
dan salam bagi Nabi Muhammad SAW.

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bersholawat untuk Nabi. Hai orang-orang


yang beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadanya.” (QS.Al-Ahzab:56)

Sekalipun perintah untuk bersholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW dalam
ayat di atas diawali oleh Allah SWT beserta malaikat-malaikat-Nya, tapi pengertian sholawat
masing–masing tentu berbeda dengan sholawat orang-orang yang beriman. Menurut Al-
GhazaliَّKhalilَّ‘AidَّdalamَّbukunyaَّTafsirَّSurahَّAl-Ahzab, sholawat dari Allah SWT untuk
Nabi artinya rahmah dan keridhoan,dari malaikat artinya permohonan atau ampunan do’a,
sedangkan dari orang-orangَّyangَّberimanَّberartiَّpenghormatanَّdanَّdo’aَّsupayaَّAllahَّSWTَّ
menambah kemuliaan dan kehormatan bagi beliau.[4]

Sedangkan menurut Muhammad Ali Ash-ShabuniَّdalamَّbukuَّRawai’uَّal-Bayan,


Tafsir Ayat al-Ahkam min Al-Qur’anَّkataَّsholawatَّ(ash-sholah)-bentuk mashdar dari
“yusholluun”-dapat berarti do’a, istigfar, dan rahmah. Kalau Allah SWT bershalawat kepada
Nabi, itu berarti Allah SWT memberi ampunan dan rahmat kepada Nabi, inilah salah satu
makna sesuai dengan ayat di atas.[5]

Shalawatَّadalahَّbentukَّjamakَّdariَّkataَّ“salat” yang berarti do’a atau seruan kepada


Allah SWT. Membaca shalawat untuk Nabi, memiliki maksud mendoakan atau memohonkan
berkah kepada Allah SWT untuk Nabi dengan ucapan, pernyataan serta pengharapan,
semoga beliau (Nabi) sejahtera (beruntung, tak kurang suatu apapun, keadaannya tetap baik
dan sehat).

Salamَّberartiَّ“damai, sejahtera, aman sentosa, dan selamat”. Jadi saat seorang


muslim membaca shalawat untuk Nabi, dimaksudkan mendoakan beliau semoga tetap damai,
sejahtera, aman sentosa dan selalu mendapatkan keselamatan.

Allah SWT memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk mengucapkan


sholawat dan salam kepada Nabi bukanlah karenaَّNabiَّmembutuhkannya.َّSebabَّtanpaَّdo’aَّ
dari siapapun beliau sudah pasti akan selamat dan mendapatkan tempat yang paling mulia
dan paling terhormat di sisi Allah SWT. Sesudah jaminan dari Allah SWT seperti itu tentu
beliauَّtidakَّmemerlukanَّdo’aَّdariَّpara pengikutnya.

Adapun bila kita bershalawat kepada Nabi hal itu justeru akan membawa
keberuntungan bagi kita sendiri, hal ini disabdakan oleh Rasulullah SAW:

“Barangsiapa bershalawat untukku satu kali, maka dengan shalawatnya itu Allah akan
bershalawat kepadanya sepuluh kali (HR. Ahmad)

Manakala seseorang telah menunjukkan akhlaknya kepada Nabi dengan banyak


mengucapkan sholawat, maka orang tersebut akan dinyatakan oleh Rasulullah SAW sebagai
orang yang paling utama kepadanya pada hari kiamat, beliau bersabda:

“Sesungguhnya orang yang paling utama kepadaku nanti pada hari kiamat adalah siapa
yang paling banyak bershalawat kepadaku.” (HR. Tirmidzi).

Sebaliknya, orang yang tidak mau bershalawat kepada Rasulullah SAW tatkala
mendengar nama beliau dianggap sebagai orang yang kikir (bakhil), hal ini dinyatakan oleh
Rasulullh SAW:

“Yang benar-benar bakhil adalah orang yang ketika disebut namaku dihadapannya, ia tidak
mengucapkan shalawat kepadaku.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad).

4) Cara membaca shalawat

Kemudian terdapat riwayat-riwayat yang Shahih dalam delapan riwayat, yaitu :


1. Dari jalan Ka’ab bin ‘Ujrah
َّ‫اللهمَّصلَّعلىَّمحمدَّوعلىَّآلَّمحمدَّكماَّصليتَّعلىَّإبراهيمَّوعلىَّآلَّإبراهيمَّإنكَّحميدَّمجيدَّاللهمَّباركَّعلىَّمحمد‬
‫وعلى َّآلَّمحمدَّكماَّباركتَّعلىَّإبراهيمَّوعلىَّآلَّإبراهيمَّإنكَّحميدَّمجيد‬
“Allaahummaَّ sholliَّ ‘alaaَّ Muhammadَّ waَّ ‘alaaَّ aaliَّ Muhammadَّ kamaaَّ shollaitaَّ ‘alaaَّ
ibroohiimَّ waَّ ‘alaaَّ aaliَّ ibroohiimَّ innakaَّ hamiidumَّ majiid,َّ Allaahummaَّ baarikَّ ‘alaaَّ
Muhammadَّ waَّ ‘alaaَّ aaliَّ Muhammadَّ kamaaَّ baaroktaَّ ‘alaa ibroohiimَّ waَّ ‘alaaَّ aaliَّ
ibroohiimَّinnakaَّhamiidumَّmajiid”.
“Yaَّ Allahَّ berilahَّ shalawatَّ kepadaَّ Muhammadَّ danَّ kepadaَّ keluargaَّ Muhammadَّ
sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Sesungguhnya
Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Ya Allah, Berkahilah Muhammad dan keluarga
Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim,
SesungguhnyaَّEngkauَّMahaَّTerpujiَّ(lagi)َّMahaَّMulia”
[SHAHIH, HR. Bukhari 4/118, 6/27, dan 7/156, Muslim 2/16, Abu Dawud no. 976, 977, 978,
At Tirmidzi 1/301-302, An Nasa-i dalam "Sunan" 3/47-58 dan "Amalul Yaum wal Lailah" no
54, Ibnu Majah no. 904, Ahmad 4/243-244, Ibnu Hibban dalam "Shahih" nya no. 900, 1948,
1955, Al Baihaqi dalam "Sunanul Kubra" 2/148 dan yang lainnya]

2. Dari jalan Abu Humaid As Saa’diy


َّ‫َّوباركَّعلىَّمحمدَّوعلىَّأزواجهَّوذريتهَّكما‬،َّ‫اللهمَّصلَّعلىَّمحمدَّوعلىَّأزواجهَّوذريتهَّكماَّصليتَّعلىَّإبراهيم‬
‫َّإنكَّحميدَّمجيد‬،َّ‫َّباركت َّعلىَّإبراهيم‬
Allaahummaَّsholliَّ‘alaaَّMuhammadinَّwaَّ‘alaaَّazwaajihiَّwaَّdzurriyyatihiَّkamaaَّsholَّlaitaَّ
‘alaaَّ ibroohiim,َّ waَّ baarikَّ ‘alaaَّ Muhammadinَّ waَّ ‘alaaَّ azwaajihiَّ waَّ dzurriyyatihiَّ kamaaَّ
baaroktaَّ‘alaa ibroohiim innaka hamiidum majiid.
“Yaَّ Allah,berilahَّ shalawatَّ kepadaَّ Muhammadَّ danَّ kepadaَّ isteri-isteri beliau dan
keturunannya,sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim. Ya Allah, Berkahilah
Muhammad dan isteri-isteri beliau dan keturunannya, sebagaimana Engkau telah memberkahi
Ibrahim,SesungguhnyaَّEngkauَّMahaَّTerpujiَّ(lagi)َّMahaَّMulia”
[SHAHIH, HR. Bukhari 4/118, 7/157, Muslim 2/17, Abu Dawud no. 979, An Nasa-i dalam
"Sunan" nya 3/49, Ibnu Majah no. 905, Ahmad dalam "Musnad" nya 5/424, Baihaqi dalam
"Sunanul Kubra" 2/150-151, Imam Malik dalam "Al Muwaththo' 1/179 dan yang lainnya].

3. Dari jalan Abi Mas’ud Al Anshariy


َّ‫اللهمَّصلَّعلىَّمحمدَّوعلىَّآلَّمحمدَّكماَّصليتَّعلىَّآلَّإبراهيمَّوباركَّعلىَّمحمدَّوعلىَّآلَّمحمدَّكماَّباركتَّعلىَّآل‬
‫َّإبراهيمَّفيَّالعالمينَّإنكَّحميدَّمجيد‬
Allaahummaَّ sholliَّ ‘alaaَّ Muhammadَّ waَّ ‘alaaَّ aaliَّ Muhammadَّ kamaaَّ sholَّ laitaَّ ‘alaaَّ aaliَّ
ibroohiimَّ ,waَّbaarikَّ‘alaaَّMuhammadَّwaَّ‘alaaَّaaliَّMuhammadَّkamaaَّbaaroktaَّ‘alaaَّaaliَّ
ibroohiimَّfilَّ‘aalamiinaَّinnakaَّhamiidumَّmajiid.
“Yaَّ Allahَّ berilahَّ shalawatَّ kepadaَّ Muhammadَّ danَّ kepadaَّ keluargaَّ Muhammadَّ
sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim, dan berkahilah Muhammad dan
keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi keluarga Ibrahim atas sekalian
alam,َّSesungguhnyaَّEngkauَّMahaَّTerpujiَّ(lagi)َّMahaَّMulia”
[SHAHIH, HR Muslim 2/16, Abu Dawud no. 980, At Tirmidzi 5/37-38, An Nasa-i dalam
"Sunan" nya 3/45, Ahmad 4/118, 5/273-274, Ibnu Hibban dalam "Shahih" nya no. 1949,
1956, Baihaqi dalam "SUnanul Kubra" 2/146,dan Imam Malik dalam "AL Muwaththo'
(1/179-180 Tanwirul Hawalik Syarah Muwaththo'"]

4.Dari jalan Abi Mas’ud, ‘Uqbah bin ‘Amr Al Anshariy (jalan kedua)
َّ‫للهمَّصلَّعلىَّمحمدَّالنبيَّاألميَّوعلىَّآلَّمحمدَّكماَّصليتَّعلىَّإبراهيمَّوعلىَّآلَّإبراهيمَّوباركَّعلىَّمحمدَّالنبيَّاألمي‬
‫َّوعلىَّآلَّمحمدَّكماَّباركتَّعلىَّإبراهيمَّوعلىَّآلَّإبراهيمَّإنكَّحميدَّمجيد‬
Allaahummaَّ sholliَّ ‘alaaَّ Muhammadinَّ nabiyyilَّ ummiyyiَّ waَّ ‘alaaَّ aaliَّ Muhammadَّ kamaaَّ
sholَّ laitaَّ ‘alaaَّ ibroohiimَّ waَّ ‘alaaَّ aaliَّ ibroohiim,َّ waَّ baarikَّ ‘alaaَّ Muhammadinَّ nabiyyilَّ
ummiyyiَّ waَّ‘alaaَّaaliَّ Muhammadَّkamaaَّbaaroktaَّ‘alaaَّibroohiimَّ waَّ ‘alaaَّaaliَّibroohiimَّ
innaka hamiidum majiid.
“YaَّAllahَّberilahَّshalawatَّkepadaَّMuhammadَّyangَّummiَّdanَّkepadaَّkeluargaَّMuhammad,َّ
sebagaimana Engkau telah memberi bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim.Dan
berkahilah Muhammad Nabi yang ummi dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau
telah memberkahi keluarga Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Sesungguhnya Engkau Maha
Terpujiَّ(lagi)َّMahaَّMulia”
[SHAHIH, HR. Abu Dawud no. 981, An Nasa-i dalam "Amalul Yaum wal Lailah" no. 94,
Ahmad dalam "Musnad" nya 4/119, Ibnu Hibban dalam "Shahih" nya no. 1950, Baihaqi
dalam "Sunan" nya no 2/146-147, Ibnu Khuzaimah dalam "Shahih" nya no711, Daruquthni
dalam "Sunan" nya no 1/354-355, Al Hakim dalam "Al Mustadrak" 1/268, dan Ath Thabrany
dalam "Mu'jam Al Kabir" 17/251-252]

5. Dari jalan Abi Sa’id Al Khudriy


َّ‫اللهمَّصلَّعلىَّمحمدَّعبدكَّورسولكَّكماَّصليتَّعلىَّآلَّإبراهيمَّوباركَّعلىَّمحمدَّوعلىَّآلَّمحمدَّكماَّباركتَّعلى‬
‫َّإبراهيم‬
Allaahumma sholliَّ ‘alaaَّ Muhammadinَّ ‘abdikaَّ waَّ rosuulikaَّ kamaaَّ sholَّ laitaَّ ‘alaaَّ aaliَّ
ibroohiim,َّ waَّ baarikَّ ‘alaaَّ Muhammadَّ waَّ ‘alaaَّ aaliَّ Muhammadَّ kamaaَّ baaroktaَّ ‘alaaَّ
ibroohiim.
“Yaَّ Allahَّ berilahَّ shalawatَّ kepadaَّ Muhammadَّ hambaMuَّ danَّ RasulMu,َّ sebagaimanaَّ
Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim. Dan berkahilah Muhammad dan keluarga
Muhammad,َّsebagaimanaَّEngkauَّtelahَّmemberkahiَّIbrahim”
[SHAHIH, HR Bukhari 6/27, 7/157, An Nasa-i 3/49, Ibnu Majah no. 903, Baihaqi 2/147, dan
Ath Thahawiy dalam "Musykilul Atsaar" 3/73]

6. Dari jalan seorang laki2 shabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam


َّ‫اللهمَّصلَّعلىَّمحمدَّوعلىَّأهلَّبيتهَّوعلىَّأزواجهَّوذريتهَّكماَّصليتَّعلىَّآلَّإبراهيمَّإنكَّحميدَّمجيدَّوباركَّعلىَّمحمد‬
‫َّوعلىَّأهلَّبيتهَّوعلىَّأزواجهَّوذريتهَّكماَّباركتَّعلىَّآلَّإبراهيمَّإنكَّحميدَّمجيد‬
Allaahummaَّsholliَّ‘alaaَّMuhammadَّwaَّ‘alaaَّahliَّbaitihiَّwaَّ‘alaaَّazwaajihiَّwaَّdzurriyyatihiَّ
kamaaَّ shollaitaَّ ‘alaaَّ aaliَّ ibroohiimَّ innakaَّ hamiidumَّ majiidَّ ,َّ waَّ baarikَّ ‘alaaَّ Muhammadَّ
waَّ‘alaaَّahliَّbaitihiَّwaَّ‘alaaَّazwaajihiَّwaَّdzurriyyatihiَّkamaaَّbaaroktaَّ‘alaaَّaaliَّibroohiimَّ
innaka hamiidum majiid.
“YaَّAllahَّberilahَّshalawatَّkepadaَّMuhammadَّdanَّkepadaَّahliَّbaitnyaَّdanَّistri-istrinya dan
keturunannya, sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim, sesungguhnya Engkau
Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Dan berkahilah Muhammad dan kepada ahli baitnya dan
istri-istrinya dan keturunannya, sebagimana Engkau telah memberkahi Ibrahim,
sesungguhnyaَّEngkauَّMahaَّTerpujiَّ(lagi)َّMahaَّMulia”
[SHAHIH, HR. Ahmad 5/347, Ini adalah lafazhnya, Ath Thowawiy dalam "Musykilul
Atsaar" 3/74], dishahihkanَّolehَّAlَّAlbaniَّdalamَّ“SifaatَّsahalatَّNabiَّshallallahuَّ‘alaihiَّwaَّ
sallam”,َّhalَّ178-179].

7. Dari jalan Abu Hurairah


َّ‫اللهمَّصلَّعلىَّمحمدَّوَّعلىَّآلَّمحمدَّوباركَّعلىَّمحمدَّوَّعلىَّآلَّمحمدَّكماَّصليتَّوباركتَّعلىَّإبراهيمَّوعلىَّآل‬
‫َّإبراهيمَّإنكَّحميدَّمجيد‬
Allaahumma sholliَّ‘alaaَّMuhammadَّwaَّ‘alaaَّaaliَّMuhammadَّwaَّbaarikَّ‘alaaَّMuhammadَّ
waَّ ‘alaaَّ aaliَّ Muhammad,َّ kamaaَّ shollaitaَّ waَّ baaroktaَّ ‘alaaَّ ibroohiimَّ waَّ ‘alaaَّ aaliَّ
ibroohiim innaka hamiidum majiid.
“Yaَّ Allahَّ berilahَّ shalawatَّ kepadaَّ Muhammadَّ danَّ keluargaَّ Muhammad,َّ danَّ berkahilah
Muhammad dan keluarga Muhammad,sebagaimana Engkau telah bershalawat dan
memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha
Mulia”
[SHAHIH, HR Ath Thowawiy dalam "Musykilul Atsaar" 3/75, An Nasa-i dalam "Amalul
Yaum wal Lailah" no 47 dari jalan Dawud bin Qais dari Nu'aim bin Abdullah al Mujmir dari
Abu Hurairah , Ibnul Qayyim dalam "Jalaa'ul Afhaam Fish Shalati Was Salaami 'alaa Khairil
Anaam (hal 13) berkata, "Isnad Hadist ini shahih atas syarat Syaikhaini (Bukhari dan
Muslim), dan dishahihkan oleh Al Albani dalam "Sifaat sahalat Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam", hal 181 ]

8. Dari jalan Thalhah bin ‘Ubaidullah


َّ‫اللهمَّصلَّعلىَّمحمدَّوَّعلىَّآلَّمحمدَّكماَّصليتَّعلىَّإبراهيمَّوَّعلىَّآلَّإبراهيمَّإنكَّحميدَّمجيدَّوباركَّعلىَّمحمدَّوَّعلى‬
‫َّآلَّمحمدَّكماَّباركتَّعلىَّإبراهيمَّوَّآلَّإبراهيمَّإنكَّحميدَّمجيد‬
Allaahummaَّ sholliَّ ‘alaaَّ Muhammadَّ waَّ ‘alaaَّ aaliَّ Muhammadَّ kamaaَّ sholَّ laitaَّ ‘alaaَّ
ibroohiimَّwaَّ‘alaaَّaaliَّibroohiimَّinnakaَّhamiidumَّmajiid,َّwaَّbaarikَّ‘alaaَّMuhammadَّwaَّ
‘alaaَّ aaliَّ Muhammadَّ kamaaَّ baaroktaَّ ‘alaaَّ ibroohiimَّ waَّ aaliَّ ibroohiimَّ innakaَّ hamiidumَّ
majiid.
“Yaَّ Allahَّ berilahَّ shalawatَّ kepadaَّ Muhammadَّ danَّ keluargaَّ Muhammad,َّ sebagaimanaَّ
Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha
Terpuji (lagi) Maha Mulia. Dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad,
sebagaimana Engkau telah telah memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim,sesungguhnya
EngkauَّMahaَّTerpujiَّ(lagi)َّMahaَّMulia”.
[SHAHIH, HR. Ahmad 1/162, An Nasa-i dalam "Sunan: nya 3/48 dan "Amalul Yaum wal
Lailah" noَّ 48,َّ Abuَّ Nu’aimَّ dalamَّ "Alَّ Hilyah"َّ 4/373,semuanyaَّ dariَّ jalanَّ 'Utsmanَّ binَّ
Mauhab dari Musa bin Thalhah, dari bapaknya (Thalhah bin 'Ubaidullah), dishahihkan oleh
Al Albani].
Tentang Ucapanَّ‫صلىَّاَّهللَّعليهَّوسلم‬
Di sunnahkan (sebagian ulama mewajibkannya) mengucapkan shalawat dan salam kepada
Nabiَّ Shallallahuَّ ‘alaihiَّ waَّ sallamَّ setiapَّ kaliَّ menyebutَّ atauَّ disebutَّ namaَّ beliau,َّ yaituَّ
dengan ucapan :

‫صلىَّاَّهللَّعليهَّوسلم‬

“Shallallahuَّ‘alaihiَّwaَّsallam”
Riwayat2 yang datang tentang ini banyak sekali, diantaranya dari dua hadits shahih di bawah
ini :

5) Dari jalan Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib, ia berkata,

“BahwasanyaَّNabiَّshallallahuَّ‘alaihiَّwaَّsallamَّtelahَّbersabda,َّ“Orangَّyangَّbakhilَّ
(kikir/pelit) itu ialah orang yang apabila namaku disebut disisinya, kemudian ia tidak
bershalawat kepadaku (dengan ucapan-red)
‫“(َّ صلىَّاَّهللَّعليهَّوسلم‬shallallahuَّ‘alaihiَّwaَّsallam”").
[SHAHIH. Dikeluarkan oleh AT Tirmidzi 5/211, Ahmad 1/201 no 1736, An Nasa-i no 55,56
dan 57, Ibnu Hibban 2388, Al Hakim 1/549, dan Ath Thabraniy 3/137 no 2885.

2. Dari Abu Hurairah, ia berkata,


"Telah bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :" Hina dan rugi serta kecewalah
seorang yang disebut namaku disisinya, lalu ia tidak bershalawat kepadaku"".
[SHAHIH. Dikeluarkan oleh Imam At Tirmidzi 5/210, dan Al Hakim 1/549. Dan At Tirmidzi
telah menyatakan bahwa hadits ini Hasan].

Haditsَّkeَّduaَّini,َّbanyakَّsyawaahidnyaَّdariَّjama’ahَّparaَّshahabat,َّsebagaimanaَّdisebutkanَّ
dalam kitab-kiatbَّ:َّAtَّTarghibَّwatَّTarhib”َّ(2/506-510)َّImamَّAlَّMundzir,َّ“Jalaa-ul Afhaam
(hal 229-240)َّ Ibnuَّ Qayyim,َّ Alَّ Bukhariَّ dalamَّ “Adabulَّ Mufrad”َّ (noَّ 644,َّ 645),َّ Ibnuَّ
Khuzaimah (no 1888), Ibnu Hibban (no 2386 dan 2387 – Mawaarid).

6) Cara mengamalkan shalawat yang benar berdasarkan Sunnah Rasulullah


Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai berikut:

a.َّShalawatَّyangَّdibacaَّadalahَّshalawatَّyangَّdisyari’atkan,َّkarenaَّshalawatَّtermasukَّdzikir,َّ
danَّdzikirَّtermasukَّibadah.َّBukanَّshalawatَّbid’ah,َّkarenaَّseluruhَّbid’ahَّadalahَّkesesatan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,”Dzikir-dzikirَّdanَّdo’a-do’aَّtermasukَّ


ibadah-ibadahَّyangَّpalingَّutama.َّSedangkanَّibadahَّdibangunَّdiَّatasَّittiba’َّ(mengikutiَّ
SunnahَّRasulullahَّShallallahuَّ‘alaihiَّwaَّsallamَّ).َّTidakَّseorangpunَّberhakَّmen-sunnah-kan
dari dzikir-dzikirَّdanَّdo’a-do’aَّyangَّtidakَّdisunnahkanَّ(olehَّNabiَّShallallahuَّ‘alaihiَّwaَّ
sallam), lalu menjadikannya sebagai kebiasaan yang rutin, dan orang-orang selalu
melaksanakannya. Semacam itu termasuk membuat-buat perkara baru dalam agama yang
tidakَّdiizinkanَّAllah.َّBerbedaَّdenganَّdo’a,َّyang kadang-kadangَّseseorangَّberdo’aَّ
dengannyaَّdanَّtidakَّmenjadikannyaَّsebagaiَّsunnahَّ(kebiasaan).”َّ[DinukilَّdariَّFiqhulَّ
Ad’iyahَّWalَّAdzkar,َّ2/49,َّkaryaَّSyaikhَّAbdurَّRazaqَّbinَّAbdulَّMuhshinَّAlَّBadr].َّ

b. Memperbanyak membaca shalawat di setiap waktu dan tempat, terlebih-lebih pada hari
jum’ah,َّatauَّpadaَّsaatَّdisebutَّnamaَّNabiَّMuhammadَّShallallahuَّ‘alaihiَّwaَّsallam,َّdanَّ
lain-lain tempat yang disebutkan di dalam hadits-hadits yang shahih.

RasulullahَّShallallahuَّ‘alaihiَّwaَّsallamَّbersabda:

‫عله ْي ِهَّ هع ْشرا‬


‫صلىَّّللاَّ ه‬ ِ ‫علهيَّ هو‬
‫احدهةَّ ه‬ ‫َّ هم ْنَّ ه‬
‫صلىَّ ه‬

Barangsiapa memohonkan shalawat atasku sekali, Allah bershalawat atasnya sepuluh kali.
[HR Muslim, no. 408, dari Abu Hurairah].

c. Tidak menentukan jumlah, waktu, tempat, atau cara, yang tidak ditentukan oleh syari’at.
Sepertiَّmenentukanَّwaktuَّsebelumَّberadzan,َّsaatَّkhathibَّJum’atَّdudukَّantaraَّduaَّkhutbah,َّ
dan lain-lain.

d. Dilakukan sendiri-sendiri,َّtidakَّsecaraَّberjama’ah.
Karena membaca shalawat termasuk dzikir dan termasuk ibadah, sehingga harus mengikuti
SunnahَّNabiَّShallallahuَّ‘alaihiَّwaَّsallam.َّDanَّsepanjangَّpengetahuanَّkami,َّtidakَّadaَّdalilَّ
yangَّmembenarkanَّbershalawatَّdenganَّberjama’ah.َّKarena,َّjikaَّdilakukanَّberjama’ah,َّtentuَّ
dibaca dengan keras, dan ini bertentangan dengan adab dzikir yang diperintahkan Allah, yaitu
dengan pelan.

e. Dengan suara sirr (pelan), tidak keras.


Karena membaca shalawat termasuk dzikir. Sedangkan di antara adab berdzikir, yaitu dengan
suara pelan, kecuali ada dalil yang menunjukkan (harus) diucapkan dengan keras. Allah
berfirman,

َّ‫ين‬ ْ ‫نَّمنه‬
‫َّالغهافِ ِل ه‬ َِّ ‫َّوالهتهك‬
‫صا ِل ه‬ ‫َّالقه ْو ِلَّبِ ْالغد ِو ه‬
‫َّواْأل ه ه‬ ْ ‫َّمنه‬ ْ ‫َّودونه‬
ِ ‫َّال هج ْه ِر‬ ‫اَّو ِخ ْفيهة ه‬ ‫هواذْكرَّربكه َّفِيَّنه ْفسِكه َّت ه ه‬
‫ض ُّرع ه‬

Dan dzikirlah (ingatlah, sebutlah nama) Rabb-mu dalam hatimu dengan merendahkan diri
dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah
kamu termasuk orang-orangَّyangَّlalai.َّ[AlَّA’rafَّ:َّ205].

IbnuَّKatsirَّrahimahullahَّberkata,”OlehَّkarenaَّitulahَّAllahَّberfirman:
‫ل‬ ْ ‫َّمنه‬
َِّ ‫َّالقه ْو‬ ْ ‫(َّودونه‬danَّdenganَّtidakَّmengeraskanَّsuara),
ِ ‫َّال هج ْه ِر‬ ‫ه‬ demikianlah, dzikir itu disukai tidak
denganَّseruanَّyangَّkerasَّberlebihan.”َّ[TafsirَّIbnuَّKatsir].

AlَّQurthubiَّrahimahullahَّberkata,”Iniَّmenunjukkan,َّbahwaَّmeninggikanَّsuaraَّdalamَّ
berdzikirَّ(adalah)َّterlarang.”َّ[TafsirَّAlَّQurthubi,َّ7/355].

Muhammad AhmadَّLauhَّberkata,”Diَّantaraَّsifat-sifat dzikir dan shalawat yang


disyari’atkan,َّyaituَّtidakَّdenganَّkeras,َّtidakَّmenggangguَّorangَّlain,َّatauَّmengesankanَّ
bahwa (Dzat) yang dituju oleh orang yang berdzikir dengan dzikirnya (berada di tempat)
jauh, sehingga untukَّsampainyaَّmembutuhkanَّdenganَّmengeraskanَّsuara.”َّ[TaqdisulَّAsy-
khas Fi Fikrish Shufi, 1/276, karya Muhammad Ahmad Lauh].

AbuَّMusaَّAlَّAsy’ariَّberkata.

‫فَّالناسَّ هعله ه‬
ٍَّ‫ىَّواد‬ ‫سل همَّأه ْش هر ه‬ ‫َّو ه‬‫صلىَّّللاَّ هعله ْي ِه ه‬ ‫َّرسَّولَّّللاَِّ ه‬ ‫سل همَّ هخ ْي هب هرَّأ ه ْوَّقهالهَّلهماَّت ههوجهه ه‬ ‫صلىَّّللاَّ هعله ْي ِه ه‬
‫َّو ه‬ ‫اَّرسولَّّللاَِّ ه‬ ‫لهماَّغهزه ه‬
‫ه‬ ‫ه‬
َّ‫َّاربهعواَّ هعلىَّأ ْنفَّسِك ْمَّإِنك ْم‬ ْ ‫سل هم‬ ‫َّو ه‬ ‫ه‬
‫صلىَّّللاَّ هعل ْي ِه ه‬ َّ‫هَّرسولَّّللاَِّ ه‬ ‫ه‬ ْ ‫ه‬ ْ
‫يرَّّللاَّأكبهرَّّللاَّأكبهر هَّالَّإِلههَّإِالَّّللاَّفهقهال ه‬ ‫ه‬ ْ ْ ‫فه هرفهعواَّأ ه‬
ِ ِ‫ص هوات هه ْمَّبِالتكب‬
َّ‫يَّوأهنها‬
‫س ِم هعنِ ه‬ ‫سل همَّفه ه‬ ‫صلىَّّللاَّ هعله ْي ِه ه‬
‫َّو ه‬ ‫َّّللاَِّ ه‬
َّ ‫َّرسو ِل‬ ‫فَّدهاب ِة ه‬‫َّوأهنهاَّخ ْهل ه‬ ‫س ِميعاَّقه ِريب ه‬
‫اَّوه هوَّ هم هعك ْم ه‬ ‫َّو هالَّغهائِباَّ ِإنك ْمَّتهدْعونه َّ ه‬ ‫صم ه‬ ‫هالَّتهدْعونه َّأ ه ه‬
ْ
َّ‫ٍَّم ْنَّ هكن ٍزَّ ِم ْن‬ ‫ه‬ ُّ ‫ه‬ ‫ه‬ ‫ه‬ ‫ه‬
ِ ‫اَّرسولهَّّللاَِّقالهَّأالَّأدلكه َّ هعلىَّ هك ِل همة‬ ‫ه‬ ْ ‫ه‬ ‫ه‬ ‫ه‬
‫هَّوالَّقوةهَّإِالَّبِاَّللَِّفَّقالهَّ ِليَّيهاَّ هع ْبدهّللاَِّبْنه َّقي ٍْسَّقلتَّلبيْكه َّيه ه‬‫ه‬ ‫أهقول هَّالَّ هح ْول ه‬
َّ ‫هَّو هالَّقوةهَّ ِإالَّ ِب‬
ِ‫اَّلل‬ ‫هَّالَّ هح ْول ه‬ ‫يَّوأ ِميَّقهال ه‬ ‫اَّرسولهَّّللاَِّفهدهاكه َّأ ه ِب ه‬ ‫َّال هجن ِةَّق ْلتَّبهلهىَّيه ه‬
ْ ‫وز‬ ِ ‫َّكن‬

KetikaَّRasulullahَّShallallahuَّ‘alaihiَّwaَّsallamَّmemerangiَّatauَّmenujuَّKhaibar,َّorang-
orang menaiki lembah, lalu mereka meninggikan suara dengan takbir: Allahu Akbar, Allahu
Akbar,َّLaaَّilaahaَّillaَّAllah.َّMakaَّRasulullahَّShallallahuَّ‘alaihiَّwaَّsallamَّ
bersabda,”Pelanlah,َّsesungguhnyaَّkamuَّtidaklahَّmenyeruَّkepadaَّyangَّtuliَّdanَّyangَّtidakَّ
ada. Sesungguhnya kamu menyeru (Allah) Yang Maha Mendengar dan Maha Dekat, dan Dia
bersama kamu (dengan ilmuNya, pendengaranNya, penglihatanNya, dan pengawasanNya,
Pen.).”َّDanَّsayaَّ(AbuَّMusa)َّdiَّbelakangَّhewanَّRasulullahَّShallallahuَّ‘alaihiَّwaَّsallam.َّ
Beliau mendengar aku mengatakan: Laa haula wa laa quwwata illa billah. Kemudian beliau
bersabdaَّkepadaku,”Wahai,َّAbdullahَّbinَّQaisَّ(AbuَّMusa).”َّAkuَّberkata,”Akuَّsambutَّ
panggilanmu, wahaiَّRasulullah.”َّBeliauَّbersabda,”Maukahَّakuَّtunjukkanَّkepadamuَّ
terhadap satu kalimat, yang merupakan simpanan di antara simpanan-simpananَّsurga?”َّAkuَّ
menjawab,”Tentu,َّwahaiَّRasulullah.َّBapakkuَّdanَّibukuَّsebagaiَّtebusanmu.”َّBeliauَّ
bersabda,”Laaَّhaulaَّwaَّlaaَّquwwataَّillaَّbillah.”َّ[HRَّBukhari,َّno.َّ4205;َّMuslim,َّno.َّ2704].

3. Membaca shalawat tidak boleh sambil diiringi rebana (alat musik), karena hal ini termasuk
bid’ah.َّPerbuatanَّiniَّmiripَّdenganَّkebiasaanَّyangَّseringَّdilakukanَّolehَّorang-orang Shufi.
Mereka membaca qasidah-qasidahَّatauَّsya’ir-sya’irَّyangَّdinyanyikanَّdanَّdiringiَّdenganَّ
pukulanَّstik,َّrebana,َّatauَّsemacamnya.َّMerekaَّmenyebutnyaَّdenganَّistilahَّsama’َّatauَّ
taghbiir.
Berikut ini di antara perkataan ulama Ahlus Sunnah yang mengingkari hal tersebut.

ImamَّAsyَّSyafi’iَّberkata,”DiَّIraq,َّakuَّmeninggalkanَّsesuatuَّyangَّdinamakanَّtaghbiir.َّ[2]َّ
(Yaitu) perkara baru yang diada-adakan oleh Zanadiqah (orang-orang zindiq ; menyimpang),
merekaَّmenghalangiَّmanusiaَّdariَّAlَّQur’an.”َّ[3]َّ

Imam Ahmad ditanya tentang taghbiir,َّbeliauَّmenjawab,”Bid’ah.”َّ[RiwayatَّAlَّKhallal.َّ


Dinukil dari kitab Tahrim Alat Ath-Tharb, hlm. 163].

Imam Ath Thurthusi, tokoh ulama Malikiyah dari kota Qurthubah (wafat 520 H); beliau
ditanya tentang sekelompok orang (yaitu orang-orang Shufi) di suatu tempat yang membaca
AlَّQur’an,َّlaluَّseseorangَّdiَّantaraَّmerekaَّmenyanyikanَّsya’ir,َّkemudianَّmerekaَّmenariَّ
dan bergoyang. Mereka memukul rebana dan memainkan seruling. Apakah menghadiri
mereka itu halal atau tidak? (Ditanya seperti itu) beliau menjawab,”Jalanَّorang-orang Shufi
adalah batil dan sesat. Islam itu hanyalah kitab Allah dan Sunnah RasulNya. Adapun menari
dan pura-pura menampakkan cinta (kepada Allah), maka yang pertama kali mengada-adakan
adalah kawan-kawan Samiri (pada zaman Nabi Musa). Yaitu ketika Samiri membuatkan
patung anak sapi yang bisa bersuara untuk mereka, lalu mereka datang menari di sekitarnya
dan berpura-pura menampakkan cinta (kepada Allah). Tarian itu adalah agama orang-orang
kafir dan para penyembah anak sapi. Adapun majelis RasulullahَّShallallahuَّ‘alaihiَّwaَّsallamَّ
dan para sahabatnya penuh ketenangan, seolah-olah di atas kepala mereka dihinggapi burung.
Maka seharusnya penguasa dan wakil-wakilnya melarang mereka menghadiri masjid-masjid
dan lainnya (untuk menyanyi dan menari, Pen). Dan bagi seorang yang beriman kepada Allah
dan hari akhir, tidaklah halal menghadiri mereka. Tidak halal membantu mereka melakukan
kebatilan.َّDemikianَّiniَّjalanَّyangَّditempuhَّ(Imam)َّMalik,َّAsyَّSyafi’i,َّAbuَّHanifah,َّ
Ahmad dan lainnya dari kalangan imam-imamَّkaumَّmuslimin.”َّ[DinukilَّdariَّkitabَّTahrimَّ
Alat Ath-Tharb, hlm. 168-169]

ImamَّAlَّHafizhَّIbnuَّAshَّShalaah,َّimamَّterkenalَّpenulisَّkitabَّMuqaddimahَّ‘UlumilَّHaditsَّ
(wafat th. 643 H); beliau ditanya tentang orang-orang yang menghalalkan nyanyian dengan
rebana dan seruling, dengan tarian dan tepuk-tangan. Dan mereka menganggapnya sebagai
perkara halal dan qurbah (perkara yang mendekatkan diri kepada Allah), bahkan (katanya
sebagai) ibadah yang paling utama. Maka beliau menjawab: Mereka telah berdusta atas nama
AllahَّTa’ala.َّDenganَّpendapatَّtersebut,َّmerekaَّtelahَّmengiringiَّorang-orang kebatinan
yangَّmenyimpang.َّMerekaَّjugaَّmenyelisihiَّijma’.َّBarangsiapaَّyangَّmenyelisihiَّijma’,َّ(ia)َّ
terkena ancaman firman Allah:

‫صيرا‬ ْ ‫سآ هء‬


ِ ‫تَّ هم‬ ‫َّو ه‬
‫ص ِل ِهَّ هج ههن هم ه‬
ْ ‫ىَّون‬ ْ ‫س ِبي ِل‬
‫َّالمؤْ ِمنِينه َّن هو ِل ِهَّ همات ههول ه‬ ‫ىَّويهت ِب ْعَّ هغي هْرَّ ه‬ ْ ‫هَّمنَّبه ْعدَِّ هماتهبهيَّنه َّلهه‬
‫َّالهده ه‬ ِ ‫قَّالرسول‬
ِ ِ‫هو همنَّيشهاق‬

Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya. dan mengikuti
jalan yang bukan jalan orang-orangَّmu’min,َّKamiَّbiarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang
telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-
buruknya tempat kembali. [An Nisa:115] [4]

SyaikhulَّIslamَّIbnuَّTaimiyahَّrahimahullahَّberkata,”Danَّtelahَّdiketahuiَّsecaraَّpastiَّdari
agamaَّIslam,َّbahwaَّNabiَّShallallahuَّ‘alaihiَّwaَّsallamَّtidakَّmensyari’atkanَّkepadaَّorang-
orang shalih dan para ahli ibadah dari umat beliau, agar mereka berkumpul dan
mendengarkan bait-bait yang dilagukan dengan tepuk tapak-tangan, atau pukulan dengan
kayu (stik), atau rebana. Sebagaimana beliau tidak membolehkan bagi seorangpun untuk
tidak mengikuti beliau, atau tidak mengikuti apa yang ada pada Al Kitab dan Al Hikmah (As
Sunnah). Beliau tidak membolehkan, baik dalam perkara batin, perkara lahir, untuk orang
awam,َّatauَّuntukَّorangَّtertentu.”َّ[5]َّ

6) Adapun hadis-hadis lain yang menjelaskan waktu-waktu tertentu untuk


membaca shalawat sebagai berikut:

Pertama, sesudah adzan.

Rersabda Rasulullâh Saw.

Artinya: “Apabila kamu mendengar muadzin membacakan adzan, sambutlah ucapannya.


Sesudah selesai menyambut adzan, maka bershalawatlah kamu untukku.”(HR. Muslim)

Nabi Saw. bersabda:

Artinya: “Apabila kamu mendengar seorang muadzin (tukang membaca adzan itu) bacalah
(sambutlah bacaan adzan itu) seperti yang dibacakan olehnya. Kemudian (sesudah selesai
adzan dibacakan), bershalawatlah kamu kepadaku. Sebenarnya barangsiapa bershalawat
kepadaku dengan suatu shalawal, niscaya Allah bershalawat ke-padanya dengan sepuluh
shalawat. Sesudah itu mohonlah kepada Allah wasilah untukku. Wasilah itu suatu ke-
dudukan yang paling tinggi dalam syurga. Tidak dapat diperoleh, melainkan oleh seorang
saja dari hamba-hamba Allah. Aku berharap semoga akulah yang mendapat ke-dudukan itu.
Karena itu barang siapa memohonkan wasilah untukku, wajiblah baginya syafaatku. “(HR.
Muslim).

Kedua, ketika hendak masuk ke dalam mesjid dan ketika hendak keluar daripadanya.

Rersahda Rasulullah Saw.:

Artinya: “Apabila seseorang kamu masuk ke dalam mesjid, maka hendaklah ia membaca
“salam” kepadaku (membaca selwat dan salam). Sesudah itu hendaklah ia membaca:
Allâhummaftah lî Abwâba Rahmatika (Wahai Tuhanku, bukakanlah untukku segala pintu
rahmatmu). Dan apabila ia hendak keluar, hendaklah ia membaca (sesudah bershalawat):
Allâhumma Innî As aluka min Fadhlika. (Wahai Tuhanku, aku memohon kepada-Mu
limpahan rahmat-Mu).” (HR. Abû Dâud).

Diberitakan oleh Ibn Al-Sunnî, bahwa Rasulullah apabila masuk ke dalam mesiid. maka
beliau membaca:

Artinya: “Dengan nama Allah wahai tuhanku, berilah kebesaran kepada Muhammad.”

Dan apabila beliau hendak keluar dari mesiid, maka beliau membaca

Ketiga, sudah membaca tasyahhud di dalam tasyahhud akhir.

Telah ditahqikkan oleh Al-Imâm Ibn Al-QayyimَّdalamَّJalâ’uَّal-Afhâm, bahwa madzhab


yang haq dalam soal bershalawat dalam tasyahhud yang akhir, ialah madzhab Al-Syâfi’i.َّ
Yaitu mewajibkan shalawat kepada Nabi di dalamnya. Al-Imam Ibn Al-Qayyim berpendapat,
bahwa shalawat itu dituntut juga di dalam tasyahhud yang pertama, walaupun tidak sekeras
tuntutan seperti di dalam tasyahhud yang akhir.

Bersabda Rasulullah Saw.:

Artinya: “Apabila salah seorang kamu bertasayahhud di dalam sembahyang, maka


hendaklah ia mengucapkan: Allâhumma Shalli ‘alâ Muhammadin wa ‘alâ Âli Muham-madin,
Kamâ Shallayta wa Bârakta wa Tarahamta ‘alâ Ibrâhîm wa Âli Ibrâhîm, Innaka Hamîdun
Majîd.” (HR. Al-Baihaqî ).

Keempat, di dalam sembahyang jenazah.

Berkata Al-Syâfi’iَّdiَّdalamَّAl-Musnad:َّ“SunnahَّNabiَّSaw.َّdiَّdalamَّmelaksanakanَّ
sembahyang jenazah ialah, bertakbir pada permulaannya, sesudah itu membaca Al-Fâtihah
dengan tidak mengeraskan suara, kemudian sesudah takbir kedua membaca shalawat, sesudah
bershalawat bertakbir lagi, takbir yang ketiga. Sesudah takbir yang ketiga ini membaca doa
dengan sepenuh keikhlasan untuk jenazah itu. Dalam sembahyang jenazah tidak dibacakan
surah (ayat-ayat Al-Quran). Sesudah itu bertakbir dan lalu memberi salam dengan suara yang
tidakَّdikeraskan.”

Kelima, diantara takbir-takbir sembahyang hari-raya.

Berkataَّparaَّulama:َّ“Disukaiَّkitaَّmembacaَّdiَّantaraَّtakbir-takbir sembahyang hari-raya:


Artinya: “Saya akui kesucian Allah, segala puji dan sanjung kepunyaan Allah juga. Tak ada
Tuhan yang seebenarnya berhak disembah, melainkan Allah senndiri-Nya dan Allah itu
Maha Besar. Ya Allah, wahai Tuhanku, muliakan oleh-Mu akan Muhammad dan akan
keluarganya, Ya Allah, Wahai Tuhanku, ampuniah akan aku dan beri rahmatlah kepadaku.”

Keenam, di permulaan doa dan di akhirnya.

Bersabda Rasulullah Saw.:

Artinya:“Bahwasannya doa itu berhenti antara langit dan bumi, tiada naik, barang sedikit
juga daripadanya sehingga engkau bershalawat kepada Nabi engkau.” (HR. Al-Turmudzî).

FadlalahَّIbnَّ‘Ubadiَّberkata:َّ“BahwasanyaَّRasulullahَّSaw.َّmendengarَّseorangَّlaki-laki
langsung berdoa dalam sembahyang (yakni dalam duduk tahiyat sesudah membaca
tasyahhud), sebelum ia bershalawat. Maka Rasulullah berkata kepada orang yang di sisinya:
Orang ini telah bergegas-gegas. Sesudah orang itu selesai sembahyang, Nabipun memanggil
lalu mengatakan kepada-nya: Apabila bersembahyang seseorang kamu dan hendak berdoa di
dalamnya, hendaklah ia memulai doanya dengan memuji Allah dan membesarkan-Nya.
Sesudah itu bershalawat kepada Nabi Sesudah bershalawat, barulah mendoa memohon
sesuatu yang dihajati.”َّ(HR.َّAbûَّDâudَّdanَّAl-Nasâ’i).

Telah mufakat semua ulama, bahwa amat disukai memulai doa dengan memuji Allah
(membaca Alhamdulillah). Di dalam sembahyang, maka tasyahhud adalah menggantikan
kalimah puji (hamdalah). Sesudah memuji Tuhan bershalawat.

Demikian pula halnya ketika mengakhiri doa. Amat disukai kita mengakhirinya dengan
shalawat dan memuji Allah.

Ketujuh, ketika hendak memulai sesuatu urusan penting dan berharga.

Diberitakan oleh Abû Hurairah, bahwa Nabi Saw. bersabda:

Artinya: “Tiap-tiap urusan penting yang berarti dan berharga yang tidak dimulai dengan
hamdalah dan shalawat, maka urusan itu hilang berkatnya.”(HR. Al-Rahawî).
PengarangَّSyarahَّDalâ’il,َّ–menukilَّpernyataanَّyangَّdiberikanَّolehَّQâdhiَّ‘Iyâdhَّdiَّdalamَّ
kitabnya Al-Syifâ’–mengatakan bahwa maksud pembacaan shalawat dalam pembukaan segala
sesuatu itu adalah untuk bertabaruk (memohon berkah), sesuai dengan sabda Nabi Saw.,
“Setiap perbuatan penting yang tidak dimulai dengan menyebut nama Allah dan bershalawat
kepadaku niscaya kurang sempurna.”

Juga didasarkan atas firman Allah Swt. di dalam surah Al-Insyirah ayat 4, yang berbunyi:

Artinya: “Kami meninggikan bagimu sebutan (nama)-Mu.” (OS. Al-Insyirah:4).

Tentang maksud ayat ini, sebagian ahli hadis meriwayatkan sebuah hadis dari salah seorang
sahabat,َّyakniَّAbûَّSadَّr.a.,َّbahwaَّmaknaَّayatَّtersebutَّadalah,َّ“TidaklahَّAkuَّ(Allah)َّ
disebut, melainkan engkau (Muhammad) pun disebut pula hersama-Ku.”

Memenuhi sebagian hak Rasulullah Saw., sebab beliau adalah perantara antara Allah Saw.
dan hamba-hamba-Nya. Semua nikmat yang diterima oleh mereka -termasuk nikmat terbesar
berupa hidayah kepada Islam- adalah dengan perantara dan melalui Rasulullah Saw.

Di dalam salah satu hadis, Rasulullah Saw. Bersabda, “Belumlah bersyukur kepada Allah
orang yang tidak ber-terima kasih kepada manusia.”

Memelihara perintah Allah Swt. yang dituangkannya di dalam firman-Nya yang berbunyi:

Artinya: “Hai orang-orang yang Beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi, dan
ucapkanlah salampenghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzâb: 33).

Kedelapan, di akhir qunut

Diriwayatkan oleh Al-Nasâ’i,َّbahwaَّdisukaiَّkitaَّmengakhiriَّqunutَّdenganَّshalawat.َّ


Tegasnya, disukai supaya kita bershalawat di akhir Qunut dengan kalimah:

Artinya: “Dan mudah-mudahan Allah melimpahkan shalawat-Nya atas Muhammad.”

Kesembilan, di malam dan hari Jumat.

Bersabda Rasulullah Saw. :


Artinya: “Banyakkanlah olehmu membaca shalawat di malam hari Jumat dan siangnya
karena shalawat itu dtkemukakan kepadaku. “ (HR. Al-Thabrânî).

Dan sabdanya pula;

Artinya: “Banyakkanlah olehmu shalawat kepada-ku, karena shalawaatmu itu akan menjadi
cahaya bagimu pada hari qiyamat.” (HR Al-Thrmudzî dan Abû Dâud).

Al-Ustâdz Mahmûd Sâmi dalam karyanya Mukhtashar fi Ma’ânî Asmâ Allah al-Husnâ, bâbu
al-Shalâh ‘alâ al-Nabi, menceritakanَّ‘Umarَّbinَّ‘Abdulَّ‘Azîzَّr.a.َّpernahَّmenulis,َّ
“sebarkanlahَّilmuَّpadaَّhariَّJumat,َّsebabَّbencanaَّilmuَّituَّadalahَّlupa.َّPerbanyaklahَّpulaَّ
kalian membaca shalawat atas Nabi Saw. pada hari jumat.
Sementara Imam Al-Syâfi’iَّr.a.َّBerkata,َّ“Akuَّsukaَّmemperbanyak membaca shalawat
dalam setiap keadaan. Namun, pada malam dan hari Jumat lebih aku sukai, karena ia
merupakan hari yang paling baik.

Kesepuluh, di dalam khutbbah.


Menurut madzhab Al-Syâfi’i,َّparaَّkhatibَّwajibَّmembacaَّshalawatَّuntukَّNabiَّSaw.َّpadaَّ
permulaan khuthbah, sesudah membaca tahmid.
IbnuَّKatsîrَّherkata:َّ“demikianlahَّmadzhabَّAl-Syâfi’iَّdanَّAhmad.”

Kesebelas, ketika berziarah ke kubur Nabi Saw.

Bersabda Nabi Saw.

Artinya: “Tidak ada seorangpun di antara kamu yang memberikan salamnya kepadaku yakni
di sisi kuburku, melainkan Allah mengembalikan kepadaku ruhku untuk mniawab salamnya
itu.” (HR. Abû Dâud).

Kedua belas, sesudah bertalbiyah.

Berkata Muhammad Ibn Al-Qasim:

Artinya: “Memang disuruh seseorang membaca shalawat kepada nabi apabila dia telah
selesai membaca talbiyahnya dalam segala keadaan.” (HR. Al-Syâfi’iَّdanَّAl-Dâruquthnî).

Ketiga belas, ketika telinga mendenging.

Bersabda Rasulullah Saw :


Artinya: “Apabila mendenging telinga salah seorang di antaramu, maka hedaklah la
mengingat dan bershalawat kepadaku.” (HR. Ibn Al-Sunî)

Keempat belas, tiap-tiap mengadakan majlis.

Bersabda Ralulullah Saw :

Artinya: “Tidak duduk sesuatu kaum di dalam sesuatu majlis, sedang mereka tidak menyebut
akan Allah dan tidak betshalawat kepda Nabinya, melainkan menderita kekuranganlah maka
jika Allah mmghendaki niscaya Allah akan mengazab mereka dan jika Allah menghendaki,
niscaya akan mengampuni mereka.” (HR. Al-Thrmudzî Abû Dâud).

Kelima belas, di kala tertimpa kesusahan dan kegundahan.

DiberitakanَّolehَّUbayَّIbnَّKa’ab,َّbahwaَّseorangَّlaki-laki bertanya kepada Rasulullah Saw.


ujarnya:َّ“YaَّRasulallah,َّbagaimanaَّpendapatَّengkauَّsekiranyaَّsayaَّjadikanَّshalawatَّsayaَّ
untuk engkau semua?
Rasulullah Saw. menjawab :
“Kalau demikian Allah akan memelihara engkau dari segala yang membimbangkan engkau,
baik mengenai dunia, maupun mengenai akhirat engkau. “(HR. Ahmad).

Keenam belas, tiap-tiap waktu pagi dan petang.

Bersabda Rasululullah Saw:

Artinya: “Barangsiapa bershalawat kepadaku waktu pagi sepuluh kali waktu petang sepuluh
kali, maka ia akan mendapat syafa’atku di hari qiamat, ” (HR. Al-Thabarî).

Ketujuh belas, waktu berjumpa dengan para shahabat, handai dan tolan.

Besabda Rasulullah Saw :


Artinya: “Tidak ada dua orang hamba yang berkasih-kasihan karena Allah, apabila
berjumpa salah seorang dengan yang lainnya lalu berjabatan tangan dan bershalawat
kepada Nabi Saw., melainkan Allah mengampuni dosanya sebelum mereka berpisah, baik
yang telah lalu maupun yang akan datang. “ (HR Ibn Al-Sunnî).

Kedelapan belas. ketika Orang menyebut nama Rasulullah Saw.:

Artinya: “Orang yang kikir ialah: Orang yang tidak mau bershalawat ketika orang menyebut
namaku di sisinya.” (HR. Ahmad).

Inilah delapan belas tempat atau waktu yang ditentukan supaya kita bershalawat kepada Nabi,
ketika kita berada pada tempat, waktu atau keadaan itu. Maka marilah kita wahai para
pencinta Rasul, bershalawat kepadanya pada tempat-tempat, waktu-waktu dan keadaan-
keadaan tertentu dengan sebaik-baiknya.

Kemudian kita perhatikan makna hadis yang tersebut di bawah ini. Bersabdalah Rasulullah
Saw :

Artinya: “Tidak beriman salah seorang kamu, sehingga la mencintai aku lebih daripada
anaknya, ayahnya dan manusia semua.” (HR. Al-Bukhârî, Muslim, dan Ahmad)

Artinya: “Diriwayatkan bahwasanya ‘Umar pernah berkata kepada Rasulullah Saw.: Ya


Rasulullah, sesungguhnya engkau lebih kucintai dari segala sesuatu, kecuali kecintaanku
terhadap diriku. Menjawab Nabi: Ya ‘Umar engkau belum lagi mencintai aku sebelum
engkau melebihkan cintamu itu daripada kepada dirimu sendiri. Mendengar itu ‘Umarpun
berkata: Demi Allah, engkau ya Muhammd, lebih aku cintai daripada diriku sendiri! Nabi
menjawab: barulah sekarang engkau mencintai aku hai ‘Umar.” (HR. Ahmad, Bukhârî, dan
Muslim).

Sebagai tanda mencintai Rasulllah Saw. itu, ialah: memperbanyak shalawat kepadanya. Dan
marilah kita ber-shalawat kepadanya dengan khusyu’ dan khudlu’, terlepas dari riya. Karena
sealawat yang dilakukan dengan riya, tiadalah diridlai oleh Allah dan tiada pula diterima-
Nya.

7) Fungsi Shalawat
Tujuan Allah menyuruh manusia bershalawat kepada Nabi Muhammad ialah agar
umat Islam seluruhnya menaruh rasa hormat kepada beliau. Sebab beliau adalah pilihan-
Nya untuk menjadi Nabi terakhir dan penutup para Nabi, yang membebaskan manusia
dari kehidupan jahiliyah. Atas perjuangan beliau, umat manusia bisa dihantarkan ke alam
yang terang benderang. Beliaulah yang mengantarkan umat manusia dari kehidupan
hewani menjadi kehidupan yang manusiawi. Jika tidak ada beliau, entah kebejatan moral
apa yang dilakukan oleh umat manusia. Oleh sebab itu, sebagai orang yang tahu diri,
umat manusia sangat wajib untuk mensyukuri jasa beliau. Untuk mengabadikan rasa
syukur dan jasa beliau inilah maka 'shalawat serta salam' dijadikan sebagai salah satu
rukun dzikri, yaitu suatu bacaan rukun bagi umatnya setiap mengerjakan shalat. Fungsi
lain shalawatpun tertera dalam salah satu hadits disebutkan sebagai berikut: "Dari Anas
bin Malik ra, ia berkata: telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam.:
"Barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali saja, niscaya Allah akan memberikan
sepuluh kesejahteraan kepadanya dan dihapuskan darinya sepuluh kesalahan dan
diangkat baginya sepuluh derajat." (HR. Bukhari, Nasa'i, Ibnu Hibban dan Hakim). Atas
dasar hadits di atas, maka umat Islam di manapun berada selalu membacakan shalawat
kepada Rasulullah setiap waktu shalat maupun setiap kali mendengar namanya disebut.
Sebab dengan membacakan satu kali shalawat kepada Rasulullah, maka balasannya
adalah mendapat sepuluh kebaikan dan dihapuskan sepuluh keburukan

Dengan demikian, keberadaan Nabi Muhammad sebagai utusan Allah sungguh membawa
berkah dan rahmat bagi umatnya. Sebab dengan bershalawat kepadanya satu kali saja, akan
memperoleh pahala sepuluh kebaikan dan menghilangkan sepuluh keburukan

8) manfaat membaca shalawat Nabi


bagi para pembacanya. Yang bisa disimpulkan dari keterangan beberapa hadits Nabi
Muhammad Saw.

1. dengan membaca shalawat Nabi memperoleh limpahan rahmat dan kebaikan dari Allah
SWT.

2. Dengan membaca shalawat Nabi, kita diangkat ( ditinggikan ) derajatnya dan dihapuskan
dosa-dosa kejahatan dan kesalahannya.

3. Dengan membaca shalawat Nabi, kita memperoleh pengakuan kesempurnaan iman, jika
membacanya 100 (seratus) kali.
4. Membaca shalawat Nabi dapat menjauhkan kerugian, penyesalan, dan dimasukan ke dalam
golongan orang-orang yang shaleh.

5. Membaca shalawat Nabi berartiَّmendekatkanَّdiriَّkepadaَّAllahَّTa’ala.َّ(Taqarrubَّilallah).

6. Membaca shalawat Nabi akan memperoleh pahala seperti pahala memerdekakan budak
(hamba sahaya).

7. Dengan banyak-banyakَّmembacaَّshalawatَّNabiَّdapatَّmemperolehَّSyafa’at di hari


kiamat.

8. Banyak membaca shalawat Nabi akan memperoleh penyertaan dari Malaikat Rahman.

9. Banyak membaca shalawat Nabi berarti menjalin komunikasi yang akrab dengan Nabi.
Sebab jika seseorang bershalawat dan mengucapkan salam kepada Nabi. Maka shalawat dan
salamnya itu akan disampaikan oleh Malaikat kepada Nabi.

10. Dengan banyak membaca Shalawat Nabi bisa membuka kesempatan untuk bertemu
dengan Nabi, berdasar keterangan para Ulama.

11. Membaca Shalawat Nabi dapat menghilangkan kesusahan, kegundahan dan kebingungan,
serta melapangkan rizqi.

12. Pembaca Shalawat Nabi akan dilapangkan dada ketika menghadapi berbagai masalah.
Hal ini jika seseorang membaca shalawat 100 ( seratus ) kali secara mudawamah
(membacanya terus menerus setiap hari).

13. Dengan banyak membaca shalawat Nabi akan dapat menghapuskan dosa. Hal ini jika
seseorangَّmembiasakannyaَّmembacaَّtigaَّkaliَّsetiapَّhariَّpadaَّsetiapَّba’daَّshalatَّwajib.َّ
Karena dengan membaca shalawat akan mendapatkan 10 pahala kebaikan. Dan inilah yang
akan menghapuskan dosa-dosa kita.

14. Membaca shalawat Nabi dapat menggantikan shadaqah bagi orang yang tidak sanggup
bershadaqah harta.

15. Membaca shalawat Nabi sebanyak-banyaknya dapat melipatgandakan pahala yang


diperoleh. Umat Islam biasanya memperbanyak membacaَّshalawatَّdiَّhariَّJum’at.َّDiَّ
kampung-kampung mereka mengadakan pembacaan maulid Barzanji sebagai trik mudah agar
bisa bershalawat sebanyak-banyaknyaَّdiَّmalamَّJum’at.

16. Dengan banyak membaca Shalawt Nabi bisa mendekatkan kedudukan kepada Rasulullah
Saw di hari qiamat.

17.َّShalawatَّNabiَّmenjadikanَّsebabَّdo’aَّditerimaَّolehَّAllah.

18. Dengan banyak-banyak membaca shalawat Nabi ketika di dunia dapat membebaskan diri
dari kebingungan di hari kiamat. Sebaliknya apabila seseorang pelit membaca shalawat
kepada Nabi, maka ia akan menghadapi kebingungan dan ketakutan dalam mahkamah di
padang Mahsyar.
19. Membaca shalawat Nabi berarti memenuhi satu hak Nabi Muhammad Saw, atau
menunaikan satu tugas ibadah yang diperintahkan atas ummatnya. Apabila seseorang tidak
mau bershalawat atas Nabi, ia berarti enggan memenuhi hak Nabi yang telah diperintahkan
oleh Allah Swt.

Anda mungkin juga menyukai