Penyusun memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Swt, serta salawat serta salam
selalu terlimpah ke hadirat Nabi Muhammad Saw. Berkat rahmat dan karunia-Nya jualah
dapat diselesaikan makalah yang berjudul “QAIDAH-QAIDAH USHUL FIQIH”.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini tidak terlepas dari bantuan pihak, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
Penyusun menyadari dengan berbagai keterbatasan, makalah ini masih jauh dari
sempurna, karena itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Tim Penyusun
1
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR ...........................................................................................................1
3
3
3
3
4
4
4
28
28
28
29
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesungguhnya sudah tidak meragukan lagi bahwa pohon itu tidak akan berdiri tanpa
ada akarnya, dan rumah tidak akan tegak kokoh tanpa ada pondasi yang kuat, begitu pula
hukum fiqih yang tidak berdiri sendiri tanpa ada Ushul Fiqih.
Ketika kitab-kitab Ushul Fiqh yang beredar dirasakan sulit oleh sebagian para
pelajar/santri, karena kurangnya ibarat atau contoh yang diberikan untuk setiap kaidah-
kaidahnya, maka untuk itu didalam makalah ini dijelaskan dengan mudah tentang
kaidah-kaidah ushul fiqh beserta contoh/perumpamaan nya, karena untuk menghafal satu
kaidah dengan tidak adanya pengetahuan tentang contoh kaidah tersebut, maka hal itu
tidak akan memberikan kemanfa’atan dan akan membuang waktu dengan sia-sia.
Dalam makalah ini, akan dibahas mengenai 40 qaidah fiqhiyah beserta masing-
masing contohnya agar dapat dengan mudah dipahami.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari qaidah ushul fiqh?
2. Apa saja macam-macam qaidah ushul fiqh?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian qaidah ushul fiqh.
2. Mengetahui macam-macam qaidah nya secara lengkap dan contohnya.
BAB II
3
PEMBAHASAN
Dr. Jailany mendefinisikan sebagai:” hukum kulli (berifat umum) yang berdiri
diatasnya furu’ fiqhiyah yang di bentuk dengan bentuk umum dan akurat”.
Definisi ini belum maani’ karena kaidah-kaidah fiqh masih masuk didalamnya.
Prof. Dr. Muhammad Syabir mendefinisikan sebagai:” ”Suatu perkara kulli (kaidah-
kaidah umum) yang dengannya bisa sampai pada pengambilan kesimpulan hukum syar’iyyah
al far’iyyah dari dalil-dalilnya yang terperinci”.
Definisi yang menurut penyusun lebih akurat adalah:” Hukum kulli (umum) yang
dibentuk dengan bentuk yang akurat yang menjadi perantara dalam pengambilan kesimpulan
fiqh dari dalil-dalil, dan cara penggunaan dalil serta kondisi pengguna dalil”.
B. Macam-Macam Qaidah
QAIDAH 1
اص ِد َها
ِ اَاْل ُمور مِب ََق
ُ ُْ
“ Setiap perbuatan itu bersama dengan tujuannya/niatnya “
2. Penggunaan kata kiasan (kinayah) dalam talak. Seperti ucapann seorang suami kepada
istrinya: ( انت خاليةengkau adalah wanita yang terasing). Jika suami bertujuan menceraikan
dengan ucapannya tersebut, maka jatuhlah talak kepada istrinya, namun jika ia tidak berniat
menceraikan maka tidak jatuh talak-nya.
QAIDAH 2
1. Seseorang yang melakukan shalat dhuhur dengan niat `ashar atau sebaliknya, maka
shalatnya tersebut tidak sah.
2. Kesalahan dalam menjelaskan pembayaran tebusan (kafarat) zhihar kepada kafarat qatl
(pembunuhan).
QAIDAH 3
ِ ِ ما يشتر ُط التَّع ِرض لَه لَة واَل يشتر ُط تعيِينه ت ْف
َ َصياًل ا َذا َعينَهُ َواَ ْخطَأ
ضَّر َ ُ َ ْ َ َ َ ُ َ ً ْ ُ ُ مُج ََ ُ َ
“Jika syaratnya hanya menentukan secara global, dan tidak disyaratkan ta’yinnya
(menyatakannya) secara terperinci, maka ketika seseorang menyatakannya dan ia salah,
maka hal itu akan menjadi madharat”
Contoh kaidah : ما يشترط التعرض له جملة وال يشترط تعيينه تفصيال
Seseorang yang bernama Ahmad niat berjamaah kepada seorang imam bernama Ustadz
Muhammad. Kemudian, ternyata bahwa yang menjadi imam bukanlah Ustadz Muhammad
tapi orang lain yang mempunyai panggilan Ali (Zainal Abidin), maka shalat Ahmad tidak sah
karena ia telah berniat makmum dengan Ustadz Muhammad yang berarti telah menafikan
mengikuti Ali. Perlu diketahui, bahwa dalam shalat berjamah hanya disyaratkan niat
berjamaah tanpa adanya kewajiban menentukan siapa imamnya.
QAIDAH 4
Contoh kaidah :
5
Kesalahan dalam menentukan tempat shalat. Seperti Umar niat shalat di Monas, Jakarta,
padahal saat itu dia berada di Kuala Lumpur (Malaysia). Maka shalat Umar tidak batal karena
sudah adanya niat. sedangkan menentukan tempat shalat tidak ada hubungannya dengan niat
baik secara globlal atau terperinci (tafshil).
QAIDAH 5
1. Utsman adalah seorang pria perkasa (berasal dari daerah Jakarta). Teman kita yang satu ini
konon katanya mempunyai seorang istri bernama Tholiq dan seorang budak perempuan
bernama Hurrah. Suatu saat, Utsman berkata; Yaa Tholiq, atau Yaa Hurrah. Jika dalam
ucapan ``Yaa Tholiq`` Temon bermaksud menceraikan istrinya, maka jatuhlah talak kepada
istrinya, namun jika hanya bertujuan memanggil nama istrinya, maka tidak jatuh talaknya.
Begitu juga dengan ucapan ``Yaa Hurrah`` kepada budaknya jika Temon bertujuan
memerdekakan, maka budak perempuan itu menjadi perempuan merdeka. Sebaliknya jika ia
hanya bertujuan memanggil namanya, maka tidak menjadi merdeka.
2. Menambahkan lafal masyiah (insya Allah) dalam niat shalat dengan tujuan
menggantungkan shalatnya kepada kehendak Allah SWT. maka batal shalatnya. Namun
apabila hanya berniat tabarru` maka tidak batal shalatnya, atau dengan menambahkan
masyiah dengan tanpa adanya tujuan apapun, maka menurut pendapat yang sahih, shalatnya
menjadi batal.
QAIDAH 6
ِ
ك َ ِاَلْيَقنْي ُ اَل يَُز ُال ب
ِّ الش
“Keyakinan itu tidak akan hilang oleh keraguan”
6
1. Seorang bernama Doel Fatah ragu, apakah baru tiga atau sudah empat rakaat shalatnya?
maka, Doel Fatah harus menetapkan yang tiga rakaat karena itulah yang diyakini. (kemudian
menambahkan satu rakaat lagi yang kemudian di akhiri dengan sujud sahwi)
2. Santri bernama Bukhori baru saja mengambil air wudhu di kolam depan komplek A PP.
Putra An-Nawawi. Kemudian setelah sampai di rumah, Bukhori ingin melaksanakn shalat,
tetapi timbul keraguan dalam hatinya; ``sudah batal belum yaa..? kayane aku kentut deh...``
maka hukum thaharah-nya tidak hilang disebabkan keraguan yang muncul kemudian.
3. Seseorang meyakini telah berhadats dan kemudian ragu apakah sudah bersuci atau belum,
maka orang tersebut masih belum suci (muhdits). Karena yang diyakininya adalah dalam
keadaan berhadats dan yang diragukannya adalah yang dalam keadaan bersuci
Dibawah ini ialah kaidah yang esensinya senada dengan kaidah di atas:
``Sesuatu yang tetap dengan keyakinan, maka tidak bisa dihilangkan kecuali dengan adanya
keyakinan yang lain.``
QAIDAH 7
1. Seseorang yang makan sahur dipenghujung malam dan ragu akan keluarnya fajar maka
puasa orang tersebut hukumnya sah. Karena pada dasarnya masih tetap malam (al-aslu baqa-
u al-lail).
2. Seseorang yang makan (berbuka) pada penghujung siang tanpa berijtihad terlebih dahulu
dan kemudian ragu apakah matahari telah terbenam atau belum, maka puasanya batal. Karena
asalnya adalah tetapnya siang (al-ashl baqa-u al-nahr).
QAIDAH 8
7
الذ َّم ِة
ِّ َُصل َبراءَة
َ ُ ْ اَأْل
“Asalnya itu lepasnya tanggungan/tanggung jawab”
QAIDAH 9
1. Kang Khumaidi mengadakan kerjasama bagi hasil (mudharabah) dengan Bos Fahmi.
Dalam kerjasama ini Kang Khumaidi bertindak sebagai pengelola usaha (al-`amil),
sedangkan Bos Fahmi adalah pemodal atau investornya. Pada saat akhir perjanjian, Kang
Khumaidi melaporkan kepada Bos Fahmi bahwa usahanya tidak mendapat untung. Hal ini
diingkari Bos Fahmi. Dalam kasus ini, maka yang dibenarkan adalah ucapan Kang Khumaidi,
karena pada dasarnya memang tidak adanya tambahan (laba).
QAIDAH 10
8
1. Mungkin karena kesal dengan seseorang wanita hamil yang kebetulan juga cerewet, maka
tanpa pikir panjang Ipin memukul perut si wanita hamil tersebut. Selang beberapa waktu si
wanita melahirkan seorang bayi dalam keadaan sehat. Kemudian tanpa diduga-duga, entah
karena apa si jabang bayi yang imut yang baru beberapa hari dilahirkan mendadak saja mati.
Dalam kasus ini, Ipin tidak dikenai tanggungan (dhaman) karena kematian jabang bayi
tersebut adalah disebabkan faktor lain yang masanya lebih dekat dibanding pemukulan Ipin
terhadap wanita tersebut.
2. Seorang santri kelas II MDU bernama Soekabul alias Kabul Khan ditanya oleh teman
sekamarnya; ``Kang Kabul, aku melihat sperma di bajuku, tapi aku tidak ingat kapan aku
mimpi basah. Gimana solusinya, Kang?``. Dengan PD-nya, karena baru saja menemukan
kaidah ``al-aslu fi kulli wahidin taqdiruhu bi-aqrobi zamanihi`` saat muthala`ah Kitab
Mabadi` Awwaliyah, santri yang demen banget lagu-lagu Hindia ini spontan menjawab;
``Siro -red: kamu- wajib mandi besar dan mengulang shalat mulai sejak terakhir kamu
bangun tidur sampai sekarang.``
QAIDAH 11
ب التَّْي ِسْيَر ِ
ُ اَلْ َم َش َّقةُ جَتْل
“Kesulitan itu akan menghasilkan kemudahan ”
1. Seorang bernama Abdullah yang sedang sakit parah merasa kesulitan untuk berdiri
ketika shalat fardhu, maka ia diperbolehkan shalat dengan duduk. Begitu juga ketika ia
merasa kesulitan shalat dengan duduk, maka diperbolehkan melakukan shalat dengan tidur
terlentang.
2. Seseorang yang karena sesuatu hal, sakit parah misalnya, merasa kesulitan untuk
menggunakan air dalam berwudhu, maka ia diperbolehkan bertayamum.
9
ق اِتَّ َس َع َ اَاْل َ ْم ُر اِ َذا
َ ضا
ْ ت اِتَّ َس َع
ت َ اَاْل َ ْشيَا ُء اِ َذا
ْ َضاق
3. Takhfif Ibdal, yaitu keringanan dengan mengganti. Seperti mengganti wudhu dan
mandi dengan tayammum, berdiri dengan duduk, tidur terlentang dan memberi isyarat dalam
shalat dan mengganti puasa dengan memberi makanan.
10
7. Takhfif Taghyir, yaitu keringanan dengan perubahan. Seperti merubah urutan shalat
dalam keadaan takut (khauf).
QAIDAH 12
Sedikit gerakan dalam shalat karena adanya gangguan masih ditoleransi, sedangkan banyak
bergerak tanpa adanya kebutuhan tidak diperbolehkan.
Dari dua kaidah sebelumnya (kaidah ke-11 dan ke-12) Al-Gazali membuat sintesa
(perpaduan) menjadi satu kaidah berikut ini:
QAIDAH 13
1. Diperbolehkan bagi seorang pembeli memilih (khiyar) karena adanya `aib (cacat)
pada barang yang dijual.
QAIDAH 14
11
Contoh kaidah : الضررال يزال بالضرر
Lukman dan Lutfi adalah dua orang yang sedang kelaparan, keduanya sangat membutuhkan
makanan untuk meneruskan nafasnya. Lukman, saking tidak tahannya menahan lapar nekat
mengambil getuk Asminah (asli produk gintungan) kepunyaan Lutfi yang kebetulan dibeli
sebelumnya di warung Syarof CS. Tindakan mbah Yoto -walaupun dalam keadaan yang
sangat menghawatirkan baginya- tidak bisa dibenarkan karena Lutfi juga mengalami nasib
yang sama dengannya, yaitu kelaparan.
QAIDAH 15
Tindakan Rahman memakan daging babi dalam kondisi kelaparan tersebut diperbolehkan.
Karena kondisi darurat memperbolehkan sesuatu yang semula dilarang.
12
``Tidak ada kata haram dalam kondisi darurat dan tidak ada kata makruh ketika ada hajat``
QAIDAH 16
Contoh kaidah :
1. Dengan melihat contoh pertama pada kaidah sebelumnya, berarti Rahman yang dalam
kondisi darurat hanya diperbolehkan memakan daging babi tangkapannya itu sekira cukup
untuk menolong dirinya agar bisa terus menghirup udara dunia. selebihnya (melebihi kadar
kecukupan dengan ketentuan tersebut) tidak diperbolehkan.
2. Sulitnya shalat jumat untuk dilakukan pada satu tempat, maka shalat jumat boleh
dilaksanakan pada dua tempat. Ketika dua tempat sudah dianggap cukup maka tidak
diperbolehkan dilakukan pada tiga tempat.
QAIDAH 17
QAIDAH 18
13
Contoh kaidah : اذا تعارض المفسدتان رعي اعظمهما ضررا بارتكاب ا
1. Diperbolehkannya membedah perut wanita (hamil) yang mati jika bayi yang
dikandungnya diharapkan masih hidup.
2. Tidak perbolehkannya minum khamr dan berjudi karena bahaya yang ditimbulkannya
lebih besar daripada manfaat yang bisa kita ambil.
3. Disyariatkan hukum qishas, had dan menbunuh begal, karena manfaatnya (timbulnya
rasa aman bagi masyarakat) lebih besar daripada bahayanya.
QAIDAH 19
1. Berkumur dan mengisap air kedalam hidung ketika berwudhu merupakan sesuatu
yang disunatkan, namun dimakruhkan bagi orang yang berpuasa karena untuk menjaga
masuknya air yang dapat membatalkan puasanya.
2. Meresapkan air kesela-sela rambut saat membasuh kepala dalam bersuci merupakan
sesuatu yang disunatkan, namun makruh dilakukan oleh orang yang sedang ihram karena
untuk menjaga agar rambutnya agar tidak rontok.
QAIDAH 20
َُّح ِرمْي
ْ اع الت
ِ ضَ َْص ُل ىِف اأْل َب
ْ اَأْل
“Asalnya berjima‟ itu hukumnya haram”
14
1. Ketika seorang perempuan sedang berkumpul dengan beberapa temannya dalam
sebuah perkumpulan majlis taklim, maka laki-laki yang menjadi saudara perempuan tersebut
dilarang melakukan ijtihad untuk memilih salah satu dari mereka menjadi istrinya. Termasuk
dalam persyaratan ijtihad adalah asalnya yang mubah, sehingga oleh karenanya perlu
diperkuat dengan ijtihad. Sedangkan dalam situasi itu, dengan jumlah perempuan yang
terbatas, dengan mudah dapat diketahui nama saudara perempuannya yang haram dinikahi
dan mana yang bukan. Berbeda ketika jumlah perempuan itu banyak dan tidak dapat
dihitung, maka terdapat kemurahan, sehingga oleh karenanya, pintu pernikahan tidak tertutup
dan pintu terbukanya kesempatan berbuat zina.
٧﴿ َ﴾فَ َم ِن ا ْبتَغ َٰى َو َرا َء ٰ َذلِكَ فَأُو ٰلَئِكَ هُ ُم ْال َعا ُدون
Artinya: ``Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka
atau budak yang mereka miliki Maka Sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada terceIa.
Barangsiapa mencari yang di balik itu Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui
batas.``
QAIDAH 21
15
1. Seseorang menjual sesuatu dengan tanpa menyebutkan mata uang yang dikehendaki,
maka berlaku harga dan maat uang yang umum dipakai.
2. Batasan sedikit, banyak dan umumnya waktu haidh, nifas dan suci bergantung pada
kebiasaan (adapt perempuan sendiri).
QAIDAH 22
ِ ما ورد بِِه الشَّرع مطْلَ ًقا واَل ضابِ َط لَه فِي ِه واَل ىِف اللُّغ َِّة يرجع فِي ِه إِىَل الْعر
ف ُْ ْ ُ َ ُْ َ ْ ُ َ َ ُُ ْ َََ َ
“Sesuatu yang datang dalam hukum syara‟ secara muthlaq dan tidak ada yang menjadi
landasannya dan tidak juga dengan definisi lughoh (bahasa) maka semua itu dikembalikan
pada kebiasaan (adat) yang berlaku”
Contoh kaidah : ما ورد به الشرع مطلقا وال ضابط له فيه وال فى فى اللغة
1. Niat shalat cukup dilakukan bersamaan dengan takbiratul ihram, yakni dengan
menghadirkan hati pada saat niat shalat tersebut.
Terkait dengan kaidah di atas, bahwasanya syara` telah menentukankan tempat niat di dalam
hati, tidak harus dilafalkan dan tidak harus menyebutkan panjang lebar, cukup menghadirkan
hati; ``aku niat shalat…………rakaaat``. itu sudah di anggap cukup.
2. Jual beli dengan meletakan uang tanpa adanya ijab qobul, menurut syara` adalah tidak
sah. Dan menjadi sah, kalau hal itu sudah menjadi kebiyasaan.
QAIDAH 23
1. Apabila dalam menentukan arah kiblat, ijtihad pertama tidak sama dengan ijtihat ke
dua, maka digunakan ijtihad ke dua. Sedangkan ijtihad pertama tetap sah sehingga tidak
memerlukan pengulangan pada rakaat yang dilakukan dengan ijtihad pertama. Dengan
16
demikian, seseorang mungkin saja melakukan shalat empat rakaat dengan menghadap arah
yang berbeda pada setiap rakaatnya.
2. Ketika seorang hakim berijtihad untuk memutuskan hukum suatu perkara, kemudian
ijtihadnya berubah dari ijtihad yang pertama maka ijtihad yang pertama tetap sah (tidak
rusak).
3. Apabila seorang suami melakukan khulu‟ kepada istrinya sebanyak 3 kali kemudian
setelah itu ia menikahi istrinya (yang telah dikhulunya itu), dengan tidak menggunakan
Muhallil (orang yang menyelang), dengan beri‟tiqad bahwa khulu‟ itu adalah fasakh nikah
bukan thalaq, tetapi kemudian ijtihadnya berubahbahwa khulu‟ itu adalah thalaq maka ia
tetap masih diperbolehkan bersamaistrinya itu dengan pernikahannya tadi.
Imam Ghazali berkata : Jika hakim telah memutuskan untuk menyatakan sah pada
pernikahannya itu maka tidaklah wajib memisahkannya, walaupun kemudian ijtihad hakim
itu berubah untuk memisahkannya sebagai perubahan hukum yang telah ditetapkan hakim
dalam ijtihadnya, sekalipun hakim tidak memberikan keputusan harus pisah, maka hukum
dalam pernikahan itu terdapat keragu-raguan. Qaul Mukhtar (yang dipilih) berpendapat wajib
memisahkannya karena kewajiban menjaga perempuan tadi dari jima‟ haram berdasarkan
تنبيه
Pengertian Kaidah ini adalah bahwa ijtihad (yang kedua) itu tidak membatalkan ijtihad yang
pertama, akan tetapi harus adanya perubahanhukum setelah itu, karena tidak adanya tarjih
(yang kuat) pada ijtihad yang pertama tadi, karena itu yang harus digunakan adalah ijtihad
kedua didalam menentukan arah kiblat, namun ijtihad yang pertama tidaklah menjadi batal.
QAIDAH 24
ِ
ٌاَ ِإل ْيثَ ُار بِالْعِبَ َادة مَمُْن ْوع
“Mendahulukan orang lain dalam hal ibadah itu dilarang”
17
1. Mendahulukan orang lain atau menempati shaf awal (barisan depan) dalam shalat.
2. Mendahulukan orang lain untuk menutup aurat dan menggunakan air wudhu. Artinya,
ketika kita hanya memiliki sehelai kain untuk menutup aurat, sedangkan teman kita juga
membutuhkannya, maka kita tidak boleh memberikan kain itu kepadanya karena akan
menyebabkan aurat kita terbuka. Begitu pula dengan air yang akan kita gunakan untuk
bersuci, maka kita tidak boleh menggunakan air tersebut. Karena hal ini berkaitan dengan
ibadah.
QAIDAH 25
ب ول
ُ ط
ْ م ِ اَ ِإل يثار بِغَ ِ الْعِباد
ة
ٌ ْ َ َ َ ْ َ ُ رْي
“Mendahulukan diri sendiri dalam hal yang bukan ibadah itu yang dicari”
ِ ص ُد
ور ِه ْم ُ َاج َر إِلَ ْي ِه ْم َواَل يَ ِج ُدونَ فِي َ َوالَّ ِذينَ تَبَ َّو ُءوا ال َّد
َ ار َواإْل ِ ي َمانَ ِمن قَ ْبلِ ِه ْم ي ُِحبُّونَ َم ْن ه
َ ِق ُش َّح نَ ْف ِس ِه فَأُو ٰلَئ
ك هُ ُم َ صةٌ ۚ َو َمن يُو
َ صا َ اجةً ِّم َّما أُوتُوا َوي ُْؤثِرُونَ َعلَ ٰى أَنفُ ِس ِه ْم َولَوْ َكانَ بِ ِه ْم َخ َ َح
٩﴿ َ﴾ ْال ُم ْفلِحُون
Artinya: ``Dan orang-orang yang Telah menempati kota Madinah dan Telah beriman
(Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) `mencintai` orang
yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan
dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka
18
mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam
kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang
beruntung.``
QAIDAH 26
3. Seorang pemimpin tidak boleh mendahulukan pembagian harta baitul mal kepada
seorang yang kurang membutuhkannya dan mengakhirkan mereka yang lebih membutuhkan.
Artinya : ``Masing-masing dari kalian adalah pemimpin dan setiap dsari kalian akan dimintai
pertanggung jawaban atas kepemimpinan``.
QAIDAH 27
ِ ط بِالشُّبه
ات َ ُ ُ اَحْلُ ُد ْو ُد تَ ْس ُق
“Hudud (hukum had) itu hilang dengan adanya perkara yang syubhat”
19
1. Seorang laki-laki tidak dikenai had, ketika melakukan hubungan seksual dengan
wanita lain yang disangka istrinya (wathi syubhat).
2. Seseorang melakukan hubungan seks dalam nikah mut`ah, nikah tanpa wali atau saksi
atau setiap pernikahan yang dipertentangkan, tidak dapat dikenai had sebab masih adanya
perbedaan pendapat antara ulama, sebagian membolehkan nikah mut`ah dan nikah tanpa wali
dan sebagian lagi berpendapat sebalikannya.
3. Orang mencuri barang yang disangka sebagai miliknya, atau milik bapaknya, atau
milik anaknya, maka orang tersebut tidak dikenai had.
4. Orang meminum khamr (arah) untuk berobat tidak dikenai had karena masih terdapat
khilaf antar ulama`.
ِ اِ ْد َر ُؤا ْال ُح ُدوْ ِد بِال ُّشبُهَا: صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم
ت َ قَا َل النَّبِ ُّي
Artinya: Nabi SAW. bersabda: ``Tinggalkanlah oleh kamu sekalian had-had dikarenakan
(adanya) berbagai ketidak jelasan.``
QAIDAH 28
1. Wajib membasuh bagian leher dan kepala pada saat membasuh wajah saat berwudhu.
2. Wajibnya membasuh bagian lengan atas dan betis (wentis) pada saat membasuh
lengan dan kaki.
3. Wajibnya menutup bagian lutut pada saat menutup aurat bagi laki-laki dan wajibnya
dan wajibnya menutup bagian wajah bagi wanita.
QAIDAH 29
20
Contoh kaidah : مستحب
ٌّ الخروج من الخالف
1. Disunatkan menggosok badan (dalk) ketika bersuci dan memeratakan air ke kepala
dengan mengusapkannya, dan tujuan keluar dari khilafdengan imam malik berpendapat
bahwa dalk dan isti`ab al-ro`sy (meneteskan kepala dengan air) adalah wajib hukumnya.
3. Sunah men-qashar shalat dalam perjalanan yang mencapai tiga marhalah, karena
keluar dari khilaf dengan Abu hanifah yang mewajibkannya.
4. Disunatkan untuk tidak menghadap atau membelakangi arah kiblat ketika membuang
hajat, walaupun dalam sebuah ruangan atau adanya penutup, karena untuk keluar dari khilaf
imam Tsaury yang mewajibkannya.
a. Upaya mengatasi perbedaan tidak menyebabkan jatuh pada perbedaan lain. Seperti
lebih diutamakan memisahkan shalat witir (tiga rakaat dengan dua salam) dari pada
melanjutkanya. Dalam hal ini pendapat Imam Abu Hanafiah tidak dipertimbangkan karena
adanya ulama yang tidak membolehkan witir dengan digabungkan
QAIDAH 30
21
1. Orang yang bepergian karena maksiat, tidak boleh mengambil kemurahan hukum
karena berpergiannya, seperti; mengqashar dan menjama` shalat, dan membatalkan puasa.
2. Orang yang berpergian karena maksiat, walaupun dalam kondisi terpaksa juga tidak
diperbolehkan memakan bangkai dan daging babi.
QAIDAH 31
1. Dalam perjalanan pulang ke Grabag Magelang, Abdul Aziz merasa ragu mengenai
jauh jarak yang ditempuh dalam perjalan tersebut, apakah sudah memenuhi syarat untuk
meng-qashar shalat atau belum. Dalam kondisi semacam ini, kang Aziz tidak boleh meng-
qashar shalat.
2. Seorang yang bimbang apakah dirinya hadats pada waktu dhuhur atau ashar, maka
yang harus diyakini adalah hadats pada waktu dhuhur.
QAIDAH 32
1. Shalat witir dengan fashl (tiga rakaat dengan dua salam) lebih utama dari pada wasl
(tiga rakaat dengan satu salam) karena bertambahnya niat,takbir dan salam.
2. Orang melakulan shalat sunah dengan duduk, maka pahalanya setengan dari pahala
orang yang shalat sambil berdiri. Orang yang shalat tidur mirung, maka pahalanya adalah
setengah dari orang yangh shalat dengan duduk.
3. Memishkan pelaksanaan antara ibadah haji dengan umrah adalah lebih utama dari
pada melaksanakan bersama-sama.
22
Rasulullah SAW. bersabda:
QAIDAH 33
1. Seorang yang tidak mampu berbuat kebajikan dengan satu dinar tetapi mampu dengan
dirham maka lakukanlah.
2. Seserang yang tidak mampu untuk mengajar atau belajar berbagai bidang studi (fan)
sekaligus, maka tidak boleh meninggalkan keseluruhannya.
3. Seseorang yang merasa berat untuk melakukan shalat malam sebanyak sepuluh
rakaat, maka lakukanlah shalat malam empat rakaat.
Kaidah yang semakna dengan kaidah di atas, adalah perkataan ulama ahli fiqh:
``Sesuatu yang tidak dapat ditemukan keseluruhannya, maka tidak boleh tinggalkan
sebagiannya.``
QAIDAH 34
ط بِالْ َم ْع ُس ْو ِر
ُ اَلْ َمْي ُس ْو ُر اَل يَ ْس ُق
“Kemudahan itu tidak akan hilang oleh sebab kesukaran”
1. Seorang yang terpotong bagian tubuhnya, maka tetap wajib baginya membasuh anggota
badan yang tersisah ketika bersuci.
23
2. Seseorang yang mampu menutup sebagian auratnya, maka ia wajib menutup aurat
berdasarkan kemampuannya tersebut.
3. Orang yang mampu membaca sebagian ayat dari surat Al-Fatihah, maka ia wajib membaca
sebagian yang ia ketahui tersebut.
4. Orang yang memiliki harta satu nisab, namun setengah darinya berada ditempat jauh
(ghaib) maka harus dikeluarkan untuk zakat adalah harta yang berada ditangannya.
Artinya: ``Sesuatu yang aku perintahkan maka kerjakanlah semampu kalian.`` (HR. Bukhari
Muslim)
QAIDAH 35
ِ
َُما َحَر َم ف ْعلُهُ َحَر َم طَلَبُه
“Yang haram pekerjaannya, maka haram mencarinya”
2. Mengambil upah dari tukang ramal risywah (suapan). Begitu pula dengan upah orang-
orang yang meratapi kematian orang lain.
QAIDAH 36
2. Memberikan upah hasil meramal dan risywah kepada orang lain. Termasuk juga upah
meratapi kematian orang lain.
24
QAIDAH 37
2. Orang yang menjalankan fardhu kifayah lebih istimewa karena telah menggugurkan dosa
umat daripada orang yang melakukan fardhu `ain.
QAIDAH 38
1. Menerima suami istri dengan kekurangan yang dimiliki salah satu dari keduanya.
Maka tidak boleh mengembalikan kepada walinya.
2. Seseorang memita tangannya di potong dan berakibat kepada rusaknya anggota tubuh
yang lain, maka orang tersebut tidak boleh menuntut kepada pemotong tangan.
``Hal-hal yang timbul dari sesuatu yang telah mendapat ijin tidak memiliki dampak apapun.``
QAIDAH 39
25
“Hukum itu beredar bersama dengan „illatnya (sebabnya) ada maupun tidak ada”
1. Alasan diharamkannya arak (khamr) adalah karena memabukkan. Jika kemudian terdeteksi
bahwa arak tidak lagi memabukkan seperti khamr yang telah berubah menjadi cuka maka
halal.
2. Memasuki rumah orang lain atau memakai pakaiannya tanpa adanya ijin adalah haram
hukumnya. Namun ketika namun ketika diketahui bahwa pemiliknya merelakan, maka tidak
ada masalah didalamnya (boleh).
3. Alasan diharamkannya minum racun karena adanya unsur merusakkan. Andaikata unsure
yang merusakkan itu hilang, maka hukumnya menjadi boleh.
قال النبي صلى هللا عليه وسلم ُكلُّ ُم ْش ِك ٍر خَ ْم ٌر َو ُكلُّ خَ ْم ٍر َح َرا ٌم
Nabi SAW. bersabda: Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr hukumnya
haram.
QAIDAH 40
ِ
َ ََص ُل ىِف ْ اآْل ْشيَاء اَإْلِ ب
ُاحة ْ اَأْل
“Asalnya sesuatu itu hukumnya Mubah (boleh)”
1. Dua sahabat bernama Lukman dan Rahmat Taufiq jalan-jalan ke Jakarta. Setelah lama
muter-muter sambil menikmati indahnya ibu kota, perut kedua bocah ndeso tersebut protes
sambil berbunyi nyaring alias kelaparan. Akhirnya setelah melihat isi dompet masing-masing
keduanya memutuskan untuk mampir makan di restourant yang lumayan mewah tapi
kemudian keduanya ragu apakah daging pesenannya itu halal atau haram. Dengan
mempertimbangkan makna kaidah diatas, maka daging itu boleh dimakan.
2. Tiba-tiba ada seekor merpati yang masuk ke dalam sangkar burung milik Koci. ketika
pemilik sangkar (Koci) melihat merpati tersebut dia merasa tertarik dan ingin memilikinya,
namun Koci masih ragu apakah dia boleh memeliharanya atau tidak. Maka hukumnya burung
merpati tersebut boleh atau bebas untuk dimiliki.
26
3. Ketika ragu akan besar kecilnya kadar emas yang digunakan untuk menambal suatu
benda maka hukum benda tersebut boleh untuk digunakan.
قال النبي صلى هللا عليه وسلم ما احل هللا فهو حالل وما حرم هللا فهو حرام وما سكت عنه
فهو مما عفو
Nabi SAW. bersabda : Sesuatu yang dihalalkan Allah adalah halal dan sesuatu yang
diharamkan Allah adalah haram. Sedangkan hal-hal yang tidak dijelaskan Allah merupakan
pengampunan dari-Nya.
27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kaidah-kaidah ushul fiqh adalah ilmu yang mandiri. Seluruh ulama sepakat bahwa
perbedaan antara ilmu dengan ilmu yang lain disebabkan oleh faktor tema atau objek serta
tujuan dari ilmu itu sendiri. Ilmu Kaidah-kaidah ushul fiqh memiliki objek dan tujuan yang
berbeda dengan ilmu lainnya bahkan berbeda dengan objek serta tujuan ilmu Ushul fiqh. Itu
artinya ilmu kaidah-kaidah ushul fiqh adalah ilmu yang berdiri sendiri.
Ilmu kaidah-kaidah ushul fiqh tidak bisa dipisahkan dari ilmu ushul fiqh itu sendiri.
Karena ilmu ini merupakan bagian dari ilmu ushul fiqh. Hubuangan antara keduanya adalah
hubungan antara umum dan khusus.
Dengan mengetahui 40 macam qaidah tadi agar kita dapat memakai dan menerapkan
hukum apabila terjadi masalah yang tidak ada dijelaskan Qur’an dan Hadits.
B. Saran
Penyusun makalah ini hanya manusia yang dangkal ilmunya, yang hanya
mengandalkan sedikit buku referensi. Maka dari itu penyusun menyarankan agar para
pembaca yang ingin mendalami masalah Qaidah Ushul Fiqh agar setelah membaca makalah
ini, membaca sumber-sumber lain yang lebih komplit agar dapat berguna bagi masa yang
akan datang.
28
DAFTAR PUSTAKA
Hakim, Abdul Hamid. Mabadi Awwaliyah. Diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh H.
Sukanan, S.Pd.I dan Ust. Khairudin.
https://kozam.wordpress.com/2009/11/10/kaidah-kaidah-ushul-fiqh/
29