Anda di halaman 1dari 23

PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA

Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah:


“Pancasila”

Dosen Pengampu:
H. Muhniansyah, M.Pd.

Disusun Oleh:

Salamah NIM: 190101040446

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
BANJARMASIN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat tuhan yang Maha Esa, karena hanya
dengan rahmat-Nyalah penulis bisa menyusun karya tulis ilmiah yang berjudul
Pergerakan Nasional Indonesia dengan waktu yang telah ditentukan.

Penulis sangat berharap agar karya ilmiah ini memberi banyak manfaat bagi para
pembaca terutama pada para generasi muda pada zaman sekarang ini agar dapat
mengambil hikmah dari pelajaran tersebut.

Penyusun sangat mengharapkan masukan, kritikan serta saran dari semua


pihak agar karya tulis ini bisa menjadi sempurna.

Banjarmasin, 5 November 2019

Salamah

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. 1
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 3
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................ 4

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 5


A. Masa Pergerakan Kebangsaan............................................................................ 6
B. Permulan Sistem Perpartaian ............................................................................. 7
C. Perkembangan Organisasi Massa Dalam Gerakan Nasional Kemerdekaan .... 15

BAB III PENUTUP .................................................................................................... 19


A. Kesimpulan ...................................................................................................... 19
B. Saran ................................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 20


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dinamika sejarah Indonesia pada 1900-an dicirikan oleh adanya
perubahan kebijakan politik kolonial Belanda di tanah jajahannya. Hal ini
dapat dilihat ketika ditundukkan penguasa-penguasa pribumi dan semakin
meluasnya ekspansi teritorial ke Nusantara pada permulaan abad XX.
Peristiwa yang terjadi dalam kurun waktu ini merupakan fase yang
menentukan karena pusat perhatian eksploitasi penguasa kolonial Belanda
menjadi berubah, yang pada awalnya hanya terkonsentrasi di Jawa kemudian
berkembang semakin meluas ke pulau-pulau di luar Jawa.
Ini adalah sebuah fenomena yang menggambarkan bagaimana terjadinya
persaingan di kalangan kekuatan kolonial Eropa di tanah jajahannya. Untuk
membedakan ciri kekuasaan kolonial Belanda dari kekuasaan Eropa lainnya,
dilaksanakan tindakan politik yang diharapkan mampu mengangkat kehidupan
masyarakat pribumi. Upaya untuk meningkatkan standar kehidupan penduduk
pribumi yang menjadi titik tolak kebijakan kemakmuran, yang dikenal dengan
Politik Etis.
Sebagai akibat dari semakin intensifnya keinginan penguasa kolonial
untuk mengontrol daerah jajahannya, maka muncullah berbagai respons untuk
mengimbangi kekuasaan kolonial itu yang terwujud dalam pergerakan
nasional. Kemunculan pergerakan nasional seperti ini disebabkan oleh
beberapa hal. Satu diantaranya ialah kesadaran bahwa tantangan asing tidak
hanya dapat dihadapi dengan cara dan pandangan lama, yang bersifat
tradisional, sebagaimana telah berkembang di era sebelumnya. Respons
terhadap kolonialisme dengan gaya modern itu muncul dalam bentuk
organisasi modern seperti organisasi social, pendidikan dan partai politik.
Sistem partai politik dibentuk itu menandai lahirnya pengakuan terhadap
akuntabilitas publik. Pemikiran optimistis dikalangan elite yang berharap agar
politik etis dapat meraih puncaknya. Kebijakan pemerintah kolonial yang baru

1
ini berdampak pada dinamika di tanah jajahan yang dicirikan oleh munculnya
kesadaran nasional.
Kemunculan pergerakan nasional pada dekade pertama abad XX adalah
fenomena baru. Pada dekade-dekade sebelumnya berbagai gerakan
perlawanan terhadap penguasa kolonial. Perang Jawa (Java Oorlog) pada 1825
atau pergolakan di Sumatera Barat pada 1820-an-1830-an, yang dikenal
sebagai Perang Padri, merefleksikan bagaimana antipenjajahan berbagai
secara intensif. Namun demikian, pergerakan sebelumnya kemunculan
naisonalisme ini (prenationalist movement) dapat dikatakan masih bersifat
parsial serta spordis dalam karakternya, dan merefleksikan adanya pepecahan
masyarakat. Hal ini seiring dengan munculnya rasa permusuhan yang semakin
menyebar di kalangan kekuasaan kolonial Belanda di berbagai wilayah
kepulauan di Nusantara. Munculnya kesadaran berbangsa, sebagaimana
terkandung dalam makna nasionalisme, merepresentasikan suatu pergerakan
yang bersifat positif dalam arti bahwa terdapat pelaksanaan sebuah kekuatan
ideologi baru yang tidak hanya menentang dominasi kekuasaan pemerintah
kolonial, tetapi sebagai penempatan entitas nasional yang baru.
Blumberger (1931) menjelaskan bahwa timbulnya kesadaran berbangsa
yang berkembang ini sebenarnya merupakan perwujudan penentuan nasib
sendiri dari penduduk di daerah koloni. Hal yang sama terjadi sebelumnya di
Eropa, namun dalam tujuan gerakannya masih terdapat perbedaan
kepentingan. Contohnya, munculnya rasa kenegaraan (staatsgevoel). Selama
periode kebijakan politik, pemerintah kolonial memunculkan perubahan yang
fundamental dalam lingkungan kekuasaan kolonial. Ini berarti pula bahwa
secara komprehensif dinamika sejarah Indonesia abad XX tidak dapat
dimengerti dan dipahami tanpa mengacu pada proses perkembangan itu.
Pada dekade pertama pada abad XX tampak sejumlah aliran ideologi dan
kepentingan telah berkembang. Adanya perkembangan ini merupakan akibat
dari kontak-kontak dengan dunia luar yang semakin intensif yang mulai
mempengaruhi perkembangan pemikiran yang telah ada sebelumnya. Taufik
Abdullah (1994) menyebutkan bahwa periode 1920-an hingga 1930-an dapat

2
dianggab sebagai dekade ideologi. Dalam kurun waktu itu kelompok Islam
yang modernis tidak hanya berperan sebagai peserta aktif dalam
perkembangan wacana di masyarakat, akan tetapi telah muncul pula sebagai
pesaing dalam berbagai kekuatan politik yang berkembang.
Di satu sisi, muncul dinamika masyarakat yang telah dipengaruhi
marxisme dan sosialisme. Di sisi lain, adanya hubungan dengan Timur Tengah
telah mampu membangkitkan semangat reformis dan modernis, khususnya di
kalangan masyarakat Islam. Pada saat yang bersamaan itu tampak ide-ide
Barat tentang demokrasi dan emansipasi menjadi semakin berkembang dan
dipahami secara meningkat. Hal ini terjadi karena adanya bacaan-bacaan yang
semakin meluas, terutama melalui distribusi buku-buku bacaan Barat, surat
kabar, dan berbagai majalah. Selain itu, tampak adanya pengaruh yang
memungkinkan sekelompok mayarakat untuk mengikuti pendidikan Eropa
dan berbagai jenis pendidikan di Negara-negara Barat.
Ideologi-ideologi itu menawarkan kemungkinan untuk memperoleh
perspektif dan nuansa baru dalam upaya memahami diri mereka dalam
kerangka masyarakat kolonial. Dalam hal ini tampak jelas bagaimana
ideologi-ideologi itu telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam
proses kelahiran pemikiran ide-ide nasionalisme modern. Perkembangan ini
berdampak langsung pada kebangkitan kesadaran di kalangan elite dan para
intelektual dalam upaya mereka untuk mengadakan perubahan struktur sosial
dan politik. Berikut akan dibahas bagaimana dialektika berbagai ideologi
berkembang dan memberi kontribusi penting bagi proses pembentukan
bangsa.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja masa pergerakan kebangsaan?


2. Bagaimana faktor-faktor pendorong adanya Pergerakan Nasional ?
3. Apa saja organisasi-organisasi Pergerakan Nasional yang ada di
Indonesia?

3
C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui masa pergerakan kebangsaan


2. Untuk mengetahui faktor-faktor adanya Pergerakan Nasional
3. Untuk mengetahui organisasi Pergerakan Nasional yang ada di
Indonesia

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Masa Pergerakan Kebangsaan


Masa pergerakan kebangsaan adalah periode berkembangnya gerakan
rakyat yang memperhatikan timbulnya gejala modern dalam dinamika sosial,
budaya, politik, dan ekonomi. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya
revolusi pemikiran individu dan masyarakat, seperti gerakan emansipasi yang
muncul setelah perang dunia I, faktor lain ialah kebangkitan semangat hak-
hak penentuan nasib sendiri. Semangat seperti ini telah memenuhi
tumbuhnya kehidupan berbangsa sebagai dasar politik penduduk asia di dunia
yang lebih besar dan mampu berupaya secara mandiri dalam membangun
rasa kesadaran kebangsaan. Perkembangan pemikiran dan pergerakan kearah
terwujudnya kemerdekaan nasional di daerah jajahan di pengaruhi oleh
beberapa peristiwa politik di luar negeri pada permulaan abad romawi XX
peristiwa-peristiwa yang berpengaruh itu misalnya peristiwa kemenangan
jepang dan rusia serta gerakan revolusi di turki dan di cina. 1
Berbagai organisasi pergerakan kebangsaan yang muncul itu didasarkan
atas kesadaran etnik dan agama. Setelah pengenalan peraturan disentralisasi
tahun 1903, mulai muncul aliran ideologi dan partai sebagai wahana
kehidupan politik di Hindia Belanda yang dalam perkembangan selanjutnya
memungkinkan terbentuknya dewan-dewan lokal dalam memperhatikan
kepentingan-kepentingan masyarakat. Adanya peraturan disentralisasi itu
membuka kemungkinan bagian-bagian dari provinsi tersebut untuk memiliki
dewan mereka masing-masing dengan sumber pembiayaan dari pihak mereka
sendiri. Hal ini terlihat jelas dengan adanya pengesahan vorksaad ( dewan
rakyat ) yang dilakukan pada tahun 1918 yang bersamaan dengan
diadakannya pertanggung jawaban umum mengenai perkembangan berbagai
1
Prof. Dr. A.B. Lapian (alm.), et al., Indonesia dalam arus sejarah, ( PT Ichtiar Baru van
Hoeve), h. 378.

5
organisasi sosial, keagamaan, maupun aliran politik yang dipresentasikan
dengan munculnya partai-partai politik. Adapun organisasi-organisasi
modern yang pertama lahir adalah Boedi Oetomo, Sarekat Islam, Indische
Partij, Muhammadiyah, dan Partai Nasional Indonesia. 2

B. Permulaan Sistem Kepartaian

1. Boedi Oetomo

Pada bulan Mei 1908, diselenggarakan suatu pertemuan yang melahirkan


Budi Utomo. Nama jawa ini (yang harusnya dieja budi utama). Diterjemahkan
ke dalam bahasa Belanda oleh organisasi tersebut sebagai het schoone striven
(ikhtiar yang rendah). Tetapi menurut konotasi-konotasi bahasa Jawa yang
beraneka ragam, nama itu juga mengandung arti cendikiawan, watak, atau
kebudayaan yang mulia. Pada pertemuan pertama itu, hadir para perwakilan
mahasiswa dari STOVIA, OSVIA, sekolah-sekolah guru, serta sekolah-sekolah
pertanian dan kedokteran hewan. Cabang-cabang Budi Utomo didirikan pada
lembaga-lembaga pendidikan tersebut. Pada bulan Juli 1908, Budi Utomo
sudah mempunyai anggota 650 orang. Mereka yang bukan mahasiswa juga
menggabungkan diri, sehingga pengaruh mahasiswa mulai berkurang dan
organisasi tersebut tumbuh menjadi partai Priyayi rendah Jawa pada umumnya.

Budi Utomo pada dasarnya tetap merupakan suatu organisasi priyayi


Jawa. Organisasi ini secara resmi menetapkan bahwa bidang perhatiannya
meliputi pendudukan Jawa dan Madura dengan mencerminkan kesatuan
administrasi kedua pulau itu dan mencangkup masyarakat Sunda dan Madura
yang berkebudayaannya berkaitan erat dengan Jawa adalah bahasa Melayu, dan
bukan bahasa Jawa yang dipilih sebagai bahasa resmi Budi Utomo. Namun
demikian, kalangan priyayi Jawa dan, sampai tingkat yang jauh lebih kecil,
sunda-lah yang menjadi pendukung inti Budi Utomo. 3

2
Ibid, h. 379.
3
M.C. Ricklefs,Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Palgrave, cet I, 2001. h. 396

6
2. Paguyuban Pasundan

Selain boedi Oetomo juga muncul organisasi Paguyuban Pasundan.


Organisasi ini dikenal pula sebagai Pasundan saja, organisasi orang-orang
Sunda. Paguyuban Pasundan didirikan pada September 1914 dengan tujuan
menggaungkan kebebasan dalam memeluk keyakinan beragama, mendorong
perbaikan pemahaman dan perkembangan masyarakat dan rakyat melalui
penyelenggaraan pendidikan, dan memperbaiki kehidupan rakyat. Dalam
mencapai tujuan organisasinya, Pasundan melakukan perjuangan dan
pengembangan bahasa Sunda, membangkitkan perhatian terhadap sejarah da
nasal Sunda, dan meningkatkan pengetahuan kehidupan rakyat di tanah Sunda.
Pasundan memfokuskan diri pada persoalan pendidikan masyarakat dan
pertanian. Organisasi ini mempunyai 30 cabang, sedangkan yang paling
penting terdapat di Bandung, Purwakarta dan Buitenzorg (Bogor) dengan
jumlah keanggotaan sekitar 4.000 orang. Paguyuban Pasundan pernah diketuai
oleh R. Otto Iskandadinata, seorang guru swasta dan juga anggota Volksraad.
Pada April 1930, didirakanlah bagian organisasi untuk gerakan wanita yang
diberi nama Pasundan Istri dengan jumlah 14 cabang dan 850 anggota. Sebagai
lidah penyambung organisasi, muncullah majalah Pasoendan sejak 1915 dan
koran harian Sipatahoenan sejak 1923.

Menurut Sartono Kartodirdjo (2001:119), perkembangan pergerakan


nasional dalam tahapan ini masih mengalami proses transformasi dari ikatan
primordial atau komunal ke ikatan asosiasional atau nasional dan banyak orang
tidak menstrandensi ikatan etnik dengan alasan sederhana: tidak ada jaringan
yang tersedia di balik batas-batas etnik. Ikatan budaya membatasi horizon
budaya kelompok masyarakat, dan etnosentrisme memperhalus pikiran orang
dan aksinya pada nasionalisme budaya. Realitas dunia kehidupan masyarakat
menunjuk pada kelompok etnik dan budaya mereka, sementara apa yang
terletak di belakangannya tidaklah dengan mudah dapat dipahami. Berdirinya

7
Boedi Oetomo dan Paguyuban Pasundan merupakan contoh yang jelas dari
kondisi ini. 4

3. Kaoem Betawi

Kaoem Betawi didirakan pada 1 Januari 1923 di Batavia. Tujuan


organisasi ini adalah memajukan pendidikan, perdagangan, perbaikan
kesehatan, dan perbaikan kondisi jalan di lingkungan masyarakat Betawi
(Batavianen). Organisasi ini sebenarnya tidaklah tertarik dengan organisasi
lainnya seperti Sarekat Islam yang dianggap hanya memajukan rakyat Jawa.

4. Perserikatan Madura ( Madoereezen Bond )

Selama periode 1910-1920 sebagaimana halnya dengan daerah-daerah


lainnya, Madura menyaksikan pertumbuhan aktivitas sosial, politik, dan
ekonomi pada generasi yang baru. Banyak perubahan yang diperkenalkan
pemerintah kolonial yang sangat berpengaruh pada dunia yang lebih luas.
Akibat dari perkembangan ini, sebuah organisasi ini juga dikenal sebagai
Madoereezen Bond. Adapun tujuannya, antara lain melakukan penguatan di
bidang ekonomi, pendidikan, pertanian, kerajinan, agama, perdagangan,
peradaban, dan kepentingan umum, serta mengupayakan penyediaan dana
penguburan. Kongres pertama Perserikatan Madura diadakan pada Agustus
1924 di Bangkalan, Madura, yang dihadiri sekitar 30 anggota. Dengan ini
kegiatannya lebih banyak ke aspek ekonomi, dan bukan tertarik pada masalah
politik.

Organisasi yang lebih mengandung muatan politik baru muncul pada


Februari 1935 dengan nama Sarekat Madoera di Surabaya dipimpin olehn
Zainal. Untuk menyambung lidah organisasi, kemudian dibuatlah penerbitan
berkala Madoeratna, yang membawa misi organisasi dalam upayanya mencari
kontak dengan aliran nasionalis dan komunis.

4
Ibid, h. 386

8
Pada kongres Sarekat Madura yang diadakan pada februari 1925 di
Bangkalan, hadir sekitar 250 orang yang ditambah para simpatisan PKI dan
Sarekat Rakyat, Sarekat Ambon dan Ina Toeni, serta Indonesische Studie Club.
Pada Kongres ini dibicarakan upaya-upaya yang perlu dilakukan berkenaan
dengan terjadinya bencana kelaparan. Saat terjadi gerakan pemogokan di
Surabaya pada 1925, aktivitas Sarekat Madoera masih tetap berlanjut. 5

5. Perkumpulan Sumatra

Kemunculan organisasi kebangsaan ini sangat berpengaruh terhadap


munculnya organisasi-organisasi sejenis di kalangan masyarakat Melayu di
Sumatera, yang mengharapkan dapat menyalurkan kepentingan dan aspirasi
mereka terutama kalangan orang Minangkabau yang datang secara meningkat
ke Jawa untuk berdagang.

Inisiatif datang dari kelompok penduduk pribumi di Jawa yang


merangsang munculnya demokrasi asli orang melayu, yang sebelumnya sudah
lama bertempat tinggal di Batavia. Tidak lama setelah dibukanya Volksraad,
mereka mendirikan sebuah perserikatan masyarakat Sumatera yang dikenal
Serikat Soematra. Tujuan perserikatan ini adalah menuntun agar pemilihan
anggota Volksraad dan badan-badan lainnya hendaknya dilakukan atas dasar
prinsip demokrasi. Sementara program dasar Sarekat Sumatra, atau
Sumatranen Bond, ini adalah sebagai berikut:

a. Adanya pengaruh yang meningkat dari penduduk pribumi dan


kelompok penduduk pada pemerintah.

b. Tuntunan otonomi dari sebagian wilayah sehingga dapat


memenuhi tuntutan mereka.

c. Menghilangkan alasan-alasan masyarakat untuk perjuangan kelas


dan rasa. 6

5
Ibid, h. 387
6
M.C. Ricklefs,Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Palgrave, cet I, 2001. h. 389

9
6. Perkumpulan Ambon ( Vereenigingen Amboneezen )

Beberapa waktu setelah budi utomo didirikan muncul organisasi yang di


prakarsai orang Ambon. Organisasi ini didirikan oleh seorang militer di Jawa
Tengah, J.P . Risakotta, dan diberi nama Wilhelmina dengan para anggotanya
terdiri dari anak-anak Ambon. Tujuan organisasi ini adalah menyatukan
kepentingan Ambon, memajukan pendidikan, dan mengupayakan biasiswa.
Selanjutnya didirikan pula Ambonsh Studienfonds, oleh W.K. Tehupeiory pada
1909. Tujuan pendirian pusat beasiswa ini adalah untuk mengupayakan anak-
anak muda Kristen Ambon dapat memperoleh bantuan keuangan melalui
yayasan pendidikan untuk mengunjungi daerah Hindia Belanda lainnya atau
bahkan ke Eropa. Pada saat yang sama juga didirikan di Ambon suatu
perkumpulan untuk organisasi pribumi Ambon’s Bond dengan tujuan
mendirikan yayasan pendidikan.

Di Jawa Tengah juga berdiri organisasi orang-orang Ambon pada 1913


yang diberi nama Mena Moeria. Organisasi ini bertujuan untuk memajukan
kepentingan penduduk seram dan pulau sekitar kepulawan Maluku. Selain itu,
berdiri pula organisasi Maloeka Ambon untuk memajukan perkembangan
ekonomi masyarakat diresidensi Ambon. Selanjutnya, di Ambon, orang lebih
ingin memajukan kepentingan masyarakay Ambon dengan didirikannya suatu
organisasi oleh A.J. Patty pada tanggal 9 mei 1920. Dalam hal ini diupayakan
untuk mempropogandakan kesatuan rakyat Ambon, dan keinginan untuk
mewujudkan pemerintahan parlementer.

Upaya-upaya kerjasama tetap dilakukan dengan adanya orang Manado


yang beraliran komunis, yaitu Najoan dan Patty, mereka melakukan
propaganda yang diorganisir oleh tentara Ambon di Jawa, terutama dengan
adanya dukungan dari kelompok wanita, Ina Toeni. Pada April 1923, patty ke
Ambon untuk menyatukan persaudaraan Ambon. Namun organisasi ini tampak
tidak berhasil, terutama setelah penangkapan dan pembuangan Patty. 7

7
Ibid, h.. 388

10
7. Perkumpulan Minahasa ( Vereenigingen Van Minahassers )

Munculnya nasionalisme Jawa melalui Boedi oetomo yang


membangkitkan perasaan bersama di Jawa, membangkitkan kesadaran di
kalangan masyarakat Minahasa, yang juga merupakan basis terbentuknya
tentara Hindia Belanda, yang disebut het indische leger. Sejak lama telah
muncul kesadaran di kalangan kebanyakan anggota kelompok ini yang tidak
menginginkan diri disebut kelompok Manado. Mereka tetap merasakan jati diri
mereka sebagai orang Minahasa sekalipun berada di luar wilayah penduduk
Minahasa. Mereka bahkan menanamkan diri mereka sebagai bagian dari
propinsi ke-12 Hindia Belanda.

Munculnya kesadaran nasional yang demikian menyebabkan pada


Agustus 1912 berdiri sebuah organisasi Roekoen Minahasa di Semarang
dengan Maksud untuk menyalurkan aspirasi masyarakat Minahasa. Ketua
organisasi ini adalah J.H. Pangemanan, redaktur utama harian berbahasa
Melayu Djawa Tengah. Tujuan organisasi ini adalah memajukan aspek
perkembangan masyarakat Minahasa. Utnutk melaksanakan kepentingan
pendidikan, didirikanlah Studiefondsvereniging Minahasa dengan tujuan yang
terpenting yakni memajukan perkembangan dan kecerdasan masyarakat
Minahasa. Ketua wadah beasiswa ini adalah F. Laoh, dengan wakil W.J.M.
Ratu Langi. Riwayat organisasi ini tidak berlangsung lama karena kelompok
kecil dari mereka terkena pengaruh revolusioner di Semarang, seperti pengaruh
dari Indische Sociaal Demokratische Vereeniging. Kelompok dari wakil
masyarakat Minahasa ini mempunyai wakil mereka dalam Volksraad seperti
A.L. waworeube dan F. Laoh.

Pada 22 Agustus 1919 didirikanlah Minahasa Celebes dengan tujuan


meningkatkan perkembangan intelektual, memajukan kemakmuran, dan
memberikan bantuan kepada pihak yang memerlukan. Pada 1919 juga
didirikan Jong Minahasa dengan tujuan meningkatkan kecerdasan masyarakat
Minahasa dan memajukan perkembangan ekonomi dari negeri dan rakyat
Minahasa. Pada Desember 1919 didirikan perkumpulan pangkat setia di

11
Tomohon (Minahasa) dengan tujuan meningkatkan kepentingan para
anggotanya, perbaikan pendidikan Kristen di Manado, dan penguatan ikatan
antara Minahasa dan Belanda. Perkumpulan tersebut berusaha mencapai tujuan
dengan mengadakan pertemuan pendirian yayasan beasiswa.

8. Perkumpulan Timor ( Vereenigingen Van Timoreezen )

Pada September 1921 didirikan organisasi Timorsch Verbond di bawah


pimpinan J.W. Amallo. Tujuan organisasi ini adalah memajukan masyarakat
Timor, terutama anak-anak. Tiga tahun kemudian (Agustus 1924) sebuah
organisasi didirikan oleh C. Frans di Timor Kupang, bernama Perserikatan
Timor. Tujuan organisasi ini adalah mengupayakan kemandirian penduduk
pribumi, pendudukan di Residensi Timor dan sekitarnya, dan penguatan ikatan
dalam aspek ekonomi, kebudayaan, agama, politik yang berkerjasama dengan
Belanda . 8

9. Sarekat Islam Sebagai Partai Massa Rakyat

Semangat nasionalisme juga mengajarkan pada organisasi Sarekat Islam


yang berdiri tiga tahun setelah berdirinya Budi utomo. Organisasi yang
bernafaskan Islam ini semula bernama Sarekat Daging Islam (SDI) yang
didirikan oleh H. Samanhuri di Surakarta pada tahun 1911.

Adapun tujuannya antara lain: mengembangkan jiwa berdagang


membantu anggota yang menderita kesukaran, memajukan pendidikan rakyat
dan meninggalkan derajat kaum pribumi. pada mulanya.9

Organisasi ini bertujuan untuk memajukan perdagangan Indonesia


dibawah panji-panji Islam dan untuk menyaingi para pedagang Cina di Solo.
Pada perkembangannya organisasi ini berjuang untuk kemajuan kaum pribumi.
Dalam waktu yang singkat perkumpulan ini mempunyai pengikut dari berbagai
lapisan masyarakat. Pada tahun 1916 anggota Sarekat Islam telah berjumlah
lebih dari 800.000 orang yang tersebar di seluruh Indonesia.

8
M.C. Ricklefs,Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Palgrave, cet I, 2001. h. 389
9
Nana Nurilana Soeyono, Sudarini suhartono,Sejarah.2006,Grasindo. h. 58.

12
Sarekat Islam mengalami perkembangan yang pesat setelah dipimpin
oleh Haji Oemar Said Tjokroaminoto. Dalam sebuah pidatonya, H.O.S
Tjokroaminoto juga menegaskan bahwa tujuan SI adalah memperkuat dasar
ekonomi kaum pribumi agar mampu bersaing dan membebaskan
ketergantungan pada bangsa asing.

Dalam kesempatan lain yaitu dalam kongres SI tahun 1916 H.O.S


Tjokroaminoto juga mengatakan perlunya sebuah pemerintahan sendiri bagi
rakyat Indonesia. Sejak saat itu wilayah perjuangan SI telah mencangkup
bilangan politik. Hal ini dipertegas setelah hasil kongres SI menetapkan cita-
cita SI untuk membentuk satu bangsa bagi penduduk Indonesia yaitu bangsa
Indonesia.

Tokoh-tokoh SI terkenal selain H.O.S Tjokroaminoto adalah Abdul Muis


dan Haji Agus Salim dari Sumatra Barat. Kemudian muncul golongan sosial
radikal di dalam SI yang diwakili unsur-unsur Insiche Social Demokratische
Verrenging (ISDV). Adapun tokoh-tokoh muda yang berhaluan kiri itu, antara
lain Semaun, Darsono dari Malaka. Adanya tokoh-tokoh berhaluan kiri ini
menyebabkan si terpecah menjadi dua, yaitu Si Putih dan Si Merah. Si Merah
berasas komunis, sementara Si Putih masih mempertahankan masa
keislamannya.

Dalam kongres tahun 1921, disepakati adanya disiplin partai yang


melarang anggota SI menangkap keanggotaan dengan organisasi lain.
Akibatnya Semaun dan kawan-kawannya dari golongan kiri dikeluarkan dari
SI. Mereka membentuk Sarekat Rakyat (SR) dan kemudian bergabung dengan
Partai Komunis Indonesia (PKI), SI kemudian berubah menjadi partai Sarekat
Islam Indonesia (PSII).

10. Indische Partij

Perkembangan sejarah pergerakan nasional pada awal pertubuhannya


lahir konsepsi yang bercorak politik seratus persen dan program nasional yang
meliputi pengertian nasionalisme modern. Organisasi pendukung gagasan

13
revolusioner nasional itu ialah Indische Partij yang didirikan pada tanggal 25
Desember 1912. Organisasi ini juga ingin menggantikan Indische Bond sebagai
organisasi kaum Indo dan Eropa di Indonesia yang didirikan tahun 1898.
Perumusan gagasan itu ialah E.F.E. Douwes Dekker kemudian terkenal dengan
nama Danudirdja Setyabuddhu. Douwes Dekker meluaskan pandangannya
terhadap masyarakat Indonesia umumnya, yang masih tetap hidup di dalam
situasi kolonial. Nasib para Indo ini tidak ditentukan oleh pemerintah kolonial
tetapi terletak di dalam bentuk kerjasama dengan penduduk Indonesia lainnya.
Bahkan menurut Suwardi Suryaningrat ia tidak mengenal supremasi Indo atas
penduduk bumiputra, malahan ia menghendaki hilangnya golongan Indo
dengan jalan peleburan ke dalam masyarakat bumiputra. Melalui karangan-
karangan di dalam Het Tijdshrift kemudian dilanjutkan di dalam De Express,
maka propogandanya meliputi: pelaksanaan suatu program Hindi untuk setiap
gerakan politik yang sehat dengan tujuan menghapuskan perhubungan kolonial
menyadarkan golongan Indo dan penduduk bumiputra, bahwa masa depan
mereka terancam oleh bahaya yang sama, yaitu bahaya exploitasi kolonial. Alat
untuk melancarkan aksi-aksi perlawanan-perlawanan ialah dengan membentuk
suatu Partij yaitu Indische Partij.10

Program revolusioner yang sifat nasional dapat kita ketahui di dalam


pasal-pasal anggaran dasarnya, yang di dalam Bahasa Indonesianya “ Tujuan
Indische Partij ialah untuk membangun patriotism semua “ Inders” terhadap
tanah air, yang telah memberi lapangan hidup kepada mereka, agar merka
mendapatkan dorongan untuk bekerja sama atas dasr persamaan ketatanegaraan
untuk memajukan tanah air “ Hindia” dan untuk mempersiapkan kehidupan
rakyat yang merdeka”. Cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut adalah:

a. Memelihara nasionalisme Hindia dengan meresapkan cita-cita


kesatuan kebangsaan semua “ Indiers” meluaskan pengetahuan umum tentang
sejarah budaya “Hindia” mengasosiasikan intelek secara bertingakat ke dalam

10
Marwati Djoened Poesponegoto, Nugroho Notosusanto. Sejarah Nasional Indonesia V,
Balai Pustaka, 1984. h. 185-186.

14
suku dan inter-suku yang masih hidup berdampingan pada masa ini
menghidupkan kesadaran diri dan kepercayaan kepada diri-sendiri.

b. Memberantas rasa kesombongan rasial dan keistimewaan ras baik


dalam bidang ketatanegaraan maupun dalam bidang kemasyarakatan.

c. Memberantas usaha-usaha untuk membangkitkan kebencian agama


dan sektarisme yang bias mengakibatkan “Indier” asing satu sama lain,
sehingga dapat memupuk kerjasama atas dasar nasional.

d. Memperkuat daya tahan rakyat Hindia dengan


memperkembangkan individu kea rah aktivitas yang lebih besar secara tehnis
dan memperkuat kekuatan batin dalam soal kesusilaan.

e. Berusaha untuk mendapatkan persamaan hak bagi semua orang


Hindia.

f. Memperkuat daya rakyat Hindia untuk dapat mempertahankan


Tanah Air dari serangan Asing.

g. Mengadakan unifikasi, perluasan, pendalaman dan menghindiakan


pengajaran, yang di dalam semua hal harus disetujukan kepada kepentingan
ekonomis Hindia, di mana tidak diperbolehkan adanya perbedaan perlakuan
karena ras, sex atau kasta dan harus dilaksanakan sampai tingkat yang setinggi-
tingginya yang bisa dicapai.

h. Memperbesar pengaruh pro-Hindia di dalam pemerintahan.

i. Memperbaiki keadaan ekonomi bangsa Hindia, terutama dengan


memperkuat mereka yang ekonominya lemah. 11

C. Perkembangan Organisasi Massa Dalam Gerakan Nasional Kemerdekaan

1. Muhammadiyah

11
Ibid, h. 187-188

15
Muhammadiyah didirikan oleh K.H Akhmad Dahlan di Yogyakarta pada
tanggal 18 Nopember 1912, organisasi ini bertumpu pada cita-cita agama
sebagai aliran modernis Islam, organisasi ini ingin memperbaiki agama dan
sebagian umat Islam Indonesia. Agama islam sudah tidak utuh dan murni
karena pemeluknya terkungkung dalam kebiasaan yang menyimpang dari
asalnya yaitu Kitab Suci Al Qur’an. Keadaan seperti ini menumbuhkan simpati
para pemeluknya, lebih-lebih di kalangan muda yang sudah mendapatkan
pendidikan Barat, bahkan sebaliknya agama dan umat Islam dianggap sebagai
penghambat kemajuan bangsa. Agama Islam harus dibersihkan dari campuran
yang bukan keislaman, seperti perbuatan musrik,bid’ah, dan lain-lainnya.
Dorongan dari luar yang melahirkn organisasi modernis Islam itu ialah politik
kolonial sendiri terhadap pengembangan agama Islam yang menginginkan agar
agama islam tetap tidak murni dan utuh. Karena itu kembalinya ke agama yang
murni dan utuh mengkhawatirkan pemerintah karena pemerintah tidak dapat
mencampuri dan mengawasi perkembangan organisasi sesuai dengan
kepentingan pemerintah.
Berbeda dengan BU yang menekankan perjuangan sosio-kultural,
Muhammadiyah menekankan perjuangan sosio-religius. Segi-segi
pengembangan masyarakat pada organisasi yang terakhir itu menjadi perhatian
utama karena pada dasarnya kehidupan sosio masyarakat masih sangat
terbelakang. Untuk memajukannya diperlukan perbaikan yang mencakup
bidang keagamaan, pendidikan dan kemasyarakatan.
Di atas sudah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pembaharuan di
bidang keagamaan adalah memurnikan dan mengembalikan sesuai dengan
aslinya sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT dalam Al- Qur’an dan
diturunkan oleh Nabi Muhammad saw lewat Sunnah-sunnahnya. Bidang
pendidikan ditempuhnya melali cara baru yang lebih nyata. Pendidikan
mempunyai fungsi penting karena dengan pendidikan pemahaman tentang
Islam mudah diwariskan kepada generasi berikutnya.
Perbaikan pendidikan mencangkup perbaikan dan pembentukan manusia
Muslin yang berbudi, alim, luas pengetahuannya dan faham masalah ilmu

16
keduniaan dan kemasyarkatan. Sistem pendidikan dibangunnya dengan cara
sendiri, menggambungkan cara tradisional dan cara modern. Model sekolah
Barat ditambah pelajarab agama yang dilakukan secara kelas akan lebih banyak
mendapatkan hasil dalam proses belajar mengajar. Bidang kemasyarakatan
yang ditempuhnya ialah dengan mendirikan rumah sakit, poliklinik, rumah
yatim piatu yang dikelola oleh lembaga-lembaga. Usaha di bidang sosial ini
ditandai dengan berdirinya Pertolongan Kesengsaraan Umum ( PKU) pada
tahun 1923 dan ini merupakan bentuk kepedulian sosial dan tolong menolong
sesama Muslim. 12

2. Nahdlatul Ulama

Sejak awal penyebaran agama Islam mempunyai pusat-pusat penyebaran di


kota dan desa. Di tempat itu agama Islam berkembang ke daerah sekitarnya.
Para tamatan pesantren mendirikan pesantren-pesantren baru di tempat lain
atau di tempat asal santri. Dengan demikian penyebaran agama Islam terus
meluas. Pada umumnya pesantren-pesantren yang berpusat di pedesaan
menjadi pusat pengajaran agama Islam yang sudah tua sekalim sebelum
datangnya pengaruh baru. Pusat pengembangan agama Islam yang ada di kota-
kota biasanya datang kemudian dan menjadi pusat pembaharuan Islam. Dapat
dikatakan bahwa pusat agama Islam dan pengikutnya di pedesaan adalah para
ulama dan santri tradisionalis dan mereka yang tinggal di perkotaan adalah
pengikut modernis. Sebagai wadah gerakan Islam tradisionalis sebenarnya
sudah ada sejak lama.
Sehubungan dengan makin meluasnya gerakan Islam baru di kota-kota seperti
yang dilakukan oleh SI dan Muhammadiyah maka hal ini berarti mengurangi
ruang gerak ummat Islam di pedesaan. Untuk menampung dan memberikan
wadah di pedesaan perlu dibentuk organisasi yang secara resmi pula mengikat
anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu.

12
Suhartono. Sejarah Pergerakan Nasional, Pustaka Pelajar (anggota IKAPI) 2001. h. 44-
45

17
NU adalah organisasi sosial keagamaan atau Jam’iyyah diniyah Islamiyah yang
didirikan oleh para ulama, pemegang teguh salah satu dari empat mahzab
berhaluan Ahlusunnah wal Jama’ah yang bertujuan tidak saja mengembangkan
dan mengamalkan ajaran Islam tetapi juga memperhatikan masalah sosial
ekonomi, dan lain sebagainya.
Pada dasarnya NU tidak mencampuri urusan politik dan dlam kongres ada
bulan Oktober 1928 di Surabaya diambil keputusan untuk menentang reformasi
kaum modernis dan perubahan-perubahan yang dilakukan Wahani Hijaz.
Kaum Islam reformis dalam beberapa hal bersikap seperti kaum nasional yang
tidak mengkaitkan agama, misalnya tentang masalah perkawinan,
kekeluargaan, kedudukan wanita, dan lain sebagainya.
Selama sepuluh tahun setelah berdirinya NU menunjukkan kegiatan sendiri
terutama dalam menghadapi aliran Wahabi yang dianggapnya akan
merapuhkan faham ahlusunna wal jama’ah. Namun karena terdesak kebutuhan
untuk mengadakan persatuan ummat Islam maka pada tahun 1937 NU
bergabung dalam MIAI. Hal ini dapat dimengerti bahwa kerjasama kolektif
akan lenih menguntungkan dalam menghadapi tantangan dari luar khususnya
ancaman Jepang yang mulai bergerak ke selatan. Nahdlatul Ulama atau
kebangkitan ulama ternyata bukan saja gabungan ulama ortodoks tetapi juga
ulama modern. 13

13
Ibid, h. 49-51.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari apa yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa:

1. Masa pergerakan kebangsaan adalah periode berkembangnya gerakan


rakyat yang memperhatikan timbulnya gejala modern dalam dinamika sosial,
budaya, politik, dan ekonomi.

2. Organisasi- organisasi pergerakan nasional muncul karena keinginan


untuk memperjuangkan kemerdekaan bagi Indonesia

3. Kemerdekaan yang dicapai Indonesia saat ini tidak lepas dari perjuangan
para tokoh ataupun organisasi-organisasi yang meluangkan semua pikiran dan
tenaganya demi sebuah kemerdekaan Indonesia.

B. Saran
Bangsa Indonesia harus bersyukur atas kemerdekaan Indonesia yang
dicapau dari proses yang panjang . oleh karena itu sebagai penerus bangsa
hendaknya kita melanjutkan perjuangan atau cita-cita para pejuang dalam
pergerakan nasional demi sebuah kemerdekaan yang sebenarnya. Dan
menjadikan sebagai pembuktian lahirnya pemuda-pemuda Pergerakan Nasional
demi sebuah kemerdekaan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Suhartono. Sejarah Pergerakan Nasional, Jakarta: Pustaka Pelajar. 2001.

M.C. Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: Palgrave. 2001.

Marwati Djoened Poesponegoto, Nugroho Notosusanto. Sejarah Nasional


Indonesia V. Balai Pustaka, 1984

Nana Nurilana Soeyono, Sudarinisuhartono. Sejarah. Grasindo. 2006.

Lapian dkk. Indonesia dalam Arus Sejarah. PT Ichtiar Baru Van Hoeve.

20

Anda mungkin juga menyukai