Anda di halaman 1dari 93

ABSTRAK

Judul : Relevansi Konsep Żikir Menurut Prof. Dr. H.M. Amin


Syukur M.A. dengan Tujuan Pendidikan Islam
Penulis : Rodli Alma’arif
NIM : 073111017

Skripsi ini membahas relevansi konsep żikir menurut Prof. Dr. H.M.
Amin Syukur M.A dengan tujuan pendidikan Islam. Kajiannya dilatarbelakangi oleh
pengalamannya selama terkena 2 kanker ganas yang kemudian beliau berusaha
mengobati penyakitnya melalui usaha medis dengan bantuan dokter dan
penyembuhan melalui pendekatan kepada Allah SWT (berżikir). Studi ini
dimaksudkan untuk menjawab permasalahan: (1) Bagaimana konsep Prof. Dr. H.M.
Amin Syukur M.A. tentang Żikir? (2) Bagaimana relevansi konsep żikir menurut
Prof. Dr. H.M. Amin Syukur M.A. dengan tujuan pendidikan Islam?. Permasalahan
tersebut dibahas melalui kajian tokoh atau studi tokoh yang dilaksanakan terhadap
tokoh tasawuf yang juga seorang guru besar tasawuf di IAIN Walisongo
Semarang. Datanya diperoleh dengan cara wawancara bebas dan studi dokumentasi.
Semua data dianalisis dengan pendekatan sosio historis dan dianalisis menggunakan
metode interpretasi dan content analysis.
Kajian ini menunjukkan bahwa: (1) Żikir sebagai perbuatan ibadah,
menurut Amin Syukur adalah sebagai salah satu bentuk ibadah makhluk, khususnya
manusia kepada Allah dengan kesadaran mengingat kepada-Nya. Dimana ketika
żikir melibatkan antara rasa dan otak secara bersamaan maka akan mempunyai efek
yang sangat luar biasa. Landasan dzikir dari Amin Syukur ada 4: żikir qauly, żikir
qalbi, żikir ruh dan żikir fi’ly. Manfaat dari żikir yang disebutkan oleh Amin Syukur
juga ada 4: (a) memantapkan iman (b) menumbuhkan energi akhlak yang positif
(c) menghindarkan diri dari bahaya serta (d) sebagai terapi jiwa. (2) Relevansi
żikir dengan tujuan pendidikan Islam menurut Amin Syukur itu mempunyai
keterkaitan yang sangat erat. Żikir merupakan cara untuk menjadikan seseorang
menjadi manusia yang baik, berakhlak mulia dan tentunya ingat akan penciptaannya
di dunia ini yang bisa mengantarkan manusia menjadi insān kāmil. Karena dalam
diri insān kāmil itu terintegrasi visi keimanan, keilmuan dan kemanusiaan dimana
pembentukannya dibangun melalui proses pendidikan Islam. Insān Kāmil tanpa
pendidikan Islam tidak akan bisa melakukan kaderisasi sehingga akan berakibat
punahnya diri sendiri (mengalami kesenjangan bahkan hilangnya kader yang
melangsungkan estafet perjuangan Insān Kāmil). Sebaliknya pendidikan Islam
tanpa Insān Kāmil tidak akan mempunyai suatu sistem yang menjamin
terlahirnya kader-kader pendidikan yang dapat berkiprah dalam kemajuan
kehidupan dimasa mendatang. Hasil dari penelitan diharapkan dapat memberikan
acuan bagi sistem pendidikan agar tidak mengedepankan ranah kognitif saja
melainkan ranah afektif dan psikomotorik juga perlu diperhatikan.

9
TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Penulisan transliterasi huruf-huruf Arab Latin dalam skripsi ini berpedoman pada
SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomor:
158/1987 dan Nomor: 0543b/U/1987. Penyimpangan penulisan kata sandang [al-]
disengaja secara konsisten agar sesuai teks Arabnya.

a t

b z

t ‘

s g

j f

h q

kh k

d l

ż m

r n

z w

s h

sy ’

s y

Bacaan Mad: Bacaan Diftong:

ā = a panjang = au

ī = i panjang = ai
ū = u panjang

1
0
MOTTO

(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram. (QS. Ar-Ra’du/13 : 28) 1

1
Penerbit Toha Putra, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: PT Toha Putra, tt), hlm.
201

1
1
PERSEMBAHAN

Kupersembahkan totalitas usaha, karya, dan buah pikiran skripsi ini

untuk:

Ayahanda Ali Waryono & Ibunda Mu’arifah tercinta, yang senantiasa

memberikan do’a restu dan dukungan baik secara moral maupun material
terhadap keberhasilan studi penulis, teriring do’a:

Kakak-kakakku: Mba Ina dan Mas Miftah, saudara kembarku Ridlo dan

adikku tersayang A’yun, yang selalu memberikan inspirasi baru hingga

menumbuhkan semangat yang berharga dalam diri penulis serta keluarga

besarku yang senantiasa mendo’akanku.

Spesial untuk sahabatku, (Ovi, Elis, Umi, Isty, Zulfa, Ani, Sa’adah) terima

kasih atas kebersamaannya selama ini dan tidak lupa pula teman-teman

PAI A '07 yang telah memberikan semangat dan motivasi bagi penulis

dalam penyusunan skripsi ini.

Keluarga besar Kos BPI S.16 : Abah Manshur, Umi, Gus Im, Jery, Hanafi,

Rijal, X-Bal, Tomi, Udin, Imin, Aziz, Wafa, dan semuanya saja yang tidak

bisa disebutkan satu persatu yang selalu memberikan dorongan dan

menemani hari-hariku dengan canda dan tawa.

Teman-teman PPL SMAN 5 Semarang : Ocim, Mufid, Ulum, Si’in, Olif, Q2

N., Dewi, Ida, Vi2, Q2 E., Romi, Mayda, teman-teman PPL IKIP PGRI dan

UNNES serta siswa-siswi SMAN 5 Semarang beserta bapak ibu guru dan

staf karyawan di lingkungan SMAN 5 Semarang.

Ter-untuk Bu Galuh Mestikasari yang telah memberikan semangat

tersendiri bagi penulis, terimakasih atas waktu dan motivasinya.

xii
Teman-teman KKN posko 49 yang ganteng-ganteng multitalenta dan

cantik jelita penuh sugesti: Faruq, Hasan, Nafi’, Izum, Nisa’, Imudh, Umi,

Naily, Laily, keluarga besar bapak Kepala Desa Kaliputih, Bu Amik dan

Bapak, Dewi, Slamet dan seluruh masyarakat Kaliputih yang selalu

mendukung, memberikan pengalaman sekaligus pelajaran dalam hidup

penulis untuk menjadi lebih baik.

Teman-teman IMPP Walisongo Semarang (Ipinx, Oceh, Faqih, Tina, Isti,

Nayla), UKM Lembaga Studi Bahasa (Mz Huda, Mb Atin, Mz Ahbab, Mz

Umar, Zi, Jannah, Neha, Muna, Conis, Hasan, Munir) dan semuanya saja

yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas

pengalaman dan kebersamaannya, Innallaaha Ma’anaa.

13
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Azza wa jalla atas limpahan
rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini yang merupakan tugas dan syarat yang wajib dipenuhi
guna memperoleh gelar kesarjanaan dari Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang. Untaian shalawat dan salam senantiasa tersemai kepada revolusioner
sejati Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa risalah Islam yang penuh
dengan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu ke-Islaman, sehingga dapat
menjadi bekal hidup kita, baik di dunia maupun di akhirat.
Adalah suatu kebanggaan tersendiri, jika suatu tugas dapat terselesaikan
dengan sebaik-baiknya. Bagi penulis, penyusunan skripsi ini merupakan tugas
yang tidak ringan. Penulis sadar banyak hambatan yang menghadang dalam
proses penyusunan skripsi ini, dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis itu
sendiri. Kalaupun akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan, tentunya karena
beberapa pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Untuk itu penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan bantuannya, khususnya kepada yang terhormat:
1. Dr. Sudja’i, M.Ag selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang.
2. Prof. Dr. H.M. Amin Syukur, M.A. yang telah meluangkan waktu dan
tenaga untuk memberikan arahan, saran, dan bimbingan serta motivasi
kepada penulis.
3. H. Nasirudin, M.Ag dan Mursid, M.Ag selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
4. Abdul Kholiq, M.Ag selaku pembimbing I dan Ahmad Muthohar, M.Ag
selaku pembimbing II sekaligus wali studi yang telah berkenan memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi.
5. Bapak dan Ibu dosen serta segenap civitas akademik Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang.
6. Segenap keluarga, terutama Abah dan Ibu serta kakak-kakak dan adik

14
tersayang yang selalu mencurahkan kasih sayang, perhatian, kesabaran,
ketabahan serta untaian do’a yang tulus sepanjang waktu demi keberhasilan
peneliti.
7. Guru-guru yang telah memperkenalkan jendela ilmu dan meletakkan dasar
akhlaqul karimah sehingga dapat memperluas wawasan dan ilmu pengetahuan.
Semoga jasa-jasa beliau mendapat balasan yang sebaik-baiknya dari Allah
SWT.
8. Sahabat-sahabat seperjuangan yang selalu memberikan bantuan, motivasi,
inspirasi, nasehat semangat hidup, pelajaran hidup, dan dukungan untuk selalu
bangkit dan keputusasaan dan keterpurukan yang selalu datang melanda.
Semoga dapat meraih segala impian dan kesuksesan hidup yang dicita-citakan.
Kepada mereka semua peneliti tidak dapat memberikan apa-apa, hanya
ucapan terima kasih dengan tulus serta iringan doa, semoga Allah SWT membalas
semua amal kebaikan mereka dan melimpahkan Rahmat, Taufiq, Hidayah dan
Inayah-Nya. Pada akhirnya peneliti menyadari dengan sepenuh hati bahwa
penulisan skripsi ini belum mencapai kesempurnaan dalam arti yang sebenarnya.
Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif
untuk mengevaluasi dan memperbaikinya. Peneliti berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Amiiin...

Semarang, 07 Desember 2011

Rodli Alma’arif
NIM: 073111017

15
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................ ii
PENGESAHAN ................................................................................................. iii
NOTA PEMBIMBING ...................................................................................... iv
ABSTRAK ......................................................................................................... v
TRANSLITERASI ............................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 4
D. Kajian Pustaka............................................................................. 5
E. Kerangka Teoritik ....................................................................... 6
F. Metode Penelitian........................................................................ 11
G. Sistematika Pembahasan ............................................................. 14

BAB II : AMIN SYUKUR DAN PERANANNYA TERHADAP


PENDIDIKAN ISLAM
A. Biografi Amin Syukur................................................................. 16
B. Karya-karya Amin Syukur ......................................................... 25
C. Peranan Amin Syukur Terhadap Pendidikan Islam .................... 37

BAB III : KONSEP ŻIKIR MENURUT AMIN SYUKUR


A. Pandangan Amin Syukur tentang Żikir ...................................... 42
B. Landasan Żikir ........................................................................... 44
C. Metode Żikir................................................................................ 49
D. Tujuan dan Manfaat Żikir .......................................................... 53

16
BAB IV : RELEVANSI KONSEP ŻIKIR MENURUT AMIN SYUKUR
DENGAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
A. Analisis Konsep Żikir Menurut Amin Syukur ............................ 60
B. Analisis Relevansi Konsep Żikir Amin Syukur dengan Tujuan
Pendidikan Islam ......................................................................... 64

BAB V : PENUTUP
A. Simpulan .................................................................................... 77
B. Saran-saran ................................................................................. 78
C. Penutup ....................................................................................... 78

DAFTAR KEPUSTAKAAN
RIWAYAT HIDUP

xvii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Zaman modern yang sarat dengan persaingan hidup, munculnya sikap
individualistis, egoistis dan materialistis mendatangkan dampak berupa
kegelisahan, kecemasan, stres dan depresi. Berangkat dari kenyataan masyarakat
modern yang telah mencapai puncak kenikmatan materi justru berbalik dari apa
yang diharapkan, yakni mereka dihinggapi rasa cemas, sehingga tanpa disadari
integritas kemanusiannya tereduksi dan terperangkap pada sistem rasionalitas
teknologi yang sangat tidak manusiawi. Akibatnya masyarakat modern tidak
mempunyai pegangan hidup yang mapan, lebih dari muncul dan brutal serta
menyimpang.
Banyak sekali fenomena yang dihadapi oleh masyarakat, mulai dari
himpitan ekonomi, kenakalan remaja, pengaruh negatif globalisasi, stress, dan
masih banyak lagi yang lainnya. Tentunya hal ini jika tidak disikapi dengan bijak
oleh seseorang akan menjadikan hatinya menjadi goyah. Dan seseorang harus selalu
menjaga hatinya agar tenang yang salah satunya adalah dengan mengingat Allah
atau berżikir.
Ketenangan hati dengan żikir mempunyai keterkaitan yang sangat erat.
Karena żikir merupakan pintu gerbang menuju Allah SWT melalui kegiatan untuk
mendapatkan banyak keutamaan dan kebaikan serta menghibur hati. Żikir juga
menjadi pendorong menuju maqam ma’rifatullah, karena tidak ada satu pun yang
lebih dekat kepada Allah selain żikir. Jangan sampai seorang hamba melupakan atau
meninggalkan żikrullah, karena żikir dapat dilakukan kapan pun, dimana pun,
dan dalam keadaan apapun.
Dalam diri manusia terdapat dua hal yang sangat berpengaruh terhadap
perilaku manusia yakni ”nafsu dan qalbu”. Jika seseorang manusia tidak berżikir
(mengingat Allah), maka yang terjadi adalah kedzaliman, kemaksiatan dan lain
sebagainya karena manusia akan cenderung pada pemenuhan nafsu secara

1
berlebih-lebihan.1 Żikir merupakan salah satu aspek yang sangat strategis dalam
ibadah.
Adapun keutamaan dalam berżikir adalah hati akan menjadi tentram,
pikiran pun akan jernih. Dengan begitu segala sesuatu yang dilakukan akan menjadi
baik. Dengan selalu mengingat Allah, maka akan menjadikan manusia mampu
memahami makna atau hakikat hidupnya.
Sebagaimana firman Allah dalam Alquran surat ar-Ra‟du ayat 28:

(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi
tenteram. 2 (Q.S. ar-Ra‟du/ 13: 28).

Żikir yang bermanfaat adalah yang dibaca dengan kehadiran hati.


Adapun selain itu, sedikit manfaatnya. Karena, yang dimaksud adalah berdialog
dengan-Nya dan itu dapat dicapai dengan mengekalkan żikir dengan kehadiran hati.3
Proses żikir tidak hanya berhenti sampai disitu saja, tetapi bagaimana
merealisasikan manfaat żikir dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam dunia
pendidikan yaitu berupa taqwa dan akhlaqul karimah.
Sikap żikir yang disebutkan oleh Prof. Amin yaitu, Minna Allah (dari
Allah), Illa Allah (kecuali Allah), Billahi (dengan izin Allah), Ma’a Allah (yakin
kepada Allah), dan Ila Allah (kembali kepada Allah).4 Proses żikir tidak hanya
berhenti sampai disitu saja, tetapi bagaimana kita merealisasikan manfaat żikir
dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam dunia pendidikan yaitu berupa
taqwa dan akhlaqul karimah.

1
Muhammad Arifin Ilham, Menggapai Kenikmatan Dzikir, (Depok: Intuisi Press, 2003),
hlm. xiii
2
Penerbit Toha Putra, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: PT Toha Putra, tt), hlm.
201
3
Al-Ghazali, Mutiara Ihya Ulumuddin: Terj. Mukhatasar Ihya Ulumuddin, (Bandung:
Mizan, 2008), hlm. 125
4
Wawancara dengan Prof. Amin Syukur pada hari Senin, tanggal 07 Februari 2011 jam
16.45 WIB - selesai di rumah beliau Perum BPI. Blok S.16 Ngaliyan - Semarang.

2
Dampak żikir jika diresapi dengan hati serta dilaksanakan dengan penuh
keikhlasan akan mempunyai dampak 1) sehat jasmani dan rohani serta 2) akan
terbentuknya akhlak yang baik.5 Hal ini sesuai dengan tujuan dari pendidikan
Islam yang mana menurut Muhammad Athahiyah al-Abrasyi, tujuan Pendidikan
Islam adalah tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh Nabi Muhammad
SAW sewaktu hidupnya, yaitu pembentukan moral yang tinggi, karena
pendidikan moral merupakan jiwa pendidikan Islam sekalipun tanpa mengabaikan
pendidikan jasmani, akal, dan ilmu praktis.
Sedangkan yang dikatakan oleh Zakiyah Daradjat sebagaimana yang
dikutip oleh Mohammad Roqib dalam bukunya “Ilmu Pendidikan Islam”,
Tujuan pendidikan Islam adalah membimbing dan membentuk manusia
menjadi hamba Allah yang saleh, teguh imannya, taat beribadah, dan
berakhlak terpuji. Bahkan keseluruhan gerak dalam kehidupan setiap
muslim, mulai dari perbuatan, perkataan dan tindakan apa pun yang
dilakukannya dengan nilai mencari ridha Allah, memenuhi segala
perintah-Nya, dan menjauhi segala larangan-Nya adalah ibadah. Maka untuk
melaksanakan semua tugas kehidupan itu, baik bersifat pribadi maupun
sosial, perlu dipelajari dan dituntun dengan iman dan akhlak terpuji. Dengan
demikian, identitas muslim akan tampak dalam semua
aspek kehidupannya.6

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan akhir pendidikan


Islam adalah merealisasikan ubudiyah kepada Allah di dalam kehidupan manusia
agar dapat menemukan fungsi khalifah, baik dalam kehidupan individu maupun
masyarakat untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Di sinilah letak pentingnya seni menata hati (berżikir), sebuah upaya
mempersiapkan hati dalam menghadapi dan menjalani berbagai keadaan yang harus
dihadapi. Kenapa harus hati? Karena hati manusia memegang peranan penting, hati
adalah mata batin manusia. Ia yang merasa, bicara, dan yang
melakukan apa pun sebenarnya adalah hati.7

5
Wawancara dengan Prof. Amin Syukur pada hari Senin, tanggal 07 Februari 2011 jam
16.45 WIB - selesai di rumah beliau Perum BPI. Blok S.16 Ngaliyan - Semarang.
6
Mohammad Roqib, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integritas di
Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, (Yogyakarta: LKiS, 2009), hlm. 31
7
Amin Syukur, Żikir Menyembuhkan Kankerku, (Jakarta: Mizan, 2007), hlm. xiii

3
Keutamaan żikir dalam pendidikan Islam sangat besar sekali khususnya
bagi pendidik maupun peserta didik, karena tujuan dari pendidikan Islam tidak
lain adalah selain untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, juga untuk
mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Berawal dari latar belakang
tersebut, dalam skripsi penulis membahas relevansi żikir dengan tujuan
pendidikan Islam dengan judul skripsi ” Relevansi Konsep Żikir Menurut Prof.
Dr. H. M. Amin syukur M.A. dengan Tujuan Pendidikan Islam”.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang
dikaji oleh peneliti adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep Prof. Dr. H. M. Amin Syukur M.A. tentang żikir?
2. Bagaimana relevansi konsep żikir menurut Prof. Dr. H. M. Amin Syukur
M.A. dengan tujuan pendidikan Islam?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Segala sesuatu yang dikerjakan haruslah mempunyai tujuan dan manfaat
yang jelas. Berkaitan dengan pokok permasalahan di atas yang menjadi landasan
untuk mengadakan penelitian, oleh karena itu ada beberapa tujuan yang hendak
dicapai dalam penulisan skripi ini, antara lain :
1. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:
a. Mengetahui konsep Prof. Dr. H. M. Amin Syukur M.A. tentang żikir.
b. Mengetahui relevansi konsep żikir menurut Prof. Dr. H. M. Amin Syukur
M.A. dengan tujuan Pendidikan Islam.
2. Sedangkan manfaat dari penulisan skripsi ini yaitu:
a. Mampu memberi sumbangan pemikiran dalam dunia keilmuan dan
bermanfaat bagi para pembaca tentang żikir relevansinya dengan tujuan
pendidikan Islam.
b. Merupakan syarat kelulusan dan memperoleh gelar Strata I bagi peneliti
dari Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.

4
D. Kajian Pustaka
Pada dasarnya urgensi dari adanya telaah pustaka adalah sebagai bahan
komparatif terhadap kajian yang terdahulu. Di samping itu telaah pustaka juga
mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam rangka memperoleh informasi
secukupnya tentang teori-teori yang ada kaitannya dalam judul yang digunakan
untuk memperoleh landasan teori yang ilmiah. Sebagaimana tujuan skripsi ini,
tentunya lebih banyak pembahasan yang lebih dahulu membahas tentang żikir.
Untuk menghindari duplikasi atau pengulangan penulisan skripsi, penulis
menyertakan telaah pustaka yang berkaitan dengan żikir yang sedang penulis tulis
ini, antara lain:
1. ”Pendidikan Akhlak dalam Tradisi Wirid Studi Analisis Ratib Al-Haddad”
ditulis oleh Subhan Abdul Hakim yang menjelaskan dzikir bi-al-lisan yang
berupa wirid ratib Al-Haddad. Wirid ini mengajak umat Islam menjalankan
sikap taubatan nashuha dengan dilandasi aqidah dan syari‟ah yang benar. Hal
ini merupakan pendidikan akhlaq dengan munculnya sikap tanggung jawab
moral kepada Allah, Rasul, ‟Ulama dan lingkungannya.8
2. Skripsi M. Sofyan Wildani yang berjudul ”Kualitas Dzikir dan Fikir Sebagai
Tujuan Pendidikan Islam: Telaah Ayat tentang Ulul Albab dalam Q.S. Ali Imron
ayat 190-191” membahas tentang żikir yang bagaimana membentuk manusia
sebagai Khalifah dan ‟Abdullah di bumi dan menitikberatkan pada kualitas
żikirnya seseorang.9
3. Skripsi Ilham Tsalasa yang berjudul ”Dzikir dalam Perspektif Muhammad
Arifin Ilham dan Implikasinya Dalam Pendidikan Islam”. Dalam skripsi ini
dibahas bahwasanya hasil akhir dari żikir adalah taqwa, ketaqwaan seseorang
merupakan hasil yang diharapkan dari pendidikan Islam. Untuk mencapai

8
M. Subhan Abdul Hakim, ”Pendidikan Akhlak dalam Tradisi Wirid Studi Analisis Ratib
Al-Haddad”, Skripsi (Semarang, Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang,
2001)
9
M. Sofyan Wildani, ”Kualitas Dzikir dan Fikir Sebagai Tujuan Pendidikan Islam: Telaah
Ayat Ulul Albab Q.S. Ali Imron ayat 190-191”, Skripsi (Semarang: Perpustakaan Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo Semarang, 2007)

5
tujuan tersebut maka perlu adanya żikir sebagai sarana memelihara keimanan,
amaliyah, aqliyah, akhlaq dan sosial.10
4. “Peranan Dzikir dalam Pendidikan Akhlak Santri di Pondok Pesantren
Istighfar Semarang” yang ditulis oleh Maulidis Syakur yang menjelaskan
peranan żikir dalam pendidikan akhlaq yang meliputi: pertama, sebagai terapi
diri, kedua, sebagai pembersih hati, ketiga, sebagai motivator pembentukan
akhlaq.11
Skripsi-skripsi tersebut berbeda dengan skripsi yang penulis buat ini,
karena dalam skripsi ini penulis membahas tentang konsep żikir menurut Prof. Dr.
H. M. Amin Syukur, M.A relevansinya dengan tujuan pendidikan Islam. Jadi,
skripsi-skripsi yang ada tersebut hanya dijadikan gambaran dan referensi saja oleh
peneliti.

E. Kerangka Teoritik
Dalam konteks ini dimaksudkan untuk mencari kesamaan visi dan
persepsi serta untuk menghindari distorsi pemahaman, oleh sebab itu diperlukan
beberapa penjelasan tentang istilah dan pembatasan-pembatasan penting yang ada
dalam judul skripsi ini.
Adapun penjelasan dari skripsi yang berjudul “Relevansi Konsep Żikir
Menurut Prof. Dr. H. M. Amin Syukur M.A. dengan Tujuan Pendidikan Islam”
adalah sebagai berikut:
1. Konsep Żikir
Konsep berasal dari bahasa Latin ”conceptus” yang berarti tangkapan,
rancangan, pendapat, ide, dan gagasan. Konsep juga bisa dikatakan sebagai:
a. Kegiatan atau proses berfikir
b. Daya berfikir dan khususnya penalaran dan pertimbangan

10
Ilham Tsalasa, ”Dzikir dalam Perspektif Muhammad Arifin Ilham dan Implikasinya
Dalam Pendidikan Islam”, Skripsi (Semarang: Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang, 2009)
11
Maulidis Syakur, “Peranan Dzikir dalam Pendidikan Akhlak Santri di Pondok Pesantren
Istighfar Semarang”, Skripsi (Semarang: Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang, 2007).

6
c. Produk proses berfikir, seperti ide, angan-angan, atau penemuan
d. Produk intelektual atau pandangan dan prinsip yang terorganisasi. 12
Sedangkan żikir berasal dari bahasa Arab ”َ‫ ”ركَذ‬yang berarti
mengingat, memperhatikan, mengenang, mengambil pelajaran, mengenal atau
mengerti.13
Maksudnya, ingat kepada Allah di dalam hati disertai menjalankan semua
perintah dan menjauhi larangan-larangan-nya. Dalam The Oxford
Encyclopedia of The Modern Islamic World żikir adalah:
Dhikr most commonly associated with Sufism, dhikr (“remembrance,
reminder, evocation”) is both a concept and a meditative practice.14 (Żikir
lazim berkaitan dengan sufisme. Żikir yang berarti ingat atau
mengingatkan merupakan konsep sekaligus praktik meditasi).15

Żikir dalam Alquran berarti mengingat, sebagaimana yang disebutkan


dalam surat ar-Ra‟du/13 ayat 28,

Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa, dan katakanlah: "Mudah-
mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat
kebenarannya dari pada ini. (Q.S. ar-Ra‟du/13 : 28)

Dalam hadis sendiri, żikir dimaknai mengingat Allah dengan membaca


kalimat-kalimat thayyibah, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim sebagaimana yang dikutip oleh Saleh al-Fauzab dalam bukunya Fiqih
sehari-hari berikut ini,

12
Komaruddin dan Yooke Tjuparman S. Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 122
13
Samsur Munir Amin dan Haryanto Al-Fandi, Energi Żikir, (Jakarta: Amzah, 2008),
hlm. 11
14
John L. Esposito, The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic World, ( New York:
Oxford University Press, 1995), p. 372
15
Eva, Y.N., dkk., ”Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern”, terj, dalam John L.
Esposito, The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic World, ( New York: Oxford University
Press, 1995), hlm. 197

7
Barangsiapa bertasbih, bertahmid, dan bertakbir setelah shalat masing-
masing sebanyak tiga puluh tiga kali, dan semuanya berjumlah sembilan
puluh sembilan, kemudian menyempurnakannya menjadi seratus dengan
membaca, „Tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, seluruh
kerajaan hanya milik-Nya, segala puji hanya untuk-Nya dan Dia Mahakuasa
atas segala sesuatu‟, maka dosa-dosanya diampuni walaupun
seperti buih air laut. (H.R. Muslim).16

Hadis ini menunjukkan disyariatkannya membaca żikir setelah shalat


fardhu, dan juga menunjukkan pahala yang diperoleh dengan membacanya.
Dalam terminologi Islam, żikir mempunyai arti yang sempit dan luas.
Żikir dalam arti sempit adalah menyebut Allah dengan membaca tasbih
(subhānallah), membaca tahlil (lā ilāha illallah), membaca tahmid
(alhamdulillahirabbil’aalamīn), membaca takbir (allahu akbar), membaca
Alquran dan membaca do‟a-do‟a yang ma’tsur, yaitu do‟a-do‟a yang diterima
dari Nabi Muhammad SAW.
Dalam perkembangannya, żikir kepada Allah tidak hanya dibatasi sebagai
bacaan-bacaan mulia tuntunan Nabi Muhammad SAW dalam waktu-waktu
tertentu, tetapi lebih luas dari itu. Żikir diartikan sebagai kesadaran manusia
akan kewajiban-kewajiban agamanya, yang mendorong untuk melaksanakan
segala perintah Allah dan meninggalkan segala yang dilarang-Nya. Karena itu
amal perbuatan manusia yang dilakukan dengan niat karena Allah, termasuk
dalam lingkup perbuatan żikir.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian żikir dalam
arti sempit adalah perbuatan mengingat Allah SWT dengan cara menyebut
nama-nama dan sifat-sifat Allah. Dalam arti luas, żikir dapat diartikan sebagai

16
Saleh al-Fauzan, Fiqih Sehari-hari, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hlm. 112.

8
perbuatan lahir atau batin yang tertuju kepada Allah semata-mata sesuai
dengan perintah Allah dan Rasul-Nya.17
2. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan merupakan masalah inti dalam pendidikan, dan saripati
dari seluruh renungan paedagogik. Dengan demikian tujuan pendidikan
merupakan faktor yang sangat menentukan jalannya pendidikan sehingga
perlu dirumuskan sebaik-baiknya sebelum semua kegiatan pendidikan
dilaksanakan. Tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah memberikan ilmu
pengetahuan kepada peserta didik dari yang tidak tahu menjadi tahu, yang
tidak bisa menjadi bisa serta dapat memahami dan menghayati apa yang telah
diperoleh dari proses pembelajaran yang pada akhirnya dapat menerapkan atau
melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Lebih lanjut bahwa pendidikan Islam diarahkan pada pencapaian tujuan
akhir, yaitu menjadi insān kāmil yang meninggal dalam keadaan berserah diri
kepada Alah SWT.18 Pendidikan Islam sendiri mempunyai dua tujuan yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum adalah tujuan yang harus
dicapai oleh sistem pendidikan Islam sesuai dengan sumber dan dasar
pelaksanaannya, tanpa batasan ruang dan waktu. Sedangkan tujuan khusus
merupakan penjabaran operasional dari tujuan umum yang bersifat relatif,
mengingat dan memperhatikan kultur, dan senantiasa memperhatikan
kemungkinan adanya tajdid, sesuai dengan cita-cita dan falsafah bangsa
tempat umat Islam hidup di dalamnya, dengan syarat tidak bertentangan
dengan sumber dan dasar pendidikan Islam.19
Sedangkan menurut Muhtar Yahya sebagaimana yang dikutip oleh Abdul
Mujib, tujuan pendidikan Islam yaitu:

17
Baidi Bukhori, Zikir Al-Asma’ Al-Husna “Solusi atas Problem Agresivitas Remaja,
(Semarang: Syiar Media Publishing, 2008), hlm. 51
18
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 31
19
Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009),, hlm. 134.

9
Memberikan pemahaman ajaran-ajaran Islam pada peserta didik dan
membentuk keluhuran budi pekerti sebagaimana misi Rasulullah SAW
sebagai pengemban perintah menyempurnakan akhlak manusia untuk
memenuhi kebutuhan kerja dalam rangka menempuh hidup bahagia dunia
dan akhirat.20

Dalam Kongres pendidikan Islam sedunia tahun 1980 di Islamabad,


menetapkan tujuan pendidikan Islam sebagai berikut:
Pendidikan harus ditujukan ke arah pertumbuhan yang berkesinambungan
dari kepribadian manusia yang menyeluruh melalui latihan spiritual,
kecerdasan, rasio, perasaan, dan panca indra. Oleh karenanya maka
pendidikan harus memberikan pelayanan kepada pertumbuhan manusia
dalam semua aspeknya yaitu aspek spiritual, intelektual, imajinasi,
jasmaniah, ilmiah, linguistik, baik secara individual maupun kolektif, serta
mendorong semua aspek itu ke arah kebaikan dan pencapaian
kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan terletak di dalam sikap
penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah pada tingkat individual,
masyarakat dan pada tingkat kemanusiaan pada umumnya.21

Dengan demikian, tujuan pendidikan Islam diarahkan dalam rangka


menjadikan manusia sebagai ‟abdullah dan khalifatullah yang mampu
menjalankan tugas-tugas kehidupan dipermukaan bumi ini mampu beribadah
sebagai hamba Allah, mampu berakhlak mulia dan mampu mengembangkan
segenap potensi kehidupannya. Manusia dalam perjalanan hidupnya pada
dasarnya mengemban amanah atau tugas-tugas kewajiban dan tanggung jawab
yang dibebankan Allah pada manusia agar dipenuhi, dijaga, dan dipelihara
dengan sebaik-baiknya. Adapun tugas manusia sebagai „abdullah merupakan
realisasi dari mengemban amanah dalam arti memelihara beban atau tugas
kewajiban dari Allah yang harus dipatuhi, misalnya kalimat Lāilāhaillallah
atau kalimat tauhid atau ma‟rifat kepada Allah. Sedangkan khalifah Allah
merupakan realisasi dari mengemban amanah dalam arti memelihara,
memanfaatkan atau mengoptimalkan penggunaan segala anggota badan alat-

20
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Ed. Pertama, (Jakarta:
Kencana, 2008), hlm. 83
21
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi aksara 2003) hlm. 132.

10
alat potensial (indera dan akal) atau potensi-potensi dasar manusia guna
menegakkan keadilan, kemakmuran dan kebahagiaan hidupnya. 22
Jadi tujuan pendidikan Islam adalah tujuan atau maksud yang bercorak
Islami yang berupaya untuk pengembangan potensi manusia, agar manusia
mencapai tingkat tertinggi atau kesempurnaan yaitu menjadi insān kāmil.

F. Metode Penelitian
Metode berasal dari bahasa Yunani ”methodos” yang berarti jalan atau
cara. Sedangkan penelitian adalah usaha untuk mencari kembali yang dilakukan
dengan suatu metode tertentu dengan cara hati-hati, sistematis sehingga dapat
menjawab problema. Dengan demikian metode penelitian adalah suatu cara atau
jalan untuk memperoleh kembali pemecahan terhadap segala permasalahan. 23
Metode merupakan salah satu faktor yang terpenting dan menentukan
keberhasilan dalam penelitian. Hal ini dapat disebabkan berhasil atau tidaknya
penelitian akan banyak ditentukan oleh tepat atau tidaknya metode yang
digunakan.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif lapangan (library
research), yaitu penelitian yang dilakukan secara intensif dan mendalam terhadap
satu unit tertentu. Dengan demikian penulis menggunakan metode yang disesuaikan
dengan jenis penelitiannya, yaitu:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah intelektual biografis, yaitu
metode sejarah yang digunakan untuk meneliti kehidupan seseorang dan
24
hubungannya dengan masyarakat. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
kehidupan Amin Syukur dalam hubungannya dengan masyarakat, sifat watak,
pengaruh-pengaruh internal dan eksternal yang membentuk pemikirannya,

22
Muhaimin dkk, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan
Agama Islam di Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 21.
23
Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta,
2011), hlm. 2
24
Mohammad Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), hlm. 62.

11
serta mengetahui sejauh mana posisi dan kontribusi dalam perkembangan
pendidikan.
2. Teknik Pengumpulan Data
A. Sumber Data
Dalam tahap ini peneliti berusaha menyeleksi data-data yang valid dan
relevan berhubungan dengan pemikiran Prof. Dr. H. M. Amin Syukur
M.A. tentang berżikir. Sumber data yang dikumpulkan memiliki
klasifikasi sebagai berikut:
1). Sumber data primer (primary source), yaitu data yang diperoleh secara
langsung dari masyarakat baik yang dilakukan melalui wawancara,
25
observasi maupun alat lainnya. Adapun data primer dalam penelitian
ini meliputi data yang didapat dari wawancara dengan Prof. Amin
Syukur dan bukunya yang berjudul żikir menyembuhkan kankerku .
2). Sumber data sekunder (secondary source), yaitu data yang diperoleh dari
bahan kepustakaan.26 Data sekunder yang dimaksudkan dalam hal ini
adalah karya-karya yang berhubungan langsung atau pun tidak mengenai
konsep żikir menurut Prof. Dr. H. M. Amin Syukur M.A.
B. Metode Pengumpulan Data
1) Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya.27 Metode ini
digunakan untuk mencari keterangan atau penjelasan mengenai
biografi Prof. Amin serta serta żikir dari berbagai karyanya.

25
Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktik, hlm. 87
26
Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktik, hlm. 88
27
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2006), hlm. 231

12
2) Metode wawancara
Wawancara adalah suatu kegiatan komunikasi verbal dengan
tujuan mendapatkan informasi.28 Peneliti menggunakan metode
wawancara tak terpimpin, yaitu yang diwawancarai diberikan situasi
secara bebas dan peneliti mengendalikan arah wawancara. 29 Metode ini
penulis gunakan sebagai pendukung metode telaah pustaka untuk
mengumpulkan data tentang biografi Prof. Dr. H. M. Amin Syukur M.A.
dan konsep tentang żikir relevansinya dengan tujuan pendidikan Islam.
Metode ini dilakukan dengan mengadakan pertemuan langsung dengan
responden yang dijadikan sebagai sumber data. Sebagai obyek interview
ini adalah Prof. Dr. H. M. Amin Syukur M.A.
C. Metode Analisis Data
1). Interpretasi
Interpretasi adalah pemberian kesan, pendapat, atau pandangan
teoritis terhadap sesuatu.30 Metode ini berperan untuk mencari makna
yang merupakan upaya untuk menangkap dibalik yang tersurat, selain
itu juga mencari makna yang tersirat serta mengaitkan dengan hal-hal
yang terkait yang sifatnya logik teoritis dan transendental. Metode ini
digunakan dalam rangka mencari relevansi żikir Prof. Amin dengan
tujuan Pendidikan Islam.
2). Analisis Isi (Content Analysis)
Dalam bahasa Inggris disebut content analysis, yaitu suatu kajian dan
tafsiran terhadap pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam suatu
buku sehingga dapat mengungkapkan pokok-pokok pikiran dan

28
E. Koswara dkk, Metode dan Masalah Penelitian Sosial, (Bandung: PT Refika
Aditama, 2009), hlm. 306
29
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta:
Bumi Aksara, 1996), hlm. 59
30
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), hlm.
384.

13
hubungan-hubungannya dengan cara yang bermakna. Pokok-pikiran
tersebut berkaitan dengan tema yang menjadi isi buku tersebut.31
Langkah-langkah dalam melakukan analisis isi:
a) Pertama, penetapan desain atau model penelitian.
a) Kedua, pencarian data pokok atau data primer, yaitu teks itu
sendiri. Sebagai analisis isi maka teks merupakan objek yang
pokok bahkan terpokok.
a) Ketiga, pencarian pengetahuan kontekstual agar penelitian yang
dilakukan tidak berada di ruang hampa, tetapi terlihat kait-mengait
dengan faktor-faktor lain.32

G. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan diperlukan dalam rangka mengarahkan tulisan
agar runtut, sistematis dan mengerucut pada pokok permasalahan, sehingga
memudahkan pembaca untuk memahami kandungan suatu karya ilmiah. Adapun
sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Bagian awal
Pada bagian ini memuat: halaman Judul, Pernyataan Keaslian, Pengesahan,
Nota Pembimbing, Abstrak, Transliterasi, Kata Pengantar, Daftar Isi.
2. Bagian Utama
BAB I merupakan pendahuluan, yang berisi Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kajian Pustaka,
Kerangka Teoritik, Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.
BAB II : Dalam bab II ini akan dibahas mengenai Biografi, Aktivitas
Sosial dan Aktivitas Intelektual Amin Syukur, karya-karyanya serta Peranan
Amin Syukur terhadap Dunia Pendidikan.

31
Komaruddin dan Yooke Tjuparman S. Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah ,
hlm. 16
32
Andre Yuris, “Analisis Isi (Content Analysis)”, dalam http://andreyuris.wordpress.com,
diakses 17 Juni 2011.

14
BAB III : Dalam bab III ini akan dibahas mengenai Konsep Żikir
Menurut Amin Syukur, yang meliputi: Pandangan Amin Syukur tentang
żikir, Landasan Żikir, Metode serta Tujuan dan Manfaat Żikir.
BAB IV : Dalam bab IV ini membahas tentang analisis konsep żikir
Amin Syukur Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Islam
BAB V merupakan penutup yang berisi Simpulan dan Saran.
3. Bagian Akhir
Pada bagian akhir skripsi ini memuat Daftar Kepustakaan, Lampiran-
lampiran serta Daftar Riwayat Hidup.

15
BAB II
AMIN SYUKUR DAN PERANANNYA TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM

A. Biografi Amin Syukur


Dalam bab ini peneliti membahas beberapa hal yang berkaitan dengan
Amin Syukur. Sebagaimana yang telah diketahui oleh lingkungan masyarakat
sekitar dimana beliau tinggal, Amin Syukur adalah salah satu tokoh tasawuf yang
sekarang ini mengajar sebagai dosen di IAIN Walisongo Semarang, beliau
mempunyai peran yang sangat penting untuk membawa nama IAIN Walisongo
Semarang sebagai lembaga pendidikan yang berkualitas dan berciri khas agama
Islam.
Sebagai tokoh tasawuf beliau juga memikirkan cara-cara dan ide demi
kemajuan Islam, di antaranya beliau menulis beberapa karya ilmiah baik berupa
buku maupun tulisan di surat kabar. Bukan itu saja, beliau ikut berjuang secara
langsung untuk mengamalkan ilmunya sebagai dosen IAIN Walisongo Semarang
maupun di luar kota.
Disela-sela kesibukannya yang padat tetapi beliau selalu disiplin dalam
mengemban amanat yang dipikulnya, ini sebagai bukti bahwa Amin Syukur
begitu antusias dalam perkembangan pendidikan Islam. Hal itulah yang saat ini
perlu dicontoh demi kemajuan pendidikan Islam. Perlu disadari bahwa Amin Syukur
bukanlah manusia yang terhindar dan terjaga dari dosa dan kesalahan, beliau juga
manusia biasa yang pernah berbuat kesalahan dan dosa. Namun beliau lebih kritis
dan mempunyai semangat juang yang tinggi dalam menghadapi permasalahan
hidup.
Dalam mengkaji pemikiran seseorang tentunya tidak cukup hanya
mengetahui gagasan-gagasan atau pemikiran-pemikirannya saja, tetapi juga harus
berusaha mengetahui latar belakang hidupnya, perjalanan intelektual dan
pendidikannya. Dengan memahami biografi itulah dapat diketahui pola pikir
seseorang terbentuk. Maka dalam bab ini penulis berupaya untuk memaparkan
biografi Amin Syukur sehingga mampu menghasilkan suatu analisis dan kesimpulan
yang komprehensif.

16
Amin Syukur, pria kelahiran Gresik 17 Juli 1952 yang menjadi seorang
guru besar tasawuf di IAIN Walisongo Semarang lahir dari pasangan orang tua H.
Abdus Syukur, (almarhum) dan Hj. Umi Kulsum (almarhumah) di desa Kali Rejo
dukuh Gresik. Desa yang lingkungannya semuanya beragama Islam. Walaupun di
desanya tidak ada pondok pesantren, namun kegiatan agama setiap harinya
seolah-olah seperti pondok pesantren. Dari siang hingga malam hari, banyak
anak-anak yang belajar mengaji Alquran maupun ibadah kepada ustadznya. Amin
Syukur dibesarkan dalam lingkungan masyarakat dan keluarga Nahdlatul Ulama
(N.U.) yang ketat dalam urusan agama.1 Sebelum menikah dengan Umi Kulsum,
ayahnya telah menikah dengan Munassarah (almarhumah) dan dikaruniai lima
orang anak, namun empat di antaranya telah meninggal dunia, sedangkan yang
masih hidup ialah Abdul Mujib, kakaknya. Sejak kecil Amin Syukur merasa
selalu diistimewakan, mungkin karena anak pertama dari tujuh bersaudara. Kedua
orang tuanya akan melakukan apa pun untuk kebaikan dan kesenangan buah
hatinya. Kebanggaan beliau terhadap orang tuanya terletak pada perhatian dan
teladannya dalam membimbingnya sejak kecil agar mendedikasikan hidupnya
pada ibadah. Walaupun pendidikan ayahnya yang hanya mengampu pendidikan
sampai kelas 3 Madrasah Ibtidaiyah serta ibunya yang tidak sempat mengenyam
dunia pendidikan, namun perhatian orang tuanya terhadap pendidikan Amin Syukur
begitu besar.
Perkataan ayahnya yang selalu diingat oleh Amin syukur adalah ketika dia
berkata,
“Nak, banyak anak yang di masa kecilnya menampakkan kesalehan,
namun bila menginjak dewasa, tidak sedikit yang berbuat sebaliknya. Bapak
mengharap kamu tidak demikian”

Kala itu Amin Syukur hanya berucap, “Inggih (iya), doa restu bapak,
semoga saya bisa ajeg (terus menerus pada prinsip yang benar) dan istiqomah dalam
kebaikan”. Ayahnya menjawab dengan “Iyo, mugo-mugo kowe dadi anak
sing shalih nganti gedhemu” (Iya, mudah-mudahan kamu menjadi anak yang

1
Amin Syukur dan Fathimah Utsman, Terapi Hati dalam Seni Menata Hati, (Semarang,
Pustaka Nuun, 2009), hlm. 145

17
shalih sampai kamu besar nanti). Laksana sinar matahari yang menerangi seluruh
lapisan alam raya, begitulah gambaran beliau terhadap orang tuanya yang telah
membimbing dan membekalinya sehingga bisa melalui jalan panjang kehidupan
dengan baik dan benar. Menurut Amin Syukur, bimbingan kedua orang tuanya
baik yang dilakukan sendiri maupun melalui upaya memasukkannya ke pesantren,
telah memberikan energi yang sangat bermanfaat bagi setiap langkah dalam
menapaki kehidupan dengan segala dinamikanya. Sekarang beliau bertempat
tinggal di Perumahan Bhakti Persada Indah Blok S.18 Ngaliyan Semarang, sehari-
harinya sejak tahun 1980 beraktivitas sebagai tenaga pengajar di IAIN Walisongo.
Selanjutnya berkaitan masalah riwayat pendidikan yang beliau tempuh, Amin
Syukur memulai pendidikannya di Madrasah Islamiyah desa Sembungan Kidul,
Gresik. Satu tahun setelah menyelesaikannya beliau mengikuti kakaknya Abdul
Mujib untuk mondok di al-Karimi Tebuwung, di pondok ini beliau hanya sempat
mengenyam pendidikan selama satu tahun karena kakaknya sudah lulus. Setelah
dari pesantren al-Karimi Amin Syukur melanjutkannya di pondok pesantren Ihyaul
„Ulum Gresik dengan pengasuh K.H. Ma‟shum. Disini beliau tidak tinggal di
pesantren, tetapi menjadi santri kalong atau lazim disebut santri nglaju. Setiap
harinya Amin Syukur berjalan kaki dari rumah menuju pesantren, kadang-kadang
juga naik sepeda onthel.
Pendidikan dasar ditempuhnya di Madrasah Ibtidaiyyah (M.I.) Ponpes
Ihya‟ul Ulum Gresik, dan kemudian melanjutkan di Sekolah Menengah Pertama
(SMP) Darul „Ulum dan tingkat atasnya ditempuh di Sekolah Menengah Atas
(SMA) Darul „Ulum Jombang. Amin Syukur di Darul „Ulum menjalani tiga pola
pendidikan sekaligus, yakni pendidikan pesantren, pendidikan madrasah dan
sekaligus pendidikan umum kemudian melanjutkan ke perguruan tinggi di
Universitas Darul „Ulum (UNDAR) mengambil fakultas „Alim „Ulama yang
sekarang menjadi fakultas Ushuluddin UNDAR, disini tingkat III berhasil beliau
selesaikan, tingkat baccaloureat pada pertengahan tahun 1976. Sehingga bila
dihitung, total waktu yang beliau habiskan “nyantri” di pondok pesantren adalah
sekitar 9,5 tahun. Selama 3 tahun dibangku sekolah Menengah Pertama (SMP)
Darul „Ulum, 3 tahun di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) Darul „Ulum,

18
dan 3,5 tahun ditempuhnya ketika kuliah di Universitas Darul „Ulum (UNDAR).
Waktu 3,5 tahun terpaksa beliau tempuh karena kuliah di perguruan tinggi swasta.
Tiga tahun kuliah, kemudian yang setengah tahunnya menunggu ujian negara.
Selama di UNDAR pula, Amin Syukur sudah mulai menyibukkan diri
dalam aktivitas intra-ekstra kampus serta berbisnis. Beliau juga sempat merasakan
bagaimana kesibukan menjadi ketua Departemen Pendidikan dan Pengajaran di
Dewan Mahasiswa UNDAR dan ketua umum Senat Mahasiswa Fakultas
Ushuluddin UNDAR. Berkat kekompakan dan saling bantu dari pengurus yang lain,
banyak program yang bisa terlaksana dengan baik dan tepat waktu, meskipun tidak
ada anggaran tetap dan pasti dari lembaga yang digelutinya. Selain itu, Amin Syukur
juga aktif di organisasi ekstra kampus, waktu itu beliau aktif di Komite Nasional
Pemuda Indonesia (KNPI) kabupaten Jombang.
Pada tahun 1977, beliau melanjutkan kuliah tingkat doktoral di fakultas
Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang selama 2,5 tahun. Boleh dibilang,
keberangkatan beliau ke Semarang bermodalkan nekat. Orang tuanya keberatan jika
beliau meneruskan kuliah di Semarang, alasannya karena masalah finansial yang
belum memungkinkan. Berpijak pada kesungguhan tekad dan prinsip yang
dipegangnya, beliau berusaha terus menjalani hidup. Beliau hanya mencoba
mengikuti arus hidup yang entah mau membawanya kemana, tetapi beliau yakin
bahwa dengan tekad yang baik akan membawa seseorang pada hasil yang baik
pula. Inilah sikap yang diajarkan agama Islam, “Sesungguhnya segala amal
perbuatan itu tergantung dari niatnya. Dan bagi setiap orang itu adalah apa yang
telah ia niatkan”. Prinsip ini beliau pegang dan yakini dengan sungguh-sungguh.
Niat semata karena Allah, beliau yakin bahwa orang yang sedang berjalan di suatu
perjalanan dalam rangka menuntut ilmu, maka sesungguhnya ia sedang
menempuh jalan kemuliaan, seluruh alam memberkatinya. Kekuatan di alam
semesta akan menyertai kemana pun melangkah, syaratnya hanya satu yaitu
perjalanan yang ditempuh murni karena Allah SWT.
Setibanya di Semarang pada waktu itu, Amin Syukur mencoba menyelesaikan
persoalan finansial yang menjadi kekhawatiran oleh orang tuanya ketika beliau akan
pergi ke Semarang. Beliau mencoba menemui beberapa orang

19
yang kemungkinan besar bisa membantunya. Mulailah Amin Syukur mendekati
beberapa aktivis organisasi ekstra dan intra kampus. Waktu itu, yang pertama kali
ditemuinya adalah ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) cabang
Semarang (saat itu saudara Rusydi dan seorang mahasiswi fakultas Dakwah
bernama Marwiyatun). Atas bantuan mereka, akhirnya Amin Syukur bisa menjadi
guru privat keluarga bapak Drs. Tamsyi, direktur PTP XV Semarang.
Selain menjadi guru privat, beliau juga mencoba membuka biro ketik makalah
dan skripsi. Pada saat itu masih menggunakan mesin ketik manual, belum ada
komputer canggih seperti saat ini. Di tahun 1980-an, Kuliah Kerja Nyata (KKN)
masih dibiayai oleh negara. Bagi mahasiswa yang menempuh masa KKN tidak
perlu membayar sejumlah uang seperti sekarang ini. Bahkan, setiap peserta diberi
biaya akomodasi, uang saku dan uang makan. Dari sanalah Amin Syukur berusaha
mengatur uang tersebut agar bisa menabung. Sesuai dengan pesan orang tuanya
bahwa dalam menjalani hidup itu harus genih (hemat), setiti
(hati-hati) dan ngati-ati (hati-hati).2 Dan ternyata beliau bisa berhemat, setelah
KKN beliau menyempatkan membeli mesin ketik Remington yang harganya
waktu itu Rp. 7.000, satu harga yang bisa dikatakan mahal pada waktu itu.
Setelah lulus sarjana, profesi sebagai tukang ketik tersebut masih beliau
kembangkan menjadi tukang cetak. Waktu itu, beliau mencetak dengan mesin
hand press. Mesin utama, beliau beli dari bapak Kuwat, seorang pedagang di
Semarang. Percetakan ini beliau jalankan secara joint venture bersama A. Qadri
Azizi dan Tribawono. Beberapa saat setelah itu, karena perkembangan usaha,
percetakan ditingkatkan lagi menjadi percetakan offset. Kecil memang wujudnya,
akan tetapi bagi seorang seperti Amin Syukur sekecil apa pun wujud benda itu
ternyata memberi berkah yang tidak ternilai besarnya. Akhirnya, percetakan itu
mereka kelola bersama-sama. Sayang, menginjak tahun 2002, usaha tersebut tidak
dilanjutkan karena berbagai kendala. Amin Syukur juga pernah berjualan kain
jarit dan pakaian jadi produk Pekalongan, karena kebetulan salah seorang
temannya di kampus memiliki usaha konveksi di kota Pekalongan. Beliau

2
Wawancara dengan Amin Syukur di Perumahan BPI Blok S.16 Ngaliyan – Semarang
tanggal 27 Juni 2011.

20
menawarkan kain dan baju tersebut dari rumah ke rumah, sebuah jerih payah yang
melelahkan namun membuahkan kebahagiaan.
Satu tahun di Semarang, sekitar tahun 1978 beliau aktif kembali dalam
organisasi karena beliau merasa bahwa organisasi adalah media yang efektif untuk
melakukan sosialisasi. Berinteraksi satu dengan teman yang lain, organisasi juga
akan melatih kematangan seseorang dalam bergaul. Pada tahun yang sama beliau
dipercaya sebagai ketua umum Senat Mahasiswa fakultas Ushuluddin IAIN
Walisongo, sebuah amanah yang harus dipertanggung jawabkan kepada Allah SWT
dan semua mahasiswa Ushuluddin di IAIN Walisongo Semarang. Memasuki
semester gasal pada tahun 1978, beliau ditawari untuk menjadi asisten dosen di
Fakultas Ushuluddin. Saat itu, Amin Syukur ditawari mengajar mata kuliah fiqh.
Beliau berfikir sejenak, mengukur diri, mampukah amanat ini diembannya. Mata
kuliah fiqh adalah kuliah tentang hukum Islam, hukum yang berkaitan dengan
segala tata cara manusia dalam menjalin ibadah dan berhubungan dengan
Allah SWT. Salah sedikit saja dalam menyampaikan hukum- hukum agama
tersebut, bisa fatal akibatnya.
Berbekal ilmu yang diperolehnya ketika masih belajar di beberapa
pesantren, sebut saja misalnya: pesantren al-Karimi, Tebuwung Gresik (1960),
pesantren Ihyaul „Ulum Gresik (1961-1966), pesantren Darul „Ulum di Rejoso
Peterongan-Jombang (1966-1976). Saat bulan ramadhan pun, beliau menimba
ilmu di pesantren an-Nur Bululawang Malang, pesantren Salafiyah Tretek-Pare-
Kediri, pesantren Salafiyah Sarang-Lasem-Rembang. Dari berbagai pesantren itulah
beliau menimba ilmu agama termasuk fiqh, dan pada akhirnya beliau menerima
mandat yang diberikan kepadanya. Waktu itu beliau masih kuliah di tingkat doktoral
II, kuliah pada waktu itu masih menggunakan sistem paket. Jadi, mahasiswa yang
diajarnya kebanyakan adalah teman-temannya sendiri di Senat Mahasiswa.
Sehingga ketika pertama kali mengajar rasanya canggung sekali, kadang kala
muncul perasaan yang mengganjal, kadang pula ada perasaan kurang nyaman, tetapi
dengan kesungguhan dan niat beribadah kepada Allah semuanya bisa lancar.

21
Menginjak 22 September 1979, beliau menyelesaikan studi doktoralnya
dengan predikat “memuaskan”, satu tingkat di bawah cumlaude. Tepatnya pada
tanggal 6 April 1980, acara perayaan wisuda dilaksanakan. Pada tahun 1980,
Amin Syukur diangkat sebagai calon pegawai negeri sipil (CPNS). Dua tahun
kemudian yakni tahun 1982, beliau dikukuhkan sebagai tenaga edukatif (asisten ahli
madya). Sejak saat itulah beliau meniti karir sebagai pengajar sampai sekarang
ini. Satu hal yang menggembirakan bagi Amin Syukur adalah, ketika diwisuda pada
6 April 1980, beliau dikukuhkan sebagai Sarjana terbaik tingkat Fakultas dan
Institut. Ketentuan penilaiannya adalah segi keilmuan (yudisium, nilai kumulatif
kuliah, isi skripsi, pengabdian, dan loyalitas di kampus serta pengabdian pada
masyarakat).
Setelah lulus, yakni pada 7 Mei 1980 Amin Syukur menikah dengan wanita
shalihah asal Kediri yang juga sebagai mahasiswi fakultas Ushuluddin IAIN
Walisongo Semarang yang bernama Fatimah Utsman. Istrinya sendiri melanjutkan
pendidikannya di Pascasarjana Universitas Satyawacana Salatiga mengambil
konsentrasi Sosiologi Agama, lulus tahun 1999. Sejak tahun 1982, beliau juga
menjadi tenaga pengajar di fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo sampai
sekarang. Pernikahannya dengan Fathimah Usman dikaruniai dua orang putri,
Ratih Rizqi Nirwana telah menikah dengan Muhammad Zuhri Johan dan
dikaruniai anak yang bernama Zivora Rifqa Aqeela dan putri yang kedua adalah
Nugraheni Itsnal Muna yang belum lama ini telah menikah dengan Bagus
Panuntun Nugrohadi. Amin Syukur beserta istri tercintanya sangat
memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Anak pertama yang biasa dipanggil
Kiki memulai pendidikannya di SD Negeri 1 Jrakah, siangnya ke Madrasah
Ibtidaiyah, pendidikan menengahnya (M.Ts.) ditempuh di pondok pesantren
Assalaam Surakarta, kemudian tingkat atasnya diselesaikannya di SMA Negeri 1
Semarang, tingkat sarjana diselesaikan dengan mengambil konsentrasi Kimia
Fakultas MIPA di Universitas Diponegoro Semarang, program pascasarjananya
ditempuh di Universitas Negeri Semarang (UNNES) dengan mengambil Ilmu
Pengetahuan Alam. Sekarang anak pertama dari pasangan Amin Syukur ini menjadi
tenaga pengajar di Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.

22
Sedangkan anak yang kedua atau yang akrab dipanggil Nugra memulai
pendidikannya di TK Nurul Islam Krapyak, dilanjutkan di SD Negeri 2 Ngaliyan,
tingkat menengah pertama diselesaikan di SMP Negeri 1 Semarang, sedangkan
tingkat atas diselesaikan di SMA Negeri 3 Semarang. Program S1 ditempuhnya di
Universitas Diponegoro dengan mengambil kedokteran umum, sebenarnya tingkat
S2 ingin ditempuhnya dengan konsentrasi dokter anak, akan tetapi karena kondisi
sekarang yang sedang hamil muda, jadi Nugra menunda untuk melanjutkan
S2nya.3
Kecintaannya terhadap ilmu mendorongnya untuk melanjutkan lagi di
program Pasca Sarjana IAIN Sunan Kali Jaga Yogyakarta yang sekarang sudah
berubah nama menjadi UIN Sunan Kalijaga. Ditengah-tengah kesibukannya
menjadi dosen, beliau juga pernah menjabat sebagai Pembantu Rektor III di IAIN
Walisongo Semarang pada tahun 1993 hingga 1997. Sedangkan dalam Pasca
Sarjananya beliau mengambil konsentrasi dibidang Tasawuf, dan program S2
diselesaikan pada tahun 1990 dengan Tesis “Sumbangan al-Hallaj Terhadap
Perkembangan Pemikiran Tasawuf” dan selesai S3 pada tempat yang sama pada
tahun 1996 dengan Disertasinya “Zuhud Dalam Sorotan al-Qur‟an dan
Aplikasinya di Masa Kini”.
Penguasaannya terhadap berbagai literatur dan pemikiran Tasawuf, semakin
membuat Amin Syukur lebih banyak mengkaji masalah-masalah Tasawuf,
meskipun tidak menutup diri terhadap berbagai persoalan yang lain. Itu sebabnya
Amin Syukur mengelola penulisan tasawufnya untuk dapat diaktualisasikan ke
dalam kebudayaan modern dengan segala perkembangan sosio-kultural masyarakat.
Berbagai penelitian, seminar dan diskusi sebagian besar digunakan untuk mengkaji
berbagai persoalan tasawuf dan perkembangan masyarakat. Disertasinya dan sebuah
penelitian tentang “Tasawuf dan Tanggung Jawab Sosial Pada Abad XX”
membuktikan kevalidan dan kemampuannya mengkolaborasi sejarah dan
pemikiran klasik para sufi menjadi relevan dengan kehidupan
sekarang ini. Atas perhatian dan kemampuannya dalam bidang tasawuf inilah

3
Wawancara dengan Amin Syukur di Perumahan BPI Blok S.16 Ngaliyan – Semarang
tanggal 25 Juli 2011.

23
IAIN Walisongo Semarang pada tanggal 19 Agustus 1997 mengukuhkan beliau
sebagai guru besar IAIN Walisongo Semarang dengan konsentrasi bidang
tasawuf.
Jabatan yang pernah dipegangnya antara lain: penasihat pada Yayasan
NASIMA Semarang, Pembina Lembaga Studi Agama dan Pembangunan (LSAP)
Semarang, dan Sekretaris Walisongo Press, DPD I Majelis Dakwah Islam (MDI).
Ia pernah menjabat sebagai biro penerangan di media massa, di ICMI Orwil
Jateng. Beliau pun pernah menjabat sebagai ketua Devisi Pengembangan Umat
dan sekarang menjadi direktur Lembaga Bimbingan dan Konsultasi Tasawuf
(LEMBKOTA) serta masih banyak jabatan lain yang pernah ditekuninya.
Selepas dari jabatan Dekan Fakultas Ushuluddin tahun 2001 beliau aktif di
LEMBKOTA, Lembaga Bimbingan dan Konsultasi Tasawuf yang dirintisnya
bersama beberapa kawan di IAIN Walisongo pada bulan Juli tahun 2001. Menurut
Amin Syukur, lembaga tersebut dibentuk berawal dari kepeduliannya terhadap
kondisi bangsa Indonesia yang tidak karuan, porak-poranda dan penuh permainan
dari elit politik, sehingga tidak mengherankan jika kegiatan LEMBKOTA yang
sering dilakukan selama ini lebih banyak diikuti kalangan elit masyarakat.
Ketertarikan Amin Syukur untuk menggeluti dunia tasawuf berawal dari
sebuah pengalaman pribadi yang kemudian menjadi motivasi utama dalam
keseriusannya menggeluti dunia tasawuf adalah dua kali kena kanker yaitu kanker
otak dan kanker saluran pernapasan (nashofaring).4 Bahkan beliau pernah divonis
oleh dokter hanya mempunyai kesempatan hidup di dunia ini 3 bulan paling lama
1 tahun, sakit yang diderita sekaligus pengalaman yang berharga dalam
hidupnya.5 Karena sebuah kebesaran Allah, penyakit itu telah sembuh. Selain itu
keinginan untuk mencari hidup lebih bermakna dari sekedar makan dan mensyukuri
nikmat Allah yang telah diterimanya telah membuat beliau semakin
eksis dan produktif menekuni dunia tasawuf modern ini.

4
Baidi Bukhori, Zikir Al-Asma‟ Al-Husna (Solusi atas Problem Agresivitas Remaja),
hlm. xii
5
Amin Syukur dan Fathimah Utsman, Terapi Hati dalam Seni Menata Hati, hlm. V

24
Dengan demikian Amin Syukur bisa dikatakan sebagai orang yang
menghabiskan sebagian hidupnya dalam mengikuti berbagai kegiatan baik yang
bersifat religius maupun kepemimpinan. Hal seperti ini yang perlu dicontoh dan
diambil hikmahnya oleh semua orang. Dengan mencontoh semangat dan
kedisiplinan ilmunya, tentunya membuat semangat dalam diri seseorang
khususnya para peserta didik untuk meneruskan perjuangan dan mengisi
kemerdekaan negara ini dengan belajar yang rajin.

B. Karya-karya Amin Syukur


Penyebab muncul dan berkembangnya tasawuf dan spiritnya adalah persoalan
sosio-kultur yang terjadi pada masyarakat, di mana tasawuf hadir menjadi solusi
persoalan-persoalan tersebut. Dalam perkembangan tasawuf kemudian melakukan
formulasi ajaran menjadi gerakan spiritual, termasuk di dalamnya tarekat ajaran-
ajaran tasawuf yang berintikan ihsan, sikap sebagai upaya untuk mendapatkan
hubungan langsung dengan Tuhan.
Sikap menarik diri dan apatis terhadap dunia disisi yang lain ternyata
menyebabkan kemunduran bagi perkembangan peradaban umat Islam, meskipun
kemunduran umat Islam sendiri tidak bisa dilihat dari satu sudut pandang ini saja,
akan tetapi menurut Amin Syukur, tuduhan tersebut benar jika fenomena sejarah
yang terjadi di dalam dunia tasawuf hanya dilihat begitu saja tanpa memberi
makna terhadapnya sama sekali.6 Oleh karena itu upaya menarik diri dari dunia ini
terdorong oleh kondisi yang ada. Perilaku ekonomi dan politik dari orang kaya
dan penguasa pada masa itu, sehingga dapat ditengarai bahwa sikap sufi tersebut
dengan ajaran tasawufnya menunjukkan dua hal, pertama adalah sikap tersebut
sebagai bentuk dari ajaran tasawuf dan kedua adalah sikap itu mencerminkan
tanggung jawab sosial dan protes sosial sebagai respon terhadap kondisi yang ada.
Pemaknaan ini oleh Amin Syukur dianggap penting untuk dilakukan,
mengingat persoalan sosial kultur masyarakat senantiasa berkembang sehingga
tasawuf dituntut mampu menjadi solusi bagi persoalan-persoalan masyarakat yang

6
Amin Syukur, Menggugat Tasawuf “Sufisme dan Tanggung Jawab sosial Abad 21,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm 110.

25
muncul dewasa ini, terutama pada abad sekarang ini, dimana eratnya adalah era
modernisasi yang menurut Atho‟ Mudzar sebagaimana yang dikutip oleh Amin
Syukur ditandai lima ciri pokok: pertama, berkembangnya mass culture karena
pengaruh mass media sehingga budaya tidak lagi bersifat lokal melainkan
nasional bukan global. Kedua, tumbuhnya sikap-sikap yang lebih mengakui
kebebasan bertindak, manusia bergerak menuju perubahan-perubahan masa
depan, bahkan dapat sudah ditaklukkannya alam, membuat manusia lebih leluasa
kalau bukan merasa berkuasa. Ketiga, tumbuhnya kecenderungan berfikir
rasional, meskipun pemikir irasional tidak bisa dihilangkan sama sekali dari
kehidupan manusia, tetapi sebagian kehidupan manusia diatur oleh aturan
rasional. Keempat tumbuhnya hidup yang materialistik, artinya semua hal diukur
oleh nilai kebendaan dan ekonomi. Kelima meningkatnya laju urbanisasi.7
Pemaknaan baru tentang tasawuf inilah yang diperlukan sebagai upaya
revitalisasi nilai-nilai tasawuf dalam kehidupan masyarakat dewasa ini, mengingat
masyarakat modern dengan segala cirinya ternyata menimbulkan problem baru bagi
manusia dan masyarakatnya, berupa gejala yang oleh Dadang Hawari disebut azab
sengsara akibat modernisasi, gejala yang dapat dilihat adalah meningkatnya angka
kriminalitas, tindak kekerasan, kenakalan remaja, penyalahgunaan obat narkotika
dan psikotropika, bunuh diri, gangguan jiwa dan sebagainya. Gejala psikososial
masyarakat modern tersebut menurut Dadang Hawari disebabkan oleh timbulnya
disintegrasi dari masyarakat tradisional karena unsur-unsurnya
mengalami perubahan dengan kecepatan yang berbeda.8
Oleh karena itu Amin Syukur melihat bahwa ajaran-ajaran dan nilai-nilai
yang dikembangkan dalam tasawuf memiliki relevansi dengan pembangunan
masyarakat. Tasawuf pada intinya adalah akhlaq, sedangkan akhlaq haruslah
mengenai segala aspek kehidupan, tidak hanya pada ritual ibadah.

7
Amin Syukur, Menggugat Tasawuf “Sufisme dan Tanggung Jawab sosial Abad 21,
hlm 111.
8
Dadang Hawari, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: Dana Bakti
Prima Yasa, 1997), hlm 3.

26
Kemajuan ilmu dan teknologi sebagai tulang punggung modernisasi
ternyata tanpa sadar mengakibatkan dampak negatif dengan terjadinya kerusakan-
kerusakan lingkungan baik lingkungan teknologi informal maupun lingkungan
sosial-kultur serta penyakit hati lainnya. Perkembangan teknologi informal
mengakibatkan arus globalisasi dimana ada batas ruang dan waktu antar masyarakat
bahkan antar negara, mengakibatkan interaksi sosial budaya yang dapat
menimbulkan dampak buruk hilangnya identitas diri dan kepribadian bangsa,
ketidak kepastian fundamentalis dalam bidang hukum, moral, norma, etika dan
tata nilai kehidupan. Dampak lain dirasakan dari modernisasi adalah sikap
hedonisme dan materialisme yang menimbulkan kehidupan pada spiritual dan
kebahagiaan rohani manusia, tantangan yang seperti inilah yang sedang merajalela
dihadapi manusia.
Dikatakan oleh Amin Syukur bahwa masyarakat modern yang mempunyai
ciri-ciri penghilangan nilai-nilai saklar terhadap dunia, meletakkan hidup manusia
dalam konteks kenyataan sejarah dan penisbian terhadap nilai-nilai ternyata
menyimpan problema hidup yang sulit dipecahkan. Rasionalisme, sekularisme,
materialisme dan lain sebagainya ternyata tidak menambah kebahagiaan dan
ketentraman dalam hidupnya, akan tetapi sebaliknya, menimbulkan kegelisahan
dalam setiap hari-harinya.9
Dengan melihat kondisi yang demikian itulah, maka Amin Syukur memiliki
pemikiran bahwa penghayatan terhadap ajaran bukan hanya kepada Tuhan, bukan
hanya relatif, tetapi aktif serta memberikan arah atau bimbingan kepada setiap hidup
manusia di dunia, spiritual, sosial, ekonomi dan sebagainya. Sebagai solusi alternatif
dari berbagai persoalan masyarakat modern, maka Amin Syukur menulis berbagai
buku maupun karya-karya ilmiahnya bahkan beliau juga melayani konsultasi
mengenai berbagai permasalahan hidup yang dialami oleh masyarakat zaman
sekarang. Banyak kegiatan bersifat sosial maupun intelektual yang telah dilakukan
oleh Amin Syukur, sementara itu berbagai artikel juga dimuat di berbagai media
massa seperti harian Suara Merdeka dan jurnal-jurnal ilmiah di
lingkungan kampus maupun di luar kampus.

9
Amin Syukur, Zuhud di Abad Modern, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm. 177.

27
Sejak bulan Desember tahun 2000 sampai 2007 secara rutin Amin Syukur
mengisi rubrik dialog “Tasawuf Interaktif” yang dimuat pada harian Suara Merdeka.
Sejak tahun 2007 sampai sekarang beliau masih aktif mengisi rubrik di Harian
SINDO dalam rubrik “Terapi Hati”. Pada tanggal 11 Juli 2001 beliau mendirikan
LEMBKOTA (Lembaga Bimbingan dan Konsultasi Tasawuf) Semarang, juga
merupakan salah satu divisi yang melaksanakan aktivitas Yayasan
al-Muhsinun dalam mencapai visi dan misinya.10
Sampai sekarang lembaga tersebut juga dikembangkan sebagai kursus
tasawuf Seni Menata Hati yang dahulu bertempat di kediaman beliau Perumahan
Bakti Persada Indah Blok S nomor 18 yang sekarang sudah mempunyai gedung
sendiri di Perumahan Bhakti Persada Indah Blok S.21 Ngaliyan maupun di lembaga-
lembaga yang telah diajaknya untuk bekerja sama. Di antara kegiatan- kegiatan yang
terdapat dalam Paket Kursus Seni Menata Hati yang bersifat sosial adalah: Paket
Seni Menata Hati (SMH) Membangun remaja kreatif dan prestatif, ditujukan untuk
remaja dan dilaksanakan sebagai liburan sekolah, Paket Seni Menata Hati (SMH)
membentuk keluarga yang sakinah, Klinik Konsultasi Rohaniah yang dilaksanakan
di kediamannya, Pengajian Tasawuf Rutin yang bersifat umum di Masjid al-Ikhlas
perumahan Bhakti persada Indah Ngaliyan, Paket Wisata Rohani, silaturahim ke
pondok pesantren dan tokoh Ulama‟ yang dapat memberikan tambahan spiritual,
Seminar dan Diskusi yang bersifat rutin, dan lain-lain. Organisasi yang pernah
beliau ikuti adalah: Dewan Pertimbangan DPD I Tarbiyah Islamiyah Jawa Tengah
(1995-2000), Pemimpin Redaksi Jurnal Theologia Fakultas Ushuluddin IAIN
Walisongo Semarang (1990), Sekretaris Walisongo Press (1993), Wakil Ketua DPD
I MDI Jawa Tengah (1994), Wakil Ketua ICMI Orwil Jawa Tengah (1995), Ketua
Komisi Pendidikan MUI Jawa Tengah (1995). Selain menjadi direktur Lembkota
Semarang, beliau juga menjadi
penasehat MUI provinsi Jawa Tengah untuk periode 2011-2015, Ketua Pembina

10
Wawancara dengan Amin Syukur di Perumahan BPI Blok S.16 pada tanggal 27 Juni
2011.

28
Yayasan Pengajian Ahad Pagi Bersama (PAPB) Paleban serta ketua Yayasan
Pendidikan Islam Nasima.11
Dalam lingkungan IAIN Walisongo Semarang, Amin Syukur termasuk
intelektual yang produktif dalam pemikirannya. Sampai saat ini sudah beberapa
buku telah diterbitkan maupun dalam bentuk makalah yang telah ditulis dan
disampaikan dalam forum diskusi ilmiah yang diselenggarakan tidak hanya
dilakukan di lingkungan IAIN Walisongo Semarang saja, tetapi juga di perguruan
tinggi yang lain. Di antara karya-karyanya adalah:
Pengantar Ilmu Tauhid diterbitkan oleh Bangun Desa Tahun 1987, pesan
yang ingin disampaikan dalam penulisan buku ini adalah keinginan dari Amin
Syukur untuk menanamkan tauhid kepada masyarakat awam karena beliau
melihat bahwa banyak sekali masyarakat yang mengaku percaya akan adanya
Allah tetapi seakan-akan mereka itu “tidak percaya” kepada Allah. Banyak yang
mengaku beragama Islam, tetapi tingkah laku kesehariannya tidak mencerminkan
bahwa ia adalah beragama Islam.12
Filsafat Akhlak diterbitkan oleh Duta Grafika tahun 1988, dalam buku ini
pesan yang ingin disampaikan adalah berkaitan dengan akhlak. Diharapkan bagi
para pembacanya akan terbekali oleh akhlak dan dengan akhlak ini juga
diharapkan mampu memunculkan sikap batin, dan dari sikap batin ini nantinya akan
menumbuhkan perbuatan yang baik.
Pengantar Studi Islam diterbitkan oleh Lembkota Semarang bekerja sama
dengan CV. Bima Sejati Semarang pada tahun 2006. Maksud daripada penyusuna
buku ini adalah sekedar membantu para mahasiswa dan para “pemula‟ yang ingin
mempelajari agama Islam. Buku ini bersifat pengantar atau bisa dikatakan sebagai
landasan, diharapkan pembaca dapat memperdalam dan mengembangkan sendiri
dengan belajar agama Islam. Pembahasan dalam buku ini dibagi menjadi tujuh
bab, dimana bab pertama membahas pendahuluan, kedua membahas manusia dan

11
Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang: Lembkota Semarang, 2006), hlm.
220
12
Wawancara dengan Amin Syukur di Perumahan BPI Blok S.16 pada tanggal 25 Juli
2011.

29
agama, bab ketiga membahas aqidah Islamiyah, keempat membahas ibadah dalam
Islam, bagan kelima membahas tentang mu‟amalah dan akhlak sedangkan bab
keenam membahas tentang tasawuf dan pokok ajarannya, dan yang terakhir
adalah penutup.13
Zuhud di Abad Modern di terbitkan oleh Pustaka Pelajar Yogyakarta tahun
1997, pesan yang ingin disampaikan dalam buku ini adalah untuk menghilangkan
persepsi yang kurang baik dari masyarakat tentang makna Zuhud. Setiap orang
Islam dilarang mengisolasikan diri dari kehidupan ini, akan tetapi sebaliknya
mereka wajib bekerja keras, mencari bekal hidup di dunia, dan hasilnya
diperuntukkan bagi kebaikan. Dunia ini tempat berkiprah dengan amal shalih,
yang hasilnya akan dipetik kelak di akhirat. Kiprah mereka di atas dunia ini
sejalan dengan fungsi kekhalifahannya yang mempunyai tugas untuk
memakmurkan, menegakkan kebenaran dan keadilan, motivator dan dinamisator
pembangunan.
Sikap manusia terhadap dunia sebagaimana yang telah diharapkan dan
dituntut oleh Alquran itu, mempunyai nilai yang sangat positif dan merupakan
senjata yang ampuh bagi manusia dalam menghadapi kehidupan, khususnya di abad
modern ini yang sarat dengan problematika kehidupan, baik psikis, ekonomis,
dan etis. Zuhud dapat dijadikan sebagai benteng membangun diri dalam
menghadapi gemerlapnya materi. Dalam buku ini pembahasannya dibagi menjadi
empat bagian, pertama membahas zuhud dan tasawuf, kedua membahas aplikasi
zuhud pada masa Nabi Muhammad SAW dan sahabatnya, ketiga membahas
pemikiran „ulama tentang zuhud dan yang keempat adalah Zuhud
Qurani dan urgensinya di zaman modern.14
Menggugat Tasawuf, Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad 21
diterbitkan oleh Pustaka Pelajar Yogyakarta tahun 1999. Buku ini menjelaskan
bahwa pemahaman tentang tasawuf yang klasik itu tidak sesuai lagi dengan situasi
dan kondisi zaman sekarang, karena pada masa modern seperti sekarang ini
tasawuf dihadapkan pada tanggung jawab sosial dalam kehidupan nyata. Dalam
13
Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang: Lembkota Semarang, 2006).
14
Amin Syukur, Zuhud di Abad Modern, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997).

30
buku ini menjelaskan bahwa tasawuf dituntut lebih bersifat pragmatik, empirik
dan fungsional. Artinya tasawuf ditantang lebih menyentuh pada kehidupan riil
manusia modern, lebih mampu memecahkan problema yang bersifat pengalaman,
dan mempunyai peran riil dalam kehidupan sehari-hari. Sikap menarik diri dan
apatis terhadap dunia, di sisi yang lain ternyata menyebabkan kemunduran bagi
perkembangan peradaban umat Islam, meskipun kemunduran umat Islam sendiri
tidak bisa dilihat dari satu sudut pandang saja. Menurut Amin Syukur, tuduhan
tersebut benar, jika fenomena sejarah yang terjadi di dalam dunia tasawuf hanya
dilihat begitu saja tanpa memberi makna terhadapnya sama sekali. Oleh karena itu
upaya menarik diri dari dunia ini terdorong oleh kondisi yang ada. Perilaku ekonomi
dan politik dari orang kaya dan penguasa di masa itu, sehingga dapat diketahui
bahwa sikap sufi tersebut dengan ajaran tasawufnya yang menunjukkan dua hal,
pertama adalah sikap tersebut sebagai bentuk dari ajaran tasawuf dan kedua adalah
sikap itu mencerminkan tanggung jawab sosial dan protes sosial sebagai respon
terhadap kondisi yang ada. Dengan demikian, tasawuf akan menjadi tumpuan
harapan bagi seluruh lapisan masyarakat. Pembahasan dalam buku ini dibagi
menjadi 6 bagian, pertama pendahuluan, kedua membahas tasawuf dan sejarahnya,
ketiga membahas tentang ajaran tasawuf, keempat jawaban tasawuf terhadap
problema sosial, kelima masa depan tasawuf dan yang terakhir
adalah kesimpulan dan penutup.15
Intelektualisme Tasawuf Studi Intelektualisme Tasawuf al-Ghazali, ditulis
bersama Masyharuddin, diterbitkan oleh Pustaka Pelajar Yogyakarta, 2001. Buku
ini membahas tentang intelektualisme dalam tasawuf yang akan memberikan
gambaran umum atas penggunaan intuisi sebagai bagian dari kerja intelektual dalam
tasawuf, serta menampilkan tokoh tasawuf terkemuka Imam al-Ghazali yang
selama ini terkenal sebagai cendekiawan, filosofis dan sufi pada abad pertengahan
dengan pengalamannya dalam mencapai kebenaran.
Buku ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian yang pertama membahas
tentang intelektualisme tasawuf sedangkan bagian yang kedua adalah

15
Amin Syukur, Menggugat Tasawuf: Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad 21,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002).

31
intelektualisme al-Ghazali yang mana pada bagian pertama ditulis oleh Prof. Dr.
H. M. Amin Syukur, M. A. sedangkan pada bagian kedua ditulis oleh Drs.
Masyahruddin, M. Ag.16
Tasawuf Sosial, diterbitkan oleh Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004. Buku
ini merupakan kumpulan makalah diskusi dan ceramah yang beliau sampaikan
diberbagai pertemuan. Buku ini berisikan ajaran tasawuf yang memberi atau dapat
diaplikasikan di tengah-tengah masyarakat. Pembahasannya dibagi menjadi lima
bagian, pertama membahas tentang pendahuluan yang menekankan pada pengertian
tasawuf, bagian kedua membahas tentang tasawuf dan tantangan ke Indonesiaan,
bagian ketiga membahas tentang tasawuf dan pembangunan kesadaran hidup
sosial yang Islami, keempat membahas resistensi Islam dalam masyarakat modern,
bagian kelima membahas Alquran dan pembinaan sumber
daya insani.17
Tasawuf Kontekstual, Solusi Problem Manusia Modern yang diterbitkan
oleh Pustaka Pelajar Yogyakarta tahun 2003. Buku ini merupakan bukti nyata dari
kegelisahan masyarakat terutama para pembaca harian pagi “Suara Merdeka”
akan nilai-nilai terdalam yang bisa dipetik lewat aktivitas keseharian sebagai umat
beragama. Buku ini merupakan kumpulan surat yang masuk di rubrik tasawuf dalam
Suara Merdeka yang kemudian dibukukan. Pembahasan buku ini dibagi menjadi
lima bagian, pertama membahas mengenai tasawuf, kedua membahas mengenal
Tuhan lewat tasawuf, ketiga pesan moral ibadah formal, keempat mengembangkan
kecerdasan emosional dan spiritual dan yang kelima adalah
membahas dzikir dan do‟a, komunikasi spiritual dengan Tuhan.18
Tasawuf Bagi Orang Awam “Menjawab Problem Kehidupan diterbitkan
oleh LPK-2 dan Harian Suara Merdeka bekerja sama dengan Pustaka Pelajar
Yogyakarta tahun 2006. Buku ini merupakan edisi kedua dari buku yang berjudul

16
Amin Syukur dan Masyahruddin, Intelektualisme Tasawuf: Studi Intelektualisme
Tasawuf Al-Ghazali, (Lembkota Semarang bekerja sama dengan Pustaka Pelajar Yogyakarta,
2004).
17
Amin Syukur, Tasawuf Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004).
18
Amin Syukur, Tasawuf Kontekstual: Solusi Problem Manusia Modern, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2003)

32
Tasawuf Kontekstual, Solusi Problem Manusia Modern. Buku ini sepenuhnya
bersumber dari tulisan yang sudah dimuat dalam rubrik Tasawuf Interaktif di
harian Suara Merdeka. Perbedaannya hanya terletak pada waktu tulisan-tulisan
tersebut dimuat. Jika buku pertama meliputi tulisan yang dimuat sejak januari
2001 sampai pertengahan tahun 2003, maka buku yang kedua ini merupakan
kelanjutan dari pertengahan 2003 hingga akhir tahun 2004. Kelebihan buku ini
adalah semua judul dan bahasan berasal dari kasus nyata, yang terjadi dan berada
dekat dengan masyarakat. Tujuan peluncuran buku ini adalah untuk memberi
pelayanan kepada masyarakat mengenai persoalan-persoalan yang dihadapi di
zaman sekarang.
Dalam buku ini dibagi menjadi 9 bagian, pertama shalat dan do‟a, kedua
taubat dan penyesalan, ketiga kematian menuju kesucian, keempat sikap hati dan
ibadah, kelima dimensi sosial Islam, keenam aqidah dan perilaku sosial, ketujuh
rumah tangga Islami, kedelapan amal sunnah dan amal saleh dan yang kesembilan
adalah Muhammad sosok manusia paripurna.19
Insān Kāmil (ditulis bersama istri tercinta Fatimah Utsman yang diterbitkan
oleh CV Bima Sejati Semarang pada tahun 2003). Buku ini membahas berbagai
hal yaitu: mengenal tasawuf akhlaqi, memahami fitrah manusia, mengubah virus
hati menjadi aset diri, żikir dan penguatan hati (upaya mencari simpati Ilahi), olah
nafas żikrullah, uswah Rasulullah SAW, motivasi kerja berkah, meredam konflik
dari hati ke hati, keluarga sakinah, insān kāmil sebuah proses, makna spiritual
ibadah formal, żikrul maut serta profil yayasan Al-Muhsinun dan Lembkota
Semarang.20
Tasawuf dan Krisis, ditulis oleh Amin Syukur bersama kawan-kawannya
yang diterbitkan oleh Pustaka Pelajar Yogyakarta bekerja sama dengan Walisongo
Press tahun 2001. Dalam buku ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan
tetesan air sejuk di musim panas bagi orang-orang yang haus akan kebenaran dan
kebahagiaan dunia dan akhirat. Buku ini merupakan hasil seminar regional dengan

19
Amin Syukur, Tasawuf Bagi Orang Awam: Menjawab Problem Kehidupan, (LPK-2
Suara Merdeka Semarang bekerja sama dengan Pustaka Pelajar Yogyakarta, 2006).
20
Amin Syukur, Insan Kamil, (Semarang: CV. Bima Sejati, 2006).

33
tema tasawuf bagi masyarakat modern yang diselenggarakan oleh Fakultas
Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang.21
Sufi Healing “Terapi dalam Literatur Tasawuf” (penelitian individual yang
dibiayai oleh DIPA IAIN Walisongo Semarang tahun 2010. Inti dari penelitian ini
adalah mencari dasar-dasar penyembuhan/ pencegahan penyakit-penyakit dalam
literatur tasawuf (perilaku sufistik). Setelah diteliti, terungkap bahwa segala
bentuk perilaku tasawuf meruahkan bentuk terapi yang dapat dibuktikan secara
empirik dan rasional, sesuai dengan tuntutan era digital saat ini. Sehingga buku ini
dibagi menjadi lima bab, pertama pendahuluan, kedua urgensi spiritual dalam terapi,
ketiga sufisme dan penyembuhan penyakit, keempat masa depan sufi
healing dan yang terakhir adalah kesimpulan beserta saran. 22
Terapi Hati, dalam Seni Menata Hati (ditulis bersama istri tercintanya Dra.
Hj. Fathimah Usman, M. Si) yang diterbitkan oleh Pustaka Nuun Semarang
bekerja sama dengan Lembkota Semarang pada tahun 2009. Buku ini merupakan
madrasah (pendidikan) sebagai terapi bagi hati seseorang dalam mencapai
ketenangan dan pencerahan hati untuk menuju hati yang sahih (sehat) dan salim
(selamat). Betapa menyesalnya orang yang tidak pernah menyadari pentingnya
pendidikan bagi hatinya dan betapa beruntungnya orang yang senantiasa menjaga
kebeningan hatinya.
Buku ini memberikan penjelasan atau petunjuk bagi semua orang untuk
mengetahui dimanakah posisi hati mereka, apakah hatinya termasuk pada kriteria
hati yang sehat, sakit ataukah mati. Tentunya, semuanya berharap semoga hatinya
terletak pada kriteria hati yang pertama yaitu hati yang sehat. Akan tetapi apabila
posisi hatinya pada kriteria yang kedua maupun ketiga, maka hatinya harus segera
diterapi atau diobati dengan sebuah terapi hati melalui pendidikan hati (jiwa).23

21
Amin Syukur dkk, Tasawuf dan Krisis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar bekerja sama
dengan Walisongo Press, 2001).
22
Amin Syukur, Sufi Healing: Terapi dalam Literatur Tasawuf, (ttp.: t.p, 2010).
23
Amin Syukur dan Fathimah Usman, Terapi Hati: Dalam Seni Menata Hati,
(Semarang: Pustaka Nuun bekerja sama dengan Lembkota Semarang, 2009).

34
Żikir Menyembuhkan Kankerku, “Pengalaman Kesembuhan Seorang
Penderita Kanker Ganas yang Divonis Memiliki Kesempatan Hidup Hanya Tiga
Bulan” yang diterbitkan oleh Hikmah, Jakarta Selatan pada tahun 2008. Buku ini
mengisahkan perjalanan seorang yang sembuh dari sakit kanker ganas yaitu
kanker otak dan kanker saluran pernapasan (nasofaring). Dokter memvonisnya
hanya memiliki kesempatan hidup di dunia selama 3 bulan dan paling lama 1 tahun,
itu pun dengan kondisi badan yang lumpuh sebelah serta bicara yang gagu. Apa
yang dituturkan dalam buku ini merupakan kesan selama di melawan kanker ganas
yang menyerangnya selama dua kali di tempat yang berbeda dalam waktu yang tidak
terlalu lama pula. Perjalanannya melawan kanker berbuah manis, vonis dokter yang
menyatakan bahwa kesempatan hidup yang dimilikinya hanya 3 bulan sampai
1 tahun saja ternyata tidak terbukti. Justru sekarang dia menjadi guru besar di
bidang tasawuf. Selain itu juga menjadi pembicara di berbagai
forum, mulai dari pengajian hingga pelatihan.24
Setiap orang pasti pernah mengalami sakit, bahkan penyakit yang
dideritanya mungkin sama dengan yang dialami oleh penulis dari buku tersebut
(Amin Syukur). Kehadiran buku ini tidak dimaksudkan untuk menuntun para
pembacanya dalam mengobati penyakit kanker. Buku ini bukan buku kesehatan,
buku ini juga buku tasawuf, akan tetapi buku ini akan memberikan kepada pembaca
mengenai pengalaman seseorang yang memiliki kekuatan untuk melawan
kanker ganas. Seseorang yang mampu memilih keputusan yang benar di tengah
kegalauan vonis dokter. Besar harapan apa yang dialami oleh penulis ini
memberikan inspirasi bagi siapa pun, baik yang sedang sakit maupun yang sehat
tentang sikap yang benar dalam menghadapi penyakit. Penyikapan yang benar
terhadap datangnya penyakit apa pun baik penyakit jasmani maupun penyakit rohani
akan membawa kepada suasana hati yang tenang dan tenteram yang mana suasana
ini sangat baik bagi proses penyembuhan.
Dalam buku ini terbagi menjadi empat bagian. Bagian pertama, bercerita
tentang pengalaman hidupnya. Bagian kedua, bercerita tentang latar belakang
mengapa bisa terkena dua kali kanker. Bagian ketiga, beliau berbagi tentang cara

24
Amin Syukur, Dzikir Menyembuhkan Kankerku, (Jakarta: Hikmah, 2008).

35
mengimbangi pengobatan medis dengan terapi żikir dan do‟a. Dan pada bagian
yang keempat membahas tentang pelajaran-pelajaran yang didapat dari
pengalamannya selama melawan kanker. Sekali lagi, apa yang disampaikan dalam
buku ini merupakan cara beliau dalam menyikapi kenyataan hidup sesuai dengan
pengetahuan dan pemahaman yang dimilikinya. Dan yang terakhir adalah Dari
Hari ke Hati, Mempertautkan Dua Hati serta Kiat Sukses Membina Keluarga
Sakinah. Pesan yang ingin disampaikan adalah berkaitan dengan terapi hati,
bagaimana caranya menata hati agar menjadi hati yang bersih, terhindar dari
virus-virus yang dapat mengganggu dalam menjalankan ibadah kepada Allah
SWT.25
Sedangkan beberapa penelitian yang pernah beliau lakukan di antaranya:
Pemikiran dan Penguasaan Tanah, penelitian individual pada tahun 1998 yang
menjelaskan tentang hukum agraria atau pertanahan ditinjau dari segi hukum
Islam , Sumbangan al-Hallaj terhadap Perkembangan Pemikiran Tasawuf, tesis,
tahun 1990 yang intinya adalah membahas tentang sumbangan al-Hallaj terhadap
tasawuf serta munculnya tasawuf semi falsafi (filsafat), Corak Pemikiran Tafsir
Alquran pada Abad XX, Suatu Kajian Metodologis, penelitian kolektif tahun 1993
yang membahas tentang tipologi penafsiran terhadap tasawuf pada abad 20,
Rasionalisme dalam Tasawuf penelitian individual tahun 1996, membahas tentang
keberadaan tasawuf zaman sekarang, , Tanggung Jawab Sosial Tasawuf Abad
XX, isinya lebih fokus terhadap problem-problem yang dihadapi masyarakat dan
bagaimana fungsi dari tasawuf itu sendiri dalam memberikan solusi
pemecahannya, Aplikasi Zuhud dalam Sorotan Alquran, Disertasi Individual
1996, berisi tentang penerapan Zuhud dalam masyarakat sesuai dengan kondisi
zamannya dilihat dari sudut pandang Islam atau pun menurut Alquran.26
Selain buku-buku, banyak makalah-makalah yang diseminarkan diantaranya
adalah: Menggugat Tasawuf, Tasawuf dan Rekonstruksi Ajaran Menuju Abad 21,
Tasawuf Sosial, Masa depan Tasawuf, Żikir di Abad Modern, Tasawuf, wacana
25
Amin Syukur dan Fathimah Utsman, Terapi Hati dalam Seni Menata Hati.
26
Wawancara dengan Amin Syukur di Perumahan BPI Blok S.16 pada tanggal 25 Juli
2011.

36
spiritual pada era globalisasi, N.U. ke depan, Konsep Islam Dalam Mencegah
Pornografi, Alquran dan Pluralisme Agama, Fundamentalisme dalam Islam dan
baru-baru ini telah mengirim sebuah tulisan ke Universitas Jendral Soedirman di
Purwokerto.
Melihat karya-karya dari Amin Syukur yang telah disebutkan di atas, tentunya
tidak bisa pungkiri bahwa beliau adalah orang yang pandai dan peduli terhadap
masalah pendidikan Islam maupun masalah-masalah sosial kemasyarakatan yang
dihadapi oleh orang-orang di zaman sekarang ini.

C. Peranan Amin Syukur terhadap Pendidikan Islam


Amin Syukur merupakan salah satu tokoh tasawuf yang selalu
memperhatikan perkembangan pendidikan Islam, karena tanggung jawab
sebagai manusia dan tanggung jawab sebagai akademisi yang menggeluti di
bidang itu harus selalu melihat perkembangan dalam pendidikan Islam.
Dengan cara itu beliau dapat memberikan saran dan kritik demi kemajuan
pendidikan Islam.
Sebagai seorang akademisi Amin Syukur memberikan gagasan tentang
pendidikan Islam dan peningkatan kualitas pendidikan tersebut. Hal ini
dilakukan Amin Syukur dengan cara menuangkan pemikirannya secara langsung
melalui pengajaran baik secara formal maupun non formal serta lewat buku-buku,
majalah, artikel, penelitian dan sebagainya.
Peranan Amin Syukur terhadap pendidikan formalnya beliau tuangkan
dalam bentuk pembelajaran. Pada tahun 1997 beliau termasuk perintis program
Pasca Sarjana IAIN Walisongo Semarang. Selain mengajar di Fakultas
Ushuluddin dan Pasca Sarjana IAIN Walisongo Semarang, beliau juga pernah
mengajar di beberapa perguruan tinggi yang lain, diantaranya: STIKUBANK,
STIE BPD Fakultas Ekonomi dan Hukum maupun di Universitas Tujuh Belas
Agustus Semarang (UNTAG). Bahkan Ia juga menjadi guru besar di STAIN
Kudus dan STAIN Pekalongan. Di Universitas Darul „Ulum Jombang sendiri
beliau menjabat sebagai penasihat akademik pada program Magister Agama
Islam. Akan tetapi sekarang beliau hanya mengajar di Fakultas Ushuluddin dan

37
Pasca Sarjana IAIN Walisongo Semarang, Universitas Sains Alquran (UNSIQ)
Wonosobo serta Universitas Darul „Ulum di Jombang, selain itu Amin Syukur
menyerahkan tugas mengajarnya kepada asistennya. Amin Syukur juga dipercaya
sebagai penguji disertasi di Universitas Diponegoro pada Fakultas Hukum,
Universitas Airlangga Surabaya bahkan sampai ke Universitas di Malaya
(Malaysia).
Sedangkan dalam bidang non formalnya beliau lebih sering
menuangkannya dalam bentuk pengajian maupun konsultasi. Di antaranya adalah
mengasuh Rubrik Interaktif Tasawuf di harian Suara Merdeka, mengisi acara
Rubrik Seni Menata Hati di studio TVKU Semarang setiap hari kamis jam 21.30 –
22.30 yang kemudian sekarang dirubah menjadi jam 20.00 – 21.00, setiap hari
jum‟at jam 18.15 – 19.10 (antara maghrib dan isya‟) mengasuh pengajian tasawuf
di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), mengasuh paguyuban pengajian Al- Arbi‟a
setiap rabu ke-II dan ke-IV jam 19.00 – 21.30, mengasuh pengajian Tazkiyatun
Nafs di Masjid Al-Ikhlas perumahan BPI Ngaliyan, mengasuh paguyuban pengajian
Darus Sa‟adah setiap dua bulan sekali pada hari selasa jam
09.30 – 11.30, serta mengasuh pengajian persatuan Warakawuri Jawa Tengah setiap
kamis akhir bulan pada jam 10.00 – 11.45 WIB, selain itu Amin Syukur juga
menerima konsultasi tasawuf ataupun permasalahan hidup lainnya di kediamannya
Perumahan Bhakti Persada Indah (BPI) blok S.19 maupun di blok
S.21.
Dalam pandangan Amin Syukur secara garis besar perkembangan
pendidikan Islam telah terjadi banyak perubahan dalam setiap zamannya.27
Menurut beliau pendidikan Islam zaman sekarang lebih mementingkan aspek
koginitif saja, dalam artian hanya mementingkan masalah kepandaian saja.
Indikator dari kemajuan pendidikan Islam ditinjau dari perkembangannya
misalnya produktivitas kelembagaan, seberapa besar produktivitas kelembagaan
Islam dalam mengeluarkan produk yang berkualitas, baik sumber daya
lembaganya maupun sumber daya manusianya dengan memperhatikan nilai-nilai
27
Wawancara dengan Amin Syukur di Perumahan BPI Blok S.16 pada tanggal 27 Juni
2011.

38
ke-Islaman. Pendidikan yang tinggi dalam lembaga Islam akan tampak jelas kalau
lembaga itu bernafaskan Islam dan dikelola Islam pula. Sebuah kenyataan
memperlihatkan bahwa pendidikan Islam berkualitas yang bernafaskan Islam
telah banyak berkembang di Indonesia seperti Universitas maupun sekolah
Islam yang dikelola oleh orang Islam sendiri, lembaga-lembaga ini merupakan
lembaga yang bisa bersaing di jalan global.
Menurut Amin Syukur Islam merupakan agama yang universal, artinya
berlaku di semua ruang dan waktu, tanpa memandang status atau pun kelas tertentu.
Ia diturunkan kepada umat manusia sepanjang sejarah dengan membawa satu
prinsip yaitu tauhid. Islam yang sekarang ini adalah wahyu Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW. untuk disampaikan kepada umat manusia di seluruh
dunia. Risalah Islamiyah yang dibawa Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir,
memiliki prinsip-prinsip ajaran yang sama dengan yang dibawa oleh Nabi-nabi
terdahulu yakni Tauhid dan Ta‟abud Ilallah.
Secara keseluruhan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW,
merupakan kesinambungan, kelengkapan dan penyempurnaan ajaran para
Nabi terdahulu. Semua itu merupakan satu sistem keyakinan dan ketentuan Ilahi
yang mengatur segala aspek kehidupan dan penghidupan asasi manusia dengan
Allah, manusia dengan sesama manusia maupun manusia dengan alam sekitarnya.
Di dalam Islam, tauhid merupakan pondasi seluruh bangunan Islam.
Pandangan hidup tauhid bukan hanya sekedar pengakuan akan ke-Esaan Allah,
tetapi juga meyakini kesatuan penciptaan, kesatuan kemanusiaan, kesatuan tuntunan
hidup, dan kesatuan tujuan dari kesatuan ketuhanan. Hal ini sesuai dengan
tujuan pendidikan Islam yaitu lebih memahami Allah sebagai rabbil
„ālamin dalam membimbing hamba-Nya dan untuk merefleksikan nilai-nilai
transcendental Ilahi dengan realitas pendidikan.
Pendidikan Islam diarahkan pada pencapaian tujuan akhir, yaitu menjadi
insān kāmil yang meninggal dalam keadaan berserah diri kepada Alah SWT.28
Dengan demikian, pendidikan diarahkan pada perubahan tingkah laku seseorang
dalam segala aspek kehidupan. Tujuan risalah Islamiyah tidak lain adalah

28
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 31

39
mengangkat harkat dan martabat manusia, sehingga tercapai kebahagiaan hidup
di dunia dan di akhirat serta terwujudnya rahmatan lil „ālamin. Untuk mencapai
kebahagiaan tersebut tentunya harus selalu ingat (żikir) kepada Allah dan
menanamkan nilai-nilai Islamiyah dalam diri anak agar terbentuk akhlakul
karimah.
Melihat kondisi perkembangan zaman dan persepsi manusia yang mengakui
perubahan sesuai dengan tantangan yang dihadapinya. Disinilah tersedia lahan
garapan yang menuntut para pendidik muslim (guru pendidikan agama Islam),
memerankan perannya untuk menyusun konsep pendidikan Islam yang relevan
dengan perubahan zaman dan mampu menata masa depannya berdasarkan nilai-
nilai keislaman. Idealnya pendidikan Islam itu menurut Amin Syukur tidak hanya
mementingkan ranah kognitifnya saja, akan tetapi ranah afektif dan psikomotorik
juga perlu diperhatikan. Tentunya ini menjadi tugas seorang guru terutama guru
pendidikan agama Islam untuk mengembangkan ketiga ranah tersebut karena pada
hakikatnya tujuan dari pendidikan itu bukan hanya semata-mata sebagai transfer
of knowledge saja, akan tetapi lebih kepada transfer of value.29
Demikian juga dengan datangnya globalisasi, dimana ilmu pengetahuan dan
teknologi informasi berkembang sangat cepat. Lebih jauh lagi, arus informasi
mengakibatkan dunia menjadi transparan. Satu peristiwa yang terjadi di suatu
negara, pengaruhnya dapat menembus langsung ke pelosok pedesaan di negara
lain dalam waktu yang singkat. Demikian pula globalisasi pasar internasional
yang semakin terbuka berdampak pada terbukanya persaingan bebas dalam segala
bidang kehidupan manusia, paling tidak dalam perdagangan. Bahkan bukan dalam
bidang tersebut itu saja melainkan globalisasi telah memperdagangkan moralitas
manusia.
Hal ini sangat berakibat pada pemikiran manusia, yang terpaksa harus
mengikuti perubahan tersebut. Maka dalam hal ini Amin Syukur menghimbau
agar pendidikan Islam lebih dominan dalam mendidik manusia dengan mengingat
Allah agar tidak ikut terpengaruh dengan perkembangan dan perubahan zaman.

29
Wawancara dengan Amin Syukur di Perumahan BPI Blok S.16 pada tanggal 27 Juni
2011.

40
Jika demikian kedatangan era global atau era teknologi informasi tidak perlu
disikapi secara berlebihan. Setidaknya, era itu perlu disambut sebagai nikmat dari
Allah untuk siapa saja. Maksudnya, perlu diambil manfaat dari era globalisasi
tersebut dengan sikap yang tidak berlebihan.
Dalam rangka untuk lebih meningkatkan mutu pendidikan Islam sebagai bukti
perhatiannya terhadap pendidikan Islam, Amin Syukur juga lebih banyak terjun
kelapangan, dengan membantu lembaga-lembaga pendidikan menjadi komprehensif
dengan mengadakan pelatihan dan membantu manajemen sekolah dalam
meningkatkan kualitas dan sumber daya manusianya. Bukan hanya itu saja, Amin
Syukur juga berpesan kepada para teknisi pendidikan Islam agar
memberikan pengajaran dan pendidikan dengan memperhatikan nilai-nilai ke-
Islaman tanpa mengesampingkan ranah kognitif. Maka dengan cara tersebut
tujuan pendidikan Islam yang selama ini diimpikan akan tercapai.30
Dalam hal ini beliau juga mengatakan bahwa peran pendidikan Islam
sangat penting dalam menjaga moral manusia dan mempertahankan
kebudayaan agar tidak terpengaruh oleh perubahan zaman. Maka dengan itu
seseorang harus lebih bersemangat mengibarkan risalah Islamiyah di atas
muka bumi ini dengan selalu mengingat Allah setiap saat, dalam waktu dan kondisi
apa pun.

30
Wawancara dengan Amin Syukur di Perumahan BPI Blok S.16 pada tanggal 27 Juni
2011.

41
BAB III
KONSEP ŻIKIR MENURUT AMIN SYUKUR

A. Pandangan Amin Syukur tentang Żikir


Żikir dalam arti menyebut nama Allah, yang diamalkan secara rutin, atau
biasa disebut wirid, adalah termasuk ibadah mahdhah, yaitu ibadah langsung kepada
Allah. Sebagai ibadah mahdhah, maka żikir jenis ini terikat dengan norma-
norma ibadah langsung kepada Allah.
Secara sederhana żikir diartikan “mengingat”.1 Yang dimaksud adalah
ingat kepada Allah di dalam hati disertai menjalankan semua perintah dan
menjauhi larangan-larangan-Nya. Ingat itu ada kalanya dengan hati atau dengan
lidah, ingat dari kelupaan dan ketidaklupaan, serta sikap menjaga sesuatu dalam
ingatan. Istilah żikir Allah dalam Islam secara umum diartikan “mengingat
Allah” atau “menyebut asma Allah”.
Menurut Amin Syukur żikir adalah sebagai salah satu bentuk ibadah
makhluk, khususnya manusia kepada Allah dengan kesadaran mengingat kepada-
Nya.2 Dimana ketika żikir melibatkan antara rasa dan otak secara bersamaan maka
akan mempunyai efek yang sangat luar biasa. Manfaatnya adalah menarik energi
positif yang bertebaran di udara agar energi tersebut bisa masuk tersirkulasi ke
seluruh bagian tubuh pelaku żikir. Manfaatnya untuk menjaga keseimbangan suhu
tubuh agar tercipta suasana jiwa yang tenang, damai, dan terkendali. Hal ini insya
Allah akan menentukan kualitas ruh seseorang. Sebaliknya orang yang lalai, akan
menarik energi negatif, yang biasa menyebabkan seseorang jatuh sakit, dan
sebagainya.
Jika mencermati ayat-ayat Alquran yang berkaitan dengan żikir, dapat
dipahami bahwa żikir itu membentuk akselerasi mulai dari renungan, sikap,
aktualisasi sampai kepada kegiatan proses alam. Semua itu menghendaki
terlibatnya żikir tanpa boleh alpa sedikit pun, dan merupakan jaminan berakarnya

1
Samsur Munir Amin dan Haryanto Al-Fandi, Energi Żikir, hlm. 11
2
Wawancara dengan Amin Syukur di Perumahan BPI Blok S.16 Ngaliyan – Semarang
tanggal 27 Juni 2011.

42
ketenangan dalam diri. Kalau diri selalu terhubung dalam ikatan ketuhanan, maka
akan tertanamlah dalam diri seseorang sifat-sifat ketuhanan yang berupa ilmu,
hikmah dan iman.3
Berżikir dan berdo‟a sangat membantu menciptakan suasana hati yang
tenang dan tenteram. Dengan catatan, kita menjalankannya dengan penuh keyakinan
dan penuh rasa optimis. Tidak boleh ada keraguan sedikit pun, dengan keyakinan
itulah insya Allah doa kita akan mudah terkabul. Di sinilah pentingnya mengatur
mental dan menata hati. Dikatakan oleh Amin Syukur bahwa ketenangan
bisa menghasilkan metabolisme, pertumbuhan, dan perkembangan
tubuh manusia menjadi sangat normal, tenang, dan teratur.4 Akan tetapi, hidup
tidak selamanya memberi kita kenyamanan dan ketenteraman. Ada saja momen atau
kejadian yang mendorong munculnya stress dalam diri kita. Artinya kita tidak
mungkin terhindar dari stress. Agar kondisi metabolisme dalam tubuh kita tetap
dalam kondisi stabil, maka jalan yang hendaknya kita tempuh adalah dengan
mengelola kemarahan dan memanaje stress setepat mungkin. Hendaknya kita
menerima kenyataan ada adanya (qana’ah), dan tidak melakukan tindakan yang
berlebihan, inilah yang diajarkan oleh Islam. Demikian pula sikap-sikap sufistik
lainnya seperti husnu dzan, Wira’i, zuhud, sabar, ridha, tawakal dan lain
sebagainya. Semua itu merupakan anak tangga menuju hidup yang stabil dan
seimbang. Dengan menghayati dan mengamalkannya setiap hari, maka akan
sangat membantu kita untuk mewujudkan hidup yang dinamis.
Dikatakan oleh Amin Syukur bahwa peran jiwa kita sangat berpengaruh
dalam melakukan penyembuhan terhadap penyakit fisik maupun psikis. Pengobatan
dari medis atau pengobatan dari luar sifatnya hanya membantu saja. Dalam hal ini,
bahwa faktor utama penyembuhan, khususnya sakit psikis itu sebagian berasal dari
dalam, yaitu sikap batin (60%), sedangkan selebihnya (40%)
adalah faktor lingkungan, seperti faktor dari keluarga, obat dan lain sebagainya.

3
Amin Syukur dan Fatimah Utsman, Terapi Hati dalam Seni Menata Hati, (Semarang,
Pustaka Nuun, 2009), hlm. 58
4
Amin Syukur, Dzikir Menyembuhkan Kankerku, (Jakarta: Hikmah, 2008), hlm. 166.

43
Untuk menciptakan hal-hal yang positif itu, diperlukan upaya tertentu
seperti żikir dan berdoa. Semua itu dilakukan mengacu pada diagnosa
penyakitnya. Setiap doa yang disampaikan harus disesuaikan dengan sakitnya,
misalnya sedang mengalami stress, maka doanya itu supaya diberikan ketenangan
hati untuk menghadapi berbagai masalah yang sedang dihadapinya. Di samping
itu, dianjurkan pula untuk bertadabbur dan muhasabah, baik terhadap alam
maupun diri sendiri atas kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan. Selanjutnya
melakukan pengenangan terhadap masa lalu, berfikir positif (husnu dzan) dan
tidak berfikir negatif terhadap orang lain. Berfikir positif itu ditujukan baik terhadap
diri sendiri, orang lalin, maupun terhadap Allah SWT. Selain itu, kita juga
berupaya menghapus perasaan bersalah, menghapus rasa iri hati, rasa takut dan
sebagainya dari sifat-sifat yang tercela. Hal ini sesuai dengan teori psikcho- neoro-
indokrinologi dan psikcho-neoro-imunologi yang dikemukakan oleh Dadang
Hawari. Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa kondisi psikhis akan mempengaruhi
syaraf dan syaraf akan mempengaruhi kelenjar dan kelenjar akan mengeluarkan
cairan dalam tubuh yang disebut endokrin, dan cairan ini akan mempengaruhi
kekebalan tubuh.
Dari sini jelas bahwa żikir bisa dimaknai merenung dan muhasabah,
yakni meneliti diri sendiri. Pasalnya dalam Berżikir, manusia diajak untuk mengenal
dirinya sendiri. Dengan keyakinan yang kuat, bahwa berdo‟a, berżikir dan
bertawakal mempunyai kekuatan yang luar biasa didalamnya ada kekuatan
Psikoreligius. Dengan kata lain kekuatan spiritual/ kerohanian/ ke-Tuhanan, melalui
sistem syaraf yang kemudian diteruskan ke kelenjar hormonal, memulihkan
keseimbangan hormonal serta meningkatkan imunitas tubuh.

B. Landasan Żikir
Menurut Amin syukur, żikir adalah kekuatan dan harapan yang bisa
memberi energi luar biasa kepada manusia. Berangkat dari sini peneliti akan
menjelaskan filosofi yang mendasari pengamalan żikir Amin Syukur.
Pertama, żikir yang diperintahkan Allah itu bisa dilakukan dengan qauli,
yakni żikir jahr, dengan mengucapkan secara keras bacaan: tasbih, tahmid, tahlil

44
dan sebafainya atau dengan kata lain żikir dengan menyebut nama Allah dan sifat-
sifat-Nya. Hal ini dapat dilihat dalam Alquran surat al-Insan ayat 25 sebagaimana
berikut ini:

Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang. (Q.S. al-
Insan/76: 25)

Dalam ayat ini dapat dipahami bahwa Allah menganjurkan kepada


orang-orang yang beriman supaya berzikir mengingat Allah dengan menyebut
nama-Nya sebanyak-banyaknya dengan hati, dan lidahnya pada setiap keadaan
dan setiap waktu. Karena Allah telah melimpahkan segala nikmat kepada
mereka yang tidak terhingga banyaknya. Maka manusia disuruh bertasbih
kepada-Nya dalam arti membersihkan dan mensucikan Allah dari segala sesuatu
yang tidak pantas bagi-Nya.
Żikir jenis ini merupakan żikir dalam taraf elementer. Ucapan itu akan
membimbing hati agar selalu ingat kepada-Nya.
Kedua, żikir qalbi atau żikir sirr. Ingat dalam hati itu merupakan sikap
ingat, tanpa menyebut atau mengucapkan sesuatu. Żikir seperti ini diperintahkan
oleh Allah SWT sebagaimana yang difirmankan-Nya dalam Alquran surat al-
Mulk ayat 13-14:

Dan rahasiakanlah perkataanmu atau lahirkanlah; sesungguhnya Dia Maha


Mengetahui segala isi hati, Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak
mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus
lagi Maha Mengetahui? (Q.S. Al-Mulk/67 : 13-14)

Żikir hati/ qalbi ini merupakan tingkatan żikir intermediate. Żikir seperti
ini akan bisa mempengaruhi ruh seseorang, sehingga menjadi sikap żikir.

45
Ketiga, żikir ruh, yaitu żikir dalam arti seluruh jiwa raganya tertuju untuk
selalu ingat kepada Allah SWT tanpa hitungan, sebagaimana yang difirmankan-
Nya dalam surat al-Ahzab ayat 41:

Hai orang-orang yang beriman, berżikirlah (dengan menyebut nama)


Allah, żikir yang sebanyak-banyaknya.5 (Q.S. Al-Ahzab/33: 41)

Żikir ini berprinsip pada minallah (dari Allah), lillah (milik Allah), billah
(dengan bantuan Allah), dan ilallah (kepada Allah). Gambarannya sederhana,
segala sesuatu yang kita miliki pada dasarnya berasal dari Allah. Ia adalah milik
Allah. Karena izin Allah kita dapat memilikinya. Atas bantuan Allah kita dapat
menggunakannya. Tentu saja, karena semua dari Allah, ia akan kembali kepada-
Nya.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Imam
Turmudzi juga disebutkan,

(
“Bahwasanya Nabi SAW diwaktu pagi membaca: “Allāhumma Bika
Ashbahnā Wabika Amsainā Wabika Nahya Wabika Namūtu Wailaikan
Nusyūr” (Ya Allah atas Engkau saya berada pada waktu pagi, atas Engkau
saya berada pada waktu sore, atas Engkau saya hidup, atas Engkau saya mati,
dan hanya kepada-Mu saya kembali). Dan apabila waktu sore beliau
membaca: ” Allā humma Bika Amsainā Wabika Nahya Wabika Namūtu
Wailaikan Nusyūr” (Ya Allah atas Engkau saya berada pada waktu sore, atas
Engkau saya hidup, atas Engkau saya mati, dan hanya kepada-Mu
saya kembali)”.7 (HR. Abu Dawud dan Turmudzi)

5
Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Terjemah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara,
2002) hlm. 424.
6
Imām Nawawi, Riyadlus Shalikhīn, (Kairo: Dārul Hadis, 2004), hlm. 411.
7
Imam Nawawi, Terjemah Riyadlus Shalikhīn, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), hlm.
365.

46
Dari hadits tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa ketika kita selalu
menjadikan żikir sebagai prinsip hidup, niscaya kehidupan kita akan tenang dan
damai. Harta, jiwa dan raga yang kita miliki, berasal dari, milik, atas izin, dan
akan kembali kepada Allah. Ketika ruh kita merasakan keadaan semacam itu,
itulah yang dinamakan żikir ruh.
Keempat, berżikir dengan melakukan kegiatan praktis, amal shalih, dan
menginfaqkan sebagian harta untuk kepentingan sosial, melakukan hal-hal yang
berguna bagi pembangunan bangsa dan negara serta agama atau biasa disebut
dengan żikir fi’liy. Żikir ini merupakan refleksi dari żikir qauli, żikir qalbi dab
żikir ruh yang manfaatnya lebih kelihatan daripada bentuk żikir pertama, kedua, dan
ketiga. Jika żikir qauli, qalbi dan ruh hanya bersifat individual, maka żikir yang
keempat ini lebih bersifat sosial, mempunyai kepedulian dan kepekaan sosial
kemasyarakatan.
Berbeda dengan pendapat dari Ibnu Atta, seorang sufi yang menulis al-
Hikam (kata-kata hikmah) membagi żikir kepada tiga bagian:
1. Żikir Jaali (Żikir jelas, nyata)
Żikir Jaali adalah suatu perbuatan mengingat Allah SWT dalam bentuk
ucapan-ucapan lisan yang mengandung arti pujian, rasa syukur, dan do‟a kepada
Allah SWT yang lebih menampakkan suara yang jelas untuk menuntun
gerak hati.
2. Żikir Khaafi (Żikir yang samar-samar)
Żikir Khaafi adalah żikir yang dilakukan secara khusyu‟ oleh ingatan
hati, baik disertai lisan/ tidak.
3. Żikir Haqiqi (Żikir yang sebenar-benarnya)
Tingkatan żikir yang paling tinggi ialah żikir haqiqi, yaitu żikir yang
dilakukan oleh seluruh jiwa raga, lahiriah dan batiniah, kapan dan dimana
saja, dengan memperkuat upaya untuk memulihkan seluruh jiwa raga dari
larangan Allah SWT dan mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya, selain itu
tiada yang diingat selain Allah SWT.8

8
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van
Hoeve, 2002), hlm. 235-236

47
Untuk melakukan żikir, seseorang tidak harus berdiam diri dalam suatu
tempat kemudian membacakan żikir-żikir. Berżikir secara teratur dan dengan
disiplin perlu diamalkan, mulai dari tingkatan żikir yang elementer untuk
kemudian ditingkatkan pada tingkatan yang lebih tinggi. Żikir dapat melembutkan
hati sehingga seseorang yang melakukannya dapat bersedia mengikuti kebenaran
dan terhindar dari godaan syaitan.
Żikir jika dilaksanakan secara berjamaah, akan memancarkan dzauq
(rasa) dan syu’ur (kesadaran). Dengan żikir itu akan merasakan kehadiran Allah,
menyadari adanya Allah akhirnya memancarkan sikap merasa diawasi oleh Allah
(muraqabah). Żikir yang demikian akan menumbuhkan rasa cinta, rindu, dekat
dan bersahabat, kemudian meneteskan air mata. Dan insya Allah akan mampu
mengantarkan do‟a mustajabah (do‟a yang diterima), merasa seakan-akan melihat
Allah.
Teknik żikir yang biasa dilakukan oleh Amin Syukur adalah dengan olah
pernafasan dan visualisasi.9 Pernafasan adalah suatu hal yang universal dan
paling murah, semua orang pasti bernafas. Oleh karena itu, maka hampir semua
agama atau semua aliran kanoragan umumnya menggunakan nafas. Disamping itu
nafas merupakan alat pengatur kesenangan, kesedihan, kegembiraan, kemarahan,
kecemburuan, dan emosi-emosi lainnya. Sebenarnya telah banyak pelajaran
agama yang mengarah ke pernafasan, seperti membaca ayat-ayat Alquran tidak
boleh jedah (berhenti) kecuali pada tempat pemberhentian.10
Selanjutnya yang dimaksud visualisasi adalah upaya membayangkan dan
menggambarkan sesuatu sebagaimana adanya. Sebenarnya visualisasi sudah
sering kita gunakan, misalnya ketika akan membuat rumah, maka terlebih dahulu

9
Wawancara dengan Amin Syukur di Perumahan BPI Blok S.16 Ngaliyan – Semarang
tanggal 27 Juni 2011.
10
Amin Syukur dan Fatimah Utsman, Insan Kamil “Paket Pelatihan Seni Menata Hati”,
(Semarang: CV. Bima Sakti, 2006), hlm. 40.

48
melakukan visualisasi tentang letak kamar, dapur dan lain sebagainya. Dalam hal
ini dilakukan visualisasi air dan cahaya ketika sedang menjalankan pernafasan.11
Cara pernafasan dalam olah nafas żikrullah adalah memejamkan mata,
kemudian membaca basmalah, kemudian menempelkan lidah di atas langit-langit,
melakukan pernafasan perut, yakni perut kembung ketika menaik nafas, kemudian
menahan nafas sepanjang penarikan disertai dengan do‟a, kemudian
mengeluarkan (dengan hidung atau mulut) sepanjang penahan nafas sambil
mengucapkan “Allahu Akbar”, dilakukan sebanyak tujuh kali dengan diikuti
visualisasi. Selain itu seyogyanya sambil mengucapkan kalimat afirmatif
(penegasan dan penguatan) yang insya Allah akan memberikan sesuatu sesuai
dengan apa yang diucapkannya.

C. Metode Żikir
Pada prinsipnya żikir haruslah dilakukan dengan cara dan adab dengan
ucapan kalimat sesuai waktu dan tempat berdasarkan prinsip- prinsip yang
diterangkan Allah dalam Alquran:

Dan sebutlah Tuhanmu dalam hatimu dengan merendah diri dan penuh
takut, dan dengan tidak mengeras suara, pada waktu pagi dan petang dan
janganlah engkau termasuk orang-orang yang lalai. (Q.S. Al A‟raf/7:
205)

Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa supaya żikir yang dilakukan itu
menjadi khusyu‟ dan sangat berarti dalam jiwa, maka perlu dikerjakan sesuai
dengan ajaran dalam Islam sebab kalau tidak tentu żikir hanya sekedar ucapan
belaka dan tidak akan membekas sama sekali. Kekhusyu‟an dan kesopanan
menghadirkan makna kalimat-kalimat Żikir berusaha memperoleh kesan-
kesannya serta memperhatikan maksud-maksud dan tujuannya.

11
Wawancara dengan Amin Syukur di Perumahan BPI Blok S.16 Ngaliyan – Semarang
tanggal 27 Juni 2011

49
Menurut Amin Syukur agar bisa menangkap makna khusyu‟, merasakan
dan menghayati apa yang dibaca (żikir) terlebih dahulu pikiran dan perasaan harus
dikosongkan. Sudah barang tentu semuanya itu diawali dengan wasilah dengan
amal shalih, berupa shalat baik fardhu maupun sunnah utamanya shalat malam.
Kemudian bacaan yang sering beliau baca adalah:
Pertama, Yā Latif (Wahai Yang Maha Lembut). Menurut Amin Syukur,
dengan membaca asma al-husna ini hati terasa sejuk, damai dan merasa dipeluk
oleh-Nya. Ini merupakan perasaan yang bisa menumbuhkan semangat luar biasa.
Kedua, Yā Mubdīu Yā Khaliq (Wahai Dzat Yang Mengawali atau Memulai
sesuatu dan Menciptakan segala sesuatu). Dengan membaca ini hati akan merasa
bahwa „tangan‟-Nya Maha terampil untuk membetulkan segala sesuatu yang
rusak dalam diri kita.
Ketiga, Yā Rahman Yā Rahim (Wahai Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang). Dengan membaca ini, hati akan merasa disayang oleh Allah SWT,
melebihi kasih sayang orang yang pernah mengasihi dan menyayangi kita.
Keempat, Yā Samīu Yā Bashīr (Wahai Dzat Yang Maha Mendengar dan
Maha Melihat) Ucapan ini seakan-akan kita merasakan bahwa Allah senantiasa
menjaga dan memelihara kita.
Kelima, membaca shalawat Nabi Muhammad SAW.
Semua bacaan tersebut dibaca sebanyak 100 kali, waktu membacanya
adalah sesudah shalat fardhu dan sesudah shalat tahajud. Setelah itu, beliau
membaca Lā Ilāha Illallah (tiada Tuhan selain Allah) sebanyak 165 kali dengan
diikuti visualisasi dimana ketika mengucapkan kata “Lā” dari bawah pusat ditarik
hingga otak, kemudian memulai lagi ketika mengucapkan hamzah-nya kata ilā,
ditarik dari otak, miring sedikit hingga rongga dada sebelah kanan dan memulai lagi
dengan hamzah-nya kata illallah dengan menggelengkan dan menghentakkan
kepala ke rongga jantung sebelah kiri, dua jari di bawah puting susu karena di
sinilah letak hati sanubari.12

12
Amin Syukur, Dzikir Menyembuhkan Kankerku, (Jakarta: Hikmah, 2008), hlm. 182.

50
Menurut Amin Syukur, bahwa setan akan selalu menggoda manusia dari
arah depan dan belakang, kemudian dari sebelah kanan dan kiri, sebagaimana firman
Allah SWT dalam surat al-A‟raf ayat 16-17:

“Iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya


benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang
lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari
belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan
mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)”. (Q.S. al-A‟raf/7: 16-17)

Dari ayat di atas, menurut Amin Syukur ada satu jalan yang tidak
disebutkan yaitu dari arah atas dan bawah. Oleh karena itu, hal ini dijadikan oleh
beliau sebagai teknik dalam melaksanakan żikir.13
Setelah membaca bacaan-bacaan di atas, kemudian beliau
meneruskannya dengan membaca ismu al-Dzat (Allah-Allah) sebanyak 1000 kali
dengan teknik: memusatkan bacaan tersebut pada jantung/ dada sebelah kiri, dua
jari di bawah puting susu, kemudian lidah menempel di atas langit-langit, mulut
tertutup dan mata terpejam disertai pengaturan nafas, dilanjutkan dengan menarik
perlahan-lahan sekitar 7 sampai 10 ketukan atau lebih. Kemudian ditahan sepanjang
hitungan tarikan tersebut, seterusnya dikeluarkan dalam hitungan yang sama dengan
penarikan dan penahanan nafas, dan yang terakhir adalah penghayatan ketika
membaca asma Allah.
Selain itu, dalam proses penyembuhan penyakit beliau sering melakukan
olah nafas żikrullah yang tekniknya sama seperti yang di atas, bedanya adalah
dengan menambahkan doa sebagai berikut:

13
Wawancara dengan Amin Syukur di Perumahan BPI Blok S.16 Ngaliyan – Semarang
tanggal 27 Juni 2011.

51
.
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Menyembuhkan,
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Mencukupi,
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Menyembuhkan,
Dengan menyebut nama Allah, Tuhan yang memelihara langit dan bumi,
Dengan menyebut Żat Yang dengan menyebut nama-Nya itu tidak satu
pun dapat membahayakan, baik di bumi maupun di langit, Dia Yang Maha
Mendengar dan Maha Mengetahui”.

Tentunya, dalam proses penyembuhan itu tidak hanya dengan cara żikir
saja, akan tetapi diikuti dengan usaha medis atau berobat ke dokter karena kedua
usaha ini (żikir dan berobat) sangat penting sekali. Dalam artian jika hanya
melakukan żikir saja tanpa diikuti usaha medis tentunya hal ini tidak seimbang
begitu juga dengan sebaliknya.
Ketika żikir itu dilaksanakan secara berjamaah, biasanya Amin Syukur
memulai dengan surat al-Fatihah, al-Falāq, an-Nās, al-Ikhlās, dan al-Insyirah
masing-masing satu kali. Kemudian membaca istighfar 33 kali dan lafadz
hauqalah sebanyak 10 kali. Kemudian melaksanakan żikir yang mana bacaannya
sebagaimana yang telah disebutkan di atas, selanjutnya diisi dengan tausiyah yang
diisi oleh beliau sendiri maupun oleh istrinya Dra. Hj. Fatimah Usman, M. Si, dan
yang terakhir adalah melakukan konsultasi atau tanya jawab mengenai
permasalahan yang sedang dihadapi oleh para jamaah.

14
Amin Syukur, Dzikir Menyembuhkan Kankerku, hlm. 186-187

52
Metode żikir ini menurut Amin Syukur juga bisa dilakukan untuk
mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi oleh para pelajar, baik itu stres
karena tidak lulus ujian atau pun masalah lainnya yang masih berkaitan dengan
dunia pendidikan, yang mana dengan harapan akan menjadikan mereka sebagai
pelajar yang mempunyai kepandaian dalam meraih kebahagiaan di dunia maupun
di akhirat.

D. Tujuan dan Manfaat Żikir


Pada umumnya ajaran Islam hanya dipandang sebagai ritual belaka,
sehingga żikir dianggap sebagai ritual yang pasif, tetapi pada dasarnya żikir
merupakan amalan yang sangat penting dan bermanfaat.
Tidak ada satu manusia pun yang dapat memastikan kapan ia akan hidup
di dunia ini, apakah akan berakhir su’ul khatimah (akhir yang buruk) atau khusnul
khatimah (akhir yang baik). Padahal puncak kemenangan seorang muslim adalah
tatkala dia berhasil meraih khusnul khatimah di akhir hayatnya. Tetapi, satu hal yang
pasti dalam menjalankan kehidupan ini adalah bertaqwa kepada Allah SWT.
Dalam menghadapi permasalahan tersebut, tentunya peran żikir sangat
bermanfaat sekali. Pada umumnya ajaran Islam hanya dipandang sebagai ritual
belaka, sehingga żikir dianggap sebagai ritual yang pasif, tetapi pada dasarnya
żikir merupakan amalan yang sangat penting dan bermanfaat.
Kekuatan żikir muncul dari identitas nama-nama Allah bersama Alah
sendiri yang sedang diingat, yakni dengan mażkur (Tuhan semata). Amalan żikir ini
merupakan tindakan yang dimiliki oleh Allah. Ia merupakan pengetahuan Allah
sendiri, dan kesadaran Allah sendiri, Ia merupakan Tuhan yang melibatkan diri-Nya
melalui żikir (Żakir), sebagaimana yang Allah kerjakan melalui penciptaan-Nya.15
Tujuan żikir pada intinya adalah menghadirkan hati, Orang berżikir
hendaklah berusaha menghasilkan żikir lisan dan żikir hati dengan memahami apa
yang ia ucapkan, sebagaimana ketika membaca Alquran. Tujuan żikir juga untuk

15
Cyril Glossi, Ensiklopedi Islam, Penerjemah Ghufron Mas‟adi, Ed. I, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 449.

53
mengetahui (ma’rifat) Allah, baik terhadap nama-nama maupun sifat-sifat-Nya,
yang kemudian maknanya ditumbuhkan dalam diri secara aktif.
Żikir juga mempunyai beberapa manfaat, berikut ini adalah beberapa
manfaat żikir yang dikemukakan oleh Amin Syukur.16
1. Memantapkan Iman
Lawan dari żikir adalah ghaflah (lupa). Jiwa manusia akan terawasi oleh apa
dan siapa yang selalu melihatnya. Ingat kepada Allah berarti lupa kepada yang
lain. Ingat yang lain berarti lupa kepada-Nya. Żikrullah akan bermanfaat luas
dalam kehidupan manusia.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang telah dicapai
oleh manusia, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi itu
sendiri telah membawa mereka ke berbagai kemudahan, namun di sisi lain
menimbulkan berbagai dampak yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
kemanusiaan. Dengan itu timbul sikap ingin cepat, enak, dan mudah. Yang
menjadi ukuran dan pandangannya adalah yang bersifat materialistik.
Pada saat yang demikian, diperlukan suatu keseimbangan hidup dan
pembimbing ke arah jalan yang lurus, yakni żikir, sebab żikir berarti ingat
kepada kekuasaan-Nya. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat al-
Kahfi ayat 24 berikut ini.

Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa, dan katakanlah: "Mudah-
mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat
kebenarannya dari pada ini.17 (Q.S. Al-Kahfi/18: 24)

Dari ayat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kita harus senantiasa
ingat kepada Allah jika lupa supaya kita diberikan jalan kemudahan dalam
menghadapi cobaan.

16
Amin Syukur dan Fathimah Utsman, Terapi Hati dalam Seni Menata Hati, hlm. 60.
17
Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Terjemah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara,
2002) hlm. 297.

54
2. Energi Akhlaq
Kehidupan modern yang ditandai juga dengan dekadensi (kemerosotan)
moral, diakibatkan oleh berbagai rancangan dari luar, khususnya melalui
media massa. Pada saat ini, żikir sebagaimana yang dapat menumbuhkan iman
tadi, dapat pula menjadi sumber energi akhlaq. Żikir demikian ini, tidak hanya
żikir substansial, namun żikir fungsional. Betapa penting mengetahui
(ma’rifat) dan mengingat Allah, baik terhadap nama-nama maupun sifat-sifat-
Nya, kemudian maknanya ditumbuhkan dalam diri secara aktif. Karena
sesungguhnya iman adalah keyakinan dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan
direalisasikan dalam amal perbuatan.
Seorang muslim yang mampu menginternalisasikan sifat-sifat dan nama-
nama Allah ke dalam dirinya, kemudian mengekspresikannya dalam perilaku
sehari-hari, jadilah orang itu manusia yang baik karena sudah barang tentu
yang menumbuhkan akhlaq al-karimah itu ialah żikir yang disertai pengertian
dan pemahaman terhadap apa yang dibaca dan diucapkannya itu.
3. Terhindar dari Bahaya
Dalam kehidupan ini, khususnya kehidupan zaman modern, seseorang
tidak bisa terlepas dari kemungkinan datangnya bahaya. Ingat kepada Allah,
yang berarti konsentrasi terhadap ketentuan-Nya, dia akan serius dalam
melakukan sesuatu, maka secara otomatis dia akan terhindar dari bahaya.
Terjadinya musibah pada diri seseorang dikarenakan lengah terhadap hukum
alam dan menyimpang dari sunatullah.
Hal ini dapat diambil pelajaran dari peristiwa Nabi Yunus a.s. yang
tertelan ikan. Pada saat seperti itu dia masih mampu mengendalikan diri dan
sadar diri, sambil tetap ingat (berżikir kepada Allah). Dengan do‟a dan żikir
itu Nabi Yunus a.s. dapat keluar dari perut ikan sebagaimana firman Allah dalam
surat As- Shaffat ayat 142-144.

55
“Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela, Maka kalau
sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah,
Niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit”
(Q.S. As- Shaffat/37: 142-144).

Dari ayat tersebut dapat diambil pelajaran bahwa jika kita berada dalam
keadaan apa pun kalau kita tetap mengingat Allah (berżikir) niscaya bantuan
Allah akan selalu menyertai kita semua.
4. Terapi Jiwa
Berangkat dari kenyataan masyarakat modern, khususnya masyarakat
Barat yang dapat digolongkan the post industrial society telah mencapai
puncak kenikmatan materi itu justru terbalik dari apa yang diharapkan, yakni
mereka dihinggapi rasa cemas, sehingga tanpa disadari integritas
kemanusiaannya tereduksi, dan terperangkap pada jaringan sistem rasionalitas
teknologi yang sangat tidak manusiawi. Akibatnya mereka tak mempunyai
pegangan hidup yang mapan. Lebih dari itu muncul dekadensi (kemunduran)
moral dan perbuatan brutal serta tindakan yang sangat dianggap menyimpang.
Padahal semua adalah cobaan dari Allah SWT, hanya orang yang beriman dan
sabar yang mampu menghadapi cobaan tersebut, sebagaimana firman Allah
dalam surat al-Baqarah/2 ayat 155-156:

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang- orang yang apabila
ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji'ūn".
(Q.S. al-Baqarah/2: 155-156)

Berikut adalah beberapa pengalaman dari jamaah Amin Syukur terhadap


manfaat yang dirasakannya melalui żikir dan do‟a yang disarankan oleh Amin
Syukur,

56
Saya pernah terjangkit penyakit Myasthenia Gravis, gangguan
autoimmune yang menyerang syaraf sehingga semua tubuh menjadi lemah.
Selama empat tahun saya mengalami sulit menelan, sulit bicara, sulit
melihat, dan sesak nafas. Pada tahun 2007, saya dioperasi dan
alhamdulillah berhasil dengan baik. Keberhasilan ini karena beberapa faktor.
Keadaan diri saya sendiri seutuhnya ikut andil. Saya berusaha menata hati,
sebagaimana yang diajarkan oleh pak Amin Syukur. Saya pun mengamalkan
doa-doa yang diberikan secara istiqamah. (Ibu Sulistyoningsih Herawati, ibu
rumah tangga)

Pada bulan september 2001, saya divonis oleh dokter menderita


kanker nashofaring (saluran pernafasan). Kemudian saya dirujuk ke rumah
sakit Kariadi untuk menjalani operasi dan tindak lanjut pengobatan.
Setelah observasi, dipstikan bahwa pengobatan saya degnan jalan
penyinaran 30 kali dan sitostatika 6 kali. Sejak itu belum tampak
perkembangan membaik bagi penyakit saya. Di tengah-tengah
keputusasaan, saya sowan ke Bapak Amin Syukur (Dosen IAIN
Walisongo Semarang) yang beberapa tahun sebelumnya juga menderita
penyakit seperti saya dan menjalani pengobatan seperti saya, ternyata bisa
sembuh total dan bisa menjalankan aktivitas sedia kala.
Pertemuan saya dengan Bapak Amin Syukur seolah-olah jalan bagi
saya mendapatkan hidayah dari Allah SWT. Tutur katanya yang lemah
lembut, menyejukkan hati saya, bagai setetes embun di pagi hari. Beliau
mengatakan bahwa 60% kesembuhan adalah dari diri sendiri. Bapak Amin
Syukur memberikan motivasi yang besar bagi hidup saya. Disarankan agar
saya menyucikan diri dengan cara bertaubat dan memohon maaf kepada
orang tua dan kepada Allah SWT., serta mengubah pola hidup dan pikiran
yang selama ini kurang benar. Ketika itu juga saya diajari żikir dan meditasi.
Sebelum berżikir, pikiran dan perasaan berada dalam konsentrasi dan
kontemplasi penuh dengan apa yang akan dibaca. Semua dilakukan dengan
khusyu‟ dan tenang. Ada beberapa bacaan dalam żikir dan żikir pernafasan
serta ada gerakan-gerakan yang harus saya lakukan.
Saya yang sudah larut dalam keputusasaan, kembali dengan
semangat baru. Saya laksanakan żikir dan do‟a sesuai dengan petunjuk
Bapak Amin Syukur. Beberapa bulan kemudian saya merasa kondisi saya
membaik dan semakin membaik, hingga saya merasakan betul-betul
sembuh. Tahun 2007 ini adalah tahun keempat kesembuhan saya. Saya
bisa beraktivitas kembali bahkan jauh lebih baik dari sebelumnya. Sampai
sekarang saya tetap melaksanakan żikir yang diajarkan oleh Bapak Amin
Syukur tersebut.
Terima kasih ya Allah, Engkau tegur saya dengan cobaan sakit
yang berat dan Engkau beri pula anugerah kesembuhan. Ya Allah,
sungguh Engkau Mahabesar. (Muh. Budiyanto, Guru SDN 01 Kecamatan
Suruh Kabupaten Semarang).

57
Dalam kenyataannya, filsafat rasionalitas tidak mampu memenuhi
kebutuhan pokok manusia dalam aspek nilai transendental. Manusia mengalami
kehampaan spiritual, yang mengakibatkan munculnya gangguan kejiwaan.
Islam sebagai agama yang membawa rahmat bagi alam semesta, menawarkan
suatu konsep dikembangkannya nilai-nilai ilahiyah dalam batin seseorang.
Shalat misalnya yang di dalamnya penuh do‟a dan żikir, dapat dipandang
sebagai tempat berlindung di tengah-tengah badai kehidupan modern. Di
sinilah misi Islam yaitu sebagai penyejuk hati manusia sebagai
firman Allah:

(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram. (Q.S. Ar-Ra‟du/13: 28).

Islam dengan prinsip tauhidnya mengutamakan integritas diri. Tuhan


adalah satu, manusia diciptakan harus terpadu dan menyatu, baik dalam pikir
maupun żikir serta perilaku sehari-hari dengan pusat hidup dan proses segala-
galanya penyatuan dan integritas itu disebut żikir. Menurut Arifin Ilham, tidak
ada satu anggota pun yang tidak berżikir secara maknawi.18 Kadar keimanan
seorang muslim juga dapat diukur melalui żikir, karena żikir menjadi tolak
ukur bagi orang-orang muslim. Orang yang bertaqwa akan selalu mengingat
Allah secara total. Hatinya senantiasa mengingat Allah, sehingga semua anggota
tubuhnya menjadi tenang karena ikut mengingat-Nya. Ketika tangannya
menjulurkan sesuatu yang dilarang Allah, dia langsung menahan tangannya
karena mengingat Allah. Matanya akan menghindar dengan sendirinya ketika
memandang sesuatu yang diharamkan Allah. Pendek kata, seluruh anggota
tubuhnya akan bereaksi karena terpelihara dan merasa malu untuk melakukan
maksiat dan dosa, karena di bawah pengawasan-Nya, Żat
Yang Maha Melihat, Maha Mengetahui dan Maha Mendengar.

18
Muhammad Arifin Ilham, Mendzikirkan Mata Hati “Pesan-pesan Spiritual Penjernih
Hati”, (Depok: Intuisi Press, 2004), hlm. 34.

58
Dengan żikir, maka hati seseorang akan menjadi “on line“ atau wushul
kepada Allah SWT.19 Dengan demikian akan terjadi penyerapan nur ilahi
sehingga terjadi proses pencerahan, terpantul ke otak (pusat kendali tubuh manusia),
menimbulkan gelombang getaran kelenjar saraf, membangkitkan kreatifitas,
menghilangkan rasa cemas dan takut, sehat jasmani dan rohani.
Mengganti kekecewaan dengan harapan, kemarahan dengan kedamaian, malas
dengan semangat. Dan pada akhirnya tersingkap tirai kebodohan, terbuka
wawasan baru, hadir di hadapan taman kehidupan taqwa penuh pelangi mahabah
yang dikaruniai semerbak ridha Ilahi.

19
Amin Syukur dan Fatimah Utsman, Insan Kamil “Paket Pelatihan Seni Menata Hati”,
hlm. 32.

59
BAB IV
ANALISIS RELEVANSI KONSEP ŻIKIR MENURUT AMIN SYUKUR
DENGAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM

A. Analisis Konsep Żikir Menurut Amin Syukur


Dalam Islam, żikir merupakan tiang penopang yang sangat kuat di jalan
menuju Allah. Tidak bisa seorang mencapai Tuhan kecuali dengan terus menerus
melakukan żikir. Oleh karena itu hakikat żikir, menurut Amin Syukur memiliki
pengertian bahwa żikir adalah sebagai salah satu bentuk ibadah makhluq, khususnya
manusia kepada Allah dengan kesadaran mengingat kepada-Nya. Dimana ketika
żikir melibatkan antara rasa dan otak secara bersamaan maka akan
mempunyai efek yang sangat luar biasa.1
Untuk itu Amin Syukur membagi żikir ke dalam empat bentuk:2
Pertama, żikir qauli/ żikir dengan lisan, żikir lisan dapat dimaknai dengan
żikir yang diucapkan dengan lisan dan dapat didengar oleh telinga, baik oleh
orang yang bersangkutan maupun orang lain. Menyebut dan mengingat Allah
dengan lisan dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni dengan suara pelan
(sirr) dan dengan suara keras (jahr) seperti istighasah atau do‟a bersama yang sering
dilakukan kelompok organisasi keislaman.
Kedua, żikir qalbi. Żikir qalbi adalah aktivitas mengingat Allah yang
dilakukan dengan hati, artinya sebutan itu dilakukan dengan ingatan hati. Żikir qalbu
juga dapat dimaknai dengan melaksanakan żikir dengan lidah dan hati, maksudnya
lidah menyebut lafal tertentu dari lafaz żikir dan hati mengingat dengan
meresapi maknanya.
Ketiga, żikir ruh, artinya seluruh jiwa raganya tertuju untuk selalu ingat
kepada Allah SWT tanpa hitungan. Prinsip dari żikir ini adalah dari Allah, milik
Allah, dengan bantuan Allah dan kepada Allah. Jika prinsip ini sudah tertanam

1
Wawancara dengan Amin Syukur di Perumahan BPI Blok S.16 Ngaliyan – Semarang
tanggal 27 Juni 2011.
2
Amin Syukur dan Fatimah Utsman, Insan Kamil “Paket Pelatihan Seni Menata Hati”,
(Semarang: CV. Bima Sakti, 2006), hlm. 30.

60
dalam jiwa seseorang tentunya kehidupan sehari-harinya akan dihiasi dengan
kedamaian dan ketenangan.
Keempat, żikir fi‟ly atau żikir dengan melakukan perbuatan. Żikir ini
merupakan refleksi dari ketiga żikir sebelumnya, dengan selalu mengingat Allah
senantiasa membuat seseorang akan melakukan perbuatan atau amal shalih
dengan perasaan ikhlas karena dengan prinsip yang telah disebutkan sebelumnya
otomatis semuanya akan dipasrahkan kepada Allah SWT.
Dari keempat bentuk di atas, nampak konsep żikir yang diterapkan Amin
Syukur mempunyai dampak psikologis seseorang, yakni żikir mengandung
pengakuan mental dan emosional bahwa segala sesuatu adalah manifestasi dari
sumber tunggal. Sebagaimana menurut Arifin Ilham bahwa hanya dengan selalu
berżikir kepada Allah, maka kesadaran batin seseorang akan semakin hidup dan
peka untuk senantiasa tetap melakukan kebaikan dan perbaikan sebagai wujud
amal shaleh.3
Ibnu Atta sebagaimana yang ditulis dalam Ensiklopedia Islam menjelaskan
bahwa tingkatan żikir yang paling tinggi ialah żikir haqiqi, yaitu żikir yang
dilakukan oleh seluruh jiwa raga, lahiriah dan batiniah, kapan dan dimana saja,
dengan memperkuat upaya untuk memulihkan seluruh jiwa raga dari larangan Allah
SWT dan mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya, selain itu tiada yang diingat
selain Allah SWT.4
Dengan demikian empat bentuk konsep żikir yang dirumuskan Amin
Syukur cukup tepat, yakni di dalam mengamalkan żikir perlu melalui proses, dari
menggerakkan lidah yang disertai niat dipindahkan ke pikiran, dari pikiran ke
perasaan dan tingkat personalitas yang dalam, sampai realitasnya yaitu mengakar
di dalam hati serta diwujudkan dalam bentuk amal perbuatan yang baik.
Sementara praktik dan bacaan żikir yang diamalkan Amin Syukur
umumnya tidak jauh beda dengan żikir lainnya. Namun di sini agar bisa

3
Muhammad Arifin Ilham, Menzikirkan Mata Hati: Pesan-pesan Spiritual Penjernih
Hati, (Depok: Intuisi Press, 2004), hlm. 62.
4
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van
Hoeve, 2002), hlm. 235

61
menangkap makna khusyu‟, merasakan dan menghayati apa yang dibaca (żikir)
terlebih dahulu pikiran dan perasaan harus dikosongkan. Sudah barang tentu
semuanya itu diawali dengan wasilah dengan amal shalih, berupa shalat baik
fardhu maupun sunnah utamanya shalat malam.
Berikut bacaan żikir yang diterapkan Amin Syukur, membaca surat al-
Fatihah yang berarti pintu pembuka. Ini dilakukan dengan berharap dibukakannya
pintu hati dan pikiran yang bersangkutan oleh Allah SWT, sehingga terbuka pula
pintu petunjuk, ampunan, rahmat, dan ma‟rifat. Dalam hal ini bacaan Al-Fatihah
dibaca satu kali.
Menyusul setelah surat al-Fatihah, selanjutnya membaca surat al-Ikhlash.
Surat ini mengajarkan manusia untuk belajar mengendalikan hati agar berjalan lurus
sesuai dengan yang dikehendaki Allah SWT. Surat Al-Ikhlash ini lebih
mengarah kepada perbaikan aqidah dan akhlaq seseorang dengan tuntunan Allah
SWT. Oleh karena itu, setiap perbuatan sudah tentunya disandarkan hanya kepada
Allah SWT. Sebagaimana yang diungkapkan Samsur Munir Amin dan Haryanto
Al-Fandi bahwa dengan membaca surat al-Ikhlash dapat mengingatkan kepada
seseorang akan kemurnian Żat Allah yang tunggal, yang menjadi tempat
bergantung baagi seluruh makhluk hidup.5
Kemudian surah Al-Falaq dan surah An-Nās. Dua surat ini dimaknai sebagai
perisai bagi kaum muslimin. Dengan membaca surat ini ditujukan agar sifat-sifat
seperti riya‟, dengki, hasud, jahat, dan tabiat-tabiat buruk yang ada dalam hati
dapat hilang. Hal ini relevan dengan apa yang dikarakan oleh Zakiyah Daradjat
bahwa surat Al-Falaq itu mengajarkan bagaimana seharusnya manusia memusatkan
permohonan perlindungan kepada Allah SWT dari semua makhluk ciptaan-Nya,
dari kegelapan malam, dan tukang sihir dan dari kedengkian seseorang. Sedangkan
surat An-Nās merupakan permohonan perlindungan dari
kejahatan setan lewat jin dan manusia.6

5
Samsur Munir Amin dan Haryanto Al-Fandi, Energi Żikir, hlm. 118.
6
Zakiyah Darajat, Do’a Penunjang Semangat Hidup, (Jakarta: CV Ruhama, 1994), hlm.
49.

62
Selanjutnya membaca surat al-Insyirah, surat ini mengandung makna
bahwa ketika manusia tunduk, menyerah, dan berusaha untuk mengusir sifat-sifat
syaitan di dalam hati kemudian diganti dengan sifat-sifat Tuhan.
Dari beberapa ayat Alquran yang dikonsepkan oleh A m i n S y u k u r
sebagai żikir, nampaknya cukup beralasan. Karena żikir yang paling utama adalah
membaca Alquran. Alquran juga merupakan segala sumber hukum dalam Islam,
membacanya bernilai ibadah bahkan merupakan ibadah yang sangat mulia dan
seutama-utamanya żikir kepada Allah. Alquran juga sebagai penawar dan obat yang
paling baik bagi segala penyakit baik fisik maupun psikis.
Setelah membaca ayat-ayat Alquran, żikir dilanjutkan dengan membaca
istighfar, hauqalah, tahlil, asmaul husna, shalawat, tausiyah. Istighfar dapat
dimaknai dengan menundukkan hati, jiwa dan pikiran kepada Allah seraya memohon
ampunan terhadap-Nya dari segala dosa dan salah yang telah dilakukan, baik dosa
yang dilakukan dengan sengaja maupun karena lupa.
Hauqalah dimaknai dengan isyarat bahwa seseorang telah yakin bahwa
sesunguhnya di dunia ini tidak ada daya dan kekuatan yang berkuasa untuk
memberikan perlindungan dan pertolongan selain kekuatan Allah SWT.
Tahlil merupakan bacaan żikir yang sangat istimewa dan utama, tahlil juga
merupakan sebaik-baik bacaan żikir. Tahlil dimaknai dengan penegasan bahwa
seseorang itu benar-benar bersedia mengakui bahwasanya Allah adalah Tuhan yang
Mahatunggal yang palilng layak disembah dan dimintai pertolongan.
Asmāul husna merupakan nama-nama yang Agung yang berjumlah
sembilan puluh sembilan, di mana dari setiap nama adalah gambaran tentang sifat-
sifat yang dimiliki Allah SWT. Dilanjutkan dengan membaca shalawat Nabi dengan
harapan diberikan rahmat oleh Allah SWT atas dirinya.
Selanjutnya dengan tausiyah, dimaknai dengan renungan serta mencari
solusi atas masalah yang dihadapi melalui media tanya jawab. Menjelang akhir
żikir, dilanjutkan do‟a yang intinya meminta agar setiap dosa dimaafkan Allah,
setiap tobat diterima Allah SWT., do‟a merupakan faktor yang paling penting dalam
menolak sesuatu yang tidak disenangi dan memperoleh sesuatu yang diinginkan.
Dengan kata lain do‟a mampu membendung dan mencegah turunnya musibah.

63
Sehubungan dengan konsep żikir berjama‟ah yang diterapkan Amin Syukur
mempunyai corak dakwah-religius-psikologis. Dipandang memiliki nilai dakwah,
karena sebagaimana fungsi dan tujuannya, meninggalkan kemungkaran. Bukti
religius adalah terletak pada keterkaitan konsep pembersihan diri dengan Allah
SWT dan hal-hal yang bersifat transendental (seperti dorongan syaitan, dorongan
malaikat, nilai-nilai keutamaan akhlak) yang berasal dari ajaran agama, wahyu,
kebahagiaan akhirat dan sebagainya. Sementara indikasi corak psikologisnya adalah
manusia sebagai pusat kajiannya yang menjadi tujuan Amin Syukur dalam berżikir,
sehingga di sini agama sebagai pondasi landasan normatifnya.

B. Analisis Relevansi Konsep Żikir Amin Syukur dengan Tujuan


Pendidikan Islam
Rumusan tentang tujuan pendidikan Islam tampak bahwa pendidikan
Islam memiliki beberapa tujuan. Di antaranya berupaya memberikan pelayanan
pada aspek spiritual. Artinya pendidikan Islam berupaya mewujudkan manusia yang
taat kepada Allah. Hal ini sesuai tujuan penciptaan manusia di bumi,
sebagaimana firman Allah dalam Q.S. adz-Dzariyat/51: 56

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku”. (QS. Adz-Dzariyat/51: 56)

Selain memberikan bagi berkembangnya aspek spiritual, pendidikan Islam


juga berusaha menyiapkan manusia menjadi khalifah di bumi. Oleh karenanya
pendidikan Islam berusaha memberikan pelayanan bagi berkembangnya aspek
jasmani dan intelektual. Kedua aspek ini dikembangkan sebagai bekal manusia
dalam menjalankan tugas kekhalifahan tersebut.
Mencapai tujuan pendidikan Islam merupakan tugas bersama antara
elemen sekolah, masyarakat, dan keluarga. Untuk itu agar tujuan pendidikan Islam
dapat tercapai setelah proses pendidikan Islam bisa dilakukan dengan selalu
mengingat Allah (żikir). Oleh karena itu diperlukan kerja sama antara pihak-pihak
tersebut, dan untuk dapat menerapkannya (berżikir) diperlukan pelatihan dan
pengawasan.

64
Seperti yang dikatakan oleh Amin Syukur bahwa pendidikan Islam
hendaknya tidak hanya memperhatikan ranah kognitif saja tetapi juga afektif dan
psikomotorik, menggunakan metode-metode dan pendekatan yang sesuai dengan
materi dan yang penting lagi dibutuhkan keteladanan, adapun mengenai
pengawasan itu menjadi tanggung jawab bersama.7
Kalau dicermati, kegagalan pendidikan dewasa ini karena prosesnya masih
menghadapi beberapa masalah, yaitu:
1. Perbedaan penekanan antara pengertian “pendidikan” yang menekankan aspek
akhlaq dan budi, dan pengertian “pengajaran” yang menekankan konsumsi otak.
Proses pendidikan sekarang lebih cenderung kepada istilah kedua. Perubahan
istilah pendidikan menjadi pengajaran tersebut cenderung pula untuk
mengembangkan aspek kognitif dan psikomotorik. Padahal keberhasilan
pendidikan dalam bentuk tingkah laku meliputi ketiganya secara integral.
2. Konsep baru sekarang lebih banyak mengejar materi. Akibatnya, asal
memenuhi tugasnya secara formal guru enggan bertanggung jawab secara
moral.
3. Tujuan utama peserta didik dalam belajar ialah untuk memperoleh ijazah dan
selanjutnya melamar pekerjaan. Inilah penyakit yang melanda dunia
pendidikan yang mendapat perhatian besar dari pemerintah.
4. Kurikulum pendidikan yang belum terarah dan terpadu, setiap bidang studi
tidak disusun dengan mengaitkan antara bidang studi yang satu dengan bidang
studi yang lainnya. Lebih-lebih ilmu kauniyah dengan ilmu-ilmu ilahiyah.
5. Kurang adanya suasana kasih sayang antara guru dan murid dalam interaksi
pendidikan.
6. Pendidikan agama hanya berkisar dalam ilmu kalam dan fiqih dalam arti
sempit. Maksudnya, kurang adanya penekanan dalam penerapan agamanya.
Kurikulumnya memisahkan antara aspek iman, Islam, dan ihsan, sehingga
dikenal adanya guru tauhid, guru fiqih, guru ibadah, guru syari‟ah dan lain-
lain.

7
Wawancara dengan Amin Syukur di Perumahan BPI Blok S.16 Ngaliyan – Semarang
tanggal 27 Juni 2011.

65
Sebenarnya, manusia itu bukan semata-mata fisik-material saja, tetapi di
balik itu ia memiliki dimensi lain, yang dipandang sebagai hakekat manusia,
yakni dimensi rohaniah (spiritual). Dimensi fisik-material dan dimensi mental-
spiritual saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Oleh sebab itu, manusia tidak
mungkin mampu menjalani hidup tanpa membekali kedua unsur yang ada pada
dirinya itu. Ruhaniah manusia yang menopang kehidupan jasmaniahnya tidak
boleh diabaikan di dalam kehidupan. Kalau dimensi fisik dapat hidup dan merasa
senang dengan makanan yang bersifat material, maka rohaniah manusia akan hidup
dan merasa tenteram dengan makanan yang bersifat spiritual. Iman dan
keyakinan adalah makanan rohaniah manusia. Iman dan keyakinan
mengambil institusi dalam bentuk żikir dan shalat. Żikir dan shalatlah yang akan
memuaskan dahaga batin manusia.
Dengan demikian, żikir mempunyai makna yang penting bagi kehidupan
setiap insan. Oleh sebab itu sebenarnya tidak hanya menyangkut spiritual
manusia, tetapi juga menyangkut fisik-biologis. Kendati begitu, qalbu (roh,
spiritual) manusia dipandang sebagai unsur pertama yang mendapat pengaruh
makna żikir, karena aktifitas żikir itu sendiri bertitik awal dari qalbu manusia.
Ajaran Islam menyatakan secara tegas bahwa Nabi Muhammad SAW diutus oleh
Allah SWT kepada manusia adalah untuk menyempurnakan nilai akhlaq atau
pendidikan budi pekerti, yang merupakan manifestasi dari taqwa dan tujuan
pendidikan Islam.
Żikir sebagai perbuatan ibadah, menurut Amin Syukur adalah sebagai
salah satu bentuk ibadah makhluq, khususnya manusia kepada Allah dengan
kesadaran mengingat kepada-Nya.8 Dimana ketika żikir melibatkan antara rasa
dan otak secara bersamaan maka akan mempunyai efek yang sangat luar biasa.
Manfaatnya adalah menarik energi positif yang bertebaran di udara agar energi
tersebut bisa tersirkulasi ke seluruh bagian tubuh pelaku żikir.
Relevansi antara żikir menurut Amin Syukur dengan tujuan pendidikan
Islam sangat erat, keduanya tidak dapat dipisahkan. Kedekatan relevansi żikir
dengan pendidikan Islam sebenarnya disebabkan karena keduanya mempunyai

8
Amin Syukur, Żikir Menyembuhkan Kankerku, (Jakarta: Hikmah, 2008), hlm. 93.

66
hubungan timbal balik yang saling mengikat. Tujuan pendidikan Islam sendiri
pada hakekatnya adalah terbentuknya insān kāmil dan penyadaran terhadap manusia
di dunia sebagai khalifatullah fil ardhi, sedangkan żikir sendiri merupakan
salah satu jalan untuk mencapai insān kāmil maupun untuk mengingat akan tugas
manusia sebagai hamba Allah („abdullah) karena żikir itu berarti ingat kepada
Allah. Sehingga semua perbuatan manusia itu merasa akan selalu diawasi oleh
sehingga dalam menjalankan perbuatannya tidak akan keluar dari ajaran Islam.
Insān Kāmil sendiri merupakan pancaran akhir dan cita-cita ideal yang
diproyeksikan dan diharapkan dalam pendidikan Islam, sementara pendidikan Islam
merupakan salah satu tujuan dan misi yang diemban yang hendak direalisasikan
insān kāmil dalam aktivitas hidupnya.
Allah menciptakan manusia dengan sejumlah potensi dan menyediakan
alam sebagai alat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan fasilitas tersebut manusia diharapkan dapat menembus cakrawala
pandang yang tinggi dan menterjemahkannya, yang pada gilirannya menumbuhkan
gagasan-gagasan baru yang bermanfaat bagi manusia dengan memfungsikan
pikiranya serta menjadikan alat untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan
senantiasa berżikir dan ingat kepada Allah yang telah menciptakannya. Pendidikan
Islam sendiri juga mempunyai tujuan agar manusia hidup di dunia ini sesuai dengan
fitrah yang telah Allah berikan kepadanya, adapun di antara fitrah tersebut adalah:
1. Ke-Tuhanan/ Tauhid
Islam sebagai pandangan hidup yang berdasarkan nilai-nilai ilahiyah,
baik yang termuat dalam Alquran maupun Sunnah Rasul diyakini
mengandung kebenaran mutlak, sehingga secara aqidah diyakini oleh
pemeluknya akan selalu sesuai dengan fitrah manusia. Artinya akan selalu
memenuhi kebutuhan manusia kapan dan dimana saja. Karena pendidikan
Islam adalah upaya normatif yang berfungsi untuk memelihara dan
mengembangkan fitrah manusia, maka harus didasarkan pada nilai-nilai tersebut
dalam menyusun teori maupun praktik pendidikan.

67
Secara terminologi tauhid berarti pengakuan terhadap ke-Esaan Allah.
Tauhid merupakan fondasi seluruh bangunan ajaran Islam. Pandangan hidup
tauhid bukan sekedar pengakuan akan ke-Esaan Allah, tetapi juga meyakini
kesatuan penciptaan (unity of creation), kesatuan kemanusiaan (unity of
mankind), kesatuan tuntunan hidup (unity of guidance), dan kesatuan tujuan dari
kesatuan ketuhanan (unity of Godhead). Pengakuan atas keesaan Allah tersebut
mengandung kesempurnaan kepercayaan kepada-Nya dari dua segi, yakni segi
rububiyyah dan segi uluhiyyah. Tauhid rububiyyah ialah pengakuan terhadap
ke-Esaan Allah sebagai Żat Yang Maha Pencipta, Pemelihara dan memiliki
semua sifat kesempurnaan. Sedangkan tauhid uluhiyyah ialah komitmen
manusia kepada Allah sebagai satu-satunya Żat yang dipuja dan disembah dan
satu-satunya sumber nilai. Komitmen kepada Allah itu diwujudkan dalam sikap
pasrah, tunduk dan patuh sepenuh hati, sehingga seluruh amal perbuatan bahkan
hidup dan mati seseorang yang benar-benar bertauhid semata-mata hanya untuk
Allah.
Dasar-dasar pendidikan Islam seperti kemanusiaan, kesatuan umat
manusia, keseimbangan dan rahmatan lil ‟ālamīn sebenarnya hanya
merupakan penjabaran dari tauhid tersebut karena pada dasarnya seluruh nilai
dalam Islam berpusat pada tauhid. Dengan dasar tauhid tampak kental sekali
pendidikan Islam berlandaskan/ berpusat pada Tuhan. Namun perlu disadari
bahwa pemusatan pada Tuhan pada hakekatnya bukan untuk kepentingan
Tuhan, tetapi sebaliknya justru sepenuhnya untuk kepentingan manusia.
Artinya, semua kebaikan yang dilakukan manusia bukan untuk Tuhan tetapi
kebaikan itu manfaatnya kembali pada manusia sendiri, baik untuk dirinya
maupun masyarakat lingkungannya. Perintah Allah agar manusia senantiasa
beribadah dan beramal shalih bukan untuk memenuhi kebutuhan Allah, Dia
tidak butuh semua itu tetapi manusia-lah yang membutuhkan Allah karena Allah
Maha Kaya, Maha Besar, Allah Maha Sempurna.
Oleh karena itu, pendidikan Islam juga berlandaskan humanisme
(berpusat pada manusia). Karena ajaran yang teosentris itu pada dasarnya
untuk memenuhi kebutuhan manusia dan memang sesuai dengan fitrah

68
manusia, maka pandangan hidup yang melandasi pendidikan Islam merupakan
perpaduan antara teosentris dan humanisme atau yang biasa disebut dengan
humanisme-teosentris. Karena pendidikan Islam juga berlandaskan
humanisme, maka nilai-nilai fundamental yang secara universal dan obyektif
merupakan kebutuhan manusia perlu dikemukakan sebagai dasar pendidikan
Islam, walaupun posisinya dalam konteks tauhid sebagai nilai instrumental.
Menurut peneliti sendiri sesuai dengan apa yang disebutkan oleh Amin
Syukur bahwa manfaat dari żikir adalah untuk memantapkan iman.9
Kemajuan teknologi yang telah dicapai oleh manusia, khususnya dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa manusia ke berbagai
kemudahan, namun di sisi lain menimbulkan berbagai dampak yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Dengan itulah nantinya akan timbul
sikap ingin serba cepat, enak, dan mudah yang menjadi ukuran dan
pandangannya adalah yang bersifat materialistik. Memang tidak dapat
dipungkiri bahwa dalam pendidikan Islam sendiri tidak menolak adanya
kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, akan tetapi perlu
adanya suatu keseimbangan hidup dan pembimbing ke arah jalan yang lurus,
yakni żikir, sebab żikir berarti ingat kepada kekuasaan-Nya.
2. Berfikir
Manusia memiliki potensi berfikir, seringkali Allah menyuruh manusia
untuk berfikir. Logikanya orang hanya disuruh berfikir karena ia memiliki
potensi berfikir. Maka dapat dikatakan bahwa setiap manusia memiliki potensi
untuk belajar akan informasi-informasi baru, menghubungkan berbagai
informasi, serta menghasilkan pemikiran baru. Potensi berfikir ini berbeda
antara manusia satu dibandingkan dengan manusia yang lain. Semakin besar
potensi berfikir semakin besar kemampuan dalam menyerap dan
mengembangkan pengetahuan. Mereka yang berpotensi besar memiliki
kecenderungan ilmiah yang tinggi.
Contoh seorang yang memiliki bakat besar adalah Imam Al-Bukhari,
sang ahli hadis terkenal. Pada awalnya. Al-Bukhari mempelajari ilmu fiqih,

9
Amin Syukur dan Fatimah Utsman, Terapi Hati dalam Seni Menata Hati,), hlm. 60

69
melihat bakat itu sang guru (Muhammad bin Hasan) yang ternyata penemu bakat
berkata kepadanya: “pergi dan pelajarilah ilmu-ilmu hadis”. Maka Al- Bukhari
pun mengikuti petunjuk gurunya itu. Sejarah dan peradaban Islam telah
mencatat bahwa beliau adalah orang terdepan dalam ilmu hadis, beliau adalah
imam para ahli hadis.
Ada kalanya potensi yang dimiliki seseorang itu biasa saja, sehingga
seseorang membutuhkan usaha yang lebih besar untuk memiliki penguasaan
terhadap pengetahuan. Tentang usaha yang besar ada kalanya manusia
menyesali mengapa dilahirkan dengan potensi yang biasa saja, satu hal yang
patut untuk diingat adalah dibalik usaha yang besar itu ternyata terdapat janji
akan balasan bukan hanya di dunia saja tapi juga di hari akhir. Sesuai dengan
yang dikatakan Amin Syukur bahwa dengan berżikir itu bisa mengambil suatu
pelajaran, sebagaimana firman Allah dalam surat Ali-Imran/3: 190-191,

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya


malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan
ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa
neraka. (Q.S. Ali-Imran/3: 190-191)

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah memerintahkan manusia


untuk berżikir melalui penciptaan-Nya, dan ayat ini juga menjelaskan tentang
perintah menggunakan akal untuk mengetahui kebesaran Allah.
Dalam tafsir Al-Maragi yang diterjemahkan oleh Bahrun Abubakar dan
Hery Noer Aly dijelaskan bahwa sesungguhnya dalam tatanan langit dan bumi
serta keindahan perkiraan dan keajaiban ciptaan-Nya juga dalam silih
bergantinya siang dan malam secara teratur sepanjang tahun yang dapat

70
dirasakan langsung pengaruhnya pada tubuh dan cara berfikir merupakan
tanda dan bukti keesaan Allah bagi orang yang berfikir.10
Ulul Albab adalah orang-orang yang tidak melalaikan Allah SWT dalam
sebagian besar waktunya. Mereka merasa tenang dengan mengingat Allah dan
tenggelam dalam kesibukan mengoreksi diri secara sadar bahwa Allah selalu
mengawasinya. Hal itu belum cukup jika hanya dengan melakukan żikir saja,
tetapi harus diikuti dengan memikirkan keindahan ciptaan dan rahasia-rahasia-
Nya.
3. Emosi
Potensi yang lain adalah potensi dalam bidang afeksi atau emosi. Setiap
manusia memiliki potensi cita-rasa, yang dengannya manusia dapat
memahami perasaan orang lain, memahami perasaan makhluk-makhluk lain,
memahami suara alam, ingin mencintai dan dicintai, memperhatikan dan
diperhatikan, menghargai dan dihargai maupun cenderung kepada keindahan.
Nabi Muhammad SAW sangat menghargai orang-orang di sekitarnya
yang memiliki kemampuan merasakan kehadiran lingkungan itu dengan
jernih. Sebagian manusia memiliki potensi yang besar untuk belajar akan hal-
hal yang mementingkan perasaan. Orang yang berpotensi dalam bidang musik
mampu mempelajari musik dengan cepat dan mampu untuk mengembangkan
diri dalam bidang musik (menciptakan kreasi baru dalam bidang musik). Ada
orang yang memiliki kemampuan yang sangat cepat meniru gerakan tari
dengan lemah gemulai dan menghasilkan kombinasi baru gerak tari. Ada
orang yang mampu melukis dengan bagus dan dilakukan dengan cara yang baru.
Amin Syukur menjelaskan bahwa manfaat dari żikir adalah sebagai terapi
jiwa/ kontrol diri. Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak sekali permasalahan
yang dihadapi oleh peserta didik yang mana dapat menimbulkan stres.
Misalnya saja, gagal tidak naik kelas, tidak lulus dalam ujian nasional
maupun yang lainnya. Tentunya jika hal semacam ini tidak disikapi dengan

10
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, terj. Bahrun Abubakar dan Hery Noer
Aly, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993), hlm. 288.

71
bijak oleh setiap peserta didik, maka yang timbul adalah kekacauan batin. Akan
tetapi jika peserta didik sudah dibekali dengan żikir (ingat kepada Allah),
maka dalam menghadapi permasalahan tersebut mereka akan menanggapinya
dengan bijak dan tentunya hatinya juga akan tenang karena mereka berfikir
bahwa mungkin Alah mempunyai kehendak lain dengan hal
itu. Sebagaimana yang difirmankan Allah dalam surat ar-Ra‟du/13 ayat 28,

Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (Q.S.


Ar-Ra‟du/13: 28)

Dijelaskan bahwa hati orang-orang mu‟min akan menjadi tenang ketika


mengingat Allah dikarenakan Allah melimpahkan cahaya iman kepadanya
yang melenyapkan kegelisahan dan kesedihan. 11 Ayat ini juga sesuai dengan
firman Allah:

Kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat


Allah. (Q.S. Az-Zumar/39: 23)

Orang-orang mu‟min apabila mengingat Allah dan tidak merasa aman


apabila terjatuh dalam kemaksiatan, hati mereka menjadi gemetar.
4. Baik dan Buruk
Tentang sifat asal manusia yang hanya cenderung kepada kebaikan, ada
dasarnya. Secara tekstual pernyataan ini sesuai dengan firman Allah SWT
dalam surat At-Tīn/95 ayat 4,

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang


sebaik-baiknya. (Q.S. at-Tīn/95: 4)

Dari sini dapat disimpulkan bahwa yang fitrah, yaitu “apa yang menjadi
bawaan manusia sejak lahir”, dalam diri manusia hanyalah fitrah atau potensi

11
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, terj. Anwar Rasyidi dan Al Humam,
(Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1994), hlm. 186.

72
kebaikan.12 Sungguh pun manusia hanya memiliki sifat asal yang baik, ia tetap
dapat berubah menjadi orang yang tersesat. Manusia “anak” diciptakan dalam
keadaan baik, tetapi ketika tumbuh kembang ia dapat menjadi manusia yang
sangat buruk. Sekalipun asalnya baik, namun manusia memiliki sifat fleksibel,
suatu sifat yang diwarisi dari sifat yang melekat pada jasad manusia. Adanya
fleksibilitas dalam diri manusia memungkinkan adanya pengaruh dari
lingkungan eksternal manusia. Hadirnya pengaruh buruk yang menimpa
manusia pada gilirannya melahirkan sifat dan kebiasaan baru dalam jiwa
manusia. Dengan sifat barunya yang telah diisi oleh pengaruh buruk dari
lingkungan itu, manusia siap menyambut stimulasi-stimulasi dari
lingkungannya. Daya tarik dari stimulasi buruk yang kuat akhirnya
memungkinkan manusia melemah sifat asalnya yang positif dan
terpengaruhlah oleh lingkungannya. Kuatnya stimulasi yang bersifat negatif
akan menjadikan manusia salah urus. Dalam posisi yang jatuh, yang akhirnya
menempati tempat yang paling buruk, manusia dipandang lebih buruk dari
binatang, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Furqan/25 ayat 43-44
sebagai berikut:

Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya


sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?,
atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau
memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak,
bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu). (Q.S. al-
Furqan/25: 43-44)

Dari sini dapat dikatakan bahwa manusia memiliki rentang kemungkinan


yang sangat luas. Manusia dapat tumbuh menjadi makhluk yang sebaik- baiknya
dan dapat pula tumbuh menjadi makhluk yang seburuk-buruknya. Dalam
ungkapan lain, manusia dapat menjadi makhluk yang memilih jalan

12
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil-Qur’an, terj. As‟ad Yasin dan Abdul Aziz Salim
Basyarahil, (Depok: Gema Insani, 1992), hlm. 299.

73
fujur “sesat”. Ia bebas untuk menentukan sendiri apakah ia akan memilih
untuk meneruskan pilihan-pilihan hidupnya atau tidak. Dalam situasi seperti ini,
Alquran menggambarkan bahwa manusia memiliki kebebasan untuk memilih
antara kebaikan dan keburukan. Ia bebas memilih menjadi orang yang
bertaqwa atau orang yang fujur (menyimpang). Allah sendiri mengilhamkan
kepada manusia untuk memilih jalan hidup yang lurus (selamat) atau jalan
hidup yang menyimpang (tersesat), semua itu bisa
dipahami oleh orang-orang yang mempunyai mata hati.13 Sebagaimana dalam
firman-Nya,

Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasiqan dan


ketakwaannya. (Q.S. As-Syam/91: 8).

Menurut peneliti sendiri bahwa orang yang memilih jalan yang lurus
yang akan mendapatkan kebahagiaan, begitu juga sebaliknya orang yang
memilih jalan kesesatan adalah termasuk orang yang merugi.
Seperti yang dikatakan oleh Amin Syukur bahwa diantara manfaat dari żikir
adalah untuk menumbuhkan energi akhlaq yang baik. Dalam menghadapi
kehidupan modern yang salah satu cirinya adalah ditandai dengan dekadensi
moral, pendidikan Islam diharapkan mampu menjadi benteng untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Dalam keadaan yang seperti ini, sebagaimana yang telah
disebutkan sebelumnya bahwa żikir dapat menumbuhkan iman, dapat pula menjadi
sumber akhlaq. Dengan demikian, dalam pendidikan Islam, khususnya bagi peserta
didik harus selalu dibekali dengan żikir (ingat kepada Allah) agar dalam
mengarungi kehidupan ini tidak terjerumus ke dalam jurang kehancuran khususnya
rusaknya moral yang mana nantinya tujuan dari pendidikan Islam tidak akan
tercapai jika akhlak yang dimiliki oleh peserta didik mengalami
kehancuran/ kerusakan.

13
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, terj. Anwar Rasyidi dan Al Humam,
(Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993), hlm. 298.

74
Selain itu manfaat lain yang dikatakan oleh Amin Syukur adalah dapat
menghindarkan dari bahaya yang diakibatkan oleh adanya perbuatan buruk. Bagi
peserta didik, bahaya itu bisa berasal dari dirinya sendiri maupun dari
lingkungan sekitarnya. Dalam menghadapi hal semacam itu, peserta didik harus
tetap ingat kepada Allah karena dengan cara ini mereka bisa menge ndalikan diri
serta sadar diri sehingga diharapkan dapat terhindar dari bahaya yang mengintainya
atau pun dari bahaya yang timbul dari perbuatan buruknya.
Pada umumnya manusia dibekali oleh Allah dengan sejumlah fitrah.
Fitrah merupakan potensi-potensi dasar manusia yang memiliki sifat kebaikan
dan kesucian untuk menerima rangsangan luar menuju pada kesempurnaan dan
kebenaran. Fitrah yang ada pada manusia tersebut harus mendapatkan tempat
dan perhatian, karena dapat dikatakan bahwa fitrah merupakan potensi dasar
manusia yang dapat mengantar pada tumbuhnya daya kreativitas dan
produktivitas serta komitmen nilai-nilai Illahi dan insani, sehingga manusia
dapat hidup sejalan dengan tujuan Allah menciptakannya. Potensi dasar tersebut
tidak akan banyak bermakna bila tidak dikembangkan melalui pembekalan
berbagai kemampuan dari lingkungan sekolah maupun luar sekolah yang terpola
dalam program pendidikan. Hitam putih kehidupan manusia sangat ditentukan oleh
lingkungan tempat ia tinggal dan hidup.
Fitrah tidak dapat berkembang tanpa adanya pengaruh positif dari
lingkungan yang mungkin dapat dimodifikasi atau dapat diubah secara drastis
bila lingkungan itu tidak memungkinkan menjadikan fitrah itu lebih baik.
Faktor-faktor eksternal yang tergabung dengan fitrah manusia dan sifat dasarnya
bergantung pada sejauh mana interaksi eksternal dari fitrah itu berperan.
Memang tidak selamanya lingkungan mempunyai pengaruh kuat untuk
membentuk pola kepribadian manusia.
Allah menciptakan manusia dengan sejumlah potensi dan menyediaka n
alam sebagai alat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan
fasilitas tersebut manusia diharapkan dapat menembus cakrawala pandang yang
tinggi dan menterjemahkannya, yang pada gilirannya menumbuhkan gagasan-
gagasan baru yang bermanfaat bagi manusia dengan

75
memfungsikan pikiranya serta menjadikan alat untuk mendekatkan diri kepada
Allah dengan senantiasa berżikir dan ingat kepada Allah yang telah
menciptakannya.
Jadi pada intinya, relevansi żikir dengan tujuan pendidikan Islam itu
mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Żikir merupakan cara untuk
menjadikan seseorang menjadi manusia yang baik, berakhlak mulia dan tentunya
ingat akan penciptaannya di dunia ini yang bisa mengantarkan manusia menjadi
insan kamil. Karena dalam diri insan kamil itu terintegrasi visi keimanan, keilmuan
dan kemanusiaan dimana pembentukannya dibangun melalui proses pendidikan
Islam. Insān Kāmil tanpa pendidikan Islam tidak akan bisa melakukan
kaderisasi sehingga akan berakibat punahnya diri sendiri (mengalami kesenjangan
bahkan hilangnya kader yang melangsungkan estafet perjuangan Insān Kāmil).
Sebaliknya pendidikan Islam tanpa Insān Kāmil tidak akan mempunyai suatu
sistem yang menjamin terlahirnya kader-kader pendidikan yang dapat berkiprah
dalam kemajuan kehidupan dimasa mendatang.
Dengan demikian relevansi antara żikir dengan tujuan pendidikan Islam
sangat erat, dan interaksi diantara keduanya bersifat timbal balik. Dengan kata
lain keduanya memiliki relevansi seperti mata rantai yang terbingkai dalam
satu kesatuan yang padu, integral komprehensif.

76
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan uraian dari bab pertama sampai bab keempat, dan dengan
berpijak pada rumusan masalah, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Żikir sebagai perbuatan ibadah, menurut Amin Syukur adalah sebagai salah
satu bentuk ibadah makhluk, khususnya manusia kepada Allah dengan
kesadaran mengingat kepada-Nya. Dimana ketika żikir melibatkan antara rasa
dan otak secara bersamaan maka akan mempunyai efek yang sangat luar biasa.
Manfaatnya adalah menarik energi positif yang bertebaran di udara agar
energi tersebut bisa masuk tersirkulasi ke seluruh bagian tubuh pelaku dzikir.
Manfaatnya untuk menjaga keseimbangan suhu tubuh agar tercipta suasana jiwa
yang tenang, damai, dan terkendali. Hal ini insya Allah akan menentukan
kualitas ruh seseorang. Sebaliknya orang yang lalai, akan menarik energi
negatif, yang biasa menyebabkan seseorang jatuh sakit, dan sebagainya.
2. Relevansi konsep żikir menurut Amin Syukur dengan tujuan pendidikan
Islam itu mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Żikir merupakan cara
untuk menjadikan seseorang menjadi manusia yang baik, berakhla q mulia
dan tentunya ingat akan penciptaannya di dunia ini yang bisa men gantarkan
manusia menjadi insān kāmil. Karena dalam diri insān kāmil itu terintegrasi
visi keimanan, keilmuan dan kemanusiaan dimana pembentukannya
dibangun melalui proses pendidikan Islam. Insān Kāmil tanpa pendidikan
Islam tidak akan bisa melakukan kaderisasi sehingga akan berakibat punahnya
diri sendiri (mengalami kesenjangan bahkan hilangnya kader yang
melangsungkan estafet perjuangan Insān Kāmil). Sebaliknya pendidikan
Islam tanpa Insān Kāmil tidak akan mempunyai suatu sistem yang menjamin
terlahirnya kader-kader pendidikan yang dapat berkiprah dalam kemajuan
kehidupan dimasa mendatang. Sebagaimana tujuan dari pendidikan Islam
adalah adalah merealisasikan ubudiyah kepada Allah di dalam kehidupan
manusia agar dapat menemukan fungsi khalifah, baik dalam kehidupan individu
maupun masyarakat untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat

77
Dengan demikian relevansi antara konsep żikir menurut Amin Syukur
dengan tujuan pendidikan Islam sangat erat, dan interaksi diantara keduanya
bersifat timbal balik. Dengan kata lain keduanya memiliki relevansi seperti
mata rantai yang terbingkai dalam satu kesatuan yang padu, integral serta
komprehensif.
B. Saran-Saran
Sehubungan dengan hasil penelitian yang peneliti lakukan, kiranya dapat
disampaikan saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi lembaga pendidikan (baik umum maupun Islam) harus menyeimbangkan
antara ranah kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga diharapkan peserta
didik mampu mengarungi kehidupan ini dengan tenang karena adanya
keseimbangan yang ada dalam dirinya.
2. Żikir juga mempunyai manfaat yang besar sekali bagi siapa saja yang
melaksanakannya dengan baik dan benar, oleh karena itu alangkah baiknya
jika kehidupan kita sehari-harinya selalu diisi dengan berżikir kepada Allah
SWT.
C. Penutup
Puji syukur alhamdulillahi rabbil ‘alamin, dengan limpahan rahmat dan
hidayah dari Alah SWT, maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan dan pembahasan skripsi ini, masih
banyak kekurangan, baik dari sisi bahasa, penulisan, pengkajian, sistematika,
pembahasan maupun analisisnya. Maka penulis tidak menutup diri atas segala
masukan dalam bentuk kritik dan saran. Kesemuanya itu akan penulis jadikan
sebagai bahan pertimbangan dalam perbaikan kelak di kemudian hari.
Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini,
penulis mengucapkan banyak terima kasih dan semoga semua amal baiknya
mendapatkan pahala dari Allah SWT. Akhirnya dengan memanjatkan doa,
mudah-mudahan skripsi ini membawa manfaat bagi pembaca dan diri penulis, selain
itu juga mampu memberikan khasanah ilmu pengetahuan yang positif bagi keilmuan
pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.

78
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Al-Fauzan, Saleh, Fiqih Sehari-hari, Jakarta: Gema Insani Press, 2005

Abdul, Mujib, dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2008.

Al-Ghazali, Mutiara Ihya Ulumuddin: Terj. Mukhatasar Ihya Ulumuddin, Bandung:


Mizan, 2008.

Al-Maragi, Ahmad Mustafa, Tafsir Al-Maragi, terj. Anwar Rasyidi dan Al Humam,
Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993.

----------------------------------, Tafsir Al-Maragi, terj. Anwar Rasyidi dan Al Humam,


Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1994.

----------------------------------, Tafsir Al-Maragi, terj. Bahrun Abubakar dan Hery Noer


Aly, Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993.

Amin, Samsur Munir, dan Haryanto Al-Fandi, Energi Żikir, Jakarta: Amzah, 2008.

Arifin, M., Filsafat Pendidikan Islam Jakarta: Bumi aksara 2003.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT


Rineka Cipta, 2006.

Bukhori, Baidi, Zikir Al-Asma’ Al-Husna “Solusi atas Problem Agresivitas Remaja,
Semarang: Syiar Media Publishing, 2008.

Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992.

--------------------, Do’a Penunjang Semangat Hidup, Jakarta: CV Ruhama, 1994.


Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Terjemah, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2002.

Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru van
Hoeve, 2002.

Esposito, John L., The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic World, New York:
Oxford University Press, 1995.

Eva, Y.N., dkk., ”Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern”, terj, dalam John L.
Esposito, The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic World, New York:
Oxford University Press, 1995.

Glasse, Cyril, Ensiklopedi Islam, Penerjemah Ghufron Mas’adi, Ed. I, Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2002.

Hawari, Dadang, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Yogyakarta: Dana Bakti
Prima Yasa, 1997.

Ilham, Muhammad Arifin, Menggapai Kenikmatan Dzikir, Depok: Intuisi Press, 2003.

------------------------------, Mendzikirkan Mata Hati “Pesan-pesan Spiritual Penjernih


Hati”, Depok: Intuisi Press, 2004.

Imām Nawawi, Riyadlus Shalikhīn, Kairo: Dārul Hadis, 2004.

Komaruddin dan Yooke Tjuparman S. Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah,
Jakarta: Bumi Aksara, 2006.

Koswara, E., dkk, Metode dan Masalah Penelitian Sosial, Bandung: PT Refika Aditama,
2009.

M. Sofyan Wildani, ”Kualitas Dzikir dan Fikir Sebagai Tujuan Pendidikan Islam: Telaah
Ayat Ulul Albab Q.S. Ali Imron ayat 190-191”, Skripsi, Semarang: Perpustakaan
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2007.
M. Subhan Abdul Hakim, ”Pendidikan Akhlak dalam Tradisi Wirid Studi Analisis Ratib
Al-Haddad”, Skripsi, Semarang, Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang, 2001.

Muhaimin dkk, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan


Agama Islam di Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008.

Nawawi, Imam, Terjemah Riyadhus Shalihin, Jilid 2, Jakarta: Pustaka Amani, 1999.

Nazir, Mohammad, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988.

Penerbit Toha Putra, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: PT Toha Putra, tt.

Quthb, Sayyid, Tafsir fi Zhilalil-Qur’an, terj. As’ad Yasin dan Abdul Aziz Salim
Basyarahil, Depok: Gema Insani, 1992.

Roqib, Mohammad, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integritas di


Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, Yogyakarta: LKiS, 2009.

Rusn, Abidin Ibnu, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka


Pelajar, 2009.

Subagyo, Joko, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 2011.

Syakur, Maulidis, “Peranan Dzikir dalam Pendidikan Akhlak Santri di Pondok Pesantren
Istighfar Semarang”, Skripsi, Semarang: Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang, 2007.

Syukur, Amin, Menggugat Tasawuf “Sufisme dan Tanggung Jawab sosial Abad 21,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.

------------------, Terapi Hati: Dalam Seni Menata Hati, Semarang: Pustaka Nuun bekerja
sama dengan Lembkota Semarang, 2009.
------------------, Insan Kamil “Paket Pelatihan Seni Menata Hati”, Semarang: CV. Bima
Sakti, 2006.

------------------, Intelektualisme Tasawuf: Studi Intelektualisme Tasawuf Al-Ghazali,


Lembkota Semarang bekerja sama dengan Pustaka Pelajar Yogyakarta, 2004.

------------------, Tasawuf dan Krisis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar bekerja sama dengan
Walisongo Press, 2001.

------------------, Insan Kamil, Semarang: CV. Bima Sejati, 2006.

------------------, Menggugat Tasawuf: Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad 21,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.

-----------------, Pengantar Studi Islam, Semarang: Lembkota Semarang, 2006.

-----------------, Sufi Healing: Terapi dalam Literatur Tasawuf, tk: tp, 2010.

-----------------, Tasawuf Bagi Orang Awam: Menjawab Problem Kehidupan, LPK-2


Suara Merdeka Semarang bekerja sama dengan Pustaka Pelajar Yogyakarta, 2006.

-----------------, Tasawuf Kontekstual: Solusi Problem Manusia Modern, Yogyakarta:


Pustaka Pelajar, 2003.

-----------------, Tasawuf Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

-----------------, Żikir Menyembuhkan Kankerku, Jakarta: Hikmah, 2008.

-----------------, Żuhud di Abad Modern, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
1995.
Tsalasa, Ilham, ”Dzikir dalam Perspektif Muhammad Arifin Ilham dan Implikasinya
Dalam Pendidikan Islam”, Skripsi, Semarang: Perpustakaan Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo Semarang, 2009.

Usman, Husaini, dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi
Aksara, 1996.

Yuris, Andre, “Analisis Isi (Content Analysis)”, dalam http://andreyuris.wordpress.com.


diakses 17 Juni 2011.
RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Diri
1. Nama lengkap : Rodli Alma’arif
2. Tempat & Tgl. Lahir : Pemalang, 29 Desember 1989
3. NIM : 073111017
4. Alamat Rumah : Desa Kandang R.T. 14 R.W. 03 Kecamatan Comal
Kabupaten Pemalang 52363
HP : 085 642 630 538 / 087 832 220 538
E-mail : rodlialmaarif1989@yahoo.com

B. Riwayat Pendidikan
1. Pendidikan Formal
a. SD Muhammadiyah 04 Kandang, Lulus Tahun 2001 b.
SMP Muhammadiyah 05 Ulujami, Lulus Tahun 2004 c.
Madrasah Aliyah Negeri Pemalang, Lulus Tahun 2007
d. Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, Lulus Tahun 2011

2. Pendidikan Non-Formal
Pondok Pesantren Al-Manaar Putra Muhammadiyah Rowosari-Ulujami-
Pemalang

Semarang, 29 Desember 2011

Rodli Alma’arif
NIM: 073111017

Anda mungkin juga menyukai