Abstrak
Tulisan ini membahas tentang pengertian pentingnya membangun supremasi hukum
yang berlandaskan pada Al Qur’an khusus nya QS An Nahl 90-93. Tema membangun
supremasi hukum di beberapa tahun terakhir semakin ramai menjadi perbincangan hangat baik
di berbagai media baik media cetak, elektronik maupun di media sosial. Bertambahnya
Intensitas percakapan ini dapat dipahami karena hukum penegakan hukum dan peraturan
dalam dunia pendidikan saat ini dianggap lebih mendesak dari sebelumnya. Tafsir Surah An
Nahl 90 berbicara bahwa Allah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk berlaku adil,
yakni pertengahan dan seimbang. Dan Allah memerintahkan untuk berbuat kebajikan, seperti
yang disebutkan oleh Allah Swt. Tafsir Surah An-Nahl Ayat 91-93 berbicara mengenai tiga hal.
Pertama mengenai perintah Allah agar menepati sebuah janji yang sudah terikat. Kedua
berbicara mengenai perumpamaan orang-orang yang telah mengingkari sebuah janji. Ketiga
mengenai kuasa Allah untuk mempersatukan manusia dalam satu agama. Namun Allah punya
kehendak lain.
This paper discusses the understanding of the importance of building the rule of law
based on the Qur'an, specifically QS An Nahl 90-93. The theme of building the rule of law in
recent years has increasingly become a hot topic of conversation in various media, both print,
electronic and social media. The increasing intensity of this conversation is understandable
because law enforcement and regulations in the world of education are currently considered
more urgent than ever. Tafsir Surah An Nahl 90 says that Allah commands His servants to act
justly, that is, to be fair and balanced. And Allah commands to do good, as mentioned by Allah.
Tafsir Surah An-Nahl Verses 91-93 talks about three things. The first is about God's
commandment to keep a promise that has been bound. The second talks about the parable of
those who have broken a promise. The third concerns the power of God to unite people in one
A. Pendahuluan
Fungsi utama pewahyuan Al‐Qur’an yang sakral ke dunia ini adalah sebagai
hidayah bagi manusia untuk merespon kehidupan dunia secara universal dalam
pola‐pola aplikasi pada ruang dan waktu. Sehingga manusia menemukan jalan
yang benar dalam memandang dunia (world of view atau weltanschaung) sebagai titik
mengandaikan pola‐pola aplikasi ruang dan waktu ketika Rasulullah masih hidup
universal (shalih li kulli zaman wa makan). Al‐Qur’an adalah sumber utama dari
sumber syari’ah selain sunnah, ijma’ dan qiyas (serta sumber‐sumber hukum lain
1
Taufiq Adnan Amal dan Syamsurizal Panggabean, Tafsir Kontekstual Al‐ Qur’an, (Bandung: Mizan, 1989), hlm. 11
dan 125
yang masing‐masing ulama madzhab berbeda pendapat tentang kehujjahannya).
Seluruh teks Al‐Qur’an yang diyakini ummat Islam secara literal dan final sebagai
firman Allah dikumpulkan sangat dini dalam sejarah Islam. Teks Al‐Qur’an
dianggap sangat akurat dan tidak perlu diperdebatkan lagi 2 . Namun yang lebih
perlu ditelaah lagi adalah penggunaan Al‐Qur’an sebagai dasar hukum positif .
memposisikan ajaran hukum dalam bagian teramat penting dari sekian ajaran yang
gagasan yang mendasari tingkah laku masyarakat beradab, seperti sikap toleran,
dalam Islam Maka dari itu, kita bisa mengatakan bahwa Al‐Qur’an lebih dari
yang memiliki daya tarik bagi ummat manusia untuk menaati hukum Tuhan.
akhir ini kian ramai dan menarik. Meningkatnya intensitas pembicaraan ini dapat
dipahami bahwa penegakan supremasi hukum saat ini dirasakan lebih mendesak
2
Hal ini adalah keyakinan kaum muslimin. Beberapa sarjana Barat memperselisihkan hal ini dan mencoba
menunjukkan bahwa Al‐Qur’an yang dimiliki sekarang ini adalah satu versi dari teks yang asli, jelasnya lihat
misalnya dalam Jhon Burton, The Collecitonof Al‐Qur’an (Cambridge: Cambridge University Press, 1977) seperti
dikutip oleh Abdullah Ahmed An‐Na’im, Dekonstruksi Syari’ah, Wacana Kebebasan Sipil HAM dan Hubungan
Internasional dalam Islam terj. Ahmad Suaedy (Yogyakarta : LkiS, 2001), Hlm. 39
3
Said Aqil Al‐Munawar dkk. Islam Humanis,Islam dan Persoalan Kepemimpinan, Pluralitas, Lingkungan hidup,
Supremasi Hukum dan Masyarakat Marginal, (Jakarta: PT Moyo Segoro Agung, 2001), hlm. 91
1. Pelanggaran terhadap aturan hukum yang kini merajalela tanpa batas.
Dalam upaya penegakan supremasi Hukum setidaknya ada tiga hal yang menjadi
sorotan utama; yaitu pertama, prinsip‐prinsip yang ada dan harus dikandung oleh
materi hukum (content of law), atau dengan kata lain sejauh mana isi/materi
hukum sesuai dan tidak bertentangan dengan nilai‐nilai moral. Kedua, struktur
hukum (structure of law) dan budaya hukum (culture of law) yang mengandung nilai‐
Islam adalah agama Allah yang bersifat universal, untuk segala waktu dan tempat.
Ia diturunkan sebagai rahmat dan petunjuk bagi umat manusia dalam kehidupan
ini. Dalam perbuatan manusia yang bersifat praktis, petunjuk ini berbentuk
individual ataupun kolektif. Karena Secara etimologi hukum berarti menolak 4. Kata
hukum dan bentukan kata yang dihasilkan tersebar pada 88 tempat dalam ayat‐
Definisi di atas oleh abu Zahrah dipahami sebagai khitab (doktrin atau pesan)
baik dalam bentuk thalab (tuntutan), Takhyîr (pilihan), ataupun berupa wad’i
4
Ibnu Manzhur, Lisan al‐Arab, Juz 15, (Kairo: Dar al‐Mishriyyah, tt), hlm.31
5
Definisi ini pertama kali diperkenalkan oleh Ibnul Hajib, dan kemudian digunakan pula oleh ulama ushul yang lain
semisal Abdul Wahhab Khallaf, Imam Abu Zahroh, dan Wahbah al‐Zuhaili. Lihat dalam Jalaluddin al‐Mahalli, Syarh
‘ala Matanil Jam’il Jawami’, Juz 1, (Beirut: Darul Fikr, tt), hlm. 52‐53.
(ketetapan yang mempengaruhi hukum).6 Yang dimaksud dengan khitab syariʹ
menurut ahli ushul bukan hanya nash al‐Quran dan al‐Sunnah, akan tetapi
termasuk pula dalil‐dalil syarʹi yang lainnya, seperti ijmaʹ, qiyas dan lain‐lain. Hal
ini karena dalil‐dalil syarʹi di luar nash, pada hakekatnya bersumber dari nash.
Karena itu dapat digolongkan sebagai khitab syar’i secara tidak langsung. 7 Definisi
hukum sebagai putusan Allah atau syar’i ini tidak lantas menegasikan sumber‐
sumber hukum lainnya seperti sunnah, ijma’ qiyas dan sebagainya, karena dalil‐
dalil ini pada dasarnya bertumpu pada Al‐Qur’an karena Al‐Qur’an merupakan
sumber utama hukum Islam. Hal ini berarti, bahwa sumber‐sumber hukum
hukum yang lain. Menurut Muhammad Syahrur 8 , peran otoritatif Al‐Qur’an ini
tidak tergantikan, bahkan oleh sunnah sekalipun. Hal ini berarti bahwa interpretasi
sunnah bukan cermin dari interpretasi tunggal yang tidak bisa berubah karena
selalu terkait dengan nuansa lokalitas dimana nabi Muhammad SAW berada.
mengenai peran sunnah yang cukup luas dapat men-desakralisasi fungsi sunnah
sebagai penafsir Al‐ Qur’an yang otoritatif. Padahal dalam penyajian hukumnya,
membutuhkan penjelasan lebih detail. Hal ini juga dapat menimbulkan relatifitas
penafsiran yang berakibat pada terbukanya ruang penafsiran sehingga tidak ada
penafsiran yang sepenuhnya benar. Namun demikian langkah ini juga dianggap
6
Abu Zahrah, Ushul Fiqh, (Beirut: Darul Fikr, t.t), hlm. 27
7
Hasanuddin AF, Anatomi al‐Quran Perbedaan Qiraat dan Pengaruhnya Terhadap Instinbath Hukum Dalam al‐
Quran, (Jakarta: Rajawali Press, 1995), hlm. 183.
8
Muhammad Syahrur, Al‐Kitab wal Qur’an, (Beirut: Syirkah al‐Maudhu’ah lit Tauzi’, 2000), hlm. 60.
baru muncul di panggug peradaban modern. Karena seringkali persoalan yang
sejatinya sudah ada penafsirannya pada masa klasik harus ditelisik ulang seiring
situasi dan kondisi yang berubah untuk menjamin sifat ajaran yang shalih li kulli
zaman wa makan.
Madinah
اء ِذي ْالقُ ْربَى َويَ ْن َهى ِ َ ان َوإِيتِ س َ َّللاَ يَأ ْ ُم ُر بِ ْالعَ ْد ِل َواإل ْح
َّ إِ َّن
ظكُ ْم لَعَلَّ ُك ْم تَذَ َّك ُرو َنُ َاء َو ْال ُم ْن َك ِر َو ْالبَ ْغي ِ يَ ِع
ِ ع ِن ْالفَ ْحش َ
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada
kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepada kalian agar kalian dapat mengambil pelajaran. . (An-Nahl: 90)
َضوا األ ْي َمانَ بَ ْعد ُ ُعا َه ْدت ُ ْم َوال ت َ ْنق َ َّللاِ إِذَا َّ َوأ َ ْوفُوا بِعَ ْه ِد
َّللاَ يَ ْعلَ ُم َما ت َ ْفعَلُو َن
َّ علَ ْيكُ ْم َك ِفيال إِ َّن َّ ت َ ْو ِكي ِد َها َوقَ ْد َجعَ ْلت ُ ُم
َ َ َّللا
Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kalian berjanji, dan janganlah kalian
menjadikan Allah sebagai saksi kalian (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah
dipintal dengan kuat, menjadi cerai-berai kembali, kalian menjadikan sumpah (perjanjian) kalian
sebagai alat penipu di antara kalian, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak
jumlahnya daripada golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kalian dengan hal
itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepada kalian apa yang dahulu
ِ ُاحدَة ً َولَ ِك ْن ي
ض ُّل َم ْن يَشَا ُء ِ َّللا ُ لَ َجعَلَ ُك ْم أ ُ َّمةً َو
َّ َولَ ْو شَا َء
ع َّما ُك ْنت ُ ْم ت َ ْع َملُو َنَ َويَ ْه ِدي َم ْن يَشَا ُء َولَت ُ ْسأَلُ َّن
Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kalian satu umat (saja), tetapi Allah
menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-
Nya. Dan sesungguhnya kalian akan ditanya tentang apa yang telah kalian kerjakan. (QS An
Nahl : 93)
Dalam Islam semua manusia sama di hadapan Tuhan, tidak ada perbedaan orang kulit
putih dan kulit hitam, antara anak raja dengan anak rakyat, semua sama dalam
perlakuan hukum. Melaksanakan keadilan hukum dipandang oleh Islam sebagai
melaksanakan amanat.
apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan
ْف
ُ ش ِريَّ س َرقَ فِ ْي ِه ُم ال َ َ إِنَّ َما َهلَ َك الَّ ِذيْنَ ِم ْن قَ ْب ِل ُك ْم َكانُ ْوا إِذا
ِ َو هللا.علَ ْي ِه ُم ْال َحد
َ ْف اَقَا ُم ْواُ ض ِعي َّ س َرقَ فِ ْي ِه ُم ال َ ت َ َر ُك ْوهُ َوإِذَا
َ َت فَا ِط َمةُ بِ ْنتُ ُم َح َّم ٍد لَق
ط ْعتُ يَدَ َها ْ َس َرقَ لَ ْو
()رواه مسلم
Sesungguhnya kehancuran umat sebelummu karena jika orang terpandang yang
mencuri mereka tidak menghukumnya, namun jika orang lemah yang mencuri, mereka
Di samping berlaku adil, Allah swt memerintahkan pula berbuat ihsan seperti
membalas kebaikan orang lain dengan kebaikan yang lebih baik/besar atau memaafkan
orang lain.
Firman Allah:
itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (peng-hormatan itu, yang sepadan) dengannya.
tidak melihat-Nya, Dia pasti melihatmu. (Riwayat al-Bukhari dari Abu Hurairah)
2. Al-Ihsan dalam balasan dan sanksi dengan seimbang, dan menyempurna-kan hak
3. Al-Ihsan dalam menepati hak atau hutang dengan membayarnya tanpa mengulur
Tingkat al-ihsan yang tertinggi ialah berbuat kebaikan terhadap orang yang bersalah.
Diriwayatkan bahwa Isa a.s. pernah berkata, “Sesungguhnya al-ihsan itu ialah kamu
berbuat baik kepada orang yang bersalah terhadapmu. Bukanlah al-ihsan bila kamu
Allah swt memerintahkan pula dalam ayat ini untuk memberikan sedekah kepada
termasuk dalam pengakuan berbuat adil dan al-ihsan. Namun disebutkan secara
Sesudah menerangkan ketiga perkara yang diperintahkan kepada umat manusia, Allah
swt meneruskan dengan menerangkan tiga perkara lagi yang harus ditinggalkan.
dengan pikiran yang waras, seperti membunuh dan merampok hak orang lain.
3. Melarang permusuhan yang sewenang-wenang terhadap orang lain.
Demikianlah dalam ayat ini, Allah swt memerintahkan tiga perkara yang harus
dikerjakan, yaitu berbuat adil, al-ihsan, dan mempererat persaudaraan. Allah juga
Semua itu merupakan pengajaran kepada manusia yang akan membawa mereka
Dalam Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nahl Ayat 91-93 berbicara mengenai tiga hal.
Pertama mengenai perintah Allah agar menepati sebuah janji yang sudah terikat.
janji. Ketiga mengenai kuasa Allah untuk mempersatukan manusia dalam satu agama.
Dalam ayat ini, Allah swt memerintahkan kaum Muslimin untuk menepati janji mereka
dengan Allah jika mereka sudah mengikat janji itu. Menurut Ibnu Jarir, ayat-ayat ini
diturunkan dengan bai’at (janji setia) kepada Nabi Muhammad saw yang dilakukan
Mereka diperintahkan untuk menepati janji setia yang telah mereka teguhkan dengan
sumpah, dan mencegah mereka membatalkannya. Jumlah kaum Muslimin yang sedikit
janganlah mendorong mereka untuk membatalkan bai’at itu setelah melihat jumlah
Menurut ayat ini, semua ikatan perjanjian yang dibuat dengan kehendak sendiri, wajib
dipenuhi baik perjanjian itu sesama kaum Muslimin ataupun terhadap orang di luar
Islam. Allah swt melarang kaum Muslimin melanggar sumpah yang diucapkan dengan
mempergunakan nama Allah, karena dalam sumpah seperti itu, Allah telah
Tiada kontradiksi antara apa yang disebutkan oleh ayat ini dan apa yang disebutkan
dalam firman-Nya:
ضةً أل ْي َمانِ ُك ْم أ َ ْن تَبَ ُّروا َوتَتَّقُوا
َ ع ْر َّ و ََال ت َ ْجعَلُوا
ُ َ َّللا
Janganlah kalian jadikan (nama) Allah dalam sumpah kalian sebagai penghalang. (Al-Baqarah:
224), hingga akhir ayat.
Allah akan memberi pahala bagi mereka yang memenuhi apa yang diucapkannya
dengan sumpah atau membalas dengan azab bagi mereka yang mengkhianati sumpah
itu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala amal perbuatan manusia. Dialah yang
mengetahui segala perjanjian yang mereka kuatkan dengan sumpah, dan mengetahui
Dalam ayat ini, Allah mengumpamakan orang yang melanggar perjanjian dan sumpah
itu sebagai seorang wanita yang mengurai benang yang sudah dipintal dengan kuat,
menjadi cerai berai kembali. Demikian itu adalah gambaran tingkah laku orang gila dan
orang bodoh.
Sebab jika satu golongan atau seseorang membuat perjanjian dengan golongan lain
yang lebih besar dan kuat daripadanya untuk menenteramkan hati mereka, kemudian
jika ada kesempatan, dia mengkhianati perjanjian itu, maka tingkah laku seperti
Allah swt melarang tingkah laku demikian karena termasuk perbuatan bodoh dan gila,
walaupun dia dari golongan yang kecil berhadapan dengan golongan yang besar. Lebih
terlarang lagi jika golongan besar membatalkan perjanjian terhadap golongan yang
lebih kecil.
perbatasan dengan rencana bila saat perjanjian itu berakhir dia langsung akan
menyerang. Lalu seorang sahabat bernama Amr bin Anbasah berkata kepadanya,
“Allahu Akbar, wahai Mu’awiyah, tepatilah janji, jangan khianat, aku pernah
ي
َ ض ُ َم ْن َكانَ بَ ْينَهُ َو بَيْنَ قَ ْو ٍم أ َ َج ٌل فَالَ يَ ُحلَّ َّن
ِ َع ْقدَة ً َحت َّى يَ ْنق
أ َ َمد ُ َها.
()رواه أحمد
Barang siapa ada perjanjian waktu antara dia dengan golongan lain, maka sekali-kali janganlah
dia membatalkan perjanjian itu sampai habis waktunya. (Riwayat Imam Ahmad)
Setelah Mu’awiyah mendengarkan peringatan temannya itu, dia pun pulang membawa
kembali pasukannya.
manusia untuk menguji di antara mereka siapakah yang paling kuat berpegang kepada
perjanjian yang mereka adakan sendiri, baik perjanjian itu kepada Allah dan rasul-Nya
Pada hari kiamat kelak akan kelihatan: mana yang hak dan mana yang batil serta mana
yang jujur dan mana yang khianat. Segala perselisihan akan dijelaskan, masing-masing
menghilangkan perselisihan itu seandainya dia berkehendak. Allah swt dalam ayat ini
manusia ke dalam satu agama sesuai dengan tabiat manusia itu, dan meniadakan
Dengan demikian, manusia hidup seperti halnya semut atau lebah, atau hidup seperti
malaikat yang diciptakan bagaikan robot yang penuh ketaatan kepada Allah, sedikit
pun tidak akan menyimpang dari ketentuan yang benar, atau tersesat ke jalan yang
salah. Akan tetapi, Allah swt tidak berkehendak demikian dalam menciptakan
sejak azali diberikan kepada manusia. Pahala dan siksa berkaitan erat dengan pilihan
segala perbuatan yang dihasilkan oleh pertimbangan dan pilihan mereka itu.
(Tafsir Kemenag)
Perjanjian Madinah
barat sebenarnya sudah lama dlkenal dalam Islam dan bahkan sudah dilaksanakan
dengan baik.
Piagam tertulis pertama dalam sejarah umat manusia yang dapat dibandingkan dengan
pengertian konstitusi dalam arti modern adalah Piagam Madinah. Piagam ini dibuat
atas dasar persetujuan bersama antara Nabi Muhammad saw. dengan wakil-wakil
penduduk kota Madinah tak lama setelah ia hijrah dari Mekkah ke Yatsrib, nama kota
Madinah dibuat pada awal masa klasik Islam, di permulaan dasawarsa ketiga abad ke-
7 Masehi, 15 abad yang lalu. Dibanding dengan para penulis Muslim, para saqana Barat
di abad modern yang memberikan perhatian terhadap naskah politik tersebut, agaknya
lebih dulu dan lebih banyak. Hal ini menunjukkan bahwa Piagam Madinah
mempunyai kedudukan penting dalam perjalanan hidup Nabi Muhammad saw. dan
Para pihak yang diikat dalam Piagam Madinah yang berisi perjanjian ini ada 13, yaitu
belas komunitas itu adalah: (i) Kaum Mukminin dan Muslimin Muhajirin dari suku
Quraisy Mekkah, (ii) Kaum Mukminin dan Muslimin dari Yatsrib, (iii) Kaum Yahudi
dari Banu 'Awf, (iv) Kaum Yahudi dari Banu Sa'adah, (v) Kaum Yahudi dari Banu al-
Hars, (vi) Banu Jusyam, (vii) Kaum Yahudi dari Banu Al-Najjar, (viii) Kaum Yahudi
dari Banu "Amr ibn 'Awf, (ix) Banu al-Nabit, (x) Banu al-'Aws, (xi) Kaum Yahudi dari
Banu Sa'labah, (xii) Suku Jafnah dari Banu Sa'labah, dan (xiii) Banu Syuthaybah 11.
Ibnu Hisyam, tersusun secara bersambung, tidak terbagi atas pasal-pasal dan bukan
9
Asshiddiqie, 2004:13
10
Sukardja, 1995:3
11
Jimly Asshiddiqie, 2004:14
berbentuk syair. Bismillah al-Rahman al-Rahim tertulis pada awal naskah, disusun
dengan rangkaian kalimat berbentuk prosa, jumlah pasal pada Piagam Madinah ini
pertentangan antarsuku, permusuhan kaum kafir Quraisy dengan umat Islam, batas
yang jelas antara satu negara deng an negara lain belum ada, dan hukum internasional
belum dikenal. Pada saat itu semangat Nabi Muhammad saw. dan para pengikutnya
di kalangan orang-orang Arab yang telah masuk Islam begitu kuat. Tekad Nabi
Muhammad saw. untuk membangun tatanan hidup bersama sangat mantap dan
terdapat pada Piagam Madinah adalah sebagai berikut: Prinsip Musyawarah, Prinsip
1. Prinsip Musyawarah
Prinsip ini tidak disebutkan secara tegas pada Piagam Madinah. Tetapi bila dipahami
mukmin itu satu, tidak dibenarkan seorang mukmin membuat peijanjian damai sendiri
tanpa mukmin yang lain dalam keadaan perang dijalan Allah, kecuali atas dasar
persamaan dan adil di antara mereka". Pada pasal 17 di atas ada kata bila orang
mukmin handak mengadakan perdamaian hams ada da sar persamaan dan adil di
antara mereka, mengandung konotasi bahwa untuk mengadakan perda maian itu hams
disepakati dan diterima bersama. Hal ini tentu saja hanya bisa dicapai melalui suatu
prosedur yaitu musyawarah di antara mereka 12. Musyawarah dapat diartikan sebagai
suatu fomm tukar menukar pikiran, gagasan ataupun ide. termasuk saran-saran yang
diajukan dalam memecahkan sesuatu masalah sebelum tiba pada suatu pengambilan
keputusan. Dilihat dari sudut kenegaraan, maka musyawarah adalah suatu prinsip
kepentingan umum atau rakyat. Sebagai suatu prinsip konstitusional, maka dalam
nomokrasi Islam musyawarah berfungsi sebagai "rem" atau pencegah kekuasaan yang
absolut dari seorang penguasa atau kepala negara 13 . Prinsip musyawarah ini sesuai
dengan al-Qur'an surah Ali Imran, ayat 159 yang artinya: "... dan bermuyawarahlah
engkau hai Muhammad dengan mereka dalam setiap urusan kemasyarakatan" (Q.S. Ali
Imran:159). Nabi tidak pernah memecah kan masalah yang menyangkut kepentingan
umum seorang diri. la adalah orang yang paling banyak melakukan musyawarah
apabila menghadapi suatu masalah umat Islam. Pada masa Nabi, musyawa rah cukup
kegiatan, baik ibadat maupun muamalat da lam makna hal-hal yang berkaitan dengan
Rasulullah, yaitu Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali. Misalnya, masalah suksesi jabatan
yang pada umumnya ada lah pula para saliabat Rasul. Kemudian dalam sejarah Islam
Dewan Syura ini adalah pilihan rakyat dan dewan ini pula yang memilih ke pala
12
Pulungan, 1996: 208
13
Azhary, 1995:83
14
Azhary, 1995:85
suatu lembaga pemerintahan yang dise but dewan perwakilan atau apapun namanya
yang sesuai dengan kebutuhan pada suatu waktu dan tempat. Aplikasi musyawarah
2. Prinsip Keadilan
Prinsip ini mendapat posisi dalam Piagam Madinah yang dinyatakan secara tegas
Dalam pasal 2-10 dinyatakan bahwa orang-orang mukmin hams berlaku adil dalam
membayar diat dan menebus tawanan. Tidak boleh ada pihak yang dimgikan. Esensi
mereka tetap harmonis. Ini hanya bisa terwujud bila semua pihak merasakan adanya
keadilan 15. Pada al-Qufan ada beberapa ayat yang memerintahkan untuk berbuat adil,
diantaranya yaitu su rah al-Maidah ayat 8, yang artinya: "Hai orang-orang yang
beriman, hendaknya kamu menjadimanusia yang lurus karena AUah^ menjadi saksi
yang adil dan Janganlah kebencianmu terhadap satu kaum menyebabkan kamu tidak
adil. Bersikap adij karena adilitu lebih dekatkepada takwa dan bertakwalah kepada
Allah, karena sesungguhnya Allah sangat mengetahui se mua yangkamu lakukan. "
Dari ayat tersebut dapat dibentuk sekurangnya lima garis hukum yang berisi perintah
dan larangan Allah kepada manusia, yaitu: Pertama, perintah kepada orang-orang yang
beriman supaya menjadi manusia yang adil (dari perkataan al-qist) karena Allah. Garis
hukum ini mengandung makna bahwa setiap perbuatan yang adil dilakukan oleh
Kedua, Perintah kepada orangorang beriman supaya menjadi saksi adil. Artinya, dalam
Ketiga, larangan kepada ora ng-orang yang beriman untuk bersikap tidak adil, karena
15
Pulungan, 1996:223
motivasi imosional atau sentimen yang negatif (bend) kepada suatu kelompok
manusia. Secara a contrario ayat ini dapat ditafsirkan pula, ma nusia dilarang bersikap
tidak adil karena motivasi emosional yang positif, misalnya rasa sayang atau belas
kasihan kepada suatu kelompok atau seorang tertentu. Ringkasnya, setiap orang
beriman wajib menjadi saksi yang adil tanpa dipengamhi oleh sesuatu perasaan
supaya bersikap adil, karena adil lebih dekat kepada takwa. Garis hukum ini
mempakan penegasan dari garis hukum yang pertama dalam ayat ini. Disini
digambarkan bahwa sikap adil itu lebih dekat kepada tak wa. Artinya, orang yang
bersikap adil sudah menempatkan dirinya pada suatu posisi yang mendekati derajat
takwa. Sedangkan derajat takwa dalam doktrin Islam sebagaimana telah dijelaskan
merupakan suatu tolok ukur bagi kemuliaan manusia dalam pandangan Allah, karena
itu dalam garis hu kum. Kelima, manusia diperintahkan untuk bertakwa kepada Allah,
laranganNya. Prinsip keadilan dalam Islam mengandung konsep yang bernilai tinggi.
la tidak identik dengan ke adilan yang diciptakan manusia. Keadilan buatan manusia
mengangungkan manusia sebagai individu, sehingga manu sia menjadi titik sentral.
kedudukannya yang wajar baik sebagai individu maupun sebagai suatu "hamba Allah"
yang nilainya ditentukan oleh hubungannya dengan Allah dengan sesama manusia
sendiri (Q.S. Ali Imran:112). Dalam doktrin Islam hanya Allah yang menempati posisi
yang sentral. Karena itu keadilan dalam humanisme Islam selalu bersifat teosentrik,
artinya bertumpu dan berpusat kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Kuasa.
Deng an demikian konsep keadilan da lam Islam memiliki kelebihan yang tidak
Prinsip persamaan pada Piagam Madinah dapat dilihat pada pasal 16 yaitu : "Dan
bahwa orang yahudi yang mengikuti kami akan memperoleh hak perlindungan dan
hak persamaan tanpa ada penganiayaan dan tidak ada yang membantu musuh
mereka". Sedangkan pada pasal 46 Piagam Madinah berbunyi: "Dan bahwa Yahudi al-
Aus, sekutu mereka dan diri (jiwa) mereka memper oleh hak seperti apa yang terdapat
bagi pemilik shahifah ini serta memperoleh perlakuan yang baik dari pemilik shahifah
ini. Prinsip persamaan dalam Is lam mengandung aspek luas. la mencakup persamaan
dalam segala bidang kehidupan. Persamaan itu meliputi bidang hukum, politik,
ekonomi, sosial dan Iain-lain. Per samaan dalam bidang hukum memberikan jaminan
akan perlakuan dan perlindungan hukum yang sama terhadap semua orang tanpa
memandang kedudukannya. apakah ia dari kalangan rakyat biasa atau dari kelompok
elit. Prinsip ini telah ditegakkan oleh Nabi Muhammad saw. Sebagai Kepala Negara
Madinah, ketika ada sementara pihak yang menghindari dispensasi karena tersangka
berasal dari kelompok elit. Prinsip persamaan ini dalam Islam didasarkan pada al-
Qur'an surah al-Hujarat ayat 13, yang artinya: "Hai manusia, sesungguhnya kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang orang yang paling
takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal."
kepada Nabi dengan mengeluarkan perkataan yang tidak pantas di hadapan Kepala
Negara Madinah. Para sahabat sudah tidak dapat menahan perasaan mereka. Tetapi
Nabi bersabda: "Biarkanlah ia bicara, karena ia berhak untuk itu". Peristiwa ini
hak kepada orang Yahudi itu. Masih ada contoh-contoh lain dari kalangan bukan elit
menduduki jabatan-jabatan umum. Beberapa nama yang tadinya dikenal sebagai
sahaya, dalam masa Pemerintahan Islam mereka menduduki jabatan penting, misalnya
Zaid bin Haritsah pernah menjabat sebagai Panglima, dan Usamah, puteranya pemah
menjabat sebagai Gubernur. Pengalaman dalam sejarah Is lam ini dapat dikatakan
merupakan fakta atau kenyataan yang memperkuat pendirian bahwa dalam Islam
Dalam Nomokrasi Islam hak-hak asasi manusia bukan hanya diakui tetapi juga
dilindungi sepenuhnya. Karena itu, dalam hubungan ini ada dua prinsip yang sangat
penting yaitu prinsip pengakuan hak-hak asasi manusia dan prinsip perlindungan
terhadap hak-hak tersebut16. Prinsip pengakuan dan perlin dungan terhadap HAM ini
terdapat dalam al-Qur'an antara lain dalam surah al-Isra ayat 70, yang artinya: Dan
darat dan di laut serta Kami anugerahi mereka rezeki yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempuma dan pada kebanyakan makhluk
yang telah Kami ciptakan." Tentang martabat manusia berkaitan erat dengan karamah
atau kemuliaan yang dikaruniakan Allah kepadanya. Manusia diciptakan Allah dengan
Manusia memiliki atribut atau perlengkapan fisik dan rohani tersendiri yang tidak
terdapat pada makhluk-makhluk lainnya. Salah satu ciri yang memberikan marta bat
dan kemuliaan kepada manu sia itu ialah kemampuan manusia untuk berpikir dan
menggunakan akalnya sebagai suatu atribut yang hanya dimiliki manusia. Dengan
struktur fisik dan rohani yang seperti itu, manusia secara fitrah atau naluri memiliki
martabat dan kemuliaan yang hams diakui dan dilindungi. Salah satu prinsip
pengakuan dan perlindungan yang berkaitan dengan martabat manusia itu telah
16
(Azhary, 1995: 94)
digariskan dalam al-Qur'an, yang artinya : "Dan janganlah kamu membunuh nyawa
yang diharamkan Allah kecuali dengan suatu alasan yang benar Q-S. al-Isra : 33).
Dalam nomokrasi Islam, hakim memiliki kedudukan yang bebas dari pengaruh
Ketika Mu'adz bin Jabal diangkat oleh Nabi sebagai hakim di Yaman, Nabi sebagai
"Dengan apa kau akan mengadili sesuatu perkara?" Jawab Mu'adz: "Dengan alQur'an".
Tanya Nabi: "Kalau di dalamnya tidak engkau jumpai sesuatu ketentuan hukum?".
Jawab Mu'adz: "Dengan Sunnah Rasulullah". Tanya Nabi lagi: "Kalau didalamnya juga
tiada sesuatu keten tuan hukum?" Jawab Mu'adz: "Saya akan berijtihad dengan
menggunakan akal pikiransaya". Nabi membenarkan pendirian Mu'adz bin Jabal itu.
Dengan demikian, suatu putusan hakim yang didasarkan pada ijtihadnya dapat
merupakan sumber ketiga dalam hukum Islam. Prinsip peradilan bebas dalam
nomokrasi Islam tidak boleh bertentangan dengan tujuan hukum Islam, jiwa al-Qur'an
dan Sunnah. Dalam melaksanakan prinsip per adilan bebas hakim wajib
ditangannya adalah pula suatu amanah dari rakyat kepadanya yang wajib ia pelOiara
bermusyawarah dengan para koleganya agar dapat dicapai suatu putusanyang seadil-
adilnya. Putusan yang adil merupakan tujuan utama dari kekuasaan kehakiman yang
bebas.
penting dalam perjalanan hidup Nabi Muhammad saw. dan kaum muslimim,
Islam adalah hukum bersifat devine (Illahiyyah ) artinya telah ada sebelum manusia
dan ditentukan oleh Allah sebagai pedoman kehidupan manusia 17. Prinsip ini berbeda
dengan hukum sekuler18 yang menegaskan bahwa hukum itu dibuat oleh dan berasal
dari masyarakat yang bersangkutan19. Dalam Islam hukum menempati posisi penting
bahkan amat sentral, begitu sentralnya sehingga seringkali dikatakan bahwa Islam
identic dengan hukum (Islam is The Law)20. Pentingnya posisi hukum ini diperkuat
dengan kandungan Piagam Madinah yang sarat dengan aturan aturan yang harus
dipatuhi oleh penduduk yang kemudian dikenal dengan konstitusi resmi Negeri
Nahl 90-93
QS An Nahl ayat 90, dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan Tafsir Surah An-Nahl Ayat 90
Allah swt memerintahkan kaum Muslimin untuk berbuat adil dalam semua aspek
Adil berarti mewujudkan kesamaan dan keseimbangan di antara hak dan kewajiban.
Hak asasi tidak boleh dikurangi disebabkan adanya kewajiban. Ayat ini termasuk ayat
yang sangat luas dalam pengertiannya. Ibnu Mas’µd berkata: “Dan ayat paling luas
lingkupnya dalam Al-Qur’an tentang kebaikan dan kejahatan ialah ayat dalam Surah
An-Nahl (yang artinya): “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan
17
Seyyed Hossein Nasr “The Shariah Devine Law – Social and Human Norm” dalam Ideals and Realities of Islam
(London : Allen & Unwin, 1985)
18
Untuk perbandingan itu baca antara lain Amin Ahsan Islahi, Islamic Law : Concept and Codification (Lahore:
Islamic Publications, 1989) terutama Bab1, 11-12, JND.
19
Untuk gambaran masyarakat sekuler , baca Harvey Cox, The Secular City(New York: The Macmillan Company,
1965) dan diskusi atas materi buku tersebut dapat dibaca pada Daniel Callahan, ed. The Secular City Debate (New
York: The Macmillan Company, 1966)
20
Hicks, “Fuqaha and Islamic Law.” 2
berbuat kebajikan”. (Riwayat Bukhari dari Ibnu Mas’ud dalam kitab al-Adab al-
Mufrad).
Dalam Tafsir Al Lubab Quraish Shihab juga dikemukakan sekelumit yang dapat
hamba-Nya untuk berlaku adil dalam sikap, ucapan, dan tindakan, walau terhadap diri
sendiri. Juga menganjurkan berbuat ihsan, yakni yang lebih utama dari pada keadilan
dan juga pemberian apa pun yang dibutuhkan dan sepanjang kemampuan, lagi dengan
tulus kepada kaum kerabat. Di sisi lain. Allah melarang segala macam dosa, lebih-lebih
perbuatan keji yang amat dicela oleh agama dan akal sehat, seperti zina dan
homoseksual atau sekarang yang sedang viral yaitu kasus LGBT di Indonesia yang mau
dilegalkan. Demikian juga kemungkaran, yakni hal-hal yang bertentangan dengan adat
istiadat yang sesuai dengan nilai-nilal agama, dan melarang Juga penganiayaan, yakni
segala sesuatu yang melampaui batas. kewajaran. Demikian Allah memberi pengajaran
dan bimbingan. menyangkut segala aspek kebajikan agar manusia selalu ingat dan
mengambil pelajaran yang berharga21. Di era modern ini, akhlak yang seharusnya
diperhatikan lagi, karena kebanyakan masyarakat memiliki karakter budaya kota yang
cenderung serba cepat, tergesa-gesa, materialistis dan penuh dengan persaingan yang
tidak sehat. Dalam surat An-Nahl ayat 90 terdapat beberapa akhlak yang perlu bahkan
harus diaplikasikan dalam kehidupan serta akhlak yang harus ditinggalkan dan dapat
a. Akhlak Terpuji : Sikap adil, ihsan, memberi bantuan kepada kerabat dan menepati
Penerapannya dapat dimulai dari diri sendiri baru diterapkan kepada orang lain
21
Tafsir al-Lubab, M Quraish Shihab, Makna Tujuan dan Pelajaran dari Surah-Surah Al Qur’an. Lentera Hati, Jilid 2
Hlmn, 187-190
dengan cara membiasakan sikap-sikap tersebut dalam aktivitas sehari-hari, selalu
contoh sikap tersebut di hadapan orang lain. Ketika seseorang sudah terbiasa
dengan sikap terpuji di atas, sudah pasti sikap tersebut akan menjadi bagian dari
hidupnya atau menjadi kepribadian dalam dirinya. Jika seseorang sudah mampu
kehidupannya akan terasa tenang, tenteram dan bermanfaat bagi diri sendiri
b. Akhlak Tercela : Dalam surat An-Nahl ayat 90 terdapat beberapa larangan bagi
harus dihindari oleh manusia karena dapat menimbulkan keburukan bagi dirinya
dan juga orang lain. Cara menghindari perilaku keji, mungkar dan permusuhan
buruk yang dilakukan akan berdampak pada pelakunya itu sendiri baik di dunia
menimbulkan hati tidak tenang, menyadari bahwa setiap perbuatan baik dan buruk
kita di dunia akan dicatat dan dipertanggungjawabkan di akhirat, serta ketika ingin
mengucapkan sesuatu kita harus menyadari apakah perkataan yang kita ucapkan
baik dan benar atau tidak, apalagi kalau itu menyangkut sumpah atas nama Allah
SWT.
pada pembentukkan akhlak mulia pada diri sendiri untuk mewujudkan habluminallah,
akhirat.
2) Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam Q.S An-Nahl ayat 90
berdasarkan pendapat para Mufassir diantaranya; berlaku adil dalam semua aspek
berlaku adil, berbuat baik, silaturrahim, menjauhi perbuatan keji dan munkar serta
menjauhi permusuhan untuk mencapai tujuan Pendidikan Islam yang tertinggi yakni
berakhlak mulia.
4) QS An Nahl ini Allah memerintahkan umat Islam berlaku adil dan ihsan serta memberi hak
kepada kerabat. Allah SWT juga melarang perilaku keji, mungkar dan permusuhan.
juga diikuti tindakan pencegahan. Berlaku adil, berbuat baik diiringi dengan menjauhi
6) Allah juga memerintahkan umat Islam untuk memenuhi janji. Sumpah atau janji
sebagaimana telah diteguhkan ketika ruh ditiupkan di jasad calon manusia. Janji
kepada sesama berarti janji apapun kepada sesama manusia harus ditepati. Apalagi
sumpah dan janji itu diteguhkan atas nama Allah swt. Allah swt memberi
perumpamaan kain yang sudah bagus, dipintal dalam waktu yang lama dan kerja
keras, lalu kain itu diurai lagi hingga cerai berai. Hal ini
tentu menyusahkan diri jika dipintal kembali. Begitulah janji yang tidak ditepati. Allah
swt juga melarang janji sebagai alat tipu dan alat perusak. Banyak orang bersumpah
untuk meyakinkan pihak lain, namun sering dilanggar sendiri, sehingga merusak
hubungan. Demikianlah sumpah dan janji mempunyai potensi sebagai alat penipu
daya. Dan karenanya Allah swt menjadikannya sebagai ujian bagi manusia. Kelak Allah
Sebagai kitab suci yang menjadi pilar utama bangunan hukum, Al‐Qur’an merupakan
kitab suci universal dan berlaku sepanjang zaman dan tidak terbatas lokus tertentu. Inilah
cakupan pesannya yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat 22 . Memang harus diakui
bahwa Al‐Qur’an hanya sedikit menyajikan tentang hukum sehingga sangat naif untuk
kesadaran bahwa Al‐Qur’an dalam merespon berbagai problem, hanya menyajikan kaidah‐
kaidah universal yang harus terus diaktualisasikan oleh para pembacanya. Hikmah yang
terkandung dibalik respon Al‐Qur’an secara global ini adalah keistimewaan syariat Islam
yang sangat fleksibel dan mencakup seluruh lapisan masyarakat yang melintasi setiap
psikologis yang dihadapi manusia. Selain itu, hal ini dimaksudkan untuk merenungkan
segala persoalan yang menimpa masyarakatnya. Oleh sebab itu, pemahaman terhadap Al‐
Qur’an harus sesuai dengan prinsip‐prinsip, metode‐metode dan penerapan hukum dalam
masyarakat.23
Berkaitan dengan penegakan hukum yang berjalan saat ini, membuat perasaan
resah dan gelisah dengan adanya asas praduga tidak bersalah. Orang yang
22
Umar Shihab, Kontekstualitas Al‐Qur’an: kajian Tematik atas Ayat‐Ayat Hukum dalam Al‐Qur’an (Jakarta:
Penamadani, 2005), hlm. 4.
23
Ibid., hlm: 206.
ditahan, sebelum seseorang itu terbukti salah atau tidaknya. Dengan begitu, adanya
kejadian salah tangkap dalam penegakan hukum masih sering terjadi di tingkat
aparat Kepolisian.
Kesadaran hukum di masyarakat saat ini dinilai sangat kurang. Ketika seseorang
melakukan tindakan kejahatan dan melaporkan kepada Polisi atas segala perbuatan
undangan yang dibuat oleh lembaga yang berwenang, dirasa masih belum
hukum itu sendiri, masih belum bisa benar-benar menerapkan peraturan yang
sudah ditetapkan. Bahkan, masih sering dijumpai oknum aparat penegak hukum
E. Kesimpulan
negara barat sebenarnya sudah lama dlkenal dalam Islam dan bahkan sudah
modern adalah Piagam Madinah. Piagam ini dibuat atas dasar persetujuan
Madinah tak lama setelah ia hijrah dari Mekkah ke Yatsrib, nama kota Madinah
Bebas
didik pada pembentukkan akhlak mulia pada diri sendiri untuk mewujudkan
menjauhi permusuhan.
berlaku adil, berbuat baik, silaturrahim, menjauhi perbuatan keji dan munkar
7. QS An Nahl 90-93 ini Allah memerintahkan umat Islam berlaku adil dan ihsan serta
memberi hak kepada kerabat. Allah SWT juga melarang perilaku keji, mungkar dan
permusuhan.
8. Penyandingan perintah dan larangan mengandung pesan bahwa perbuatan
baik juga diikuti tindakan pencegahan. Berlaku adil, berbuat baik diiringi
9. Allah juga memerintahkan umat Islam untuk memenuhi janji. Sumpah atau
jasad calon manusia. Janji kepada sesama berarti janji apapun kepada sesama
manusia harus ditepati. Apalagi sumpah dan janji itu diteguhkan atas nama
Allah swt. Allah swt memberi perumpamaan kain yang sudah bagus, dipintal
dalam waktu yang lama dan kerja keras, lalu kain itu diurai lagi hingga cerai
berai. Hal ini tentu menyusahkan diri jika dipintal kembali. Begitulah janji yang
tidak ditepati. Allah swt juga melarang janji sebagai alat tipu dan alat perusak.
mempunyai potensi sebagai alat penipu daya. Dan karenanya Allah swt
menjadikannya sebagai ujian bagi manusia. Kelak Allah swt akan menjelaskan
di hari kiamat.
10. Kesadaran hukum di masyarakat saat ini dinilai sangat kurang. Ketika
segala perbuatan yang dilakukannya, tindakan ini sudah jarang kita temui.
hukum sebagai pelaksana hukum itu sendiri, masih belum bisa benar-benar
melanggar hukum.
Daftar Pustaka
Taufiq Adnan Amal dan Syamsurizal Panggabean, Tafsir Kontekstual Al‐ Qur’an,
(Bandung: Mizan, 1989),
Hal ini adalah keyakinan kaum muslimin. Beberapa sarjana Barat memperselisihkan hal
ini dan mencoba menunjukkan bahwa Al‐Qur’an yang dimiliki sekarang ini adalah satu
versi dari teks yang asli, jelasnya lihat misalnya dalam Jhon Burton, The Collecitonof Al‐
Qur’an (Cambridge: Cambridge University Press, 1977) seperti dikutip oleh Abdullah
Ahmed An‐Na’im, Dekonstruksi Syari’ah, Wacana Kebebasan Sipil HAM dan
Hubungan Internasional dalam Islam terj. Ahmad Suaedy (Yogyakarta : LkiS, 2001),
Said Aqil Al‐Munawar dkk. Islam Humanis,Islam dan Persoalan Kepemimpinan,
Pluralitas, Lingkungan hidup, Supremasi Hukum dan Masyarakat Marginal, (Jakarta:
PT Moyo Segoro Agung, 2001),
Ibnu Manzhur, Lisan al‐Arab, Juz 15, (Kairo: Dar al‐Mishriyyah, tt)
Jalaluddin al‐Mahalli, Syarh ‘ala Matanil Jam’il Jawami’, Juz 1, (Beirut: Darul Fikr, tt)
Abu Zahrah, Ushul Fiqh, (Beirut: Darul Fikr, t.t),
Hasanuddin AF, Anatomi al‐Quran Perbedaan Qiraat dan Pengaruhnya Terhadap
Instinbath Hukum Dalam al‐Quran, (Jakarta: Rajawali Press, 1995)
Muhammad Syahrur, Al‐Kitab wal Qur’an, (Beirut: Syirkah al‐Maudhu’ah lit Tauzi’,
2000)
Umar Shihab, Kontekstualitas Al‐Qur’an: kajian Tematik atas Ayat‐Ayat Hukum dalam
Al‐Qur’an (Jakarta: Penamadani, 2005)
Ibid.
Tafsir al-Lubab, M Quraish Shihab, Makna Tujuan dan Pelajaran dari Surah-Surah Al
Qur’an. Lentera Hati, Jilid 2
Pulungan, 1996: 208
Azhary, 1995
Seyyed Hossein Nasr “The Shariah Devine Law – Social and Human Norm” dalam
Ideals and Realities of Islam (London : Allen & Unwin, 1985)
Untuk perbandingan itu baca antara lain Amin Ahsan Islahi, Islamic Law : Concept and
Codification (Lahore: Islamic Publications, 1989) terutama Bab1, 11-12, JND.
Untuk gambaran masyarakat sekuler , baca Harvey Cox, The Secular City(New York:
The Macmillan Company, 1965) dan diskusi atas materi buku tersebut dapat dibaca
pada Daniel Callahan, ed. The Secular City Debate (New York: The Macmillan
Company, 1966)
Hicks, “Fuqaha and Islamic Law.” 2
Daftar Pustaka
‘Abdul Fattah al-Khâlidî, Dr. Shalâh (pentahqiq). 2017, Tafsir Ibnu Katsir: Tahdzib wa Tartib (jilid 6). terj.
Dr. Engkos Kosasi, Lc., M.Ag (dkk). Jakarta: Maghfirah Pustaka