ABSTRAC
This study aims to discuss the models of educational supervision. The use of the
supervision model in carrying out supervision becomes a reference or supervision
guideline so that its implementation is in accordance with educational problems to
achieve an educational goal efficiently and effectively and to increase teacher
performance in professionalism. There are four models of supervision, namely
conventional models, scientific models, artistic models, and also clinical models.
Conventional models are models that are used traditionally and in practice seem to be
spying. The scientific model is the model used in accordance with scientific research
procedures by obtaining data through questionnaires or student interviews. The artistic
model is a model that is used in partnership by giving full attention and building
relationships with teachers so that teachers feel supported and feel accepted. The
clinical model is the process of helping teachers reduce the gap between real teaching
behavior and ideal teaching behavior. Clinical supervision is a mentoring process in
education that aims to assist the professional development of teachers in the
introduction of teaching through observation and data analysis in an objective and
thorough manner as a basis for efforts to change teacher teaching behavior.
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting dan sangat berperan dalam
meningkatkan kemajuan dan perkembangan manusia serta perkembangan bangsa.
Kemajuan dalam bidang pendidikan akan menentukan kualitas sumber daya manusia
serta kualitas bangsa kearah yang lebih baik dan maju. Peningkatan kualitas pendidikan
tidaklah mudah dan membutuhkan waktu yang panjang dan memerlukan banyak
keterlibatan dari berbagai komponen dan elemen. Dan semua komponen dan elemen
tersebut harus mendapatkan pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan agar
terciptanya mutu pendidikan yang berkualitas.
Guru memegang peranan penting dan sangat besar dalam hal peningkatan mutu
kualitas pendidikan. Untuk menciptakan mutu pendidikan yang berkualitas maka guru
harus memiliki empat kompetensi guru. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen, pada pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa:
“Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional
yang diperoleh melalui pendidikan profesi”1
METODE
1
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/40266/uu-no-14-tahun-2005 diakses pada 25 Oktober 2022
pada pukul 19.00
2
Sohiron, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Pekanbaru: Kreasi Edukasi, 2015), 54.
3
Dr. Muhammad Kristiawan, M.Pd., Dr. Yuyun Yuniarsih, S.Pd., M.Pd., Dr. Happy Fitria, M.Pd., Nola
Refika S.Pd., Supervisi Pendidikan, (Bandung: ALFABETA, 2019), 3.
Metode penelitian merupakan suatu cara yang harus dilakukan oleh peneliti
penelitian dengan tujuan memecahkan masalah atau mencari jawaban terhadap suatu
masalah.4
Adapun jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah kualitatif. Hasil
penelitian ini lebih menekankan makna dari pada generalisasi.5 Penelitian ini adalah
penelitian pustaka (library research), yaitu mengumpulkan data dari bahan tertulis
Metode ini juga menggunakan metode analisis konten yaitu metode yang
ditujukan untuk menjelaskan suatu masalah yang bersifat teoritik secara filisofis dan
normatif berdasarkan isi atau materi yang terdapat dalam berbagai literatur atau teks.
Sehingga perlu di perhatikan bahwa inferensi dalam analisis ini bersifat kontekstual,
karena konteks yang berbeda dapat menghasilkan inferensi yang berbeda pula. 7
Model supervisi dari berasal dari dua kata model dan supervisi. Model berasal
dari kata Bahasa Inggris Modle yang bermakna bentuk atau kerangka sebuah konsep,
atau pola. Harjanto (2006) mengartikan model sebagai kerangka konseptual yang
digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan suatu kegiatan. Dalam
pengertian lain “model” juga diartikan sebagai barang atau benda tiruan dari benda
sesungguhnya, misalnya “globe” merupakan bentuk dari bumi.
4
A. Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 8.
5
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: ALFABETA, 2006), 10.
6
Sutritsno Hadi, Metodologi Research 1, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi Universitas
Gajah Mada Yogyakarta, 1987), 19.
7
D. Zuchdi, Panduan Penelitian Analisis Konten, (Yogyakarta: Lembaga Penelitian IKIP Yogyakarta,
1993), 2.
yang dijadikan titik tolak pengembangan model lanjut dalam artian lebih rumit dan
dalam artian lebih baru. Raulerson (dalam Harjanto, 2006) mengartikan model diartikan
sebagai "a set of parts united by some form of interaction" (artinya: suatu perangkat dari
bagian-bagian yang diikat atau dipersatukan oleh beberapa bentuk hubungan saling
mempengaruhi).8
Model adalah representasi dari suatu objek, benda, atau ide-ide dalam bentuk
yang disederhanakan dari kondisi atau fenomena alam. Model berisi informasi-
informasi tentang suatu fenomena yang dibuat dengan tujuan untuk mempelajari
fenomena sistem yang sebenarnya. Model dapat merupakan tiruan dari suatu benda,
sistem atau kejadian yang sesungguhnya yang hanya berisi informasi- informasi yang
dianggap penting untuk ditelaah.
Kata supervisi berasal dari bahasa Inggris “supervision” yang terdiridari dua
kata “super” dan “vision”. Super berarti atas atau lebih, sedangkan vision berarti melihat
atau meninjau. Supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk
membantu guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka
secara efektif. Secara semantik menurut Willes dalam Jasmani supervisi adalah bantuan
pengembangan situasi belajar mengajar agar lebih baik. Menurut Depdiknas dalam
Jasmani supervisi adalah pembinaan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah agar
mereka dapat meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar yang
lebih baik.9
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa model supervisi adalah pola atau ragam
yang digunakan supervisor untuk melaksanakan kegiatan supervisi dalam bidang
pendidikan.
Menurut Sahertian model supervisi pendidikan itu terdiri dari empat model yang
keempatnya tersebut berbeda penggunaan dengan kata lain pada penggunaan model-
model ini harus sesuai dengan masalah satuan pendidikan agar dalam kinerja yang
dilakukan sebisa mungkin akan efisien dan efektif.
8
Sarliaji Cayaray, Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa, Universitas Pendidikan Indonesia,
2014
9
Direktorat Tenaga Kependidikan, Metode dan Teknik Supervisi, 2008, 1.
1. Model Supervisi Konvensional (Tradisional)
Model supervisi konvensional adalah model yang diterapkan pada wilayah yang
tradisi dan kultur masyarakat otoriter dan feodal. Pada wilayah ini cenderung
melahirkan penguasa yang otokrat dan korektif.10
Seorang supervisor dipahami sebagai orang yang memiliki power untuk
mementukan nasib guru. Karenanya, dalam perspektif behavior, seorang yang
menerapkan model ini selalu menampakkan perilaku atau aksi supervisi dalam
bentuk inspeksi untuk mencari kesalahari dan menemukan kesalahan bahkan sering
kali memata-matai objek, yaitu guru Perilaku memata-matai ini disebut dengan
istilah snoopervision (memata-matai) atau juga sering disebut sebagai supervisi
korektif.
Bila diamati lebih mendalam, praktik supervisi konvensional bersifat
kontradiktif dengan makna dan tujuan supervisi yaitu membimbing kepala sekolah
dan meningkatkan kineria dan meningkatkan profesional mereka dalam pekerjaan
mereka.
Bila diamati lebih mendalam, praktik supervisi konvensional bersifat
kontradiktif dengan makna dan tujuan supervisi, yaitu membimbing kepala sekolah
dan guru guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan professional mereka dalam
melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai pimpinan dan pendidik di sekolah.
Memata-matai dan mencari kesalahan dalam konteks membimbing guru
cenderung melahirkan inflikası negatif terhadap perilaku itu sendiri. Wajar jika
kemudian para guru merasa tidak puas, takut, menjauh, tidak akrab, acuh tak acuh.
benci, bahkan menantang ( agresif) dan malas berjumpa dengan supervisor di
sekolahnya. Perasaan perasaan yang demikian ini akan memunculkan image yang
kurang baik bagi supervisor itu sendiri Padahal kepala sekolah, guru dan supervisor
adalah partner dalam memajukan pendidikan.
Praktek mencari kesalahan dan menekan bawahan ini masih tampak sampai saat
ini. Para pengawas datang ke sekolah dan menanyakan mana satuan pelajaran. Ini
salah dan seharusnya begini. Praktek-praktek supervisi seperti ini adalah cara
memberi supervisi yang konvensional. Ini bukan berarti bahwa tidak boleh
menunjukkan kesalahan. Masalahnya ialah bagaimana cara kita
10
Muhammad Edi Suharsongko, Perkembangan Supervisi Pendidikan, Alasma, Jurnal Media Informasi
dan Komunikasi Ilmiah, 17.
mengkomunikasikan apa yang dimaksudkan sehingga para guru menyadari bahwa
dia harus memperbaiki kesalahan. Para guru akan dengan senang hati melihat dan
menerima bahwa ada yang harus diperbaiki. Caranya harus secara taktis pedagogis
atau dengan perkataan lain, memakai bahasa penerimaan bukan bahasa penolakan.
2. Model Supervisi Ilmiah
Model supervisi Scientific (ilmiah) dalam supervisi pengajaran berhubungan erat
dengan pengupayaan efektifitas pengajaran. Dalam pendekatan ilmiah, pengajaran
dipandang sebagai ilmu atau science. Oleh karena itu maka perbaikan pengajaran
dapat dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah.
Supervisi pengajaran dengan pendekatan ilmiah, indikator keberhasilan
mengajar dilihat dari komponen-komponen pembelajaran, variabel-variabel proses
belajar-mengajar. Sehingga pusat perhatian pendekatan ilmiah lebih ditekankan
pada pengembangan komponen pembelajaran secara keseluruhan.
Pendekatan ilmiah supervisi pengajaran dipengaruhi oleh aliran scientific
management, yang menekankan organisasi memiliki satu struktur hierarki dan
bekerja dengan cara-cara yang logis, sistematis, dan rasional.11
Supervisi ilmiah terkait erat dengan pembinaan guru dengan peningkatan
efektifitas pengajaran. Efektivitas pembelajaran seringkali diukur dengan
tercapainya tujuan, atau dapat pula diartikan sebagai ketepatan dalam mengelola
suatu situasi, atau “doing the right things”. Pengertian ini mengandung ciri:
bersistem (sistematik), yaitu dilakukan secara teratur atau berurutan melalui tahap
perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan penyempurnaan, sensitif terhadap
kebutuhan, kejelasan akan tujuan dan karena itu dapat dihimpun usaha untuk
mencapainya, bertolak dari kemampuan atau kekuatan mereka yang bersangkutan
(peserta didik, pendidik, masyarakat dan pemerintah). Indikator keberhasilan
mengajar model ini ilihat dari komponen pembelajaran, variabel-variabel proses
belajar mengajar. Sehingga pusat perhatian pendekatan ilmiah lebih ditekankan pada
pengembangan komponen pembelajaran secara keseluruhan.
Tujuan supervisi ilmiah adalah sebagai upaya untuk membantu perkembangan
murid melalui pengembangan guru. Karena supervisi berkaitan dengan seluruh anak
(dan seluruh guru) atasan (kepala sekolah) harus mengenali dan memberikan tempat
11
Dr. Hj. Ratu Vina Rohmatika, M.Pd, Model Supervisi Klinis Terpadu Untuk Peningkatan Kinerja
Guru, (Yogyakarta: Idea Press, 2018), 52
yang benar untuk kreativitas, kerja sama, dan demokratis. Tidak ada pertentangan
antara konsep pengawasan kreatif, kooperatif, demokratis, dan ilmiah.
Ada dua aspek yang perlu diperhatikan untuk pengembangan supervisi dengan
pendekatan ilmiah, yakni:
1) Pengembangan teknik diagnostik
2) Pertumbuhan guru melalui pemikiran ilmiah informal. 12
Model supervisi ilmiah adalah sebuah model supervisi yang digunakan oleh
supervisor untuk menjaring data atau informasi dan menilai kinerja kepala sekolah
dan guru dengan cara menyebarkan angket. Supervisi yang bersifat ilmiah memiliki
ciri- ciri sebagai berikut:
Dengan menggunakan merit rating, skala penilaian atau checklist lalu para
siswa atau mahasiswa menilai proses kegiatan belajar-mengajar guru/dosen di
kelas. Hasil penelitian diberikan kepada guru-guru sebagai balikan terhadap
penampilan mengajar guru pada cawu atau semester yang lalu. Data ini tidak
berbicara kepada guru dan guru yang mengadakan perbaikan. Penggunaan alat
perekam data ini berhubungan erat dengan penelitian. Walaupun demikian, hasil
12
Said Suhil Achmad, Profesi Kependidikan, Kegiatan 7, 142.
perekam data secara ilmiah belum merupakan jaminan untuk melaksanakan
supervisi yang lebih manusiawi.13
13
Luk-Luk Nur Mufidah, M.Pd.I, Supervisi Pendidikan, (Yogyakarta: Sukses Offset, 2009), 31
14
Dr. Hj. Ratu Vina Rohmatika, M.Pd, Model Supervisi Klinis Terpadu Untuk Peningkatan Kinerja
Guru, (Yogyakarta: Idea Press, 2018), 53
15
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Panduan Supervisi Pembelajaran di Sekolah Dasar, 2016, 9.
konstribusi ide pemikiran, memutuskan dan menetapkan bagaimana seharusnya
mengelola sekolah yang baik dan guru mengajar dengan baik untuk sama-sama
berusaha meningkatkan mutu pendidikan.16
Pada praktiknya, model supervisi artistik ini mempunyai beberapa ciri khusus
yang harus diperhatikan oleh supervisor sebagai berikut.
a) Memerlukan perhatian khusus agar lebih banyak mendengarkan daripada
berbicara.
b) Memerlukan tingkat perhatian yang cukup dan keahlian yang khusus untuk
memahami apa yang dibutuhkan oleh orang.
c) Mengutamakan sumbangan yang unik dari guru-guru untuk
mengembangkan pendidikan bagi generasi muda.
d) Memerlukan laporan yang menunjukan bahwa dialog antara supervisor
dengan yang disupervisi dilaksanakan atas dasar kepemimpinan dari kedua
belah pihak.
e) Memerlukan kemampuan berbahasa tentang cara mengungkapkan apa yang
dimilikinya terhadap orang lain.
f) Memerlukan kemampuan berbahasa tentang cara mengungkapkan apa yang
dimilikinya terhadap orang lain.
g) Memerlukan kemampuan untuk menafsirkan makna dari peristiwa yang
diungkapkan sehingga memperoleh pengalaman dan mengapresiasi dari apa
yang dipelajarinya.
h) Menujukkan fakta bahwa sensivitas dan pengalaman merupakan instrument
utama yang digunakan sehingga situasi pendidikan itu diterima dan
bermakna bagi orang disupervisi.17
16
Rofiq Faudy Akbar, Model Supervisi Artistik-Religious Humanistik Kepala MTs Al Kautsar, Quality,
Volume 3, No. 1, 2016, 79-80
17
Sahertian, Piet A.Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber
Daya Manusia. (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2000), 57
maka supervisor harus dapat menguatkan nilai-nilai tersebut agar meningkatkan
kualitas pendidikan.
Sisi apresiasif dari supervisi yang dimaksud sebagai hal yang berkaitan
dengan pendidikan adalah separuh bagian. Apresiasi dapat dilakukan sendiri,
dan tentunya tidal perlu dibagi lagi agar dapat dilakukan secara utuh. Meskipun
demikian, suka dan duka pribadi, walaupun signifikan bagi yang mengalami,
perlu dipublikasikan agar berguna bagi yang lain. Bagian lain dari sisi apresiasif
ini disebut kritik pendidikan. Kritik yang dimaksud disini adalah penampilan
dalam bahasa artistik yang dialami seseorang sehingga dapat membantu guru
dan orrang-orang yang peduli dengan sekolah. Funsi kritik yang dikeluarkan
oleh supervisor adalah untuk membantu orang lain menghargai apa yang biasa
terjadi. Para supervisor dapat melakukan hal ini dengan mengembangkan level
yang lebih tinggi dalam pendidikan sejak dalam proses supervisi terdapat bahan
kritik yang dikemas dalam bahasa ekspresif dan artistik.
Ada delapan ciri yang muncul dari pendekatan artistik untuk supervisi
yaitu sebagai berikut.
18
Grant, J., Schofield, Margot J, and Crawford,Sarah. 2012. Managing Difficulties in Supervision:
Supervisors’ Perspectives. Journal of Counseling Psychology, 59 (4) : 528 –541
19
Piet A. Sahertian dan Frans Mahateru, Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1982), 58
4. Mengevaluasi guru untuk kepentingan promosi jabatan dan keputusan
lainnya.
5. Membantu guru mengembangkan satu sikap positif terhadap pengembangan
profesional yang berkesinambungan.20
20
Ibrahim Bafadal, Supervisi Pengajaran: Teori dan Aplikasinya Dalam Membina Profesional Guru,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 90
21
Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992),
91
KESIMPULAN
Model supervisi dari berasal dari dua kata model dan supervisi. Model berasal
dari kata Bahasa Inggris Modle yang bermakna bentuk atau kerangka sebuah konsep,
atau pola. Harjanto (2006) mengartikan model sebagai kerangka konseptual yang
digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan suatu kegiatan. Dalam
pengertian lain “model” juga diartikan sebagai barang atau benda tiruan dari benda
sesungguhnya, misalnya “globe” merupakan bentuk dari bumi.
Model adalah representasi dari suatu objek, benda, atau ide-ide dalam bentuk
yang disederhanakan dari kondisi atau fenomena alam. Model berisi informasi-
informasi tentang suatu fenomena yang dibuat dengan tujuan untuk mempelajari
fenomena sistem yang sebenarnya. Model dapat merupakan tiruan dari suatu benda,
sistem atau kejadian yang sesungguhnya yang hanya berisi informasi- informasi yang
dianggap penting untuk ditelaah.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa model supervisi adalah pola atau ragam
yang digunakan supervisor untuk melaksanakan kegiatan supervisi dalam bidang
pendidikan.