Anda di halaman 1dari 17

MODEL-MODEL SUPERVISI

NurAzizah Fatiati1 dan Rikkotunnisa2


1
Jurusan manajemen pendidikan – Institut PTIQ Jakarta
(fatiatinurazizah@gmail.com)
2
Jurusan manajemen pendidikan – Institut PTIQ Jakarta
(Rikkotunnisa2518@gmail.com)
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk membahas tentang model-model supervisi


pendidikan. Penggunaan model supervisi dalam melaksanakan supervisi menjadi acuan
atau pedoman supervisi agar pelaksanaannya sesuai dengan masalah pendidikan untuk
tercapainya suatu tujuan pendidikan secara efesien dan efektif dan meningkatnya kinerja
guru dalam profesionalitasnya. Adapun model-model supervisi itu ada empat yaitu
model konvensional, model ilmiah, model artistik, dan juga model klinis. Model
konvensional yaitu model yang digunakan secara tradisional dan pada pelaksanaannya
terkesan memata-matai. Model ilmiah yaitu model yang digunakan sesuai dengan
prosedur penilitian ilmiah dengan mendapatkan data melalui angket atau wawancara
peserta didik. Model artistik yaitu model yang digunakan secara kemitraan dengan
memberikan perhatian penuh dan membangun relasi terhadap guru sehingga guru
merasa mendapat dukungan dan merasa diterima. Model klinis yaitu proses membantu
guru-guru memperkecil kesenjangan antara tingkah laku mengajar yang nyata dengan
tingkah laku mengajar yang ideal. Supervisi klinis adalah proses pembimbingan dalam
pendidikan yang bertujuan membantu pengembangan profesional guru dalam
pengenalan mengajar melalui observasi dan analisis data secara objektif, teliti sebagai
dasar untuk usaha mengubah perilaku mengajar guru.

Kata Kunci: Model, Supervisi, Pembinaan, Profesionalitas

ABSTRAC

This study aims to discuss the models of educational supervision. The use of the
supervision model in carrying out supervision becomes a reference or supervision
guideline so that its implementation is in accordance with educational problems to
achieve an educational goal efficiently and effectively and to increase teacher
performance in professionalism. There are four models of supervision, namely
conventional models, scientific models, artistic models, and also clinical models.
Conventional models are models that are used traditionally and in practice seem to be
spying. The scientific model is the model used in accordance with scientific research
procedures by obtaining data through questionnaires or student interviews. The artistic
model is a model that is used in partnership by giving full attention and building
relationships with teachers so that teachers feel supported and feel accepted. The
clinical model is the process of helping teachers reduce the gap between real teaching
behavior and ideal teaching behavior. Clinical supervision is a mentoring process in
education that aims to assist the professional development of teachers in the
introduction of teaching through observation and data analysis in an objective and
thorough manner as a basis for efforts to change teacher teaching behavior.

Keywords: Model, Supervision, Coaching, Professionalism

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting dan sangat berperan dalam
meningkatkan kemajuan dan perkembangan manusia serta perkembangan bangsa.
Kemajuan dalam bidang pendidikan akan menentukan kualitas sumber daya manusia
serta kualitas bangsa kearah yang lebih baik dan maju. Peningkatan kualitas pendidikan
tidaklah mudah dan membutuhkan waktu yang panjang dan memerlukan banyak
keterlibatan dari berbagai komponen dan elemen. Dan semua komponen dan elemen
tersebut harus mendapatkan pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan agar
terciptanya mutu pendidikan yang berkualitas.

Guru memegang peranan penting dan sangat besar dalam hal peningkatan mutu
kualitas pendidikan. Untuk menciptakan mutu pendidikan yang berkualitas maka guru
harus memiliki empat kompetensi guru. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen, pada pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa:
“Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional
yang diperoleh melalui pendidikan profesi”1

Kualitas kinerja guru sangat menentukan kualitas pembelajaran di kelas. Oleh


sebab itu maka peningkatan kemampuan dan etos kerja guru dalam pelaksanaan
pembelajaran perlu ditingkatkan secara kontinue. Peningkatan yang efektif apabila
dilaksanakan sendiri oleh guru dengan penuh semangat dan kerja keras. Walau
demikian guru masih memerlukan bantuan dari orang lain yang lebih menguasai jenis
prosedur dan teknik memperoleh berbagai sumber yang diperlukan dalam usaha
meningkatkan kemampuan dan etos kerja mereka.2

Sekolah sebagai lembaga yang diserahi tugas dan tanggung jawab


mempersiapkan generasi penerus perlu terlebih dahulu berbenah diri, antara lain
membekali guru-guru dengan pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan untuk
memperlancar tugas mereka sebagai guru. Salah satu cara yang dianggap efektif untuk
meningkatkan kemampuan profesional guru adalah melalui supervisi.

Supervisi pendidikan atau yang lebih dikenal dengan pengawasan pendidikan


memiliki konsep dasar yang saling berhubungan. Dalam konsep dasar supervisi
pendidikan dijelaskan beberapa dasar-dasar tentang konsep supervisi pendidikan itu
sendiri. 3
Dalam melaksanakan sebuah supervisi maka diperlukan penggunaan model-
model supervisi yang sesuai dengan kondisi zaman. Penggunaan model supervisi tidak
sama dari waktu ke waktu, layaknya sebuah pendidikan yang kian berkembang maka
penggunaan model supervisi juga kian berkembang sesuai dengan dinamika pendidikan
dan masayarakat serta ilmu pengetahuan yang berkembang saat itu.

METODE
1
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/40266/uu-no-14-tahun-2005 diakses pada 25 Oktober 2022
pada pukul 19.00
2
Sohiron, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Pekanbaru: Kreasi Edukasi, 2015), 54.
3
Dr. Muhammad Kristiawan, M.Pd., Dr. Yuyun Yuniarsih, S.Pd., M.Pd., Dr. Happy Fitria, M.Pd., Nola
Refika S.Pd., Supervisi Pendidikan, (Bandung: ALFABETA, 2019), 3.
Metode penelitian merupakan suatu cara yang harus dilakukan oleh peneliti

melalui serangkaian prosedur dan tahapan dalam melaksanakan serangkaian kegiatan

penelitian dengan tujuan memecahkan masalah atau mencari jawaban terhadap suatu

masalah.4

Adapun jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah kualitatif. Hasil

penelitian ini lebih menekankan makna dari pada generalisasi.5 Penelitian ini adalah

penelitian pustaka (library research), yaitu mengumpulkan data dari bahan tertulis

(teori-teori) yang berkaitan dengan pokok masalah yang dibahas.6

Metode ini juga menggunakan metode analisis konten yaitu metode yang

ditujukan untuk menjelaskan suatu masalah yang bersifat teoritik secara filisofis dan

normatif berdasarkan isi atau materi yang terdapat dalam berbagai literatur atau teks.

Sehingga perlu di perhatikan bahwa inferensi dalam analisis ini bersifat kontekstual,

karena konteks yang berbeda dapat menghasilkan inferensi yang berbeda pula. 7

Pengertian Model Supervisi

Model supervisi dari berasal dari dua kata model dan supervisi. Model berasal
dari kata Bahasa Inggris Modle yang bermakna bentuk atau kerangka sebuah konsep,
atau pola. Harjanto (2006) mengartikan model sebagai kerangka konseptual yang
digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan suatu kegiatan. Dalam
pengertian lain “model” juga diartikan sebagai barang atau benda tiruan dari benda
sesungguhnya, misalnya “globe” merupakan bentuk dari bumi.

Dalam uraian selanjutnya istilah "model" digunakan untuk menunjukkan


pengertian pertama sebagai kerangka proses pemikiran. Sedangkan "model dasar"
dipakai untuk menunjukkan model yang "generik" yang berarti umum dan mendasar

4
A. Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 8.
5
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: ALFABETA, 2006), 10.
6
Sutritsno Hadi, Metodologi Research 1, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi Universitas
Gajah Mada Yogyakarta, 1987), 19.
7
D. Zuchdi, Panduan Penelitian Analisis Konten, (Yogyakarta: Lembaga Penelitian IKIP Yogyakarta,
1993), 2.
yang dijadikan titik tolak pengembangan model lanjut dalam artian lebih rumit dan
dalam artian lebih baru. Raulerson (dalam Harjanto, 2006) mengartikan model diartikan
sebagai "a set of parts united by some form of interaction" (artinya: suatu perangkat dari
bagian-bagian yang diikat atau dipersatukan oleh beberapa bentuk hubungan saling
mempengaruhi).8

Model adalah representasi dari suatu objek, benda, atau ide-ide dalam bentuk
yang disederhanakan dari kondisi atau fenomena alam. Model berisi informasi-
informasi tentang suatu fenomena yang dibuat dengan tujuan untuk mempelajari
fenomena sistem yang sebenarnya. Model dapat merupakan tiruan dari suatu benda,
sistem atau kejadian yang sesungguhnya yang hanya berisi informasi- informasi yang
dianggap penting untuk ditelaah.

Kata supervisi berasal dari bahasa Inggris “supervision” yang terdiridari dua
kata “super” dan “vision”. Super berarti atas atau lebih, sedangkan vision berarti melihat
atau meninjau. Supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk
membantu guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka
secara efektif. Secara semantik menurut Willes dalam Jasmani supervisi adalah bantuan
pengembangan situasi belajar mengajar agar lebih baik. Menurut Depdiknas dalam
Jasmani supervisi adalah pembinaan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah agar
mereka dapat meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar yang
lebih baik.9

Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa model supervisi adalah pola atau ragam
yang digunakan supervisor untuk melaksanakan kegiatan supervisi dalam bidang
pendidikan.

Model-Model Supervisi Pendidikan

Menurut Sahertian model supervisi pendidikan itu terdiri dari empat model yang
keempatnya tersebut berbeda penggunaan dengan kata lain pada penggunaan model-
model ini harus sesuai dengan masalah satuan pendidikan agar dalam kinerja yang
dilakukan sebisa mungkin akan efisien dan efektif.

8
Sarliaji Cayaray, Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa, Universitas Pendidikan Indonesia,
2014
9
Direktorat Tenaga Kependidikan, Metode dan Teknik Supervisi, 2008, 1.
1. Model Supervisi Konvensional (Tradisional)
Model supervisi konvensional adalah model yang diterapkan pada wilayah yang
tradisi dan kultur masyarakat otoriter dan feodal. Pada wilayah ini cenderung
melahirkan penguasa yang otokrat dan korektif.10
Seorang supervisor dipahami sebagai orang yang memiliki power untuk
mementukan nasib guru. Karenanya, dalam perspektif behavior, seorang yang
menerapkan model ini selalu menampakkan perilaku atau aksi supervisi dalam
bentuk inspeksi untuk mencari kesalahari dan menemukan kesalahan bahkan sering
kali memata-matai objek, yaitu guru Perilaku memata-matai ini disebut dengan
istilah snoopervision (memata-matai) atau juga sering disebut sebagai supervisi
korektif.
Bila diamati lebih mendalam, praktik supervisi konvensional bersifat
kontradiktif dengan makna dan tujuan supervisi yaitu membimbing kepala sekolah
dan meningkatkan kineria dan meningkatkan profesional mereka dalam pekerjaan
mereka.
Bila diamati lebih mendalam, praktik supervisi konvensional bersifat
kontradiktif dengan makna dan tujuan supervisi, yaitu membimbing kepala sekolah
dan guru guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan professional mereka dalam
melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai pimpinan dan pendidik di sekolah.
Memata-matai dan mencari kesalahan dalam konteks membimbing guru
cenderung melahirkan inflikası negatif terhadap perilaku itu sendiri. Wajar jika
kemudian para guru merasa tidak puas, takut, menjauh, tidak akrab, acuh tak acuh.
benci, bahkan menantang ( agresif) dan malas berjumpa dengan supervisor di
sekolahnya. Perasaan perasaan yang demikian ini akan memunculkan image yang
kurang baik bagi supervisor itu sendiri Padahal kepala sekolah, guru dan supervisor
adalah partner dalam memajukan pendidikan.
Praktek mencari kesalahan dan menekan bawahan ini masih tampak sampai saat
ini. Para pengawas datang ke sekolah dan menanyakan mana satuan pelajaran. Ini
salah dan seharusnya begini. Praktek-praktek supervisi seperti ini adalah cara
memberi supervisi yang konvensional. Ini bukan berarti bahwa tidak boleh
menunjukkan kesalahan. Masalahnya ialah bagaimana cara kita
10
Muhammad Edi Suharsongko, Perkembangan Supervisi Pendidikan, Alasma, Jurnal Media Informasi
dan Komunikasi Ilmiah, 17.
mengkomunikasikan apa yang dimaksudkan sehingga para guru menyadari bahwa
dia harus memperbaiki kesalahan. Para guru akan dengan senang hati melihat dan
menerima bahwa ada yang harus diperbaiki. Caranya harus secara taktis pedagogis
atau dengan perkataan lain, memakai bahasa penerimaan bukan bahasa penolakan.
2. Model Supervisi Ilmiah
Model supervisi Scientific (ilmiah) dalam supervisi pengajaran berhubungan erat
dengan pengupayaan efektifitas pengajaran. Dalam pendekatan ilmiah, pengajaran
dipandang sebagai ilmu atau science. Oleh karena itu maka perbaikan pengajaran
dapat dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah.
Supervisi pengajaran dengan pendekatan ilmiah, indikator keberhasilan
mengajar dilihat dari komponen-komponen pembelajaran, variabel-variabel proses
belajar-mengajar. Sehingga pusat perhatian pendekatan ilmiah lebih ditekankan
pada pengembangan komponen pembelajaran secara keseluruhan.
Pendekatan ilmiah supervisi pengajaran dipengaruhi oleh aliran scientific
management, yang menekankan organisasi memiliki satu struktur hierarki dan
bekerja dengan cara-cara yang logis, sistematis, dan rasional.11
Supervisi ilmiah terkait erat dengan pembinaan guru dengan peningkatan
efektifitas pengajaran. Efektivitas pembelajaran seringkali diukur dengan
tercapainya tujuan, atau dapat pula diartikan sebagai ketepatan dalam mengelola
suatu situasi, atau “doing the right things”. Pengertian ini mengandung ciri:
bersistem (sistematik), yaitu dilakukan secara teratur atau berurutan melalui tahap
perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan penyempurnaan, sensitif terhadap
kebutuhan, kejelasan akan tujuan dan karena itu dapat dihimpun usaha untuk
mencapainya, bertolak dari kemampuan atau kekuatan mereka yang bersangkutan
(peserta didik, pendidik, masyarakat dan pemerintah). Indikator keberhasilan
mengajar model ini ilihat dari komponen pembelajaran, variabel-variabel proses
belajar mengajar. Sehingga pusat perhatian pendekatan ilmiah lebih ditekankan pada
pengembangan komponen pembelajaran secara keseluruhan.
Tujuan supervisi ilmiah adalah sebagai upaya untuk membantu perkembangan
murid melalui pengembangan guru. Karena supervisi berkaitan dengan seluruh anak
(dan seluruh guru) atasan (kepala sekolah) harus mengenali dan memberikan tempat
11
Dr. Hj. Ratu Vina Rohmatika, M.Pd, Model Supervisi Klinis Terpadu Untuk Peningkatan Kinerja
Guru, (Yogyakarta: Idea Press, 2018), 52
yang benar untuk kreativitas, kerja sama, dan demokratis. Tidak ada pertentangan
antara konsep pengawasan kreatif, kooperatif, demokratis, dan ilmiah.
Ada dua aspek yang perlu diperhatikan untuk pengembangan supervisi dengan
pendekatan ilmiah, yakni:
1) Pengembangan teknik diagnostik
2) Pertumbuhan guru melalui pemikiran ilmiah informal. 12

Pertama-tama yang harus dilakukan adalah dengan melengkapi sarana untuk


menjaga pengajaran guru dan murid yang dekat dengan kebutuhan masing-masing
guru, murid di kelas, dan menekankan teknik kelompok seperti rapat guru,
demonstrasi kelompok, dan buletin. Yang kedua adalah dengan melengkapi
suplemen berharga dengan konsep sains sebagai badan pengetahuan terverifikasi
dengan mengenalkan konsep bahwa pengawasan yang baik adalah pemikiran yang
baik.

Model supervisi ilmiah adalah sebuah model supervisi yang digunakan oleh
supervisor untuk menjaring data atau informasi dan menilai kinerja kepala sekolah
dan guru dengan cara menyebarkan angket. Supervisi yang bersifat ilmiah memiliki
ciri- ciri sebagai berikut:

1. Dilaksanakan secara berencana dan berkelanjutan.


2. Sistematis dan menggunakan prosedur serta teknik tertentu.
3. Menggunakan instrumen pengumpulan data.
4. Ada data yang objektif yang diperoleh dari keadaan yang riil.

Dengan menggunakan merit rating, skala penilaian atau checklist lalu para
siswa atau mahasiswa menilai proses kegiatan belajar-mengajar guru/dosen di
kelas. Hasil penelitian diberikan kepada guru-guru sebagai balikan terhadap
penampilan mengajar guru pada cawu atau semester yang lalu. Data ini tidak
berbicara kepada guru dan guru yang mengadakan perbaikan. Penggunaan alat
perekam data ini berhubungan erat dengan penelitian. Walaupun demikian, hasil

12
Said Suhil Achmad, Profesi Kependidikan, Kegiatan 7, 142.
perekam data secara ilmiah belum merupakan jaminan untuk melaksanakan
supervisi yang lebih manusiawi.13

3. Model Supervisi Artistik


Model supervisi artistik memiliki karakteristik yaitu memerlukan perhatian
mendengarkan, memerlukan keahlian khusus untuk memahami kebutuhan
seseorang, menuntut untuk memberikan perhatian lebih banyak terhadap proses
kehidupan kelas yang diobservasi sepanjang waktu tertentu, dan memerlukan
laporan yang menunjukan bahwa dialog supervisor dan guru yang disupervisi.
Supervisor yang mengembangkan model artistik akan menampakkan dirinya dalam
relasi dengan guru-guru yang dibimbing sedemikian baiknya sehingga para guru
merasa diterima. Adanya perasaan aman dan dorongan positif untuk berusaha lebih
maju. Sikap seperti mau belajar mendengarkan perasaan orang lain, mengerti orang
lain dengan problema-problema yang dikemukakan, menerima orang lain
sebagaimana adanya, sehingga orang dapat menjadi dirinya sendiri. 14
Mengajar adalah suatu pengetahuan (knowledge), mengajar itu suatu
keterampilan (skill), tapi mengajar juga suatu kiat (art). Sejalan dengan tugas
mengajar supervisi juga sebagai kegiatan mendidik dapat dikatakan bahwa supervisi
adalah suatu pengetahuan, suatu keterampilan dan juga suatu kiat.
Supervisi model artistik ini mendasarkan diri menyangkut bekerja untuk orang
lain (working for the others), bekerja dengan orang lain (working with the others),
bekerja melalui orang lain (working through the others). Dalam hubungan bekerja
dengan orang lain maka suatu rantai hubungan kemanusiaan adalah unsur utama.
Hubungan manusia dapat tercipta bila ada kerelaan untuk menerima orang lain
sebagaimana adanya. Hubungan itu dapat tercipta bila ada unsur kepercayaan.
Saling percaya saling mengerti, saling menghormati, saling mengakui, saling
menerima seseorang sebagaimana adanya. Hubungan tampak melalui pengungkapan
bahasa, yaitu supervisi lebih banyak. 15
Supervisor dalam model supervisi artistik ini ingin menjadikan kepala sekolah,
guru, dan staf sekolah menjadi dirinya sendiri, diajak bekerja sama, saling tukar dan

13
Luk-Luk Nur Mufidah, M.Pd.I, Supervisi Pendidikan, (Yogyakarta: Sukses Offset, 2009), 31
14
Dr. Hj. Ratu Vina Rohmatika, M.Pd, Model Supervisi Klinis Terpadu Untuk Peningkatan Kinerja
Guru, (Yogyakarta: Idea Press, 2018), 53
15
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Panduan Supervisi Pembelajaran di Sekolah Dasar, 2016, 9.
konstribusi ide pemikiran, memutuskan dan menetapkan bagaimana seharusnya
mengelola sekolah yang baik dan guru mengajar dengan baik untuk sama-sama
berusaha meningkatkan mutu pendidikan.16
Pada praktiknya, model supervisi artistik ini mempunyai beberapa ciri khusus
yang harus diperhatikan oleh supervisor sebagai berikut.
a) Memerlukan perhatian khusus agar lebih banyak mendengarkan daripada
berbicara.
b) Memerlukan tingkat perhatian yang cukup dan keahlian yang khusus untuk
memahami apa yang dibutuhkan oleh orang.
c) Mengutamakan sumbangan yang unik dari guru-guru untuk
mengembangkan pendidikan bagi generasi muda.
d) Memerlukan laporan yang menunjukan bahwa dialog antara supervisor
dengan yang disupervisi dilaksanakan atas dasar kepemimpinan dari kedua
belah pihak.
e) Memerlukan kemampuan berbahasa tentang cara mengungkapkan apa yang
dimilikinya terhadap orang lain.
f) Memerlukan kemampuan berbahasa tentang cara mengungkapkan apa yang
dimilikinya terhadap orang lain.
g) Memerlukan kemampuan untuk menafsirkan makna dari peristiwa yang
diungkapkan sehingga memperoleh pengalaman dan mengapresiasi dari apa
yang dipelajarinya.
h) Menujukkan fakta bahwa sensivitas dan pengalaman merupakan instrument
utama yang digunakan sehingga situasi pendidikan itu diterima dan
bermakna bagi orang disupervisi.17

Pada sisi apresiasif, pendekatan artistik untuk supervisi berfungsi ganda


yaitu mencari apresiasi terhadap keseluruhan kualitas penampilan termasuk
kualitas-kualitas bagaian-bagian penyusunnya dan mencoba mengaperesiasi
karakter penampilan yang berbeda. Pendekatan ini bertujuan unutuk mengetahui
keunikan dan perbedaan dari tiap-tiap guru. Setelah ditemukan nilai-nilai khusus

16
Rofiq Faudy Akbar, Model Supervisi Artistik-Religious Humanistik Kepala MTs Al Kautsar, Quality,
Volume 3, No. 1, 2016, 79-80
17
Sahertian, Piet A.Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber
Daya Manusia. (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2000), 57
maka supervisor harus dapat menguatkan nilai-nilai tersebut agar meningkatkan
kualitas pendidikan.

Sebuah pendekatan artistik untuk supervisi akan memperhatikan karakter


ekspresif dari apa yang dilakukan guru dan siswa, pesan-pesan yang berisi
tindakan-tindakan eksplisit yang mereka lakukan. Hal tersebut dapat dimengerti
dari pengalaman yang dimiliki para siswa dan guru, dan tidal mudah untuk
menjelaskan dan merincikan tindakan-tindakan yang mereka lakukan. Sebuah
kondisi memiliki arti bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya dan bagaimana
tindakan-tindakan dalam suatu situasi tercipta atau memberi suatu arti. Hal ini
tentunya merupakan fenomena yang menarik yang dapat diamati melalui
pendekatan artistik supervisi. Tentunya akan menjadi lebih hebat lagi jika
supervisor juga membangun situasi secara artistik.

Sisi apresiasif dari supervisi yang dimaksud sebagai hal yang berkaitan
dengan pendidikan adalah separuh bagian. Apresiasi dapat dilakukan sendiri,
dan tentunya tidal perlu dibagi lagi agar dapat dilakukan secara utuh. Meskipun
demikian, suka dan duka pribadi, walaupun signifikan bagi yang mengalami,
perlu dipublikasikan agar berguna bagi yang lain. Bagian lain dari sisi apresiasif
ini disebut kritik pendidikan. Kritik yang dimaksud disini adalah penampilan
dalam bahasa artistik yang dialami seseorang sehingga dapat membantu guru
dan orrang-orang yang peduli dengan sekolah. Funsi kritik yang dikeluarkan
oleh supervisor adalah untuk membantu orang lain menghargai apa yang biasa
terjadi. Para supervisor dapat melakukan hal ini dengan mengembangkan level
yang lebih tinggi dalam pendidikan sejak dalam proses supervisi terdapat bahan
kritik yang dikemas dalam bahasa ekspresif dan artistik.

Kemampuan untuk melihat situasi adalah penting untuk supervisi. Salah


satu aturan dari supervisor adalah untuk mengkondisikan orang-orang
memegang aspek-aspek dari situasi yang mungkin mendapat penghargaan.
Kebiasaan yang mungkin membuat respon otomatis dan menambah tindakan
yang efisien, dan pada saat yang sama sepertinya mengaburkan sesuatu yang
karakteristiknya penting. Banyak guru yang telah mengajar 10 atau 20 tahun
tetapi tidak melihat ke dalam kelas yang mereka miliki. Melihat ke dalam kelas
sama pentingnya dengan kemampuan menggambarkan dan mengartikan apa
yang telah dilihat dan dihargai oleh nilai-nilai pendidikan.

Aspek penghargaan dan evaluasi pada kritik pendidikan menjadi tujuan


penting dalam penggambaran dan kebermaknaan pendidikan. Pendidikan yang
telah signifikan dalam prakteknya tidak dapat dibatasi melalui tes statistik
seperti tes-tes yang berupa pertanyaan yang berhubungan dengan bobot dari
pertanyaan-pertanyaan. Pengkritik pendidikan dan supervisor yang
menggunakan pendekatan artistik dalam supervisi diwajibkan untuk memberi
nilai dari apa yang telah dilihat dengan menerapkannya pada pendidikan. Hal ini
tentunya bukanlah sesuatu yang mudah dan sederhana. Melakukan hal ini secara
lengkap, pengkritik membutuhkan kesadaran bermacam-macam cara dimana
sifat-sifat pendidikan dapat diperlihatkan sehingga penghargaan yang diberikan
benar-benar patut dan layak diberikan. Seseorang butuh mengenali kualitas unik
dari pembelajaran dan cara-cara khusus dimana kelas sangat mempengaruhi
perkembangan pendidikan siswa.

Ada delapan ciri yang muncul dari pendekatan artistik untuk supervisi
yaitu sebagai berikut.

1) Pendekatan artistik untuk supervisi membutuhkan perhatian untuk


karakter dari kejadian yang ekspresif, tidak mudah untuk makna
harafiah.
2) Pendekatan artistik pada supervisi membutuhkan level pendidikan yang
tinggi, kemampuan untuk melihat apakah sudah signifikan
3) Pendekatan artistik pada supervisi menghargai kontribusi unik dari guru
untuk perkembangan pendidikan dimana kontribusi-kontribusi para guru
adalah sama antara satu dengan yang lain.
4) Pendekatan artistik pada supervisi meminta perhatian dari proses
kehidupan kelas dan proses ini dobservasi pada suatu waktu sehingga
kejadian yang signifikan ditempatkan dalam konteks sementara.
5) Pendekatan artistik pada supervisi membutuhkan hubungan yang
dibangun antara supervisor dan yang diawasi sehingga dapat dibangun
dialog dan ditumbuhkan kepercayaan di antara keduanya.
6) Pendekatan artistik pada supervisi membutuhkan kemampuan untuk
menggunakan bahasa dan memanfaatkan potensinya untuk membuat
publik berkarakter ekspresif terhadap apa yang dilihat.
7) Pendekatan artistik pada supervisi membutuhkan kemampuan untuk
mengartikan makna dari kejadian-kejadian yang terjadi pada orang yang
berpengalaman dan mampu menghargai pentingnya pendidikan.
8) Pendekatan artistik pada supervisi menerima kenyataan bahwa
supervisor sebagai individu dengan kekuatannya, sensitivitasnya dan
pengalamannya adalah “alat” penting untuk menafsirkan dan
mengartikan situasi pendidikan. 18
4. Model Supervisi Klinis
Supervisi klinis adalah proses membantu guru-guru memperkecil
kesenjangan antara tingkah laku mengajar yang nyata dengan tingkah laku
mengajar yang ideal. Supervisi klinis adalah proses pembimbingan dalam
pendidikan yang bertujuan membantu pengembangan profesional guru dalam
pengenalan mengajar melalui observasi dan analisis data secara objektif, teliti
sebagai dasar untuk usaha mengubah perilaku mengajar guru. Model supervisi
klinis difokuskan pada peningkatan proses pembelajaran dengan menggunakan
siklus yang sistematis. Konsep dasar supervisi klinis adalah kolegial,
kolaboratif, memiliki keterampilan layanan dan prilaku etis. 19
Tujuan supervisi klinis adalah untuk membantu memodifikasi pola-pola
pembelajaran agar mencapai keefektifan. Menurut Acheson dan Gall, tujuan
supervisi klinis adalah meningkatkan proses pembelajaran yang dikelola guru di
kelas. Tujuan ini dirinci ke dalam tujuan yang lebih spesifik, yaitu:
1. Menyediakan umpan balik yang obyektif terhadap guru, mengenai
pengajaran yang dilaksanakan.
2. Mendiagnosis dan membantu memecahkan masalah-masalah pengajaran.
3. Membantu guru mengembangkan keterampilannya menggunakan strategi
pengajaran.

18
Grant, J., Schofield, Margot J, and Crawford,Sarah. 2012. Managing Difficulties in Supervision:
Supervisors’ Perspectives. Journal of Counseling Psychology, 59 (4) : 528 –541
19
Piet A. Sahertian dan Frans Mahateru, Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1982), 58
4. Mengevaluasi guru untuk kepentingan promosi jabatan dan keputusan
lainnya.
5. Membantu guru mengembangkan satu sikap positif terhadap pengembangan
profesional yang berkesinambungan.20

Untuk mengetahui lebih jelas bagaimana pelaksanaan supervisi klinis itu,


maka supervisor perlu memahami benar-benar ciri-ciri supervisi klinis ditinjau
dari segi pelaksanaannya menurut La Sulo sebagai berikut:

a. Bimbingan supervisor kepada guru/calon guru bersifat bantuan, bukan


perintah atau instruksi.
b. Jenis keterampilan yang akan disupervisi diusulkan oleh guru atau calon
guru yang akan disupervisi, dan disepakati melalui pengkajianbersama
antara guru dan supervisor.
c. Meskipun guru/calon guru mempergunakan berbagai keterampilan mengajar
secara terintegrasi, sasaran supervisi hanya pada beberapa keterampilan
tertentu saja.
d. Instrumen supervisi dikembangkan dan disepakati bersama antara supervisor
dan guru.
e. Supervisor lebih banyak bertanya dan mendengarkan daripada memerintah
atau mengarahkan.
f. Supervisi berlangsung dalam suasana intim dan terbuka.
g. Supervisi berlangsung dalam siklus yang meliputi perencanaan, observasi,
dan diskusi/pertemuan balikan.
h. Supervisi klinis dapat dipergunakan untuk pembentukan atau peningkatan
dan perbaikan keteramplan mengajar.21

20
Ibrahim Bafadal, Supervisi Pengajaran: Teori dan Aplikasinya Dalam Membina Profesional Guru,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 90
21
Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992),
91
KESIMPULAN

Model supervisi dari berasal dari dua kata model dan supervisi. Model berasal
dari kata Bahasa Inggris Modle yang bermakna bentuk atau kerangka sebuah konsep,
atau pola. Harjanto (2006) mengartikan model sebagai kerangka konseptual yang
digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan suatu kegiatan. Dalam
pengertian lain “model” juga diartikan sebagai barang atau benda tiruan dari benda
sesungguhnya, misalnya “globe” merupakan bentuk dari bumi.

Model adalah representasi dari suatu objek, benda, atau ide-ide dalam bentuk
yang disederhanakan dari kondisi atau fenomena alam. Model berisi informasi-
informasi tentang suatu fenomena yang dibuat dengan tujuan untuk mempelajari
fenomena sistem yang sebenarnya. Model dapat merupakan tiruan dari suatu benda,
sistem atau kejadian yang sesungguhnya yang hanya berisi informasi- informasi yang
dianggap penting untuk ditelaah.

Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa model supervisi adalah pola atau ragam
yang digunakan supervisor untuk melaksanakan kegiatan supervisi dalam bidang
pendidikan.

Model-Model Supervisi Pendidikan

1. Model Supervisi Konvensional (Tradisional)


2. Model Supervisi Ilmiah
3. Model Supervisi Artistik
4. Model Supervisi Klinis
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S. S. (n.d.). Model Supervisi. Profesi Kependidikan.


Akbar, R. F. (Volume 3 No. 1 2016). Model Supervisi Artistik-Religious Humanistik
Kepala MTs Al Kautsar. Quality, 79-80.
Bafadal, I. (2012). Supervisi Pengajaran: Teori dan Aplikasi Dalam Membina
Profesional Guru. Jakarta : Bumi Aksara.
Cayaray, S. (2014). Model Layanan Perpustakaan Luar Biasa. Universistas Pendidikan
Indonesia.
Dkk, A. S. (2016). Supervisi Pendidikan Islam. Yogyakarta: ASWAJA PRESSINDO.
Dr. Hj. Ratu Vina Rohmatika, M. (2018). Model Supervisi Klinis Terpadu Untuk
Peningkatan Kinerja Guru . Yogyakarta: Idea Press.
Dr. Muhammad Kristiawan, M. D. (2019). Supervisi Pendidikan. Bandung:
ALFABETA.
Grant J, S. M. (2012). Managing Difficulties in Supervision: Supervisors Perpectives.
Journal Of Counseling Psychology, 528-541.
Hadi, S. (1987). Metodologi Research 1. Yogyakarta: Yayasan Penerbut Fakultas
Psikologi Universitas Gajah Mada.
Kebudayaan, K. P. (2016). Panduan Supervisi Pembelajaran Di Sekolah Dasar.
Kependidikan, D. T. (2008). Metode dan Teknik Supervisi.
Luk-Luk Nur Mufidah, M. (2009). Supervisi Pendidikan. Yogyakarta: Sukses Offset.
Mahateru, P. A. (1982). Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan . Surabaya: Usaha
Nasional.
Prastowo, A. (2011). Memahami metode-Metode Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
Purwanto, N. (1992). Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Sahertian, P. A. (2000). Konsep Dasar dan Teknik Supervsisi Pendidikan dalam Rangka
Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Slameto. (Volume: 3, No. 2, Juli-Desember 2016). Supervisi Pendidikan Oleh
Pengawas. Kelola, 192-206.
Sohiron. (2015). Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Pekan Baru: Kreasi Edukasi.
Sugioyono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
ALFABETA.
Suharsongko, M. E. (n.d.). Perkembangan Supervisi Pendidikan. Alasma, 17-19.
Sulasmono, N. d. (Volume: 3, No. 1, Januari-Juni 2016). Pengembangan Model
Supervisi Akademik Teknik Mentoring Bagi Pembinaan Kompetensi Pedagogik
Guru Kelas. Kelola, 30-48.
Wahyono Saputro, M. P. (2014). Supervisi Pendidikan: Supervisi Pendidikan Dan
Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam. Palembang.
Zuchdi, D. (1993). Panduan Penelitian Analisis Konten. Yogyakarta: Lembaga
Penelitian IKIP Yogyakarta.
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/40266/uu-no-14-tahun-2005 diakses pada 25 Oktober
2022 pada pukul 19.00

Anda mungkin juga menyukai