Anda di halaman 1dari 5

Nama : Yezi Oktafiana

NIM : 18020774055
Jurusan : Pendidikan Bahasa Mandarin

1. Model Pengajaran Langsung (Direct Intruction)


Merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa dalam mempelajari
keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi
selangkah. Pendekatan mengajar ini sering disebut Model Pengajaran Langsung (Kardi dan
Nur, 2000:2). Arends (2001: 264) juga mengatakan hal yang sama yaitu :”A teaching model
that is aimed at helping student learn basic skills and knowledge that can be taught in a step-
by-step fashion. For our purposes here, the model is labeled the direct instruction model”.
Apabila guru menggunakan model pengajaran langsung ini, guru mempunyai tanggung jawab
untuk mengidentifikasi tujuan pembelajaran dan tanggung jawab yang besar terhadap
penstrukturan isi/materi atau keterampilan, menjelaskan kepada siswa,
pemodelan/mendemonstrasikan yang dikombinasikan dengan latihan, memberikan
kesempatan pada siswa untuk berlatih menerapkan konsep atau keterampilan yang telah
dipelajari serta memberikan umpan balik.
Secara empirik dilandasi oleh teori belajar yang berasal dari rumpun perilaku (behavior
family). Teori belajar perilaku menekankan pada perubahan perilaku sebagai hasil belajar
yang dapat diobservasi. Menurut teori ini, belajar bergantung pada pengalaman termasuk
pemberian umpan balik dari lingkungan. Prinsip penggunaan teori perilaku ini dalam belajar
adalah pemberian penguatan yang akan meningkatkan perilaku yang diharapkan. Penguatan
melalui umpan balik kepada siswa merupakan dasar praktis penggunaan teori ini dalam
pembelajaran.
Model pengajaran langsung ini dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa
yang berkaitan dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur
dengan baik, yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi
selangkah. Hal yang sama dikemukakan oleh Arends (1997:66) bahwa: “The direct
instruction model was specifically designed to promote student learning of procedural
knowledge and declarative knowledge that is well structured and can be taught in a step-by-
step fashion.” Lebih lanjut Arends (2001:265) menyatakan bahwa: ”Direct instruction is a
teacher-centered model that has five steps:establishing set, explanation and/or demonstration,
guided practice, feedback, and extended practicea direct instruction lesson requires careful
orchestration by the teacher and a learning environment that businesslike and task-oriented.”
Contoh Model Pengajaran Langsung (Direct Intruction):
Ketika guru ingin mengenalkan suatu bidang pembelajaran yang baru dan memberikan
garis besar pelajaran dengan mendefinisikan konsep-konsep kunci dan menunjukkan
keterkaitan di antara konsep-konsep tersebut. Ketika guru ingin mengajari siswa suatu
keterampilan atau prosedur yang memiliki struktur yang jelas dan pasti. Ketika guru ingin
memastikan bahwa siswa telah menguasai keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan
dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat pada siswa, misalnya penyelesaian masalah (problem
solving).
2. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL)
Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk
memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut
dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga
siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel da-pat diterapkan (ditransfer)
dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya. CTL merupakan suatu
konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep ini, hasil
pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung lebih
alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan
dari guru ke siswa.
Pembelajaran kontekstual dengan pendekatan konstruktivisme dipandang sebagai salah
satu strategi yang memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran berbasis kompetensi. Dengan lima
strategi pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning), yaitu relating,
experiencing, applying, cooperating, dan transferrini diharapkan peserta didik mampu
mencapai kompetensi secara maksimal. Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah
membantu siswa mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada
memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja ber-sama
untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesu-atu yang baru datang
dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang
dikelola dengan pendekatan kontekstual.
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan-nya dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidu-pan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh
komponen utama pembelaaran efektif, yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya
(questioning), menemukan (inquiri), masyarakat belajar (learning community), pemodelan
(modeling), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).
Contoh Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL):
1. Inquiry (Menemukan), yaitu melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua
topik. Siswa diminta untuk menangani sendiri permasalahan yang mereka hadapi ketika
berhadapan dengan dunia nyata.[6] Dalam pembelajaran ini terdapat proses perpindahan dari
pengamatan menjadi pemahaman serta siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir
kritis.
2. Questioning (Bertanya), yaitu mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan cara
bertanya. Melalui cara ini, siswa akan mampu menjadi pemikir yang handal dan mandiri.
Siswa dirangsang untuk mengembangkan idenya dan pengujian baru yang inovatif,
mengembangkan metode dan teknik untuk bertanya, bertukar pendapat dan berinteraksi.
[7]Dengan kegiatan bertanya ini , guru mendorong, membimbing dan menilai kemampuan
berpikir siswa.
3. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Menurut Ahli
Menurut Eggen dan Kauchak dalam Wardhani (2005), model pembelajaran merupakan
pedoman dalam bentuk program atau instruksi untuk strategi pengajaran yang dirancang agar
mencapai pembelajaran. Pedoman tersebut berisi tanggung jawab guru dalam merencanakan,
melaksanakan, serta mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran
yang dapat diterapkan oleh guru ialah model pembelajaran kooperatif.
Menurut Nur (2000), Seluruh model pembelajaran ditandai dengan adanya struktur tugas,
struktur tujuan dan struktur penghargaan. Struktur tugas, struktur tujuan dan struktur
penghargaan pada model pembelajaran kooperatif berbeda dengan struktur tugas, struktur
tujuan serta struktur penghargaan model pembelajaran yang lain. Tujuan model pembelajaran
kooperatif ialah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai
keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial.
Dalam pembelajaran kooperatif walaupun mencakup berbagai tujuan sosial, itu juga
meningkatkan prestasi siswa atau tugas akademik penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat
bahwa model ini lebih unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit. Para
pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur hadiah kooperatif telah
mampu meningkatkan nilai siswa dalam pembelajaran akademik dan perubahan norma yang
terkait dengan hasil pembelajaran. Tujuan lain dari model pembelajaran kooperatif adalah
penerimaan luas orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan
kecacatan. Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan bagi siswa dari berbagai latar
belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling ketergantungan pada tugas akademik dan
melalui struktur hadiah kooperatif akan belajar untuk saling menghormati.
Contoh Pembelajaran Kooperatif:
Guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa
mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa
bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak
kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Suatu
teknik pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang
bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi
tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. Terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen
dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan
bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada
anggota kelompok yang lain.
4. Model pembelajaran Quantum Teaching
Muncul dalam sebuah program percepatan yang dilakukan Learning Forum. Learning
Forum adalah sebuah perusahaan pendidikan internasional yang menekankan perkembangan
keterampilan akademis dan keterampilan pribadi (De Porter, 2005: 4). Dalam
Perkembanganya model Quantum Teaching banyak menjadi sumber kajian tentang
pengembangan pembelajaran baru yang menyenangkan. Menurut Sriudin (2010) Quantum
Teaching adalah badan ilmu pengetahuan dan metodologi yang digunakan dalam rancangan,
penyajian dan fasilitasi Super Camp. Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa model pembelajaran Quantum Teaching bersumber pada Quantum Learning yaitu
penggabungan teori-teori pendidikan terkemuka yang kemudian diuji cobakan kepada siswa-
siswa melalui program Super Camp. Hasil dari uji coba tersebut ternyata Quantum Teaching
meningkatkan kemampuan mereka dalam menguasai segala hal dalam kehidupan.
Quantum Teaching merupakan pengubahan belajar yang meriah, dengan segala
nuansanya. Quantum Teaching juga menyertakan segala kaitan, interaksi dan perbedaan yang
memaksimalkan momen belajar. Quantum Teaching berfokus pada hubungan dinamis dalam
lingkungan kelas, interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar (De Porter,
2005:3). Quantum adalah interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Quantum
Teaching adalah orkestrasi bermacam-macam interaksi yang ada didalam dan sekitar momen
belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang
mempengaruhi kesuksesan siswa. Interaksi-interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat
alamiah siswa menjadi lebih baik yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan orang lain
(De Porter, 2005: 5).
Contoh penerapan metode Quantum Teaching ini misalnya guru menyampaikan materi
ajar terlebih dahulu kemudian siswa diminta mengajukan sebuah pertanyaan tertulis yang
berkaitan dengan materi kemudian guru melempar pertanyaan tersebut kepada para siswa dan
berilah kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan tersebut. Setelah itu adakan
evalusi terhadap jawaban siswa. Contoh lainnya, guru mengajarkan tentang larangan
membuang sampah sembarangan. Guru dapat menggunakan media poster sebagai sarananya
lalu siswa di minta membuat poster tentang larangan membuang sampah sembarangan.
Selanjutnya poster tersebut ditempatkan di dinding samping. Dapat pula di bentuk kelompok
yang mana tiap kelompok tersebut membuat satu poster yang temanya berlainan dari
kelompok lain.
5. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Jodion Siburian, dkk dalam Panduan Materi Pembelajaran Model Pembelajaran
Sains (2010:174) sebagai berikut: Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning)
merupakan salah satu model pembelajaran yang berasosiasi dengan pembelajaran
kontekstual. Pembelajaran artinya dihadapkan pada suatu masalah, yang kemudian dengan
melalui pemecahan masalah, melalui masalah tersebut siswa belajar keterampil-keterampilan
yang lebih mendasar. Menurut Muslimin I dalam Boud dan Felleti (2000:7), Pembelajaran
berdasarkan masalah (problem based learning) adalah suatu pendekatan untuk
membelajarkan siswa untuk mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan
memecahkan masalah, belajar peranan orang dewasa yang otentik serta menjadi pelajar
mandiri. Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru
memberikan informasi yang sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi pembelajaran
berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan
berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang
dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata dan menjadi pembelajaran yang
mandiri.
Model pembelajaran berbasis masalah adalah sebuah model pembelajaran yang
dilakukan dengan adanya pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian
dilakukan pemecahan masalah oleh siswa yang diharapkan dapat menambah keterampilan
siswa dalam pencapaian materi pembelajaran. Bern dan Eriction (2001: 5) menegaskan
bahwa pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) merupakan strategi
pembelajaran yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dengan mengintegrasikan
berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu. Strategi ini meliputi
mengumpulkan dan menyatukan informasi, dan mempersentasikan penemuan. Strategi
pembelajaran menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk
belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemacahan masalah, serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensi dari mata pelajaran. Dalam hal ini siswa terlibat dalam
penyelidikan untuk memecahkan masalah yang mengintegrasikan keterampilan dan konsep
dari berbagai isi materi pelajaran. Strategi ini mencakup pengumpulkan informasi berkaitan
dengan pertanyaan, menyintesa, dan mempresentasikan penemuannya kepada orang lain.
Bern dan Erickson menegaskan bahwa pembelajaran berbasis masalah (problem-based
learning) merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa dalam memecahkan
masalah dengan mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin
ilmu. Strategi ini meliputi mengumpulkan informasi, dan mempresentasikan penemuan.[3]
Dalam penerapan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM). Dalam penerpn strategi
ini guru memeberikan kesempatan kepada siswa untuk menetapkan topik masalah, walaupun
sebenarnya guru sudah mempersiapkan agar siswa mampu menyelesaikan maslah secara
sistematis dan logis.
Dilihat dari aspek psikologi belajar SPMB bersandarkan kepada psikologi kognitif yang
berangkat dari asumsi bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya
pengalaman. Belajar bukan semata-mata proses menghafal sejumlah fakta, tetapi suatu proses
interaksi secara sadar antara individu dengan lingkungannya. Melalui proses ini sedikit demi
sedikit siswa akan berkembang secara utuh. Artinya, perkembangan siswa tidak hanya terjadi
pada aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif dan psikomotor melalui pernghayatan secara
internal akan problema yang dihadapi.
Contoh Model Pembelajaran Berbasis Masalah:
Siswa menggunakan panca inderanya untuk mengamati fenomena yang relevan dengan apa
yang dipelajari. Fenomena yang diamati pada mata pelajaran satu dan lainnya berbeda.
Misalnya, untuk mata pelajaran IPA, siswa mengamati pelangi, untuk mata pelajaran Bahasa
Inggris, siswa mendengarkan percakapan, untuk mata pelajaran bahasa Indonesia siswa
membaca teks, untuk prakarya siswa mencicipi iga bakar, dan untuk mata pelajaran IPS siswa
mengamati banjir.
Siswa merumuskan pertanyaan tentang apa saja yang tidak diketahui atau belum dapat
lakukan terkait dengan fenomena yang diamati. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat
mencakup pertanyaan-pertanyaan yang menghendaki jawaban berupa pengetahuan faktual,
konseptual, maupun prosedural, sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik.

Anda mungkin juga menyukai