Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan
cara mengoptimalkan proses pembelajaran. Proses pembelajaran dipengaruhi
oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal yang paling
mempengaruhi adalah faktor keadaan sekolah yang di dalamnya terdapat
proses pembelajaran, kurikulum, materi, media, guru dan model pembelajaran.
Sedangkan untuk faktor internal yang mempengaruhi adalah kemampuan yang
berbeda pada setiap siswa dalam memahami dan menyerap pelajaran yang
disampaikan oleh guru. Pembelajaran memerlukan sebuah inovasi
pembelajaran yang mampu mendorong siswa membangun pengetahuan
mereka sendiri. Oleh karena itu, perlu menciptakan kegiatan pembelajaran
yang dapat mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata melalui
proses berpikir aktif siswa. Siswa harus mencari, mengkaji, merumuskan
sendiri pengetahuan yang harus dikuasai, sehingga pada akhirnya harus
menguasai kompetensi yang harus dimilikinya (Khaerudin, 2011). Oleh
karena itu, guru harus mampu memilih metode pembelajaran yang tepat
dengan menciptakan pembelajaran yang kondusif.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana Hakikat Model Pembelajaran ?
1.2.2 Apa Saja Unsur-Unsur Dalam Model Pembelajaran ?
1.2.3 Apa Saja Ciri-Ciri Model-Model Pembelajaran ?
1.2.4 Bagaimana Model Pembelajaran Blended Learning ?
1.2.5 Bagaimana Model Pembelajaran Discovery Learning ?
1.2.6 Bagaimana Integrasi Model Pembelajaran Blended Learning Dengan
Discovery Learning ?

1
1.3 Tujuan Makalah
1.3.1 Untuk Mengetahui Hakikat Model Pembelajaran
1.3.2 Untuk Mengetahui Unsur-Unsur Dalam Model Pembelajaran
1.3.3 Untuk Mengetahui Ciri-Ciri Model-Model Pembelajaran
1.3.4 Untuk Mengetahui Model Pembelajaran Blended Learning
1.3.5 Untuk Mengetahui Model Pembelajaran Discovery Learning
1.3.6 Untuk Mengetahui Integrasi Model Pembelajaran Blended Learning
Dengan Discovery Learning

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Model Pembelajaran
Hakikat Model Pembelajaran Pada hakikatnya, model pembelajaran
adalah model yang digunakan oleh guru atau instruktur untuk melaksanakan
kegiatan belajar mengajar, yang memuat kegiatan guru dan siswa dengan
memperhatikan lingkungan dan sarana prasarana yang tersedia di kelas
atau tempat belajar. Untuk lebih lengkapnya dalam memahami hakikat
model pembelajaran, maka berikut ini akan diuraikan mengenai pengertian
model pembelajarandan fungsi model pembelajaran dalam kegiatan belajar
mengajar.
2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran
Model dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) diartikan
sebagai pola dari sesuatu yang akan dihasilkan atau dibuat. Secara kaffah
model dimaknai sebagai suatu obyek atau konsep yang digunakan untuk
merepresentasikan sesuatu hal yang nyata dan dikonversi menjadi sebuah
bentuk yang lebih komprehensif (Meyer, 1985). Misalnya model baju kerja,
baju kebaya, model baju muslim, model baju tidur.
Model pembelajaran merupakan terjemahan dari istilah model of
teaching. Joycedan Weil(2000) mendefinisikan model of teaching sebagai
...... a pattern or plan, which can be a curriculum or cources to select
instructional materials and to guide teachers actions. Selanjutnya, mereka
juga menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau
suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk
menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya
buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Lebih lanjut, mereka
menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan guru atau
instruktur dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik
sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

3
2.1.2 Fungsi Model dalam Kegiatan Belajar Mengajar
Banyak model pembelajaran yang telah ditemukan atau
dikembangkan oleh para pakar pendidikan dan pembelajaran. Sebab, model
pembelajaran memiliki beberapa fungsi dalam kaitannya untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pembelajaran. Secara umum model pembelajaran
berfungsi untuk membantu dan membimbing guru untuk memilih komponen
proses dalam pembelajaran teknik, strategi, dan metode pembelajaran agar
tujuan pembelajaran tercapai. Seperti telah Anda pelajari sebelumnya bahwa
model pembelajaran pada dasarnya memuat metode, strategi, teknik, dan
taktik pembelajaran. Adapun secara khusus model pembelajaran memiliki
beberapa fungsi, yaitu:
1) Membantu guru menciptakan perubahan perilaku peserta didik yang
diinginkan
2) Membantu guru dalam menentukan cara dan sarana untuk menciptakan
lingkungan yang sesuai untuk melaksanakan pembelajaran
3) Membantu menciptakan interaksi antara guru dan peserta didik yang
diinginkan selama proses pembelajaran berlangsung
4) Membantu guru dalam mengkonstruk kurikulum, silabus, atau konten
dalam suatu pelajaran atau mata kuliah
5) Membantu guru atau instruktur dalam memilih materi pembelajaran
yang tepat untukmengajar yang disiapkan untuk kuliah atau dalam
kurikulum
6) Membantuguru dalam merancang kegiatan pendidikanatau pembelajaran
yang sesuai
7) Membantu mengkomunikasikan informasi tentang teori mengajar
8) Membantu membangun hubungan antara belajar dan mengajar secara
empiris
9) Memberikan bahanprosedur untuk mengembangkan materidan sumber
belajar yangmenarik dan efektif
10) Merangsang pengembangan inovasi pendidikan atau pembelajaran baru

4
2.2 Unsur-Unsur Dalam Model Pembelajaran
Dua hal yang harus Anda ketahui pada setiap model pembelajaran
adalah bahwa setiap model pembelajaran akan berangkat dari tujuan dan
asumsi. Tujuan merupakan arah, haluan, atau maksud model pembelajaran itu
akan digunakan dalam pembelajaran. Asumsi adalah landasan berpikir karena
dianggap benar atau kebenaran itu tidak perlu dibuktikan. Misalnya dalam
“Model Pencapaian Konsep”, di sini jelas tujuannya adalah agar peserta didik
belajar tentang suatu konsep. Untuk dapat belajar tentang suatu konsep peserta
didik diasumsikan nanti setelah selesai kegiatan belajar mengajar dengan
menggunakan “Model Pencapaian Konsep” mereka akan tahu tentang konsep
yang akan dipelajari, yang setiap konsep itu terdiri atas empat elemen. Empat
elemen tersebut adalah nama, contoh dan non-contoh, ciri-ciri (atribut)
esensial dan tidak esensial, dan nilai dari ciri-ciri tersebut.
Selain tujuan dan asumsi, hal yang harus diketahui bahwa dalam
setiap model pembelajaran memuat unsur-unsur penting yang menentukan
jenis atau nama model pembelajaran tersebut. Joyce dan Weil (2000)
mengemukakan bahwa setiap model pembelajaran, selain ada tujuan dan
asumsi juga harus memiliki lima unsur karakteristik model, yaitu sintakmatik,
sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, dan dampak instruksional dan
pengiring. Kelima unsur tersebut dijelaskan seperti berikut.
2.2.1 Sintakmatik
Dalam melaksanakan suatau kegiatan, tentu Anda berpikir tentang
langkah-langkah melaksanakan kegiatan tersebut. Begitupula dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran, Anda juga memikirkan tentang
langkah-langkah yang akan dilakukan selama pembelajaran berlangsung.
Langkah-langkah ini mengakomodasi tentang apa yang harus dilakukan untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Langkah-langkah
tersebut dalam model pembelajaran disebut sintakmatik. Jadi sintakmatik
dalam model pembelajaran dimaknai sebagai tahap-tahap kegiatan dari setiap
model. Hal penting yang dapat membedakan model dengan komponen proses
pembelajaran yang lain adalah bahwa urutan tahap-tahap sintakmatik dalam

5
model tidak bisa dibolak-balik. Contoh sintakmatik dalam “Model Pencapaian
Konsep” meliputi: penyajian data dan identifikasi konsep, mengetes
pencapaian konsep, dan menganalisis strategi berpikir. Jadi ketika
menggunakan model ini, Anda tidak bisa memulai dari mengetes atau menguji
pencapaian konsep baru penyajian data dan identifikasi konsep. Hal yang
perlu Anda perhatikan ketika menggunakan model adalah bahwa langkah-
langkah atau tahap-tahap kegiatan model dalam kegiatan belajar mengajar
dimunculkan dalam kegiatan inti.
2.2.2 Sistem sosial
Dalam kegiatan belajar mengajar tentu ada interaksi sosial atau
interaksi antar manusia. Interaksi tersebut bisa terjadi antara guru dan siswa,
antara siswa dan siswa, antara kelompok siswa dengan kelompok siswa yang
lain. Bentuk intraksi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jumlah
siswa atau mahasiswa (besar atau kecil), latar belakang, kemampuan, dan
kematangan siswa atau mahasiswa, atau bahkan masalah jenis kelamin dan
etnis. Setiap model pembelajaran mensyaratkan situasi atau suasana dan
norma tertentu. Situasi atau suasana dan norma yang berlaku dalam suatu
model pembelajaran disebut sistem sosial. Untuk itu, ketika menerapkan
model pembelajaran tertentu Anda harus mempertimbangkan kemungkinan
sistem sosial model yang Anda tetapkan cocok dengan situasi atau suasana di
kelas atau lingkungan belajar yang Anda miliki. Contoh sistem sosial “Model
Pencapaian Konsep” adalah bahwa model ini memiliki struktur yang moderat.
Dalam kegiatan belajar mengajar guru atau instruktur mengendalikan aktivitas
pembelajaran, tetapi dapat dikembangkan menjadi kegiatan dialog bebas
dalam fase itu. Interaksi antar pebelajar dipandu atau digerakkan oleh
pembelajar.
2.3 Ciri-Ciri Model-Model Pembelajaran
Ciri-ciri suatu model pembelajaran adalah unsur-unsur yang harus ada
dalam model pembelajaran, yaitu sintakmatik, sistem sosial, prinsip reaksi,
dampak instruksional dan dampak pengiring. Sintakmatik adalah tahap-tahap
kegiatan dari model tersebut. Sistem sosial adalah situasi dan norma yg

6
berlaku dalam model tersebut. Prinsip reaksi adalah pola kegiatan yang
menggambarkan cara guru melihat dan memperlakukan para siswanya,
termasuk cara merespon siswa. Sistem pendukung adalah segala sarana, bahan
dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model tersebut. Dampak
intruksional atau pembelajaran adalah hasil belajar yang dicapai langsung
siswa dengan cara mengarahkan siswa pada tujuan yang diharapkan. Dampak
pengiring adalah hasil belajar siswa lainnya yang dihasilkan melalui proses
pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami
langsung siswa tanpa pengarahan dari instruktur atau pembelajar.
2.4 Model Pembelajaran Blended Learning
Menurut Graham (2006) blended learning mempunyai dua tipe
lingkungan pembelajaran, yakni ada lingkungan pembelajaran tatap muka
secara tradisional (traditional face to face learning environment) yang masih
digunakan di sekitar daerah pedesaan dan distributed learning environment
yang sudah mulai berkembang seiring dengan teknologi-teknologi baru yang
memungkinkan perluasan untuk mendistribusikan komunikasi dan interaksi.
Blended learning adalah konsep belajar hibrida yang mengintegrasikan sesi
kelas tradisional dan elemen e-learning dalam upaya untuk menggabungkan
manfaat dari kedua bentuk pembelajaran (Reay dalam Yaman et al, 2010). Di
sisi yang lain, Colis & Moonen (2001) mengemukakan bahwa model blended
learning adalah campuran dari pembelajaran tatap muka dan pembelajaran
online, sehingga memungkinkan pembelajaran tidak hanya terjadi di kelas saja
namun juga dapat dilakukan di luar kelas. Blended learning adalah program
pengiriman yang memanfaatkan lebih dari satu metode untuk memberikan
informasi kepada pelajar (Garrison &kanuka dalam Shroff et al,2010).
2.4.1 Kelebihan dan Kekurangan Blended Learning
Tingkat efektifitas tersebut ditunjang dengan kelebihan yang dimiliki
oleh pembelajaran dengan sistem pembauran (blended learning), sebagai
berikut:
1) Penyampaian pembelajaran dapat dilaksanakan kapan saja dan dimana saja
dengan memanfaatkan sistem jaringan internet.

7
2) Peserta didik memiliki keleluasan untuk mempelajari materi atau bahan
ajar secara mandiri dengan memanfaatkan bahan ajar yang tersimpan
secara online.
3) Kegiatan diskusi berlangsung secara online/offline dan berlangsung diluar
jam pelajaran, kegiatan diskusi berlangsung baik antara peserta didik
dengan guru maupun antara antar peserta didik itu sendiri.
4) Pengajar dapat mengelola dan mengontrol pembelajaran yang dilakukan
siswa diluar jam pelajaran peserta didik.
5) Pengajar dapat meminta kepada peserta didik untuk mengkaji materi
pelajaran sebelum pembelajaran tatap muka berlangsung dengan
menyiapkan tugas-tugas pendukung.
6) Target pencapaian materi-materi ajar dapat dicapai sesaui dengan target
yang ditetapkan
7) Pembelajaran menjadi luwes dan tidak kaku
Tentunya, pembelajaran dengan konsep kombinasi/pembauran selain
memiliki kelebihan-kelebihan di atas juga memiliki kekurangan-kekurangan,
antara lain:
1) Pengajar perlu memiliki keterampilan dalam menyelenggarakan e-learning
2) Pengajar perlu menyiapkan waktu untuk mengembangkan dan mengelola
pembelajaran sistem e-learning, seperti mengembangkan materi,
menyiapkan assesment, melakukan penilaian, serta menjawab atau
memberikan pernyataan pada forum yang disampaikan oleh peserta didik.
3) Pengajar perlu menyiapkan referensi digital sebagai acuan peserta didik
dan referensi digital yang terintegrasi dengan pembelajaran tatap muka
4) Tidak meratanya sarana dan prasarana pendukung dan rendahnya
pemahaman tentang teknologi.
5) Diperluken strategi pembelajaran oleh pengajar untuk memaksimalkan
potensi blended learning.

8
2.4.2 Sintak Model Blended Learning
Sintak Peran Guru
(1) (2)
Fase: seeking of information  Guru menyampaikan kompetensi dan
Pencarian informasi dari berbagai tujuan pembelajaran untuk
sumber informasi yang tersedia menginisiasi kesiapan belajar siswa
di TIK (online), buku, maupun sekaligus mempersiapkan siswa
penyampaian/ pendemonstrasian dalam proses eksplorasi konsep sains
fenomena empirik sains melalui yang relevan melalui kegiatan
face to face di kelas pembelajaran tatap muka (face to
face) di kelas maupun pembelajaran
dengan suplemen TIK(online).
Kegiatan eksplorasi konsep dapat
dilakukan secara individual maupun
kelomp
 Guru memfasilitasi, membantu, dan
mengawasi siswa dalam proses
eksplorasi konsep, sehingga informasi
yang diperoleh tetap relevan dengan
topik yang sedang dibahas, serta
diyakini validitas/reliabilitas dan
akuntabilitas akademiknya.

Fase: acquisition of information  Guru membimbing siswa


Menginterprestasi dan mengerjakan LKS dalam diskusi
mengelaborasi informasi secara kelompok untuk menginventarisasi
personal maupun komunal informasi, menginterpretasi dan
mengelaborasi konsep sains menuju
pemahaman terhadap topik sains yang
sedang dibelajarkan.
 Guru mengkonfrontasi ide atau
gagasan yang telah ada dalam pikiran
siswa dengan hasil interprestasi
informasi/pengetahuan dari berbagai
sumber yang tersedia.
 Guru mendorong dan memfasilitasi
siswa untuk mengkomunikasikan
hasil interprestasi dan elaborasi ide-
ide sains secara tatap muka (face to
face) maupun menggunakan fasilitas
TIK (online), secara kelompok
maupun personal.
 Guru men-scaffolding siswa dalam
mengerjakan soal-soal sains baik
secara personal maupun dalam

9
kelompok
 Guru menugaskan siswa untuk
mengelaborasi penguasaan konsep
melalui pemberian soal-soalyang
bersifat terbuka dan kaya (open-rich
problem).
Fase: synthesizing of knowledge  Guru menjustifikasi hasil eksplorasi
Merekonstruksi pengetahuan dan akuisasi konsep secara akademik,
melalui proses asimilasi dan dan bersama-sama siswa
akomodasi bertolak dari hasil menyimpulkan konsep yang
analisis, diskusi dan perumusan dibelajarkan.
kesimpulan dari informasi yang  Guru membantu siswa mensintesis
diperoleh pengetahuan dalam struktur
kognitifnya
 Guru mendampingi siswa dalam
mengkonstruksi/merekonstruksi
konsep melalui proses akomodasi dan
asimilasi bertolak dari hasil analisis,
diskusi dan perumusan kesimpulan
terhadap informasi sains yang
dibelajarkan

2.5 Model Pembelajaran Discovery Learning


2.5.1 Pengertian Discovery Learning
Suryosubroto (2009: 178) menyatakan bahwa metode discovery
diartikan sebagai suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran,
perseorangan, manipulasi objek dan lain-lain percobaan, sebelum sampai pada
generalisasi. Sebelum siswa sadar akan pengertian, guru tidak menjelaskan
dengan kata-kata. Penggunaan metode discovery dalam proses belajar
mengajar, memperkenankan siswa-siswanya menemukan sendiri informasi
yang secara tradisional biasa diberitahukan atau diceramahkan saja. Sementara
itu, Sani (2013: 220) menyatakan bahwa, discovery adalah menemukan
konsep melalui serangkaian data atau informasi yang diperoleh melalui
pengamatan atau percobaan. Pembelajaran discovery merupakan metode
pembelajaran kognitif yang menuntut guru untuk lebih kreatif menciptakan
situasi yang dapat membuat peserta didik belajar aktif menemukan
pengetahuan sendiri.

10
2.5.2 Tujuan Discovery Dalam Pembelajaran
Bell (1978) mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran
dengan penemuan, yakni sebagai berikut:
1) Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif
dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi banyak
siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.
2) Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola
dalam situasi konkrit mauun abstrak, juga siswa banyak meramalkan
(extrapolate) informasi tambahan yang diberikan
3) Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan
menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat
dalam menemukan.
4) Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja
bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan
mneggunakan ide-ide orang lain.
5) Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan-
keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui
penemuan lebih bermakna.
6) Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam
beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan
diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.
2.5.3 Kelebihan dan kekurangan model discovery learning
Beberapa keunggulan metode penemuan juga diungkapkan oleh
Suherman, dkk (2001: 179) sebagai berikut:
1) siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan
kemampuan untuk menemukan hasil akhir;
2) siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses
menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama
diingat;

11
3) menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini
mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya
meningkat;
4) siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih
mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks;
5) metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.
Selain memiliki beberapa keuntungan, metode discovery (penemuan)
juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya membutuhkan waktu belajar
yang lebih lama dibandingkan dengan belajar menerima. Untuk mengurangi
kelemahan tersebut maka diperlukan bantuan guru. Bantuan guru dapat
dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan dan dengan memberikan
informasi secara singkat. Pertanyaan dan informasi tersebut dapat dimuat
dalam lembar kerja siswa (LKS) yang telah dipersiapkan oleh guru sebelum
pembelajaran dimulai.
2.5.4 Sintak Model discovery learning
Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan strategi discovery
learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam
kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut:
1) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang
menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak
memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri.
2) Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah guru memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak
mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran,
kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis
(jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244).
3) Data collection (pengumpulan data).
Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan
benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan

12
untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan,
membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber,
melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
4) Data processing (pengolahan data)
Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah
data dan informasi yang telah diperoleh para peserta didik baik melalui
wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan, dan semuanya
diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung
dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu
(Djamarah, 2002:22). Data processing disebut juga dengan pengkodean
coding/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan
generalisasi. Dari generalisasi tersebut peserta didik akan mendapatkan
pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu
mendapat pembuktian secara logis
5) Verification (pembuktian)
Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan
temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah,
2004:244). Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang
ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu
kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
6) Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua
kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi
(Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-
prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan peserta
didik harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan
pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-
prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya
proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.

13
2.6 Integrasi Model Pembelajaran Blended Learning Dengan Discovery
Learning
Berdasarkan jurnal yang penulis baca terkait dengan dua model
pembelajaran tersebut, telah ditemuka dampak positif yang signifikan
terhadap hasil belajar siswa baik dalam ranah kognitif, psikomotorik maupun
apektif, oleh sebab itu dalam makalah ini penulis akan mencoba
mengintegrasikan kedua model pembelajaran tesebut dengan menyatukan
sintak-sintaknya. Tujuan penulis mengintegrasikan model-model
pembelajaran tersebut untuk menghasilkan inovasi yang baru dalam
pendidikan agar guru bisa memanfaatkannya dalam proses belajar mengajar.
Tabel Sintak kedua model
No Blended Learning Discovery Learning
1 Fase: seeking of information Stimulation (stimulasi/pemberian
Pencarian informasi dari
rangsangan)
berbagai sumber informasi yang
tersedia di TIK (online), buku,
maupun penyampaian/
pendemonstrasian fenomena
empirik sains melalui face to
face di kelas
2 Fase: acquisition of information Problem statement (pernyataan/
Menginterprestasi dan
identifikasi masalah)
mengelaborasi informasi secara
personal maupun komunal
3 Fase: synthesizing of knowledge Data collection (pengumpulan
Merekonstruksi pengetahuan
data).
melalui proses asimilasi dan
akomodasi bertolak dari hasil
analisis, diskusi dan perumusan
kesimpulan dari informasi yang
diperoleh
4 - Data processing (pengolahan data)
5 - Verification (pembuktian)
6 - Generalization (menarik
kesimpulan/generalisasi)

14
Tabel Integrasi Model Learning dengan Discovery Learning
Nomor Sintak Model
1 Stimulation (stimulasi/pemberian Discovery Learning
rangsangan)
2 Problem statement (pernyataan/ identifikasi Discovery Learning
masalah)
3 Fase: seeking of information Pencarian Blended Learning
informasi dari berbagai sumber informasi
yang tersedia di TIK (online), buku,
maupun penyampaian/ pendemonstrasian
fenomena empirik sains melalui face to
face di kelas
4 Data collection (pengumpulan data) Discovery Learning
5 Fase: acquisition of information Blended Learning
Menginterprestasi dan mengelaborasi
informasi secara personal maupun komunal
6 Data processing (pengolahan data) Discovery Learning
7 Fase: synthesizing of knowledge Blended Learning
Merekonstruksi pengetahuan melalui proses
asimilasi dan akomodasi bertolak dari hasil
analisis, diskusi dan perumusan kesimpulan
dari informasi yang diperoleh
9 Verification (pembuktian) Discovery Learning
10 Generalization (menarik Discovery Learning
kesimpulan/generalisasi)

15
BAB III
KESIMPULAN
Suryosubroto (2009: 178) menyatakan bahwa metode discovery diartikan
sebagai suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran, perseorangan,
manipulasi objek dan lain-lain percobaan, sebelum sampai pada generalisasi.
Sebelum siswa sadar akan pengertian, guru tidak menjelaskan dengan kata-kata.
Penggunaan metode discovery dalam proses belajar mengajar, memperkenankan
siswa-siswanya menemukan sendiri informasi yang secara tradisional biasa
diberitahukan atau diceramahkan saja.
Menurut Graham (2006) blended learning mempunyai dua tipe
lingkungan pembelajaran, yakni ada lingkungan pembelajaran tatap muka secara
tradisional (traditional face to face learning environment) yang masih digunakan
di sekitar daerah pedesaan dan distributed learning environment yang sudah mulai
berkembang seiring dengan teknologi-teknologi baru yang
memungkinkan perluasan untuk mendistribusikan komunikasi dan interaksi.
Tujuan penulis mengintegrasikan model-model pembelajaran tersebut
untuk menghasilkan inovasi yang baru dalam pendidikan agar guru bisa
memanfaatkannya dalam proses belajar mengajar.

16
DAFTAR PUSTAKA
Amalia Sapriati. 2018. Pembelajaran IPA di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Bell-Gredler Udin S. Winata Putra, 1978. Belajar Adalah Proses Yang Dilakukan
Oleh Manusia . UNS. Surakarta.
Djamarah. 2002. Teori Motivasi, Edisi 2 (ed-2), Jakarta: PT Bumi Akasara
Roestiyah N.K. 2017.Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Sani,Ridwan Abdullah. 2013. Inovasi pembelajaran. Jakarta:Bumi aksara.
Suryosubroto, B. 2016. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.
Suwangsih, E. & Tiurlina. 2016. Model Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI
Press.
Syah Muhibin. 2004. Psikologi Pendidikan. Bandung: Pt Remaja Rosdakarya.
Winataputra ,Udin S,2008.Teori Belajar Minat dan Pembelajaran ,Jakarta: UT
Suherman, dkk. (2001). Common TexBook Strategi Pembelajaran Matematika
Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung.
Depdikbud. (2017). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Indrawati. (2007). Pengembangan Silabus dan Perencanaan untuk Pembelajaran
Fisika. Diktat kuliah. Perpustakaan Universitas Jember. Tidak diterbitkan.
Indrawati & Sutarto (2008). Studi tentang Kemampuan Mahasiswa Pendidikan
Fisika Mengimplementasikan Model Pembelajaran ke dalam RPP. FKIP
Universitas Jember

17
LAMPIRAN (Review Jurnal)
Jurnal 1
Judul Pengembangan Model Pembelajaran Adaptive Blended Learning untuk
Berbagai Jenis Gaya Belajar Siswa Menengah Atas pada Pokok Bahasan
Listrik Statis
Penulis Nuri Rimbawati dan Muchlas
Latar Belakang Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan
cara mengoptimalkan proses pembelajaran. Proses pembelajaran
dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal
yang paling mempengaruhi adalah faktor keadaan sekolah yang di
dalamnya terdapat proses pembelajaran, kurikulum, materi, media, dan
guru. Sedangkan untuk faktor internal yang mempengaruhi adalah
kemampuan yang berbeda pada setiap siswa dalam memahami dan
menyerap pelajaran yang disampaikan oleh guru. Siswa merupakan
individu yang unik, artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis,
tiap siswa mempunyai perbedaan satu sama lain.
Atas dasar kenyataan tersebut, maka perlu dilakukan usaha-usaha
pengembangan model pembelajaran yang bersifat adaptif sesuai dengan
gaya belajar masing-masing siswa, menggunakan gabungan antara
pembelajaran tatap muka dan online. Tujuan penelitian ini adalah
merancang pembelajaran blended learning dengan media berbasis
website yang sesuai dengan jenis gaya belajar masing-masing siswa
Sekolah Menengah Atas untuk Pokok Bahasan Listrik Statis.
Metode Penelitian ini menggunakan metode Research and Development, yakni
cara penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan
menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono 2009, p. 407).
Prosedur yang digunakan mengacu pada model pengembangan ADDIE
dengan alasan bahwa model ini sesuai untuk diterapkan dalam
pengembangan media yang akan dihasilkan dalam penelitian ini.
Prosedur pengembangan yang mengacu pada model pengembangan
ADDIE terdiri atas analysis, design, development, implementation, and
evaluation.

Hasil dan Penelitian pengembangan model pembelajaran blended learning ini


Pembahasan menghasilkan media pembelajaran berbasis website.

18
Penelitian ini menghasilkan produk berupa media pembelajaran berbasis
website pada pokok bahasan listrik statis. Produk ini telah diuji oleh para
ahli dari segi media dan segi materi. Hasil uji menunjukkan bahwa media
pembelajaran telah memenuhi syarat kelayakan dengan kriteria yang
baik.
Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa telah berhasil dirancang model pembelajaran
blended learning yang menghasilkan media pembelajaran berbasis
website untuk setiap jenis gaya belajar. Dari penilaian yang dilakukan
oleh para ahli media menunjukkan kriteria baik dengan nilai rata-rata
80,56%. Sedangkan dari penilaian yang dilakukan oleh para ahli materi
menunjukkan kriteria baik dengan nilai rata-rata sebesar 81,12%.

Jurnal 2
Judul Strategi Evaluasi Program Perkuliahan Biologi Berbasis Blended Learning
Penulis dan Muhammad Syaipul Hayat, Erwin dan Irvan Permana (2017)
Tahun
Latar LPTK sebagai lembaga pendidikan tinggi memiliki peran sentral dalam
Belakang mempersiapkan calon guru menjadi tenaga pendidik professional. Program
Studi Pendidikan Biologi sebagai bagian dari LPTK memiliki objek kajian
biologi dan pembelajaran biologi, turut bertanggung jawab terhadap
kompetensi calon guru biologi khususnya yang terkait dengan literasi sains.
Permendiknas no 16 tahun 2007 menyatakan bahwa guru Biologi harus
memiliki kualifikasi memahami proses berpikir biologi dalam mempelajari
proses dan gejala alam, serta bernalar secara kualitatif maupun kuantitatif
tentang proses dan hukum biologi. Proses pembelajaran yang dilakukan
harus mengorientasikan mahasiswa calon guru untuk menjadi guru yang
tidak hanya cakap dalam membelajarkan pengetahuan biologi saja, tetapi
juga mengintegrasikan keterampilan-keterampilan berpikir, seperti berpikir
kritis, kreatif, kolaboratif, dan dapat bekerjasama dengan standar yang

19
tinggi, serta memiliki keterampilan berkomunikasi.
Agar pelaksanaan program tersebut dapat terukur hasilnya, diperlukan
strategi monitoring dan evaluasi secara komprehensif dan
berkesinambungan, mulai dari kesiapan fasilitas dan SDM, perencanaan,
proses, hingga hasil. Sistem evaluasi akan terus dilakukan perbaikan seiring
dengan terlaksananya program perkuliahan blended learning.
Metode Langkah yang digunakan dalam metode penelitian adalah dengan
melakukan kajian terhadap program perkuliahan biologi berbasis blended
learning, selanjutnya dianalisis relevansinya terhadap model evaluasi CIPP
yang mencakup contect, input, process, dan product (Stufflebeam, 1971)
pada perkuliahan berbasis blended learning. Setelah dilakukan kajian
terhadap program dan model evaluasinya, selanjutnya disusun strategi
evaluasi terhadap program yang dijalankan, yaitu perkuliahan biologi
berbasis blended learning.
Hasil dan Tujuan Implementasi dan Indikator Keberhasilan Program Perkuliahan
Pembahasan Blended Learning. Program perkuliahan berbasis blended learning
merupakan wacana yang telah dibangun oleh institusi salah satu LPTK di
Jawa Tengah, dengan harapan perkuliahan dapat berjalan secara efisien.
Saat ini Program Studi Pendidikan Biologi pada salah satu LPTK tersebut
telah memiliki aplikasi khusus untuk memfasilitasi perkuliahan blended
learning.

20
Kesimpulan Model evaluasi CIPP (contect, input, process dan product) dipilih sebagai
strategi evlauasi yang relevan untuk program perkuliahan biologi berbasis
blended learning. Pertimbangan tersebut didasarkan pada relevansi
karakteristik model evaluasi dengan program yang dirancang. Evaluasi
output berorientasi terhadap hasil langsung, yaitu membandingkan kondisi
akhir dari program (hasil belajar mahasiswa, keterampilan berpikir,
peningkatan collaborative learning, dan keetrampilan menggunakan ICT
dalam perkuliahan) dengan kondisi awal pra pelaksanaan program. Adapun
evaluasi impact berorientasi terhadap keberlanjutan program perkuliahan
blended learning pada Program Studi Pendidikan Biologi dan perluasan
terhadap Program Studi lainnya pada salah satu LPTK di Jawa Tengah.

Jurnal 3
Judul Pengaruh model pembelajaran blended learning terhadap pemahaman
konsep dan kelancaran prosedur matematis
Penulis dan Dewa Gede Agung Putra Nugraha , I Wayan Puja Astawa dan I Made
Tahun Ardana (2019)
Latar Matematika memegang peranan yang sangat penting bagi siswa dan
Belakang masyarakat pada umumnya. Di sekolah, matematika diperlukan untuk
berhitung, melakukan pengukuran, mengolah, menyajikan serta
menafsirkan data dan lain sebagainya. Di tempat lain, matematika
diperlukan pada saat berdagang maupun berbelanja, membaca informasi
yang disajikan berupa angka, tabel, diagram maupun persen. Karena
memiliki manfaat yang penting dalam kehidupan dan diperlukan sebagai
dasar untuk mempelajari matematika lanjut dan pelajaran lainnya,
matematika menjadi mata pelajaran yang penting untuk diajarkan di
sekolah.
Pada kenyataannya, hasil observasi awal di SMP Negeri 1 Sukawati
menunjukkan bahwa keterbatasan waktu dalam pertemuan tatap muka
antara guru dan siswa mengakibatkan guru sangat jarang memberikan
latihan-latihan soal kepada siswa. Hal ini mengakibatkan kelancaran
prosedur siswa kurang maksimal. Kesempatan siswa berdiskusi dengan
guru juga kurang maksimal karena keterbatasan waktu dalam pertemuan
tatap muka tersebut. Hal ini mengakibatkan pemahaman konsep siswa
terhadap materi juga kurang maksimal.
Dengan demikian tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan pengaruh
model blended learning dalam pembelajaran matematika terhadap
pemahaman konsep dan kelancaran prosedur matematis siswa.

21
Metode Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi experiment).
Penelitian eksperimen semu dapat dilakukan untuk melihat pengaruh yang
ditimbulkan dari perlakuan berbeda yang diberikan pada masing-masing
kelompok, dimana peneliti tidak mengontrol semua variabel dan kondisi
eksperimen secara ketat. Rancangan penelitian ini menggunakan posttest
only control group design, sehingga pada pertemuan terakhir kedua
kelompok tersebut akan diberikan tes yang sama (posttest), selanjutnya skor
dari posttest tersebut digunakan sebagai pedoman dalam melakukan uji
hipotesis.
Adapun desain penelitian disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1
diketahui bahwa X adalah perlakuan berupa penerapan model pembelajaran
blended lerning, Y1 adalah post-test pemahaman konsep, dan Y2 adalah
post-test kelancaran prosedur.

Hasil dan Rangkuman hasil analisis deskriptif terhadap skor pemahaman konsep dan
Pembahasan kelancaran prosedur matematis siswa pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol seperti tercantum pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2
menunjukkan bahwa rata-rata pemahaman konsep siswa yang diajarkan
dengan model blended learning lebih tinggi dibandingkan dengan siswa
yang diajar menggunakan model konvensional.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman konsep dan kelancaran


prosedur secara signifikan dipengaruhi oleh pembelajaran yang digunakan.
Hasil analisis deskriptif dan analisis varians multivariat (MANOVA) yang
telah dilakukan menjadi dasar penarikan kesimpulan bahwa pembelajaran
dengan model pembelajaran blended learning memberikan pengaruh yang
lebih baik terhadap pemahaman konsep dan kelancaran prosedur matematis
bagi siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sukawati dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional. Hal ini disebabkan karena proses pembelajaran
dengan model pembelajaran blended learning dilakukan dalam 2 tahapan.

22
Tahap pertama adalah tahap online. Dalam tahap online ini siswa diberikan
ringkasan materi dan video pembelajaran yang sesuai dengan materi yang
dibahas. Selain menyimak materi dan video pembelajaran yang telah
diberikan, siswa juga mencari materi dari berbagai sumber baik dari buku-
buku maupun sumber online seperti e-modul yang banyak sekali tersedia di
internet.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan
sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal berikut. Pertama, secara
bersama-sama (simultan) pemahaman konsep dan kelancaran prosedur
matematis siswa yang belajar dengan model blended learning lebih baik
daripada pemahaman konsep dan kelancaran prosedur matematis siswa
yang hanya belajar dengan pembelajaran konvensional. Kedua, pemahaman
konsep siswa yang belajar dengan model blended learning lebih baik
daripada pemahaman konsep siswa yang hanya mengikuti pembelajaran
konvensional. Ketiga, kelancaran prosedur matematis siswa yang belajar
dengan model blended learning lebih baik daripada kelancaran prosedur
matematis siswa yang hanya mengikuti pembelajaran konvensional.
Berdasarkan temuan-temuan yang telah diperoleh pada penelitian ini, dapat
diajukan beberapa saran berikut. Pertama, peneliti lain disarankan agar
mengujicobakan pengaruh model pembelajaran ini pada aspek pembelajaran
yang berbeda, misalnya kemandirian belajar dan kemampuan komunikasi
matematika. Kedua, kepada praktisi pendidikan matematika, khususnya
guru mata pelajaran matematika diharapkan dalam pembelajaran di kelas
untuk menerapkan model pembelajaran blended learning sebagai salah satu
alternatif pembelajaran yang inovatif

Jurnal 4

Judul Pengembangan Perangkat Blended Learning Berbasis Learning


Management System Pada Materi Listrik Dinamis
Penulis dan Winda Wijayanti, Nengah Maharta dan Wayan Suana (2017)
Tahun
Latar Menghadapi perkembangan zaman yang semakin pesat pada Abad 21, maka
Belakang pembelajaran harus dirancang agar dapat mencapai kompetensi Abad 21.
Salah satu dari enam unsur pembelajaran abad 21 (Partnership for 21st
century skills, 2002) adalah literasi informasi dan literasi TIK. Agar
kemampuan literasi informasi dan literasi TIK peserta didik juga ber-
kembang maka integrasi TIK dalam pembelajaran perlu dilakukan.
Namun Kenyataannya masih ditemui di-kalangan pendidik belum
memanfaatkan fasilitas internet secara maksimal, hal tersebut jelas bertolak
belakang dengan tuntutan kompetensi abad 21. Kompetensi abad 21 yang
juga didukung oleh kurikulum 2013 yang mengedepankan keaktifan peserta
didik. Sehingga ber-dasarkan hal tersebut pendidik harus mampu mendesain

23
sistem pembelajaran yang mampu memotivasi dan meningkat-kan
keterampilan TIK peserta didik.
Berdasarkan ulasan-ulasan di atas, peneliti mencoba memberikan alternatif
sistem pembelajaran yang dapat diterap-kan oleh guru dengan
mengembangkan perangkat blended learning berbasis LMS dengan model
pembelajaran inkuiri pada materi listrik dinamis dengan harapan akan
teraplikasi dalam proses pembelajar-an dan membantu meningkatkan
pemahaman konsep bagi peserta didik serta keterampilan literasi informasi
dan literasi TIK peserta didik.

Metode Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian dan pengembangan


(Research and Development) dari (Gall et al., 2003) dengan sepuluh
tahapan dimana peneliti membatasi hingga tahapan ketiga. Pengembangan
yang dilakukan oleh peneliti adalah pembuatan media pem-belajaran berupa
perangkat blended learning berbasis LMS dengan model inkuiri pada materi
listrik dinamis. Pembuatan perangkat blended learning ini melalui beberapa
tahap, yaitu 1) Studi pendahuluan, 2) Perancangan produk, 3)
Pengembangan produk.

Hasil dan Hasil penelitian pengembangan yang dilakukan adalah berupa perangkat
Pembahasan blended learning berbasis LMS dengan model inkuiri pada materi listrik
dinamis. Tahapan-tahapan pada penelitian ini yaitu: (1) Studi Pendahuluan,
(2) Pe-rancangan Produk, dan (3) Pengembangan Produk.

24
Perangkat blended learning ini dapat digunakan secara mandiri. Perangkat
tersebut meliputi RPP, Silabus, LKPD, handout, soal latihan dan kelas
online learning. Aspek perangkat blended learningyang dikembangkan
disusun dengan langkah-langkah inkuiri, yaitu orientasi, merumuskan
masalah, hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data dan membuat
kesimpulan.
Kesimpulan Simpulan dari penelitian ini adalah: (1) Telah dihasilkan perangkat blended
learning berbasis LMS dengan model inkuri pada materi listrik dinamis,
perangkat yang dihasilkan berupa silabus, RPP, LKPD, handout, soal
latihan dan kelas online; (2) Hasil uji validasi ahli menunjukkan bahwa
produk yang dikembangkan memiliki kualitas sangat valid dan layak
digunakan dengan perolehan persentase kelayakan pada setiap aspek
perangkat yang dinilai yaitu sebesar 83,7% dan 84,8%; (3) Hasil uji
kepraktisan yang diperoleh dari penilian tiga guru fisika kelas XII dari SMA
yang berbeda berturut-turut adalah 85, 80 dan 86,67. Sehingga diperoleh
rerata skor sebesar 83,89 dengan interpretasi sangat praktis dan layak
digunakan.

Jurnal 5
Judul Peningkatan Kreativitas Belajar Peserta Didik pada Mata Pelajaran
Geografi melalui Model Blended Learning di Sekolah Menengah Atas
Penulis dan Noor Liana Waty, Sumarmi, Singgih Susilo (2018)
Tahun
Latar Pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu proses penambahan
Belakang informasi serta kemampuan baru bagi peserta didik. Penyampaian informasi
dengan cara yang tepat menjadikan pembelajaran menjadi mudah dan
menyenangkan, termasuk dalam mata pelajaran geografi. Sumarmi (2015:3)
menyebutkan bahwa seorang guru geografi harus memiliki kemampuan
merancang dan mengimplementasikan berbagai model pembelajaran yang
sesuai dengan materi pembelajaran, termasuk di dalamnya memanfaatkan
sumber dan media pembelajaran untuk menjamin efektivitas pembelajaran.
Ketika pelajaran geografi masih dianggap sebagai mata pelajaran yang
kurang menantang, sulit atau kadang membosankan oleh sebagian besar
peserta didik, maka perlu dipikirkan model pembelajaran yang dapat
memberikan kesan yang mudah dan menyenangkan. Model yang digunakan
perlu disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan perkembangan
yang ada.
Sejalan dengan pernyataan Kantun pernyataan di atas bahwa pengembangan
kebutuhan masing-masing individu yang berbeda dapat disesuaikan guru
dengan model pembelajaran yang tepat sebagai solusi belajar, model
pembelajaran tersebut adalah blended learning. Individu yang berkembang

25
tidak hanya dilihat dari hasil belajar, tetapi juga dari aktivitas yang
menciptakan kreativitas peserta didik.
Metode Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Model Kemmis dan MC Taggart (1988) dijadikan sebagai acuan dalam
desain PTK, empat komponen dalam model ini adalah perencanaan,
tindakan, observasi dan refleksi. (Susilo, Chotimah dan Sari, 2011:36).
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memiliki pengertian sebagai sebuah
penelitian yang berorientasi dalam penerapan tindakan, peningkatan mutu
atau pemecahan masalah untuk mengamati tingkat keberhasilan atau akibat
tindakan yang dilakukan terhadap sekelompok subyek yang diteliti. Setelah
itu dilakukan tindakan lanjutan demi penyempurnaan atau penyesuaian
dengan kondisi dan situasi. PTK dalam hal ini adalah tindakan yang
dilakukan oleh guru terhadap siswa dan dibantu oleh dua orang pengamat
(observer) untuk mengamati proses keterlaksanaan pembelajaran. .
Hasil dan
Pembahasan

Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa ada kenaikan yang cukup signifikan


antara siklus I dengan siklus II, yaitu sebesar 21,1%. Hasil pengamatan
pada siklus I masih ditemukan adanya peserta didik yang kurang
memerhatikan dan malas mencatat pelajaran. Begitu juga dengan tata cara

26
menyampaikan pertanyaan dan pendapat masih kurang baik. Hal tersebut
sudah semakin membaik pada siklus berikutnya, meskipun belum
sepenuhnya. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai hasil analisis
dan refleksi pada siklus I dan dilaksanakan pada siklus II adalah (1) guru
memberi motivasi kepada peserta didik untuk lebih meningkatkan perhatian
peserta didik terhadap penjelasan yang telah diberikan, (2) memberikan
arahan yang baik bagaimana mengungkapkan suatu pendapat serta
bagaimana bertanya ketika diskusi berlangsung
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran
menggunakan model blended learning dapat meningkatkan kreativitas
belajar peserta didik. Hal ini dapat dilihat dari skor rata-rata kreativitas dari
siklus I adalah 54,85% dan meningkat pada siklus II dengan skor rata-rata
kreativitas sebesar 75,95%. Kriteria kreativitas pembelajaran tersebut
masuk dalam kategori baik. Peserta didik dapat dikatakan memiliki
kreativitas dalam pembelajaran jika mampu (1) memberikan gagasan atau
usulan terhadap suatu masalah, (2) menanggapi pendapat teman, (3)
mengajukan pertanyaan dengan baik, (4) memiliki alternatif dalam
menyelesaikan masalah, (5) menjawab pertanyaan dengan baik, (6)
membahas hal-hal yang diketahui dan tidak diketahui, (7) membuat catatan
dengan bahasa sendiri, (8) menulis hasil kerja kelompok dengan baik, (9)
mengemukakan ide secara lisan dan tulisan dengan lancar, dan (10)
memaparkan hasil kerja kelompok dengan rapi dan lengkap.

Jurnal 6
Judul Eksplorasi Literasi Teknologi Informasi dan Komunikasi Siswa melalui
Blended Learning Fisika

Penulis dan Muh. Iqbal Saman, Supriyono Koeshandayanto, Sunaryono, Abdul Razak
Tahun dan Rosdiana (2019)
Latar Salah satu tuntutan keterampilan suatu individu untuk hidup di abad 21
Belakang adalah literasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (Trilling & Fadel,
2009; National Research Concuil, 2010). Literasi Teknologi Informasi dan
Komunikasi adalah kemampuan menggunakan teknologi digital, alat
komunikasi dan jaringan untuk mengakses, memanajemen,
mengintegrasikan, mengevaluasi dan membuat informasi sebagai salah satu
fungsi untuk menjadi masyarakat berpengetahuan. Dalam praktiknya,
terdapat masalah yang menjadi penghalang terkait literasi Teknologi
Informasi dan Komunikasi, masalah tersebut di antaranya adalah bagaimana
literasi Teknologi Informasi dan Komunikasi dapat dikembangkan dan oleh
siapapun. Sehubungan dengan masalah tersebut, jelas bahwa beberapa
indikator literasi informasi dapat mendukung pembelajaran yang
dilaksanakan di kelas dan dapat direkomandasikan ke dalam kurikulum
reguler pada berbagai otoritas pengajaran. Indikator literasi informasi relatif

27
bebas dan generik, oleh karenanya dapat dikembangkan dan disesuaikan
untuk dapat mengukur literasi Teknologi Informasi dan Komunikasi.

Metode Studi ini menggunakan metode kuantitatif. Sampel siswa atas 31 orang
siswa kelas X SMA Jurusan IPA. Analisis data yang digunakan adalah
analisis deskriptif. Data yang dikumpulkan pada studi ini berdasarkan hasil
observasi langsung untuk mengukur literasi Teknologi Informasi dan
Komunikasi siswa melalui delapan indikator penilaian literasi Teknologi
Informasi dan Komunikasi saat mereka belajar dengan menggunakan
Blended Learning. Materi pembelajaran yang digunakan pada studi ini
adalah dinamika partikel yang terdiri dari empat pertemuan, yakni (1)
hukum-hukum Newton, (2) jenis-jenis gaya, (3) penerapan hukum-hukum
Newton bagian I, dan (4) penerapan hukum-hukum Newton bagian II.
Hasil dan
Pembahasan

Indikator literasi Teknologi Informasi dan Komunikasi ini terlihat


peningkatannya tidak koheren. Indikator ini menurun pada pertemuan
ketiga yaitu tentang penerapan hukum-hukum Newton bagian I dari
pencapaian pada materi sebelumnya tentang jenis-jenis gaya, hal ini
dikarenakan pada pertemuan ketiga ini merupakan bagian materi dinamika
partikel yang sudah menyangkut dengan kasus-kasus yang cukup kompleks.
Siswa tampak kesulitan dalam mendefinisikan kasus yang diangkat
menyebabkan mereka susah untuk mengidentifikasi representasi dari materi
dinamika partikel yang disuguhkan. Pada pertemuan keempat pemerolehan
nilai persentase literasi Teknologi Informasi dan Komunikasi siswa pada
indikator ini kembali meningkat karena siswa belajar dari kesalahan mereka
pada pertemuan sebelumnya dan sudah terbiasa mengidentifikasi kasus-
kasus kompleks terkait materi dinamika partikel.

28
Kesimpulan Berdasarkan ulasan pada hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
literasi Teknologi Informasi dan Komunikasi siswa yang belajar dengan
Blended Learning fisika cenderung meningkat tiap pertemuan, namun
peningkatannya tidak koheren dikarenakan ada beberapa dari indikator
literasi Teknologi Informasi dan Komunikasi yang mengalami penurunan
pada pertemuan tertentu.

Jurnal 7
Judul Pengaruh pembelajaran geografi berbasis masalah dengan blended learning
terhadap kemampuan berpikir kritis siswa SMA.

Penulis dan Cindya alfi, sumarmi, ach. Amirudin (2016)


Tahun
Latar Pembelajaran saat ini lebih memberi kesempatan kepada siswa untuk
Belakang berpikir aktif. Pembelajaran tersebut memerlukan sebuah inovasi
pembelajaran yang mampu mendorong siswa membangun pengetahuan
mereka sendiri. Oleh karena itu, perlu menciptakan kegiatan pembelajaran
yang dapat mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata melalui
proses berpikir aktif siswa. Siswa harus mencari, mengkaji, merumuskan
sendiri pengetahuan yang harus dikuasai, sehingga pada akhirnya harus
menguasai kompetensi yang harus dimilikinya (Khaerudin, 2011). Oleh
karena itu, guru harus mampu memilih metode pembelajaran yang tepat
dengan menciptakan pembelajaran yang kondusif.
Salah satu model pembelajaran yang mampu mengaitkan materi
pembelajaran dengan kehidupan nyata atau kontekstual adalah
pembelajaran berbasis masalah atau dikenal dengan istilah Problem Based
Learning. Menurut Sanjaya (2006) model pembelajaran berbasis masalah
dapat diartikan sebagai aktivitas pembelajaran yang menekankan pada
proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Sementara itu,
Nurhadi (2009) menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis masalah artinya
siswa dihadapkan pada suatu permasalahan dunia nyata sebagai konteks
bagi siswa untuk belajar berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah serta
untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari materi pelajaran.
Melalui pembelajaran berbasis masalah siswa dihadapkan dengan
permasalahan riil yang memancing proses pembelajaran siswa. Hal ini
sesuai dengan karakter pembelajaran Geografi yang mengkaji/mempelajari
gejala-gejala dipermukaan bumi secara keseluruhan beserta segala
interaksinya. Menurut Sumarmi (2012) pembelajaran geografi berbasis
masalah menekankan pada proses internalisasinya yaitu bagaimana siswa
produktif menganalisis, memahami, dan menghayati makna gejala dan
fenomena dari adanya proses interaksi antara siswa dengan lingkungan
belajarnya.

29
Metode Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimen semu atau Quasi
Experiment karena peneliti tidak dapat mengontrol semua variabel luar yang
memengaruhi jalannya eksperimen. Subjek penelitian terdiri atas dua kelas
dengan kondisi homogen atau mempunyai tingkat prestasi yang sama.
Pada penelitian ini terdapat kelas eksperimen dan kontrol. Sebelum diberi
perlakuan, siswa dari kelas eksperimen dan kontrol diberi soal pretest untuk
mengetahui kemampuan berpikir kritis awal siswa, selanjutnya diberi
perlakuan yang berbeda pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada
kelas eksperimen diterapkan pembelajaran berbasis masalah dengan
blended learning, sedangkan kelas kontrol diterapkan pembelajaran
konvensional. Subjek penelitian meliputi siswa kelas XI SMA Negeri 4
Malang yaitu siswa kelas XI ISP 1 dan siswa kelas XI IPS 2. Penentuan
kedua kelas ini dipilih dengan pertimbangan nilai rata-rata kedua kelas
relatif setara dan jumlah siswa tiap kelas 25 dan 26 siswa.
Instrumen dalam penelitian ini berupa soal pratest dan postest. Soal pratest
dan postest berupa soal subjektif dengan pertimbangan dapat mengetahui
tingkat berpikir kritis siswa. Selanjutnya hasil dari selisih nilai pretest dan
posttest yaitu gain score inilah yang digunakan untuk pengujian hipotesis.
Uji hipotesis dengan bantuan program SPSS 16.0 For Windows melalui
Independent Samples t-Test.
Hasil dan 1. Data Kemampuan Berpikir Kritis Awal (Pretest)
Pembahasan Jumlah persentase terbesar kemampuan berpikir kritis tahap awal siswa
pada kelas eksperimen sebesar 76,23% dengan kualifikasi cukup pada
rentang nilai 60—74. Nilai tertinggi sebesar 19,23% pada rentang nilai
75—90 dengan kualifikasi tinggi. Sebaliknya, 3,85% siswa memperoleh
rentang nilai 40—59 dengan kualifikasi rendah. Nilai rata-rata yang
diperoleh siswa pada tes kemampuan awal, yaitu 66,65. Nilai maksimal
dan minimal yang dicapai oleh siswa masing-masing adalah 81 dan 58.
Sementara itu, pada kelas kontrol, 84% siswa memperoleh nilai
kemampuan berpikir kritis cukup pada kualifikasi cukup pada rentang
nilai 60—74, sedangkan 12 % siswa memperoleh nilai dengan kualifikasi
rendah pada rentang nilai 40—59 dan 4% siswa memperoleh kualifikasi
nilai tinggi pada rentang 75—90. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa
65,12. Nilai maksimal dan nilai minimal yang diperoleh masing-masing
75 dan 54.
2. Data Kemampuan Berpikir Kritis Akhir (Posttest)
Hasil postest pada kelas eksperimen, siswa yang memperoleh kualifikasi
nilai sangat tinggi dan cukup masing-masing sebesar 15,38%, sedangkan
persentase nilai siswa terbesar, yaitu 69,24% dengan kualifikasi tinggi
dan tidak satupun siswa memperoleh nilai rendah sampai sangat rendah.
Nilai rata-rata yang diperoleh siswa 82,27. Nilai maksimal 95 dan nilai
minimal 68. Sementara itu, hasil tes kemampuan akhir (posttest) pada
kelas kontrol sebanyak 72% siswa memperoleh nilai pada kualifikasi

30
tinggi dengan rentang nilai 75—90, sedangkan 28% siswa memperoleh
nilai pada kualifikasi cukup dengan rentang nilai 60—74. Nilai rata-rata
kemampuan akhir kelas kontrol yang diperoleh siswa adalah 77,52. Nilai
maksimal dan minimal yang dicapai oleh siswa adalah 89 dan 69.
Kesimpulan Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil penelitian yang telah dilakukan
dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran geografi berbasis
masalah dengan blended learning berpengaruh terhadap kemampuan
berpikir kritis siswa. Rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis siswa pada
kelas eksperimen atau kelas yang diberi perlakuan lebih tinggi
dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran
konvensinal. Pembelajaran geografi berbasis masalah dengan blended
learning sebagai salah satu model pembelajaran kontekstual sangat baik
diterapkan karena dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar
siswa dalam mengenali masalah, menganalisis, menemukan solusi, serta
mengevaluasi permasalahan kependudukan disekitar siswa.

Jurnal 8
Judul Model Blended Learning Di Program Studi Pendidikan Matematika
UNTIRTA
Penulis dan Anwar Mutaqin, Indiana Marethi, dan Syamsuri (2016)
Tahun
Latar Kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk dapat bersaing secara
Belakang global senantiasa berubah setiap dekade. Beberapa kemampuan yang dahulu
dibutuhkan, sekarang kurang dibutuhkan karena dapat digantikan oleh
peralatan teknologi. Di sisi lain, kebutuhan terhadap kemampuan tertentu
semakin meningkat. Gambar 1 merupakan hasil penelitian Levy dan
Murnane (Koenig, 2011) yang menunjukkan perubahan kebutuhan skill
yang dibutuhkan pada abad ke-21.
Namun, uji kompetensi guru yang dilakukan tahun 2012 menunjukkan
kompetensi mereka masih sangat rendah. Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan waktu itu, Mohammad Nuh, membeberkan hasil rata-rata Uji
Kompetensi Awal (UKA) 2012 yaitu 42,25 dengan nilai tertinggi 97,0 dan
nilai terendah 1,0 (Kompas online, 12/3/2012). Hasil rata-rata UKA itu
mencakup seluruh peserta (guru) dari jenjang TK sampai jenjang SMA.
Dengan kondisi seperti ini, sulit mengharapkan kecakapan matematika
siswa menjadi lebih baik.
Dalam penelitian ini, pengetahuan bidang studi akan diukur berdasarkan
ujian yang biasa dilakuakan pada akhir pembelajaran. Kompetensi bidang
studi yang diujikan adalah kecakapan matematis yang meliputi: pemahaman
konsep, kelancaran dalam melakukan prosedur, penalaran yang adaptif,
kompetensi yang strategis, dan disposisi yang produkti. Pengetahuan bidang
studi karena pembelajaran blended learning diterapkan pada satu mata
kuliah, yaitu Aljabar Matriks, sehingga tidak memungkinkan untuk

31
mengukur PCK.
Metode Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan
Matematika. Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Jurusan Pendidikan
Matematika UNTIRTA. Mahasiswa yang menjadi subjek penelitian adalah
mahasiswa yang mengikuti perkuliahan Aljabar Matriks. Sampel pada
penelitian ini terdiri dari dua kelompok mahasiswa yang dipilih secara
purposive. Pengambilan sampel secara purposive bertujuan untuk
mendapatkan kelas yang memiliki kemampuan awal pembuktian matematis
yang tidak berbeda secara signifikan. Sampel yang terpilih untuk kelas
eksperimen sebanyak 30 orang, sedang kelas kontrol sebanyak 25 orang.
Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen karena untuk
mengetahui pengaruh suatu perlakuan terhadap suatu variabel terikat yang
dapat diukur, yaitu pembelajaran model blended learning terhadap hasil
belajar mahasiswa, dalam hal ini pengetahuan bidang studi. Kuasi
eksperimen dipilih karena subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi
peneliti menerima keadaan subjek seadanya (Ruseffendi, 2005:52). Dalam
penelitian ini subjek penelitian dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen (kelas
perlakuan) merupakan kelompok mahasiswa yang diberi pembelajaran
blended learning, sedangkan kelompok kontrol (kelas pembanding) adalah
kelompok mahasiswa yang diberi pembelajaran biasa.
Hasil dan Hasil uji kelayakan meliputi dua hal, yaitu data hasil tes akhir pembelajaran
Pembahasan dan analisis terhadap pelaksanaan blended learning berdasarkan hasil
wawancara dengan mahasiswa. Data tes akhir pembelajaran disajikan dalam
Tabel 1. Tabel 2 menyajikan data hasil tes akhir pembelajaran dalam ukuran
pemusatan dan penyebaran data.

32
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan mahasiswa
kelas blended learning lebih baik daripada mahasiswa kelas biasa. Selain
itu, mahasiswa kelas blended learning lebih aktif mengerjakan tugas
daripada kelas biasa

Jurnal 9
Judul Pengaruh Guided Inquiry-Blended Learning Terhadap Literasi Sains
Mahasiswa Biologi

Penulis dan Widi Cahya Adi, Hadi Suwono, Endang Suarsini (2017)
Tahun
Latar Abad 21 merupakan era globalisasi yang disertai pesatnya perkembangan
Belakang ilmu pengetahuan (sains). Berbagai permasalahan di kehidupan sehari-hari
tidak lepas dari sains (Mahardika, dkk., 2016). Permasalahan utama
kehidupan yang timbul saat ini misalnya pengelolaan ketersediaan air dan
makanan, pengendalian penyakit, pengelolaan energi, dan cara beradaptasi
terhadap perubahan iklim (UNEP, 2012; Adholpus, 2012). Manusia harus
mampu mengatasi permasalahan tersebut sehingga manusia perlu
mengembangkan kemampuan literasi sains (NCREL and Meitri Group,
2003, Turiman dkk., 2012; UNEP, 2012).
Perpaduan GI dengan BL (GI-BL) dapat menciptakan pembelajaran
bermakna yang efektif dan efisien (Garrison dan Kanuka, 2004; Mayer
dkk., 2013) sehingga diharapkan dapat meningkatkan literasi sains secara
lebih efektif. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis penelitian ini adalah
GI-BL berpengaruh terhadap kemampuan literasi sains mahasiswa Biologi.
Metode Metode penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan
desain penelitian nonrandomized control group pretest-postest design.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa S1 Biologi FMIPA
Universitas Negeri Malang pada tahun ajaran 2016—2017. Sampel pada
penelitian ini adalah mahasiswa semester 3 (mahasiswa tingkat dua) S1
Biologi angkatan 2015 yang sedang menempuh matakuliah Fisiologi
Tumbuhan. Sampel terbagi atas tiga kelas dengan perbedaan strategi yang
akan diterapkan, yakni mahasiswa kelas I (GI-BL) sebanyak 35 mahasiswa,
kelas H (SI-BL) sebanyak 29 mahasiswa, dan kelas G (SI) sebanyak 25
mahasiswa. Penentuan kelas didasarkan pada uji kesetaraan dari hasil tes
pandahuluan literasi sains. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan
September sampai Desember 2016.
Hasil dan Hasil pretes mahasiswa biologi pada kelas GI-BL berada pada rentangan 24
Pembahasan sampai 64 dengan rata-rata 41.14 (SD= 11.30), pada kelas SI-BL berada
pada rentangan 28 sampai 64 dengan rata-rata 44.14 (SD= 10.55), pada SI
berada pada rentangan 24 sampai 56 dengan rata-rata 39.68 (SD= 10.38).
Hasil postes mahasiswa biologi pada kelas GI-BL berada pada rentangan 36
sampai 80 dengan rata-rata 57.37 (SD= 11.10), pada kelas SI-BL berada

33
pada rentangan 36 sampai 64 dengan rata-rata 53.52 (SD= 8.03), pada SI
berada pada rentangan 12 sampai 80 dengan rata-rata 44.96 (SD= 14.39).

Keterbatasan pada penelitian ini berasal dari jumlah sampel dan waktu
penelitian. Sampel penelitian digunakan dalam penelitian tergolong kecil
dan terbatas hanya Mahasiswa Biologi tingkat kedua Jurusan Biologi
Universitas Negeri Malang. Hasil penelitian menunjukkan strategi GI-BL
memiliki nilai yang paling tinggi dalam meningkatkan literasi sains dengan
rata-rata hasil nilai akhir (postes) sebesar 57,37, hasil tersebut masih
tergolong “sedang”. Kurang maksimalnya nilai postes yang dicapai dapat
terjadi karena kurangnya waktu penelitian, yakni hanya terbatas selama satu
semester.
Kesimpulan GI-BL memiliki pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan literasi
sains, pengaruh tersebut tidak berbeda nyata dengan SI-BL, dan berbeda
nyata dengan SI. GI-BL memiliki keunggulan jika dibandingkan SI-BL
dalam meningkatkan indikator literasi sains yakni pada kemampuan
memvalidasi literatur, mendesain penelitian ilmiah, dan kemampuan dasar
statistik.

34
Jurnal 10
Judul Profil Gaya Belajar Mahasiswa Pada Mata Kuliah Ilmu Lingkungan
Berbasis Blended Learning
Penulis dan Destri Ratna Ma’rifah, Yahya Hanafi, Galuh Alif Fahmi Rizki (2019)
Tahun
Latar Menurut Sukarsih (2016) diperlukan inovasi dalam pembelajaran sains
Belakang sebagai upaya untuk membelajarkan peserta didik agar pembelajaran terjadi
secara optimal. Aktualisasi potensi perlu dilaksanakan secara optimal bagi
kepentingan peserta didik. Aktualisasi potensi secara optimal memerlukan
inovasi dalam pembelajaran apalagi di era teknologi masa kini.
Mata kuliah Ilmu Lingkungan merupakan salah satu mata kuliah wajib
tempuh bagi mahasiswa di program studi Pendidikan Biologi. Mata kuliah
ini juga telah memiliki kelas e-learning sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai salah satu media dalam blended learning yang diselenggarakan.
Mata kuliah ini memiliki karakteristik yaitu membutuhkan banyak
pembelajaran secara kontekstual, pengayaan, diskusi dan studi kasus di
lingkungan sehingga penggunaan blended learning akan membantu
keefektifan pembelajaran.
Terdapat beberapa pertimbangan dalam memilih suatu model pembelajaran,
yaitu tujuan pembelajaran yang akan dicapai, sifat materi yang akan
diajarkan, kondisi peserta didik, dan ketersediaan sarana prasarana belajar
(Sugiyanto, 2010). Kondisi peserta didik ini salah satunya adalah gaya
belajar yang dimilikinya. Dengan demikian, pengetahuan terkait gaya
belajar mahasiswa perlu untuk diketahui demi keefektifan kegiatan
pembelajaran yang dilakukan.
Metode Metode yang digunakan adalah survei. Instrumen yang digunakan berupa
angket tertutup. Angket ini dibuat dengan memberdayakan google form.
Alamat angket diberikan kepada mahasiswa sehingga mahasiswa mampu
mengisi angket meskipun sedang tidak berada di kampus.
Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa program studi
Pendidikan Biologi yang menempuh mata kuliah Ilmu Lingkungan di tahun
akademik 2017/2018. Angket yang berhasil diisi sebanyak 113 angket.
Angket berisi pernyataan terkait dengan gaya belajar dan kebiasaan belajar
mahasiswa. Gaya belajar menjadi pilihan jawaban antara lain auditif, visual,
kinestetik, auditif-visual, auditif-kinestetik, dan visual-kinestetik. Aspek
kebiasaan belajar mahasiswa meliputi kecenderungan mahasiswa belajar
melalui referensi (internet atau buku) dan alat yang digunakan mahasiswa
ketika belajar melalui internet.
Data berupa pernyataan mahasiswa dalam pilihan jawaban. Pada setiap
aspek mahasiswa dapat memilih lebih dari satu jawaban. Setiap pilihan
jawaban pada tiap aspek dihitung persentasenya. Data berupa pernyataan
dianalisis secara deskriptif setelah diketahui proporsinya.
Penelitian dilakukan pada awal semester genap tahun akademik 2017/2018
sekitar bulan Maret-April 2018. Tempat pelaksanaannya adalah di dalam
kelas e-learning mata kuliah Ilmu Lingkungan.
Tahapan yang dilakukan adalah menyiapkan pernyataan dalam angket.

35
Penyataan ini telah didiskusikan bersama dengan tim. Tahapan selanjutnya
adalah menjadikan angket tersebut dapat diakses oleh mahasiswa dengan
menggunakan pengkaya google form. Setelah itu, mahasiswa diminta
mengisi angket sebelum kegiatan perkuliahan dimulai.

Hasil dan Setiap mahasiswa memiliki keunikan dalam belajar. Ada mahasiswa yang
Pembahasan lebih mampu memahami pembelajaran apabila dibantu dengan media
auditif tetapi ada pula yang lebih merasa terbantu dengan media berbasis
visual. Memahami gaya belajar mahasiswa dapat membantu dalam
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran. Berdasarkan angket yang diisi oleh
mahasiswa, berikut persentase gaya belajar mahasiswa digambarkan pada
Gambar 1.

Kesimpulan Mahasiswa peserta mata kuliah Ilmu Lingkungan memiliki gaya belajar
auditif-visual sebanyak 61,1%, kemudian diikuti gaya belajar visual, visual-
kinestetik, auditif-kinestetik, auditif, dan kinestetik. Pembelajaran secara
blended (blended learning) dapat menjadi salah satu alternatif guna
memfasilitasi gaya belajar mahasiswa yang beragam. Sebanyak 71,1% dari
mahasiswa menggunakan internet sebagai sumber belajarnya dan sebanyak
91,2% mahasiswa mengakses internet melalui smartphone. Kebiasaan
mahasiswa menggunakan internet melalui smartphone mendukung dalam
kegiatan pembelajaran secara blended yang dilakukan.

Jurnal 11
Judul Pengembangan Lembar Kerja Siswa Berbasis Model Discovery Learning
Pada Pokok Bahasan Sudut Kelas VII
Penulis dan Selly Noviafitri, Somakim dan Yusuf Hartono (2016)
Tahun
Latar Sudut merupakan salah satu konsep paling dasar dalam geometri. Pada
Belakang dasarnya, pembelajaran sudut dilakukan dengan cara pembagian pada
sebuah lingkaran, dan pengukurannya sama dengan pengukuran pada
panjang dan luas yang dasar dasarnya terletak pada pemahaman konsep-
konsep seperti partisi yang sama dan satuan iterasi (Clements dan Stephan,
2004).

36
Menurut Turmudi (2010) sudut merupakan salah satu unsur pokok yang
membangun konsep baik dalam geometri bidang maupun geometri ruang.
Sudut juga menjadi konsep dasar dalam membuktikan rumus-rumus, seperti
rumus jumlah sudut pada segitiga, membuktikan kongruen dan yang
lainnya. Menurut Rohmah (2012), Materi ini mengajarkan siswa agar dapat
menganalogikan dari beberapa konsep dasar untuk menyelesaikan masalah
serta mampu menerjemahkan setiap bahasa matematis yang berupa simbol,
grafik atau gambar untuk membantu dalam menyelesaikan masalah.
Namun, pada kenyataanya siswa masih kesulitan dalam menemukan konsep
sudut karena konsep sudut merupakan suatu yang abstrak bagi siswa
(Wardhani, 2013).
Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
mengembangkan LKS berbasis model pembelajaran discovery learning
pada pokok bahasan sudut kelas VII yang valid dan praktis serta memiliki
efek potensial.
Metode Jenis penelitian yang digunakan adalah design research tipe development
study yaitu mengembangkan lembar kerja siswa dengan tujuan
menghasilkan LKS yang dikembangkan berbasis model discovery learning
pada pokok bahasan sudut yang valid dan praktis serta memiliki efek
potensial. Menurut Zulkardi (2006), penelitian pengembangan difokuskan
pada 2 tahap yaitu tahap preliminary dan tahap formative evaluation yang
meliputi self evaluation, expert review dan one-to-one, small group, serta
field test.
Pada tahap expert review, soal prototipe pertama dikonsultasikan kepada
para pakar (expert) dan dievaluasi berdasarkan kriteria validasi konten,
konstruk, dan bahasa. Hasil evaluasi dari validasi pakar ditulis lembar
validasi sebagai bahan pertimbangan untuk merevisi soal prototipe pertama.
Hasil dan
Pembahasan

37
Penelitian pengembangan ini menghasilkan LKS berbasis model discovery
learning yang valid, praktis dan memiliki efek potensial. Kevalidan dilihat
dari segi isi, konstruk, dan bahasa. Dari segi isi, LKS berbasis model
discovery learning yang dikembangkan peneliti sudah sesuai dengan
kompetensi inti dan kompetensi dasar pada kurikulum 2013 serta teori
pembelajaran sudut. Dari segi konstruk, desain LKS telah sesuai dengan
Indikator-indikator pembelajaran. Dari segi bahasa, LKS telah
menggunakan kalimat komunikatif, sesuai dengan Ejaan Yang
Disempurnakan, dan menggunakan kalimat yang tidak rancu serta mudah
dipahami.
Kesimpulan Penelitian ini telah menghasil LKS berbasis model discovery learning yang
valid dan praktis. Kevalidan LKS berdasarkan konten, konstruk, dan
bahasa. Dari segi konten, LKS berbasis model discovery learning yang
peneliti kembangkan sudah sesuai dengan KI dan KD dalam kurikulum
2013 dan sudah sesuai dengan pembelajaran sudut. Dari segi konstruk, LKS
yang dikembangkan sudah tersusun dengan baik sesuai dengan indikator
dari materi sudut yang telah ditetapkan. Sedangkan dari segi bahasa, LKS
yang dikembangkan telah menggunakan bahasa yang baik dan benar
dimana siswa paham terhadap informasi maupun pertanyaan di dalam LKS.
Kepraktisan terlihat dari hasil uji coba pada tahap small group, pada analisis
jawaban siswa pada LKS sebagian besar siswa dapat menyelesaikan setiap
tahapan yag ada pada LKS dengan baik serta berdasarkan hasil dari
komentar siswa juga menyatakan bahwa LKS yang diberikan mudah
dikerjakan dan mudah dipahami oleh siswa.

Jurnal 12
Judul Engembangan LKS Dengan Model Discovery Learning Pada Materi Irisan
Dua Lingkaran

Penulis dan Harisman Nizar1, Somakim dan Muhammad Yusuf (2016)


Tahun
Latar Emilya, Darmawijoyo, & Ilma, (2010) menyatakan bahwa lingkaran adalah
Belakang salah satu materi yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu pokok bahasan dari lingkaran yaitu materi irisan dua lingkaran
yang dipelajari pada kelas XI SMA, sehingga materi tersebut penting. Pada
dasarnya pembelajaran lingkaran menggunakan koordinat cartecius dengan

38
panjang horizontal dan vertikal diukur terhadap dua sumbu dan panjang
diagonal dihubungkan dengan itu menggunakan teorema pythagoras
(Brown, 2011). Pembelajaran irisan dua lingkaran pada dasarnya yaitu
dengan melihat jari-jari serta pusat kedua lingkaran (Kanginan, 2014).
Metode Jenis penelitian ini adalah design research tipe development study, yang
bertujuan untuk menghasilkan LKS dengan model discovery learning
materi irisan dua lingkaran yang valid dan praktis serta memiliki efek
potensial terhadap hasil belajar. Menurut Tessmer (1993), penelitian
pengembangan difokuskan pada 2 tahap yaitu tahap preliminary dan tahap
formative evaluation yang meliputi self evaluation,expert review dan one-
to-one, small group, serta field test.
Pada tahap preliminary, tahap ini adalah tahap penentuan tempat dan subjek
penelitian, dalam hal ini peneliti menghubungi kepala sekolah dan guru
mata pelajaran matematika di SMA Negeri 1 Indralaya. Selanjutnya,
melakukan persiapan-persiapan, seperti mengatur jadwal penelitian dan
prosedur kerjasama dengan guru kelas yang akan dijadikan tempat
penelitian, atau menentukan siapa saja yang nantinya terlibat dalam
penelitian.
Pada tahap formative evaluation, tahap pertama yang dilakukan adalah self
evaluation yaitu peneliti menganalisis dan mendesain. Pada tahap
menganalisis, peneliti melakukan analisis yang meliputi analisis siswa,
analisis kurikulum, analisis kompetensi inti dan kompetensi dasar yang
sesuai dengan Kurikulum 2013 SMA, analisis indikator kompetensi dasar,
analisis materi, dan analisis kriteria penilaian. Pada tahap mendesain,
peneliti mendesain LKS dengan model discovery learning materi irisan dua
lingkaran dan RPP. Kemudian hasil desain LKS yang telah diperoleh akan
divalidasi oleh pakar (expert). Hasil pendesainan ini disebut sebagai
prototipe pertama. Masing-masing prototipe fokus pada tiga kriteria, yaitu:
konten (isi), konstruks dan bahasa. Dari tahap pendesaian ini didapatkan
LKS prototipe 1. Prototipe 1 ini akan diujikan dalam tahap expert review
dan one-to-one.
Hasil dan
Pembahasan

39
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan Lembar Kerja Siswa (LKS)
dengan model discovery learning yang valid, praktis, dan mempunyai efek
potensial terhadap hasil belajar. Berdasarkan komentar dan saran expert
review serta kesulitan siswa pada tahap one-to-one, dihasilkan LKS yang
valid. Kevalidan LKS dilihat dari segi konten (kesesuaian kompetensi dasar
dan indikator kurikulum 2013 serta teori pembelajaran irisan dua
lingkaran), konstruk (LKS yang dikembangkan telah sesuai dengan tujuan
pembelajaran, langkah-langkah operasional model discovery learning, dan
sesuai dengan RPP) dan bahasa sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD), menggunakan bahasa yang komunikatif dan kalimat yang tidak
rancu).

40
Kesimpulan Penelitian ini telah menghasilkan LKS dengan model discovery learning
yang valid dan praktis. Kevalidan LKS berdasarkan isi, konstruk, dan
bahasa. Dari segi isi, LKS dengan model discovery learning yang peneliti
kembangkan sudah sesuai dengan KI dan KD dalam kurikulum 2013 serta
sesuai dengan teori pembelajaran irisan dua lingkaran. Dari segi konstruk,
LKS yang dikembangkan sudah tersusun dengan baik sesuai dengan tujuan
pembelajaran dari materi irisan dua lingkaran. Sedangkan dari segi bahasa,
LKS yang dikembangkan telah menggunakan bahasa yang baik dan benar
sesuai dengan ejaan yang disempurnakan, menggunakan kalimat
komunikatif, serta tidak rancu dan mudah dipahami siswa, hal ini terlihat
ketika siswa mengerjakan LKS tidak salah pengertian terhadap informasi
maupun pertanyaan di dalam LKS serta informasi LKS. Kepraktisan terlihat
dari hasil uji coba pada tahap small group, pada analisis jawaban siswa pada
LKS sebagian besar siswa dapat menyelesaikan setiap tahapan yang ada
pada LKS dengan baik kemudian berdasarkan hasil dari komentar siswa
juga menyatakan bahwa LKS yang diberikan mudah dikerjakan oleh siswa.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara juga diperoleh bahwa siswa
sudah mampu mengerjakan LKS.

Jurnal 13
Judul Pengembangan LKS Bercirikan Guided Discovery Learning Pada Materi
Segi Empat Untuk Siswa Kelas VII MTs

Penulis dan Ishmatul Maula, Subanji, Sudirman (2016)


Tahun
Latar Wardani (2008) menyatakan bahwa pada standar isi mata pelajaran
Belakang matematika untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah
dinyatakan bahwa tujuan mata pelajaran matematika di sekolah adalah agar
siswa mampu (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes,
akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan
penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam
membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4)
mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan (5) memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa
ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap
ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Tujuan tersebut dapat
dicapai jika pengelolaan pembelajaran matematika di sekolah terselenggara
dengan baik, yaitu menarik, efektif, dan efisien.

41
Berdasarkan hal tersebut peneliti mencoba mencari informasi mengenai
proses kegiatan pembelajaran matematika dan penggunaan bahan ajar
matematika di kelas VII salah satu Madrasah Tsanawiyah (MTs) di daerah
Samarinda (Kalimatan Timur), yaitu MTs Labbaika Samarinda. Informasi
awal diperoleh dari hasil wawancara pada tanggal 6 Juni 2015 terhadap satu
orang guru matematika di sekolah tersebut. Adapun informasi yang
diperoleh dari hasil wawancara adalah (1) kegiatan pembelajaran
matematika di kelas VII belum aktif, siswa cenderung hanya diam
mendengarkan penjelasan guru tanpa ada umpan balik yang diberikan siswa
selama proses pembelajaran berlangsung, (2) metode pembelajaran yang
digunakan masih menggunakan metode ceramah, dikarenakan metode ini
dirasa guru paling efektif digunakan bagi siswa peralihan dan cocok untuk
semua klasifikasi kemampuan siswa, (3) bahan ajar yang digunakan dalam
pembelajaran matematika adalah buku pegangan guru yang diperoleh dari
bantuan pemerintah dan lembar kegiatan siswa (LKS) yang diperoleh dari
para penyalur yang datang ke sekolah. Guru tidak membuat bahan ajar
sendiri dikarenakan biaya yang dibutuhkan lebih besar, sehingga guru lebih
memilih menggunakan LKS sebagai sumber belajar utama siswa.
Metode Penelitian ini dilaksanakan di MTs Labbaika Samarinda. Adapun subjek uji
coba pada penelitian ini adalah siswa kelas VII MTs Labbaika Samarinda
tahun ajaran 2015/2016. Pengembangan LKS (Lembar Kegiatan Siswa)
dalam penelitian ini mengikuti prosedur pengembangan yang disampaikan
oleh Plomp (2010) yakni memberikan tiga tahapan dalam mendesain suatu
bahan ajar, yaitu (1) Preliminary Research, (2) Prototyping Phase, dan (3)
Assessment Phase.
Hasil dan Penelitian ini berhasil mengembangkan LKS (Lembar Kegiatan Siswa)
Pembahasan bercirikan Guided Discovery Learning pada materi segi empat dengan
pokok bahasan sifat-sifat segi empat, luas daerah dan keliling segi empat
yang memenuhi kriteri valid, praktis, dan efektif. LKS ini dikembangkan
sesuai langkah-langkah pengembangan yang dikemukakan oleh Plomp,
yaitu preliminary research, prototyping phase, dan assessment phase. Hasil
keseluruhan penilaian kualitas bahan ajar matematika terangkum dalam
tabel berikut:

42
Penelitian ini berhasil mengembangkan bahan ajar matematika berupa LKS
(Lembar Kegiatan Siswa) bercirikan Guided Discovery Learning pada
materi segi empat dengan pokok bahasan sifat-sifat segi empat, luas dan
keliling segi empat. Bahan ajar matematika ini memiliki karakteristik,
antara lain (1) LKS yang dikembangkan tidak menyajikan materi dalam
bentuk final (sudah jadi), tetapi LKS disusun sesuai sintak Guided
Discovery Learning yang terdiri dari tahapan orientasi masalah, eksplorasi,
analisis/mengolah informasi, kesimpulan, dan latihan. Tahapan-tahapan
tersebut dirancang untuk membimbing siswa dalam menemukan konsep
atau prinsip matematika pada materi segi empat, (2) bimbingan diwujudkan
dalam bentuk tulisan berupa pertanyaan atau arahan kegiatan yang terdapat
dalam LKS pada tahapan eksplorasi dan analisis/mengolah informasi, dan
(3) pada tahapan orientasi masalah, masalah yang disajikan berupa masalah
kontekstual, yaitu masalah yang berkaitan dengan benda-benda berbentuk
segi empat yang dikenal siswa dalam kehidupan sehari-hari. Pada tahap
ekplorasi, siswa melakukan kegiatan-kegiatan berupa mengamati,
mengukur, memotong, dan menyusun atau menggambar.
Kesimpulan Berdasarkan hasil pengembangan dan uji coba, dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut:
A. Hasil Pengembangan
Dalam penelitian ini dikembangakan suatu bahan ajar matematika
melalui model pengembangan Plomp (2010) yang terdiri dari 3
tahapan, yaitu (1) Preliminary Research, (2) Prototyping Phase, dan
(3) Assessment Phase. Melalui tahapan tahapan pengembangan
tersebut, maka dihasilkan suatu bahan ajar matematika berupa LKS
bercirikan Guided Discovery Learning untuk siswa kelas VII MTs
Labbaika Samarinda pada materi segi empat dengan kompetensi dasar
mengidentifikasi sifat-sifat dan menentukan ukuran persegi panjang,
persegi, jajargenjang, belah ketupat, layang-layang, dan trapesium.
B. Kualitas Pengembangan
Bahan ajar matematika yang dikembangkan dalam penelitian ini telah
memenuhi kriteria validitas (validity), kepraktisan (practically), dan
keefektifan (effectiveness). Berikut rincian mengenai kualitas
pengembangannya.

Jurnal 14
Judul Discovery Learning untuk Meningkatkan Kuantitas dan Kualitas Pertanyaan
dan Pernyataan Siswa SMA pada Pembelajaran Biologi

43
Penulis dan Almira Rahma, Sri Widoretno dan Nurmiyati (2017)
Tahun
Latar Proses pembelajaran di kelas merupakan interaksi timbal balik antara guru
Belakang dengan siswa dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar
(Rustaman, 2007). Proses pembelajaran menurut Permendiknas Nomor 65
tahun 2013 adalah pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, dan memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif. Partisipasi
aktif siswa dalam proses pembelajaran terlihat dari berpikir dan
berkomunikasi aktif melalui bertanya dan menyatakan pendapat sebagai
respon dari pertanyaan dan pernyataan siswa maupun guru (Mayer, 2009;
Cho, et al., 2012), sehingga bertanya dan menyatakan pendapat adalah
indikator pembelajaran interaktif (Jean, Carron, & Pernelle, 2012), yang
teridentifikasi melalui pertanyaan dan pernyataan. Pertanyaan dan
pernyataan menurut Clough (2007) dan Mercier (2011) merupakan
komponen utama dalam proses pembelajaran yang mencerminkan proses
berpikir siswa.
Metode Penelititan dilakukan selama 3 siklus pada materi sistem reproduksi yang diperoleh
melalui empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
Penelitian berakhir di siklus 3 karena berbagai pertimbangan yaitu: 1)
teridentifikasi peningkatan kuantitas dan kualitas pertanyaan dan pernyataan, 2)
waktu yang terbatas, 3) materi yang sesuai silabus pembelajaran. Subjek penelitian
adalah siswa kelas XI IPS 1 SMA N 5 Surakarta. Pengambilan data dilakukan
dengan teknik observasi pada proses pembelajaran untuk mengidentifikasi
peningkatan kuantitas dan kualitas pertanyaan dan pernyataan melalui discovery
learning, wawancara untuk mengonfirmasi pertanyaan dan pernyataan yang
diajukan siswa, serta dokumentasi sebagai data pendukung. Validasi data
menggunakan triangulasi. Teknik analisis menggunakan analisis kualitatif. Analisa
pertanyaan dan pernyataan menggunakan instrument sesuai rubrik Taksonomi
Bloom terevisi.
Hasil dan
Pembahasan

44
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa discovery learning mampu
meningkatkan kuantitas dan kualitas pertanyaan dan pernyataan siswa SMA
pada pembelajaran biologi. Peningkatan kuantitas ditunjukkan dengan
pertambahan jumlah baseline pertanyaan dan pernyataan di siklus 1 sampai
dengan siklus 3. Peningkatan kualitas pertanyaan dan pernyataan ditunjukkan
dengan pergeseran proses berpikir yang meningkat dari C2 menjadi C5, serta
dari dimensi pengetahuan faktual menjadi prosedural di siklus 1, siklus 2, dan
siklus 3.

Jurnal 15
Judul Pengembangan Pembelajaran Blended Learning Berbasis Website Di
Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Samudra
Penulis dan Ruhama Desy M dan Setyoko (2017)
Tahun
Latar Pembelajaran abad 21 di perguruan tinggi dengan perkembangan teknologi
Belakang informasi dan komunikasi (TIK) yang sangat pesat, mendorong
pembelajaran yang memanfaatkan sarana teknologi informasi dan
komunikasi sebagai pendukung dalam pembelajaran. Ilmu pengetahuan dan
teknologi terus menerus berkembang dengan pesatnya. Eksistensi
Universitas Samudra sebagai Perguruan Tinggi Baru sudah pesat
perkembangan dalam teknologi informasi dan komunikasi, yaitu
tersedianya fasilitas internet bagi dosen dan mahasiswa. Asnawi (2015),
fasilitas hotspotwifi dalam mengakses internet di Universitas Samudra
antara lain beberapa titik; pada gedung fakultas Hukum hotspot, fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan terdapat 2 titik hotspot yaitu FKIP hotspot
dan Sejarah hotspot, fakultas Teknik terdapat 2 titik yaitu Teknik hotspot
dan Unsam 3 hotspot, fakultas Pertanian dan Perpustakaan pusat terdapat 1
titik hotspot, fakultas Ekonomi 1 titik hotspot. Hotspot-wifi di Universitas
Samudra dapat diakses diseluruh area kampus.
Pembelajaran yang efektif dapat membentuk susana pembelajaran
mahasiswa yang aktif dan produktif (Fry et al., 2009). Pembelajaran di
perguruan tinggi menuntut mahasiswa untuk aktif dalam mengembangkan
materi yang diperoleh dari dosen pada saat tatap muka dan diluar
perkuliahan. Pengembangan blended learning berbasis website menuntut
pembelajaran tidak hanya terpusat pada jam perkuliahan dikelas, tetapi
pembelajaran akan tetap berjalan diluar kelas dengan media online berbasis
website. Perkembangan pembelajaran di era digital, seluruh aktivitas dan

45
kegiatan pembelajaran di perguruan tinggi melibatkan electronic
learning.Penelitian ini upaya untuk mendorong mahasiswa dalam student
centered learning (SCL) melalui proses pembelajaran yang tidak terbatas
oleh ruang dan waktu, sehingga dapat meningkatkan kualitas proses
pembelajaran bagi mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi
Universitasa Samudra.
Metode Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (Research and Development).
Metode pengembangan menggunakan model 4D; Define (pendefinisan), Design
(Perancangan), Development (Pengembangan) dan Disseminate (Penyebarluasan)
(Thiagarajan et al., 1974).
Analisis Data
Analisis data dengan deskriptif kualitatif dengan tahapan pengumpulan data,
reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Data pengembangan
pembelajaran blended learning berbasis website dilakukan berdasarkan hasil
perolehan skor dari lembar validasi ahli dan uji coba responden mahasiswa.
Hasil dan
Pembahasan

Pengembangan pembelajaran blended learning berbasis website di Program Studi


Pendidikan Biologi Universitas Samudra memberikan kemudahan belajarbagi
mahasiswa dalam mencari sumber materi dan diksusi online dalam pembelajaran.
Blended learning merupakan pembelajaran kombinasi tatap muka dikelas (face to
face) dengan penggunaan website secara online. Blended learning merupakan
penggabungan semua komponen yang dapat memberikan kemudahan dalam proses
pembelajaran (Jeffrey et al., 2014).Pembelajaran face to face didalam kelas masih
memiliki keterbatasan dalam waktu dan ruang, meskipun pembelajaran ini sudah
sering dilakukan dengan ceramah yang diberikan dosen kepada mahasiswa dalam
menyampaikan materi dan diskusi secara langsung dikelas.Hasil pengembangan
yang dilakukan menunjukan bahwa pengembangan website dengan kualifikasi
praktis dapat dipergunakan dalam pembelajaran berdasarkan validasi responden
ahli media dan ahli pengajaran.Blended Learning program pembelajaran dimana
lebih dari satu model transformasi pengetahuan yang dapat dilakukan untuk
optimaliasasi pembelajaran. Prinsip dasar blended learning sebagai situasi dimana

46
komunikasi tatap muka dan komunikasi online terintegrasi secara optimal
sehingga, pengalaman belajar akan mencapai tujuan pendidikan (Singh dan Reed,
2001; Garrison dan Vaughn, 2008; Kistow, 2011).
Kesimpulan Pengembangan pembelajaran blended learning berbasis website layak digunakan
oleh mahasiswa Pendidikan Biologi Universitas Samudra dalam pembelajaran
yang memadukan antara pembelajaran tatap muka di kelas dengan online.Hal ini
berdasarkan hasil uji validasi diperoleh validasi ahli media 82,65% kualifikasi
praktis dan tidak perlu direvisi, validasi ahli pengajaran yang kedua diperoleh
86,25% kualifikasi sangat praktis dan tidak perlu direvisi dan validasi responden
oleh mahasiswa diperoleh 90,16% kualifikasi sangat praktis dan tidak perlu
direvisi. Pengembangan website digunakan sebagai media pembelajaran dalam
pembelajaran blended learning sehingga dapat meningkatkan kemandirian belajar
yang mendorong pembelajaran terpusat pada mahasiswa yang tidak terbatas ruang
dan waktu. Pengembangan ini masih terbatas untuk pembelajaran di Program Studi
Pendidikan Biologi dan diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahu
keefektifan pembelajaran blended learning berbasis website terhadap hasil belajar
mahasiswa.

47

Anda mungkin juga menyukai