Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini terdapat beragam inovasi baru di dalam dunia pendidikan


terutama pada proses pengajaran. Inovasi-inovasi dalam pengajaran
harus tepat, dikarenakan agar membuat siswa antusias terhadap
persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba memecahkan
persoalannya. Pembelajaran di kelas masih dominan
menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga kurang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berintekrasi langsung
kepada benda-benda konkret.

Seorang guru perlu memperhatikan konsep awal siswa


sebelum pembelajaran. Jika tidak demikian, maka seorang pendidik tidak
akan berhasil menanamkan konsep yang benar, bahkan dapat
memunculkan sumber kesulitan belajar selanjutnya. Mengajar bukan
hanya untuk meneruskan gagasan-gagasan pendidik pada siswa,
melainkan sebagai proses mengubah konsepsi-konsepsi siswa yang
sudah ada dan di mana mungkin konsepsi itu salah, dan jika ternyata
benar maka pendidik harus membantu siswa dalam mengkonstruk
konsepsi tersebut biar lebih matang.

Keberhasilan dalam proses pengajaran dipengaruhi oleh dua faktor


yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang
berkaitan dengan diri siswa, diantaranya adalah kemampuan, minat,
motivasi, keaktifan belajar dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal
adalah faktor dari luar diri siswa, diantaranya adalah model pembelajaran.

Model pengajaran memiliki andil yang cukup besar dalam kegiatan


belajar mengajar. Kemampuan menangkap pelajaran oleh siswa dapat

1
dipengaruhi dari pemilihan model pengajaran yang tepat, sehingga tujuan
pembelajaran yang ditetapkan akan tercapai. Terdapat berbagai macam
model pengajaran yang dapat dijadikan alternatif bagi guru untuk
menjadikan kegiatan pembelajaran di kelas berlangsung efektif dan
optimal. Namun pernahkah kita berfikir dari mana datangnya model-model
pengajaran serta siapakah pencetusnya?

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja macam-macam kelompok model pengajaran?
2. Siapa pencetus kelompok model pengajaran?

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Lingkungan Pembelajaran Dan Model Pengajaran

Pengertian klasik tentang pengajaran adalah merancang dan


menciptakan lingkungan-lingkungan. Siswa belajar dengan cara
berinteraksi dengan lingkungan mereka dan mereka belajar bagaimana
cara belajar (learn how to learn) dengan baik (Dewey,1916).1 Suatu model
pengajaran merupakan gambaran suatu lingkungan pembelajaran juga
meliputi perilaku kita sebagai guru saat model tersebut diterapkan. Model
ini memiliki banyak kegunaan yang menjangkau segala bidang
pendidikan, dari materi perencanaan dan kurikulum hingga materi
perancangan instruk termasuk program-program multimedia.

Model merupakan contoh yang dipergunakan para ahli dalam


menyusun langkah-langkah dalam melaksanakan pembelajaran,maka dari
itu strategi merupakan bagian dari langkah yang digunakan model untuk
melaksanakan pembelajaran. Dengan demikian, strategi pembelajaran
merupakan bagian dari model pembelajaran dan ia bukanlah merupakan
strategi pembelajaran.2

Dari model-model ini, kida tapat mencapai tujuan-tujuan sekolah


secara umum dan tujuan-tujuan filosofis yang kebanykan hanya dapat
dijangkau oleh sekolah-sekolah fenomenal. Dengan mengkombinasikan
model-model tersebut, kita dapat merancang sekolah, kurikulum,
pelajaran. Pilihan ini mencakup banyak meski tidak semua tujuan-tujuan
dan psikologis ke arah pengajaran dan pembelajaran. Semuanya memiliki
dasar teori yang kokoh-karena para penemunya menyajikan kita alasan
yang menjelaskan, mengapa kita harus menggunakan model-model ini
1
Bruce Joyce. Marsha Weil. dan Emily Calhoun, Models of Teacing, Pearson Education,
Inc, Publishing as Allyn & Bacon, 2011. Hal 30.
2
Martinis Yamin, Stategi & Metode dalam Model Pembelajaran, (jakarta : Referensi,
2013). Hal 17.

3
untuk mencapai tujuan yang telah dirancang. Model-model yang terpilih
juga memiliki sejarah pendidikan telah disaring melalui pengalaman-
pengalaman yang teruji. Jadi, semua diterapkan secara efektif dan
menyenangkan di kelas dan lingkungan pendidikan lain. Lagi pula, model-
model tersebut cukup adaptable; dapat disesuaikan pada gaya
pembelajaran siswa dan kebutuhan berbagai bidang kurikulum.

Model dalam pembelajaran suatu hal yang sangat dibutuhkan untuk


ditiru. Pembelajar (dosen/guru) memberi model tentang bagaimana cara
belajar,model dalam melaksanakan sesuatu. Modeldapat dirancang
denganmelibatkan peserta didik atau dapat mendatangkan dari luar. 3

Selain "divalidasi" oleh pengalaman-pengalaman, seluruh model


juga didukung oleh sejumlah penelitian formal yang telah menguji teori
dan kemampuannya dalam memberikan pengaruh pada proses
pengajaran. Sejumlah penelitian yang terkait bervariasi dari model ke
model. Ada yang hanya didukung oleh sedikit kajian dan ada pula yang
memiliki sejarah telah dikaji oleh ratusan penelitian. Saat membahas
setiap model, kita akan menyediakan acuan kunci - yang dapat membantu
anda mengakses buku penelitian. Selain itu, lihatlah Bab 3 yang berisi
rangkum; tentang jenis-jenis petunjuk. Anda bisa lihat, bagaimana
petunjuk-petunjuk ini diakumulasikan untuk mengukur pengaruh berbagai
model dan cara-cara mempiramida mereka, seperti yang telah dilakukan
Traci di atas.

2. Macam-Macam Kelompok Model Pengajaran

Menurut Meyer, W. J. yang dikutip oleh Trianto dalam bukunya


mendesain model pembelajaran inovatif-progresif mengatakan bahwa,
Sebelum kita membahas tentang model pengajaran, terlebih dahulu akan
kita kaji apa yang dimaksud dengan model? Secara kaffah model
dimaknai sebagai objek atau konsep yang digunakan untuk
3
Martinis Yamin, DesainBaru Pembelajaran Konstruktivistik, (Jakarta : Referensi, 2012).
Hal 85.

4
mempresentasikan suatu hal. Sesuatu yang nyata dan dikonversikan
untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif.4

Sedangkan menurut Arends yang dikutip oleh Trianto dalam


bukunya mendesain model pembelajaran inovatif-progresif mengatakan
bahwa “ the trem teaching model refers to a particular approach to
instruction that includes its goals, syntax, environment, and management
system. “ istilah model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan
pembelajaran tertentu termasuk tujuan,sintaksnya, lingkungan, dan sistem
pengelolaannya.5

Dalam mengajarkan suatu pokok bahasan (materi) tertentu harus


dipilih model pembelajaran yang paling sesuai dengan tujuan yang akan
dicapai. Oleh karena itu, dalam memilih suatu model pembelajaran harus
memiliki pertimbangan-pertimbangan.6

Model-model pengajaran dibagi ke dalam empat kelompok


pengajaran yang para "anggota"-nya memiliki orientasi pada (sikap)
manusia dan bagaimana mereka belajar. Kelompok-kelompok tersebut
adalah:7

A. Kelompok Model Pengajaran Memproses Informasi (the


information-processing family)
B. Kelompok Model Pengajaran Sosial (the social family)
C. Kelompok Model Pengajaran Personal (the personal family)
D. Kelompok Model Pengajaran Sistem Perilaku (the behavioral
systems family)

4
Trianto, mendesain model pembelajaran inovatif-progresif, (Jakarta : Kencana, 2009).
Hal 21.
5
Trianto, mendesain model pembelajaran inovatif-progresif, (Jakarta : Kencana, 2009).
Hal 22.
6
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta :
Prestasi Pustaka, 2007). Hal 9.
7
Bruce Joyce. Marsha Weil. dan Emily Calhoun, Models of Teacing, Pearson Education,
Inc, Publishing as Allyn & Bacon, 2011. Hal 31.

5
A. Kelompok Model Pengajaran Memproses Informasi
Model-model memproses informasi (information-processing
models) menekankan cara-cara dalam meningkatkan dorongan
alamiah manusia untuk membentuk makna tentang dunia (sense of the
world) dengan memperoleh dan mengolah data, merasakan masalah-
masalah dan menghasilkan solusi-solusi yang tepat, serta
mengembangkan dan bahas untuk mentransfer solusi/data tersebut.
Beberapa model dalam kelompok ini menyediakan informasi dan
konsep pada para pembelajar, beberapa kelompok menekankan
susunan konsep dan pengujian hipotesis, dan beberapa yang lain
merancang cara berpikir kreatif. Hanya sedikit model dalam kelompok
ini yang dimengerti untuk meningkatkan kemampuan intelektual pada
umumnya. Banyak model-model memproses informasi berguna untuk
mengamati diri sendiri dan masyarakat, dan karenanya dapat kita
terapkan untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan sosial dalam
pendidikan.

1) Berfikir Induktif (Incudtive Thinking)


Kemampuan dalam menganalisis informasi dan membuat
konsep-berpikir (induktif thinking) pada umumnya dianggap sebagai
keterampilan berpikir yang fundalmental. Model yang dihadirkan di
sini merupakan penyesuaian dari kajian Hilda Taba (1969)
sebagaimana peneliti lain yang telah mengkaji bagaimana
mengajari siswa dalam mencari dan mengolah informasi, membuat
dan menguji hipotesis yang menghubungan antar data. Model
tersebut telah digunakan dalam berbagai bidang kurikulum dan
telah diterapkan pula pada siswa di seluruh tingkatan umum hal ini
tidak terbatas pada bidang ilmu pengetahuan saja. Analisis fonetik
dan struktural, sebagai salah satu cara kerja dalam model ini,
tergantung pada pembelajaran konsep, seperti aturan-aturan
gramatikal. Struktur bidang kesusastraan tergantung pada

6
klasifikasi. Kajian masyarakat, negara, dan sejarah mensyaratkan
ada belajaran konsep. Kendatipun pembelajaran konsep tidak
terlalu penting dalam perkembangan pemikiran, pengolahan
informasi sangat fundamental pada bida kurikulum yang
mengutamakan model berpikir induktif bagi materi pemebalajaran
dan pengajaran sekolah. Hal ini hanya mungkin diwujudkan jika
pembel tentang konsep-konsep dapat diterapkan dengan baik.
Model tersebut sebagai ditampilkan dalam tabel berdasar pada
penyesuaian baru yang dilakukan oleh Joyce dan Calhoun
(1996,1998), serta Joyce, Hrycauk, dan Calhoun (2001) dalam,
program mereka yang dirancang untuk mempercepat kemampuan
belajar siswa.

2) Penemuan Konsep (Concep Attainment)


Dibangun atas kajian-kajian pemikiran yang dilakukan oleh
Brunre, Goodnow, dan Austin (1967) dan diadaptasi oleh Lighthall
dan Joyce, model penemuan konsep (concept attainment) relatif
sama dengan model induktif. Dirancang untuk mengajarkan konsep
dan membantu siswa lebih efektif dalam mempelajari konsep.
Model ini mrupakan metode efisien dalam menyajikan informasi
yang tersusun dan terencana dari ruang lingkup topik yang luas
bagi siswa pada setiap tingkatan perkembangan.

3) Model Induktif Bergambar (Picture Word Inductive Model)


Dikembangkan oleh Emily Calhoun (1999) dan dirancang
dari suatu penelitian tentang bagaimana siswa tidak hanya bisa
melek huruf pada huruf cetak, khususnya menulis dan membaca,
tetapi juga bagaimana mendengarkan dan mengucapkan kosa kata
yang telah dikembangkan. Model induktif kata bergambar
memadukan model berpikir induktif dan model penemuan konsep
agar siswa dapat belajar berkata-kata, kalimat-kalimat, dan
paragraf-paragraf. Model ini merupakan inti penerapan kurikulum

7
yang sangat efektif di mana siswa TK dan SD dapat belajar
membaca dengan baik. Begitu pula, model ini juga menyediakan
semacam program "jaringan keselamatan" (safety net) bagi siswa
kelas akhir SD, SMP, dan SMA yang masih sulit membaca menulis
dengan baik.

4) Penelitian Ilmiah (Scientific Inquiry)

Dari beberapa model yang melibatkan siswa dalam


penelitian ilmiah (scientific ), kami menggunakan hasil Kajian
Kurikulum Ilmu Biologi (Biological Sciences lum Study/BSCS) yang
dipimpin oleh josep Schwab (1965) sebagai contoh terpenting.
Pada awalnya, siswa dibawa ke dalam proses ilmiah dan dibantu
mengumpuldan menganalisis data, dibantu memeriksa hipotesis
dan teori, dan dibantu merefleksikan tujuan konstruksi
pengetahuan. Model ini dapat diterapkan untuk memperkenalkan
siswa-siswa baru tentang ilmu pengetahuan (Metz,1995). Model ini
juga pengaruh penting pada pemerataan pembelajaran, yang
secara virtual dapat angkan disparitas gender (Parker dan Offer,
1987) dan mengurangi perbedaan sosial ekonomi. Kajian
Kurikulum Ilmu Biologi terus merevisi kurikulum dan bangkan
kurikulum bagi siswa baru (untuk contohnya, lihat Greenwald,
2001). Penelitian Pengajaran Sains juga memiliki banyak kajian
tentang kurikulum ini. ya memiliki informasi melimpah tentang
kurikulum sains/ilmiah yang beri pada penelitian. Jaringan
Eisenhower, dalam beberapa hal, juga telah dikemas berbagai
gagasan tentang kurikulum. Bahkan, simulasi ruang angkasa telah
di outlet Eisenhower dan NASA.

5) Mnemonik (Mnemonics)
Mnemonik merupakan strategi-strategi menghafal dan
mengasimilasikan informasi. dapat menggunakan mnemonik ini

8
untuk memandu presentasi mereka tentang materi yang akan
disampaikan agar siswa dapat dengan mudah menyerap informasi
dari presentasi tersebut. Guru juga dapat mengajarkan trik-trik yang
digunakan siswa untuk meningkatkan kajian informasi dan konsep,
baik secara individu maupun berkelompok. Model ini juga telah
banyak diuji pada beragam bidang kurikulum dan siswa-siswa di
semua umur dan karakteristik. Kami memasukkan beberapa variasi
yang dikembangkan oleh Pressley, Levin, dan Delaney (1982) dan
Levin (1990), dan beberapa penerapan lain yang terkenal oleh
Lorayne dan Lucas (1974) dan Lucas (2001). Oleh karena aktivitas
menghafal (memorization) te begitu membosankan sebab harus
melakukan aktivitas mengulang terus mer petition dan harus
menghafal istilah-istilah yang tidak jelas atau kuno dan hal yang
tak penting, orang terkadang lalu menyangka bahwa pembelajaran
mnemonik hanya berkaitan dengan informasi yang berada di
tingkat paling rendah. Padahal hal ini tidak seluruhnya benar.
Mnemonik sebenarnya dapat diterapkan untuk membentu mereka
menguasai konsep-konsep yang menarik sehingga model ini juga
pelajari secara menyenangkan.

6) Sinektik (Synectics)
Dikembangkan pertama kali untuk kalangan kelompok-
kelompok kreatif pada perusahaan industri, sinektik kemudian
diadaptasi oleh William Gordon (1961) untuk diterapkan pada
pendidikan sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama
(SMP) Sinektik dirancang untuk membantu guru memecahkan
masalah dan menulis berbagai aktivitas, serta memperoleh
perspektif-perspektif baru dalam membuat topik berbagai bidang.
Di kelas, metode ini diperkenalkan pada siswa dalam bentuk
worskhop hingga mereka bisa lebih mudah menerapkan prosedur-
prosedurnya secara individual dan kelompok. Walaupun dirancang

9
sebagai rangsangan langsung uni kreatif, sinektik memiliki
pengaruh yang juga positif, yaitu mampu memperkenalkan kerja
kolaboratif, keterampilan belajar, dan rasa persahabatan di antara
siswa. Beberapa kajian dan pengembangan yang baru-baru ini
dilakukan oleh Keyyes dan Grodin telah membuat model tersebut
menjadi lebih menarik (lihat skenariom mulaan bab 10).

7) Advance Organizer
Selama 40 tahun, ada banyak penelitian menarik yang telah
memupuk tentang advance organizer yang dibentuk oleh David
Ausubel (1963) ini. Dirancang untuk menyediakan struktur kognitif
pada siswa dalam memahami presentasi Pelajaran melalui
ceramah, membaca, dan media lain, model ini telah digunakan di
hampir semua pelajaran dan pada siswa-siswa seluruh tingkatan
umur. Model ini pula mudah dikombinasikan dengan model lain,
misalnya ketika presentasi digabung dengan kegiatan induktif.

B. Kelompok Model Pengajaran Sosial : Membangun


Komunitas Pembelajaran
Ketika kita bekerja sama, kita menghasilkan energi kolektif yang
kita sebut-sebut sinergi (synergy). Model-model sosial dalam
pengajaran telah dibangun untuk mendapatkan keuntungan dari
fenomena ini dengan cara membuat komunitas pembelajaran (learning
community). Pada dasarnya, manajemen sekolah adalah soal me-
hubungan-hubungan kooperatif di dalam kelas. Pengembangan
budaya yang positif merupakan proses pengembangan cara-cara
integratif dan proberinteraksi dan standar-standar yang mendukung
aktivitas pembedinamis.

1) Mitra Belajar (Partners in Learning)


Pada tahun-tahun belakangan ini, ada banyak studi
pengembangan tentang Pembelajaran kooperatif (cooperative

10
learning), dan banyak strategi yang telah berhasil dikembangkan -
untuk membantu siswa bekerja sama secara efektif. Kontribusi dari
tiga tim yang dipimpin secara mandiri oleh masing-masing dari
ketiganya, yaitu Roger dan David Johnson, Robert Slavin, dan
Sholomo Sharan memang patut diperhitungkan, bahwa semua
komunitas pembelajaran kooperatif harus aktif dalam menukar
berbagai informasi dan teknik, serta menerapkan dan menganalisis
penelitian (lihat misalnya, Johnson dan Johnson, 1999). Hasilnya,
banyak metode efektif yang kemudian muncuk yang dapat
membantu guru dalam mengatur siswa untuk bekerja sama. ini
menjangkau mulai dari berbagai sistem sederhana dalam
mengajari siswa melaksanakan tugas-tugas pembelajaran dengan
berpasangan, hingga model yang rumit dalam mengatur kelas atau
bahkan seluruh sekolah ke dalam komunitas pembelajaran yang
dapat melatih diri mereka sendiri.

Prosedur-prosedur pembelajaran kooperatif memfasilitasi


pembelajaran lalu lintas bindag bikurikulum dan umur, perbaikan
rasa bangga diri, keterampilan dan solidaritas sosial, dan lintas
tujuan-tujuan pembelajaran akademik yang menjangkau mulai dari
perolehan informasi dan skill hingga model-model penelitian di
seluruh disiplin akdemik.

2) Investigasi Kelompok (Group invesiigrfion)


John Dewey (1916) merupakan salah seorang pakar yang
sering membicarakan gagasan ini -yang kemudian dikembangkan
dan disaring oleh banyak guru dan dibentuk kembali menjadi lebih
sempurna oleh Herbert Thelen (1960) dimana pendidikan dalam
masyarakat demokratis seharusnya mengajarkan proses demokrasi
tersebut secara langsung. Bagian terpenting dari pendidikan siswa
seharusnya pakan penelitian kooperatif untuk memecahkan
masalah-masalah sosial dan akademik Pada dasarnya, model ini

11
juga merupakan organisasi dari beragam model pengajaran sosial,
yang di dalamnya berbagai model lain yang relevan dapat
diterapkan dan dikombinasikan bersama. Investigasi kelompok
telah diterapkan pada semua bidang pelajaran, pada siswa di
semua tingkatan umur, dan bahkan digunakan sebaga pengajaran
sosial yang paling inti oleh kebanyakan sekolah (Chamberlin dar
berlin,1943; Joyce, Calhoun, dan Hopkins,1999). Model ini
dirancarig untuk membimbing siswa dalam memperjelas masalah,
menelusuri berbagai perspektif dalam tersebut, dan mengkaji
bersama untuk menguasai informasi, gagasan, dan skrill yang
secara simultan model ini juga dapat mengembangkan kompetensi
sosia Guru mengelola dan menertibkan proses kelompok tersebut,
membantu siswa menemukan dan mengelola informasi, dan
memastikan bahwa ada tingkat kegiatan dan pembahasan yang
dinamis. Sharan, dkk (1988), Joyce dan Calhoun (1998)
memeperluas model ini dan mengombinasikannya dengan
penemuan-penemuan terbaru dalam kembangan kelompok
penelitian.

3) Bermain Peran (Rola Playing)


Model bermain peran membimbing siswa dalam memahami
perilaku sosial, peran mereka dalam interaksi sosial, dan cara-cara
dalam memecahkan masalah dengan lebih efektif. Dirancang oleh
Fannie dan George Shaftel (1982) yang secara khuisus untuk
membantu siswa mempelajari dan merefleksikan nilai-nilai sosial,
bermain peran juga membantu siswa mengumpulkan dan
mengolah informasi tentang masalah-masalah sosial,
mengembangkan empati dengan orang lain, dan berupaya
menuntut siswa perbaiki keterampilan sosial mereka. Selain itu,
model tersebut juga menuntut siswa untuk "mementaskan" konflik,
belajar mengambil peran orang lain, dan Menelioti prilaku sosial.

12
Dengan penyesuaian yang cocok, bermain peran dapat diterapkan
pada siswa-siswa seluruh tingkat umur.

4) Penelitian Hukum (Jurisprudential Ingurity)


Saat siswa sudah beranjak dewasa, kajian tentang masalah-
masalah sosial dalam maysarakat, negara, bangsa, dan tingkat
internasional seharusnya dapat dirancang mereka. Dalam hal ini,
model hukum memang dibuat untuk mencapai tujuan tersebut.
Diciptakan secara khusus bagi siswa-siswa SMP pada pelajaran
IPS, model ini melibatkan siswa mulai dari studi kasus, reminisensi
pendidikan hukum, hingga proses pendidikan (Olivier dan Shaver,
1966,1971; Shaver, 1995). Siswa mengkaji kasus-kasus masalah
sosial di mana kebijakan publik perlu dibuat (misalnya, isu sepeutar
keadilan dan kesetaraan, kemiskinan dan kekuatan). Mereka
dibimbing untuk mengidentifikasi isu-isu kebijakan publik seperti
pilihan-pilihan yang berhubungan dengan kebijakan tersebut dan
nilai-nilai yang mendasari pilihan itu. Walaupun dikembangkan
untuk pelajaran IPS, model ini sebenarnya dapat diterapkan pada
bidang lain yang berkaitan dengan isu-isu kebijakan publik, atau
dalam bidang-bindang yang banyak terdapat isu-isu ini (seperti,
etika dalam sains, bisnis, olahraga, dan sebagainya)

C. Kelompok Model Pengajaran Personal


Pada akhirnya, kenyataan insani (human reality) berada dalam
kesadaran diri kita. Kita Sejatinyaselalu mengembangkan kepribadian-
kepribadian yang unik dan untuk melihat berbagai perspektif yang
merupakan hasil dari pengalaman dan kedudukan kita saat ini.
Pemahaman-pemahaman umum merupakan hasil dari negosiasi para
yang harus hidup, bekerja, dan membentuk kelompok secara bersama.

Model-model personal dalam pembelajaran (personal models of


learning) dimulai dari perseprktif individu. Model-model ini berusaha

13
bagaimana kita bisa memahami sendiri dengan lebih baik,
bertanggung jawab pada pendidikan kita, dan belajar untuk
menjangkau atau bahkan melampaui perkembangan kita saat ini agar
lebih sensitif, dan lebih kreatif dalam mencari kehidupan yang lebih
sejahtera.

1) Pengajaran Tanpa Arahan (Non Directive Teaching)


Seorang psikolog sekaligus konselor, Carl Rogers (1961,
1982), adalah salah satu pakar kenamaan yang selama tiga
dekade belakangan menawarkan model-model pengajaran yang
menempatkan guru sebagai konselor/penasehat. Dikembangkan
dari teori konseling, model pengajaran tanpa arahan ini
menekankan hubungan antara siswa dan guru. Guru berupaya
membantu siswa berperan dalam mengarahkan pendidikan
mereka sendiri-seperti, dengan berusaha sedemikian rupa
mengklarifikasi dan berpartisipasi dalam mengembangkan "jalan
besar" untuk menjangkau tujuan tersebut. Guru menyediakan
informasi tentang seberapa besar kemajuan yang telah dibuat
sekaligus membantu siswa memecahkan masalah. Guru dengan
model penajaran tanpa arahan ini ini harus aktif membangun
hubungan yang diperlu menyediakan bantuan yang dibutuhkan
agar siswa bisa mencoba memecahkan mereka sendiri.

Model ini diterapkan dalam beberapa cara. Pada tingkat


yang paling umum model ini digunakan sebagai model dasar untuk
seluruh program pendidikan (Naill, 1960). Model ini juga dapat
dikombinasikan dengan model-model lain untuk memastikan bahwa
antar siswa sudah terbentuk suatu hubungan atau relasi yang kuat
peran ini, model tersebut lebih memungkinkan mekarnya suasana
pendididikan yang menyenangkan. Bahkan, model ini dapat
diterapkan ketika siswa merencanakan proyek belajar mandiri atau
kelompok. Selain itu, model tesebut juga dapat dirancang secara

14
berkala saat menasehati siswa, menyelidiki apa yang mereka
mampu merasakan, dan membantu mereka memahami pikiran dan
perasaan itu. Meskipun di rancang untuk meningkatkan
pemahaman diri dan kemandirian, model ini mampu menjadi
penyokong bidang pelajaran akademik secara umum (lihat Aspy
dan Reobuck 1973; Chamberlin dan Chamberlin,1943). Review
penelitian yang dilakukan Cornelius White tentang hubungan guru-
siswa yang berpusat pada pembelajar, yakni 119 kajian yang
melibatkan lebih dari 300.000 siswa juga telah menjadi bukti
adanya pengaruh model ini terhadap hasil kognitif, afektif, dan
perilaku.

2) Meningkatkan Konsep Diri melalui Prestasi (Enhancing Self


Concept Trhroug Achievement)
Salah satu tugas terberat dalam mengajar adalah membantu
siswa untuk tetap percaya diri saat mereka tenggelam pada level di
mana mereka tak berdaya dengan kegagalannya. Mereka adalah
siswa-siswa yang berusaha mengerjakan kurikulum biasa dengan
rasa takut dan, jika perlu, menghindari tugas-tugas ini semampu
mereka. Di sini, kami menghadirkan sebuah pendekatan
multidimensional yang berupaya menghadapi siswa kelas 4-12
dengan sesuatu yang sangat mereka takuti-yaitu, belajar
membaca dan membawa siswa-siswa ini menuju dunia
kesuksesan. Studi Abraham Maslow yang sangat berpengaruh
telah menuntun program-program dalam membangun harga diri
dan kemampuan aktualisasi 6 tahun terakhir ini. Kami
mengeksplorasi prinsip-prinsip yang dapat membantu kita bekerja
sama dengan siswa untuk meyakinkan bahwa citra diri mereka
berfungsi dengan baik. Penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan
dalam beberapa kajian tentang Peran guru belakangan ini telah
banyak menawarkan strategi yang dengannya guru dapat

15
mempelajari gaya dan proses belajar mereka sendiri (Joyce dan
Showers, 2002).

D. Kelompok Sistem Perilaku


Ada suatu landasan teori umum yang pada umumnya disebut
sebagai teori belajar sosial ( Social learning theory), dan juga dikenal
dengan modifikasi perilaku (behavior modivication), terapi tingkah laku
(behavior therapy), atau sibernetik (cybernetics), menuntun model-
model pengajaran dalam kelompok ini. Prinsip yang dimiliki adalah
bahwa manusia merupakan sistem-sistem komunikasi perbaikan diri
(self-corecting communicatioan system) yang dapat mengubah
perilakunya saat merespons informasi tentang seberapa sukses tugas-
tugas yang mereka kejakan.

Dengan memanfaatkan pengetahuan tentang respons manusia


terhadap tugas dan umpan balik ini, para psikolog (lihat khususnya
Skinner, 1953) mempelajari bagiamana kita dapat mengelola struktur
tugas dan umpan balik untuk membuat manusia lebih mudah
mengoreksi kemampuan dan diri mereka sendiri. Hal ini dapat
dilakukandengan melaksanakan program-program yang berorientasi
untuk mengurangi ketakuan seperti belajar membaca dan menghitung,
mengembangkan keterampilan sosial dan olah raga, mengganti
kecemasan menjadi kesantaian, dan belajar kompleksitas skil
intektual, sosial, dan fisik seperti halnya saat mengemudi kapal
terbang atau ulang alik. Oleh karena model-model ini fokus pada
perilaku yang dapat di perhatikan (observable behavior), tugas-tugas
yang telah dipatok dengan jelas (clearly >toks), dan metode-metode
yang mengomunikasikan perkembangan pada siswa siswa (method
for communicating progress to student), kelompok model pengajaran
ini kemudian semacam lembaga penelitian perseorangan (foundation
research firm). Teknik-teknik perilaku cocok bagi pembelajar di seluruh
umur dan semua tujuan pendidikan.

16
1) Belajar Menguasai (Mastery Learning) dan Instruksi Terencana
(Program Indstruction)
Penerapan teori sistem perilaku yang paling umum bagi
tujuan-tujuan ppendidikan terbentuk dari apa yang disebut dengan
belajar menguasai (mastery learnin 1971). Pertama-tama, materi
yang dipelajari terbagi ke dalam beberapa baagian yang
menjangkau dari yang paling sederhana hingga yang paling rumit.
Materi tersebut disajikan pada siswa, yang secara umum bekerja
secara mandiri, melalui mendia yang sesuai (bacaan, kaset, atau
kegiatan lain). Siswa bekerja dengan cara mereka sendiri secara
berturut-turut melalui bagian-bagian dari materi-materi yang telah
diujicobakan untuk membantu mereka menemukan apa yang
mereka pelajari. Jika mereka tidak menguasai bagian yang
diberikan, mereka bisa mengulanginya hingga mereka menguasai
materi tersebut.

Sistem instruksional yang didasarkan pada model ini


diterapkan untuk memberikan instruksi pada siswa di seluruh
tingkat umur pada bidang-bidang yang menjangkau dari
keterampilan dasar hingga materi yang sangat komplek dalam
disiplin akadmeik. Dengan penyesuaian yang tepat, model tersebut
juga bisa diterapkan yang pandai dan berbakat dan siswa-siswa
yang memiliki masalah emosional, serta mereka yang sedang
menjadi olah ragawan dan astronot.

2) Instruksi Langsung (Direct Instruction)


Dari studi tentang perbedaan-perbedaan antara para guru
yang fektif dengan guru yang tidak efektif, serta dari teori belajar
sosial (social learning theory) dihimpunlah sebauah paradigma bagi
model instruksi langsung ini (direct instruction). Dalam hal ini,
rangkaian petunjuk dalam memfasilitasi pembelajaran berbasis
instruksi langsung memadukan beberapa point penting, seperti

17
pernyataan langsung tentang sasaran-sasaran,rangkaian aktivitas
yang berhubungan dengan sasaran tersebut, pemantauan
perkembangan secara seksama,umoan balik prestasi, dan taktik
dalam mencapai tujuan yang lebih efektif.
3) Belajar dari Simulasi (Simulation) : Pelatihan dan Latihan Diri
Para pakar behavioral sibernetik telah mengembangkan dua
pendekatan dalam pelatihan yaitu model dari praktik ke teori
(theory-to-practice model) dan model simulasi (Simulation model).
Model pertama memadukan informasi tentang keterampilan dalam
demonstrasi, praktik, umpan balik, dan pelatihan sampai
keterampilan tersebut di Contoh, jika sasaran dari mata
pelajarannya adalah aritmatika maka ia harus dijelaskan dan
diperagakan, praktiknya harus dilakukan dengan umpan balik
korektif, dan siswa diminta untuk menerapkannya dengan berlatih
dari teman-temannya atau yang menjadi instruktor. Strategi ini
banyak diterapkan dalam latihan olah raga.

Sedangkan, simulasi (simulation) dibangun dari gambaran


tentang kondisi hidup nyata. Lingkungan yang nyata ataupun yang
hampir nyata dibuat untuk situasi pengajaran model ini. Bahkan,
tak jarang, cara membawakannya cukup rumit (seperti, para
simulator perjalanan terbang dan penerbangan ruang angkasa
atau simulasi huinbernasional). Siswa harus dilibatkan untuk
mencapai tujuan simulasi tersebut untuk mendaratkan pesawat
terbang dengan baik atau, mungkin, untuk memperbaiki dan
membangun kembali wilayah-wilayah kaum urban) dalam suasana
sesungguhnya tujuan ini benar-benar dikuasai.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penglajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses interaksi
antara guru dengan siswa, baik interaksi secara langsung seperti kegiatan
tatap muka maupun secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan
berbagai media. Model pengajaran adalah suatu rencana ataupola yang
dapat digunakan untuk membentuk sebuah kurikulum, merancang bahan-
bahan pengajaran, dan membimbing pembelajaran dikelas atau yang lain.
Model-model pengajaran dibagi ke dalam empat kelompok
pengajaran yang para "anggota"-nya memiliki orientasi pada (sikap)
manusia dan bagaimana mereka belajar. Kelompok-kelompok tersebut
adalah:
A. Kelompok Model Pengajaran Memproses Informasi (the
information-processing family)
B. Kelompok Model Pengajaran Sosial (the social family)
C. Kelompok Model Pengajaran Personal (the personal family)
D. Kelompok Model Pengajaran Sistem Perilaku (the behavioral
systems family)
Dengan demikian, saat kita mempelajari model-model
pengajaran alternatif yang telah teruji, kita tidak menemukan jalan yang
mudah untuk beranggapan bahwa satu model bisa menjadi superior
untuk semua tujuan pendidikan, atau bahkan tidak ada satu jalan untuk
memenuhi kebutuhan berbagai mata pelajaran yang tersedia. Namun,
kita menemukan pilihan-pilihan hebat yang dapat kita gunakan untuk
menghubungkan beberapa tujuan pendidikan. Dari sini, kami ingin
menyampaikan beberapa model dan pempersiapkan diri dalam proses
karir yang panjang, utamanya saat menambah dan memoles perangkat-
perangkat baru, atau bahkan mengembangkan perangkat-perangkat
yang lama.

19
Daftar Pustaka

Bruce Joyce. Marsha Weil. dan Emily Calhoun, Models of Teacing,


Pearson Education, Inc, Publishing as Allyn & Bacon, 2011.
Martinis Yamin, Stategi & Metode dalam Model Pembelajaran,
(jakarta : Referensi, 2013).
Trianto, mendesain model pembelajaran inovatif-progresif,
(Jakarta : Kencana, 2009).
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi
Konstruktivistik, (Jakarta : Prestasi Pustaka, 2007).

Martinis Yamin, DesainBaru Pembelajaran Konstruktivistik, (Jakarta


: Referensi, 2012).

20

Anda mungkin juga menyukai