Anda di halaman 1dari 24

METODE PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

(PTK, PENGEMBANGAN-CRESSWELL)

Dina Sari Hardiyanti Lutfi Fadilla


Pascasarjana, Universitas Negeri Yogyakarta
Jl. Colombo No.1 Karangmalang, Caturtunggal, Depok, Sleman
Daerah Istimewa Yogyakarta 55281
Dinasari.2023@student.uny.ac.id

PENDAHULUAN
Penelitian pengembangan atau Research and Development (R&D) dalam pendidikan
digunakan untuk mengembangkan, memvalidasi dan menguji keefektifan produk-produk
yang akan dihasilkan.Cresswell (2009) metode kombinasi adalah pendekatan penelitian yang
menggabungkan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Model penelitian pengembangan
Mixed Methods dibagi menjadi dua desain, yaitu model sequential (kombinasi berurutan),
dan model concurrent (kombinasi campuran)
Model pengembangan dapat berupa model prosedural, model konseptual dan model teoritik.
Model prosedural bersifat deskriptif dengan menentukan langkah-langkah untuk
menghasilkan produk. Model konseptual bersifat analitis, mendeskripsikan kompenen-
komponen produk yang akan dikembangkan. Model teoritik menjelaskan hubungan kerangka
berpikir berdasarkan teori yang relevan disertai data empirik. Penelitian pengembangan
memunculkan berbagai strategi yang betujuan meningkatkan kualitas pendidikan.
Byman dan Hanson, Creswell dan Clark (2007:5) mendefinisikan Mixed Method Research
sebagai desain penelitian yang beranjak dari asumsi filosofi metode inquiri. Pada intinya
metodologi Mix Method Research merupakan teori yang mengumpulkan kemudian
menganalisis data dengan memadukan dua pendekatan (kuantitatif dan kualitatif) yang
dikombinasikan. Pendekatan kualitatif digunakan untuk menganalisa data untuk menentukan
tipe pengumpulan disebut fase kuantitatif yang digunakan sebagai penguat hasil penelitian
kualitatif sebelumnya
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam artikel ini menggunakan studi kepustakaan (library research)
yaitu metode pengumpulan data dengan cara memahami dan mempelajari teori-teori dari
berbagai literatur atau sumber-sumber yang relevan dengan penelitian. Metode pengumpulan
data dengan cara mencari literatur dan menkontruksi dari berbagai literatur seperti buku,
jurnal, dan riset-riset yang sudah ada. Metode analisis menggunakan analisis konten dan
analisis deskriptif. Bahan pustaka yang didapat dari berbagai referensi dianalisis secara kritis
serta mendalam agar dapat mendukung proposisi dan gagasan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1) Penelitian Tindakan Kelas
Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk memperoleh data dengan tujuan dan
kegunaan tertentu. Penelitian tindakan menjadi perhatian peneliti karena berhubungan
dengan penelitian yang menawarkan cara dan prosedur baru untuk memperbaiki dan
meningkatkan profesionalisme guru dalam proses belajar mengajar di kelas. Hakikatnya
penelitian tindakan kelas adalah sebuah upaya peningkatan dan pengembangan
profesionalisme seorang guru dalam menjalani prakerjaannya.
Penelitian tindakan adalah penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan
keterampilan-keterampilan baru, strategi baru atau pendekatan baru untuk memecahkan
masalah dengan penerapan langsung di dunia kerja atau dunia aktual yang lain
(Suryabrata,1983). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan suatu bentuk penelitian
yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat
memperbaiki atau meningkatkan praktikpraktik pembelajaran di kelas secara lebih
profesional (Suyanto, 1997: 4). PTK berupaya meningkatkan dan mengembangkan
profesionalisme guru dalam menunaikan tugasnya. PTK dikenal dengan istilah clasroom
action research, yang disingkat CAR. Action research lebih bertujuan untuk memperbaiki
kinerja, sifatnya kontekstual dan hasilnya tidak untuk digeneralisasi. Namun demikian
hasil action research dapat saja diterapkan oleh orang lain yang mempunyai latar yang
mirip dengan yang dimiliki peneliti.
1) Pengertian PTK (Penelitian Tindakan Kelas)
Penelitian tindakan kelas berasal dari bahasa Inggris Classroom Action
Research, berarti penelitian yang dilakukan pada sebuah kelas untuk mengetahui
akibat tindakan yang diterapkan pada suatu subyek penelitian di kelas tersebut.
Pertama kali penelitian tindakan kelas diperkenalkan oleh Kurt Lewin pada tahun
1946, yang selanjutnya dikembangkan oleh Stephen Kemmis, Robin Mc Taggart,
John Elliot, Dave Ebbutt dan lainnya. Menurut Carr & Kemmis (Mc Niff 1991:2)
penelitian tindakan kela adalah suatu bentuk penyelidikan reflektif diri yang
dilakukan oleh partisipan (guru, siswa atau kepala sekolah, misalnya) di bidang sosial
(termasuk pendidikan situasi untuk meningkatkan rasionalitas dan keadilan, (1)
penelitian tindakan merupakan bentuk inkuiri (penyelidikan) yang dilakukan melalui
refleksi diri, (2) penelitian tindakan kelas dilakukan oleh peserta terlibat dalam situasi
yang terjadi yaitu guru, murid, atau kepala sekolah, (3) dilakukan untuk memperbaiki
dasar kepantasan dari praktik pendidikan. Menurut Hopkins dalam (Asrori 2020:2)
Penelitian Tindakan Kelas adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur
penelitian dengan tindakan substantif, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin
inkuiri atau suatu usaha sesorang untuk memahami yang terjadi, sambil terlibat dalam
sebuah proses perbaikan dan perubahan. Menurut Joni & Tisno (dalam Asrori 2020:3)
penelitian tindakan kelas merupakan suatu kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku
tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan rasional dari tindakan-
tindakan yang dilakukannya, serta untuk memperbaiki kondisi di mana praktek
pembelajaran tersebut dilakukan. Kemudian menurut Suharsimi (20:), di Indonesia
disebut penelitian tindakan kelas, sebetulnya dalam penulisan karya tulis ilmiah
pengertiannya tidak sesempit itu. Kelas dalam hal ini tidak terikat pada pengertian
ruang kelas, tetapi dalam pengertian yang lebih spesifik seperti yang sudah lama
dikenal dalam bidang pendidikan dan pengajaran, yang dimaksud dengan kelas adalah
sekelompok peserta didik yang dalam waktu yang sama menerima pelajaran yang
sama dari guru.
2) Manfaat Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan kelas merupakan kebutuhan bagi seorang guru, di mana PTK
berguna untuk meningkatkan profesionalitas seorang guru. Manfaat PTK bagi guru
sebagaimana berikut :
a. PTK sangat efektif digunakan untuk guru untuk mengasah kepekaan terhadap
dinamika pembelejaran di kelasnya. PTK menjadi reflektif dan kritis terhadap
proses pembelajaran yang terjadi antara guru dam murid sehingga membawa
perubahan yang baik.
b. PTK dapat meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi guru yang profesional.
c. Proses tahapan dalam PTK, guru mampu memperbaiki proses pembelajaran
melalui kajian yang dalam, terhadap apa yang terjadi di kelasnya. Tindakan yang
dilakukan guru semata-mata didasarkan pada masalah aktual dan faktual yang
berkembang dikelasnya.
d. PTK tidak menganggu tugas pokok seorang guru karena dilakukan secara
penelitian yang terintegrasi dengan pelaksaan proses pembelajaran.
e. Pelaksanaan PTK guru diharapkan menjadi kreatif karena selalu dituntut untuk
melakukan upaya-upaya inovasi sebagai implementasi dan adaptasi berbagai teori
dan teknik pembelajaran serta bahan ajar yang digunakan.
Penerapan PTK dalam pendidikan dan pembelajaran memiliki tujuan untuk
memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktek pembelajaran secara
berkesinambungan sehingga meningkatan mutu hasil instruksional; mengembangkan
keterampilan guru; meningkatkan relevansi; meningkatkan efisiensi pengelolaan
instruksional serta menumbuhkan budaya meneliti pada komunitas guru.
Menurut Menurut Suharsimi, (2008:3-4) PTK dilakukan untuk
a. Meningkatkan kualitas guru;
b. Memperbaiki kualitas proses pembelajaran (Mc Niff, 1992);
c. Pengembangan ketrampilan guru yang bertolak dari kebutuhan dalam
memecahkan problem yang dihadapi di kelas (Borg, 1986);
d. Menumbuhkan budaya meneliti dikalangan guru yang disertai mekanisme koreksi
diri dari guru (built in self-correcting mechanism) untuk meningkatkan
profesionalisme guru.
3) Ciri-Ciri Penelitian Tindakan Kelas
Menurut Mu’alimin (2014:8) Penelitian tindakan kelas memiliki ciri khas yaitu
1. Munculnya kesadaran pada diri guru bahwa praktik pembelajaran yang dilakukan
selama ini terjadi masalah dan perlu diselesaikan.
2. Dilakukan melalui refleksi diri. Dimana guru melakukan refleksi terhadap proses
belajar mengajarnya sendiri.
3. Penelitian dilakukan di dalam kelas, sehingga penelitian fokus pada kegiatan
pembelajaran berupa prilaku guru dan siswa dalam melakukan interaksi.
4. Bertujuan memperbaiki pembelajaran.
4) Prinsip PTK
Menurut Suharsimi (2008:6-12) prinsip-prinsip penelitian tindakan kelas
sebagai berikut :
1) Kegiatan nyata dalam situasi rutin PTK dilakukan oleh peneliti tanpa mengubah
situasi rutin dengan harapan bahwa peneliti akan mendapatkan data dalam situasi
wajar sehingga hasil PTK dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan proses belajar
mengajar.
2) Adanya kesadaran diri untuk memperbaiki kinerja. Pada dasarnya manusia
bukanlah makhluk yang statis, akan tetapi ada keinginan pada tiap diri manusia
untuk menginginkan sesuatu yang lebih baik. PTK dilakukan oleh seorang guru
bukan dalam konteks keterpaksaan atau permintaan dari pihak lain akan tetapi
atas kesadaran atau inisiatif guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang
akan berdampak pada peningkatan kualitas peserta didik.
3) SWOT (strength: kekuatan, weakness: kelamahan, opportunity: kesempatan,
threat :ancaman) sebagai dasar berpijak. Kekuatan dan kelemahan yang ada pada
diri peneliti dan subyek tindakan diidentifikasi secara cermat. Sementara
kesempatan dan ancaman dapat dilakukan dengan mengidentifikasi dari pihak
yang ada diluar guru atau peneliti dan juga di luar diri siswa atau subyek yang
dikenai tindakan.
4) Upaya empiris dan sistematis. Prinsip keempat ini merupakan penerapan dari
prinsip ketiga.
5) Prinsip SMART yaitu : spesifik : khusus tidak terlalu umum, managable : dapat
dikelola, dapat dilaksanakan, acceptable : dapat diterima lingkungan atau
achievable : dapat dicapai, realistic : operasional, tidak diluar jangkauan, Time
bond: diikat oleh waktu, terencana.
5) Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan kelas memiliki karakteristik, adapun karakter menurut Asrori
(2020:9) adalah:
1. PTK dilaksanakan di dalam kelas sehingga interaksi antara siswa dengan guru
dapat terfokuskan secara maksimal.
2. PTK bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran secara terus menerus.
Penelitian tindakan kelas dilaksakan secara berkesinambungan. Setiap siklus
mencerminkan peningkatan atau perbaikan. Siklus sebelumnya merupakan
rujukan untuk melaksanakan siklus-siklus selanjutnya. Sehingga diperoleh
model pembelajaran yang paling baik.
3. Meningkatkan profesionalisme guru, karena penelitian tindakan kelas
memberi motivasi kepada guru untuk berfikir Kritis dan sistematis,
membiasakan guru untuk menulis, dan membuat catatan yang dapat
menunjang kemampuan guru dalam pembelajaran.
4. PTK bersifat fleksibel untuk diadaptasikan dengan keadaan kelas.
5. PTK menggunakaan metode kontekstual artinya, variable yang dipahami
selalu berkaitan dengan kondisi kelas itu sendiri. Sehingga data yang diperoleh
hanya berlaku untuk kelas itu saja dan tidak dapat digeneralisasikan dengan
kelas lain.
6. PTK, pelaksanaannya dalam beberapa pembagian waktu atau siklus.
6) Jenis Penelitian Tindakan Kelas
Menurut Chein (Dalam Mu 2014:16) mengemukakan ada empat jenis PTK, yaitu: (1)
PTK diasnogtik, (2) PTK partisipan, (3) PTK empiris, dan (4) PTK eksperimental.
Lebih jelasnya akan dikemukakan secara singkat mengenai keempat jenis PTK
tersebut.
1. PTK Diagnostik; yang dimaksud dengan PTK diagnostik ialah penelitian yang
dirancang dengan menuntun peneliti ke arah suatu tindakan. Dalam hal ini
peneliti mendiagnosia dan memasuki situasi yang terdapat di dalam latar
penelitian. Sebagai contohnya ialah apabila peneliti berupaya menangani
perselisihan, pertengkaran, konflik yang dilakukan antar siswa yang terdapat
di suatu sekolah atau kelas.
2. PTK Partisipan; suatu penelitian dikatakan sebagai PTK partisipan ialah
apabila orang yang akan melaksanakan penelian harus terlibat langsung dalam
proses penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian berupa laporan.
Dengan demikian, sejak penencanan panelitian peneliti senantiasa terlibat,
selanjutnya peneliti memantau, mencacat, dan mengumpulkan data, lalu
menganalisa data serta berakhir dengan melaporkan hasil panelitiannya. PTK
partisipasi dapat juga dilakukan di sekolah seperti halnya contoh pada butir a
di atas. Hanya saja, di sini peneliti dituntut keterlibatannya secara langsung
dan terus-menerus sejak awal sampai berakhir penelitian.
3. PTK Empiris; yang dimaksud dengan PTK empiris ialah apabila peneliti
berupaya melaksanakan sesuatu tindakan atau aksi dan membukakan apa yang
dilakukan dan apa yang terjadi selama aksi berlangsung. Pada prinsipnya
proses penelitinya berkenan dengan penyimpanan catatan dan pengumpulan
pengalaman penelti dalam pekerjaan sehari-hari.
4. PTK Eksperimental; yang dikategorikan sebagai PTK eksperimental ialah
apabila PTK diselenggarakan dengan berupaya menerapkan berbagai teknik
atau strategi secara efektif dan efisien di dalam suatu kegiatam
belajarmengajar. Di dalam kaitanya dengan kegitan belajar-mengajar,
dimungkinkan terdapat lebih dari satu strategi atau teknik yang ditetapkan
untuk mencapai suatu tujuan instruksional. Dengan diterapkannya PTK ini
diharapkan peneliti dapat menentukan cara mana yang paling efektif dalam
rangka untuk mencapai tujuan pengajaran.
7) Model Penelitian Tindakan Kelas
Ada beberapa model PTK yang sampai saat ini sering digunakan di dalam dunia
pendidikan, di antaranya: Terdapat beberapa model pelaksanaan PTK yang
dikembangkan oleh beberapa ahli, model tersebut, yaitu: Model Kurt Lewin, Model
Kemmis & Taggart, Model Elliot, Model Dave Ebbut, Model McKernan, Model
Margaret Riel, Model Stringer, Model Piggot-Irvine, Model Emily Calhoun, Model
Hopkins, akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Model penelitian tindakan Kurt Lewin
PTK Kurt Lewin menjadi dasar acuan pokok atau patokan untuk
mengembangkan berbagai model PTK. Menurut Kurt Lewin penelitian tindakan
mempunyai siklus-siklus. Dalam satu siklus terdiri atas (empat) langkahlangkah
yakni:
1. Perencanaan (planning).
2. Aksi atau tindakan (acting).
3. observasi (observing),
4. Refleksi (reflecting).
Langkah-langkah penelitian tindakan Lewin dapat digambarkan sebagai berikut:

2. Model penelitian tindakan Kemmis dan Mc. Taggart


Model Kemmis & Taggart merupakan pengembangan dari konsep
dasar yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin, hanya perbedaanya pada tahap
acting (tindakan) dengan observing (pengamatan) dijadikan sebagai satu
kesatuan. Hal ini karena kedua tahap tersebut oleh adanya kenyataan bahwa
antara implementasi acting dan observing merupakan dua kegiatan yang tidak
bisa dipisahkan.
Kemiss dan Taggart membagi prosedur penelitian dalam empat tahap
kegiatan pada satu putaran (siklus). perencanaantindakan dan observasi-
refleksi. Model ini sering diacu oleh para peneliti. Kegiatan tindakan dan
observasi digabung dalam satu waktu. Hasil observasi direfleksi untuk
menentukan kegiatan berikutnya. Siklus dilakukan terus menerus sampai
peneliti puas, masalah terselesaikan dan hasil belajar maksimum.
Kemmis dan Tanggart mengembangkan dengan menambah langkah
perencanaan ulang (replenning). Langkah ini dilaksanakan bertujuan untuk
merevisi berbagai kelemahan dalam pelaksanana kembali pada siklus
berikutnya.

3. Model penelitian tindakan John Elliot


Model John Elliott juga dikembangkan berdasarkan model Kurt Lewin,
tetapi nampak lebih detail dan rinci. Pada model John Elliott dalam satu
tindakan (acting) terdiri dari beberapa langkah tindakan, yaitu langkah
tindakan pertama, langkah tindakan kedua,dan langkah tindakan ketiga.
Model penelitian yang dikembangkan oleh John Elliot adalah model
yang menekankan kepada proses untuk mencoba hal-hal baru dalam proses
pembelajaran. Langkah pertama yang harus dilakukan menurut Elliot adalah
menentukan dan mengembangkan gagasan umum yang dilanjutkan dengan
melakukan eksplorasi yakni studi untuk mempertajam gagasan atau ide.
Manakala peneliti sudah merasa cukup, selanjutnya melakukan rencana secara
menyeluruh dan berdasarkan rencana tersebut selanjutnya melakukan tindakan
kesatu yang selama pelaksanaanya dilakukan monitoring dan eksplorasi. Hasil
dari monitoring dan eksplorasi peneliti dapat melakukan tindakan kedua atau
kembali merevisi rencana. Penjelasan tahapan PTK John Elliot sebagai berikut
a. Identifikasi Masalah
Suatu kegiatan yang bertujuan untuk melihat dan menemukan masalah-
masalah apa saja yang terjadi di sekolah, khususnya dalam proses
pembelajaran di kelas. Identifikasi masalah ini sangat penting posisinya
karena tahap ini merupakan pondasi awal atau acuan awal kegiatan
penelitian kedepannya.
b. Penyelidikan
Merupakan kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang masalah yang
ditemukan oleh seorang peneliti di sekolah. Berdasarkan hasil penyelidikan
dapat dilakukan pemfokusan masalah yang kemudian dirumuskan menjadi
masalah penelitian dan menetapkan tujuan penelitian.
c. Rencana Umum
d. Peneliti akan memberikan perlakuan kepada sampel agar bisa terlihat
perubahan perilaku sesuai yang diharapkan oleh peneliti.
e. Implementasi
Langkah Tindakan satu Peneliti akan menerapkan atau melakukan
perlakuan pada kelas sampel dengan tujuan meningkatkan, mengubah atau
memperbaiki masalah penelitian yang ditemukan oleh peneliti di kelas.
f. Memonitor
Implementasi Peneliti akan melihat dan memantau hasil pemberian perilaku
pada kelas sampel. Apakah menunjukkan hasil peningkatan positif) ataupun
malah penurunan (negatif). Penyelidikan Peneliti berusaha untuk
mengungkap dan menjelaskan tentang kegagalan-kegagalan pengaruh.
Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan hal tersebut gagal. Tentunya
seorang peneliti akan belajar dari kegagalan dan ketidakberhasilan
implementasi pada tahapan sebelumnya.
g. Merevisi Ide Umum
Peneliti berbekal data-data yang sudah didapat pada tahapan sebelumnya.
Prosedur penelitian tindakan seperti itu dapat digambarkan sebagai berikut:
4. Model penelitian tindakan Dave Ebbutt
Menurut Ebbut, cara yang tepat untuk memahami proses penelitian
tindakan adalah dengan memikirkanya sebagai suatu seri dari siklus yang
berturut-turut, dengan setiap siklus mencakup kemungkinan masukan balik
informasi di dalam dan di antara siklus.55 Ebbut beranggapan bahwa suatu
penelitian tindakan harus dimulai dari adanya gagasan awal. Berikut
penjelasan langkah-langkah model PTK Dave Ebbut:
a. Gagasan/pemikiran awal adalah didorong oleh keinginan peneliti untuk
melakukan suatu perbaikan proses untuk menghasilkan sesuatu yang lebih
optimal.
b. Berdasarkan gagasan awal itu, kemudian peneliti berupaya menemukan
berbagai tindakan apa saja yang harus dilakukan untuk menyelesaikannya.
c. Selanjutnya peneliti menyusun rancangan umum yang berisi tentang
langkah-langkah yang dapat dilakukan yang kemudian diimplementasikan.
d. Selama proses implementasi dilakukan monitoring, selanjutnya disusun
penjelasan tentang berbagai kegagalan yang terjadi.
Dari penjelasan tersebut, kemudian akan menjadi masukan dalam
merevisi rencana umum yang selanjutnya akan melahirkan rencana
implementasi ulang untuk implementasi pada putaran kedua. Begitulah terus
menerus dilakukan sampai pada putaran tertentu. Prosedur penelitian tindakan
seperti itu dapat digambarkan sebagai berikut:

5. Model penelitian tindakan Mc Kernan


Model Mc Kernan ini dinamakan proses waktu (a time process model).
Menurut Kernan penelitian tidak melulu perihal waktu, terutama untuk
memecahkan permasalahan atau tindakan dilakukan secara rasional dan
demokratis. Pada model McKernan, ide umum telah dibuat lebih rinci, dengan
diidentifikasikannya permasalahn, pembatasan maslah, tujuan, penilaian
kebutuhan subyek, dinyatakannya hipotesis atau jawaban sementara terhadap
masalah dalam setiap tingkatan atau daur atau siklus.
Dalam model ini, setiap siklus tindakan yang ada selalu dievaluasi
guna melihat hasil tindakan, apakah tujuan dapat dicapai dan permasalahan
penelitian dapat dipecahkan. Jika pada siklus kedua ternyata tindakan yang
diberikan sudah dapat memecahkan masalah, maka penelitian dapat diakhiri.
Sebaliknya jika penelitian belum dapat mencapai tujuan dan memecahkan
masalah penelitian maka peneliti masuk pada siklus berikutnya.
Prosedur penelitian tindakan seperti itu dapat digambarkan sebagai
berikut:
6. Model penelitian tindakan Margaret Riel
Model Riel mengembangkan model pemecahan masalah yang
dilakukan secara progresif. Melalui model penelitian tindakannya, peneliti
membimbing partisipan (khususnya kolaborator) melalui empat tahap di dalam
masing-masing siklus. Artinya model pemecahan masalah progresif melalui
penelitian tindakan terdiri dari empat tahapan yaitu: (a) perencanaan
(planning), (b) mengambil tindakan (taking action), (c) mengumpulkan bukti
(collecting evidence) dan refleksi (reflecting).
Hal tersebut bisa dijelaskan melalui prosedur secara terperinci sebagai berikut:
a. Mempelajari dan Merencanakan (study and plan)
Pada fase ini, penulis mengadakan pertemuan bersama dampingan
guna membuat kesepakatan atau kontrak dampingan, menyampaikan apa
sebenarnya dampingan, peran pendamping, peran dampingan dan dinamika-
dinamika yang mungkin terjadi selama proses dampingan. Penulis
membahas permasalahan dan merencanakan perbaikan-perbaikan atau
pemenuhan indikator-indikator kompetensi pedagogik. Penulis
menyampaikan instrumen-instrumen yang digunakan selama dampingan
dan membahas bagaimana tiap instrumen digunakan. Instrumen pokok
adalah indikatorindikator yang terdapat pada kompetensi pedagogik.
Indikator kompetensi pedagogik oleh penulis dikelompokkan menjadi tiga
kelompok yakni: Indikator Dokumen (ID), Indikator Persiapan
Pembelajaran (IPP), dan Indikator Persiapan Pembelajaran dan atau
Observasi Pembelajaran (IPPOP). Format pokok tersebut didampingi
dengan format pengamatan, format Flanders, dan kamera.
b. Mengambil Tindakan (take action)
Pada fase ini, menganalisis Indikator Dokumen (ID) selanjutnya
melakukan upaya mencapai/memenuhi seluruh indikator, setelah terpenuhi
Indikator Dokumen (ID) diikuti dengan mengambil tindakan untuk
Indikator Persiapan Pembelajaran (IPP). Pada fase ini yang terpenting
adalah penyusunan RPP dan apabila RPP yang dibuat belum memenuhi
tuntutan indikator maka dilakukan diskusi dalam rangka menghasilkan RPP
sesuai dengan yang diharapkan. Selanjutnya pendamping meningkat ke
tahap observasi pembelajaran.
c. Mengumpulkan dan Menganalisis Bukti (collect and analize evidence)
Pada fase ini, dampingan mengaplikasikan RPP dan sarana
perlengkapan pembelajaran yang sudah disiapkan. Pendamping/penulis
bersama-sama guru dan dampingan masuk ke dalam kelas. Guru/dampingan
melaksanakan tugas mengajar dan penulis/pendamping mengamati secara
sitematik dengan menggunakan semua instrumen yang sudah disiapkan dan
disepakati bersama.

d. Refleksi (reflecting)
Pada fase ini pendamping dan dampingan melakukan refleksi bersama
dalam bingkai dialog berbagi ide atas fakta yang terjadi selama observasi.
Pendamping memulai kegiatan refleksi dengan berbekal format lima
langkah dampingan, diikuti dengan melihat format Flanders, dan rekaman
kamera. Selanjutnya pendamping dan dampingan menentukan fokus
perbaikan pada pembelajaran berikutnya.
Dengan ditentukannya fokus perbaikan maka siklus pertama selesai.
Siklus kedua diawali dari fokus yang sudah disepakati menjadi bahan
perbaikan pada fase mempelajari dan merencanakan (study and plan),
diikuti dengan mengambil tindakan (take action), mengumpulkan dan
menganalisis bukti (collect and analize evidence), dan refleksi. Demikian
tahapan dari fase ke fase dilakukan sehingga membentuk siklus dan
dilakukan sebanyak tiga siklus.
Prosedur model penelitian tindakan Riel dapat digambarkan sebagai
berikut:
7. Model penelitian tindakan Ertnest T. Stringer
Tahapan penelitian tindakan menurut Stringer, E.T berupa siklus yang terdiri
dari tiga aspek yaitu look (melihat), think (berfikir) dan act (berbuat):
1. Look (melihat) yaitu kegiatan memahami permasalahan melalui
pengumpulan data dan mendeskripsikan situasi.
2. Think (berfikir) yaitu kegiatan menganalisis apa yang terjadi dan
menginterpretasikan bagaimana dan mengapa hal itu terjadi.
3. Act (berbuat) yaitu melakukan perencanaan solusi, melaksanakan dan
mengevaluasinya. Kegiatan tersebut dilakukan berulang-ulang, artinya hasil
dari pelaksanaan program (Act) dapat dijadikan acuan dalam perencanaan
selanjutnya (Look).
Hal ini dapat digambarkan seperti pada gambar sebagai berikut:

8. Model penelitian tindakan Piggot-Irvine


Desain penelitian tindakan model Piggot-Irvine ini terdiri dari 3 (tiga)
langkah pada masing-masing siklus yaitu Plan-Act-Reflect. Langkah-langkah
observe (pengamatan) dilaksanakan bersamaan dengan langkah act
(pelaksanaan tindakan) karena pengamatan tidak mungkin dilakukan tanpa ada
pelaksanaan tindakan. Sementara evaluasi untuk mengetahui berhasil atau
tidaknya penelitian tindakan ini dilaksanakan pada saat refleksi.
Model penelitian tindakan Piggot secara konsisten menggambarkan
ciri spiral dalam mengembangkan siklus penelitiannya. Proses spiral dalam
penelitiannya cenderung mengarah ke atas yang memperagakan langkah-
langkah yang mirip tahap perencanaan, pengambilan tindakan, dan refleksi ke
dalam bentuk tiga siklus penelitian tindakan berurutan. Ketiga tahapan
tersebut dapat diilustrasikan dengan gambar berikut:

9. Model penelitian tindakan Emily Calhoun


Calhoun mengemukakan tentang model penelitian tindakan siklus
sebagai berikut: Bahwa model siklus penelitian tindakan tidak nampak spiral
atau melingkar tetapi menampilkan siklus. Garis terhubung
mengidentifikasikan hubungan secara langsung penelitian tindakan melalui
fase atau bagian sesuai urutan tertentu. Garis putus-putus menunjukkan arah
maju atau mundur dalam siklus perbaikan atau klasifikasi informasi. Tahap
penelitian tindakan ini terdiri dari; memilih cakupan mengumpulkan data,
mengorganisasikan data, menganalisa dan interpretasi data dan mengambil
tindakan. Prosedur penelitian tindakan seperti itu dapat digambarkan sebagai
berikut:
10.Model penelitian tindakan Hopkins
Selanjutnya Hopkins menyususn desain tersendiri sebagai berikut: start
-– audit -- perencanaan konstruk -- perencanaan tindakan (target, tugas,
kriteria keberhasilan)- implementasi dan evaluasi: implementasi (menopang
komitmen: cek kemajuan; mengatasi problem) -- cek hasil -- pengambilan
stok-audit dan pelaporan.

Kemudian pada model ini, penelitian dilakukan dengan membentuk


spiral yang dimulai dari merasakan adanya masalah, menyusun perencanaan,
melaksanakan tindakan, melakukan observasi dan melakukan refleksi serta
melakukan rencana ulang dan seterusnya. Prosedur penelitian Hopkins
dilaksanakan dengan menggunakan siklus-siklus tindakan (daur ulang). Daur
ulang dalam penelitian diawali dengan perencanaan (planning), tindakan
(action), mengobservasi (observation), dan melakukan refleksi (reflecting),
dan seterusnya sampai adanya peningkatan yang diharapkan tercapai. Prosedur
penelitian tindakan seperti itu dapat digambarkan sebagai berikut:

1) Penelitian Pengembangan
Metode penelitian kombinasi dapat diartikan sebagai metode yang berlandaskan pada
postpositivisme pragmatisme digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah
maupun buatan di mana peneliti sebagai instrumen dan menggunakan instrumen untuk
pengukuran, teknik dan pengumpulan data dapat menggunakan test, kesioner dan
triangulasi dan bersifat induktif (kualitatif) dan deduktif (kuantitatif) serta hasil penelitian
kombinasi dapat memahami makna dan membuat generalisasi.
Metode penelitian Reseach and Development (R&D) merupakan penelitian yang
saling melengkapi, namun penelitian kombinasi ini memerlukan waktu yang relatif lama,
dan peneliti mampu memahami karakteristik masing-masing metode yang dikombinasikan
dalam satu penelitian. Ruang lingkup penelitian dan pengembangan memiliki empat
tingkatan level yang pertama, penelitian dan pengembangan level 1 (meneliti tanpa
membuat dan menguji produk), level 2 (tanpa meneliti, hanya menguji produk yang telah
ada), level 3 (meneliti dan mengembankan produk yang telah ada), yang ke empat.
A. Pengertian Pengembangan
Tashakkon dan Creswell dalam Donna M Martens (2010) mengemukakan
penelitian kombinasi merupakan penelitian, di mana peneliti mengumpulkan dan
menganalisis data, mengintegrasikan temuan, dan menarik kesimpulan secara
inferensial dengan menggunakan dua pendekatan atau metode kualitatif dan
kuantitatif dalam satu studi. Metode penelitian digunakan untuk menghasilkan
rancangan produk, menguji keefektifan produk yang telah ada, serta mengembangkan
dan menciptakan produk.
B. Prosedur Metode Campuran
Terdapat aspek untuk merancang metode penelitian campuran menurut
Creswell (2017:308) terdiri dari timing (waktu), weighting (bobot), mixing
(pecampuran), dan teorizing (teorisasi).
1. Timing (waktu)
Peneliti perlu mempertimbangkan waktu dalam pengumpulan data kualitatif dan
kuantitatif. Data yang dikumpulkan secara bertahap (sekuensial) atau dikumpulkan
sekaligus dalam satu waktu (kokuren).
2. Weighting (bobot)
Bobot atau prioritas dalam prosedur penelitian pengembangan diberikan antara
metode kuantitatif dan kualitatif. Prioritas ini ditentukan pada minat peneliti,
keinginan minat pembaca, dan hal-hal yang ingin dibicarakan peneliti.
3. Mixing (pecampuran)
Mencampur data dalam pengertian yang lebih luas berarti mencampur rumusan
masalah, filosofi, dan interpretasi penelitian. Pecampuran dua jenis data dapat
dilakukan dalam beberapa tahap di antaranya : tahap pengumpulan data, tahap analisis
data, tahap interpretasi, atau bahkan dapat dilakukan ketiga tahap sekaligus.
Pencampuran data dalam metodologi penelitian pengembangan menurut Cresswell
(2007) berarti mencampur (mixing) bahwa data kualitatif dan kuantitatif sama-sama
dileburkan dalam satu end of continum, dijaga keterpisahannya dalam end of
continum yang dikombinasikan dengan cara lain. Kemudian data kuantitatif dan
kualitatif dihubungkan atau (connecting) satu sama lain selama analisis data pada
tahap pertama dan pengumpulan data pada tahap kedua.
4. Teorisasi
Dalam penelitian campuran biasanya muncul di bagian awal penelitian untuk
membentuk rumusan masalah yang diajukan, siapa yang berpartisipasi dalam
penelitian, bagaimana data dikumplkan, dan implikasi-implikasi yang diharapkan
dalam penelitian.
C. Strategi penelitian Metode Campuran
Untuk merancang penelitian pengembangan memerlukan prosedur yang harus
dilakukan yaitu waktu, bobot, pecapuran, dan teorisasi dan kemudian diadaptasi oleh
Creswell (2003) berisi deskripsi tentang strategi penelitian dan model visualnya, serta
prosedur-prosedur dasar yang akan digunakan untuk menerapkan strategi tersebut.
Penelitian campuran yang terdiri dari kualitatif dan kuantitatif disingkat dengan kata
qual dan quan. Maisng-masing strategi metode campuran ini dapat dideskripsikan
dengan notasi yang sudah lazim digunakan dalam ranah metode campuran. Notasi
metode campuran merupakan label-label dan simbol-simbol singkatan yang
mencerminkan aspek-aspek penting dalam penelitian metode campuran, yang bisa
digunakan oleh para peneliti untuk mengomunikasikan prosedur-prosedur metode
campuran dengan mudah. Berikut notasi yang diadaptasi dari Morse (1991),
Tashakkori dan Teddlie (1998), dan Creswell dan Plano Clark (2007):
1. Simbol “+” strategi pengumpulan data secara konkuren dan simultan, dengan data
kualitatif dan kuantitatif yang dikumpulkan sekaligus dalam satu wkatu.
2. Simbol “→” strategi pengumpulan data sekuensial dengan satu jenis data misalnya
data kualitatif yang mendukung jenis kata yang lain misalnya data kuantitatif.
3. Pengapitalan (“KUAN” atau “KUAL”) mengidentifikasi suatu bobot atau prioritas
yang diberikan pada data, analisis, dan interprestasi kuantitatif atau kualitatif.

D. Tipe-tipe Strategi Metode Penelitian Campuran menurut Creswell (2007:316)

1. Strategi Eksplanatoris Sekuensial


Strategi eksplanatoris sekuensial merupakan strategi yang lebih condong ke proses
kuantitatif. Strategi menerapkan pengumpulan dan analisis data kuantitatif pada
tahap pertama kemudian diikuti pengumpulan data analisis kualitatif pada tahap
kedua yang dibangun berdasarkan hasil awal kuantitatif.
2. Strategi Eksplonatoris Sekuensial
Strategi eksplonatoris sekuensial merupakan strategi yang lebih condong ke proses
kualitatif. Strategi Eksplonatoris Sekuensial menerapkan pengumpulan dan analisis
data kualitatif pada tahap pertama kemudian diikuti pengumpulan data analisis
kuantitatif pada tahap kedua yang dibangun berdasarkan hasil awal kuantitatif.
Bobot atau prioritas yang digunakan adalah tahap kualitatif. Fokus utama strategi
ini mengeksplorasikan fenomena yang digunakan untuk menguji elemen-elemen
dari suatu teori yang dihasilkan dari tahap kualitatif. Untuk membuat instrumen ini
peneliti perlu melewati tiga tahap yaitu (1) menggunakan data kualitatif dan
menganalisinya, (2) lalu menggunakan analisis tersebut untuk membuat suatu
instrumen, (3) kemudian diatur untuk keperluan sampel dan populasi tahap.
3. Strategi Transformatif Sekuensial
Strategi ini terdiri dari dua tahap pengumpulan data yang berbeda, satu tahap
mengikuti tahap yang lain, seperti halnya dua strategi sekuensial. Dalam strategi ini,
peneliti dapat menggunakan salah satu dari dua metode dalam tahap pertama, dan
bobotnya dapat diberikan pada salah satu dari keduanya atau didis tribusikan secara
merata pada masing-masing tahap. Dalam strateg transformatif sekuensial ini, proses
pencampuran (mixing) terjadi ketika peneliti menggabungkan antardua metode
penelitian, seperti yang dilakukan dalam strategi-strategi sekuensial sebelumnya.
Tujuan dari strategi transformatif sekuensial adalah untuk menerapkan
perspektif teoretis si peneliti. Dengan diterapkannya penelitian dua tahap dalam
strategi ini, peneliti diharapkan dapat menyuarakan perspektif-perspektif yang
berbeda, memberikan advokasi yang lebih baik kepada partisipan, atau memahami
suatu fenomena dengan lebih baik.
Strategi transformatif sekuensial juga memiliki kekuatan dan kelemahan
metodologis tersendiri dibandingkan dengan dua strategi sekuensial sebelumnya.
Tahap-tahap yang berbeda dalam strategi ini memudahkan peneliti untuk menerapkan,
mendeskripsi, dan melaporkan hasil penelitiannya meskipun strategi ini juga
membutuhkan waktu yang tidak sebentar dalam menyelesaikan dua tahap
pengumpulan data. Yang lebih penting, strategi ini telah menempat kan penelitian
metode campuran dalam kerangka transformatif: sesuatu yang tidak dilakukan dalam
dua strategi sebelumnya.
4. Strategi Triangulasi Konkuren
Strategi triangulasi konkuren mungkin menjadi satu-satunya strategi dari enam
strategi metode campuran yang paling populer saat ini. Dalam strategi triangulasi
konkuren, peneliti mengumpulkan data kuantitatif dan kualitatif secara kon kuren
(dalam satu waktu), kemudian membandingkan dua database ini untuk mengetahui
apakah ada konvergensi, perbedaan-perbeda- an, atau beberapa kombinasi. Sebagian
penulis menyebut perbandingan ini dengan istilah konfirmasi, diskonfirmasi, lintas-
validasi, atau corroboration (Greene, Caracelli, & Graham, 1989; Morgan, 1998;
Steckler, McLeroy, Goodman, Bird, & McCormick, 1992). Strategi ini pada
umumnya menerapkan metode kuantitatif dan kualitatif secara terpisah untuk
menutupi atau menyeimbangkan kelemahan-kelemahan satu metode dengan
kekuatan-kekutan metode yang lain (atau sebaliknya, kekuatan satu metode
menambah kekuatan metode yang lain). Dalam strategi ini, pengumpulan data
kuantitatif dan kualitatif dilakukan secara bersamaan (konkuren) dalam satu tahap
penelitian. Idealnya, bobot antara dua metode ini setara atau seimbang, tetapi dalam
praktiknya, sering kali ada prioritas yang lebih dibebankan pada satu metode
ketimbang pada metode yang lain.

Dalam strategi ini, pencampuran (mixing) terjadi ketika peneliti sampai pada tahap
interpretasi dan pembahasan. Pencampuran tersebut dilakukan dengan meleburkan
dua data penelitian menjadi satu (seperti, mentransformasi satu jenis data menjadi
jenis data lain sehingga keduanya dapat mudah diperbandingkan) atau dengan
mengintegrasikan atau mengomparasikan hasil-hasil dari dua data tersebut secara
berdampingan dalam pembahasan. Integrasi berdampingan ini (side-by-side
integration) banyak dijumpai dalam penelitian-penelitian metode campuran
terpublikasi yang bagian pebahasan di dalamnya selalu menyajikan hasil-hasil
statistik (kuantitatif) terlebih dahulu, baru kemudian diikuti oleh kuota-kuota kuali
tatif yang mendukung atau menolak hasil-hasil tersebut.
5. Strategi Embedded Konkuren
Seperti halnya strategi triangulasi konkuren, strategi embedded konkuren juga
dapat dicirikan sebagai strategi metode campuran yang menerapkan satu-tahap
pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif dalam satu waktu (lihat Gambar 10.3b).
Meski demikian, yang membedakan strategi ini dengan strategi konkuren sebelumnya
adalah bahwa strategi embedded konkuren memiliki metode primer yang memandu
proyek dan database sekunder yang memainkan Tashakkori dan Teddlie (1998)
menyebut strategi ini sebagai rancangan multilevel (multilevel design). Pada
akhirnya, dalam strategi ini, satu metode dapat diguna- kan dalam kerangka metode
yang lain. Misalnya, jika peneliti me- rancang dan melakukan penelitian eksperimen
untuk menguji hasil- hasil treatment, dia bisa menggunakan metodologi studi kasus
untuk meneliti bagaimana partisipan dalam penelitian tersebut menjalani prosedur-
prosedur treatment.
Strategi embedded konkuren ini, untuk sejumlah alasan tertentu, memang
atraktif. Peneliti mampu mengumpulkan dua jenis data secara serempak dalam satu
tahap pengumpulan data saja. Strategi ini menampilkan suatu penelitian yang sama-
sama memanfaatkan kelebihan-kelebihan dari data kualitatif dan kuantitatif. Apalagi,
dengan digunakannya dua metode yang berbeda sekaligus, peneliti dapat memperoleh
perspektif-perspektif yang lebih luas dari jenis- jenis data yang berbeda dalam satu
penelitian.
6. Strategi Transformatif Konkuren
Seperti halnya strategi transformatif sekuensial, strategi transformatif konkuren ini
diterapkan dengan mengumpulkan data kuanti-tatif dan kualitatif secara serempak
serta didasarkan pada perspektif teoritis tertentu (lihat Gambar 10.3c). Perspektif ini
bisa berorientasi pada ideologi-ideologi seperti teori kritis, advokasi, penelitian
partisipatoris, atau pada kerangka konsep tertentu. Perspektif ini biasanya
direfleksikan dalam tujuan penelitian atau rumusan masalah. Bahkan, perspektif inilah
yang akan menjadi kekuatan utama dalam mendefinisikan masalah, mengidentifikasi
rencana dan sumber-sumber data, menganalisis, menginterpretasi, dan melaporkan
hasil penelitian.

Tidak hanya itu, strategi transformatif ini juga bisa diterapkan dalam konteks strategi-
strategi konkuren lain, seperti triangulasi dan embedded, untuk menfasilitasi
perspektif teoritis yang dibawanya. Misalnya, seorang peneliti bisa saja menancapkan
(embedding) satu metode ke dalam metode yang lain agar suara partisipan dapat ter-
sampaikan demi perubahan proses suatu organisasi. Ia juga bisa men- triangulasi
(triangulasi) data kuantitatif dan kualitatif untuk mengonvergensi informasi-informasi
demi membuktikan adanya ke-tidaksetaraan dalam kebijakan-kebijakan organisasi
tersebut.

Untuk itulah, strategi transformatif konkuren bisa saja diterapkan dalam kerangka
strategi konkuren yang lain, baik itu triangulasi maupun embedded (dua jenis data
yang dikumpulkan sekaligus dalam satu tahap penelitian, atau ditancapkan
berdasarkan prioritas yang diberikan pada keduanya). Proses pencampuran (mixing)
dalam strategi ini terjadi ketika peneliti meleburkan (merging), menghubungkan
(connecting), atau menancapkan (embedding) dua data yang berbeda. Karena strategi
transformatif konkuren ini saling berbagi fitur dengan strategi tertanam dan
triangulasi maka strategi ketiga ini pun juga saling berbagi kelemahan dan
kelebihannya masing-masing. Namun, strategi transformatif ini memiliki nilai plus
karena tidak seperti dua strategi konkuren sebelumnya- telah menempatkan penelitian
metode campuran dalam kerangka transformatif, yang membuatnya tampak menarik
bagi para peneliti.
E. Model Penelitian Pengembangan
1. Penelitian Pengembangan Borg and Gall (1998) atau dikenal Reseacrh and
Development atau (R&D) yang berarti penelitian dan pengembangan. Langkah–
langkah penelitian Borg & Gall terdiri atas sepuluh tahapan dalam Arifin (2014: 129-
132) yaitu:
1) Research and Information Collection (penelitian dan pengumpulan data), pada
langkah ini peneliti melakukan studi pendahuluan atau studi eksploratif untuk
mengkaji, menyelidiki, dan mengumpulkan kebutuhan.
2) Planning (perencanaan), peneliti membuat rencana desain pengembangan
produk. Aspek-aspek penting dalam rencana tersebut meliputi produk tentang
apa, tujuan dan manfaat apa, siapa pengguna produknya, mengapa produk
tersebut dianggap penting, dimana lokasi untuk mengembangkan produk, dan
bagaimana proses pengembangannya.
3) Develop Preliminary Form Of Product (pengembangan draft produk awal),
peneliti mulai mengembangkan bentuk produk awal (draf) yang bersifat
sementara (hipotesis).
4) Preliminary Field Testing (uji coba lapangan awal), peneliti melakukan uji coba
terbatas mengenai produk awal dilapangan antara dua atau tiga sekolah dengan
subjek antara 10-15 orang. Selama uji coba berlangsung peneliti dapat
melakukan observasi terhadap kegiatan subjek (guru) dalam melaksanakan
produk tersebut.
5) Main Product Revision (revisi hasil uji coba), yaitu perbaikan dan
penyempurnaan terhadap produk utama, berdasarkan hasil uji coba terbatas,
termasuk hasil diskusi, observasi, wawancara, dan angket.
6) Main Field Testing (uji coba lapangan produk utama), melakukan uji coba
produk dalam skala lebih luas. Perkiraan sekolah yang terlibat antara lima
samapi sepuluh sekolah serta subjek antara 30- 100 orang.
7) Operational Product Revision (revisi produk), yaitu memperbaki dan
menyempurnakan produk berdasarkan masukan dan saransaran hasil uji coba
lapangan yang lebih luas.
8) Operational Field Testing (uji coba lapangan skala luas/uji kelayakan),
melakukan uji pelaksanaan dengan melibatkan antara 10-30 sekolah dan antara
40-200 subjek. Data dikumpulkan melalui wanwancara, observasi, dan angket.
9) Final Product Revision (revisi produk akhir), melakukan revisi terhadap produk
akhir, berdasarkan saran dan masukan dalam uji pelaksanaan lapangan.
10) Dessemination and Implementation (Deseminasi dan implementasi), peneliti
mendesiminasikan (menyebarluaskan) produk untuk disosialisasikan kepada
seluruh subjek.

2. Penelitian Richey and Kelin (2009) menggunakan nama Design and Development
Research yang berarti perancangan dan penelitian pengembangan. Richey dan
Klein menyatakan “ The focus of research and development design can be on front-
end analysis planning, production and evaluation (PPE)” (dalam Sugiyono, 2017).
Perencanaan berarti kegiatan membuat rencana produk yang akan dibuat untuk
tujuan tertentu. Production atau memproduksi merupakan kegiatan membentuk
produk berdasarkan rancangan yang telah dibuat. Evaluation atau evaluasi yaitu
menguji, menilai seberapa tinggi produk yang telah memenuhi spesifikasi yang
telah di tentukan.

3. Thiagarajan (1974) yang dikenal dengan Define, Design, Development dan


Dessemination (1974). Langkah-langkah penelitian pengembangan disingkat
dengan 4D. Berikut ini tahapan dari model 4D Menurut Thiagarajan :
a. Tahap Pendefinisian (Define)
Tujuan ditahap ini adalah menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat
pengembangan. Dalam tahap ini memiliki 5 tahap yaitu analisis ujung,
analisis siswa, analisis tugas, analisis konsep dan merumuskan tujuan
pembelajaran.
b. Tahapan Perencanaan (Design)
Tahap ini kegiatan untuk membuat rancangan terhadap produk yang
ditentukan.
c. Tahap Pengembangan (Develop)
Kegiatan membuat dan merancang menjadi produk dan menguji validitas
produk secara berulang-ulang sampai dihasilkan produk yang sesuai dengan
spesifikasi. Dalam tahap ini aka dilakukan untuk menghasilkan perengkat
pembelajaran yang telah melalui berbagai perbaikan yang berdasarkan pakar.
2) Tahap Penyebaran (Disseminate)
Tujuan dalam tahap ini adalah akan dilakukan penyebaran agar
bermanfaat, yang telah dijadikan penelitian untuk kepentingan penelitian.
4. Dick and Carry (1996) menggunakan istilah ADDIE (Analysis, Design,
Development, Implementation, Evaluation) dapat di terjemahkan menjadi
penelitian pengembangan.
a. Analisis : Dalam tahapan ini, kegiatan utama adalah menganalisis perlunya
pengembangan bahan ajar dalam tujuan pembelajaran, beberapa analisis yang
dilakukan
b. Desain. Tahapan desain meliputi beberapa perencanaan pengemban- gan
bahan ajar diantaranya meliputi beberapa kegiatan sebagai berikut:
Menyusun, merancang atau sekenario, Pemilihan kompetensi bahan ajar,
Perencanaan awal perangkat pembelajaran yang didasarkan pada kompetensi
mata pelajaran. Merancang materi pembelajaran dan alat evaluasi belajar
dengan pendekatan pembelajaran
c. Pengembangan, dalam melakukan langkah pengembangan bahan ajar, ada
dua tujuan penting yang perlu dicapai. Antara lain adalah : Memproduksi
atau merevisi bahan ajar yang akan digu- nakan untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan. Memilih bahan ajar terbaik yang akan
digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
d. Implementasi merupakan tahapan untuk mengimplementasikan rancangan
bahan ajar yang telah dikembangkan pada situasi yang nyata dikelas.
e. Evaluasi merupakan langkah terakhir dari model desain sistem pembelajaran
ADDIE untuk memberikan nilai ter- hadap pengembangan bahan ajar dalam
pembelajaran. Evalusi dilakukan dalam dua bentuk yaitu evalusi formatif dan
evaluasi sumatif. Evaluasi formatif dilaksanakan pada setiap akhir tatap
muka (mingguan) sedangkan evalusi sumatif dilakukan sete- lah kegiatan
berakhir secara keseluruhan (semester).
SIMPULAN

Penelitian adalah suatu proses yang sistematis, logis, yang bertujuan untuk memperoleh
pengetahuan atau memecahkan masalah berdasarkan pada data empiris dengan metode ilmiah atau
pengetahuan ilmiah. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dikenal dengan istilah clasroom action
research, yang disingkat CAR, berarti penelitian yang dilakukan pada sebuah kelas untuk mengetahui
akibat tindakan yang diterapkan pada suatu subyek penelitian di kelas tersebut. Penelitian tindakan
kelas pertama diperkenalkan oleh ahli psikologi sosial berkebangsaan Amerika yang bernama Kurt
Lewin pada tahun 1946. Inti gagasan Lewin inilah yang selanjutnya dikembangkan ahli lain seperti
Stephen Kemmis, Robin Mc. Taggart, John Elliot, Dave Ebbutt dan sebagainya. Kemudian penelitian
pengembangan
DAFTAR PUSTAKA
Arsyam, muhammad dan Yusuf Tahir. 2021. Ragam Jenis penelitian dan Perspektif. Jurnal Pendidikan
dan Studi Islam: UIN Alauddin Makassar.
Janiasari, Hary, dan Rustam. 2018. Kemampuan Menulis Paragraf Deskriptif Menggunakan Media
Gambar Siswa SMP di Kota Jambi. Jurnal DIKBASTRA: Universitas Jambi.
Priadana, Sidik. 2021. Metode Penelitian Kuantitatif. Tangerang: Pascal Books.

Anda mungkin juga menyukai