Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

LARANGAN BERDUAAN TANPA MAHRAM


Dosen pembimbing :

M. Bik Muhtaruddin, M. Th. I

Di susun oleh:

NOFTA VICTORY ROCHIMANA GHIFFARI (NIM: 932211018)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

KEDIRI, 2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat, ni’mat, taufiq,
serta hidayah-Nya kepada kita bersama, khususnya kepada penyusun sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya tanpa ada
halangan yang berarti.

Makalah ini di susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Tafsir
di Institut Agama Islam Kediri.

Ucapan terimakasih kami haturkan kepada Bapak M. Bik Muhtaruddin, M.


Th. I selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Tafsir dan juga kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak


kekurangan dan kesalahan. Karena itu kami tidak menutup mata terhadap ktitik
dan saran yang membangun dari para pembaca demi perbaikan penulisan makalah
selanjutnya.

Akhirnya kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Amin ya rabbal ‘alamin.

Kediri,15 April 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tidak bisa kita sangkal bagaimana keadaan sekitar kita bisa menjumpai
bahwa remaja-remaja di jaman ini berduaan lawan jenis dimanapun
tempatnya, entah di fasilitas umum sampai mencari empat khusus yang sepi,
seakan apakah mereka benar-benar tidak mengetahui larangan akan hal itu
atau memang mengacuhkanya. Bukan pemandangan aneh lagi melihat hal itu
terjadi.
Dalam ajaran islam jelas dilarang melakukan hal yang mendekati zina,
dengan berduaan dengan lawan jenis yang terebih bukan mahram kita, itu
adalah suatu hal yang mendekatkan kita kepada perzinaan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan diatas dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apa dalil tentang larangan berduaan tanpa mahram?
2. Bagaimana penjelasan dalilnya?
3. Bagaimana adab bergaul dengan lawan jenis?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk memahami dalil tentang larangan berdua tanpa mahram.
2. Untuk mengetahui bagaimana adab bergaul dengan lawan jenis.
3. Untuk mengetahui ketegasan rasulullah dalam kasus ini.
4. Untuk memahami bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan menjalin
hubungan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. DALIL LARANGAN BERDUAAN TANPA MAHRAM


“Janganlah salah seorang di antara kalian berdua-duaan dengan
wanita (yang bukan mahramnya) kerena setan adalah orang ketiganya”
(HR. Ahmad 1: 18)

Uqbah bin Amir berkata: “Rasulullah SAW: ‘Waspadalah kalian


dari masuk kerumah wanita yang bukan mahram’. Tiba-tiba seorang anshor
bertanya: ‘Ya Rasulullah, bagaimana jika ipar?’ jawab nabi : ‘saudari ipar
itu kematian.’”

“Dari ‘Abbas r.a. bahwasanya Rasulullah saw. Bersabda:


‘Janganah sekali-kali salah seorang di antara kamu sekalian bersepi-sepian
dengan seorang perempuan kecuali bersama dengan muhrimnya”.1
B. PENJELASAN DALIL
Dalam bab ini hukumnya disebutkan dengan tegas. Adapun
permasalahan satunya di tetapkan melalui isimbah dari hadis-hadis di atas.
Pada dasarnya, permasalahan ini disebukan dengan tegas dalam hadist
marfu’ (langsung dari NABI SAW) seperi diriwayatkan At-Tirmidzi dari
hadis Jabir, di nisbatkan kepada Nabi SAW (“janganlah kamu masuk
kepada wanita-wanita yang tidak ada suami di sisinya, karena sesugguhnya
syetan berjalan pada anak manusia seperti darah”). Para periwayat hadist
ini dinyatakan tsiqah (terpercaya). Hanya saja Mujalid bin Sa’id
diperselisihkan keakuratan riwayatnya. Imam Muslim meriwayatkan dari
Abdullah bin Amr, dinisbatkan pada Nabi SAW (“janganlah seorang lelaki
masuk kepada seorang perempuan yang tidak ada suaminya disisinya,
melainkan bersama seorang laki-laki atau dua orang”). Dia menyebutkan di
sela-sela hadistnya kata “al mughibah” artinya orang yang tidak ada
suaminya . dikatakan, “aghaabat al mar’ah”, artinya ia ditinggal pergi

1
Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Hadist Shahih Bukhari Muslim, FATHAN PRIMA MEDIA, Depok,
2013
suaminya. Kemudian Imam Bukhari menyebutkan dua hadis, yaiu:
pertama, hadist Uqbah bin Amir yang diriwayatkan melalui qutaibah bin
Sa’id, dari laits, dari Yazid bin Abi Habib, dari Abu Al-Khair. Pada sanad
ini disebukan, “dari Yazid bin Abu Habib”, sementara dalam riwayat
Muslim melalui Ibnu Wahab dari Al-Laits, Amr bin Al Harist, Haiwah, dan
selainya, disebutkan “Sesungguhnya Yazid bin Abu Habib menceriakan
kepada mereka” Abu Al-Khair adalah Martsad bin Abdullah Al Yazni.
Dalam riwayat Ibnu Wahab disebutkan (“Janganlah kamu masuk
kepada wanita”). Larangan masuk ke wantia telah mencakup larangan
berkhalwat (berduaan) bersamanya.
(Dikeluarkan oleh bukhari pada kitab ke-67, kitab Nikah bab ke-
111, bab laki-laki tidak boleh berduaan dengan perempuan kecuali bersama
mahramnya dan masuk ke rumah perempuan ketika suaminya tidak ada).
Maksudnya, bahayanya sangat besar dan bisa membawa kematian.
Apakah orang yang bukan mahramnya dapat menggantikan kedudukan
mahram dalam masalah ini, yaitu yang menyertai keduanya, ada orang lain
yang menghilangkan berdua-duaan (bersepian dua orang) itu? Menurut
zhahirnya orang lain yang bukan mahramnya dapat menggantikan
kedudukan mahramnya, karena makna yang sesuai bagi larangan itu ialah
kekhawatiran adanya syetan yang menjerumuskan keduanya kedalam
fitnah atau serong. Al-Quffal mengatakan : “Harus dengan mahramnya
berdasarkan lafal hadits tersebut”. Dan yang menunjukkan keharusan
dengan mahram itu juga ialah pengharaman bagi wanita untuk bepergian
tanpa disertai mahramnya, dan itu bersifat mutlaq, baik dengan jumlah
yang sedikit maupun dalam jumlah yang banyak. Telah tertera beberapa
hadits yang membatasi kemutlaqan itu. Hanya saja hadits-hadits tersebut
berbeda lafal-lafalnya. Dalam suatu lafal beliau bersabda: “Wanita tidak
boleh bepergian dalam suatu perjalanan semalam, kecuali bersama
mahramnya.”

Catatan:
Mahram bagi sesorang wanita adalah laki-laki yang haram
menikahinya untuk selamanya kecuali ibu dari wanita yang di setubuhi
karena syubhat dan wanita yang di-li’an (sumpah suami yang menuduh
istrinya berzina) sebab keduanya diharamkan unuk selamanya, tetapi tidak
memiliki hubungan mahram. Demikian juga Ummuhatul Mu’minin.
Sebagian ulama mengeluarkan mereka ini dalam definisi mahram dengan
mengatakan, “karena sebab yang mubah bukan karena keharamannya”
Penyebutan ‘selamanya’ juga mengeluarkan saudari istri, bibinya dari
pihak bapak, dan bibinya dari pihak ibu, serta anak wanita istri jika belum
sempat berkumpul denganya.2
C. ADAB BERGAUL DENGAN LAWAN JENIS
Dilahirkan sebagai seorang wanita adalah anugerah yang sangat
indah dari Allah Ta’ala. Sebuah anugerah yang tidak dimiliki oleh seorang
pria. Terlebih anugerah itu bertambah menjadi muslimah yang mukminah
yaitu wanita muslimah yang beriman kepada Allah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ُ ‫صا ِل َحة‬ َّ ‫ع َو َخي ُْر َمتَاعِ الدُّ ْن َيا ْال َم ْرأَة ُ ال‬ ٌ ‫الدُّ ْن َيا َمت َا‬
“Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita
yang shalihah.” (HR. Muslim)
Menjadi wanita muslimah yang beriman kepada Allah tentu tidak mudah,
karena banyak sekali godaan-godaan dalam mencapainya.
Dikarenakan balasan yang Allah janjikan pun tidak terbandingkan dan
semua wanita pun menginginkannya. Godaan-godaan untuk menjadi
wanita shalihah sering kali datang dan menggebu-gebu saat kita menginjak
usia remaja, dimana masa puberitas seorang wanita ada di masa ini. Bukan
hal yang mu-dah pula bagi remaja muslim dalam melewati masa ini,
namun sungguh sangat indah bagi para remaja yang bisa dikatakan lulus
dalam melewati masa pubertas yang penuh godaan ini.
Salah satu godaan yang amat besar pada usia remaja adalah rasa
ketertarikan ter-hadap lawan jenis. Memang, rasa tertarik terhadap lawan
jenis adalah fitrah manusia, baik wanita atau lelaki. Namun kalau kita
tidak bisa memenej perasaan tersebut, maka akan menjadi mala petaka
yang amat besar,baik untuk diri sendiri ataupun untuk orang yang kita
sukai. Sudah Allah tunjukkan dalam sebuah hadist Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam,
‫الرجْ ُل‬ ِ ‫ش َو‬ ُ ‫ط‬ ْ َ‫سانُ ِزنَاهُ ْال َكالَ ُم َو ْاليَد ُ ِزنَاهَا ْالب‬ َ ‫الل‬
ِ ‫ع َو‬ ِ ‫ظ ُر َواألُذُن‬
ُ ‫َان ِزنَا ُه َما ا ِال ْستِ َما‬ ِ ‫فَ ْالعَ ْين‬
َ َّ‫َان ِزنَا ُه َما الن‬
.ُ‫ِق ذَلِكَ ْالفَ ْر ُج َويُك َِذبُه‬ ُ ‫صد‬َ ُ‫طا َو ْالقَ ْلبُ يَ ْه َوى َو َيتَ َم َّنى َوي‬َ ‫ِزنَاهَا ْال ُخ‬
Artinya:
”Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan
mende-ngar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah
dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina
hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu

2
Al-Hafizh ‘Abdul ‘Azim bin ‘Abdu Qawi zakiyuddin Al-Mundziri, terjemah: Drs. Achmad Zainudin,
Ringkasan shahih Muslim, Pustaka Amani, Jakarta, 2001, 780
kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang
demikian.” (HR. Muslim)
Sebagai wanita muslimah itu harus yakin bahwa kehormatan harus dijaga
dan dirawat, terlebih ketika berkomunikasi atau bergaul dengan lawan
jenis agar tidak ada mudhorot (bahaya) atau bahkan fitnah. Di bawah ini
akan kami ungkapkan adab-adab bergaul dengan lawan jenis. Di
antaranya:
1. Dilarang untuk berkhalwat
Sebenarnya pembahasan ini telah berlalu di pembahasan yang pertama.
Namun, apa salahnya kami kembali mengingatkan-nya. Banyak manusia
sekarang ini menganggap sepele hal ini, padahal hal ini akan merusak
agama sendiri dan itu bukanlah hal yang sepele. Jikalau ditinjau dari
kelakuan pemuda-pemudi sekarang, mereka menganggap hal ini sudah
biasa bagi mereka dan bukanlah hal yang tabu lagi bagi mereka.
Berkhalwat bukanlah hanya di tempat yang sepi saja, akan tetapi juga bisa
terjadi di tempat yang ramai, seperti di dalam kelas yitu dengan cara
menyudut. Selama orang yang ada disekitar kita masih mempunyai jarak
dari kita maka itu dapat dikatakan dengan berkhalwat. Berkhalwat
diperbolehkan dengan syarat ada muhrim yang menemani, dengan catatan
mhrimnya juga bukanlah syetan yang menjelma menjadi manusia.
2. Menundukkan pandangan
Pandangan laki-laki terhadap perempuan atau sebaliknya adalah
termasuk panah-panah syetan. Kalau cuma sekilas saja atau spontanitas
atau tidak sengaja maka tidak menjadi masalah pandangan mata tersebut,
pandangan pertama yang tidak sengaja diperbolehkan namun selanjutnya
adalah haram. Ketika melihat lawan jenis, maka cepatlah kita tundukkan
pandangan itu, sebelum iblis memasuki atau mempengaruhi pikiran dan
hati kita. Segera mohon pertolongan kepada Allah agar kita tidak
mengulangi pandangan itu.
Dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
.‫ص ِرى‬
َ َ‫ف ب‬ ْ َ‫ظ ِر ْالفُ َجا َءةِ فَأ َ َم َرنِى أَ ْن أ‬
َ ‫ص ِر‬ َ َ‫ َع ْن ن‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫َّللا‬ ُ ‫سأ َ ْلتُ َر‬
َّ ‫سو َل‬ َ
“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai
pandangan yang tidak di sengaja. Maka beliau memerintahkanku supaya
memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim)
3. Jaga aurat terhadap lawan jenis
Jagalah aurat kita dari pandangan yang bukan mahramnya.
Maksudnya mahram di sini adalah yang haram untuk menikahi kita. Yang
tidak termasuk mahram seperti teman sekolah, teman bermain, teman pena
bahkan teman dekat pun kalau dia bukan mahram kita, maka kita wajib
menutup aurat kita dengan sempurna. Maksud sempurna di sini yaitu
misalnya pada wanita menggunakan jilbab yang menjulur ke
seluruh tubuh kita dan menutupi dada. Kain yang dimaksud pun adalah
kain yang disyariatkan, misal kainnya tidak boleh tipis, tidak boleh sempit,
dan tidak membentuk lekuk tubuh kita. Adapun yang bukan termasuk
aurat dari seorang wanita adalah kedua telapak tangan dan muka atau
wajah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


َ ‫ش ْي‬
ُ‫طان‬ ِ ‫ْال َم ْرأَة ُ َع ْو َرة ٌ فَإِذَا خ ََر َج‬
َّ ‫ت ا ْستَ ْش َرفَ َها ال‬
“Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan
memperindahnya di mata laki-laki.” (HR. Tirmidzi, shahih)
4. Menjaga kemaluan
Menjaga kemaluan juga bukan hal yang mudah, karena dewasa ini
banyak sekali remaja yang terjebak ke dalam pergaulan dan seks bebas.
Sebagai muslim kita wajib tahu bagaimana caranya menjaga kemaluan.
Caranya antara lain dengan tidak melihat gambar-gambar yang senonoh
atau membangkitkan nafsu syahwat, tidak terlalu sering membaca atau
menonton kisah-kisah percintaan, tidak terlalu sering berbicara atau
berkomunikasi dengan lawan jenis, baik bicara langsung (tatap muka)
ataupun melalui telepon, SMS, chatting, dan media komunikasi lainnya.
Sudah selayaknya sebagai seorang muslim-muslimah baik remaja atau
dewasa, kita mempunyai niat yang sungguh-sungguh untuk mematuhi
adab-adab bergaul dengan lawan jenis tersebut. Semoga Allah
memudahkan usaha kita. Aamiin.3

3
Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalany. Bulughul Mahram. 410
BAB III

KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan diantaranya


sebagai berikut : berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahram kita
adalah dilarang, seperti pada pembahasan sebelumnya dengan tegas
rasulullah melarang kita untuk berduaan dengan lawan jenis yang bukan
mahram kecuali ada orang ketiga yaitu mahram dari wanita itu. Ada juga
adab-adab pergaulan dengan lawan jenis, diantaranya menjaga pandangan,
menjaga kemaluan, tidak berkhalwat, dan menjaga aurat.

Anda mungkin juga menyukai