Anda di halaman 1dari 3

Muh.

Najib Salsabila
2120045

A. Pengertian Kulliyah
 Kull = menetapkan hukum atas sesuatu dengan secara keseluruhan/ kesemuanya.
Contoh: Santri sudah pulang karena sudah libur, artinya seluruh santri sudah pulang.
 Kulliyah = menetapkan hukum atas sesuatu secara satu persatu/perafrad. Contoh:
santri pulang kerumahnya, artinya masing-masing santri pulang
kerumahnya/perorangan.
 Kulli = lafadz mufrad yang dapat dan sesuai untuk mengandung satuan-satuan yang
banyak, seperti, sungai, burung, bintang, sekolah murid, dan sebagainya. Lafadz-
lafadz ini semuanya menunjukkan kepada makna yang di bawahnya mengandung
afrad afrad yang banyak (isim nakiroh). Lafadz ini terbagi pada beberapa bagian.
lafadz kulli yang afradnya wujud/ nyata, dan tidak wujud/ nyata atau tidak ada dalam
kenyataan atau mustahil (menurut akal atau adat).
B. Klasifikasi Kulliyah
1. Kulli Dzati
 Sesuatu yang tidak keluar dari hakikat dan merupakan bagian darinya ”Dzati (lafadzh
kulli dzati) secara lughawi, adalah lafazh yang bermakna zat (benda, materi, subtansi).
Contohnya: manusia, hewan, rumah, tanah, kayu, batu, dan lain-lain.
 Terminologi Ilmu Mantik, lafazh kullli dzati adalah lafazh kulli yang menunjuk
kepada mahiyah (hakekat) sepenuhnya yang kepadanya dapat diajukan pertanyaan:
(apa, dia).
 Dengan kata lain zat adalah sesuatu yang menjadi hakikat yang dituju makna lafadz.
Contoh: “hayawan”(hewan) dan “nathiq” (berpikir), merupakan hakikat dari manusia.
 Nisbah (Hubungan) antara Dua Kulli, Apabila kita bandingkan antara dua kulli, maka
tidak lepas dari keadaan sebagai berikut:
a. Adakalanya kedua-duanya bersamaan dalam mafhum dan mashadaqnya, seperti sapi
dan lembu, dan sebagainya.
b. Adakalanya dua kulli itu sama mashadaqnya (afradnya) tapi tidak sama mafhumnya,
seperti lafadz berpikir dan menerima pelajaran tinggi.
c. Adakalanya dua kulli itu berlainan mafhum dan mashadaq-nya, seperti manusia dan
kerbau, kuda dan kucing, rumah dan sungai. Nisbah antara kedua kulli itu sendiri
disebut tabayun, sedang dua kulli itu sendiri disebut mutabayinain.
d. Adakalanya mashadaq salah satu dari dua kulli itu lebih besar (mutlak) daripada kulli
yang satunya, maka kulli yang pertama meliputi, afrad kulli yang kedua, misalnya
hewan dan manusia, maka afrad hewan lebih besar dari afrad pada manusia.
e. Adakalanya sebagian yang terkandung oleh salah satu dari dua kulli itu sama dengan
sebagian afrad yang terkandung dari kulli yang kedua, dan masing-masing kulli selain
dari itu sesuai dengan afrad yang tidak sesuai atas afrad kulli yang satunya. Misalnya:
dinding dan putih, kedua kulli itu dapat bersesuaian dengan dinding yang putih
warnanya, dan dapatlah sesuai dinding itu, tapi putih tak sesuai apabila pada dinding
tidak putih warnanya, seperti hijau, biru, dan sebagainya.

 Kulli dzati dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:


a. Lafadz kulli yang sempurna mahiyahnya/ hakikatnya, dan musytarak afrad-
afradnya, yang demikian ini disebut nau‟.
b. Lafadz kulli yang bagian mahiyahnya sesuai dengan lafadz kulli itu dan juga sesuai
dengan yang lainnya. Yang demikian itu disebut jenis.
c. Lafadz kulli yang bagian mahiyahnya merupakan ciri yang khas bagi lafadz itu,
yang membedakan afrad-afradnya dari berbagai afrad hakikatnya yang lain yang sama
dalam jenisnya. Yang demikian ini disebut fashl. yang membedakan bagi afrad-
afradnya dari berbagai afrad hakikatnya yang lain yang sama dalam segi
kehewanannya.
2. Kulli „Arodhi
Sesuatu yang di luar dari hakikat sesuatu, seperti tertawa nisbah kepada hakikat manusia.
Contoh lain, tempat duduk nisbah kepada hakikat/ mahiyah daripada kursi.
 Adapun kulli „Arodhi dapat dibagi kepada:
a. Lafadz kulli yang khusus bagi mahiyahnya yang tidak bisa disifati kecuali oleh afrad-
afradnya, seperti tertawa dan mampu belajar bahasa, nisbah kepada manusia. Yang demikian
ini dinamai khashah.
b. Lafadz kulli yang musytarak antara mahiyah dengan yang lainnya, seperti putih nisbah
kepada manusia, lafadz putih ini bisa disifatkan kepada manusia, dan bisa juga kepada yang
lainnya. Yang demikian ini disebut “irdhi” am.
C. Rangkaian Tingkatan Jenis
a. Jenis Qorib
Jenis qorib adalah Jenis yang mana dibawahnya tidak ada jenis lagi. Yang ada hanyalah nau'.
Misalnya lafadz "Hewan" dibawahnya tidak ada lagi jenis dari hewan, yang ada hanya
nau'nya seperti manusia, kerbau kera.
b. Jenis Ba'id
Jenis ba'id jenis yang dibawahnya masih ada jenis lagi namun diatas jenis itu sudah tidak
terdapat jenis lagi. Misalnya kata jauhar atau dzat. Diatas kata jauhar tidak ada lagi jenisnya.
Akantetapi dibawahnya masih ada jenisnya seperti jisim, jisim yang berkembang, dan hewan.
 Jenis ba'id ini masih bisa dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Yakni:
a) Satu Tingkatan, Contohnya adalah kata "benda yang berkembang" ini termasuk
jenis yang jauh bila dinisbatkan kepada manusia dengan satu peringkat yakni jenis
hewan.
b) Dua Tingkatan, Contohnya adalah kata "jisim" ini termasuk jenis yang jauh dengan
selisih dua tingkatan bila dinisbatkan dengan kata manusia. Dua tingkatan itu adalah
hewan dan manusia.
c) Tiga Tingkatan, Contohnya adalah kata "dzat" ini termasuk jenis yang jauh dengan
selisih tiga tingkatan bila dinisbatkan dengan kata manusia. Tiga tingkatan itu adalah
jisim, hewan dan manusia.
c. Jenis Mutawasit
Jenis Mutawasit atau wasath adalah jenis yang mana diatas dan di bawahnya masih ada lagi
jenisnya. Seperti kata "an-Nami'", ini masih punya jenis diatasnya berupa kata jauhar dan
masih punya jenis dibawahnya berupa hewan.

Anda mungkin juga menyukai