BAB I
PENDAHULUAN
A.
B.
C.
Rumusan Masalah
1.
2.
3.
Tujuan Pembahasan
1.
2.
3.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
1.
2.
MABAHITS AL-ALFADZ
Mabahits ( )adalah bentuk jamak dari kata mufror mabhastun ( )yang berupa
isim makan (lafadz yang menunjukkan arti tempat) dengan arti tempat pembahasan. Mabahitsul
alfaadz ( ) ilmu mantiq adalah beberapa tempat penelitian lafad-lafadz yang dibahas
dalam ilmu mantiq, dari segi lafadz itu sendiri, baik berupa lafadz yang bersusun, lafad yang
berdiri sendiri atau lafadzd yang menunjukkan makna ganda.[5]
Pada dasarnya, kata-kata yang keluar dari mulut itu ada kalanya tidak punya makna (
)dan ada yang punya makna () .
1.
Lafadz Muhmal
Lafadz Muhmal adalah kata yang disepakati oleh ahli bahasa tidak mempunyai arti.
Artinya, jika kata itu dipakai berbicara, dalam perbincangan mereka tidak faham. Sedangkan
yang dimaksud ahli bahsa disini adalah pemakai bahasa itu sendiri atau orang yang sedang
berbincang-bincang itu. Maka walaupun lafadz yang mempunyai arti oleh ahli bahasa lain bukan
termasuk lafadz muhmal.[6]
Contoh kata "ulakdanung", "ai lop piyu" ini adalah lafadz muhmal bagi orang jawa,
terutama orang jawa yang tidak faham dengan bahasa itu. Akan tetapi tidak bagi orang inggris
atau orang jawa gaul yang sudah faham dengan istilah "ai lop piyu".
2.
Lafadz Musta'mal
Lafadz musta'mal adalah lafadz atau kata yang sudah disepakati ahli bahasa
menunjukkan arti () . Artinya, selain lafadz muhmal itu adalah lafadz mustakmal.[7]
Contoh kata "ai lop piyu" diatas adalah kalimat mustakmal bila dipakai oleh orang yang
menggunakan bahasa inggris atau bagi orang jawa namun sudah sering memakai istilah itu.
Para ahli mantiq, membagi lafadz mustakmal ini menjadi dua bagian besar. Yakni,
lafadz yang tersusun ( )(dan lafadz yang berdiri sendiri (). Pembagian ini dilihat dari
susunan lafadz itu sebagai petunjuk dari makna yang terkandung dari susunan itu sendiri.[8]
a.
Lafad Murokab
Lafad murokab adalah rangkaian suku kata, yang sebagian dari kata itu dapat
menunjukkan makna dari bagian makna rangkaian kata tersebut. Misalnya kata "perpustakaan
STAIN", "mahasiswa usuludin", "baru rajin" dan lain-lain. Rangkaian kata "baru rajin" adalah
susunan dari kata "baru" (nama samaran) adalah nama orang dan kata "rajin" mempunyai arti
sendiri. Bagian makna dari kata "baru" dan kata "rajin" ini menunjukkan rangkaian kata "baru
rajin".[9]
Berbeda dengan rangkaian kata "Tulung~agung", "Ahmad Muzaki", nama salah satu
mahasiswa Usuludin ini, tidak bisa dimasukkan dalam kategori lafadz murokab walaupun berupa
rangkaian duan suku kata. Sebab, rangkaian kata "Ahmad Muzaki" ini sudah menjadi nama
seseorang, meskipun kata "Ahmad" dan kata "Muzaki" mempunyai makna sediri-sendiri, akan
tetapi makna ahmad tidaklah menunjukkan bagian tubuh seorang muzaki. Misalkan ahmad
menujukkan tubuh muzaki bagian kanan serta muzaki menunjukkan makna tubuh sebagian
lainnya. Jadi, sangat jelas dapat dibedakan antara susunan kata berupa "Baru rajin" dengan
susunan "Ahmad Muzaki".
Lafadz murokab ini dibagi menjadi dua bagian, yakni
b.
Lafad Mufrod
Lafadz mufrod adalah lawan dari murokab. Artinya, sebagian dari kata itu tidak
menunjukkan bagian dari makna itu sendiri. Jadi, walaupun kata itu berupa susunan atau
rangkaian beberapa kata, bila bagian katanya tidak menunujukkan makna rangkaian tersebut
disebut kata mufrod. Misalnya kata "motor", maknanya adalah alat transportasi. Kata "mo" tidak
mempunyai makna sendiri, dan kata "tor" juga tidak menunjukkan arti sendiri.
Perlu diketahui, rangkaian kata yang menjadi tendensi murokab dan mufrodnya sebuah
rangkaian dalam ilmu mantiq ini adalah rangkaian makna dari sebuah kata, bukan rangkaian kata
seperti yang didefinisikan ahli tatabahasa.[10]
Lafadz mufrodz dibagi menjadi dua. Yakni, lafad mufrod juz'i ( )dan lafad mufrod
kully ().[11]
1)
memanggilkan muzaki kedalam kelas "lex, panggilkan muzaki dan ajak dia kesini". Kemudian
alex masuk ke dalam kelas tidak bersama muzaki melainkan membawa HPnya muzaki. Padahal
keduanya sama-sama kenal dengan muzaki. Dari sini, alex haruslah disalahkan. Sebab kata
"muzaki" tidak berarti lain diri muzaki itu sendiri , serta tidak bisa diartikan bagian dari muzaki.
2)
a)
b)
presiden bukanlah SBY. Meskipun pak sby bisa disebut dengan presiden. Hal ini terbukti pak sby
tidak bisa disebut presiden mana kala sudah lenser dari istana Negara (pensiun).
Berbeda lagi bila istilah "hewan" dinisbatkan kepada pak SBY. Kata hewan bagi pak sby
adalah Lafad Mufrod Kully dzati. Sebab mulai SBY lahir setatus hewan sudah melekat dan terus
sampai mati bisa disebut SBY adalah hewan.
c)
C.
1.
Kulli Jinis
Kulli jinis adalah lafadz Kulli yang mempunyai beberapa jenis, hakikat yang berbeda,
dan ketika terdapat persaman, kulli itu patut digunakan sebagai jawaban dari sebuah pertanyaan.
Misalnya kata kendaraan, dengan kata ini kita bisa menyebutkan beberapa unit dari kendaraan itu
sendiri, yakni mobil, motor oplet, dan lain sebagainya. Sebab, mobilpada hakkatnya adalah
sebuah kendaraan. Motor dan oplet juga sebuah kendaraan.[16]
Kata kendaraan inipun juga bisa dipakai untuk menjawab pertanyaan yang menayakan
unitnya. Contoh, ketika Bahrudi ditanya Justin Bieber tentang oplet. "Rud, becak dan ontel itu
apa?" Bahrudi cukup menjawab dengan lafad kullyna dari kata becak. "becak adalah kendaraan,
ontel juga sebuah kendaraan". Jawaban ini sudah mewakili dari definisi unit kendaraan seperti
becak, otel dan lain sebagainya.
Jadi, kendaraan ini adalah kully dari jinis motor, mobil, becak, dan lain lian yang
semuanya pada hakikatnya berbeda namun punya kesamaan definisi kendaraan.
Lafadz Kulli jinis ini bisa dibagi menjadi tiga yakni:[17]
a.
Jenis Qorib
Jenis qorib adalah Jenis yang mana dibawahnya tidak ada jenis lagi. Yang ada hanyalah
nau'. Misalnya lafadz "Hewan" dibawahnya tidak ada lagi jenis dari hewan, yang ada hanya
nau'nya seperti manusia, kerbau kera.
b.
Jenis Ba'id
Jenis ba'id jenis yang dibawahnya masih ada jenis lagi namun diatas jenis itu sudah
tidak terdapat jenis lagi. Misalnya kata jauhar atau dzat. Diatas kata jauhar tidak ada lagi
jenisnya. Akantetapi dibawahnya masih ada jenisnya seperti jisim, jisim yang berkembang, dan
hewan.
Jenis ba'id ini masih bisa dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Yakni:
a)
Satu Tingkatan
Contohnya adalah kata "benda yang berkembang" ini termasuk jenis yang jauh bila
dinisbatkan kepada manusia dengan satu peringkat yakni jenis hewan.
b)
Dua Tingkatan
Contohnya adalah kata "jisim" ini termasuk jenis yang jauh dengan selisih dua tingkatan
bila dinisbatkan dengan kata manusia. Dua tingkatan itu adalah hewan dan manusia.
c)
Tiga Tingkatan
Contohnya adalah kata "dzat" ini termasuk jenis yang jauh dengan selisih tiga tingkatan
bila dinisbatkan dengan kata manusia. Tiga tingkatan itu adalah jisim, hewan dan manusia.
c.
Jenis Mutawasit
Jenis Mutawasit atau wasath adalah jenis yang mana diatas dan di bawahnya masih ada
lagi jenisnya. Seperti kata "an-Nami'", ini masih punya jenis diatanya berupa kata jauhar dan
masih punya jenis dibawahnya berupa hewan.
2.
Kulli fasal
Kulli fasal adalah yaitu sebagian dari sebuah benda, dzat atau wujud yang sebagian itu
menunujkkan kehususan benda tersebut. Karena dengan bagianitu bisa membedakan dengan
perkara lain. Serta pantas dipakai jawaban untuk sebuah pertanyaan terhadap bendanya.[18]
Contoh kata "berakal", ini adalah bagian dari wujud kehususan manusia dari hewan
lainnya. Sebab manusia termasuk bagian dari hayawan. Serta kata berfikir ini dapat dijadikan
sebagai sebuah jawaban dari pertanyaan perihal apa hakikat manusia. Hal ini dikarenakan hanya
manusia yang dapat berfikir (hayawan berakal).
Kulli fasal dibagi menjadi dua, kulli fasal ba'id dan kulli fasal qorib.
a.
kulli fasal ba'id seperti contoh diatas, kata "berakal" untuk jenis manusia.
Kulli 'arodl
Kulli 'arodl adalah lafadz kulliyang keluar dari hakikat dzat, wujud benda, benda yang
dapat dipersesuaikan dengan hakikat wujud itu, daisamping itu juga dapat disesuaikan dengan
yang lain.[19]
Contoh kata bernafas, bagi manusia bernafas jelas bukan hakikat dari definisi manusia
sebab hakikat manusia adalah hewan yang dapat berfikir dan bukan hewan yang bisa bernafas.
Namun, kata bernafas tentu bisa disandarkan kepada manusia. Hal ini terbukti ketika definisi
hewan bernafas adalah bukan manusia saja, karena semua hewan pasti bernafas.
4.
Kulli nau'
Kulli nau' adalah kulli yang mempunyai beberapa hakikat yang sama dan patut dipakai
sebuah jawaban dari pertanyaan perihal benda itu sendiri.[20]
Contoh perkataan "manusia" ini mempunyai beberapa hakikat yang sesuai, yakni
ngatiyem, bejo, suratmi dan lain-lain. Yang semuanya mempunyai hakikat yang sama yakni
hewan yang berakal. Serta bisa dipakai jawaban dari sebuah pertanyaan " apa definisi dari
ngatiyem, bejo, suratmi?" kemudian dijawab " ngatiyem, bejo, suratmi itu adalah manusia".
Jawaban ini tentu benar dan sudah bisa mewakili dari hakikat ngatiyem, bejo dan suratmi.
5.
Kulli khos
Kulli khos adalah lafad kulli yang di luar dzat,akan tetapi tertentu atau husus dari dzat
itu sendiri. Seperti kata "tertawa" bagi manusia adalah hakikat diluar manusia. Namun tertawa
adalah perkara yang husus dimiliki oleh manusia karna selain manusia tidak dibisa tertawa.[21]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada dasrnya, materi yang ada di dalam pembahsan ilmu mantiq bukan lah tata bahasa,
akan tetapi makna-makna yang terkandung dari sebuah ucapan. Makna dari ucapan itu akan
dicerna dalam otak untuk membantu memahami hakikat yang sebenarnya. Jadi, ilmu mantiq
untuk membentengi sekaligus manjaga dari pemahaman yang salah. Karena memahami sebuah
ucapan, dan ucapan sangatlah bermacam-macam model. Maka ahli ilmu mantiq mengklarifikasi
ucapan seperti gambar di bawah ini.
1.
Mabahis Alfadz
2.
Ba'id
Macam Lafadz Kulli
B.
Saran Kajian
Kajian ilmiah ini masih sangat umum dan sederhana, artinya belum memasukkan
detailnya perincian dari cabangan dari masing-masing lafadz dan belum mencantumkan beberpa
perbedan pendapat ahli ilmu mantiq. Oleh karena itu, alangkah lebih sempurna bila dibahas pula
hal-hal yang menyangkut perbedan pendapat ahli ilmu mantiq serta pola pikir para pakar dalam
memahami lafad percakapan secara umum.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Blitary, Muhammad Jazuli. Tt. Taqrirat As-Sulam Munawwaroq Fi Ilmi Al-Mantiq. Ngunut:
Hidayatul Mubtadi-Ien.
Al-Thusy, Abu Hamid Muhammad Bin Muhammad Al-Ghozali. 1997. Al-Musytasfa Fi Ilmi Usul Bi
Muqodimat Ilmi Mantiq. Bairut: Mu'assisatu Ar-Risalah.
As-Sanqithy, Muhammad Amin Bin Al-Muhtar. Tt. Fan Al-Mantiq. Maktabah Tsamilah: Versi 20.000.
As-Syina'ani, Muhammad Bin Isma'il. 1986. Ijabatu Al-Sa'il Syarh. Bughyah,. Bairut: Mu'assisatu ArRisalah.
Al-Qurtuby, Abu Muhammad Ali Bin Ahmad Bin Hazm Al-Andalusi. 1900. Al-Taqrib Lihaddi AlMantiq. Bairut: Dar Al-Maktabah.
Al-Akhdloriy, Abu Zaid Abdurrohman Bin Muhammad As-Syoghir. Tt. Matan As-Sulam AlMunawaroq. Maktabah Al-Tsamilah.
Al-Qorofy, Sihabuddin Ahmad Bin Idris As-Sonhaji. Tt. Syarhu Tanqihul Qoul. Maktabah Tsamilah:
Versi 20.000.
Ibid.,,,
Muhammad Amin Bin Al-Muhtar As-Sanqithy, Fan Al-Mantiq, (Maktabah Tsamilah: Versi
20.000, tt), hlm:13. Lihat: (
[6] Muhammad Bin Isma'il As-Syina'ani, Ijabatu Al-Sa'il Syarhu Bughyah, (Bairut: Mu'assisatu
Ar-Risalah, 1986), hlm: 262. Lihat: (
[7] Ibid.,,,
[8] Abu Muhammad Ali Bin Ahmad Bin Hazm Al-Andalusi Al-Qurtuby, Al-Taqrib Lihaddi AlMantiq, (Bairut: Dar Al-Maktabah, 1900), hlm: 38. Lihat: (:
[9] Ibid.,,,
[10] Muhammad Jazuli Al-Blitary, Taqrirat As-Sulam Munawwaroq , hlm: 13. Lihat:
[11] Abu Zaid Abdurrohman Bin Muhammad As-Syoghir Al-Akhdloriy, Matan As-Sulam AlMunawaroq, (Maktabah Al-Tsamilah, tt) hlm: 2. Lihat: ...
[4]
[5]
Muhammad Amin Bin Al-Muhtar As-Sanqithy, Fan Al-Mantiq, (Maktabah Tsamilah: Versi
20.000, tt), hlm:13. Lihat:
[13] Muhammad Jazuli Al-Blitary, Taqrirat As-Sulam ,, hlm: 14.
[14] Ibid.,, hlm: 14. Lihat:
[15] Ibid.,,,
[16] Sihabuddin Ahmad Bin Idris As-Sonhaji Al-Qorofy, Syarhu Tanqihul Qoul, (Maktabah
Tsamilah: Versi 20.000, tt), hlm:13. Lihat:
[17] Muhammad Jazuli Al-Blitary, Taqrirat As-Sulam Munawwaroq,hlm: 13. Lihat:
[18] Ibid.,,,hlm: 13
[19] Ibid.,,,hlm: 13
[20] Ibid.,,,hlm: 13
[21] Ibid.,,,hlm: 14
[12]