Dosen Pengampu
Oleh
M. AL-AMIN
NIM: 17770044
Semester 2
2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tasawuf merupakan salah satu aspek penting dalam islam, sekaligus sebagai
perwujudan dari ihsan yang menyadari adanya hubungan langsung antara hamba
Intinya ada kesadaran akan adanya hubungan atau komunikasi rohaniah antara
manusia dan Tuhan melalui aspek spiritual. Dengan bertasawuf, seseorang akan
menjadi bersih hati dan jiwanya, berarti pula ia akan dibimbing oleh cahaya Illahi.
kesucian jiwa dan lebih mementingkan aktivitas untuk mendekatkan diri kepada
Allah.
Kehidupan modern ditandai dengan terciptanya sarana hidup yang serba canggih.
Ada dampak negatif yang sering ditimbulkan oleh kemajuan industri ; yaitu
semakin kuatnya paham materialistik, dimana manusia selalu mengejar nilai materi
dengan melupakan bahwa nilai spiritual juga sangat besar artinya dalam kehidupan
Makalah ini kami kaji dengan menggunakan tasawuf amali dan nazari yaitu
harus dilalui oleh hamba, untuk dapat mendekatkan diri kepada Tuhan-nya, dengan
2
mujahadah) dan melatih rohaninya dengan memperbanyak dzikir kepada Allah (Al-
Riyadah).
keadaan hati (‘ulum al-ahwal). Dan tergolong juga sebagai ilmu hikmah; yaitu ilmu
B. Pokok Pembahasan
1. Apakah Pengertian tasawuf amali dan nazari?
2. Apakah istilah-istilah dalam tasawuf amali dan nazari?
3. Siapa saja tokoh aliran tasawuf amali dan nazari?
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tasawuf Amali
Tasawuf amali adalah tasawuf yang menekankan pada amaliah berupa wirid
melintasi semua hambatan itu, dan menghadapi total dari segenap esensi diri hanya
kepada Allah SWT1. Tasawuf amali adalah tasawuf yang membahas tentang
bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tasawuf amali adalah seperti
yang dipraktekan di dalam kelompok tarekat, dimana dalam kelompok ini terdapat
sejumlah sufi yang mendapat bimbingan dan petujuk dari seorang guru tentang
bacaan dan amalan yang harus di tempuh oleh seorang sufi dalam mencapai
kelompk tarekat memiliki metode, cara dan amalan yang berbeda satu sama lain.
1. Al-Maqamat
panjang dan berat, perjalanan panjang dan berat tersebut dapat di pelajari
melalui tahapan-tahapan tertentu atau yang biasa disebut dengan istilah al-
Al-Ridho.
1
http://referensi agama.blogspot.com/maret/2019. diakses 1 Maret 2019
4
2. Al-Ahwal
karunia Allah, bukan dari usahanya. Mengenai jumlah dan formasi al-
Ahwal ini sebagian besar sufi berpendapat ada delapan, yaitu: Al-
Beberapa istilah penting dalam tasawuf apabila dilihat dari tingkatan dalam
1. Murid
shaufiyah, menyatakan bahwa murid yaitu orang yang mencari pengetahuan dan
Yaitu mereka yang baru mempelajari syar’at. Jiwanya masih terikat pada
pemula telah mempunyai pengetahuan yang cukup tetang syari’at. Klas ini
2
Miswar, Akhlak Tasawuf, (Citapustaka Media Perintis: 2013), 124-137
5
sudah mulai memasuki pengetahuan dan amalan yang bersifat bathiniyah.
Tahap ini adalah tahap belajar dan berlatih mensucikan bathin agar tercapai
Tingkatan atas yaitu yang telah matang ilmu syar’atnya, sudah menjalani
thariqat dan mendalami ilmu bathiniah. Sudah bebas dari perbuatan maksiat
sehingga jiwanya bersih, orang yang sudah sampai kepada tingkat ini disebut
orang ‘arif, yaitu orang yang sudah diperkenakan mendalam ilmu hakikat.
Bagi orang yang sudah matang dalam fase ini masih ada kelanjutan untuk
ma’rikah.
2. Syekh
perantara antara seorang murid dengan Tuhannya. Syekh ini disebut mursyid, yaitu
orang yang sudah melalui tingkat khalifah. Ia adalah seorang yang mempunyai
tingkat kerohanian yang tinggi sempurna ilmu syari’atnya, matang ilmu hakikatnya,
pergerakan diri sepenuhnya, seorang murid harus tunduk, setia dan rela dengan
pelakuan apa saja yang ia terima dari syekhnya, ia harus mampu bersikap seperti
Jenazah yang sedang dimandikan, rela dan ikhlas dibolak-balik tampa ada merasa
6
3. Wali dan Quthub
Yaitu seorang yang telah sampai ke puncak kesucian bathin, memperoleh ilmu
laduni yang tinggi sehingga tersingkap tabir rahasia yang gaib-gaib. Orang seperti
ini akan memperoleh karunia dari Allah dan itulah yang disebut Wali. Jadi, seorang
Wali adalah seorang yang mencapai puncak kesempurnaan, kecintaan Allah, karena
pengabdian dan amalannya yang luar biasa kepada Allah. Ia memperoleh berbagai
kemampuan yang luar biasa, yang supra-insani sebagai karunia Allah. Menurut Al-
Kalabazi, inilah yang disebut karomah itu. (Al-Kalabazi: 89). Orang yang mulia
seperti itu, menurut sufi adalah “wakil-wakil” nabi, pelanjut perjuagan Nabi, inilah
Mereka ini mempunyai kedudukan yang hampir sama dengan Nabi dalam hal
kesucian rohani, kedalaman ilmu dan keta’atan kepada Allah. Quthub memperoleh
Apabila dilihat dari sudut amalan serta jenis ilmu yang dipelajari, maka
terdapat beberapa istilah yang khas dalam dunia tasawuf, yaitu : ilmu lahir dan ilmu
bathin. Ajaran- ajaran agama itu mengandung lahiriyah dan arti bathiniyah yang
merupakan inti setiap ajaran itu. Oleh karena itu cara memahami dan
mengamalkannya juga harus melalui aspek lahir dan aspek bathin. Kedua aspek
yang terkandung dalam ilmu itu mereka bagai kepada empat kelompok yaitu:
a. Syari’at
dalam agama, yang biasa dikenal rukun islam dan segala hal yang berhubungan
dengan itu, bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Seorang yang ingin
7
al-Qur’an dan Hadist yang dimulai dengan amalan zhahir baik yang wajib
Oleh karena rasa kenikmatan dalam beribadah itu telah termasuk dalam
jiwa, maka timbullah amalan Sunnat yang ditetapkan cara dan waktunya seperti
: zikir sekian kali pada waktu tertentu. Akibatnya hampir seluruh waktu mereka
dipergunakan untuk shalat dan zikir dengan cara dan jumlah yang telah
b. Thariqat
Thariqat menurut istilah tasawuf adalah jalan yang harus ditempuh oleh
seorang sufi dalam mencapai tujuan berada sedekat mungkin dengan tuhan.4
Thariqat adalah jalan yang ditempuh para sufi dan digambarkan sebagai jalan
yang berpangkal dari syari’at, sebab jalan utama disebut syar’, sedangkan anak
telah digariskan dalam agama dan dilakukan hanya karena penghambaan diri
kepada Allah, karena kecintaan kepada Allah dan karana ingin berjumpa
dengannya. Perjalanan menuju kepada Allah itulah yang mereka maksud dengan
3
Mukhtar Hadi, Memahami Ilmu Tasawuf “Sebuah Pengantar Ilmu Tasawuf, (Yogyakarta: Aura
Media, 2009), hlm. 217
4
Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf, (Wonosobo: Penerbit AMZAH,
2005), hlm. 239
5
Mukhtar Hadi, Memahami Ilmu Tasawuf “Sebuah Pengantar Ilmu Tasawuf … hlm.75
8
c. Hakikat
Secara Luqhawi, hakikat berarti inti sesuatu, puncak atau sumber asal dari
sesuatu. Dalam dunia sufi. Hakikat diartikan sebagai aspek lain dari syarai’at
yang bersifat lahiriyah, yaitu aspek bathiniyah. Dengan demikian dapat diartikan
sebagai rahasia yang paling dalam dari segala amal, inti dari syari’at dan akhir
Dengan demikian, bahwa hakikat itu tidak bisa lepas dari syari’at, bertalian
dengan Thariqat dan juga terdapat dalam ma’rifat. Sering ditemukan pengertian
antara hakikat dan ma’rifah, karena masing-masing mengadung arti puncak dari
segala amal dan penjalanan, inti dan segala ilmu dan pengalaman
d. Ma’rifat
swt.6Dalam istilah tasawuf, ma’rifah adalah pengetahuan yang jelas dan sangat
b) Seseorang yang sudah sampai pada ma’rifat berada dekat dengan Allah,
6
Mukhtar Hadi, Memahami Ilmu Tasawuf “Sebuah Pengantar Ilmu Tasawuf … hlm.76
9
Al-Mahabbah, adalah satu istilah yang hampir selalu berdampingan dengan
merupakan tingkat pengetahuan kepada tuahn melalui mata hati., maka mahabbah
adalah perasaan kedekatan dengan tuhan melalui cinta, seluruh jiwannya terisi oleh
rasa kasih dan cinta kepda Allah. Rasa cinta itu jumlah kepada pengetahuan dan
pengelanal kepada tuhan sudah mendalam, sehingga yang dilihat dan dirasakan
bukan lagi cinta tetapi “diri yang dicintai” oleh karena itu menurut Al-Gazali
mendekatkan diri kepada Tuhan. Tasawuf amali berkonotasi dengan tarekat. Tokoh
tasawuf ini antara lain Dzun Nun Al-misri dan Hasan Al- Basri.
Dzun Nun Al-Misri adalah nama julukan bagi seorang sufi yang tinggal
Mesir tahun 180 H/796 M. Ia berasal dari salah satu kota di daerah
dengan sayap-sayap hijau burung tersebut. Dan pada hari ke-2, orang-orang
menemukan tulisan pada nisan makam beliau, “Dzun Nun adalah kekasih
10
Allah, diwafatkan karena rindu” dan setiap kali orang akan menghapus
bukanlah sesuatu hal yang harus ditakuti, yang lebih ditakuti adalah ketika
berpisah dari kekasih sejati. Ketakutannya tak lebih dari setetes air yang
Dzun Nun mengatakan bahwa sufi ialah orang yang tidak meminta dan
“Ahlak seorang Arif Billah adalah Allah, dan orang yang arif selalu akan
bersifat seperti sifat-sifat Tuhan dan selalu menjaga perilakunya agar tidak
tasawufnya yang menonjol yaitu tentang ma’rifat. Sebagai sufi, Dzun Nun
dekat sehingga hati sanubari dapat melihatNya. Selain konsep ma’rifat, juga
mahabbah)7.
Abu Said. Tempat lahirnya adalah di Madinah pada tahun 21 H/642 M, dan
7
A. Bangun Nasution dan Rayani Hanum S, Ahlak Tasawuf, (Depok: PT. Raja Grafindo Persada,
2013), hlm. 235-237
11
dia meninggal di basroh pada tahun 110 H/728 M. Hasan Al- Basri hidup di
hidup zuhud terhadap kehidupan duniawi yang tahu dosanya dan yang selalu
adalah tempat kerja bagi orang yang disertai perasaan bersamanya atau
memilikinya dan mencintainya, dia akan dibuat menderita oleh dunia serta
mufassir menekankan makna yang tidak terikat, terutam jika berkaitan dengan
Ulama yang dianggap kompeten dalam tafsir al-Nazari yaitu Muhyiddin Ibn al-
8
A. Bangun Nasution dan Rayani Hanum S, Ahlak Tasawuf,…206
9
Ignas Goldziher, Madzahib at-Tafsir, terj. Abdul Halim al-Najar, Baerut Libanon: Dar Iqra’, 1983
M/1403 H, hlm. 31.
12
meyandarkan bebarapa teori-teori tasawufnya dengan Al-Qur’an.10 Karya tafsir Ibn
Ibn al-‘Arabi adalah seorang sufi yang dikenal dengan paham wahdatul wujud-
nya. Wahdat al-wujud dalam teori sufi adalah paham adanya persatuan antara
Dalil al-Qur’an tentang paham ini di antaranya: Pertama, Al-Qur’an surat Al-
dalam arti doa’ yang lazim kita dipakai. Kata itu bagi mereka adalah mengandung
arti berseru atau memanggil. Tuhan mereka panggil dan Tuhan melihat dirinya
kepada mereka.
Dengan perkataan lain, mereka berseru agar Tuhan membuka hijab dan
menampakkan dirinya kepada mereka. Kedua, yaitu ayat 115 dari surat Al-
Baqarah:
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap
di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha
mengetahui. Dalam keterangan dijelaskan, kata “disitulah wajah Allah”
maksudnya adalah kekuasaan Allah meliputi seluruh alam. Sebab itu di mana saja
manusia berada, Allah mengetahui perbuatannya, karena ia selalu berhadapan
dengan Allah.
10
Muhammad Abid Al-Jabiri, Bunyah al-‘Aql al-‘Arabi, Baerut: Markaz Dirasat al-Wahdat al-Arabiyah,
1990, hlm. 137
11
Titus Burchardt, Op.Cit. hlm. 129
12
Kautzar Azhari Noor, Ibn Arabi: Fantaesme dan Wujud, Paramdina, Jakarta, 1995, hlm. 45
13
Kaum sufi yang menganut tasawuf nazari menafsirkannya dengan di mana saja
Tuhan ada, dan di mana saja Tuhan dapat dijumpai. Sehingga untuk mencari Tuhan
tidak perlu jauh-jauh, dan Tuhan dapat dijumpai di mana saja dan Dia selalu ada.
paham wahdat al-wujud yang merupakan teori atau paham terpenting dalam
telah keluar dari madlul ayat yang dimaksudkan oleh Allah. Dari pendapatnya itu,
al-Zahabi kelihatan tidak setuju atas penafsiran Ibn al-‘Arabi yang telah keluar dari
ditetpkan oleh Islam. Bahwa paham wahdat al-wujud-nya sama sekali tidak
antaranya: Ketika menafsirkan ayat 29-30 dari surat Al-Fajr yang berbunyi:
(manusia) untuk mengetahui Tuhanmu karena Tuhan itu adalah diri kamu sediri
(manusia). manusia untuk bisa mengetahui Tuhan yang ada pada dirinya adalah
dengan menyingkap penutup yang ada pada diri manusia yaitu nafsu insaniyah. Jika
kamu telah masuk ke dalam surga-Nya maka kamu telah masuk dalam diri kamu,
13
Al-Zahabi, Muhammad Husein, Op.Cit, hlm. 108
14
Kautsar zhari Noer, Ibn Arabi dan Wahdat Al-Wujud dalam Perdebatan, Paramadina, Jakarta, 1995,
hlm. 345
14
dan mengetahui akan Tuhan yaitu ada dalam dirimu. Dengan perkataan lain bahwa
atau ciri-ciri dalam penafsiran nazary yang dapat diringkas sebagai berikut :
dipengaruhi filasafat yaitu penafsiran Ibn al-’Arabi terhadap ayat 57 dari surat
dipengaruhi oleh pemikiran filasafat alam yaitu dengan menafsirkan lapaz makanan
hal yang gaib dibawa ke dalam sesuatu yang nyata atau tampak. Dengan perkataan
dengan ruh dan jiwa sang mufassir.17 Kelihatannya apa yang dimaksud tasawuf
nazari adalah tasawuf yang berdasarkan pada penafsiran takwil, yang berbeda
dengan tafsir. Dan menurut hemat penulis tafsir al-Nazari pada hakikatnya adalah
tafsir isyari yang secara umum dipakai oleh kaum sufi. Tetapi tafsir al-Nazari ini
dalam praktiknya tidak memperhatikan kaidah-kaidah yang ada dan hasilnya sangat
jauh dari apa yang dimaksudkan ayat secara eksoterik karena terlampau
tasawuf nazari tampak hanya menekankan makna batin di atas makna lahir.
15
Ibid., hlm. 109
16
Ibid., hlm. 110
17
Muhammad Abid Al-Jabiri, Op.Cit., hlm. 66
15
E. Tokoh- Tokoh Tasawuf Falsafi
1. Ibnu Arabi
a. Biodata singkat
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad bin Ali bin Ahmad bin
Abdullah Ath-Tha’I Al-Haitami Al-Andalusia. Ia lahir di Murcia, Andalusia,
Spanyol, tahun 560 H dari keluarga terpandang dan wafat pada tahun 638 H.
orang tuanya sendiri adalah seorang suf yang memiliki kebiasaan berkelana.
Pada usia 8 tahun ibnu arabi sudah merantau ke Lisabon untuk belajar agama
dari seorang ulama yang bernama Syaikh Abu Bakar bin Khalaf.
b. Ajaran-ajaran Tasawuf Ibnu Arabi
1) Wahdah Al-Wujud
Ajaran sentral Ibnu Arabi adalah tentang wahdah al-wujud (kesatuan
wujud). Istilah ini sebenarnya tidak berasal darinya melainkan dari Ibnu
Taimiyah, tokoh yang paling keras dalam mengecam dan mengkritik ajaran
tersebut. Setidaknya Ibnu Taimiyah lah yang yang telah berjasa dalam
mempopulerkan wahdah al-wujud ditengah masyarakat islam. Menurut
Ibnu Arabi , wujud semua yang ada ini hanyalah satu dan pada hakikatnya
wujud makhluk adalah wujud khalik juga. Tidak ada perbedaan antara
keduanya (khalik dan makhluk) dari segi hakikat. Jika ada yang mengira
terdapatnya perbedaan wujud khalik dan makhluk, hal itu dilihat adri sudut
pandang panca indra dan akal. Sementara itu, panca indra dan akal terbatas
kemampuannya dalam menangkap hakikat Dzat Tuhan. Hal ini tersimpul
dalam ucapan Ibnu Arabi yan artinya “Mahasuci Tuhan yang telah
menjadikan segala sesuatu dan Dia sendiri adalah hakikat segala sesuatu
itu”.
Menurut Ibnu Arabi, wujud alam pada hakikatnya adalah wujud Allah dan
Allah adalah hakikat alam. Tidak ada perbedaan antara wujud qadim yang
disebut khalik dan wujud baru yang disebut makhluk. Tidak ada perbedaan
antara ‘Abid (penyembah) dari ma’bud (yang disembah). Antara yang
menyembah dan disembah adalah satu. Perbedaan itu hanya pada bentuk
dan ragam dari hakikat yang satu.
16
2) Insan kamil
Insan kamil adalah nama yang dipergunakan oleh kaum sufi unutk
menamakan sorang muslim yang telah sampai ke tingkat tertinggi. Tingkat
tertinggi itu menurut sebagian sufi adalah ketika seseorang telah sampai
pada fana’ fillah.
Masalah insan kamil dalam pandangan Ibnu Arabi tidak dapat dilepaskan
kaitannya dengan Nur Muhammad, seperti ditegaskan ketahuilah yang
dimaksud insan kamil hanyalah Nur Muhammad, yaitu roh ilahi yang Dia
tiupkan kepada Nabi Adam. Ia adalah esensi kehidupan dan awal manusia.
Sementara nabi Muhammad adalah insan kamil yang paling sempurna.
Selanjutnya yang dimaksud insan kamil disini ialah al-haqiqah al-
muhammadiyah. Dengan ini seseorang dapat mencapai derajat insan
kamil. Menurut Ibnu Arabi, untuk mencapai derajat itu harus melalui jalan
sebagai berikut.
Semua ini menurut Ibnu Arabi, merupakan upaya pencapaian ke tingkat
insan kamil yang hanya dapat diperoleh melalui pengembangan daya
institusi atau dzauq.
17
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Tasawuf amali adalah tasawuf yang membahas tentang bagaimana cara
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tasawuf amali adalah seperti yang
dipraktekan di dalam kelompok tarekat, dimana dalam kelompok ini terdapat
sejumlah sufi yang mendapat bimbingan dan petujuk dari seorang guru tentang
bacaan dan amalan yang harus di tempuh oleh seorang sufi dalam mencapai
kesempurnaan rohani agar dapat berhubungan langsung dengan Allah.
18
Dafta Pustaka
A. Bangun Nasution dan Rayani Hanum S, 2013. Ahlak Tasawuf (Depok: PT. Raja
Grafindo Persada)
http://referensi agama.blogspot.com/maret/2019. diakses 1 Maret 2019
Ignas Goldziher, 1983 M/1403 H . Madzahib at-Tafsir, terj. Abdul Halim al-Najar,
(Baerut Libanon: Dar Iqra’)
Kautsar zhari Noer, 1995. Ibn Arabi dan Wahdat Al-Wujud dalam Perdebatan,
Paramadina: Jakarta
Kautzar Azhari Noor, 1995. Ibn Arabi: Fantaesme dan Wujud (Paramdina:Jakarta)
Miswar, Akhlak Tasawuf, 2013 (Citapustaka Media Perintis)
Muhammad Abid Al-Jabiri, 1990. Bunyah al-‘Aql al-‘Arabi (Baerut: Markaz Dirasat
al-Wahdat al-Arabiyah)
Mukhtar Hadi, 2009. Memahami Ilmu Tasawuf “Sebuah Pengantar Ilmu Tasawuf,
(Yogyakarta: Aura Media)
Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, 2005. Kamus Ilmu Tasawuf, (Wonosobo:
Penerbit AMZAH)
19