KATA PENGANTAR
, 6 2019
Penulis
DAFTAR.ISI
i
KATA.PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR.ISI..................................................................................................ii
BAB.I.PENDAHULUAN
A.Latar.Belakang................................................................................1
B. Rumusan Masalah………………………………………………..3
C. Tujuan.Penulisan……………………………………………..…..3
BAB II.PEMBAHASAN
A. Foto Prewedding………………..………………………………..4
B. Foto Prewedding Ditinjau Menurut Hukum Islam………….….8
BAB.III.PENUTUP
A. Kesimpulan…….........................................................................17
DAFTAR.PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kata prewedding berasal dari Bahasa Inggris yang berarti foto sebelum
pernikahan. Arti kata ‘prewedding’ sendiri adalah masa sebelum pernikahan.
Namun seiring waktu, banyak orang yang akhirnya menganggap bahwa foto ini
berarti sebuah foto di suatu lokasi dengan konsep serta pakaian yang diinginkan
pemakai jasa atau penyedia jasa ini sudah menyediakan berbagai macam pakaian
dengan paket-paket tertentu. Kemudian, hasil dari foto tersebut bisa dipajang pada
undangan, penghias acara resepsi, atau diselipkan di suvenir pernikahan.
1
http://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/tekno/read/2009/06/30/04090852/mema
hami.fotografi.pre.wedding, diakses tanggal 03 Oktober 2019.
3
pengantin yang dilakukan dalam serangkaian acara sebelum pernikahan dengan
tema tertentu yang diinginkan calon mempelai atau rekomendasi dari fotografer
itu sendiri.
Asal usul foto pre wedding bermula saat industri fotografi berkembang
pesat di wilayah China pasca terbukanya sistem ekonomi China ditahun 90an, dari
yang sangat komunis bergeser menjadi sedikit lebih mengarah pada ekonomi
kapitalis. Saat itu wilayah cina kebanjiran produk Elektrolit dari Jepang, Korea,
dan di tv swasta nasional dan sempat mendapat perhatian cukup besar dari
pemirsa televisi terutama kalangan muda. Sebagai perangkat iklan dari Sinetron
tersebut digunakan media promosi seperti poster dengan menampilkan berbagai
pose mesra pasangan.3
2
Andik Hermawan, “Foto Prewedding Dalam Prespektif Santri Pondok Pesantren
AlIshlah Bandar Kidul Mojoroto Kota Kediri”. Mediakita, Vol. 1, no 1/2017,h. 98
3
“Bagaimana sejarah Pre-wedding”, dalam http://kapankamunikah.com/ bagaimana-
sejarah-prewedding. diunduh pada tanggal 04 oktober 2019.
4
lain. Konsep Prewedding Photography berkembang sangat pesat di China,
Prewedding Produksi “Ban Berjalan”. Dalam satu studio terdapat lima set
dekorasi dimana para calon pengantin mengantri untuk foto secara bergantian.
Dari sana prospek bisnis baru bernama fotografi.
5
Al-Qardhawi bahwa “Pemotretan tidak mengapa, dengan syarat sasaran yang
dipotret itu halal...”4
1.) Pembuatan foto prewedding dan mencetaknya pada undangan sebelum akad
nikah, telah melanggar beberapa hukum syara’, seperti khalwat, ikhtilat, membuka
aurat, bersentuhan dengan lawan jenis yang haram dan tabarruj, hukumnya haram.
4
Yusuf Al-Qardhawi, Fatwa-Fatwa Mutakhir, terj: H.M.H, Al-Hamid Al-Husaini,
Bandung: yayasan Al-Hamid, 2000, cet: 4, h. 880-881
5
Keputusan MUI se-Kalimantan Nomor: 05/Fatwa/MUI-Kalimantan/XII/2014, tentang
Hukum pembuatan Foto Prewedding dan Mencetaknya dalam Undangan.
6
Adapun penjelasan mengenai beberapa upaya prefentif sebagai usaha
untuk meminimalisir agar tidak terjadi hal-hal negative tersebut, ajaran Islam
memberi perintah untuk dipatuhi oleh setiap muslim. yaitu:
A. Menjaga Pandangan
Berkenaan dengan Surat Annur ayat 30, Ibnul Qayyim memaknai ayat
tersebut bahwa Allah mensyariatkan penundukan pandangan terlebih dahulu
(menjaga pandangan) karena mata merupakan sarana yang menyebabkan
kemaksiatan pada kemaluan. Larangan memandang merupakan pelanggaran
sarana. Memandang hanya diperbolehkan untuk kemaslahatan kepentingan untuk
kebaikan yang sudah jelas. Namun, bisa menjadi haram jika berpotensi
menimbulkan kerusakan.
B. Menghindari Berkhalwat
6
Abdul Aziz Al-Ghazali , Gad al-Basar terj. Abdul Hayyi al-kattani (Jakarta: Gema Insani
Press, 2003), h.55
7
Ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsir, terj. Bahrun Abu Bakar, Bandung: Sinar Baru Algesindo,
2004 h. 270
7
dengan wanita yang bukan mahram adalah perbuatan yang haram,8. Sebagaimana
penegasan pada hadis nabi berikut:
Seperti halnya apabila bercampur baurnya pria dan wanita pada suatu tempat,
tapi tidak terjadi interaksi di sana maka hal ini dapat ditolerir. Jika tujuan
pembauran itu adalah hal yang perlu dan sulit dihindari seperti: acara seminar,
kuliah, pasar, kendaraan umum dan yang lainnya. Meski demikian akan lebih baik
jika sedapat mungkin dilakukan pemisahan.9
d. Menjaga Aurat
Sedangkan dalam sudut pandang teori sadd adżżarī‟ah (menahan diri untuk
tidak terjebak dalam pelanggaran syariat)13, foto prewedding sebaiknya tidak
dilakukan bagi para calon pengantin, mengingat akan berpotensi terbukanya
pintu-pintu pelanggaran syariat apabila foto prewedding dibolehkan. Peluang-
peluang seperti berkholwat, ikhtilat, berpandang-pandangan hingga pose dan
kostumnya mengarah pada tabarruj tersebut merupakan bentuk yang dilarang oleh
agama Islam. Ditambah pula foto prewedding bukan kebutuhan yang wajib/
primer untuk dilaksanakan sehingga tidak akan mengganggu kesakralan sebuah
pernikahan.
Di samping itu, fenomena foto prewedding bisa dikatakan budaya baru bagi
masyarakat Indonesia, dengan jumlah populasi muslim terbanyak, sehingga tidak
heran jika fenomena ini juga digandrungi mayoritas kehidupan umat Muslim.
Namun yang perlu di perhatikan adalah bagaimana kebudayaan baru itu dapat
diselaraskan dengan syariat Islam. Sebagaimana kaidah fikih menyebutkan :
13
Abd. Rahman, Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, Jakarta: Amzah, 2010, h. 236.
14
Toha Andiko, Ilmu Qawaid Fiqhiyyah, Jogyakarta: Teras, 2011, h. 161.
9
ح ديد ح اصل ل ص ل ح لوالل ل ص
خذ ذ حبال ص ل ة ع لللى ال ص ل
حافلظ ل ذ ا لل ص ذ
صل ح ج ح صال ح ح
ديم ح ال ص
ق ح م ل
“Memelihara khazanah masa lalu yang baik serta mengadopsi
perkembangan terbaru yang lebih baik.” 15
15
Imam Musbikin, Qaidah Al-Fiqhiyah, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001, h. 35
10
telah ditentukan. Maka dari itu, foto prewedding diperbolehkan karena tidak
keluar dari koridor hukum Islam.
http://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/tekno/read/2009/06/3
0/04090852/ diakses tanggal 03 Oktober 2019.
Ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsir, terj. Bahrun Abu Bakar, Bandung: Sinar
Baru Algesindo, 2004 .
12
Musbikin, Imam, , Qaidah Al-Fiqhiyah, Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2001.
Nn,Bagaimana Sejarah Pre-wedding”, dalam
http://kapankamunikah.com/. diunduh pada tanggal 04 oktober 2019.
13