Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PEMBAGIAN HADITS KARENA KETERPUTUSAN SANAD

Disusun Oleh:

Munawar Zawawi (19.1290)

Muhammad Sendi Firdaus Nor (19.1298)

Dosen Pengampu:

Zulfa Hudiyani, M.A

PROGRAM STUDI AKHWAL SYAHSIYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SULTAN


ABDURRAHMAN

KEPULAUAN RIAU

2019
ABSTRAK

Hadist merupakan hukum utama yang ada di dalam agama islam setelah
alquran. Sehingga mempelajari hadist merupakan suatu keharusan untuk umat
islam terkhusus untuk akadimisi yang menuntut ilmu di Sekolah tinggi agama
islam. Kurangnya minat serta pengetahuan para akidimisi menjadi sebaba kusus
pentingnya ilmu hadist ini dibahas. Pada pembahasan ilmu hadist ini penuli
menggunkan teknik pengumplan data melalui buku buku yang ada di
perpustakaan dengan memperoleh hasil yaitu ulumul hadist berati ilmu ilmu
ynang mempelajari tentang hadist.

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah berkat limpahan karunia, nikmat, serta hidayah dari-Nya, makalah


ini telah selesai kami susun dengan baik.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah ilmu hadist dengan judul
makalah yang kami bahas adalah Hadist Dhoif dan Cabangnya yang insyallah
akan berguna untuk menambah wawasan kita dalam mempelajari dan memahami
tentang hadis itu sendiri.

Atas tersusunya makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar besarnya kepada dosen pembimping Zulfa Hudiyani, M.A yang telah
membiming kami dalam penyusunan makalah ini sehingga makalah ini dapat
dapat tersusun dengan baik.

Akhirnya penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca
sehingga makalah ini bisa mencapai kesempurnaan.

Tanjung Pinang, 31 oktober 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

ABSTRAK ......................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang ........................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ...................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ........................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 2

A. Pengertisn Hadist Dhoif ............................................................... 2


B. Hadits Dhaif Berdasarkan Terputusnya Sanad.......................... 2
a. Hadits Mauquf ……………………………………………….. 2
b. Hadits Maqthu’ ……………………………………………… 3
c. Hadits Muallaq ………………………………………………. 3
d. Hadits Mu’dhal ………………………………………………. 3
e. Hadits Mursal ……………………………………………….. 4
f. Hadits Mudallas ……………………………………………... 5

BAB III PENUTUP ........................................................................................... 8

A. Kesimpulan ...................................................................................... 8
B. Saran ................................................................................................ 9
C. Daftar Pustaka .............................................................................. 10

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Mempelajari hadist merupakan ilmu pengetahuan yang penting dalam


kehidupakita,karna hadist merupakan sumber hukum islam yang kedua setelah al-
quran. Ilmu hadits merupakan salah satu pilar-pilar tsaqofah islam yang memang
sudah selayaknya dimiliki oleh setiap kaum muslim. Dewasa ini, begitu banyak
opini umum yang berkembang yang mengatakan bahwa ilmu hadits hanya cukup
dipelajari oleh para salafus sholeh yang memang benar-benar memilki kredibilitas
dalam ilmu agama sehingga stigma ini membuat sebagian kaum muslim merasa
tidak harus untuk mempelajari ilmu hadits.Hal ini tentu sangat tidak dibenarkan
karena dapat membuat masyarakat muslim menjadi kurang tsaqofah islamnya
terutama dalam menjalankan sunnah-sunnah rosul. Terlebih dengan keadaan saat
ini dimana sangat bayak beredar hadits-hadits dho’if dan hadits palsu yang
beredar di tengah-tengah kaum uslim dan tentunya hal ini akan membuat kaum
muslimin menjadi pelaku bid’ah. Jika kaum muslim masih memandang remeh
tentang ilmu hadits ini maka tentu ini adalah suatu hal yang sangat berbahaya bagi
aqidah kaumm muslimin dalam menjalankah sunnah rosul. Oleh karena itulah,
perlunya kita sebagai umat muslim memilki pengetahuan yang luas tentang ilmu
hadits.

2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja macam-macam hadist dha’if dilihat dari segi terputusnya sanad
beserta alasan terputusnya sanad yang menjadikan kedhaifan hadits
tersebut?

3. TUJUAN
1. Mengetahui macam-macam hadist dhoif dari segi terputus nya sanad

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadist Dhaif


Yang dinamakan hadist dhaif, yaitu hadist yang tidak bersambung sanadnya
atau dalam sanadnya itu ada orang yang bercacat. Yang dimaksud orang yang
bercacat disini adalah rawi yang bukan Islam, belum baligh, berubah akalnya,
buruk hafalannya, dituduh dusta, biasa lalai, fasik (keluar dari batas agama), tetapi
tidak sampai kepada batas kufur.
Disamping itu, hadits dhaif juga bisa disebut sebagai hadits yang
kehilangan salah satu syaratnya sebagai hadits maqbul (yang dapat diterima).
Adapun syarat-syarat hadits maqbul ialah rawinya adil, rawinya dhabit meskipun
tidak sempurna, sanadnya bersambung, tidak dapat suatu kerancuan, tidak
terdapat ‘illat yang merusak, dan pada saat dibutuhkan hadits yang bersangkutan
menguntungkan (tidak mencelakakan).

B. Hadits Dhaif Berdasarkan Terputusnya Sanad


Maksud dari sanad terputus adalah apabila dalam periwayatan terdapat
perawi yang gugur dari rentetan sanad. Gugurnya perawi dalam sanad dapat
berbeda-beda tempatnya. Ada yang gugur dari awal, di tengah dan di akhir. Bisa
juga gugurnya dibeberapa tempat secara berurutan atau tidak berurutan.
Hadits dhoif berdasarkan terputusnya sanad terbagi menjadi tujuh bagian
yaitu:
a) Hadits Mauquf
Hadis mauquf adalah adalah hadis yang disandarkan kepada sahabat, baik
berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir.
Contoh hadits mauquf :

‫ ََل اِ ْي َمانَ ِل َم ْن ََل َحيَا َء‬: ‫ث‬ ِ ‫قَا َل يَ ِز ْيدُ ب ُْن َح‬
َ ‫ار‬
3

Disamping itu, sahabat yang menafsirkan sabda Nabi atau firman Allah,
termasuklah kepada mauquf.
b) Hadits Maqthu’
Hadis maqthu’ adalah hadis yang disandarkan kepada tabiin atau orang yang
sebawahnya, baik perkataan atau perbuatan.
Contoh hadits Maqtu’ :

ِ ْ‫ب ا‬
‫لج َما ِل‬ َ ِ‫ِم ْن ت َ َم ِام ْال َحج‬
ُ ‫ض ْر‬
‫قاله اَلعمش‬
“Haji yang sempurna ialah dengan mengendarai unta.” Ini adalah perkataan
dari salah seorang tabi’in bernama A’masy.

c) Hadits Muallaq
Mu’allaq menurut bahasa adalah terikat atau tergantung. Sedangkan menurut
istilah, hadis mu’allaq adalah hadis yang seorang rawinya atau lebih gugur dari
awal sanad secara berurutan.
Contoh hadits muallaq :
‫ى يَ ْذ ُك ُر هللاَ على ُك ِل اَحْ وا ِل ِه‬
ُّ ‫ َكانَ النَّ ِب‬: ‫ع ْن َها‬
َ ‫عائشة رضي هللا‬ ْ َ‫ قال‬: ‫قَا َل ْالبُخَارى‬
َ ‫ت‬
“Buchari berkata : Aisyah telah berkata : adalah Nabi selalu mengingat Allah
pada segala keadaanya”. (Riwayat Buchari)
Disini Bukhari tidak menyebutkan rawi sebelum Aisyah. Antara Buchari
dengan Aisyah ada beberapa orang yang tidak disebutkan namanya, sebab itu
hadits tersebut dinamakan Hadits Mu’allaq.

d) Hadits Mu’dhal
Adapun menurut istilah muhaditsin, hadis mu’dhal adalah hadis yang putus
sanadnya dua orang atau lebih secara berurutan.
Contoh dari hadits Mu’dhal adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Hakim dalam kitab “Ma’rifat Ulumil Hadits” dengan sanadnya yang terhubung
kepada al-Qo’nabi dari Malik bahwa telah sampai kepadanya bahwa Abu
4

Hurairah radiyallahu ‘anhu berkata : Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam


bersabda :
ُ ‫ف ِمنَ ْالعَ َم ِل إَِل َما ي ُِط‬
‫يق‬ ُ َّ‫طعَا ُمهُ َو ِكس َْوتُهُ بالمعروف َوَل يُ َكل‬ ِ ُ‫ِل ْل َم ْمل‬
َ ‫وك‬
“Hamba sahaya berhak mendapatkan makanan dan pakaiannya secara
ma’ruf (yang sesuai) dan tidak boleh dibebani pekerjaan, kecuali yang
disanggupinya saja”
Al-Hakim berkata, “Hadis ini mu’dhal dari Malik dalam kitab Al-Muwatha.”
Hadis ini yang kita dapatkan bersambung sanadnya pada kita, selain Al-
Muwatha’, diriwayatkan dari Malik bin Anas dari Muhammad bin ‘Ajlan, dari
bapaknya, dari Abu Hurairah. Letak ke-mu’dhalan-nya karena gugurnya dua
perawi dari sanadnya, yaitu Muhammad bin ‘Ajlan dan bapaknya. Kedua rawi
tersebut gugur secara berurutan.

e) Hadits Mursal
Secara etimologi mursal berarti ‘yang dilepaskan’. Menurut istilah, hadis
mursal adalah hadits yang dimarfu’kan (diangkat) oleh seorang tabi’i kepada
Rasulullah saw, baik berupa sabda, perbuatan dan taqrir, baik itu Tabi’i kecil
ataupun besar.
Hadits Mursal adalah hadits yang gugur dari akhir sanadnya, seorang
perawi sesudah tabi’i. Maksud dari defenisi diatas dapat dipahami bahwa seorang
tabi’i mengatakan Rasulullah saw berkata demikian, den sebagainya, sementara
Tabi’i tersebut jelas tidak bertemu dengan Rasulullah saw. Dalam hal ini Tabi’i
tersebut menghilangkan sahabat sebagai generasi perantara antara Rasulullah
SAW dengan tabi’i.
Oleh karena itu, ditinjau dari segi siapa yang menggugurkan dan segi sifat-
sifat pengguguran hadis, hadis ini terbagi pada mursal jali, mursal shahabi, dan
mursal khafi.
5

1. Mursal Jali, yaitu bila pengguguran yang telah dilakukan oleh rawi (tabiin) sangat
jelas untuk diketahui, bahwa orang yang menggugurkan itu tidak hidup
sezaman/semasa dengan orang yang digugurkan yang mempunyai berita.
2. Mursal Shahabi, yaitu pemberitaan sahabat yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW, tetapi ia tidak mendengar atau menyaksikan sendiri apa yang
ia beritakan, karena pada saat itu sahabat tersebut masih kecil atau terakhir
masuknya ke dalam agama Islam.
3. Mursal Khafi, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh tabiin yang hidup sezaman
dengan shahabi tetapi ia tidak pernah mendengar sebuah hadispun darinya.
Contoh hadits mursal :
ُ َ‫ َب ْينَنا َو بَيْنَ ْال ُمنَافِ ِقيْن‬: ‫ قال رسول هللا‬: َ‫ب و هو ِمن التابعين‬
‫ش ُهود‬ ِ ‫سي‬َ ‫س ِعيدٌ ب ُْن ْال ُم‬َ ‫قال‬
ُ‫صبْحِ َل َي ْست َِط ْيعُونه‬ ُّ ‫َاء و ال‬ ِ ‫ْال ِعش‬
Sa’id bin Musayyab berkata... : “Perbedaan antara kita dengan orang-orang
munafik ialah bahwa orang-orang munafik itu tidak suka (malas) mengerjakan
sembahyang ‘Isya dan Subuh”.

f) Hadits Mudallas
Hadis mudallas adalah hadis yang diriwayatkan menurut cara yang
diperkirakan bahwa hadis tersebut tidak bernoda. Dengan kata lain bahwa hadits
mudallas adalah hadis yang diriwayatkan dengan tidak menyebutkan nama orang
yang meriwayatkannya dan menukar namanya dengan orang lain. Rawi yang
berbuat demikian disebut mudallis. Hadis yang diriwayatkan oleh mudallis
disebut hadis mudallas, dan perbuatannya disebut dengan tadlis.
Macam-macam tadlis sebagai berikut :
1. Tadlis Isnad, yaitu bila seorang rawi yang meriwayatkan suatu hadis dari orang
yang pernah bertemu dengan dia, tetapi rawi tersebut tidak pernah mendengar
hadis darinya. Agar dianggap rawi tersebut pernah mendengarnya maka ia
menggunakan lafadz ‘an fulanin atau anna fulanan yaqulu.
6

Contoh hadits mudallas Isnad :


‫روى النعمان بن راشد عن الزهزي عن عروة عن عائشة ان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬

‫لم يضرب امرأة قط وَل خادما اَل يجاهد فى سبيل هللا‬

“Diriwayatkan oleh nu’man ibn rasyid, dari zuhri dari urwah dari aisyah,
bahwasannya rasulullah SAW bersabda tidak pernah sekalikali memukul seorang
perempuan dan juga tidak seorang pelayan, melainkan jika ia berjihad dijalan
Allah”
Keterangan
Kalau diuraikan secara seder hana, maka sanadnya adalah: a. Al-Nu’man, b. al-
Zuhri, c. Urwah, d. Aisyah
Dengan kajian sederhana dari susunan sanad tersebut, maka dapat
disimpulakan bahwa zuhri mendengar riwayat diatas dari urwah, karena memang
biasa zuhri meriwayatkan darinya. Padahal anggapan itu salah, sebab imam hatim
berkata, “zuhri tidak pernah mendengar hadits diatas dari urwah….” hal ini dapat
disimpulkan bahwa antara zuhri dan urwah ada seorang yang tidak disebutkan
oleh zuhri. Oleh karena itu hadits diatas disebut mudallas, tetapi karena samarnya
terjadi pada sandaran sanad hadits maka disebut mudallas isnad.
2. Tadlis Syuyukh, yaitu bila seorang rawi meriwayatkan hadis yang didengarkan
dari sang guru dengan menyebutkan nama kauniyah-nya, nama keturunannya,
atau dengan menyifati guru tersebut dengan sifat-sifat yang tidak/belum dikenal
banyak orang.
3. Tadlis Taswiyah (tajwid), yaitu seorang rawi meriwayatkan hadis dari gurunya
yang tsiqah (dipercaya), yang oleh guru tersebut diterima dari gurunya yang
lemah, dan guru yang lemah ini menerima dari seorang guru yang tsiqah pula,
tetapi si mudallis tersebut dalam meriwayatkannya tanpa menyabutkan rawa-rawi
yang lemah.
Contoh hadits mudallas taswiyah :
7

Diriwayatkan Ibnu Abi Hatim dalam kitab Al-‘Ilal, dia berkata,”Aku


mendengar bapakku – lalu ia menyebutkan hadits yang diriwayatkan Ishaq bin
Rahawaih dari Baqiyyah [Baqiyyah bin Al-Walid dikenal sebagai salah seorang
perawi yang banyak melakukan tadlis], (ia mengatakan) telah menceritakan
kepadaku Abu Wahb Al-Asady dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar sebuah hadits :
“Janganlah engkau memuji keislaman seseorang hingga engkau mengetahui
simpul pendapatnya”.
Bapakku berkata : “Hadits ini mempunyai masalah yang jarang orang
memahaminya. Hadits ini diriwayatkan oleh ‘Ubaidillah bin ‘Amru dari Ishaq bin
Abi Farwah dari Ibnu ‘Umar dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Dan
‘Ubaidillah bin ‘Amru ini gelarnya adalah Abu Wahb dan dia seorang asady (dari
Kabilah Asad). Maka Baqiyyah sengaja menyebutkan namanya hanya dengan
gelar dan penisbatannya kepada Bani Asad agar orang-orang tidak
mengetahuinya. Sehingga apabila dia meninggalkan Ishaq bin Abi Farwah, ia
tidak dapat dilacak.”

g) Hadits Munqathi’
Hadis munqathi’, yaitu hadis yang tidak disebutkan seorang rawinya sebelum
sahabat.
Macam-Macam Pengguguran (Inqita’)
1. Perawi yang meriwayatkan Hadits jelas dapat diketahui tidak sezaman hidupnya
dengan guru yang memberikan Hadits padanya.
2. Dengan samar-samar yang hanya diketahui oleh orang yang mempunyai keahlian
saja. Diketahui dengan jalan lain dengan adanya kelebihan seorang rawi atau lebih
dalam Hadits riwayat orang lain.
Contoh hadits munqathi’ :
ُ ‫ب ْال ِع ْل ِم و طا ِل‬
‫ب الد ْنيا‬ ِ َ‫مان َل يَ ْشب‬
ُ ‫عان طا ِل‬ ِ ‫هو‬ْ ‫َم ْن‬
8

)‫(رواه البيهقى و قال انه منقطع‬


“ Dua macam manusia yang tidak akan kenyang (puas) selama-lamanya, ialah
penuntut ilmu dan penuntut dunia”. (Riwayat Baihaqi, katanya Hadits Munqathi’).
Kalau sekiranya dalam sanad hadits itu tidak disebutkan seorang rawinya sebelum
sahabat. Maka hadits itu dinamai hadits munqathi’.

BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, kesimpulan yang dapat


diambil ialah sebagai berikut :
Hadits dhaif ialah hadits yang kehilangan salah satu syaratnya sebagai hadits
maqbul (yang dapat diterima).
 Hadits dhoif berdasarkan terputusnya sanad terbagi menjadi tujuh bagian yaitu :
1. Hadits Mauquf
2. Hadits Maqthu’
3. Hadits Mu’allaq
4. Hadits Mu’dhal
5. Hadits Mursal
6. Hadits Mudallas
7. Hadits Munqathi’

A. Saran

Demikianlah makalah yang dapat kami buat, pemakalah menyadari dalam


penulisan makalah ini banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, kritik dan
9

saran yang konstruktif demi kesempurnaan makalah ini sangat pemakalah


harapkan. Berikutnya besar harapan pemakalah semoga makalah ini bisa
memberikan manfaat bagi pembaca pada umumnya dan pemakalah pada
khususnya. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz Mahmud dan Mahmud Junus. Ilmu Musthalah Hadist. Jakarta: P.T
Djadjamurni. 1958.Mudasir. Ilmu Hadits. Pustaka Setia.

Nuruddin. Ulumul Hadits. Bandung : PT Remaja Posdakarya. 2012.

Suyadi, Agus. Ulumul Hadits. Bandung : PT Shantika. 2008.

Umi Sumbulah. Buku Ajar Ulumul Hadits I. Mahmud Aziz dan Mahmud Junus,
Ilmu Musthalah Hadist, Jakarta : P.T Djadjamurni, 1958, hlm. 30

Umi Sumbulah, Buku Ajar Ulumul Hadits I. Agus Suyadi, Ulumul Hadits,
Bandung : PT Shantika, 2008, hlm.155. Mahmud Aziz dan Mahmud Junus, Ilmu
Musthalah Hadist, Jakarta : P.T Djadjamurni, 1958, hlm. 34. Ibid. hlm. 35

Agus Suyadi, Ulumul Hadits, Bandung : PT Shantika, 2008, hlm.156 Ibid. hlm.
152 Al-Qaththan. hlm. 137. Rahman. hlm. 215

Agus Suyadi, Ulumul Hadits, Bandung : PT Shantika, 2008, hlm.154


10

Mahmud Aziz dan Mahmud Junus, Ilmu Musthalah Hadist, Jakarta : P.T
Djadjamurni, 1958, hlm. 38. Nuruddin, Ulumul Hadits, Bandung : PT Remaja
Posdakarya, 2012. Hlm. 294

Anda mungkin juga menyukai