Anda di halaman 1dari 10

Konsep makalah agama : Etika, Moral dan Akhlaq tasawuf

Sub topic :

1. Konsep etika, moral dan akhlaq


2. Perbedaan moral, etika, dan akhlaq
3. Ekspresi akhlak
4. Kriteria akhlaq buruk dan baik
5. Peningkatan kualitas akhlaq
6. Memahami tasawuf
7. Intisari ajaran tasawuf, maqomat, dan ahwal dalam tasawuf
8. Relevansi tasawuf dengan manusia modern
9. Bertasawuf di era milenial

Sumber bacaan bab1 al luma, said hawwa. Jalan ruhani solihin. Tasawuf tematik. Bab vii m.daud ali

Daftar Pustaka :

https://www.researchgate.net/publication/
330822704_TASAWUF_Sejarah_Madzhab_dan_Inti_Ajarannya

http://repository.uinbanten.ac.id/172/9/PENGANTAR%20ILMU%20TASAWUF.pdf

https://www.researchgate.net/publication/
315324756_Tasawuf_Modern_Studi_Pemikiran_Hamka_Haji_Abdul_Malik_Karim_Amrullah

https://media.neliti.com/media/publications/153096-ID-none.pdf (relevansi acuan ttp)

https://media.neliti.com/media/publications/287338-maqamat-tahapan-yang-harus-ditempuh-dala-
6c0fc240.pdf (maqamat dan ahwal)

http://repository.radenintan.ac.id/2953/1/Buku_Dimensi_Tasawuf.pdf ( ebook dimensi tasawuf) bisa


jadi refrensi pengertian tasawuf salma

137Haidar Bagir, Buku Saku Tasawuf,Loc. Cit, hal. 133. ( kutipan ahwal )

http://repository.iainbengkulu.ac.id/43/1/SALIHIN.pdf (relevamsi)
6. Memahami Tasawuf

Istilah tasawuf tidak dikenal pada masa kehidupan Nabi dan khulafaur Rasyidin. Istilah ini baru
muncul ketika Abu Hasyim al-Kufy meletakan kata al-Sufi dibelakang namanya pada abad ke 3 Hijriyah.

Istilah tasawuf berasal dari bahasa Arab yaitu “Tashowwafa yatashowwafu – tashowwuf” yang
berarti berbulu banyak, yakni menjadi seorang sufi atau menyerupai dengan ciri pakaian terbuat dari
bulu domba/wol, walaupun pada prakteknya tidak semua ahli sufi pakaiannya menggunakan wol.
Menurut sebagian pendapat bahwa para sufi (orang yang mendalami ilmu tasawuf atau sufisme) diberi
nama sufi karena kesucian(shafa) hati mereka dan kebersihan tindakan mereka. Ada yang menyebutkan
pula bahwa seseorang dianggap sufi karena mereka dibaris terdepan (shaff) dihadapan Allah, melalui
pengangaktan kkeinginan mereka kepada-Nya.

Kata tasawuf mempunyai dua arti, yaitu berakhlak dengan segala akhlak yang mulia
(mahmudah) dan menghindarkan diri dari segala macam akhlak yang tercela (mazmumah). Pada intinya
Tasawufsuatu upaya dalam rangka mensucikan diri dengan konsep – konsep tasawuf untuk kemudian
memusatkan perhatiannya hanya di tujukan kepada Allah SWT. Konsep-konsep yang ada dalam tasawuf
mengarahkan manusia atau sufi untuk berada sedekat mungkin dengan Allah SWT. Tasawuf juga
merupakan rangkaian eksperimen jiwa dalam menempuh jalan penyucian dan penempaan rohani yang
dituntun oleh kerinduan kepada Allah.

A. Ruang lingkup kandungan Tasawuf

Ilmu tasawuf yang pada dasarnya bila dipelajari secara esensial mengandung empat unsur, yaitu :

1. Metafisika, yaitu hal-hal yang di luar alam dunia atau bisa juga dikatakan sebagai ilmu ghoib.
Di dalam Ilmu Tasawuf banyak dibicarakan tentang masalah-masalah keimanan tentang unsur-
unsur akhirat, dan cinta seorang sufi terhadap Tuhannya.

2. Etika, yaitu ilmu yang menyelidiki tentang baik dan buruk dengan melihat pada amaliah
manusia. Dalam Ilmu Tasawuf banyak sekali unsur-unsur etika, dan ajaran-ajaran akhlak
(hablumminallah dan hablumminannas).

3. Psikologi, yaitu masalah yang berhubungan dengan jiwa. Psikologi dalam pandangan tasawuf
sangat berbeda dengan psikologi modern. Psikologi modern ditujukan untuk menyelidiki
manusia bagi orang lain, yakni jiwa orang lain yang diselidikinya. Sedangkan psikologi dalam
tasawuf memfokuskan penyelidikan terhadap diri sendiri yakni diarahkan terhadap penyadaran
diri sendiri dan menyadari kelemahan dan kekurangan dirinya untuk kemudian memperbaiki
menuju kepribadian yang lebih baik lagi.

4. Estetika, yaitu ilmu keindahan yang menimbulkan seni. Untuk meresapkan seni dalam diri,
haruslah ada keindahan dalam diri sendiri. Sedangkan puncak keindahan itu adalah cinta. Jalan
yang ditempuh untuk mencapai keindahan menurut ajaran tasawuf adalah tafakur, merenung
hikmah-hikmah ciptaan Allah. Dengan begitu akan tersentuh kebesaran Allah dengan banyak
memuji dan berdzikir. Oleh karena itu, dengan senantiasa bertafakur dan merenungkan segala
ciptaan Allah, maka akan membuahkan pengenalan terhadap Allah (ma’rifat billah) yang
merupakan kenikmatan bagi ahli sufi. Hal ini bersumber pada mahabbah, rindu, ridlo melalui
tafakkur, dan amal-amal shalih.
B. Dasar – dasar Ilmu Tasawuf dalam Al-Quran.
Imam Sahal Tusturi seorang ahli tasawuf telah mengemukakan tentang prinsip tasawuf ada
enam macam:
1. Berpedoman kepada kitab Allah (Al-Qur’an)
2. Mengikuti Sunnah Rasulullah (Hadits).
3. Makan makanan yang halal.
4. Tidak menyakiti manusia (termasuk binatang).
5. Menjauhkan diri dari dosa.
6. Melaksanakan ketetapan hukum (yaitu segala peraturan agama Islam).

Bila ditinjau dari sudut bahwa Al-Qur’an penuh gambaran dan anjuran untuk hidup secara sufi,
maka Al-Qur’an adalah sumber dari ajaran amaliah tasawuf. Ini juga menunjukan bahwa Al-Qur’an
standar dari cara hidup atau amaliah sufi. Dengan kata lain, menurut standar Al-Qur’an, ajaran tasawuf
menetapkan bahwa hidup ideal secara moral harus berpijak pada pensucian hati dengan cara mengatur
jarak diri dengan dunia dan dengan beribadah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan berbuat
kebajkan kepada sesama manusia (QS. 22:77), misalnya dalam Al-Qur’an setelah melakukan shalat
seorang mu’min disuruh melakukan dua hal, pertama dzikir atau kedua bertebaran di muka bumi untuk
berbisnis. Firman Allah sebagai berikut :

Fa-idzaa qudhiyatish-shalaatu faantasyiruu fiil ardhi waabtaghuu min fadhlillahi


waadzkuruullaha katsiiran la’allakum tuflihuun(a);

“Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.” – Q.S Al Jumu’ah (62):10

(tolong di tambahin/edit sesuai dengan http://repository.uinbanten.ac.id/172/9/PENGANTAR%20ILMU


%20TASAWUF.pdf atau pakai rujukan lain jg boleh )

7. Intisari ajaran Maqamat dan Ahwal dalam Tasawuf

Baik maqamat maupun ahwal adalah konsep tasawuf yang bisa dicapai dan dirasakan oleh
semua orang, jika mengikuti alur maqamat yang dihadirkan dalam kajian tasawuf. Setelah manusia bisa
melewati alur maqamat tasawuf maka Allah akan memberi ia kondisi-kondisi spiritual (ahwal) tentang
pengalaman dengan Tuhan. Selain itu, konsep-konsep tasawuf ini, atau tepatnya maqamat dan ahwal
ini, tentu bukanlah hal yang baru dalam dunia tasawuf. Sejak tasawuf ada maka konsep inipun tentunya
hadir. Melihat pada masa sekarang apakah masih relevan konsep tersebut dengan zaman sekarang
sehingga bisa dipraktekan oleh siapapun yang ingin merasakan kedekatan dan pengalaman spiritual
dengan Tuhan. Maka, oleh sebab itu, penting kiranya untuk mengetahui relevansi maqamat dan ahwal
dalam Tasawuf.

A. Maqamat Tasawuf
Maqamat adalah bentuk jamak dari kata maqam yang secara bahasa berarti pangkat.
Menurut istilah ilmu tasawuf, maqamat adalah kedudukan seorang hamba di hadapan Allah,
yang diperoleh dengan melalui peribadatan, mujahadat dan lain-lain, latihan spritual serta
(berhubungan) yang tidak putus-putusnya dengan Allah swt. atau secara teknis maqamat juga
berarti aktivitas dan usaha maksimal seorang sufi untuk meningkatkan kualitas spiritual dan
kedudukannya (maqam) di hadapan Allah swt. Dalam rangka proses penyempurnaan seorang
harus melampaui tahapan – tahapan spiritual, memiliki konsepsi tentang jalan menuju Allah
SWT. Dimulai dari latihan rohaniah secara bertahap melalui berbagai fase dalam tradisi tasawud
dikenal dengan maqam (tingkatan). Berdasarkan penjelasan di atas sederhananya maqamat
adalah kedudukan atau posisi seseorang hamba di hadapan Allah yang ia istiqamah pada
kedudukan tersebut dan berusaha untuk meningkatkannya hingga mencapai derajat puncak.
Adapun maqamat tersebut :
 Taubat
Maqamat pertama dalam tasawuf adalah Al-Taubah, secara etimologi taubat
berasal dari kata taba, yatubu, taubatan artinya kembali. Dalam bahasa
Indonesia tobat bermakna “ sadar dan menyesal akan perbuatan yang salah”.
Taubat ketika sesorang melakukan perbuatan tercela dan salah, lalu sadar dan
menyesali perbuatannya dan bertekad meninggalkan atau berhenti ngejar
duniawi serta mendekatkan diri kepada Allah SWT
 Wara
Secara harfiah wara’ artinya saleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Kata
ini selanjutnya mengandung arti menjauhi hal-hal yang tidak baik. Menurut
Fethullah Gulen wara’ adalah menghindari segala hal yang tidak pantas, tidak
sesuai, dan tidak perlu, serta berhati-hati terhadap hal-hal yang diharamkan dan
dilarang. Wara juga berarti menghindari segala bentuk syubhat karena takut
terperosok dalam hal yang haram. Secara tingkatan, dalam tasawuf wara
merupakan langkah kedua setelah taubat.
 Zuhud
Zuhud secara bahasa meninggalkan sesuatu dan tidak menyukainya. Pengertian
zuhud adalah usaha manusia untuk mengalihkan perhatiaanya untuk jauh daru
dunia dan hanya fokus pada kepentingan akhirat atau surgawi. Pandangan Kyai
Achmad dalam menyikapi perilaku zuhud tidak berarti, dengan serta merta
harus meninggalkan hidup keduniaan dan acuh tak acuh terhadapnya, tetapi
dalam pandangannya zuhud bisa dipahami sebagai langkah antisipatif untuk
tidak selalu bergantung dengan dunia dan pengaruhnya, yang bisa melupakan
batas kewajaran sebagai umat manusia yang bisa memposisikan diri sebagai
makhluk individu dan sosial secara seimbang. Sederhananya zuhud kedekatan
dunia yang tidak menganggu kedekatan dengan Allah
 Fakir
Secara harfiah fakir adalah seorang yang berhajat, butuh atau orang miskin,
sedangkan menurut pandangan sufi, fakir adalah tidak meminta lebih dari apa
yang telah ada pada diri kita (tidak memaksakan diri).
 Sabar
Secara bahasa yang berarti menahan, menahan diri. Sabar merupakan menahan
diri dari kelu lidah, emosi dan perasaan gelisah lainnya. Bersikap sabar
merupakan mendamaikan dan menerima pikiran/batin walaupun cobaan ada
didepan.
 Tawakal
Tawakal yang berasal dari tawakala yang berarti menyerahkan,
mempercayakan dan mewakilkan. Tawakal merupakan menyandarkan sepenuh
hati kepada Allah SWT,selalu menyertakan-Nya dalam setiap permasalahan
duniawi dan akhirat, serta mendekatkan dirinya kepada Allah dengan beribadah.
 Ridha
Kata ridha berasal dari kata radhiya, yardha, ridhawan yang artinya senang,
puas, memilih persetujuan, menyenangkan, dan menerima. Ridha merupakan
rela menerima apapun yang ditakdirkan Tuhan senantiasa karnaNya dia
menerima, maka orang yang memiliki sifat ini cenderung tidak mudah kecewa,
bimbang atas pengorbanan yang dialaminya. Dalam litelatur lain ridha
merupakan ketenangan hari dan ketentraman jiwan terhadap ketetapan Allah
SWT.
B. Ahwal Tasawuf
Ahwal bentuk jamak dari _hal’ yang diartikan keadaan mental yang dialami oleh para
sufi di sela – sela perjalanan spritualnya. Pada al-haal datang dari wujud itu sendiri karna
dasarnya haal yang berarti perasaan dimana itu merupakan wujudnya sendiri, sedangkan al-
maqam diperoleh melalui upaya perjuangan. Ahwal muncul setelah mengapai tahap
kemampuan spiritual (maqam), berikut ahwal tasawuf tersebut :
 Muraqabah
Secara etimologi muraqabah berarti menjaga atau mengamati tujuan. Adapun
keyakinan seseorang selalu berhadapan dengan Allah dan mengetahui serta
mengamati setiap saat sehingga membuat ia selalu berbuat sesuai hukum –
hukumNya.
 Mahabbah (Cinta)
Mahabbah adalah dasar pijakan bagi kemuliaan yang merupakan kecocokan hati
dengan Allah SWT serta Rasulullah SAW dengan senantiasa mencintai yang
sangat dalam untuk berdzikir(mengingat) Allah. Kondisi mahabbah seorang
hamba yaitu dapat melihat berapa nikmat yang karunia-Nya yang diberikan, dan
dengan hati nuraninya ia melihat kedekatan Allah dengan melindungi,
penjagaan, dan perhatian-Nya yang dilimpakan kepada hamba.
 Khauf
Khauf dalam tasawuf adalah hadirnya perasaan takut ke dalam diri terhadap
hukum-Nya. Al-khauf merupakan sikap mental merasa takut karena kurang
sempurna pengabdiannya atau rasa khawatir jangan sampai Allah merasa tidak
senang kepadanya. Seorang yang berada dalam khauf merasa lebih takut sama
diri sendiri sebagaimana ketakutan terhadap musuh. Dengan demikian, khauf
adalah kondisi spiritual di mana seorang sufi takut jika Allah tak meliriknya
sehingga mendekat pada-Nya.
 Raja’
Raja atau harapan adalah sikap optimis dalam memperoleh karunia dan nikmat
Allah dan memenuhi diri dengan harapan demi masa depan serta hidup demi
meraih harapan tersebut. Menurut Al-Gazali memandang raja‘ sebagai
senangnya hati karena menunggu sang kekasih datang kepadanya. Sedangkan
menurut al-Qusyairi raja‘ adalah keterpautan hati kepada sesuatu yang
diinginkannya terjadi di masa akan datang.
 ‘Uns (Suka Cita)
‘Uns adalah kondisi spiritual dimana seoang sufi merasakan kesukacitaan hati
karena bisa akrab dengan Tuhan. Seseorang yang berada pada kondisi spiritual
‘Uns akan merasakan kebahagiaan, kesenangan, kegembiraan, serta sukacita
yang meluap-luap. Kondisi spiritual seperti ini dialami oleh seorang sufi ketika
merasakan kedekatan dengan Allah.
 Al-Yaqin
Al-Yaqin berarti perpaduan antara pengetahuan yang luas serta mendalam dan
rasa cinta serta rindu yang mendalam pula sehingga tertanamlah dengan kuat
tak gentar dalam jiwa perjumpaan secara langsung dengan Tuhannya. Menurut
al-Sarraj yaqin adalah fondasi dan sekaligus bagian akhir dari seluruh ahwal.
Dapat juga dikatakan bahwa yaqin merupakan esensi seluruh ahwal .

8. Relevansi Tasawuf dengan Manusia Modern

Tasawuf memiliki revelansi terhadap problema manusia modern karena secara seimbang
memberikan kesejukan batin dan displin syariah sekaligus. Konteks tasawuf dalam artian perbaikan
akhlak, menurut H.M. Jamil (2007:189-191) ada beberapa hal yang mesti diperhatikan agar tetap dalam
bingkai syariat, sebagai berikut:

1) Seluruh sifat buruk (mazmumah) yang akan dikikis, merujuk pada Al-Qur‘an dan Sunnah
Rasulullah SAW.
2) Seluruh sifat terpuji yang akan ditanamkan, juga harus merujuk pada Al-Qur‘an dan
Sunnah Rasulullah SAW.
3) Langkah-langkah yang ditempuh dalam proses pembersihan diri dari sifat-sifat tercela
dan langkah-langkah yang ditempuh dalam penyemaian sifat-sifat terpuji, termasuk
dalam lingkup ijtihadi, akan tetapi mesti dalam bingkai syariat, sebagai berikut:

- Dengan pengendalian hawa nafsu, bukan dengan membunuh nafsu secara total,sebab
nafsu dapat diarahkan kepada hal-hal yang positif, untuk kebaikan diri,keluarga, dan
masyarakat. Dengan nafsu yang terkendali dengan baik, manusia mengembangkan
keturunan, mempertahankan kelangsungan hidup keluarganya dengan memenuhi
kebutuhan dan membela kehormatan mereka.
- Dengan menanamkan rasa ketidak tergantungan kepada kehidupan dunia. Ketidak
tergantungan mesti diartikan sebagai “ ada tidak adanya dunia tidak mempengaruhi
keadaan jiwa tetapi dengan tetap bekerja keras”, dengan ini dapat diaplikasikan kepada
kehidupan modern dan bahkan memberi arti positif dalam menciptakan pribadi-pribadi
yang tidak serakah di dalam mengatasi problema kehidupan dunia
- Dengan memperbanyak amalan sunah
- Dalam pelaksanaan ibadah-ibadah, mesti terhindar dari penyimpangan yang dapat
mengarah terhadap peduaan Tuhan (syirik).dalamkontek ini, rabithah atau wasilah
sebaiknya dihindarkan. Demikian juga pengkultusan syekh mesti dikikis, tetapi bukan
berarti tidak menghormati guru. Syekh, wali atau lainnya tidak boleh dianggap sebagai
sosok yang terkadang melebihi seorang Nabi. Mereka manusia biasa.
- Perhatian kepada perbaikan akhlak, tidak boleh mematikan semangat untuk bekerja,
beramal, berjihad dalam arti yang luas.

4) Secara umum yang mesti ditanamkan adalah akhlak Al-Qur‘an. Akhlak Nabi SAW adalah
akhlak Al-Qur‘an. Adapun hal-hal yang berhubungan dengan pakaian, baik atau buruk,
tidak dapat diukur dengan tradisi satu kaum, tetapi dengan petunjuk Al-Quran dan
Sunnah. Seseorang dapat menjadi seorang sufi misalnya, meskipun dia tidak memakai
jubah. Ini perlu dikemukakan karena demikian ajaran Al-Quran dan Sunnah. Disamping
itu, agar tasawuf tidak dianggap sebagai sesuatu yang out-date.

Lalu ada korelasi tawasuf dengan etos kerja dan profesionalisme. Ada pengaruh tasawuf pada
kehidupan pribadi, kehidupan bermasyarakat dan kehidupan berbangsa dan bernegara. Berikut
penjelasannya :

 Korelasi tasawuf dengan etos kerja


Kemunculan etos kerja manusia didorong oleh sikap hidup baik disertai kesadaran. Sikap
hidup yang mendasar itu menjadi sumber motivasi yang membentuk karakter, kebiasaan atau
budaya kerja tertentu. Disebabkan latar belakang keyakinan dan motivasi dapatlah dikatakan
bahwa motivasi yang berperan dalam proses terbentuknya etos kerja ternyata tidak tunggal,
melainkan lebih dari satu bahkan bisa banyak dan saling berinteraksi satu dengan lainnya.
Dengan demikian ia bersifat kompleks dan dinamis. Dalam al-Qur’an ditegaskan bahwa suatu
kaum tidak akan berubah kecuali kaum itu sendiri mengubah dirinya, sebagaimana terdapat
dalam Q.S. al-Ra‘d/13: 11.
Faktor yang dapat berpengaruh dalam proses itu sangat luas. Sistem keimanan atau
akidah Islam, sebagai keyakinan dan pengamalan kehidupan sufi yang benar yang menjadi
landasan bagi orang Islam, secara teoritis memang berpotensi besar untuk menjadi sumber
motivasi etos kerja Islami yang selalu segar . Ini berpotensi besar menjadi dinamisator yang
mengarahkan seluruh karakteristik etos kerja yang bernuansa nilai-nilai transendental menuju
pada terbentuknya etos kerja itu. Ada yang perlu diperhatikan, bahwa di antara penghambat
etos kerja, seperti kemalasan, kelemahan hati, pengaruh hawa nafsu yang merusak kepribadian,
dapat dihindari dengan mempraktikkan kehidupan sufi . Dengan demikian, jelaslah bahwa etos
kerja memiliki korelasi yang nyata dengan tasawuf. Dengan mempraktekkan tasawuf yang
berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah, maka akan memungkinkan etos kerja semakin baik. Sebab,
semua kerja diorientasikan kepada Tuhan, jadi motivasinya sangat jelas, pengawasannya juga
melekat setiap saat, dengan keyakinan Allah Maha Melihat, sehingga untuk melakukan
penyimpangan akan terhindarkan.

 Korelasi Tasawuf dengan Profesionalisme


Profesional adalah mengerti akan tugas (sesuai dengan keahlian/ bidangnya) dan
bertanggung jawab (amanah), kemudian bersunggguh-sungguh mengerjakannya dengan
kualitas yang terbaik (ahsan). Bila kerja atau perbuatan yang dalam Islam dikenal dengan amal,
dikaitkan dengan iman, maka justru merupakan manifestasi dan bagian dari pengamalan Islam
itu sendiri. Karena karakteristik iman ada dua, yaitu (1) keyakinan hati, dan (2) pengamalan atau
kerja sebagai bukti bahwa keyakinan itu berfungsi. Iman dalam hati baru menjadi eksis bila
telah dilahirkan dalam bentuk amal atau kerja. Mengerjakan sesuatu dengan niat mencari rida
Allah mengundang konsekuensi kerja itu tidak dilakukan dengan sikap seenaknya.
Sehubungan dengan ciri-ciri etos kerja tinggi yang behubungan dengan sikap moral
seperti menjaga mutu kerja, menepati janji, jujur, dan sebagainya, ciri-ciri demikian tercakup
dalam pengertian amanah yang menjadi salah satu prinsip akhlak yang utama dalam Islam.
Sikap bertanggung jawab merupakan hal penting dalam profesionalisme, Allah SWR
memerintahkan orang – orang beriman untuk memenuhi ikatan janji (amanah) sebagaimana
yang tertuang dalamQ.S al-Maidah/5:1. Dalam hal ini bisa dikaitkan dengan disiplin yang
sungguh terutama yang berkenaan dengan waktu serta kualitas sesuatu/pekejaan. orang yang
membiarkan dirinya dikuasai oleh sifat malas, etos kerja yang sangat rendah, tidak punya rasa
tanggung jawab, tidak disiplin, juga tidak profesional sehingga merugikan aturan, kesepakatan
atau pelaksanaan kewajiban, maka orang-orang yang memiliki ciri seperti itu adalah tidak
amanah.
Penjelasan atas telah menjadi kehidupan para sufi, dengan demikian profesionalisme
dengan tasawuf memiliki korelasi yang signifikan.

 Pengaruh tasawuf dalam kehidupan pribadi


Dengan adanya kecenderungan manusia untuk kembali mencari nilai-nilai ilahiyah
(meliputi iman, Islam, ihsan, taqwa, ikhlas, tawakal, syukur, dan sabar) merupakan bukti bahwa
manusia itu pada dasarnya makhluk rohani selain sebagai makhluk jasmani. Sebagai makhluk
jasmani, manusia membutuhkan hal-hal yang bersifat materi, namun sebagai makhluk rohani, ia
membutuhkan hal-hal yang bersifat immateri atau rohani. Sesuai dengan orientasi ajaran
tasawuf yang lebih menekankan aspek rohani, maka manusia itu pada dasarnya cenderung
bertasawuf. Dengan perkataan lain, bertasawuf merupakan fitrah manusia. Kecenderungan
manusia selalu ingin berbuat baik sesuai dengan nilai-nilai ilahiyah, maka segala perbuatan yang
menyimpang daripadanya merupakan penyimpangan dan melawan fitrahnya.
Tasawuf akan memengaruhi sikap dan perilaku seseorang, terutama dalam hal nilai-nilai
moral dan kepribadiannya. Ia akan hidup sederhana, tidak suka berlebih-lebihan, tidak suka
menyombong atau takabur, rendah hati atau, sabar ketika menerima musibah dan bersyukur
ketika menerima nikmat dan anugerah. Kemudian tentu orang yang bertasawuf akan selalu
mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya, serta berusaha semaksimal mungkin menjauhi larangan-
Nya. Bila pribadi seseorang telah terpengaruh dengan ajaran tasawuf, maka seseorang itu akan
tercerahkan pula, baik intelektual, emosional maupun spiritualnya, yang dalam istilah modern
dikenal dengan IQ (Intelectual Quotient) dan ESQ (Emotional Spiritual Quotient).

 Pengaruh Tasawuf dalam Kehidupan Masyarakat


Dalam Q.S al-Anbiya/21:107 ,

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Berdasarkan ayat-ayat tersebut, keuniversalan agama Islam telah menjadi kesadaran
yang sangat berakar dalam kesadaran seorang Muslim, bahwa agamanya berlaku untuk seluruh
umat manusia. Sungguhpun kesadaran serupa juga dimiliki oleh penganut agama lainnya. Tidak
berlebihan jika dikatakan bahwa pada orang-orang Muslim kesadaran semacam itu telah
melahirkan sikap-sikap sosial keagamaan yang unik, yang jauh berbeda dengan pemeluk-
pemeluk agama lainnya. Masyarakat Islam dapat mewujudkan kesadaran tersebut dalam
sinaran sejarah yang cemerlang. Fenomena keagamaan yang tunduk pada prinsip toleransi,
kebebasan beragama, keterbukaan, keadilan dan kejujuran.

Kesadaran beragama, yang diimplementasikan lewat pengamalan kehidupan tasawuf, telah


banyak memberikan pengaruh terhadap masyarakat modern. Sikap hidup masyarakat yang
mengamalkan sikap takwa, tawakal, ikhlas, taubat, syukur, harapan (raja’), sabar, dan khauf
merupakan pengajaran tasawuf yang telah diamalkan oleh kaum sufi. Hanya saja, pengamalan
pengajaran tasawuf yang telah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga relevan dengan
kehidupan masyarakat modern. Dengan pemahaman yang lebih moderat dan elegan sekaligus
mengamalkannya, maka tasawuf tidak lagi menjadi amal orang-orang tradisional.

 Pengaruh Tasawuf dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara


Perkembangan sejarah Islam membuktikan bahwa peranan ajaran Islam signifikan
dalam membentuk etika kehidupan masyarakat. Demikian pula kontribusi Islam dalam etika
berbangsa dan bernegara, sebagaimana yang terdapat dalam negara yang dibangun oleh
Muhammad SAW. yang dikenal dengan negara Madinah. Etika berbangsa dan bernegara,
hendaknya mengacu pada prinsip-prinsip yang telah dibangun oleh Rasulullah SAW. pada
kehidupan masyarakat di Madinah. terwujudnya keadilan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara akan meahirkan ketenangan jiwa dan menggerakkan dinamika kerja. Pada gilirannya
ini akan membawa kepada kemaslahatan, kemakmuran dan kesejahteraan. Adil dalam tinjauan
bernegara, adalah terciptanya tatanan masyarakat yang harmonis, sejahtera, bahagia lahir dan
batin.
Selanjutnya dalam dunia politik, tataran parpol di Indonesia masih memerlukan
kedewasaan untuk menerapkan etika sebagaimana yang dicontohkan oleg Rasulullah. Partai
politik ungsinya sebagai salah satu lembaga yang ikut bertanggung jawab dalam pembangunan
bangsa dan negara secara baik dan benar. Jangan sampai partai politik meracuni pemikiran
masyarakat, membodohi masyarakat, atau menyalahgunakan kewenangan demi mengharapkan
kedudukan dan uang. Etika bertanggung jawab dan amanah menjadi bagian perjuangan dan
perilaku partai politik. Demikian pula para abdi negara seharusnya selaras antara kata dan
perbuatan. Bila semua komponen bangsa; rakyat dan aparatur negara sama-sama berperilaku
etis, dalam pengertian menjalankan norma-norma yang telah disepakati serta nilai-nilai yang
berasal dari ajaran agama, maka dapat diharapkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar
dan disegani dalam pergaulan internasional. Dalam satu hadis Rasul ditegaskan bahwa kita
semua adalah pemimpin, dan semua pemimpin, baik dari unit paling kecil, yakni keluarga
sampai suatu negara, akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya :
Hadis riwayat Ibnu Umar ra.: Dari Nabi SAW. bahwa beliau bersabda: “Ketahuilah!
Masingmasing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu akan dimintai
pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpin. Seorang raja yang memimpin rakyat adalah
pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang
suami adalah pemimpin anggota keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban
terhadap mereka. Seorang istri juga pemimpin bagi rumah tangga serta anak suaminya, dan ia
akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang budak juga pemimpin
atas harta tuannya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang
dipimpinnya. Ingatlah! Masing-masing kamu adalah pemimpin dan masing-masing kamu akan
dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.” (H.R. Bukhârî dan Muslim)

9. Bertasawuf di era milenial

Kehidupan di era milemial yang seperti sekarang manusia perlu mengimbangi spiritual dan
kehidupan dunia maka tasawuf memiliki peran penting, karena di era ini problema kehidupan manusia
modern makin rumit dan harus memiliki prinsip yang teguh supaya tetap sesuai dengan syariat agama
dan negara, berikut cara bertasawuf di era milenial :

 Menyadari kesalahan/ perbuatan yang salah lalu memohon ampun kepada Allah serta tidak
mengulanginya lagi, ini merupakan maqamat taubat
 Tetap mendekatkan diri dan istiqomah dengan Allah, tanpa meninggalkan kehidupan sosial dan
tidak menganggu hubungannya dengan Allah, contoh, memiliki jabatan yang tinggi namun
menganggap itu sebagai amanah dan tetap menjalankan tugasnya sebagai hamba Allah.
 Sabar dan tawakal ketika mendapat cobaan, dan tetap husnuzan kepada Allah.
 Berperilaku yang baik sesuai ajaran agama dan selalu merasa bahwa Allah memperhatikan
setiap langkah sehingga dapat terhindar dari perbuatan tidak terpuji. Contohnya, menjalakan
tugas sebagai pegawai dengan amanah, selalu takut akan perbuatan curang karena merasakan
kedekatannya dengan Allah
 Selalu meningat Allah, salah satunya dengan cara berdzikir.
 Optimis dalam mencari ridha Allah dan merasa selalu di cintai oleh Allah, salah satu contohnya,
percaya bahwa Allah akan memiliki rencana terbaik sebagai hamba harus optimis dan pantang
menyerah.
 Mendengarkan informasi dari berbagai sisi tidak hanya sebelah pihak dan berupaya tetap netral
supaya tidak timbulnya rasa benci dan amarah.

Dengan penjelasan diatas orang yang mengamalkan tasawuf akan memiliki ketenangan batin,
maka dengan itu jika manusia modern mengamalkan ini dengan baik akan terbangun kepedulian sosial
yang tinggi terhadap sesama dan memiliki perasan batin yang dekat dengan Allah tanpa terganggu oleh
kehidupan duniawinya.

Anda mungkin juga menyukai