Anda di halaman 1dari 30

Makalah Etika, Moral, dan Akhlaq Tasawuf

Dosen Pengajar :

MUHAMMAD MUSLIM

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 8

JALU TRI UTAMA ( 1687041009 )


SISKA ARDISOFIA ( 2091011008 )
SALMA MUZDALIFAH ( ………………)

FAKULTAS EKONOMI & BISNIS


INSTITUT BISNIS NUSANTARA
Jl. Pulomas Timur 3A, Blok A No. 2, Kayu Putih,
Jakarta Timur, Indonesia

i
DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN..............................................................................................................2

BAB II
PEMBAHASAN.................................................................................................................3
1. Konsep Etika, Moral, Akhlaq......................................................................3
2. Perbedaan Etika Moral dan Akhlaq.............................................................4
3. Ekspresi Akhlaq...........................................................................................5
4. Kriteria Akhlaq Baik dan Buruk..................................................................8
5. Peningkatan Kualitas Akhlaq......................................................................8
6. Memahami Tasawuf....................................................................................11
7. Intisari Ajaran Maqamat dan Ahwal dalam Tasawuf..................................13
8. Relevansi Tasawuf bagi Manusia Modern..................................................16
9. Bertasawuf di Era Millenial.........................................................................21
BAB III
Penutup...............................................................................................................................23
1. Kesimpulan..................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................24

ii
BAB I
PENDAHULUAN
Di era global yang semakin berkembang ini perilaku seorang muslim semakin beraneka
ragam. Manusia cenderung meniru pola hidup yang bergaya serta mewah sehingga lupa dengan
adanya etika, moral dan akhlaq yang kurang dihiraukan ataupun dijadikan pedoman dalam
kehidupan. Hal ini dikarenakan manusia pada kenyataannya sekarang kurang pengetahuan akan
etika, moral dan akhlaq, padahal sejarah agama menunjukan bahwa kebahagiaan yang ingin
didapatkan dengan menjalankan syariah agama yang hanya dapat terlaksana dengan adanya akhlaq
yang baik.
Selama ini, pelajaran etika, moral dan akhlaq sudah diperkenalkan sejak di sekolah dasar,
yakni pada Pendidikan Agama Islam serta Pancasila. Namun, pelajaran etika, moral dan akhlaq
kurang diaplikasikan ke dalam perilaku kehidupan sehari-hari. Timbulnya kesadaran akhlaq
merupakan pangkalan yang menentukan corak hidup manusia. Kesadaran akhlaq adalah kesadaran
manusia tentang dirinya sendiri dimana dapat melihat serta merasakan diri sendiri terhadap sesuatu
yang baik maupun yang buruk, halal dan haram, haq dan batil, serta boleh maupun tidak boleh
dilakukan.
Sebagai generasi penerus Indonesia, sangatlah tidak terpuji jika para generasi penerus ini
kurang memiliki atau bahkan tidak memiliki etika, moral dan akhlaq. Oleh karena itu, penulis
menyusun makalah ini supaya menjadi acuan dalam perbaikan etika, moral dan akhlaq generasi
penerus Indonesia, khususnya mahasiswa.
Kesadaran akhlaq adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana manusia
melihat atau merasajan diri sendiri sebagai berhadapan dengan baik dan buruk. Dalam dunia hewan
tidak ada yang namanya baik dan buruk, karena hanya manusia yang mengerti dirinya sendiri,
sehingga sebagai subjek yang mengalami akan mempertangggungjawabkan segala perbuatannya
dihadapan Allah SWT.

Kesadaran akhlak adalah


kesadaran manusia tentang
iii
dirinya sendiri, dimana
manusia
melihat atau merasakan
diri sendiri sebagai
berhadapan dengan baik
dan
buruk.Disitulah membedakan
halal dan haram, hak dan
bathil, boleh dan tidak boleh
dilakukan, meskipun dia bisa
melakukan.Itulah hal yang
khusus manusiawi.Dalam
dunia hewan tidak ada hal
yang baik dan buruk atau

iv
patut tidak patut, karena
hanya
manusialah yang mengerti
dirinya sendiri, hanya
manusialah yang sebagai
subjek
menginsafi bahwa dia
berhadapan pada
perbuatannya itu, sebelum,
selama dan
sesudah pekerjaan itu
dilakukan.Sehingga sebagai
subjek yang mengalami

v
perbuatannya dia bisa
dimintai pertanggungjawaban
atas perbuatannya itu.
Kesadaran akhlak adalah
kesadaran manusia tentang
dirinya sendiri, dimana
manusia
melihat atau merasakan
diri sendiri sebagai
berhadapan dengan baik
dan
buruk.Disitulah membedakan
halal dan haram, hak dan
bathil, boleh dan tidak boleh

vi
dilakukan, meskipun dia bisa
melakukan.Itulah hal yang
khusus manusiawi.Dalam
dunia hewan tidak ada hal
yang baik dan buruk atau
patut tidak patut, karena
hanya
manusialah yang mengerti
dirinya sendiri, hanya
manusialah yang sebagai
subjek
menginsafi bahwa dia
berhadapan pada
perbuatannya itu, sebelum,
selama dan
vii
sesudah pekerjaan itu
dilakukan.Sehingga sebagai
subjek yang mengalami
perbuatannya dia bisa
dimintai pertanggungjawaban
atas perbuatannya itu.

BAB II
PEMBAHASAN
1. Konsep Etika, Moral dan Akhlaq

Secara substansial, etika, moral dan akhlak adalah sama, yakni ajaran tentang baik dan buruk
perilaku manusia dalam hubungannya dengan Allah, hubungannya dengan sesama manusia dan
hubungannya dengan alam. Yang membedakan satu dengan yang lainnya adalah dasar atau ukuran
baik dan buruk itu sendiri.
A. Etika
Etika, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti filsafat tentang
kehendak, tentang baik dan buruk mengajarkan tentang kesusilaan. Sedangkan menurut
bahasa Yunani Kuno, etika berasal dari kata “ethikos”, yang memiliki arti yaitu timbul dari
kebiasaan. Jadi etika bisa diartikan segala sesuatu, dimana memiliki cabang utama filsafat

viii
yang mempelajari baik dan buruk nilai atau kualitas mengenai standar penilaian moral.
Atau bisa juga diartikan sebagai suatu ajaran mengenai ukuran baik dan buruk yang berasal
dari akal, karena etika merupakan bagian dari filsafat. Etika berkaitan dengan ilmu atau
filsafat, karena itu yang menjadi standar baik dan buruk adalah akal manusia.
Etika dalam Islam tidak hanya mengajarkan dan menuntun manusia untuk
bertingkah laku yang baik dan menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk. Namun, Etika
Islam juga menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral, ukuran baik dan buruknya
perbuatan seseorang didasarkan kepada al-Qur’an serta al-Hadits yang shohih. Etika Islam
memiliki sifat universal dan komprehensif, yang dapat diterima dan dijadikan pedoman
oleh seluruh umat manusia. Etika Islam juga mengatur dan mengarahkan fitrah manusia
kejenjang akhlak yang luhur dan mulia serta memperbaiki perbuatan manusia.

B. Moral
Moral dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti kesusilaan, budi
pekerti. Sedangkan menurut bahasa Latin yaitu “mores” yaitu memiliki arti sebagai istilah
penilaian manusia atas tindakannya. Moral adalah ajaran baik dan buruk yang ukurannya
merupakan tradisi yang berlaku di suatu masyarakat. Atau dapat dikatakan bahwa moral
adalah suatu hal yang berhubungan dengan suatu proses sosialisasi.
Moral pasti dimiliki oleh manusia. Namun, jika seseorang tidak memiliki moral
maka ia disebut amoral. Moral pada zaman sekrang memiliki sifat yang tersirat, karena
banyak orang yang memiliki moral, namun dari sudut pandang yang sempit. Penilaian
terhadap moral bisa diukur melalui kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah produk
dari budaya dan agama. Setiap budaya memiliki standar moral yang berbeda-beda sesuai
dengan nilai yang berlaku dan telah terbangun sejak lama.
Moral dapat diibaratkan sebagai nilai ke-absolutan dalam kehidupan
bermasyarakat. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.
Moral merupakan perbuatan atau tingkah laku atau ucapan manusia dalam berinteraksi
dengan manusia lain. Jika yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang
berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan
masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki moral yang baik, begitu juga sebaliknya.

C. Akhlaq

ix
Akhlaq dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah sikap yang digerakkan oleh
jiwa yang menimbulkan tindakan dan perbuatan dari manusia baik terhadap Tuhan maupun
terhadap sesama manusia. Sedangakan menurut bahasa Arab yaitu “khuluq” artinya budi
pekerti, tabiat, dan watak. Dapat diartikan juga bahwa akhlaq berarti budi pekerti, perangai
atau disebut juga sikap hidup adalah ajaran yang berbicara tentang baik dan buruk yang
yang ukurannya adalah wahyu Tuhan.
Pengertian Akhlaq menurut tokoh- tokoh penting, yaitu menurut Abdul Hamid
Yusuf akhlaq adalah ilmu yang memberikan keterangan tentang perbuatan yang mulia dan
memberikan cara-cara untuk melakukannya (Mahjuddin, 2004: 9). Menurut Ja’ad Maulana,
akhlaq adalah ilmu yang menyelidiki gerak jiwa manusia, apa yang dibiasakan mereka dari
perbuatan dan perkatan dan menyingkap hakikat-hakikat baik dan buruk (Zahruddin, 2000:
6). Sedangkan akhlaq menurut Ahmad Amin adalah kehendak yang biasa dilakukan.
Artinya segala sesuatu yang kehendak yang terbiasa dilakukan, disebut akhlak (Amin,
1995: 62).

2. Perbedaan Etika, Moral & Akhlaq


Etika, moral dan akhlak merupakan salah satu cara untuk menciptakan
keharmonisan dalam hubungan antara sesama manusia (habl minannas) dan hubungan
vertikal dengan khaliq (habl minallah). Namun, dari ketiganya ini memiliki perbedaan dari
segi pengertian, dan tolak ukurnya. Dari ketiganya mengacu kepada ajaran atau gambaran
tentang perbuatan, tingkah laku, sifat, dan perangai yang baik. Ketiganya juga merupakan
prinsip atau aturan hidup manusia untuk menakar martabat dan harakat kemanusiaannya.
Sebaliknya semakin rendah kualitas akhlak, etika, moral seseorang atau sekelompok orang,
maka semakin rendah pula kualitas kemanusiaannya. Hal yang membedakan antara etika,
moral, dan akhlaq dapat disimpulkan antara lain :
- Etika merupakan penilaian suatu hal yang ukurannya adalah akal manusia.
- Etika bersifat temporar, sangat bergantung dengan aliran filosofis dari orang yang
menganutnya
- Etika merupakan filsafat nilai pengetahuan tentang kesusilaan
- Etika bersumber dari pemikiran yang mendalam dan hati nurani
- Etika sendiri baik dan buruknya ditentukan oleh akal pikiran manusia yang bertujuan
untuk menciptakan keharmonisan
- Moral merupakan penilaian suatu hal yang ukurannya adalah tradisi yang berlaku.

x
- Moral sebagai aturan baik buruk yang didasarkan kepada tradisi, adat budaya yang
dianut oleh sekelompok masyarakat juga bertujuan untuk terciptanya keselarasan hidup
manusia
- Etika dan moral bersifat relatif dan dinamis
- Akhlaq merupakan suatu hal yang ukurannya adalah wahyu Allah
- Akhlak merupakan bersumber dari Al-Qur’an dan al-Sunnah
- Akhlak lebih bersifat transcendental
- Nilai-nilai yang menentukan baik dan buruk, layak atau tidak layak suatu perbuatan,
kelakuan, sifat, dan perangai dalam akhlak bersifat universal dan bersumber dari ajaran
Allah.

3. Ekspresi Akhlaq
Ada 2 macam akhlak dalam Islam, yang pertama yaitu ada akhlakul karimah
(akhlak terpuji) dan akhlakul mazmumah (akhlak tercela). Adapun defenisinya sebagai
berikut:
A. Akhlakul Karimah
Akhlakul Karimah atau disebut dengan akhlak yang terpuji merupakan salah satu
golongan macam akhlak yang harus dimiliki setiap umat muslim. Adapun contoh macam
akhlak tersebut diantarannya sikap rela berkorban, jujur, sopan, santun, tawakal, adil, sabar
dan lain sebagainya. Sebagai umat muslim sudah seharusnya kita selalu menjaga akhlakuk
karimah dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dan berikut ini beberapa contoh atau
macam dari akhlak karimah yang perlu kalian ketahui:
- Jujur, adalah tingkah laku yang mendorong keinginan atau niat baik dengan tujuan
tidak mendatangkan kerugian bagi dirinya atau orang lain.
- Berperilaku baik, adalah reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya dengan cara
terpuji.
- Malu, adalah perangai seseorang untuk meninggalkan perbuatan buruk dan tercela
sehingga mampu menghalangi seseorang untuk berbuat dosa dan maksiat serta dapat
mencegah orang untuk melalaikan orang lain.
- Rendah hati, sifat seseorang yang dapat menempatkan dirinya sederajat dengan orang
lain dan tidak merasa lebih tinggi dari orang lain.
- Murah hati, adalah sikap suka memberi kepada sesama tanpa pamrih atau imbalan.
- Sabar, menahan segala sesuatu yang menimpa diri (hawa nafsu).

xi
B. Akhlakul Mazmumah
Akhlak Mazmumah atau akhlak tercela merupakan salah satu tindakan buruk yang
harus dihindari setiap manusia. Hal ini harus dijauhi karena akhlakul mazmumah dapat
mendatangkan mudharat bagi diri sendiri maupun orang lain. Contoh dari macam akhlak
akhlakul mazmumah yaitu sombong, iri, dengki, takabur, aniaya, ghibah dan lain
sebagainya. Sebagai orang muslim sudah seharusnya kita menghindari akhlakul mazmunah
atau akhlak tercela.
Kemudian ada pula macam akhlak mazmumah yang juga menjadi salah satu
macam akhlak dalam Islam. Berikut beberapa macam akhlak mazmumah tersebut:
- Riya, beramal atau melakukan sesuatu perbuatan baik dengan niat untuk dilihat orang
atau mendapatkan pujian orang. Dengan kata lain, Riya yaitu pamer.
- Sum'ah, melakukan perbuatan atau berkata sesuatu agar didengar oleh orang lain
dengan maksud agar namanya dikenal.
- Ujub, mengagumi diri sendiri.
- Takabur, membanggakan diri sendiri karena merasa dirinya paling hebat dibandingkan
dengan orang lain.
- Tamak, serakah atau rakus terhadap apa yang ingin dimiliki.
- Malas, enggan melakukan sesuatu.
- Fitnah, mengatakan sesuatu yang bukan sebenarnya.
- Bakhil, tidak suka membagi atau memberikan sesuatu yang dimiliki dengan orang lain
(pelit).

Manfaat Akhlakul Karimah.


Setiap muslim dianjurkan untuk memiliki akhlakul karimah atau akhlak yang
terpuji. Bagi seseorang yang memiliki sikap tersebut maka dapat mendatangkan manfaat
bagi kehidupan sehari-hari maupun di akhirat nanti. Dan berikut ini beberapa manfaat dari
macam akhlak terpuji:
- Dicintai Nabi Muhammad SAW
Keutamaan memiliki akhlakul karimah yang pertama ialah dicintai Rasulullah SAW.
Disebutkan dalam sebuah hadis, seorang muslim yang memiliki sifat terpuji maka
menjadi orang yang dekat dengan Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana dalam hadis
berikut ini, Rasulullah SAW bersabda:

xii
"Orang yang paling saya cintai dan paling dekat dengan tempat saya kelak di hari
kiamat adalah mereka yang memiliki akhlak mulia. Sementara orang yang paling saya
benci dan tempatnya paling jauh dari saya kelak di hari kiamat adalah mereka yang
keras dan rakus, suka menghina dan sombong." (HR. Tirmizi).
- Berat Timbangannya di Hari Kiamat
Seorang muslim yang memiliki sikap akhlakul karimah di hari akhir kelak akan
diselamatkan oleh Allah SWT. Selain itu, setiap muslim yang memiliki akhlakul
karimah juga dapat mencapai derajat seperti seseorang yang berpuasa dan sholat. Hal
ini sebagaimana dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda:
"Tidak ada sesuatu amalan yang jika diletakkan dalam timbangan lebih berat dari
akhlak yang mulia. Sesungguhnya orang yang berakhlaq mulia bisa menggapai derajat
orang yang rajin puasa dan rajin shalat." (HR. Tirmidzi).
- Dekat Dengan Pertolongan Allah SWT
Manfaat memiliki akhlaqul karimah yang pertama adalah Allah SWT menjanjikan
pertolongan bagi mereka yang memiliki akhlak yang baik. Ada hubungan timbal balik
yang diberikan oleh Allah SWT berdasarkan perilaku seseorang. Orang yang memiliki
budi pekerti yang luhur akan menjadi orang yang luhur pula di mata orang banyak,
begitu juga sebaliknya.
Dalam kehidupan masyarakat, praktik budi pekerti yang luhur (akhlaqul karimah) bisa
diwujudkan dengan cara pergaulan yang baik. Orang yang suka menolong sesama pasti akan mudah
mendapatkan pertolongan nanti ketika dia membutuhkan. Dan orang yang menghormati orang lain
pasti akan disegani orang lain pula.

4. Kriteria Akhlaq Buruk dan Baik


Menurut Imam Al-Ghazali, akhlak merupakan salah satu sifat yang tertanam dalam
jiwa manusia yang dapat menimbulkan suatu perbuatan yang mudah dilakukan tanpa
adanya pertimbangan pemikiran lagi. Sementara itu, Muslim Nurdin mengatakan bahwa
akhlak adalah sebuah sistem nilai yang mengatur tindakan manusia yang ada di muka
bumi.
Adapun pengertian akhlak menurut Muslim Nurdin dibagi menjadi dua sudut
pandang, yaitu Suluq Azzahriah dan Bataniah. Suluq azzhariah merupakan suatu cara
pandang yang memperlihatkan hal-hal yang tampak di dalam diri seperti tutur kata, tingkah

xiii
laku dan watak. Sementara itu menurut sudut pandang Bataniah, akhlak adalah ilmu yang
membahas berbagai masalah yang dihadapi manusia terkait dengan hal-hal yang bersifat
kejiwaan.
Menurut Islam, macam akhlak ada dua yaitu akhlakul karimah (akhlak terpuji) dan
akhlakul mazmumah (akhlak tercela). Adapun defenisinya sebagai berikut:
- Akhlakul Karimah
Akhlakul Karimah atau disebut dengan akhlak yang terpuji merupakan salah satu
golongan macam akhlak yang harus dimiliki setiap umat muslim. Adapun contoh
macam akhlak tersebut diantarannya sikap rela berkorban, jujur, sopan, santun, tawakal,
adil, sabar dan lain sebagainya. Sebagai umat muslim sudah seharusnya kita selalu
menjaga akhlakuk karimah dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
- Akhlakul Mazmumah
Akhlak Mazmumah atau akhlak tercela merupakan salah satu tindakan buruk yang
harus dihindari setiap manusia. Hal ini harus dijauhi karena akhlakul mazmumah dapat
mendatangkan mudharat bagi diri sendiri maupun orang lain. Contoh dari macam
akhlak akhlakul mazmumah yaitu sombong, iri, dengki, takabur, aniaya, ghibah dan
lain sebagainya. Sebagai orang muslim sudah seharusnya kita menghindari akhlakuk
mazmumah atau akhlak tercela.

5. Peningkatan Kualitas Akhlaq


Peningkatan Kualitas Akhlak Peserta Didik dalam Perspektif Islam. Dalam kamus
besar bahasa Indonesia kata peningkatan berasal dari kata tingkat yang menpunyai arti
susunan yang berlapis-lapis atau tinggi rendah martabat ( kedudukan, jabatan, kemajuan,
pangkat, derajat, taraf, kelas ). Dengan demikian kata tingkat bila dihubungkan dengan
akhlak bisa diartikan derajat atau tingkat antara akhlak terpuji dan tercela. Sedangkan kata
peningkatan dalam kamus besar bahasa Indonesia mengandung arti; proses, cara, perbuatan
meningkatkan (usaha, kegiatan). dengan demikian bila peningkatan dapat diartikan sebagai
cara, maka ini berarti bahwa kata peningkatan ada kesamaan dengan metode. Sedangkan
kata peningkatan sendiri bila dihubungkan dengan akhlak maka bisa diartikan cara atau
metode atau perbuatan meningkatkan akhlak dari yang tidak baik menjadi baik atau lebih
baik atau dari akhlak al-Madzmumah menuju akhlak al-Karimah. Dengan demikian, yang
di maksud dengan peningkatan kualitas akhlak peserta didik dalam tulisan ini adalah usaha
atau cara-cara tertentu untuk meninkatkan kualitas akhlak peserta didik agar peserta didik

xiv
memilikai akhlak al-karimah, akhlak-akhlak terpuji dalam tinjauan perspektif Islam yang
berlandaskan sumber-sumber utama Islam yaitu al-Quran,al- Hadits nabi dan pendapat
para ulama’.
Abdurrahman al-Nahlawi mengatakan bahwa dalam pendidikan Islam terdapat
metode yang sangat efektif dalam membina akhlak anak didik atau peserta didik.
Metode tersebut antara lain adalah;
a. Metode Mau’izhah Dan Nasihat Mau’izhah
Metode Mau’izhah Dan Nasihat Mau’izhah (perjalanan) adalah bahasa
Arab yang berasal dari al- Wa’zhu artinya memberi pelajaran akhlak terpuji serta
memotivasi pelaksanaannya dan menjelaskan akhlak tercela serta
memperingatkannya atau meningkatkan kebaikan dengan apa-apa yang
melembutkan hati. Adapun nasihat adalah kata yang terdiri dari huruf nun, shad,
dan ha yang ditempatkan untuk dua arti, pertama: murni atau tetap, kedua:
berkumpul atau menambal. Sedangkan pengertian nashihat adalah ‫النصيحة إرادة ا للغ‬
Artinya : Nasihat adalah menghendaki ( terjadinya ) kebaikan pada diri orang lain.
Metode mendidik akhlak anak melalui nasehat sangat membantu terutama dalam
penyampaian materi akhlak mulia kepada anak, sebab tidak semua anak
mengetahui dan mendapatkan konsep akhlak yang benar
b. Metode Keteladanan
Metode Keteladanan Muhammad bin Muhammad al-Hamd mengatakan
pendidik itu besar dimata anak didiknya, apa yang dilihat dari gurunya akan
ditirunya, karena murid akan meniru dan meneladani apa yang dilihat dari
gurunya. Dengan memperhatikan kutipan di atas dapat dipahami bahwa
keteladanan mempunyai arti penting dalam mendidik akhlak anak, keteladanan
menjadi titik sentral dalam mendidik dan membina akhlak anak didik, kalau
pendidik berakhlak baik ada kemungkinan anak didiknya juga berakhlak baik,
karena murid meniru gurunya, sebaliknya kalau guru berakhlak buruk ada
kemungkinan anak didiknya juga berakhlak buruk. Salah satu cara Rasulllah
Muhammad Saw dalam mengubah akhlah umat pada saat itu adalah dengan
uswah, artinya rasulullah selalu menjadi teladan bagi para shahabat-shahabatnya
baik itu berupa anjuran ataupun larangan
c. Metode Kisah atau Cerita

xv
Metode kisah atau cerita dapat menguatkan perhatian, merangsang
keinginan mendengar serta menimbulkan antusiasme untuk mengikuti kejadian.
Karena itu penggunaan kisah dalam pengajaran dan pendidikan telah dikenal sejak
dulu oleh masyarakat. Metode mendidik akhlak melalui kisah akan memberi
kesempatan bagi anak untuk berfikir, merasakan, merenungi kisah tersebut,
sehingga seolah ia ikut berperan dalam kisah tersebut. Adanya keterkaitan emosi
anak terhadap kisah akan memberi peluang bagi anak untuk meniru tokoh-tokoh
berakhlak baik, dan berusaha meninggalkan perilaku tokoh-tokoh berakhlak buruk.
Metode mendidik akhlak melalui cerita/kisah berperan dalam pembentukan
akhlak, moral dan akal anak. Dari kutipan tersebut dapat diambil pemahaman
bahwa cerita/kisah dapat menjadi metode yang baik dalam rangka membentuk
akhlak dan kepribadian anak.
d. Metode Targhib dan Tarhib
Metode Targhib dan Tarhib Abdurrahman al-Nahlawi mendefinisikan
bahwa Targhib adalah janji yang disertai dengan bujukan dan membuat senang
terhadap sesuatu maslahat, kenikmatan atau kesenangan akhirat yang pasti dan
baik, serta bersih dari segala kotoran yang kemudian diteruskan dengan melakukan
amal sholeh dan menjauhi kenikmatan selintas yang mengandung bahaya atau
perbuatan yang buruk. Hal itu di lakukan semata-mata demi mencapai keridloan
Allah Swt. Tarhib adalah ancaman dengan siksaan sebagai akibat melakukan dosa
atau kesalahan yang dilarang oleh Allah Swt, atau akibat lengah dalam
menjalankan kewajiban yang diperintahkan oleh Allah Swt. Dengan kata lain
tarhib adalah ancaman dari Allah Swt yang dimaksudkan untuk menumbuhkan
rasa takut pada para hamba-hamba-Nya untuk tidak melakukan sesuatu yang
mengandung dosa, dan memperlihatkan sifat-sifat kebesaran dan keagungan
ilahiyyah, agar mereka selalu berhati-hati dalam bertindak serta melakukan
kesalahan dan kedurhakaan.
e. Metode Jaza’ atau balasan
Metode Jaza’ atau balasan dengan sanksi atau pahala Sanksi dan pahala ini
merupakan metode yang sangat efektif dalam pembinaan akhlak terpuji yaitu bagi
yang mengerjakan kebaikan maka mendapatkan pahala dari Allah Swt, sebaliknya
bagi yang mengerjakan hal yang buruk tidak sesuai petunjuk Allah Swt dan
rosulnya maka akan diberikan balasannya di hari akhir. Jika metode pahala

xvi
mempunyai peranan yang cukup berarti, metode sanksipun juga punya peranan
pula.
f. Metode Pembiasaan
Metode Pembiasaan Dalam konsep Islam disebutkan bahwa setiap anak
dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci dan bersih) sehingga diibaratkan bagai
lembaran putih. Maka lingkungan di sekitar akan sangat mempengaruhi corak
seorang anak tersebut. dan dalam hal ini orang tualah yang sangat berpengaruh
untuk membentuknya/anak yang masih dalam keadaan fitrah masih menerima
segala pengaruh dan cenderung kepada setiap hal yang tertuju kepadanya. Oleh
karena itu, merupakan hal yang sangat penting untuk berlatih dan membiasakan
akhlak terpuji hingga menjadi adat kebiasaan seorang muslim dengan mudah.
Islam menggunakan adat kebiasaan sebagai cara membina akhlak. Lalu Islam
mengubah setiap jenis kebaikan menjadi adat kebiasaan yang dilakukan diri
dengan mudah tanpa bersusah payah. Pembiasaan yang dilakukan sejak dini/sejak
kecil akan memebawa kegemaran dan kebiasaan tersebut menjadi semacam adat
kebiasaan sehingga menjadi bagian tidak terpisahkan dari kepribadiannya.

6. Memahami Tasawuf
Tasawuf adalah sebuah ilmu Islam yang memfokuskan pada aspek spiritual dari
Islam. Dilihat dari keterkaitannya dengan kemanusiaan, tasawuf lebih menekankan pada
aspek kerohanian dari pada aspek jasmani, dalam kaitannya dengan kehidupan manusia
tasawuf lebih mengutamakan kehidupan akhirat daripada kehidupan dunia namun tidak
menghilangkan salah satunya.
Istilah tasawuf tidak dikenal pada masa kehidupan Nabi dan khulafaur Rasyidin.
Istilah ini baru muncul ketika Abu Hasyim al-Kufy meletakan kata al-Sufi dibelakang
namanya pada abad ke 3 Hijriyah. Istilah tasawuf berasal dari bahasa Arab yaitu
“Tashowwafa yatashowwafu – tashowwuf” yang berarti berbulu banyak, yakni menjadi
seorang sufi atau menyerupai dengan ciri pakaian terbuat dari bulu domba/wol, walaupun
pada prakteknya tidak semua ahli sufi pakaiannya menggunakan wol. Menurut sebagian
pendapat bahwa para sufi (orang yang mendalami ilmu tasawuf atau sufisme) diberi nama
sufi karena kesucian(shafa) hati mereka dan kebersihan tindakan mereka. Ada yang
menyebutkan pula bahwa seseorang dianggap sufi karena mereka dibaris terdepan (shaff)
dihadapan Allah, melalui pengangaktan kkeinginan mereka kepada-Nya.

xvii
Tasawuf dijelaskan lebih menekankan kebutuhan rohani dalam berbagai aspek,
karena para tokoh tasawuf lebih memepercayai keutamaan rohani dibandingkan dengan
keutamaan jasad, para tokoh tasawuf lebih mempercayai dunia spiritual dibandingkan
dunia material.
Yang akan dibahas lebih jauh disini adalah Tasawuf akhlaki, Tasawuf akhlaki
adalah ajaran tasawuf yang membahas tentang kesempurnaan dan kesucian jiwa manusia
yang di formulasikan pada pengaturan sikap mental dan pendisiplinan tingkah laku yang
ketat, guna mencapai kebahagian yang sesungguhnya, manusia harus lebih dahulu yang
melakukan identifikasi eksistensi diri manusia dengan ciri-ciri ke tuhanan melaui
pensucian jiwa dan raga yang bermula dari pembentukan pribadi yang bermoral dan
berakhlak mulia, yang dalam ilmu tasawuf dikenal pengosongan diri dari sifat-sifat tercela,
menghiasi diri dengan sifat-sifat terpuji, dan terungkapnya nur ghaib bagi hati yang telah
bersih seehingga mampu menangkap cahaya ketuhanan.
A. Ruang lingkup kandungan Tasawuf
Ilmu tasawuf yang pada dasarnya bila dipelajari secara esensial mengandung empat
unsur, yaitu :
- Metafisika, yaitu hal-hal yang di luar alam dunia atau bisa juga dikatakan sebagai
ilmu ghoib. Di dalam Ilmu Tasawuf banyak dibicarakan tentang masalah-masalah
keimanan tentang unsur- unsur akhirat, dan cinta seorang sufi terhadap Tuhannya.
- Etika, yaitu ilmu yang menyelidiki tentang baik dan buruk dengan melihat pada
amaliah manusia. Dalam Ilmu Tasawuf banyak sekali unsur-unsur etika, dan ajaran-
ajaran akhlak (hablumminallah dan hablumminannas)
- Psikologi, yaitu masalah yang berhubungan dengan jiwa. Psikologi dalam pandangan
tasawuf sangat berbeda dengan psikologi modern. Psikologi modern ditujukan untuk
menyelidiki manusia bagi orang lain, yakni jiwa orang lain yang diselidikinya.
Sedangkan psikologi dalam tasawuf memfokuskan penyelidikan terhadap diri sendiri
yakni diarahkan terhadap penyadaran diri sendiri dan menyadari kelemahan dan
kekurangan dirinya untuk kemudian memperbaiki menuju kepribadian yang lebih baik
lagi.
- Estetika, yaitu ilmu keindahan yang menimbulkan seni. Untuk meresapkan seni dalam
diri, haruslah ada keindahan dalam diri sendiri. Sedangkan puncak keindahan itu adalah
cinta. Jalan yang ditempuh untuk mencapai keindahan menurut ajaran tasawuf adalah
tafakur, merenung hikmah-hikmah ciptaan Allah. Dengan begitu akan tersentuh

xviii
kebesaran Allah dengan banyak memuji dan berdzikir. Oleh karena itu, dengan
senantiasa bertafakur dan merenungkan segala ciptaan Allah, maka akan membuahkan
pengenalan terhadap Allah (ma’rifat billah) yang merupakan kenikmatan bagi ahli sufi.
Hal ini bersumber pada mahabbah, rindu, ridlo melalui tafakkur, dan amal-amal shalih.

7. Intisari ajaran Maqamat dan Ahwal dalam tasawuf


Baik maqamat maupun ahwal adalah konsep tasawuf yang bisa dicapai dan
dirasakan oleh semua orang, jika mengikuti alur maqamat yang dihadirkan dalam kajian
tasawuf. Setelah manusia bisa melewati alur maqamat tasawuf maka Allah akan memberi
ia kondisi-kondisi spiritual (ahwal) tentang pengalaman dengan Tuhan. Selain itu, konsep-
konsep tasawuf ini, atau tepatnya maqamat dan ahwal ini, tentu bukanlah hal yang baru
dalam dunia tasawuf. Sejak tasawuf ada maka konsep inipun tentunya hadir. Melihat pada
masa sekarang apakah masih relevan konsep tersebut dengan zaman sekarang sehingga
bisa dipraktekan oleh siapapun yang ingin merasakan kedekatan dan pengalaman spiritual
dengan Tuhan. Maka, oleh sebab itu, penting kiranya untuk mengetahui relevansi maqamat
dan ahwal dalam Tasawuf.

A. Maqamat Tasawuf
Maqamat adalah bentuk jamak dari kata maqam yang secara bahasa berarti
pangkat. Menurut istilah ilmu tasawuf, maqamat adalah kedudukan seorang hamba di
hadapan Allah, yang diperoleh dengan melalui peribadatan, mujahadat dan lain-lain,
latihan spritual serta (berhubungan) yang tidak putus-putusnya dengan Allah swt. atau
secara teknis maqamat juga berarti aktivitas dan usaha maksimal seorang sufi untuk
meningkatkan kualitas spiritual dan kedudukannya (maqam) di hadapan Allah swt.
Dalam rangka proses penyempurnaan seorang harus melampaui tahapan – tahapan
spiritual, memiliki konsepsi tentang jalan menuju Allah SWT. Dimulai dari latihan
rohaniah secara bertahap melalui berbagai fase dalam tradisi tasawud dikenal dengan
maqam (tingkatan). Berdasarkan penjelasan di atas sederhananya maqamat adalah
kedudukan atau posisi seseorang hamba di hadapan Allah yang ia istiqamah pada
kedudukan tersebut dan berusaha untuk meningkatkannya hingga mencapai derajat
puncak. Adapun maqamat tersebut :

1) Taubat

xix
Maqamat pertama dalam tasawuf adalah Al-Taubah, secara etimologi taubat
berasal dari kata taba, yatubu, taubatan artinya kembali. Dalam bahasa Indonesia
tobat bermakna “ sadar dan menyesal akan perbuatan yang salah”. Taubat ketika
sesorang melakukan perbuatan tercela dan salah, lalu sadar dan menyesali
perbuatannya dan bertekad meninggalkan atau berhenti ngejar duniawi serta
mendekatkan diri kepada Allah SWT
2) Wara
Secara harfiah wara’ artinya saleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Kata ini
selanjutnya mengandung arti menjauhi hal-hal yang tidak baik. Menurut Fethullah
Gulen wara’ adalah menghindari segala hal yang tidak pantas, tidak sesuai, dan
tidak perlu, serta berhati-hati terhadap hal-hal yang diharamkan dan dilarang. Wara
juga berarti menghindari segala bentuk syubhat karena takut terperosok dalam hal
yang haram. Secara tingkatan, dalam tasawuf wara merupakan langkah kedua
setelah taubat.
3) Zuhud
Zuhud secara bahasa meninggalkan sesuatu dan tidak menyukainya. Pengertian
zuhud adalah usaha manusia untuk mengalihkan perhatiaanya untuk jauh daru
dunia dan hanya fokus pada kepentingan akhirat atau surgawi. Pandangan Kyai
Achmad dalam menyikapi perilaku zuhud tidak berarti, dengan serta merta harus
meninggalkan hidup keduniaan dan acuh tak acuh terhadapnya, tetapi dalam
pandangannya zuhud bisa dipahami sebagai langkah antisipatif untuk tidak selalu
bergantung dengan dunia dan pengaruhnya, yang bisa melupakan batas kewajaran
sebagai umat manusia yang bisa memposisikan diri sebagai makhluk individu dan
sosial secara seimbang. Sederhananya zuhud kedekatan dunia yang tidak
menganggu kedekatan dengan Allah
4) Fakir
Secara harfiah fakir adalah seorang yang berhajat, butuh atau orang miskin,
sedangkan menurut pandangan sufi, fakir adalah tidak meminta lebih dari apa
yang telah ada pada diri kita (tidak memaksakan diri).
5) Sabar
Secara bahasa yang berarti menahan, menahan diri. Sabar merupakan menahan diri
dari kelu lidah, emosi dan perasaan gelisah lainnya. Bersikap sabar merupakan
mendamaikan dan menerima pikiran/batin walaupun cobaan ada didepan.

xx
6) Tawakal
Tawakal yang berasal dari tawakala yang berarti menyerahkan, mempercayakan
dan mewakilkan. Tawakal merupakan menyandarkan sepenuh hati kepada Allah
SWT,selalu menyertakan-Nya dalam setiap permasalahan duniawi dan akhirat,
serta mendekatkan dirinya kepada Allah dengan beribadah.
7) Ridha
Kata ridha berasal dari kata radhiya, yardha, ridhawan yang artinya senang, puas,
memilih persetujuan, menyenangkan, dan menerima. Ridha merupakan rela
menerima apapun yang ditakdirkan Tuhan senantiasa karnaNya dia menerima,
maka orang yang memiliki sifat ini cenderung tidak mudah kecewa, bimbang atas
pengorbanan yang dialaminya. Dalam litelatur lain ridha merupakan ketenangan
hari dan ketentraman jiwan terhadap ketetapan Allah SWT.

B. Ahwal Tasawuf
Ahwal bentuk jamak dari _hal’ yang diartikan keadaan mental yang dialami oleh para
sufi di sela – sela perjalanan spritualnya. Pada al-haal datang dari wujud itu sendiri karna
dasarnya haal yang berarti perasaan dimana itu merupakan wujudnya sendiri, sedangkan
al-maqam diperoleh melalui upaya perjuangan. Ahwal muncul setelah mengapai tahap
kemampuan spiritual (maqam), berikut ahwal tasawuf tersebut :
a. Muraqabah
Secara etimologi muraqabah berarti menjaga atau mengamati tujuan. Adapun
keyakinan seseorang selalu berhadapan dengan Allah dan mengetahui serta
mengamati setiap saat sehingga membuat ia selalu berbuat sesuai hukum –
hukumNya.
b. Mahabbah (Cinta)
Mahabbah adalah dasar pijakan bagi kemuliaan yang merupakan kecocokan hati
dengan Allah SWT serta Rasulullah SAW dengan senantiasa mencintai yang
sangat dalam untuk berdzikir(mengingat) Allah. Kondisi mahabbah seorang hamba
yaitu dapat melihat berapa nikmat yang karunia-Nya yang diberikan, dan dengan
hati nuraninya ia melihat kedekatan Allah dengan melindungi, penjagaan, dan
perhatian-Nya yang dilimpakan kepada hamba.
c. Khauf

xxi
Khauf dalam tasawuf adalah hadirnya perasaan takut ke dalam diri terhadap
hukum-Nya. Al-khauf merupakan sikap mental merasa takut karena kurang
sempurna pengabdiannya atau rasa khawatir jangan sampai Allah merasa tidak
senang kepadanya. Seorang yang berada dalam khauf merasa lebih takut sama diri
sendiri sebagaimana ketakutan terhadap musuh. Dengan demikian, khauf adalah
kondisi spiritual di mana seorang sufi takut jika Allah tak meliriknya sehingga
mendekat pada-Nya.
d. Raja’
Raja atau harapan adalah sikap optimis dalam memperoleh karunia dan nikmat
Allah dan memenuhi diri dengan harapan demi masa depan serta hidup demi
meraih harapan tersebut. Menurut Al-Gazali memandang raja‘ sebagai senangnya
hati karena menunggu sang kekasih datang kepadanya. Sedangkan menurut al-
Qusyairi raja‘ adalah keterpautan hati kepada sesuatu yang diinginkannya terjadi di
masa akan datang.
e. ‘Uns (Suka Cita)
‘Uns adalah kondisi spiritual dimana seoang sufi merasakan kesukacitaan hati
karena bisa akrab dengan Tuhan. Seseorang yang berada pada kondisi spiritual
‘Uns akan merasakan kebahagiaan, kesenangan, kegembiraan, serta sukacita yang
meluap-luap. Kondisi spiritual seperti ini dialami oleh seorang sufi ketika
merasakan kedekatan dengan Allah.
f. Al-Yaqin
Al-Yaqin berarti perpaduan antara pengetahuan yang luas serta mendalam dan rasa
cinta serta rindu yang mendalam pula sehingga tertanamlah dengan kuat tak gentar
dalam jiwa perjumpaan secara langsung dengan Tuhannya. Menurut al-Sarraj
yaqin adalah fondasi dan sekaligus bagian akhir dari seluruh ahwal. Dapat juga
dikatakan bahwa yaqin merupakan esensi seluruh ahwal .

8. Relevansi Tasawuf dengan Manusia Modern


Tasawuf memiliki revelansi terhadap problema manusia modern karena secara
seimbang memberikan kesejukan batin dan displin syariah sekaligus. Konteks tasawuf
dalam artian perbaikan akhlak, menurut H.M. Jamil (2007:189-191) ada beberapa hal yang
mesti diperhatikan agar tetap dalam bingkai syariat, sebagai berikut:

xxii
- Seluruh sifat buruk (mazmumah) yang akan dikikis, merujuk pada Al-Qur‘an dan
Sunnah Rasulullah SAW.
- Seluruh sifat terpuji yang akan ditanamkan, juga harus merujuk pada Al-Qur‘an dan
Sunnah Rasulullah SAW.
- Langkah-langkah yang ditempuh dalam proses pembersihan diri dari sifat-sifat tercela
dan langkah-langkah yang ditempuh dalam penyemaian sifat-sifat terpuji, termasuk
dalam lingkup ijtihadi, akan tetapi mesti dalam bingkai syariat, sebagai berikut:
a. Dengan pengendalian hawa nafsu, bukan dengan membunuh nafsu secara
total,sebab nafsu dapat diarahkan kepada hal-hal yang positif, untuk kebaikan
diri,keluarga, dan masyarakat. Dengan nafsu yang terkendali dengan baik, manusia
mengembangkan keturunan, mempertahankan kelangsungan hidup keluarganya
dengan memenuhi kebutuhan dan membela kehormatan mereka.
b. Dengan menanamkan rasa ketidak tergantungan kepada kehidupan dunia. Ketidak
tergantungan mesti diartikan sebagai “ ada tidak adanya dunia tidak mempengaruhi
keadaan jiwa tetapi dengan tetap bekerja keras”, dengan ini dapat diaplikasikan
kepada kehidupan modern dan bahkan memberi arti positif dalam menciptakan
pribadi-pribadi yang tidak serakah di dalam mengatasi problema kehidupan dunia
c. Dengan memperbanyak amalan sunah
d. Dalam pelaksanaan ibadah-ibadah, mesti terhindar dari penyimpangan yang dapat
mengarah terhadap peduaan Tuhan (syirik).dalam konteks ini, rabithah atau
wasilah sebaiknya dihindarkan. Demikian juga pengkultusan syekh mesti dikikis,
tetapi bukan berarti tidak menghormati guru. Syekh, wali atau lainnya tidak boleh
dianggap sebagai sosok yang terkadang melebihi seorang Nabi. Mereka manusia
biasa.
e. Perhatian kepada perbaikan akhlak, tidak boleh mematikan semangat untuk
bekerja, beramal, berjihad dalam arti yang luas.
- Secara umum yang mesti ditanamkan adalah akhlak Al-Qur‘an. Akhlak Nabi SAW
adalah akhlak Al-Qur‘an. Adapun hal-hal yang berhubungan dengan pakaian, baik atau
buruk, tidak dapat diukur dengan tradisi satu kaum, tetapi dengan petunjuk Al-Quran
dan Sunnah. Seseorang dapat menjadi seorang sufi misalnya, meskipun dia tidak
memakai jubah. Ini perlu dikemukakan karena demikian ajaran Al-Quran dan Sunnah.
Disamping itu, agar tasawuf tidak dianggap sebagai sesuatu yang out-date.

xxiii
Lalu ada korelasi tawasuf dengan etos kerja dan profesionalisme. Ada pengaruh tasawuf
pada kehidupan pribadi, kehidupan bermasyarakat dan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Berikut penjelasannya :
a. Korelasi tasawuf dengan etos kerja
Kemunculan etos kerja manusia didorong oleh sikap hidup baik disertai
kesadaran. Sikap hidup yang mendasar itu menjadi sumber motivasi yang
membentuk karakter, kebiasaan atau budaya kerja tertentu. Disebabkan latar
belakang keyakinan dan motivasi dapatlah dikatakan bahwa motivasi yang
berperan dalam proses terbentuknya etos kerja ternyata tidak tunggal, melainkan
lebih dari satu bahkan bisa banyak dan saling berinteraksi satu dengan lainnya.
Dengan demikian ia bersifat kompleks dan dinamis. Dalam al-Qur’an ditegaskan
bahwa suatu kaum tidak akan berubah kecuali kaum itu sendiri mengubah dirinya,
sebagaimana terdapat dalam Q.S. al-Ra‘d/13: 11.
Ada yang perlu diperhatikan, bahwa di antara penghambat etos kerja,
seperti kemalasan, kelemahan hati, pengaruh hawa nafsu yang merusak
kepribadian, dapat dihindari dengan mempraktikkan kehidupan sufi . Dengan
demikian, jelaslah bahwa etos kerja memiliki korelasi yang nyata dengan tasawuf.
Dengan mempraktekkan tasawuf yang berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah, maka
akan memungkinkan etos kerja semakin baik. Sebab, semua kerja diorientasikan
kepada Tuhan, jadi motivasinya sangat jelas, pengawasannya juga melekat setiap
saat, dengan keyakinan Allah Maha Melihat, sehingga untuk melakukan
penyimpangan akan terhindarkan.

b. Korelasi Tasawuf dengan Profesionalisme


Profesional adalah mengerti akan tugas (sesuai dengan keahlian/ bidangnya) dan
bertanggung jawab (amanah), kemudian bersunggguh-sungguh mengerjakannya
dengan kualitas yang terbaik (ahsan). Bila kerja atau perbuatan yang dalam Islam
dikenal dengan amal, dikaitkan dengan iman, maka justru merupakan manifestasi
dan bagian dari pengamalan Islam itu sendiri. Karena karakteristik iman ada dua,
yaitu (1) keyakinan hati, dan (2) pengamalan atau kerja sebagai bukti bahwa
keyakinan itu berfungsi. Iman dalam hati baru menjadi eksis bila telah dilahirkan
dalam bentuk amal atau kerja. Mengerjakan sesuatu dengan niat mencari rida
Allah mengundang konsekuensi kerja itu tidak dilakukan dengan sikap seenaknya.

xxiv
Dalam melakukan pekerjaan harus dengan disiplin yang sungguh terutama
yang berkenaan dengan waktu serta kualitas sesuatu/pekejaan. orang yang
membiarkan dirinya dikuasai oleh sifat malas, etos kerja yang sangat rendah, tidak
punya rasa tanggung jawab, tidak disiplin, juga tidak profesional sehingga
merugikan aturan, kesepakatan atau pelaksanaan kewajiban, maka orang-orang
yang memiliki ciri seperti itu adalah tidak amanah.
Penjelasan atas telah menjadi kehidupan para sufi, dengan demikian
profesionalisme dengan tasawuf memiliki korelasi yang signifikan.

c. Pengaruh tasawuf dalam kehidupan pribadi


Dengan adanya kecenderungan manusia untuk kembali mencari nilai-nilai
ilahiyah (meliputi iman, Islam, ihsan, taqwa, ikhlas, tawakal, syukur, dan sabar)
merupakan bukti bahwa manusia itu pada dasarnya makhluk rohani selain sebagai
makhluk jasmani. Sebagai makhluk jasmani, manusia membutuhkan hal-hal yang
bersifat materi, namun sebagai makhluk rohani, ia membutuhkan hal-hal yang
bersifat immateri atau rohani. Sesuai dengan orientasi ajaran tasawuf yang lebih
menekankan aspek rohani, maka manusia itu pada dasarnya cenderung bertasawuf.
Tasawuf akan memengaruhi sikap dan perilaku seseorang, terutama dalam
hal nilai-nilai moral dan kepribadiannya. Ia akan hidup sederhana, tidak suka
berlebih-lebihan, tidak suka menyombong atau takabur, rendah hati atau, sabar
ketika menerima musibah dan bersyukur ketika menerima nikmat dan anugerah.
Kemudian tentu orang yang bertasawuf akan selalu mentaati perintah Allah dan
Rasul-Nya, serta berusaha semaksimal mungkin menjauhi larangan-Nya. Bila
pribadi seseorang telah terpengaruh dengan ajaran tasawuf, maka seseorang itu
akan tercerahkan pula, baik intelektual, emosional maupun spiritualnya, yang
dalam istilah modern dikenal dengan IQ (Intelectual Quotient) dan ESQ
(Emotional Spiritual Quotient).

d. Pengaruh Tasawuf dalam Kehidupan Masyarakat


Dalam Q.S al-Anbiya/21:107 ,

xxv
“ Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.”
Berdasarkan ayat-ayat tersebut, keuniversalan agama Islam telah menjadi
kesadaran yang sangat berakar dalam kesadaran seorang Muslim, bahwa agamanya
berlaku untuk seluruh umat manusia. Sungguhpun kesadaran serupa juga dimiliki
oleh penganut agama lainnya. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pada orang-
orang Muslim kesadaran semacam itu telah melahirkan sikap-sikap sosial
keagamaan yang unik, yang jauh berbeda dengan pemeluk-pemeluk agama
lainnya. Masyarakat Islam dapat mewujudkan kesadaran tersebut dalam sinaran
sejarah yang cemerlang. Fenomena keagamaan yang tunduk pada prinsip toleransi,
kebebasan beragama, keterbukaan, keadilan dan kejujuran.
Kesadaran beragama, yang diimplementasikan lewat pengamalan
kehidupan tasawuf, telah banyak memberikan pengaruh terhadap masyarakat
modern. Sikap hidup masyarakat yang mengamalkan sikap takwa, tawakal, ikhlas,
taubat, syukur, harapan (raja’), sabar, dan khauf merupakan pengajaran tasawuf
yang telah diamalkan oleh kaum sufi. Hanya saja, pengamalan pengajaran tasawuf
yang telah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga relevan dengan kehidupan
masyarakat modern. Dengan pemahaman yang lebih moderat dan elegan sekaligus
mengamalkannya, maka tasawuf tidak lagi menjadi amal orang-orang tradisional.

e. Pengaruh Tasawuf dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara


Perkembangan sejarah Islam membuktikan bahwa peranan ajaran Islam
signifikan dalam membentuk etika kehidupan masyarakat. Demikian pula
kontribusi Islam dalam etika berbangsa dan bernegara, sebagaimana yang terdapat
dalam negara yang dibangun oleh Muhammad SAW. yang dikenal dengan negara
Madinah. Etika berbangsa dan bernegara, hendaknya mengacu pada prinsip-prinsip
yang telah dibangun oleh Rasulullah SAW. pada kehidupan masyarakat di
Madinah. terwujudnya keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara akan
meahirkan ketenangan jiwa dan menggerakkan dinamika kerja. Pada gilirannya ini
akan membawa kepada kemaslahatan, kemakmuran dan kesejahteraan. Adil dalam
tinjauan bernegara, adalah terciptanya tatanan masyarakat yang harmonis,
sejahtera, bahagia lahir dan batin.

xxvi
Selanjutnya dalam dunia politik, tataran parpol di Indonesia masih
memerlukan kedewasaan untuk menerapkan etika sebagaimana yang dicontohkan
oleg Rasulullah. Partai politik ungsinya sebagai salah satu lembaga yang ikut
bertanggung jawab dalam pembangunan bangsa dan negara secara baik dan benar.
Jangan sampai partai politik meracuni pemikiran masyarakat, membodohi
masyarakat, atau menyalahgunakan kewenangan demi mengharapkan kedudukan
dan uang. Etika bertanggung jawab dan amanah menjadi bagian perjuangan dan
perilaku partai politik. Demikian pula para abdi negara seharusnya selaras antara
kata dan perbuatan. Bila semua komponen bangsa; rakyat dan aparatur negara
sama-sama berperilaku etis, dalam pengertian menjalankan norma-norma yang
telah disepakati serta nilai-nilai yang berasal dari ajaran agama, maka dapat
diharapkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar dan disegani dalam
pergaulan internasional.

9. Bertasawuf di Era Millenial


Kehidupan di era milemial yang seperti sekarang manusia perlu mengimbangi
spiritual dan kehidupan dunia maka tasawuf memiliki peran penting, karena di era ini
problema kehidupan manusia modern makin rumit dan harus memiliki prinsip yang teguh
supaya tetap sesuai dengan syariat agama dan negara, berikut cara bertasawuf di era
milenial:
a. Beribadah kepada Allah, yaitu dengan melaksanakan perintah untuk menyembah-
Nya sesuai dengan syariat islam
b. Menyadari kesalahan/ perbuatan yang salah lalu memohon ampun kepada Allah
serta tidak mengulanginya lagi, ini merupakan maqamat taubat
c. Tetap mendekatkan diri dan istiqomah dengan Allah, tanpa meninggalkan
kehidupan sosial dan tidak menganggu hubungannya dengan Allah, contoh,
memiliki jabatan yang tinggi namun menganggap itu sebagai amanah dan tetap
menjalankan tugasnya sebagai hamba Allah.
d. Sabar dan tawakal ketika mendapat cobaan, dan tetap husnuzan kepada Allah.
e. Berperilaku yang baik sesuai ajaran agama dan selalu merasa bahwa Allah
memperhatikan setiap langkah sehingga dapat terhindar dari perbuatan tidak
terpuji. Contohnya, menjalakan tugas sebagai pegawai dengan amanah, selalu
takut akan perbuatan curang karena merasakan kedekatannya dengan Allah

xxvii
f. Berzikir kerpada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai siruasi dan kondidi
baik diucapakan lisan maupun dalam hati
g. Optimis dalam mencari ridha Allah dan merasa selalu di cintai oleh Allah, salah
satu contohnya, percaya bahwa Allah akan memiliki rencana terbaik sebagai
hamba harus optimis dan pantang menyerah.
h. Mendengarkan informasi dari berbagai sisi tidak hanya sebelah pihak dan
berupaya tetap netral supaya tidak timbulnya rasa benci dan amarah.
i. Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allag dan
menunggu hasil perkerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan

Dengan penjelasan diatas orang yang mengamalkan tasawuf akan memiliki ketenangan
batin, maka dengan itu jika manusia modern mengamalkan ini dengan baik akan terbangun
kepedulian sosial yang tinggi terhadap sesama dan memiliki perasan batin yang dekat
dengan Allah tanpa terganggu oleh kehidupan duniawinya.

BAB 3

xxviii
PENUTUP

A. Kesimpulan
Etika adalah ajaran yang berbicara tentang baik dan buruk dan yang menjadi
ukuran baik dan buruknya merupakan akal. Moral adalah ajaran baik dan buruk yang
ukurannya adalah tradisi yang berlaku di suatu masyarakat. Serta, Akhlak dalam
kebahasaan berarti budi pekerti, perangai atau dikenal juga sikap hidup yang merupakan
ajaran yang berbicara tentang baik dan buruk yang yang ukurannya adalah wahyu tuhan.
Tasawuf adalah sebuah ilmu yang membicarakan tentang bagaimana upaya seorang
manusia sebagai hamba Allah, berusaha mendekatkan diri kepada-Nya. Pendekatan diri
manusia dalam konteks ini memberi makna bahwa seseorang dikatakan dekat dengan
Tuhannya apabila telah melaksanakan kewajiban pokok ditambah ibadah-ibadah lainnya
yang tidak wajib dilaksanakan. Dalam tasawuf juga terdapat teori-teori yang digagas oleh
para tokoh sufi sebagai sebuah metode yang dapat dipraktekkan oleh siapa saja yang ingin
dirinya dekat kepada Tuhan mereka. Dalam konteks ini dikatakan dengan maqam-maqam
(maqamat), yang dihasilkan dari latihan spiritual seseorang hamba. Sedangkan ahwal
adalah kondisi seseorang yang menunjukkan kedekatannya kepada Tuhan mereka tanpa
dilalui latihan-latihan spiritual. Dengan kata lain ahwal adalah kondisi atau status seorang
hamba terhadap Tuhannya yang merupakan anugerah dari Tuhan, tanpa melalui usaha
berupa latihan maupun pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

xxix
Aly Mashar, S. M. (2015). Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat. Tasawuf : Sejarah, Madzhab dan Inti
Ajarannya , 98-115.

Arrasyid, A. (2020). Konsep-Konsep Tasawuf dan Relevansinya dalam Kehidupan. 49-65.

Dr. H. Badrudin, M. (2015). Pengantar Ilmu Tasawuf. Serang: Penerbit A-Empat.

DR. H.M. Afif Anshori, M. (2016). Dimensi - Dimensi Tasawuf. Bandar Lampung: CV. TeaMs
Barokah.

Hulfah, N. M., & Istiyani, D. (2016). Jurnal Akhlak dan Tasawuf, 95-107.

Miswar. (2017). MAQAMAT. Jurnal ANSIRU PAI, 8-19.

Muzakkir. (2011). RELEVANSI AJARAN TASAWUF, 37-56.

Nugraha, J. (2020, Mei 29). merdeka.com. Retrieved from


https://www.merdeka.com/jateng/macam-macam-akhlak-dalam-islam-beserta-
pengertian-contoh-dan-manfaatnya-kln.html?page=3

Solihin, M., & Anwar, d. R. (2008). Ilmu Tasawuf. In M. Solihin, & d. R. Anwar. Bandung: Pustaka
Setia.

Toniy, R. (2020, Desember 25). fatonikeren Blogspot. Retrieved from


https://fatonikeren.blogspot.com/2018/11/konsep-etika-moral-dan-akhlak.html?m=1

Ubaidilah, A. E. (2017). Implementasi nilai-nilai Etika, Moral dan Akhlak dalam perilaku belajar d. A
Journal of Islamic Religious Instruction Volume 1 , 71-79.

xxx

Anda mungkin juga menyukai